1
UPAYA PEMERINTAH MEMINIMALISIR AKSI TERORISME MELALUI PENDEKATAN HUKUM DAN SOSIO-KULTURAL SOSIO-KULTURAL DI INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN
1. Lata Latarr Be Belak lakang ang Masa Masalah lah
Teror eroris isme me di duni duniaa bukan bukanla lah h meru merupa pakan kan hal hal baru baru,, namun namun menj menjadi adi aktu aktual al terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York , Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, tempur, melainkan melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh oleh radar radar Amerik Amerikaa Serika Serikat. t. Tiga Tiga pesawa pesawatt komersi komersill milik milik Amerika Amerika Serika Serikatt dibaja dibajak, k, dua diantaranya diantaranya ditabrakkan ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers Towers World World Trade Centre dan gedung Pentagon. Pentagon. Kejadian ini merupakan isu global yang mempengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik titik tolak persepsi untuk memerangi memerangi Terorisme Terorisme sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan Terorisme erorisme Internasion Internasional. al. Terlebih Terlebih lagi dengan diikuti diikuti terjadiny terjadinyaa Tragedi Tragedi Bali I, tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar di dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang. Menyada Menyadari ri sedemi sedemikia kian n besarny besarnyaa kerugi kerugian an yang yang ditimb ditimbulk ulkan an oleh oleh suatu suatu tindak tindak Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Traged Tragedii Bom Bali Bali I, merupa merupakan kan kewaji kewajiban ban pemeri pemerinta ntah h untuk untuk secepat secepatnya nya mengus mengusut ut tuntas tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa ters terseb ebut ut.. Hal Hal ini ini menj menjad adii prio priori rita tass utam utamaa dala dalam m pene penegak gakan an hukum hukum.. Untuk Untuk mela melaku kukan kan pengusutan, pengusutan, diperlukan perangkat perangkat hukum yang mengatur mengatur tentang tentang Tindak Tindak Pidana Pidana Terorisme. erorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk untuk member memberant antas as Tindak Tindak Pidana Pidana Teroris erorisme, me, Pemeri Pemerinta ntah h Indones Indonesia ia merasa merasa perlu perlu untuk untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peratu Peraturan ran Pemeri Pemerinta ntah h Penggan Pengganti ti Undang Undang-Un -Undang dang (Perp (Perpu) u) nomor nomor 1 tahun tahun 2002, 2002, yang yang pada
2
tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 2.
Maksud sud da dan Tu Tujuan a. Maksud
Maksud penulisan makalah ini adalah disamping untuk melaksanakan penugasan pembuatan makalah yang materinya materinya menyangkut masalah terorisme terorisme dari Dosen, makalah ini pula pula bertuj bertujuan uan sebagai sebagai sarana sarana untuk untuk belaja belajarr dalam dalam menuan menuangkan gkan pemikir pemikiran an saya saya tentan tentang g Mata Mata Kuliah Kuliah Ilmu Ilmu Politi Politik k yang yang diteri diterima ma dengan dengan ditunj ditunjang ang dengan dengan beberap beberapaa referensi – referensi yang relevan dengan permasalahan ini.
b. Tujuan
Dengan Dengan penuli penulisan san makala makalah h ini, ini, kami kami menghar mengharapka apkan n agar agar makala makalah h ini dapat dapat dija dijadi dika kan n sebag sebagai ai refe refere rens nsii dan dan tamb tambah ahan an wawa wawasa san n / penge pengeta tahu huan an bagi bagi pemb pembac acaa mengenai mengenai hal-hal hal-hal yang berkenaan upaya meminimali meminimalisir sir aksi terorisme terorisme dengan melalui melalui pendek pendekata atan n hukum hukum dan sosial sosial yang yang membaw membawaa pengaru pengaruh h terhada terhadap p kondis kondisii keamana keamanan n dalam dan luar negeri.
3.
Permasalahan
Telah banyak negara-negara didunia yang mengorbankan Hak Asasi Manusia demi pemberlakuan pemberlakuan Undang-Undang Undang-Undang Antiteroris Antiterorisme, me, termasuk termasuk hak-hak hak-hak yang digolongkan digolongkan kedalam non-derogable rights, rights, yakni hak-hak yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya dalam keadaan apapun. Undang-Undang Antiterorisme kini diberlakukan dibanyak negara untuk untuk mensah mensahkan kan kesewe kesewenan nang-we g-wenang nangan an (arbitrary (arbitrary detention) detention) pengingkaran pengingkaran terhadap terhadap prinsip free and fair trial . Laporan terbaru dari Amnesty Internasional menyatakan menyatakan bahwa penggunaan siksaan dalam proses interogasi terhadap orang yang disangka teroris cenderung meningkat. Hal seperti inilah yang harus dihindari, karena Tindak Pidana Terorisme harus dibera diberanta ntass karena karena alasan alasan Hak Asasi Asasi Manusi Manusia, a, sehing sehingga ga pembera pemberanta ntasan sannya nya pun harus harus dilaksanakan dilaksanakan dengan mengindahkan Hak Asasi Asasi Manusia. Manusia. Demikian Demikian menurut Munir, bahwa memang secara nasional harus ada Undang-Undang yang mengatur soal Terorisme, tapi dengan definisi yang jelas, tidak boleh justru melawan Hak Asasi Manusia 1. Melawan Teroris erorisme me harus harus dituju ditujukan kan bagi perlin perlindun dungan gan Hak Asasi Asasi Manusi Manusia, a, bukan bukan sebali sebalikny knyaa membatasi dan melawan Hak Asasi Manusia. Dan yang penting juga bagaimana ia tidak memberi ruang bagi legitimasi penyalahgunaan kekuasaan.
3
Melihat kenyataan dan akibat yang ditimbulkan diatas dapat diambil beberapa pokok permasalahan yang akan penulis coba bahas antara lain : a.
Apakah yang dimaksud dengan terorisme atau teroris dan apa latar belakang terjadinya aksi terorisme tersebut ?
b.
Bagaimana Bagaimana kajian akademis yang berbasis berbasis hukum nasional nasional dan internasio internasional nal terhadap terhadap pasal-pasal yang ada pada UU anti teroris Indonesia yaitu Perpu No. 1 tahun 2002 dan revisi UU No. 15 tahun 2003 ?
c.
Apakah terdapat kelemahan pendekatan pendekatan legal formal yang diterapkan diterapkan melalui UU anti terorisme Indonesia dalam menindak para pelaku terorisme ?
d.
Apak Apakah ah pende pendekat katan an sosi sosioo-kul kultu tura rall dapat dapat dila dilakuk kukan an seba sebagai gai cara cara alte altern rnat atif if untuk untuk mengurangi aksi terorisme di Indonesia ?
BAB II PEMBAHASAN
4.
Istilah Terorisme
Terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan kekerasan terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk mencapai tujuan politik, dalam skala lebih kecil daripada perang . Dari segi bahasa, istilah teroris berasal dari Perancis pada abad 18. Kata Terorisme yang artinya dalam keadaan teror ( under the terror ), berasal dari bahasa latin ”terrere” yang berarti gemetaran dan ”detererre” yang berarti takut2.
Istilah terorisme pada awalnya digunakan untuk menunjuk suatu musuh dari sengketa terito teritoria riall atau atau kultur kultural al melawa melawan n ideolo ideologi gi atau atau agama agama yang yang melaku melakukan kan aksi aksi kekera kekerasan san terhadap publi. Istilah Istilah terorisme dan teroris teroris sekarang sekarang ini memili memiliki ki arti arti politi politiss dan sering sering 1. hhtp://en. www.pemantauperadilan.com . Diakses tanggal 21 April 2008
digunak digunakan an untuk untuk mempol mempolari arisas sasii efek efek yang yang mana mana terori terorisme sme tadiny tadinyaa hanya hanya untuk untuk istila istilah h 2. “History and causes of terrorism “ hhtp://en.wikipedia.org/wiki hhtp://en.wikipedia.org/wiki/terrorism. /terrorism. Diakses tanggal 21 April 2008 kekerasan yang dilakukan oleh pihak musuh, dari sudut pandang yang diserang. Polarisasi tersebut terbentuk dikarenakan ada relativitas makna terorisme yang mana menurut Wiliam D Purdue ( 1989 ), the use word terorism is one method of delegitimation often use by side that has the military advantage3.
4
Sedangk Sedangkan an terori teroriss merupak merupakan an indivi individu du yang yang secara secara person personal al terlib terlibat at dalam dalam aksi aksi terorisme. Penggunaan istilah istilah teroris meluas dari warga warga yang tidak puas sampai paada non komformis politik. Aksi terorisme dapat dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau negara sebagai altern alternati atiff dari dari pernya pernyataa taan n perang perang secara secara terbuk terbuka. a. Negara Negara yang yang menduku mendukung ng kekera kekerasan san terhadap penduduk sipil menggunakn menggunakn istilah positif untuk kombatan mereka, misalnya antara antara lain paramiliter, pejuang kebebasan atau patriot. Kekerasan yang dilakukan oleh kombatan negara, bagaimanapun lebih diterima daripada yang dilakukan oleh ” teroris ” yang mana tidak mematuhi hukum perang dan karenanya tidak dapat dibenarkan melakukan kekerasan. . Negara yang teribat dalam peperangan juga sering melakukan kekerasan terhadap penduduk Terorism, sipil dan tidak diberi label sebagai sebagai teroris. teroris. Meski kemudian muncul istilah istilah State Terorism, namun namun mayori mayoritas tas membeda membedakan kan antara antara kekera kekerasan san yang yang dilakuk dilakukan an oleh oleh negara negara dengan dengan terorisme, hanyalah sebatas bahwa aksi terorisme dilakukan secara acak, tidak mengenal kompromi , korban bisa saja militer atau sipil , pria, wanita, tua, muda bahkan anak-anak, kaya miskin, siapapun dapat diserang. Kebanyakan dari definisi terorisme yang ada menjelaskan empat macam kriteria, antara lain target, tujuan, motivasi dan legitmasi dari aksi terorisme tersebut. Pada Bulan November 2004 , Panel PBB mendifinisikan terorisme sebagai4 : ” Any action intended to cause death or serious bodily harm to civilians, non combatans, when the purpose of such act by is nature or context, is to intimidate a population or compel a government or international organization to do or to abstain from doing any act” . ( Yang dalam terjemahan bebasnya adalah segala aksi yang dilakukan untuk menyebabkan kematian atau kerusakan tubuh yag serius bagi para penduduk sipil, non kombatan dimana tujuan dari3. aksi berdasarkan konteksnya adalahKompas untuk mengintimidasi mengintimid suatu populasi populasi , “State Terorism”. Cyber Media , asi www.kompas.com edisi Tbtersebut Ronny Rahman Nitibaskara Nitibaskara, Sabtu, 20 April 2002. Diakses tanggal 22 April 2008 atau atau memaks memaksa a pemerin pemerintah tah atau atau organi organisas sasii intern internasi asional onal untuk untuk melaku melakukan kan atau atau tidak tidak 4.
Hhtp://en Hhtp://en.wik .wikipedi ipedia.or a.org/wi g/wiki/d ki/defini efinitions tions_of_t _of_terori erorism. sm. Diakses Diakses tanggal tanggal 22 April 2008
melakukan sesuatu ).
Dapat dikatakan secara sederhana bahwa aksi-aksi terorisme dilatarbelakangi oleh motif – motif tertentu seperti motif perang suci, motif ekonomi, motif balas dendam dan motif-motif berdasarkan aliaran kepercayaan tertentu. Namun patut disadari bahwa terorisme bukan bukan suatu suatu ideolo ideologi gi atau atau nilainilai-nil nilai ai tertent tertentu u dalam dalam ajaran ajaran agama. agama. Ia sekeda sekedarr strateg strategii ,
5
instrumen atau alat untuk mencapai tujuan . Dengan kata lain tidak ada terorisme untuk terorisme, kecuali mungkin karena motif-motif kegilaan ( madness )5.
5.
Kajian Akademis terhadap UU Anti Terorisme Indonesia
Terdapat kesan yang kuat bahwa pemerintah lebih mengedepankan pendekatan legal formal dan represif represif dalam menangani masalah terorisme terorisme di tanah air. air. Indikasi Indikasi ini diperkuat diperkuat dengan bersemangatnya pemerintah mengeluarkan undang-undang untuk mengatasi masalah terorisme ini , termasuk usulan untuk mengeluarkan Internal mengeluarkan Internal Security Act yang Act yang diyakini oleh banyak pihak pasti akan bersifat represif. Pada saat akan disahkan Perpu 1 tahun 2002 menjadi UU No. 15 tahun 2003 banyak kecaman yang menyulut pertentangan dan kritik terhada terhadap p seputa seputarr hak-ha hak-hak k asasi asasi manusi manusiaa berkena berkenaan an dari dari berbaga berbagaii hal antara antara lain lain Asas Asas Retroakif, waktu penangkapan yang 7 X 24 jam , laporan intelejen dan sebagainya
Dalam Revisi UU No. 15 tahun 2003 ada pencantuman beberapa tindak pidana dimana beberapa pasal bukan hanya dirumuskan terlalu luas, tetapi berpotensi melanggar HAM . Hal tersebut terlihat dengan adanya kriminalisasi atau menjadikan perbuatan sebagai tindak pidana pada aktivitas – aktivitas untuk perbuatan sebelum terjadinya tindak pidana terorisme seperti pada Pasal 9 A , yang berbunyi6 : a. Dipida Dipidana na dengan dengan pidana penjar penjaraa paling lama lama 12 tahun, tahun, setiap setiap orang orang dengan sengaj sengajaa dan melaw melawan an hukum hukum memp memper erdag dagan angka gkan n bahan bahan-b -bah ahan an utam utamaa yang yang berp berpot oten ensi sial al untuk untuk digunakan sebagai bahan peledak b. Apabila Apabila bahan-bahan bahan-bahan utama utama sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat ayat (1) terbukti terbukti digunakan digunakan dala dala tindak pidana terorisme , pelaku dipidana paling lama 15 Tahun. 5. Tb Ronny Rahman Nitibaskar a, a, Op Cit 6. Kompas Komp as Cyber Media, “ Revisi UU Anti Teror Terorisme isme bahan-bahan Diakui Diakui untuk menambah menamba Kewenangan Kewenang an Intelejen” Intelejen” , Rancangan UU tersebut tidak menjelaskan jenis peledakhyang dimaksud Sabtu, 30 Agustus 2003 .www.kompas.com, .www.kompas.com, diakses tanggal 23April 2008
, padahal produsen pupuk , nelayan kecil-kecilan dan pekerja tambang pun membutuhkan bahan-bahan yag jika dicampur dengan bahan-bahan tertentu dapat menjadi peledak. Bahkan bensin bensin,, kain kain dan botol botol kosong kosong pun dapat dapat menjad menjadii bahan bahan peleda peledak. k. Jika Jika ketentu ketentuan an pasal pasal tersebut disahkan akan terjadi ketidakadilan dan kerancuan dalam penerapannya di lapangan. Untuk Untuk itu ada baikny baiknyaa diperl diperlukan ukan peratu peraturan ran distri distribus busii bahanbahan-baha bahan n kimia kimia serta serta badan badan pengawas yang bertugas mengawasi peredaran bahan kimia yang berpotensi sebagai bahan peledak di pasaran. Dimana hal tersebut tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit
6
dalam dalam pelaks pelaksanaa anaanny nnyaa dan diraguk diragukan an tereal terealisa isasi si dengan dengan baik. baik. Selain Selain itu menimb menimbulk ulkan an kerancuan siapa dapat digolongkan sebagai pembeli yang legal atau illegal berdasarkan dari itikad pembeliannya. .
Pada pasal 26 RUU dinyatakan bahwa laporan intelejen dapat dijadikan sebagai bukti permul permulaan aan . Laporan Laporan intele intelejen jen pada pada ayat ayat (1a) (1a) jika jika berasal berasal dari instan instansi si lain lain selain selain dari dari Kepolisian RI wajib diautentifikasi oleh Kapolri atau pejabat yang ditunjuk 7. Namun tidak disebut disebutkan kan siapa siapa pejaba pejabatt lain lain yang yang ditunj ditunjuk uk itu. itu. Selain Selain itu diakui diakui oleh oleh Direkt Direktur ur Jender Jenderal al Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan Mayor Jenderal Sudradjat bahwa memang pasal ini ditambahkan untuk memberikan perluasan kewenangan intelejen untuk memburu dan menangk menangkap ap pihakpihak-piha pihak k yang yang berenca berencana na melakuk melakukan an aksi aksi terori terorisme sme.. Lapora Laporan n intele intelejen jen tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti sebagai alat bukti sebagaimana revisi pasal 27 UU Anti Anti Teroris erorisme me . Sebelu Sebelumny mnyaa dalam dalam UU No. 15 Tahun 2003, Laporan Laporan Intelejen Intelejen tidak tidak dijadikan sebagai alat bukti ( Primary Evidence ) melainkan sebagai bukti permulaan yang merupakan bukti pendukung ( Supporting Evidence ). Dalam hukum pidana terdapat perbedaan mendasar antara pengertian intelegence evidence dan crime evidence. evidence. Crime evidence dapat mencakup intellegence evidence . Tetapi intelegence intelegence evidence evidence tidak tidak dapat dapat diangg dianggap ap sebagai sebagai crime crime evidenc evidencee karena intelegnce evidence tidak memerlukan sebagai fakta hukum untuk merumuskan perbuatan-perbuatan seba sebagai gai indka indkasi si atau atau dasar dasar adany adanyaa tind tindak ak pidan pidanaa8. Hal Hal ini ini dika dikare rena nakan kan intelegence evidencemerupakan evidencemerupakan abstraksi data yang seringkali tidak memerlukan pembuktian. Misalnya korban tewas yang dikarenakan bom mobil atau keterlibatan Noordin M Top dan Dr Azhari intelegence evidence evidence.. Sedangkan crime evidence dalam peledakan Bom Kuningan adalah intelegence merupakan fakta hukum yang yang konkret sebagai sebagai ciri rule of law, law, disini berarti Noordin M Top Top 7. Kompas Cyber Media www.kompas.com .Sabtu tanggal 30 Agustus 2003 Op Cit
Dr. Dr. Indrianto MH , MH , “Terorisme” “Terorisme” Perpu No. 1 Tahun Tahun 2002menggunakan dalam perspektif laporan hukum pidana, dan Dr8.Azhari harusSenoAdjie didengar, SH, kesaksiannya di pengadilan. Dengan Hal 45 , Buku OC Kaligis & Associates, Terorisme Terorisme : Tragedi Umat Manusia , Jakarta, April 2003
intelejen sebagai alat bukti jelas mengabaikan azas praduga tak bersalah ( presumption of innocent ) dan tidak dapat diabaikan kemungkinan dilakukannya inkriminasi terhadap para tersangka terorisme. Pasal 31 RUU juga memasukkan hak-hak penyidik untuk membuka, memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos serta melakukan penyadapan pembicaraan9. Pasal itu bahkan bahkan tidak tidak member memberika ikan n batasa batasan n terhada terhadap p tindaka tindakan n penyadap penyadapan an apa saja saja yang yang boleh boleh
7
dilakukan oleh penyidik. Penyidik cukup memiliki bukti permulaan yang cukup untuk bisa melakukan itu semua. Pada Pasal 34 RUU dicantumkan bahwa pemeriksaan dapat dilakukan secara jarak 10 jauh tanpa melakukan tatap muka dengan tersangka dengan menggunakan layar monitor .
RUU ini mengijinkan penggunaan teleconferenci sebagai alternatif kehadiran saksi di muka sidang pengadilan. Namun RUU tidak menjelaskan apa prasyarat tehnis untuk membuat suatu kesaksian di pengadilan dengan menggunakan teleconferenci seperti sertifikasi sertifikasi sistem sistem komunik komunikasi asi dan keamanan keamanan ruanga ruangan n saksi saksi yang yang diperi diperiksa ksa melaui melaui teleco teleconfe nferen renci ci sehigg sehiggaa keterangan saksi terlepas dari intervensi yang dilakukan oleh penyidik di belakang layar teleconference tersebut. Teroris erorisme me memili memiliki ki kaitan kaitan antara antara delik delik politi politik k dan delik delik kekera kekerasan san,, sehing sehingga ga pandangan mengenai terorisme seringkali bersifat subjektif 11. Dalam Perpu No. 1 Tahun 2002 sebenarnya sebenarnya terdapat pasal-pasal pasal-pasal yang sangat riskan riskan melanggar melanggar HAM yaitu Pasal Pasal 46 tentang tentang Asas Retroaktif. Kemudian pada Bulan Juli 2004 MK menyatakan bahwa UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 2002 mengenai pemberantasan pemberantasan tindak tindak pidana terorisme pada peledakan Bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 tidak memiliki kekuatan yang mengikat.
Mahkamah Konstitusi ( MK ) mempertimbangkan Asas Retroaktif adalah asas hukum yang bersifat universal yang hanya dapat diberlakukan ada jenis kejahatan tertentu yang berupa Kejahatan Genosida ( crimes of genocide ), kejahatan terhadap kemanusiaan ( crimes againts 9.humaninity ), kejahatan kejaha perang ( war war crimes ) dan kejahatan agresi Kompas Cyber Media tan www.kompas.com .Sabtu tanggal 30 Agustus Ag ustus 2003 Op Cit Cit ( crimes of 10. Kompas Cyber Media www.kompas.com .Sabtu tanggal 30 Agustus Agustus 2003 Op Cit Cit
agression ), merujuk pada Statuta Roma Tahun Tahun 1998 dan UU No. 39 Tahun 2002 tentang Hak 11. Dr. Indrianto SenoAdjie , SH, MH , MH , Op Cit, Hal 35 Asasi Manusia. Menurut MK, terorisme merupakan kejahatan biasa yang sangat kejam, maka kejahatan terorisme untuk Bom Bali tidak dapat diberlakukan asas retroaktif. Ini artinya, terorisme terorisme bukanlah kejahatan terhadap terhadap genosida genosida , kejahatan kejahatan kemanusiaan, kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi. UU No. 15 Tahun 2003 tidak dapat diberlakukan Asas Retroaktif karena hal tersebut bertentangan dengan pasal 1 ayat (3) dan pasal 28 i ayat (1) UndangUndang Dasar 1945 12.
8
Hal ini tentunya menimbulkan kontroversi para praktisi hukum di Indonesia karena keputusan MK tersebut hanya memperhatikan Hak Asasi para pelaku Terorisme saja tidak mempertimbangkan akibat dari terorisme itu sendiri termasuk para korban, keluarga korban, masyarakat masyarakat pada umumnya umumnya bahkan akibat terorisme itu akan menyebabkan persepsi negatif bangsa-bangs bangsa-bangsaa dunia terhadap indonesia indonesia bahwa indonesia merupakan sarang sarang terorisme terorisme dan beranggapan bahwa situasi keamanan indonesia tidak aman.
Di ling lingkup kup inte intern rnas asio ional nal pener penerti tian an tero terori rism smee masi masih h terd terdap apat at perd perdeb ebat atan an alot alot.. Perdebatan tersebut berputar pada apakah terorisme dapat dimasukkan sebagai kejahatan terhadap kemanusian ( crimes againts humanity ) atau kejahatan luar biasa ( extra ordinary crimes ), ), tetapi bukan sebagai kejahatan kemanusian. Dan ternyata terdapat desakan yang sangat kuat untuk memasukkan memasukkan kejahatan kejahatan treaty treaty based crimes related related to terorism and drug trafficking sebagai kejahatan kemanusiaan sehingga banyak ahli hukum yang mendukung International Criminal Court ( Court ( ICC ) untuk memasukkan kejahatan-kejahatan tersebut dalam yurisdiksinya.
Internationa Internationall Criminal Criminal Court ( ICC ) adalah lembaga prospektif yang seharusnya tidak hanya menerapkan yurisdiksinya terhadap kejahatan-kejahatan yang ditentukan oleh Statuta Roma Tahun 1998
13
. Dalam hal ini , asas legalitas tetap dipandang sebagai asas
fundamental. Namun berkaitan dengan yurisdiksi ICC , asas ini dapat disimpangi bila negara yang yang bersan bersangkut gkutan an telah telah membua membuatt perny pernyataa ataan n bahwa bahwa negara negara terseb tersebut ut dapat dapat meneri menerima ma pelaksanaan yurisdiksi oleh pengadilan yang berkaitan dengan kejahatan masa lalu. Bertitik tolak dari pembahasan mengenai yurisdiksi ICC diatas, maka sewajarnyalah bahwa kejahatan tero terori rism smee term termas asuk uk keja kejaha hatan tan terh terhada adap p keman kemanus usia iaan an karena karena korb korban anny nyaa mass massal al dan Syamsuddin, “ Menegakkan Hukum Tanpa Rasa Keadilan”, Kompas Cyber Media, 30 Juli 2004, 12. Amir Syamsuddin,
menghancurkan menghancurkan kemanusiaan kemanusiaan dan tanggal peradaban. www.kompas.com , diakses 25 April 2008
13. Amir Syamsuddin , Kompas Cyber Media www.kompas.com .Sabtu tanggal 30 Juli 2003, Op Cit Cit
6.
Sisi isi Negatif tif Pendekat katan Legal Formal
Kebijak Kebijakan an yang yang terlal terlalu u bertum bertumpu pu kepada kepada pendeka pendekatan tan legal legal formal formal dan bersif bersifat at represif, perlu ditinjau ulang karena bukan saja tidak mampu mengatasi masalah terorisme tetapi justeru dapat meningkatkan tindakan kekerasan semacam itu di masa depan 14. Hal itu terbukti terbukti makin banyaknya 2004. Pemerintah Pemerintah perlu memikirkan memikirkan alternatif alternatif pendekatan dalam menyelesaikan masalah terorisme di tanah air diluar pendeka tan legal formal / represif.
9
Ada beberapa hal efek negatif dapat menyebabkan cara penyelesaian berbasis legal formal/represif itu kurang mampu menyelesaikan masalah terorisme yaitu : 15 a.
Logika dibelakang pendekatan melalui pendekatan melalui mekanisme hukum itu berlawanan dengan logika yang dianut para teroris itu sendiri. Sanksi pidana pada dasarnya dasarnya untuk mencegah agar sesorang sesorang tidak melakukan tindakan tindakan tersebut tersebut dan atau menghukum mereka yang melakukan tindakan yang dilarang dengan harapan pelaku dan orang lain tidak melakukan hal yang sama kelak dengan cara menerapkan sanksi fisik bagi para pelanggar, mulai yang teringan sampai dengan yang terberat seperti hukuman mati. Tetapi, logika itu berlawanan dengan logika para pelaku teroris yang bertindak bertindak melampaui rasa takut untuk melakukannya melakukannya bahkan mereka rela mati untuk mewujudkan tujuan mereka.
b.
Cara memerangi terorisme yang bersifat legal formal dan represif seperti ini dapat menimbulkan efek balik yang berlawanan dengan tujuan semula untuk memerangi terorisme. Tindakan semacam itu tidak mustahil justeru dapat memicu perlawanan dan radikalisme baru yang lebih hebat , bukan hanya dari kelompok masyarakat yang dituding sebagai pelaku terorisme tetapi menimbulkan reaksi negatif dari kelompokkelompok lainnya. Apalagi tiap penerapan cara penanganan semacam itu seringkali bukanny bukannyaa mengob mengobati ati dan menyem menyembuh buhkan kan luka luka dan rasa rasa frust frustasi asi suatu suatu kelomp kelompok ok dalam dalam masy masyara araka katt teta tetapi pi cender cenderung ung beraki berakibat bat pada pada kian kian mendi mendisk skre redi ditk tkan an dan memojokkan mereka . Kolompok masyarakat lain akan memberikan stigma negatif pada pad14. a kelomp kel ompok ok masya mas yarak rakat at terseb tersebut ut sehing sehingga ga kelompo kelompok k yang yang meneri menerima ma stigma stigma Frans Hendra Winata, Winata, “ Terorisme itu Kejahatan Luar Biasa” , Kompas Cyber Media, 11 September www.kompas.com. Diakses tanggal 25 April 2008 tersebut tersebut2004, akan berdampak melakukan perlawanan kepada pemerintah dan kelompok kelompok
15. Dafri Agussalim , “ Mencari Cara Memerangi Terorisme”, Kompas Cyber Media, Kamis 23 Agustus 2003 www.kompas.com . Diakses tanggal 25 April 2008 lainnya.www.kompas.com
c. Penera Penerapan pan UU yag repres represif if seperti seperti UU anti teroris terorisme me dan intern internal al security security act dapat membawa membawa implik implikasi asi negatif negatif bagi kehidu kehidupan pan berban berbangsa gsa dan bernega bernegara ra khususny khususnyaa kehidupan masyarakat demokrasi. Jika ISA diberlakukan wewenang aparat negara akan lebih besar sehingga terbuka peluang untuk disalahgunakan . Ada kemungkinan orang yang dicuriagai sebagai teroris dapat diperiksa dan ditangkap tanpa prosedur hukum yang sah dan benar. benar. Tiap-tiap Tiap-tiap lawan politik politik yang berseberangan berseberangan misalnya misalnya dapat dikenakan dikenakan dengan pasal-pasal pasal-pasal ini sehingga sehingga memunculkan state state terorism yang tentunya akan menimbulkan masalah panjang yang tidak berkesudahan.
10
Keberhasilan membuat perangkat hukum yang baik belum tentu memberikan dampak positif dalam mewujudkan maksud dan tujuan hukum. Sebagus apappun produk hukum formal formal yang yang ada tidak tidak akan akan ada artiny artinyaa tanpa tanpa disert disertai ai penerap penerapan an yang yang baik. baik. Ironis Ironisnya nya,, Indonesia dipandang sebagai negara yang pandai membuat perangkat hukum namun masih lemah lemah penera penerapann pannya ya.. Hal ini jika jika dibiar dibiarkan kan akan akan mempeng mempengaru aruhi hi tingkat tingkat kepercay kepercayaan aan masyarakat terhadap hukum itu sendiri.
7.
Pend Pendek ekat atan an Sosi Sosioo-Ku Kult ltur ural al seba sebaga gaii alt alter erna nati tiff pen penye yele lesa saia ian n
Dalam jangka panjang panjang memerangi memerangi terorisme terorisme tidaklah tidaklah cukup dan tidak akan pernah berhasil hanya dengan menindak pelaku teror dan peledakan bom dengan kekerasan. Kita meliha melihatt bagaim bagaimana ananya nya Amerika Amerika Serika Serikatt dan sekutu sekutunya nya dalam dalam menjal menjalanka ankan n kampany kampanyee ”Peran ”Perang g Terhada erhadap p Teroris erorisme” me”.. Juster Justeru u kampany kampanyee terseb tersebut ut telah telah menimb menimbulk ulkan an masala masalah h tersendiri yang telah memakan korban warga negara mereka itu sendiri dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menindak para pelaku teror 16. Para pelaku teror tersebut akan terus meningkatkan meningkatkan perlawananny perlawanannyaa seiring seiring semakin semakin hebatnya hebatnya USA dan sekutunya sekutunya untuk memera memerangi ngi pelaku pelaku terori teroris. s. Fakta Fakta telah telah menunj menunjukk ukkan an bahwa bahwa membunu membunuh h pelaku pelaku teror teror,, mengi mengiso sola lasi siny nyaa dan dan memen memenja jara raka kan n para para pemim pemimpi pin n orga organi nisa sasi si tero terori riss tida tidak k mamp mampu u menghentikan tindakan terorisme dalam waktu lama. 16. Robert 16. Robert A Pape, , “ The Strategic Logic of Sucide Terorism”, Terorism”, hal 14-15, American Political Science Review, Sementara Pape itu di Indonesia munculnya tindakan terorisme menandakan adanya yang Washington ,14 Juli 2003
salah dalam sistem sosial, politik dan ekonomi . Para pelaku teroris menjadi sedemikian radikal disebabkan mereka merasa termarginalisasi dan terasing dari kehidupan sosial, politik dan ekonomi masyarakat
17
. Keterasingan tersebut pada umumya bersifat struktural yang
termanifestasi dalam kebijakan pemerintah yang kurang akomodatif atau merugikan dalam waktu panjang. Hal ini akan mengakibatkan perasaaan tidak puas dan benci pada pemerintah dan kelomp kelompok ok masya masyaraka rakatt terten tertentu tu sepert sepertii orang orang kaya, kaya, penguas penguasaa dan orang orang asing asing yang yang diangga dianggap p telah telah melang melangkahi kahi kepenti kepentinga ngan n mereka. mereka. Namun Namun upaya upaya untuk untuk mengat mengatasi asi rasa rasa ketera keterasin singan gan terseb tersebut ut secara secara normal normal mengala mengalami mi hambata hambatan n karena karena tidak tidak ada ruang ruang bagi bagi mereka untuk berpartisipasi dan menyalurkan harapan serta kepentingan mereka sehingga timbullah aksi radikal seperti terorisme.
11
Amatl Amatlah ah pent pentin ing g untu untuk k mener menerap apka kan n cara cara-c -car araa lain lain yang yang lebih lebih pers persua uasi siff dan dan akomodatif terhadap kepentingan terhadap kelompok yang berpotensi melakukan tindakan terorisme18. Misalnya dengan menerapkan kebijakan yang lebih sensitif terhadap kepentingan berbagai berbagai kelompok kelompok yang merasa termargin termarginalisa alisasi si atau dirugikan dirugikan dengan berbagai kebijakan kebijakan yang telah diterapkan selama ini. Termasuk kemungkinan penerapan tindakan yang bersifat dan mengandung unsur konsesi dan rekonsiliasi antara pemerintah dan masyarakat serta unsur unsur-un -unsur sur dalam dalam masyarak masyarakat at itu sendir sendiri. i. Sehing Sehingga ga memperk memperkeci ecill piliha pilihan n penggun penggunaan aan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Selain itu pula dalam rangka mengeliminir perekrutan pelaku terorisme pemerintah dapat bersinerji bersinerji dengan dengan para tokoh setiap agama yang ada di Indoensia untuk melepaskan melepaskan label atau stigma stigma dari suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya lainnya yang dicurigai dicurigai sebagai pelaku terorisme. Sehingga perlunya lebih merekatkan kerjasama di dalam kelompok masyarakat masyarakat Indonesia dan menjalin menjalin komunikasi komunikasi untuk menyamakan menyamakan persamaan persamaan pandangan pandangan dari dalam seluruh seluruh kelompok kelompok masyarakat masyarakat bahwa terorisme terorisme bukanlah bukanlah nilai / ajaran ajaran suatu kelompok tertentu.
17. Dafri Agussalim , Kompas Cyber Media www.kompas.com .Kamis tanggal 23 Agustus 2003, Op Cit Cit 18. Dafri Agussalim , Kompas Cyber Media www.kompas.com .Kamis tanggal 23 Agustus 2003, Op Cit Cit
BAB III PENUTUP
8.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan penjelasan penulis diatas bahwa dapat terlihat bahwa Terorisme timbul dengan dilatar belakangi berbagai sebab dan motif. Naun patut kita sadari bahwa terorisme buka bukan n meru merupak pakan an ideol ideologi ogi atau atau nila nilaii-ni nila laii tert terten entu tu dala dalam m ajar ajaran an agam agamaa . Teror eroris isme me merupakan strategi , instrumen dan atau alat mencapai tujuan.
Pene Penera rapan pan UU anti anti tero terori rism smee di dalam dalam No 15 Tahun ahun 2003 2003 sanga sangatt berp berpot oten ensi si mengakibatkan pelanggaran Hak Asasi Manusia bagi para tersangka terorisme dan tidak memberikan efektifitas untuk mengurangi orang untuk bertindak sebagai teroris. Wewenang
12
yang terlalu luas bagi aparat untuk memberantas terorisme tanpa disertai tanggungjawab dalam pelaksanaannya akan mengakibatkan suatu terorisme baru yang dilakukan terhadap negara terhadap warga negaranya atau State Terorism. Terorism. Hal inilah yang ditakutkan oleh para ahli hukum pidana. Untuk itu pemerintah perlu memikirkan pendekatan yang tidak legalis represif terhadap terorisme salah satunya antara lain memikirkan kemungkinan rekonsialisasi dan terbukanya komunikasi intensif antara pemerintah-masyarakat dan unsur-unsur di dalam masyarakat itu sendiri.
Patut disadari bahwa terorisme merupakan rangkaian tindakan yang kompleks, maka pada dasarnya pengaturan anti terorisme tidak akan memadai jika hanya dilakukandalam satu undan undangg-und undang ang.. Selai Selain n itu itu suda sudah h sepat sepatut utny nyaa apar aparat at peneg penegak ak hukum hukum meng mengef efek ekti tifk fkan an ketentuan hukum yang sudah ada dan terpancar dalam berbagai undang-undang, dengan cara mengintegrasi mengintegrasikan kan kedalam kerangka hukum yang komprehensif. komprehensif. Revisi Revisi UU anti terorisme terorisme harus harus sesuai sesuai dengan dengan kerang kerangka ka hukum hukum yang yang harus harus mengat mengatur ur aspekaspek-asp aspek ek yang yang berkait berkaitan an dengan pengawasan perbatasan, perbatasan, keamanan transportas transportasi, i, bea cukai, keimigrasian, keimigrasian, money loundring, loundring, basis rekruitmen rekruitmen dan pelatihan ( milisi milisi atau pelatihan militer militer illegal illegal ), keuangan, keuangan, bahan peledak, bahan kimia dan persenjataa persenjataan n serta serta perlindungan perlindungan terhadap masyarakat masyarakat sipil. sipil. Serta mewajibkan setiap prosedur dan tindakan hukum dilakukan secara nondiskriminatif , melindungi dan menghormati HAM.
9.
Penutup
Demikian Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Ilmu Politik, penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna maka penulis memint memintaa
koreks koreksii dan kritik kritik yang yang membang membangun un dari para dosen dosen dan pembaca pembaca demi lebih lebih
baiknya makalah ini dikemudian hari.
Jakarta , April 2008 PENULIS
DOLLY GUMARA No. Mhsw : 6496
13
DAFTAR PUSTAKA
1.
HHTP://en. www.pemantauperadilan.com . Diakses tanggal 21 April 2008.
2.
“History and causes of terrorism “ hhtp://en.wikipedia.org/wiki/terrorism. Diakses tanggal 21 April 2008.
3.
Tb Ronny nny Rahman Nitibaska skara, “State Terorism”. Kompas Cyber www.kompas.comedisi www.kompas.comedisi Sabtu, 20 April April 2002. Diakses tanggal 22 April 2008.
4.
HHTP://en.wikipedia.org/wiki/definitions_of_terorism. HHTP://en.wikipedia.org/wiki/ definitions_of_terorism. Diakses tanggal 22 2 2 April 2008.
5.
Kompas Cyber Media, “ Revisi UU Anti Terorisme Diakui untuk menambah Kewenangan Intelejen” , Sabtu, 30 Agustus 2003 .www.kompas.com, .www.kompas.com, diakses tanggal 23April 2008.
6.
Dr. Indrianto SenoAdjie , SH, MH , “Terorisme” Perpu No. 1 Tahun 2002 dalam perspektif hukum pidana, Hal 45 , Buku OC Kaligis & Associates, Terorisme : Tragedi Umat Manusia , Jakarta, April 2003.
7.
Amir Syamsuddin, “ Menegakkan Hukum Tanpa Rasa Keadilan”, Kompas Cyber Media, 30 Juli 2004, www.kompas.com , diakses tanggal 25 April 2008.
Media
,
14
8.
Frans Hendra Winata, Winata, “ Terorisme itu Kejahatan Luar Biasa” , Kompas Cyber Media, 11 September 2004, www.kompas.com. www.kompas.com. Diakses tanggal 25 April 2008.
9.
Dafri Agussalim, Agussalim, “ Mencari Cara Memerangi Terorisme”, Kompas Cyber Media, Kamis 23 Agustus 2003 www.kompas.com . Diakses tanggal 25 April 2008.
10.
Robert A Pape, Pape, “ The Strategic Logic of Sucide Terorism”, hal 14-15, American Political Science Review, Washington Washington ,14 Juli 2003.