TUGAS KAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEORI KOMUNIKASI & INFORMASI
TUGAS 2
Dosen : Dr. H. Anter Venus, MA.,Comm
Disusun Oleh :
Imelia Martinovita Santoso
NPM 210120150013
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
TEORI DISONANSI KOGNITIF
LATAR BELAKANG
Teori ini lahir sebagai sebuah kritik terhadap teori-teori konsistensi. Theory Consistency Cognitive (CCT) secara umum berpendapat bahwa pada dasarnya manusia selalu mencari keseimbangan (konsistensi) dan sistem kognitif yang dimiliki manusia menjadi alat utama untuk mencapai keseimbangan ini. Seluruh teori konsistensi memiliki ide yang sama, yaitu bahwa manusia akan selalu merasa lebih nyaman dengan sesuatu yang tetap (konsisten) daripada hal-hal yang tidak tetap (inkonsisten). Teori konsistensi menyatakan bahwa ketika orang menerima informasi (rangsangan) pikiran mereka akan mengaturnya menjadi sebuah pola dengan ransangan lainnya yang telah diterima sebelumnya. Jikalau rangsangan tersebut tidak pas dengan pola yang ada, atau tidak konsisten, orang tersebut merasakan ketidaknyamanan. Leon Festinger menamakan perasaan yang tidak seimbang ini sebagai disonansi kognitif (cognitive dissonance). Menurut Festinger dalam Teori Disonansi Kognitif, manusia membawa berbagai macam unsur (Elemen) kognitif dalam dirinya, seperti elemen sikap, persepsi, pengetahuan dan elemen tingkah laku, dimana masing-masing elemen saling berkaitan. Saat berkomunikasi seseorang akan mencari elemen yang sesuai dengan elemen yang dimilikinya untuk menciptakan keseimbangan. Ketidaksesuaian elemen yang terjadi merupakan sebuah disonansi kognitif yang terjadi dalam benak orang tersebut.
DEFINISI
Teori Disonansi Kognitif (Cognitive Dissonance) oleh Leon Festinger merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka "menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat yang lain mereka pegang" (West & Turner, 2008 : 137). Konsep ini membentuk inti dari Teori Disonansi Kognitif (Cognitive Dissonance Theory-CDT), teori yang berpendapat bahwa disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah mengurangi ketidaknyamanan itu. Tingkat kenyamanan yang terjadi disebut sebagai Tingkat Disonansi (magnitude dissonance) yaitu merujuk pada sejumlah kuantitatif disonansi yang dialami seseorang. Tingkat disonansi akan menentukan tindakan yang akan diambil seseorang dan kognisi yang mungkin akan ia gunakan untuk mengurangi disonansi. Tingkat disonansi dipengaruhi oleh faktor kepentingan yaitu seberapa signifikan suatu masalah terhadap tingkat disonansi, rasio disonansi yaitu jumlah kognisi disonan berbanding dengan kognisi konsonan, dan rasionalitas individu untuk menjustikfikasi inkonsistensi.
Dalam usaha seseorang untuk mengurangi perasaan disonansi, seseorang akan menghiraukan pandangan yang berlawanan dengan pandangannya, mengubah keyakinan mereka agar sesuai dengan tindakan mereka, atau mencari hal yang dapat meyakinkan mereka kembali untuk membuat sebuah keputusan sulit. Konsep dan proses Teori Disonansi Kognitif berkaitan dengan proses pemilihan terapan (selective exposure), pemilihan perhatian (selective attention), pemilihan interpretasi (selective interpretation), dan pemilihan retensi (selective retention). Proses selective exposure merupakan metode untuk mengurangi disonansi dengan cara mencari informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan seseorang. Proses selective attention merupakan metode untuk mengurangi disonansi dengan memberikan perhatian pada informasi yang konsonan saja. Proses Selective interpretation merupakan metode untuk mengurangi disonansi dengan menginterpretasikan informasi yang ambigu sehingga informasi ini menjadi konsisten dengan keyakinan dan tindakan seseorang. Proses selective retention merupakan metode untuk mengurangi disonansi dengan mengingat informasi yang konsonan saja.
Metetori dari Teori Disonansi Kognitif menggunakan cara pandang berdasarkan pendekatan Aturan (rules approach). Pendekatan ini berasumsi bahwa manusia terlibat dalam perilaku yang disengaja dan dituntun oleh sebuah tujuan, dan mampu untuk melakukan tindakan daripada hanya sekedar terkena tindakan (West & Turner, 2008 : 59). Manusia memang dibatasi oleh pilihan-pilihan dalam hidupnya, namun manusia juga memiliki kemampuan aktif untuk membuat keputusan secara sadar terhadap pilihan-pilihan yang ada disekitarnya. Dalam Teori Disonansi Kognitif, manusia memiliki kognisi yang sudah terbentuk didalam benaknya, namum keputusan yang diambilnya secara sadar dalam bentuk tindakan, ataupun keyakinan mengalami ketidaksesuaian yang dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman. Aturan tidak menuntut manusia untuk bertindak dengan suatu cara tertentu, sebaliknya aturan merujuk pada suatu standar atau kriteria yang digunakan manusia ketika bertindak dalam konteks tertentu. Menurut James Lull (West & Turner, 2008 : 60), ada tiga tipe aturan, yaitu aturan kebiasaan, aturan parametrik, dan aturan taktis. Aturan kebiasaan yaitu aturan yang tidak bisa dinegosiasikan dan biasanya ditentukan oleh figur yang memiliki otoritas. Aturan parametrik juga dibentuk oleh figur yang memiliki otoritas tetapi aturan yang dibentuk lebih fleksibel dan dapat dinegosiasikan. Aturan taktis merupakan aturan yang dipahami sebagai alat untuk mencapai tujuan personal, atau interpersonal tetapi tidak pernah dinyatakan.
ASUMSI TEORI DISONANSI KOGNITIF
Ada empat asumsi yang mendasari Teori Disonansi Kognitif. Asumsi pertama menekankan bahwa sifat dasar manusia mementingkan keberadaan konsistensi atau stabilitas. Teori ini menyatakan bahwa manusia tidak ada yang menikmati situasi yang disonan atau inkonsistensi, sehingga manusia akan terus berusaha untuk mencari titik stabilitas atau konsistensi.
Asumsi kedua berbicara mengenai jenis konsistensi yang penting bagi orang. Teori Disonansi Kognitif ini meletakkan fokusnya pada fakta bahwa kognisi-kognisi harus tidak mengalami inkonsistensi untuk menciptakan disonansi kognitif.
Asumsi ketiga bahwa tidak ada manusia yang merasa puas dan bahagia berada dalam keadaan disonansi karena hal tersebut menciptakan perasaan tidak nyaman dalam diri seseorang.
Asumsi keempat menyatakan bahwa rangsangan yang diciptakan oleh disonansi akan memotivasi orang untuk menghindari situasi yang menciptakan inkonsistensi dan berusaha mencari situasi yang dapat menciptakan konsistensi.
KONSEP KUNCI TEORI DISONANSI KOGNITIF
Teori ini memungkinkan adanya tiga hubungan, yaitu hubungan konsonan (consonant relationship), hubungan disonan (disonant relationship), dan hubungan tidak relevan (irrelavant relationship). Hubungan Konsonan (consonant relationship), merupakan hubungan diantara dua elemen yang berada pada posisi seimbang antara satu dan lainnya.
Hubungan Disonan (disonant relationship) menyatakan bahwa ada ketidakseimbangan antara elemen satu dengan lainnya, hal ini menimbulkan perasaan tidak nyaman dalam diri seseorang.
Hubungan tidak relevan (irrelevant relationship) adalah ketika elemen-elemen yang tersedia tidak memiliki makna hubungan antara satu dengan lainnya, sehingga tidak memiliki dampak yang berarti bagi kognisi seseorang.
TEORI DISONANSI KOGNITIF DALAM PERSPEKTIF SIBERNETIKA
Perspektif Sibernetika menekankan hubungan timbal balik diantara semua bagian dalam sebuah sistem. Perspektif sibernetika dan sosiopsikologis memiliki kemiripan karena keduanya berasal dari berbagai penelitian mengenai psikologi sosial dan keduanya menggunakan metode penelitian yang berfokus pada prediksi perilaku individu. Namun teori-teori dalam perspektif sibernetika meletakkan fokusnya pada sistem kognitif dan hubungan antara berbagai aspek pengolahan informasi manusia.
Dalam sibernetika, komunikasi dipahami sebagai sistem bagian-bagian atau variabel-variabel yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, membentuk serta mengontrol karakter keseluruhan sistem, dan layaknya organisme menerima keseimbangan dan perubahan (Little Jhon, 2009 : 60). Konsep yang diusung oleh sibernetika menekankan pada pertanyaan tentang bagaimana sesuatu saling mempengaruhi satu sama lainnya, bagaimana suatu sistem kompleks mempertahankan kontrol, serta bagaimana putaran timbal balik dapat mempertahankan keseimbangan dan membuat perubahan.
Teori-teori dalam tradisi sibernetika menjelaskan bagaimana proses fisik, biologis, sosial, dan perilaku bekerja. Dalam sibernetika, komunikasi dipahami sebagai sistem bagian-bagian atau variabel-variabel yang saling mempengarhui satu sama lainnya, membentuk sistem, dan layaknya organisme, menerima keseimbangan dan perubahan. Ide sistem membentuk ide pemikiran sibernetika. Sistem merupakan sepakat komponen-komponen yang saling berinteraksi, yang bersama-sama membentuk sesuatu yang lebih dari sekedar sejumlah bagian-bagian.
TEORI YANG TERKAIT DENGAN TEORI DISONANSI KOGNITIF
Teori Penggabungan Masalah dari Austin Babrow merupakan salah satu teori yang berkaitan dengan Teori Disonansi Kognitif. Teori Penggabungan Masalah (PM) memahami bagaimana pelaku komunikasi berpikir, bagaimana pelaku komunikasi menggabungkan dan menyusun informasi yang mempengaruhi sikap, keyakinan, nilai, dan perilaku. Teori ini didasarkan pada tiga dalil, pertama manusia memiliki kecenderungan alami untuk menyejajarkan harapan-harapannya dan penilaian-penilainnya, hal ini dapat menghasilkan tekanan ketika apa yang diinginkan tidak sejajar dengan apa yang diharapkan. Dalil kedua, menggabungkan harapan dan penilaian dapat menjadi suatu masalah dalam empat kondisi, yaitu perbedaan antara harapan dan penilaian, ambiguitas atau kurangnya penjelasan mengenai apa yang diharapkan, dan ambivalence atau adanya dua perasaan atau penilaian yang bertentangan. Ketiga, penggabungan masalah berakar dari komunikasi dan diatur melalui komunikasi (Littlejohn & Foss, 2009 : 118).
CONTOH KASUS TEORI DISONANSI KOGNITIF
Sebuah iklan anti merokok terbaik pada tahun 2012 versi Cannes dengan judul "Smoking Kid" produksi salah negara Thailand dapat dijadikan contoh kasus yang sesuai dengan Teori Disonansi Kognitif. Video pendek karya sebuah perusahaan periklanan besar di Inggris yang berbasis di Thailand ini berdurasi 1 menit 59 detik.
Dalam video ini diceritakan bahwa begitu banyak orang dewasa yang merokok di tempat umum, meskipun mereka mengetahui persis gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kebiasaan merokok, seperti gangguan hati, kanker paru-paru, wajah yang terlihat tua, dan bahkan menyebabkan kematian. Namun ketika seorang anak laki-laki dan anak perempuan hendak meminjam korek api untuk menyalakan rokok mereka, orang-orang dewasa yang merokok serentak menolak dan menasehati anak-anak tersebut perihal bahaya dari merokok. Kemudian kedua anak tersebut akan menyodorkan secarik kertas berisikan pertanyaan "jika anda tahu merokok berbahaya mengapa anda tetap meorok?".
Sangat terlihat jelas konsep Teori Disonansi Kognitif dalam iklan tersebut. Orang-orang yang menghisap rokok sadar akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat kebiasaan mereka. Mereka juga jelas memiliki pilihan-pilihan hidup lain selain menghisap rokok, namun secara sadar mereka lebih memilih untuk menghisap rokok. Ketidaksesuaian antara kognisi dan tindakan seorang perokok terjadi disini. Ketika anak-anak tersebut menyodorkan pertanyaan dalams secarik kertas, seluruh perokok hanya terdiam karena mereka sadar bahwa pilihan yang mereka ambil tidak sejalan dengan pengetahuan tentang rokok yang mereka miliki. Berdasarkan Teori Disonansi Kognitif, kemungkinan besar perokok akan mengurangi disonansi yang terjadi dengan cara mengabaikan kertas yang diberikan oleh anak-anak tersebut untuk menghindari perasaan tidak nyaman yang terjadi dalam dirinya akibat adanya disonansi.
Scene dalam iklan "Smoking Kid"