TINJAUAN PERENCANAAN SALURAN DRAINASE JALAN JATI KELURAHAN TANGKERANG UTARA KOTA PEKANBARU – RIAU
TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Syarat Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Sipil
OLEH
TAUFIK HIDAYAT 033110139 Diajukan Kepada :
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM RIAU PEKANBARU 2010
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pesatnya perkembangan kota pekanbaru menyebabkan berubahnya karakteristik fisik kota Pekanbaru. Perubahan ini juga diikuti dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, pendudu k, dan mengakibatkan debit air buangan dari penduduk bertambah. Untuk itu diperlukan saluran yang mampu mengalirkan men galirkan debit tersebut ke tempat pembuangan akhir atau sungai , sehingga tidak menimbulkan genangan air yang dapat menghambat aktifitas masyarakat . Ditinjau dari tersedianya prasarana drainase kota pekanbaru yang ada saat ini, terdapat indikasi bahwa saluran drainase yang ada sudah banyak yang rusak dan tidak terawat, dengan berubahnya karakteristik kota, harus diimbangi pula dengan sistem drainase yang memadai dan mampu mengontrol serta mengendalikan aliran air permukaan yang ada. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem drainase yang lebih baik dan lebih komprehensif sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan - kemungkinan proses alami yang terjadi seperti banjir atau genangan air, dimana akibat genangan air tersebut dapat menimbulkan kerusakan badan jalan, datangnya wabah penyakit dan daerah sekitarnya akan kelihatan kotor. Melihat permasalahan genangan air sering terjadi disebabkan karena curah hujan yang cukup tinggi serta kondisi saluran yang tidak terawat dan juga sikap sebagian masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan, misalnya kebiasaan membuang sampah kedalam saluran sehingga terjadi penyempitan dan pendangkalan pada saluran yang mengakibatkan air dalam saluran tidak dapat mengalir dengan lancar. Dari penjelasan diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap saluran drainase yang berada di jalan jati kelurahan Tangkerang Utara kota Pekanbaru .
.
1.2
Rumusan Masalah.
Dari hasil survei yang dilakukan pada lokasi Ruas Jalan Jati Kelurahan Tangkerang Utara Kota Pekanbaru dan ditinjau dari uraian pada latar belakang, didapat permasalahan sebagai berikut, yaitu : 1. apakah yang menyebabkan terjadinya genangan air pada Jalan Jati Kelurahan Tangkerang Utara Kota Pekanbaru , 2. apakah alternatif dimensi saluran yang ada mampu mengalirkan debit aliran air maksimum .
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian Tugas Akhir ini disesuaikan dengan rumusan permasalahannya antara lain : 1. menentukan penyebab terjadinya genangan air pada Jalan Jati Kelurahan Tangkerang Utara Kota Pekanbaru, 2. menentukan dimensi saluran yang mampu mengalirkan debit aliran air maksimum .
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian Tugas Akhir ini adalah: 1. mendapatkan alternatif pemecahan masalah banjir pada Ruas Jalan Jati Kelurahan Tangkerang Utara , 2. bagi peneliti, dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari perkuliahan .
1.5
Batasan Masalah
Sesuai dengan judul Tugas akhir ini yaitu “Tinjauan Perencanaan Saluran Drainase Jalan Jati Kelurahan Tangkerang Utara Kota Pekanbaru - Riau”, maka penulis membatasi masalah hanya mengevaluasi dengan menghitung debit aliran untuk 10 tahun yang akan datang pada pada Jalan Jati Kelurahan Tangkerang Utara kota Pekanbaru.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah diterbitkan, dan dari buku-buku atau artikel-artikel yang ditulis para peneliti sebagai berikut. Irawan (2004), melakukan penelitian tentang ” Penanggulangan Kerusakan Badan Jalan Sebelum Umur Rencana Akibat Pengaruh Air Pada Jalan Arifin Ahmad Kota Pekanbaru”.Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Pekanbaru dalam meningkatkan kwalitas jalan yang ada di Pekanbaru guna memperlancar arus lalu liantas yang terjadi terasa sia –sia .Hal ini dikarenakan adanya badan jalan yang rusak sebelum umur rencana di beberapa jalan di Pekanbaru yang disebabkan adanya genangan air pada badan jalan .Saluran drainase yang buruk mengakibatkan aliran air tidak lancar . Permasalahan dalam penelitian ini berupa buruknya sistem drainase pada jalan Arifin Ahmad yang mengakibatkan rusaknya badan jalan sebelum umur rencana .Metode yang dipakai yaitu metode Gumbel, metode rasional, dan rumus Dr.Mononobe .Pada penelitian ini dilakukan tinjauan ulang dengan menghitung data curah hujan dan hasil limbah buangan masyarakat perhari selama 5 tahun disekitar drainase, dengan bentuk penampang trapesium kemiringan 1:2 , dari hasil penelitian didapat besarnya curah hujan 687,568 mm, dengan dimensi saluran lebar (b) = 2 m, tinggi (h) = 1,5 m, dan luas penampang (A) = 6,5 m , sedangkan dimensi saluran yang ada sekarang memiliki lebar (b) = 1,5 m ,tinggi (h) = 1,5 m , lebih kecil dari dimensi saluran hasil penelitian, dengan demikian untuk menanggulangi kerusakan badan jalan sebelum umur rencana yang diakibatkan genangan air, dibutuhkan saluran drainase yang lebih besar untuk menampung debit
aliran air, dan
pemeliharaan saluran drainase secara berkesinambun gan . Yulia (2007), melakukan penelitian tentang ”Tinjauan Ulang Drainase Suak Istana Kota Siak Sri Indrapura”.Gencarnya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota Siak ,mengakibatkan kota Siak berkembang dengan cepat dan
karakteristik fisik kota Siak pun berubah. Curah hujan yang tinggi dan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan air buangan semakin banyak ,untuk itu diperlukan suatu system drainase yang mampu mengontrol dan mengalirkan genangan air yang terjadi dipermukaan .Penelitian ini bertujuan untuk meninjau apakah saluran drainase yang ada pada Suak Istana Kota Siak Sri Indrapura masih mampu menampung dan mengalirkan debit air yang ada .Adapun metode yang digunakan yaitu metode Log Person Type III untuk menghitung frekwensi curah hujan, metode Rasional untuk menghitung intensitas curah hujan, dan rumus Dr.Mononobe untuk menghitung debit rencana . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah saluran existing masih mampu menampung debit aliran maksimum, hasil penelitian ini didapat Q = 0.018 3
3
m /detik sampai 1,010872 m /detik, dari hasil yang didapat ternyata saluran yang ada masih mampu menampung debit aliran maksimum dengan Q = 0,3376 m³/detik sampai 3,8042 m³/detik, sehingga tidak diperlukan perubahan dimensi saluran . Syahputra (2007) melakukan penelitian tentang ”Tinjauan Perencanaan Saluran Drainase pada Jalan Soebrantas Pekanbaru”. Buruknya sistem drainase yang berada pada Jalan Soebrantas, disana penulis melihat banyak limbah yang dihasilkan oleh masyarakat tidak dapat dialirkan secara cepat, sehingga akan dikuatirkan terjadinya genangan air atau banjir yang akan menimbulkan wabah penyakit diare disekitar jalan tersebut ,dari penelitian yang dilakukan di Jalan Soebrantas sepanjang 1000 m yang dimulai dari simpang Jalan Arengka II sampai didepan kompleks Mesjid Babussalam, didapat cara-cara menentukan analisa hidrologi, intensitas curah hujan, dan perhitungan perencanaan dimensi drainase. Metode yang dipakai adalah metode Gumbel, rumus rasional dan menggunakan panampang berbentuk persegi panjang dengan curah hujan selama 2 tahun, 5 tahun 3
dan 10 tahun. Hasil penelitian didapat Q = 3,8548 m /detik, lebar (b) = 2,42 m, 2
tinggi (h) = 1,21 m dengan luas penampang (A) = 2,93 m , dengan dilakukannya perbaikan bangunan drainase yang telah ada serta menjaga kebersihan lingkungan maka masalah ditimbulkan dapat teratasi dengan baik. Rezi (2008), melakukan penelitian tentang ”Tinjauan Perencanaan Drainase Jalan Kesehatan Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru ”. Tingginya intensitas curah hujan yang tarjadi di kota Pekanbaru mengakibatkan terjadinya genangan air
dibeberapa ruas jalan di Pekanbaru, hal ini disebabkan oleh salurn drainase yang ada tidak mampu mengalirkan air dengan cepat. Tujuan penelitian ini untuk meneliti apakah drainase yang ada masih mampu menampung pembuangan air hujan, air limbah domestik dan indsustri. Metode yang digunakan yaitu metode Gumbel untuk menghitung frekwensi curah hujan, rumus Mononobe untuk menghitung intensitas curah hujan, dan metode Rasional untuk menghitung debit aliran, dengan mengasumsi pada data curah hujan 1992 – 2006, dan dimensi saluran yang digunakan adalah saluran empat persegi panjang .Pada penelitian ini didapat debit 3
aliran (Q) = 3,112 m / detik, lebar (b) = 0,8 m, tinggi (h) = 0,6 m ,sedangkan 3
dimensi saluran yang ada sekarang memiliki kapasitas debit saluran (Q) = 0,893 m
/detik, lebar (b) = 0,6 m ,tinggi (h) = 0,6 m , dari hasil penelitian didapat Q aliran lebih besar dari Q saluran ,sehingga diperlukan perubahan dimensi saluran agar tidak terjadi genangan air . Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut diatas adalah pada lokasi penelitian, kondisi lingkungan, data curah hujan selama 15 tahun dan metode perhitungan yang digunakan.
BAB III LANDASAN TEORI
3.1.
Drainase
Drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan / rembesan sehingga fungsi kawasan / lahan tidak terganggu (Suripin, 2004). Sistem drainase dapat didefenisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan / membuang kelebihan air dari suatu kawasan / lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal (Suripin, 2004). Drainase perkotaan adalah sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu (Suripin,2004). Secara garis besar drainase dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (Suripin, 2004). a. Drainase Permukaan adalah sistem drainase yang berkaitan dengan pengendalian aliran air permukaan , b. Drainase Bawah Permukaan adalah sistem drainase yang berkaitan dengan pengendalian aliran air di bawah permukaan. Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran dari wilayah yang meliputi (Suripin,2004) . 1. Pemukiman. 2. Kawasan industri dan perdagangan. 3. Kampus dan sekolah. 4. Rumah sakit dan fasilitas umum. 5. Lapangan olahraga. 6. Lapangan parker. 7. Instalasi militer, listrik, telekomunikasi. 8. Pelabuhan udara.
Kriteria desain drainase perkotaan ada tambahan variabel desain seperti (Suripin,2004). 1. keterkaitan dengan tata guna lahan , 2. keterkaitan dengan masterplan drainase kota , 3. keterkaitan dengan masalah sosial budaya . 3.2.
Fungsi Drainase
Drainase di dalam kota berfungsi untuk mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak akan mengganggu masyarakat yang ada di sekitar saluran tersebut (Hadihardjaja, 1997). Drainase dalam kota mempunyai fungsi sebagai berikut (Hadihardjaja, 1997). 1. untuk mengalirkan genangan air atau banjir ataupun air hujan dengan cepat dari permukaan jalan , 2. untuk mencegah aliran air yang berasal dari daerah lain atau daerah di sekitar jalan yang masuk ke darah perkerasan jalan , 3. untuk mencegah kerusakan jalan dan lingkungan yang diakibatkan oleh genangan air dan jalan. 3.3.
Jenis Drainase
Drainase memiliki banyak jenis dan jenis drainase tersebut dilihat dari berbagai aspek. Adapun jenis-jenis saluran drainase dapat dibedakan sebagai berikut (Hasmar,2002) : 1. Menurut sejarah terbentuknya . Drainase menurut sejarahnya terbentuk dalam berbagai cara, Berikut ini cara terbentuknya drainase : a. Drainase Alamiah ( Natural Drainage) Yakni drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu / beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena grafitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.
b. Drainase Buatan ( Artificial Drainage)
Drainase ini dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu / beton, goronggorong, pipa-pipa dan sebagainya. 2. Menurut letak bangunan. Saluran drainase menurut letak bangunannya terbagi dalam beberapa bentuk, berikut ini bentuk drainase menurut letak bangunannya : a. Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage) Yakni saluran yang berada diatas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open chanel flow. b. Drainase Bawah Permukaan Tanah (Sub Surface Drainage) Saluran ini bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media dibawah permukaan tanah (pipa-pipa) karena alasan-alasan tertentu. 3. Menurut fungsinya. Drainase berfungsi mengalirkan air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, berikut ini jenis drainase menurut fungsinya a. Single Purpose Yakni saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lain. b. Multi Purpose Yakni saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan baik secara bercampur maupun bergantian, misalnya mengalirkan air buangan rumah tangga dan air hujan secara bersamaan. 4. Menurut konstruksi. Dalam merancang sebuah drainase terlebih dahulu harus tahu jenis kontruksi apa drainase dibuat, berikut ini drainase menurut konstruksi : a. Saluran Terbuka Yakni saluran yang konstruksi bagian atasnya terbuka dan berhubungan dengan udara luar. Saluran ini lebih sesuai untuk drainase hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupaun drainase non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan/ mengganggu lingkungan.
b. Saluran Tertutup Yakni saluran yang konstruksi bagian atasnya tertutup dan saluran ini tidak berhubungan dengan udara luar. Saluran ini sering digunakan untuk aliran air kotor atau untuk saluran yang terletak di tengah kota. 5. Menurut Pola Jaringan Drainase a. Siku Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada di tengah kota.
Saluran cabang
Saluran cabang
Saluran cabang
Saluran utama Saluran cabang
Gambar 3.1 Pola Jaringan Drainase Siku (Hasmar, 2002)
b. Paralel Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang ( sekunder ) yang cukup banyak dan pendek-pendek. Apabila terjadi perkembangan kota , saluran-saluran dapat menyesuaikan diri.
Saluran cabang Saluran cabang Saluran utama Saluran utama Saluran cabang
Gambar 3.2 Pola Jaringan Drainase Paralel (Hasmar, 2002)
c. Grid Iron Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.
Saluran cabang Saluran utama Saluran cabang
Gambar 3.3 Pola Jaringan Drainase Grid Iron (Hasmar, 2002)
d. Alamiah Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar
Saluran cabang
Saluran cabang
Saluran utama
Gambar 3.4 Pola Jaringan Drainase Alamiah (Hasmar, 2002)
e. Radial Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.
Gambar 3.5 Pola Jaringan Drainase Radial (Hasmar, 2002)
f.. Jaring - jaring Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya, dan cocok untuk daerah dengan topografi datar
Gambar 3.6 Pola Jaringan Drainase Jaring-jaring (Hasmar, 2002)
3.4
Daerah Tangkapan Hujan ( Catchment Area)
Catchment area adalah suatu daerah tadah hujan dimana air yang mengalir pada permukaannya ditampung oleh saluran yang bersangkutan. Sistem drainase yang baik yaitu apabila ada hujan yang jatuh di suatu daerah harus segera dapat dibuang, untuk itu dibuat saluran yang menuju saluran utama. Supaya air dapat dialirkan dengan optimal dan efektif maka perlu ditentukan cathment area, sehingga sistem pengalirannya sesuai dengan kondisi catchment area ( Sri Harto Br, 1995 ). Untuk menentukan daerah tangkapan hujan tergantung kepada kondisi lapangan suatu daerah dan situasi topografinya / elevasi permukaan tanah suatu wilayah disekitar saluran yang bersangkutan yang merupakan daerah tangkapan hujan dan mengalirkan air hujan kesaluran drainase. Untuk menentukan daerah tangkapan hujan ( Cathment area ) sekitar drainase dapat diasumsikan dengan membagi luas daerah yang akan ditinjau .
Gambar 3.7 Catchment area (SNI 03-3424-1994).
Dimana : A1
= Lebar jalan (ditetapkan dari as jalan sampai bagian tepi perkerasan) x panjang saluran
A2
= Lebar bahu jalan (ditetapkan dari tepi perkerasan yang ada sampai tepi bahu jalan) x panjang saluran.
A3
= Lebar saluran x panjang saluran.
A4
= Lebar asumsi daerah pengaliran (panjang minimum 20 m dan panjang maksimum 100 m) x panjang saluran.
Keempat luasan tersebut ditotalkan, maka didapatlah daerah tangkapan hujan (SNI 03-3424-1994). Untuk luar jalan (A4) jika ada saluran yang bersebelahan dengan saluran yang bersangkutan maka diambil pembagian jarak antara saluran yang direncanakan dengan saluran yang bersebelahan dengan drainase penelitian.
3.5.
Hidrologi
Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran gerakan air di alam ini, yang meliputi berbagai bentuk air yang menyangkut perubahan perubahannya antara lain : keadaan zat cair, padat dan gas dalam atmosfer di atas dan di bawah permukaan tanah, didalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifkan kehidupan di bumi. Tanpa kita sadari bahwa sebagian besar perencanaan bangunan sipil memerlukan analisis hidrologi.Analisis hidrologi tidak hanya diperlukan dalam perencanaan berbagai bangunan air seperti : bendungan, bangunan pengendali banjir, dan bangunan irigasi, tetapi juga diperlukan untuk bangunan jalan raya, lapanan terbang, dan bangunan lainnya (Soemarto,1999). 1. Siklus hidrologi
Dalam perencanaan suatu bangunan air yang berfungsi untuk pengendalian penggunaan air antara lain yang mengatur aliran sungai, pembuatan waduk-waduk dan saluran-saluran yang sangat diperlukan untuk mengetahui perilaku siklus yang disebut dengan siklus hidrologi. Siklus hidrologi adalah proses yang diawali oleh evaporasi / penguapan kemudian terjadinya kondensasi dari awan hasil evaporasi. Awan terus terproses, sehingga terjadinya salju atau hujan yang jatuh kepermukaan tanah. Pada mula air hujan ada yang mengalir dipermukaan tanah sebagai air run off atau aliran permukaan dan sebagian (infiltrasi) meresap kedalam lapisan tanah. Air run off mengalir kepermukaan air di laut, danau, sungai. Air infiltrasi meresap kedalam lapisan tanah, menambah tinggi muka air tanah, kemudian juga merembes didalam tanah kearah muka air terendah, akhirnya juga kemungkinan sampai dilaut, danau, sungai. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian ada yang mengalir melalui pori-pori tanah ( perkolasi) lalu mengalir ke saluran dan terus menuju kelaut, sungai atau danau (Hasmar,2002). Susunan peristiwa siklus hidrologi dapat dilihat pada gambar 3.8 .
Kondensasi Presipitasi Evaporasi air hujan Transpirasi
Aliran permukaan Evaporasi air Danau, kolam
Infiltrasi
Evaporasai air laut
Evaporasi air sungai
Muka air tanah Aliran air tanah
Laut Mata air Danau
Sungai Aliran air tanah
Gambar 3.8 Siklus Hidrologi ( Suripin ,2004 )
Ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada siklus hidrologi antara lain: a. Siklus (daur) tersebut dapat merupakan daur pendek, yaitu misalnya hujan yang jatuh dari laut, danau atau sungai segera dapat mengalir kembali ke laut. b. Tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Pada musim kemarau kelihatannya daur berhenti sedangkan di musim hujan berjalan kembali. c. Intensitas dan frekuensi daur tergantung pada keadaan geografi dan iklim, hal ini akibat adanya matahari yang berubah-ubah letaknya terhadap meredium bumi sepanjang tahun. 2. Curah hujan Curah hujan yang diperlukan untuk mengetahui profil muka air sungai dan rancangan suatu drainase adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan , bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dan dinyatakan dalam milimeter (mm). Menentukan
curah
hujan
rerata
harian
maksimum
daerah
dilakukan
berdasarkan pengamatan beberapa stasiun pencatat hujan. Perhitungan curah hujan rata-rata maksimum ini dapat menggunakan beberapa metode, diantaranya menggunakan metode rata –rata aljabar, garis Isohiet, dan poligon Thiessen . A. Cara rata-rata Aljabar Cara ini menggunakan perhitungan rata-rata secara aljabar, tinggi curah hujan diambil dari harga rata-rata dari stasiun pengamatan di dalam daerah yang ditinjau. Persamaan rata-rata aljabar: _ R = 1 ( R 1 + R 2 + ….. + R n ) ………………………………... (3.1) n
Dimana : _ R
= Curah hujan rata-rata rendah.
n
= Jumlah titik atau pos pengamatan.
R 1 + R 2 +… + Rn = curah hujan ditiap titik pengamatan.
B. Cara Garis Isohiet Peta isohiet digambarkan pada peta topografi dengan perbedaan (interval ) 10 mm sampai 20 mm berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan didalam dan di sekitar daerah yang dimaksud. Luas daerah antara dua garis isohiet yang berdekatan diukur dengan planimeter. Demikian pula harga rata-rata dari garis-garis isohiet yang berdekatan yang termasuk bagian-bagian daerah itu dapat dihitung. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut: _ R = A1R 1 + A2R 2 + …… + AnRn….………………………..... (3.2) A1 + A2 + ……. + An
Dimana : _ R
= Curah hujan daerah
A1, A2, …, An
= Luas daerah yang mewakili titik pengamatan
R 1, R 2, …,Rn
= Curah hujan setiap titik pengamatan.
Gambar 3.9 Garis Isohiet
C . Metode Poligon Thiessen Cara ini memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu. Dan luas tersebut merupakan faktor koreksi (weighing factor )
bagi hujan di stasiun yang bersangkutan. Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut. a. Semua stasiun yang terdapat didalam dihubungkan dengan garis sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. b. Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu tersebut membentuk poligon. c. Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut atau dengan batas DAS. Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya. Rumus yang digunakan sebagai berikut (Soemarto, 1999) :
d =
A1.d 1 + A2 .d 2 + .......... + An .d n A1 + A2 + ........... + An
…………….………….....................(3.3)
d = p1.d 1 + p2 d 2 + pn .d n ………………………………….............……(3.4) Dimana : d =
Curah hujan harian rerata maksimum (mm)
dn =
Curah hujan pada stasiun penakar (mm)
An =
Luas daerah pengaruh stasiun pencatat hujan (km )
P n =
Faktor koreksi (An/ΣA)
2
Prosedur untuk mendapatkan curah hujan maksimum harian rata-rata daerah adalah sebagai berkut . a. Tentukan curah hujan harian maksimum pada stasiun-stasiun lain pada bulan untuk masing-masing stasiun. b. Cari besarnya curah hujan pada stasiun-stasiun lain pada bulan kejadian yang sama dalam tahun sama. c. Dalam tahun yang sama, dicari hujan maksimum tahunan untuk stasiun berikutnya. d. Dengan metode Thiesen dipilih salah satu yang tertinggi pada setiap tahun.
Data curah hujan yang terpilih adalah merupakan data hujan maksimum daerah (basin rainfall). 2
A2 3
1
A4 A3
A1 4 A5
A6
5
A7
6
7
Keterangan : A1,A2,…A3 = Luas Daerah penakar hujan 1,2,3,4 = Stasiun pencatat hujan
Gambar 3.10. Poligon Thiesen (Soemarto, 1999)
3. Analisa frekuensi Analisa frekuensi dimaksudkan untuk menentukan jenis distribusi yang sesuai dengan data yang tersedia untuk memperoleh curah hujan rencana. Pemilihan jenis distribusi curah hujan yang sesuai berdasarkan pada nilai koefisien asimetri, koefisien variasi, koefisien kurtosis yang diperoleh dari harga tabel parameter statistik dengan persamaan (Soemarto, 1999) : Koefisien Asimetri, (Cs) : Cs =
n
∑ ( Xi − X )
3
( n − 1)( n − 2 ) S 3
………………………..…………........….(3.5)
Koefisien Variasi, (Cv) : Cv = Dimana :
S X
………………………………………….......……..…...(3.6)
n
∑ ( X S =
i
− X ) 2
i =1
( n − 1)
.....................................................................(3.7)
Koefisien Kurtosis, (Ck ) :
Ck =
n2
∑ ( Xi − X )
4
( n − 1)(n − 2)(n − 3) S 4
…………………………….....……(3.8)
Dimana : n = Banyaknya data X = Harga rata-rata data (mm) Cv = Koefisien variasi Cs = Kofeisien Asimetri Ck = Koefisien Kurtosis Syarat yang harus digunakan untuk distribusi adalah . 1. Apabila Harga Cs = bebas, Ck = bebas, maka distribusi yang dipakai adalah distribusi Log Pearson type III. 2. Apabila harga koefisien Asimetri mendekati tiga kali besar variasi (Cs = 3 kali Cv) maka distribusi yang dipakai adalah distribusi Log Normal. 3. Apabila harga Cs = 1,1369, Ck = 5,4002, maka distribusi yang dipakai adalah distribusi Gumbel.
4. Analisis curah hujan rencana Penentuan curah hujan rencana diperlukan untuk ditransformasikan menjadi debit rencana. Secara definisi curah hujan rencana adalah curah hujan terbesar yang mungkin terjadi disuatu daerah pada periode ulang tertentu yang dipakai sebagai dasar perhitungan perencanaan suatu bangunan. Metode yang dapat digunakan untuk menghitung hujan rencana antara lain, Metode Distrfibusi Normal, Metode Gumbel ( Ekstrim Value Tipe I ), dan Metode Log Pearson Type III. 1. Metode Distribusi Normal
Langkah-langkah dalam perhitungan curah hujan rencana berdasarkan perhitungan Normal sebagai berkut : (Suripin , 200 3) Dengan menggunakan persamaan: X T = X + K T S................................................................................ (3.9) Di mana:
K T =
x − X ...............................................................................(3.10) T
S
Dimana : X T = Perkiraan nilai dengan periode ulang T-tahunan X = Nilai rata - rata K T = Nilai Kala ulang S = Deviasi standar
Tabel 3.1 Nilai faktor frekuensi K T (Nilai variabel reduksi Gauus),(Suripin, 2003)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Periode ulang,T (tahun) 1,001 1,005 1,010 1,050 1,110 1,250 1,330 1,430 1,670 2,000 2,500 3,330 4,000 5,000
Peluang 0,999 0,995 0,990 0,950 0,900 0,800 0,750 0,700 0,600 0,500 0,400 0,300 0,250 0,200
KT -3.05 -2.58 -2.33 -1.64 -1.28 -0.84 -0.67 -0.52 -0.25 0 0.25 0.52 0.67 0.84
15 16 17 18 19 20 21
10,000 20,000 50,000 100,000 200,000 500,000 1000,000
0,100 0,050 0,020 0,010 0,005 0,002 0,001
1.28 1.64 2.05 2.33 2.58 2.88 3.09
2. Metode Ekstrim Value Tipe I (Distribusi Gumbel) Faktor frekuensi untuk distribusi ini dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan sebagai berikut : 1. Besarnya curah hujan rata-rata dengan rumus : X =
∑ X ......................................................................................(3.11) n
2. Hitung standar deviasi dengan rumus : Sx =
∑ ( X − X ) n −1
2
......................................................................(3.12)
3. Hitung besarnya curah hujan untuk periode ulang t tahun dengan rumus : Xt = X +
(Yt − Yn) Sn
Sx ................................................................... (3.13)
Dimana : Xt
= Besarnya curah hujan untuk t tahun (mm)
Yt
= Besarnya curah hujan rata-rat untuk t tahun (mm)
Yn
= Reduce mean deviasi berdasarkan sampel n
Sn
= Reduce standar deviasi berdasarkan sampel n
n
= Jumlah tahun yang ditinjau.
Sx
= Standar deviasi (mm)
X
= Curah hujan rata-rata (mm)
X
= Curah hujan maximum (mm).
Harga Yn berdasarkan banyaknya sampel n dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini : Tabel 3.2 Hubungan reduce mean (Yn) dengan banyaknya sampel (n)
(Soemarto, 1987)
n
Yn
n
Yn
N
Yn
n
Yn
10
0,4952
33
0,5388
56
0,5508
79
0,5567
11
0,4996
34
0,5396
57
0,5511
80
0,5569
12
0,5035
35
0,5402
58
0,5515
81
0,5570
13
0,5070
36
0,5420
59
0,5518
82
0,5572
14
0,5100
37
0,5428
60
0,5521
83
0,5574
15
0,5128
38
0,5424
61
0,5524
84
0,5576
16
0,5157
39
0,5430
62
0,5527
85
0,5578
17
0,5181
40
0,5436
63
0,5530
86
0,5580
18
0,5202
41
0,5442
64
0,5533
87
0,5581
19
0,5220
42
0,5448
65
0,5535
88
0,5583
20
0,5236
43
0,5453
66
0,5538
89
0,5585
21
0,5252
44
0,5458
67
0,5540
90
0,5587
22
0,5268
45
0,5463
68
0,5543
91
0,558
23
0,5283
46
0,5468
69
0,5545
92
0,5589
24
0,5296
47
0,5473
70
0,5548
93
0,5591
25
0,5309
48
0,5477
71
0,5550
94
0,5592
Tabel 3.2 (lanjutan)
26
0,5320
49
0,5481
72
0,5552
95
0,5593
27
0,5332
50
0,5485
73
0,5555
96
0,5595
28
0,5343
51
0,5489
74
0,5557
97
0,5596
29
0,5353
52
0,5493
75
0,5559
98
0,5598
30
0,5362
53
0,5497
76
0,5561
99
0,5599
31
0,5371
54
0,5501
77
0,5563
100
0,5600
32
0,5380
55
0,5504
78
0,5565
Harga reduce standar deviasi deviasi (Sn) dengan banyaknya sampel dapat dilihat pada tabel 3.3 . Tabel 3.3 Hubungan reduce standar deviasi deviasi (Sn) dengan banyaknya sampel (n)
(Soemarto, 1987)
n
Sn
n
Sn
N
Sn
n
Sn
10
0,9496
21
1,0696
32
1,1193
43
1,1480
11
0,9676
22
1,0754
33
1,1226
44
1,1499
12
0,9833
23
1,0811
34
1,1255
45
1,1519
13
0,9971
24
1,0864
35
1,1285
46
1,1538
14
1,0095
25
1,0915
36
1,1313
47
1,1557
15
1,0206
26
1,0961
37
1,1339
48
1,1574
16
1,0316
27
1,1004
38
1,1363
49
1,1590
17
1,0411
28
1,1047
39
1,1388
50
1,1607
18
1,0493
29
1,1086
40
1,1413
51
1,1623
19
1,0565
30
1,1124
41
1,1436
52
1,1638
20
1,0628
31
1,1159
42
1,1458
53
1,1658
Hubungan periode ulang untuk t tahun dengan curah hujan rata – rata dapat dilihat pada tabel 3.4 . Tabel 3.4 Periode ulang untuk t tahun (Soemarto, 1987) T
Curah hujan rata -rata
2 5 10 Tabel 3.4 ( Lanjutan ) 20 25 50
0,3665 1,4999 2.2502 2,9702 3,1985 3,9019
3. Metode Log Pearson Type III Langkah-langkah dalam perhitungan curah hujan rencana berdasarkan perhitungan Log Pearson Type Typ e III sebagai berikut (Soemarto, 1999). a. Data hujan harian maksimum maksimum tahunan sebanyak n tahun diubah dalam bentuk logaritma. a. Hitung rata-rata logaritma dengan rumus : n
∑ LogXi Log X =
i =1
n
………………………………………..……..(3.14)
b. Hitung simpangan baku dengan de ngan rumus :
n
∑ (log Xi − Log X ) S =
2
i =1
……………………………….....…..(3.15)
n −1
c. Hitung Koefisien Kepencengan dengan rumus : n
nx C s =
∑ ( LogXi − Log X )
3
i =1
(n − 1)(n − 2) S 3
…………………………………...(3.16)
d. Hitung logaritma curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu : LogX r = Log X + (G × S 1 ) …….............................……..............(3.17) Dengan harga G diperoleh berdasarkan harga Cs dan Cs dan tingkat probabilitasnya. Curah hujan rencana dengan periode tertentu adalah harga antilog XT dimana : Log X XT = Logaritma curah hujan rencana dengan kala ulang tahun Log X = Rata-rata logaritma data n
= Banyaknya tahun pengamatan
St
= Standar deviasi
Cs = Koefisien kepencengan G
= Koefisien frekuensi
Besarnya harga G berdasarkan nilai Cs Cs dan tingkat probabilitasnya dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Distribusi Log Pearson Type III untuk Koefisien Kemencengan Cs
(Soemarto, 1999)
Koefisien Cs
2
5
Waktu balik dalam tahun 10 25 50 100
200
1000
0,5
0,1
Peluang (%) 50
20
10
4
2
1
3,0
-0,396
0,420
1,180
2,278
3,152
4,051
4,970
7,250
2,5
-0,360
0,518
1,250
2,262
3,048
3,854
4,652
6,600
2,2
-0,330
0,574
1,284
2,24
2,970
3,705
4,444
6,200
2,0
-0,307
0,609
1,302
2,219
2,912
3,605
4,298
5,910
1,8
-0,282
0,643
1,318
2,193
2,848
3,499
4,147
5,660
1,6
-0,254
0,675
1,329
2,163
2,780
3,388
3,990
5,390
1,4
-0,225
0,705
1,337
2,128
2,706
3,271
3,828
5,110
1,2 1,0 0,9
-0,195 -0,164 -0,148
0,732 0,758 0,769
1,340 1,340 1,339
2,087 2,043 2,018
2,626 2,542 2,498
3,149 3,022 2,957
3,661 3,489 3,401
4,820 4,540 4,395
0,8
-0,132
0,780
1,336
1,998
2,453
2,891
3,312
4,250
0,7
-0,116
0,790
1,333
1,967
2,407
2,824
3,223
4,105
0,6
-0,099
0,800
1,328
1,939
2,359
2,755
3,132
3,960
0,5
-0,083
0,808
1,323
1,910
2,311
2,686
3,041
3,815
0,4
-0,066
0,816
1,317
1,880
2,261
2,615
2,949
3,670
0,3
-0,050
0,824
1,309
1,849
2,211
2,544
2,856
3,525
0,2
-0,033
0,830
1,301
1,818
2,159
2,472
2,763
3,380
0,1
-0,017
0,836
1,292
1,785
2,107
2,400
2,670
3,235
0
0,842
1,282
1,751
2,054
2,326
2,576
3,090
-0,1
0,017
0,836
1,270
1,716
2,000
2,252
2,482
2,950
-0,2
0,033
0,850
1,258
1,680
1,945
2,178
2,388
2,810
-0,3
0,050
0,853
1,245
1,643
1,890
2,104
2,294
2,675
-0,4
0,066
0,855
1,231
1,606
1,834
2,029
2,201
2,540
-0,5
0,083
0,856
1,216
1,567
1,777
1,955
2,108
2,400
-0,6
0,099
0,857
1,200
1,528
1,720
1,880
2,016
2,275
-0,7
0,116
0,857
1,183
1,488
1,663
1,806
1,926
2,150
-0,8
0,132
0,856
1,166
1,448
1,606
1,733
1,837
2,035
-0,9
0,148
0,854
1,147
1,407
1,549
1,660
1,749
1,910
-1,0
0,164
0,852
1,128
1,366
1,492
1,588
1,664
0,180
0
3.6.
Kala Ulang Minimum
Perencanaan dalam mengatasi drainase pada umumnya ditentukan dengan suatu kala, misalnya 10 tahun, 25 tahun, 50 tahun atau 100 tahun, sehingga drainase akan aman jika debit banjir yang terjadi tidak melebihi debit banjir rencana kala ulang tersebut. Disamping itu dalam perencanaan saluran drainase periode ulang yang digunakan tergantung dari fungsi saluran serta daerah tangkapan hujan. Beberapa kriteria periode ulang diperlihatkan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Kriteria Periode Ulang (Notodihardjo, 1998)
Jenis Lahan / Guna Lahan
Periode Ulang
1. Jalan Tol
10 Tahun
2. Jalan Arteri
10 Tahun
3. Jalan Kolektor
10 Tahun
4. Jalan Biasa
10 Tahun
5. Perumahan
2 – 5 Tahun
6. Pusat Perdagangan
2 – 10 Tahun
7. Pusat Bisnis
2 – 10 Tahun
8. Landasan Terbang
3.7.
5 Tahun
Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu (Suripin, 2004). Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Besarnya intensitas hujan berbeda – beda, tergantung dari lamanya curah hujan yang diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan , baik secara statistik maupun secara empiris. Besarnya intensitas hujan pada kondisi yang ditimbulkan sesuai dengan derajat hujannya, dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Tabel 37. Derajat Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan (Suripin, 2004) Derajat Curah
Intensitas Curah
Hujan
Hujan (mm/jam)
Hujan sangat lemah
< 1,20
Kondisi
Tanah agak basah atau dibasahi sedikit.
Hujan lemah
1,20 – 3,00
Tanah menjadi basah semuanya, tetapi sulit membuat puddle.
Hujan normal
3,00 – 18,0
Dapat dibuat puddle dan bunyi hujan kedengaran.
Hujan deras
18,0 – 60,3
Air tergenang diseluruh permukaan
tanah
dan
bunyi
keras
hujan
terdengar berasal dari genangan. Hujan sangat deras
> 60,0
Hujan seperti tumpahan, saluran dan drainase meluap
Data curah hujan dalam suatu waktu tertentu (beberapa menit) yang tercatat pada alat otomatik dapat dirubah menjadi intensitas curah hujan per jam. Umpamanya untuk merubah hujan 5 menit menjadi intensitas curah hujan per jam, maka curah hujan ini harus dikalikan dengan 60/5, demikian pula untuk hujan 10 menit dikalikan dengan 60/10. Menurut Dr. Mononobe intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional dapat dihitung dengan rumus (Suripin 2004). R ⎡ 24 ⎤ I = 24 ⎢ ⎥ 24 ⎣ Tc ⎦
2/3
mm / jam ..................................................................(3.18)
Dimana : R24 = Curah hujan rancangan setempat (mm) Tc = Lama waktu konsentrasi dalam jam I = Intensitas hujan dalam mm/jam
3.8.
Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran (Suripin, 2004). Waktu konsentrasi dibagi atas 2 bagian. a. Inlet time ( to ) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran drainase. b. Conduit time ( td ) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir. Sehingga waktu konsentrasi dapat dihitung dengan ( Suripin, 2004):
Tc = to + td ............................................................................................(3.19) Dengan : n ⎤ ⎡2 t o = ⎢ × 3,28 × L × ⎥ menit ......................................................... (3.20) 3 S ⎣ ⎦ t d = Dimana :
L s 60 ⋅ V
menit ................................ .............................................. (3.21)
n
= angka kekasaran Manning,
S
= Kemiringan lahan,
L = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m), Ls = panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m), V = kecepatan aliran didalam saluran (m/det). Waktu konsentrasi ditentukan dengan menggunakan perkiraan kecepatan air seperti diperlihatkan pada Tabel 3.8. Tabel 3.8. Hubungan Jenis Bahan dengan Kecepatan Aliran Air (Vo) Tabel 3.8. ( lanjutan ) (Hadihardjaja, 1997)
Jenis Bahan
Kecepatan aliran air yang diizinkan (m/detik)
Pasir halus
0,45
Lempung kepasiran
0,50
Lanau aluvial
0,60
Kerikil halus
0,75
Lempung kokoh
0,75
Lempung padat
1,10
Kerikil kasar
1,20
Jalan Aspal
0,90
Batu-batu besar
1,50
Pasangan batu
1,50
Beton
1,50
Beton bertulang
1,50
Kemiringan dasar saluran mempengaruhi kecepatan aliran air dalam saluran. Pada Tabel 3.9. berikut diperlihatkan hubungan kemiringan dasar saluran terhadap kecepatan aliran rata-rata. Tabel 3.9. Hubungan Kemiringan Dasar Saluran dengan Kecepatan Saluran
(Hadihardjaja, 1997)
3.9.
Kemiringan Rerata Dasar Saluran (%)
Kecepatan Rerata (m/det )
< 1,00 %
0,40
1,00 – 2,00
0,60
2,00 – 4,00
0,90
4,00 – 6,00
1,20
6,00 – 10,00
1,50
10,00 – 15,00
2,40
Koefisien Penampungan (Storage Coefficient)
Daerah penampungan adalah suatu tadah hujan dimana air yang mengalir pada permukaannya ditampung oleh saluran yang bersangkutan (Notodihardjo, 1998). Untuk dapat memungkinkan daya tampung saluran, sehingga mempengaruhi saluran puncak yang dihitung atas dasar metode rasional harus dikalikan koefisien penampungan (Cs), untuk menentukan harga Cs dapat digunakan persamaan sebagai berikut. Cs =
2tc 2tc + td
.........................................................................................(3.22)
Dimana : Cs
= Koefisien penampungan
tc
= Waktu konsentrasi (jam)
td
= Waktu pengaliran air dalam saluran (jam)
3.10. Kemiringan Dasar Saluran ( S o )
Kemiringan dasar saluran digunakan dalam menentukan nilai waktu konsentrasi
dan
mempengaruhi
kecepatan
aliran
air
dalam
saluran,
kemiringan dasar saluran dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Subarkah, 1980) :
Roll
t1
Permukaan
∆t
H
t2
H
Dasar L
Gambar 3.11. Pengukuran Kemiringan Saluran
Kemiringan dasar saluran dihitung dengan rumus. S o =
∆t (t 2 − t 1 ) ................................................................................(3.23) =
L
L
Dimana : S o = Kemiringan Dasar Saluran ∆t
L
= Perbedaan ketinggian dasar saluran antara dihilir dan dihulu drainase = Panjang Saluran
3.11. Debit Rancangan Dengan Metode Rasional
Debit rencana untuk daerah perkotaan umumnya dikehendaki pembuangan air yang secepatnya, agar jangan ada genangan air yang berarti. Untuk memenuhi tujuan ini saluran-saluran harus dibuat cukup sesuai dengan debit rancangan. Faktor
yang
menentukan
sampai
berapa
tinggi
genangan
air
diperbolehkan agar tidak menimbulkan kerugian yang berarti adalah. a. Luas daerah yang akan tergenang (sampai batas tinggi yang diperbolehkan). b. Lama waktu genangan.
yang
Suatu daerah perkotaan umumnya merupakan bagian dari suatu daerah aliran yang lebih luas, dan di daerah aliran ini sudah ada drainase alami. Perentangan dan pengembangan sistem bagi suatu daerah perkotaan yang baru harus diselaraskan dengan sistem drainase alami yang sudah ada, agar keadaan aslinya dapat dipertahankan sejauh mungkin. Menghitung
besarnya
debit
rancangan
drainase
perkotaan
umumnya
dilakukan dengan memakai metode rasional. Hal ini karena relatif luasan daerah aliran tidak terlalu luas, kehilangan air sedikit dan waktu konsentrasi relatif pendek. 2
Apabila luas daerah lebih kecil dari 0,80 km , alirannya tidak melebihi kira-kira 80 ha. kapasitas pengaliran dihitung dengan metode rasional, (Subarkah, 1980) yaitu: Persamaan metode rasional adalah : Q = α . β . I. A. ………………............................................................(3.24) Dimana : 3
Q = Debit rencana dengan masa ulang T tahun dalam m /dt α
= Koefisien pengaliran
β = Koefisien penyebaran hujan I = Intensitas selama waktu konsentrasi dalam mm /jam A = Luas daerah aliran dalam Ha
3.12. Koefisien Pengaliran ( C )
Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi lahan. Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan adanya perubahan tata guna lahan dikemudian hari ( Hadiharjaja,1997 ). Besarnya koefisien pengaliran diperlihatkan pada Tabel 3.10. Tabel 3.10. Koefisien Pengaliran ( C ) (Hadihardjaja, 1997)
Kondisi Daerah
Koefisien Pengaliran ( C )
Perumahan tidak begitu rapat
20 rumah /Ha 0,25 - 0,40
Perumahan kerapatan sedang
20-60 rumah / Ha 0,40 - 0,70
Perumahan rapat
60-160 rumah / Ha 0,70 - 0,80
Taman dan daerah rekreasi
0,20 - 0,30
Daerah industri
0,80 - 0,90
Daerah perniagaan
0,90 - 0,95
3.13. Koefisien Penyebaran Hujan
Koefisien
penyebaran
hujan
merupakan
nilai
yang
digunakan
untuk
mengoreksi pengaruh penyebaran hujan yang tidak merata pada suatu daerah pengaliran. Nilai besaran ini tergantung dari kondisi dan daerah pengaliran. Untuk daerah yang relatif kecil biasanya kejadian hujan diasumsikan merata. Besarnya koefisien penyebaran hujan diperlihatkan pada tabel 3.11. Tabel 3.11. Koefisien Penyebaran Hujan (Hadihardjaja, 1997) 2
Luas daerah pengaliran (km )
Koefisien penyebaran hujan (ß)
0,00 – 4,00
1,000
5,00
0,995
10,00
0,980
15,00
0,955
20,00
0,920
25,00
0,875
30,00
0,820
50,00
0,500
3.14. Kapasitas Pengaliran ( Run off )
Ketetapan dan menetapkan besarnya debit air yang harus dialirkan melalui saluran drainase pada daerah tertentu, sangat penting dalam penentuan dimensi saluran. Menghitung besarnya debit rancangan drainase perkotaan umumnya dilakukan dengan memakai metode rasional. Hal ini karena relatif luasan daerah aliran tidak terlalu luas, kehilangan air sedikit dan waktu konsentrasi relatif pendek. Apabila luas
2
daerah lebih kecil dari 0,80 km , kapasitas pengaliran dihitung dengan metode rasional, yaitu: -6
Q = f . C . Cs . β . I . A. 10 .................................................................(3.25) Dimana : 3
Q = Kapasitas pengaliran (m /dt) f = Faktor konversi sebesar 0,278 C = Koefisien pengaliran Cs = Koefisien penampungan β = Koefisien penyebaran hujan I = Intensitas hujan pada periode yang tertentu (mm/jam) 2
A = Luas daerah pengaliran (km ) 3.15. Kapasitas Saluran (Qsaluran)
Kapasitas aliran akibat hujan harus dialirkan melalui saluran drainase sampai ketitik hilir. Debit hujan yang di analisa menjadi debit aliran untuk mendimensi saluran, maka apabila dimensi drainase diketahui untuk menghitung debit saluran digunakan persamaan 3.23. Debit saluran dalam rumus Manning (Suripin, 2004). Q = V . A.............................................................................................(3.26) V =
1 n
R 2 / 3 S o
1/ 2
................................ .................................. ............... (3.27)
Dimana : 3
Q = Debit saluran ( m /det ) V = Kecepatan aliran ( m/det ) 2
A = Luas penampang basah ( m ) R = Jari-jari hidrolis = A/P P = Panjang penampang basah ( m ) n = Koefisien kekasaran manning S o = Kemiringan dasar saluran Besarnya nilai kekasaran dasar berdasarkan Manning dapat dilihat pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Koefisien Kekasaran Manning (Notodihardjo, 1998) Koefisien Manning (n)
Jenis Saluran
1. Saluran Galian a. Saluran tanah
0,022
b. Saluran pada batuan, digali merata
0,035
2. Saluran dengan Lapisan Perkerasan a. Lapisan beton seluruhnya
0,015
b. Lapisan beton pada kedua sisi saluran
0,020
c. Lapisan blok beron pracetak
0,017
d. Pasangan batu di plester
0,020
e. Pasangan batu, diplester pada kedua sisi saluran
0,022
f. Pasangan batu, disiar
0,025
g. Pasangan batu kosong
0,030
3. Saluran Alam a. Berumput
0,027
b. Semak – semak
0,050
c. Tak beraturan, banyak semak dan pohon, batang
0,015
pohon banyak jatuh ke saluran
Kondisi debit pembuangan berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan perihal kecepatan aliran (v) agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat mengangkut sedimen, dan pada saat debit besar aman dari erosi. Syarat yang berhubungan dengan aliran mantap merata disebut sebagaian aliran normal. Hubungan Kemiringan Selokan Samping Jalan (I) terhadap jenis material dapat dilihat pada tabel 3.13. berikut ini : Tabel 3.13. Hubungan (I) dengan Jenis Material
Jenis Material
Kemiringan selokan samping (I %)
Tanah asli
0,0 – 5,0
Kerikil
5,0 – 7,5
Pasangan
7,50
3.16. Analisa Debit Air Limbah
Dalam menentukan besarnya buangan air limbah (Qdomestik ), kita perlu mengetahui besarnya kebutuhan air penduduk dalam tiap-tiap wilayah yang ditinjau. Besarnya kebutuhan air penduduk menurut pedoman badan-badan kesehatan, dibagi sesuai dengan jenis keperluannya sebagai berikut (Sosrodarsono, 2003). 1. Bangunan umum a. Sekolah
= 20 liter/orang/hari
b. Kantor
= 30 liter/orang/hari
c. Rumah ibadah
= 3 m /orang/hari
d. Rumah sakit
= 400 liter/orang/hari
3
2. Bangunan komersil 3
a. Toko
= 1 m /toko/hari
b. Penginapan
= 300 liter/tempat tidur/hari
c. Pasar
= 25 m /gedung/hari
d. Bioskop
= 5 m /gedung/hari
3
3
3
3. Bangunan Industri
= 10 m /industri/hari
4. Daerah perumahan
= 90 liter/orang/hari
Dari jumlah pemakaian air tersebut dapat diperkirakan besarnya air buangan yang harus ditampung dan dialirkan yaitu sebesar 80 % dari kebutuhan air yang ditetapkan (Sosrodarsono, 2003).
3. 17. Bentuk Penampang Saluran
Dalam perencanaan dimensi saluran harus direncanakan agar memperoleh tampang yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti tidak ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil tingkat kegagalan akan terlalu besar. Adapun bentuk penampang saluran yang sering kita jumpai dan digunakan dalam perencanaan drainase adalah : 1. Saluran berbentuk trapesium Bentuk penampang trapesium dipakai untuk debit yang besar dan umumnya untuk mengalirkan air hujan, limbah domestik dan irigasi. Saluran ini
memerlukan tempat yang agak luas dan dapat terbuat dari tanah. Bentuk penampang drainase ini sering digunakan karena mempunyai keuntungan dari segi teknis pengerjaan maupun dalam pelaksanaan
w h
m.h
b
m.h
Gambar 3.12 Saluran bentuk trapesium (SNI 03-3424-1990).
a. Luas tampang saluran ( A) 2
A = b.h + mh .................................................................................(3.28) b. Keliling basah (P) P=
A n
2
- mh + 2h
(m
− 1 )............................................................(3.29)
c. Jari – jari hidrolis ( R ) R =
A P
..............................................................................................(3.30)
2. Saluran berbentuk empat persegi panjang Bentuk penampang empat persegi panjang dipakai untuk debit – debit yang besar, untuk membuat saluran seperti ini biasanya dibuat pada daerah yang memiliki luasan yang kecil, hanya didukung oleh konstruksi yang kokoh dan digunakan untuk saluran air hujan, air rumah tangga dan lain – lain.
w h
b Gambar 3.13 Saluran bentuk empat persegi panjang (SNI 03-3424-1990).
a. Luas penampang basah ( A) A = b.h..................................................................................................(3.31)
b. Keliling basah ( P ) P = 2h + b............................................................................................(3.32) c. Jari – jari hidrolis ( Rs) Rs =
A P
……………………………………………………………….(3.33)
BAB IV METODE PENELITIAN
Dalam bab ini peneliti akan menguraikan tentang
metode-metode yang
akan dipakai dalam penelitian dengan maksud agar tercapainya tujuan dari penelitian. Untuk itu penelitian hendaknya dilakukan sebaik mungkin. Pertama-tama penelitian yang dilaksanakan harus mempunyai penyusunan program kerja dari seluruh kegiatan penelitian, setiap tahap yang dilaksanakan dalam penelitian harus memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain agar tujuan yang hendak dicapai dapat dilaksanakan dengan baik.
4.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Pekanbaru tepatnya di Kelurahan Tangkerang utara, Kecamatan Bukit Raya di jalan Jati . Kota Pekanbaru secara 0
0
geografis terletak di 0 00’28” LU dan 101 00’ 25” BT dan mempunyai ketinggian 31 M dari atas permukaan laut, pada umumnya daerah mendatar, sehingga air hujan tertampung pada tanah yang lebih rendah secara keseluruhan topografinya relatif datar gelombang, sehingga ada beberapa daerah yang sering kali terjadi genangan, hal ini dikarenakan sebagian wilayahnya berada diatas tanah bencah (transisi antara dataran dengan rawa). Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di sekitar daerah Jalan Jati . Dengan melakukan penelitian berupa tinjauan drainase, yang dimulai dari simpangan Jalan Jati menuju Jalan Brigjen Katamso . Untuk mengetahui lokasi penelitian, lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1
4.2.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah tahap-tahap yang dilakukan peneliti secara berurutan selama berlangsung penelitian. Tahapan-tahapan penelitian ini memberikan gambaran secara garis besar langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang akan menuntun peneliti agar lebih terarah selama berjalan penelitian. Cara penelitian ini dilakukan sebagai berikut : 1. Studi literatur Digunakan untuk mendapatkan kejelasan konsep dalam penelitian ini yaitu dengan mendapatkan referensi dari buku-buku yang berisikan tentang dasardasar teori serta rumus-rumus yang dapat mendukung penulisan penelitian ini. 2. Observasi Lapangan Observasi lapangan yaitu melakukan peninjauan kelokasi/lapangan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan agar data yang diambil dapat dilihat dan diamati secara langsung. Data – datanya antara lain. a. Data curah hujan
Data curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika daerah Pekanbaru, yang dipergunakan pada penelitian ini diambil selama 15 tahun, yaitu dari tahun 1994 – 2008. b. Kondisi existing saluran. c. Luas tangkapan hujan. d. Data kependudukan. 3. Analisa Data Setelah melakukan pengumpulan data, penelitian ini dilanjutkan dengan pengolahan dan analisa data. Adapun tahap-tahap dalam menganalisis perhitungan ini diantaranya. a. Menghitung frekuensi curah hujan. b. Menghitung intensitas curah hujan. c. Menghitung debit aliran.
4. Perbandingan dengan debit saluran Pada tahap ini dilakukan perbandingan hasil analisa data dengan debit saluran. 4.3.
Tahapan Penelitian
Pada penyusunan penelitian ini digunakan bagan alir penelitian agar pembaca bisa dengan mudah mengetahui langkah-langkah pekerjaan perencanaan drainase. Tahapannya sebagai berikut : 1. Persiapan Pada tahapan ini peneliti mensurvei lokasi / lapangan guna mendapatkan data sekunder dan data primer . 2. Pengumpulan Data Tahapan ini mengumpulkan data ysng sudah didapat baik data primer maupun data sekunder.
3. Analisa Data Setelah melakukan pengumpulan data, penelitian ini dilanjutkan dengan pengolahan dan analisa data. a. Menghitung frekuensi curah hujan b. Menghitung intensitas curah hujan c. Menghitung debit aliran 4. Perbandingan dengan debit saluran Pada tahap ini dilakukan perbandingan hasil analisa data dengan debit saluran. 5. Desain ulang Setelah dilakukan perbandingan, saluran yang tidak aman didesain ulang. 6. Hasil dan pembahasan 7. Kesimpulan 8. Selesai Tahapan penelitian ini digambar dengan bagan alir yaitu pada Gambar 4.2
MULA
SURVEI LAPANGAN
PENGUMPULAN DATA
ANALISA DATA
DATA PRIMER
DATA SEKUNDER
Data Yang Didapat Dari Tinjauan Langsung Kelapangan
Data Yang Ada dan Telah Diarsipkan Seperti Data curah hujan, Jumlah Penduduk dan buku-buku Pedoman
Perhitungan Q SALURAN ,
QSALURAN ≥ TIDA
YA DESAIN PERENCANAAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
KESIMPULA
SELES
Gambar 4.2. Diagram Alir Penelitian
4.4.
Cara Analisis
Dalam perhitungan tinjauan drainase ini, penulis menggunakan tahaptahap perhitungan sebagai berikut. 1. Menghitung frekuensi curah hujan dengan cara Log Person type III. 2. Menghitung intensitas curah hujan dengan menggunakan rumus Rasional. 3. Menghitung debit aliran dengan menggunakan metode Rasional. 4. Menghitung kapasitas saluran drainase dan membandingkannya dengan debit aliran.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada uraian – uraian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dalam hal ini dapat dibahas untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dari tujuan penelitian. 5.1. Topografi
Ditinjau dari keadaan topografi pada umumnya kota Pekanbaru merupakan dataran rendah kecuali dibeberapa tempat seperti di sekitar bandara Sultan Syarif Kasim II, dibagian utara dan timur kota. Dataran rendah tersebut mempunyai kemiringan lereng 0 -2 % kecuali bagian daerah utara dan timur yang memiliki tanah yang bergelombang dengan kemiringan diatas 40% (Badan Pertanahan Nasional). 5.2. Fungsi Lahan
Fungsi lahan merupakan lahan yang digunakan atau dimanfaatkan untuk lahan sarana, prasarana dan infrastruktur lainnya. Adapun yang merupakan fungsi lahan tersebut antara lain : 1. permukiman. 2. kawasan perdagangan. 3. sekolah. 4. rumah ibadah dan fasilitas umum. 5.3. Daerah Tangkapan Hujan ( Catchment Area )
Catchment area adalah suatu daerah tadah hujan dimana air yang mengalir pada permukaannya ditampung oleh saluran yang bersangkutan. Catchment area dapat dilihat pada Gambar 5.1.
5.4. Nama Saluran Drainase
Di dalam penelitian ini menghitung debit aliran pada beberapa drainase yang berada di Kelurahan Tangkerang Utara, Kecamatan Bukit Raya, berikut ini nama saluran drainase tesebut. Tabel 5.1. Nama Saluran Drainase. No.
Saluran
Nama Saluran
1.
Djati Ka
Drainase Jati kanan
2.
Djati Ki
Drainase Jati kiri
3.
Dkina Ka
DrainaseKina kanan
4.
Dkina Ki
Drainase Kina kiri
5.
Dppdyn Ka
Drainase Papandayan kanan
6.
Dppdyn Ki
Drainase Papandayan kiri
7.
Dhr 1 Ki
Drainase Harapan raya 1
8.
Dhr 2 Ki
Drainase Harapan raya 2
9.
Dbktms1 Ki
Drainase Brigjen Katamso 1 kiri
10.
Dbktms 2 Ki
Drainase Brigjen Katamso 2 kiri
11.
Dbktms 3 Ki
Drainase Brigjen Katamso 3 kiri
12.
Dglgr 1 Ki
Drainase Gelugur 1 kiri
13.
Dglgr 2 Ka
Drainase Gelugur 2 kanan
14.
Dglgr 3 Ka
Drainase Gelugur 3 kanan
15.
Dprimer
Drainase Primer
5.5. Kependudukan
Berdasarkan
data
penduduk
hingga
bulan
Januari
2009,
Kelurahan
Tangkerang Utara terbagi atas 15 (lima belas) Rukun Warga (RW), 58 (lima puluh delapan) Rukun Tetangga (RT), 4.652 jumlah Kartu Keluarga (KK), dan memiliki 2
luas 4,35 km dengan jumlah penduduk ± 19.920 jiwa, berikut ini jumlah penduduk Kelurahan Tangkerang Utara Kecamatan Bukit rRaya.
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Tangkerang Utara.
Jumlah Penduduk No
Nama Saluran
Rumah Tangga
Sekolah Kantor
Rumah Ibadah
Penginapan
Toko
Total
1.
Djati Ka
315
0
0
0
0
26
341
2.
Djati Ki
273
56
0
2
0
31
365
3.
Dkina Ka
198
0
0
0
0
15
213
4.
Dkina Ki
234
0
0
0
0
28
262
5.
Dppdyn Ka
215
0
0
5
0
53
283
6.
Dpdyn Ki
258
0
10
0
0
47
305
7.
Dhr 1 Ki
0
0
0
0
0
48
48
8.
Dhr 2 Ki
0
0
0
0
0
54
54
9.
Dbktms Ki
175
0
0
0
0
5
185
10. Dbktms 2 Ki
165
0
0
0
0
5
170
11. Dbktms 3 Ki
172
0
0
0
0
0
172
12. Dglgr 1 Ki
242
0
0
0
0
0
242
13. Dglgr 2 Ka
276
0
0
2
0
0
278
14. Dglgr 3 Ka
154
342
0
0
0
0
496
sebelah luar ka
124
0
0
0
0
0
124
sebelah luar ki
147
0
0
0
0
0
147
15. Dprimer
(Sumber : Kantor Kelurahan Tangkerang Utara, 2009) Dari Tabel 5.2. diperoleh jumlah penduduk maksimum terletak pada saluran DJati Ki sebanyak 365 jiwa, dan untuk jumlah penduduk yang minimum terletak pada saluran DBktms Ki sebanyak 185 jiwa. 5.6. Iklim dan Curah Hujan
Salah satu aspek utama dalam perencanaan sistem penyaluran air hujan (drainase) adalah analisa hidrologi yang mencakup pembahasan tentang hujan dan iklim. Iklim Kota Pekanbaru umumnya merupakan iklim tropis basah dengan curah
hujan dan hari hujan pertahun antara 1.575 – 2.292 mm dan 102 – 104 hari dan suhu rata-rata 27º C, serta kelembaban udara antara50 -65 %. Curah Hujan Maksim um 800
703
) 700 m m 600 ( n a 500 j u H 400 h a r 300 u C t i 200 b e D 100
622 561 384 319
365
396
400
409
510
434
502 435
438
312
0 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Gambar 5.2. Grafik Curah Hujan Maksimum
Pada Gambar 5.2. dapat dilihat tingkat curah hujan selama15 tahun terakhir (1994 - 2008) yang tercatat dikantor stasiun BMG Kota Pekanbaru. Curah hujan maksimum terjadi pada tahun 2006 sebesar 703 mm, hal ini terjadi akibat adanya curah hujan tinggi pada bulan April, sehingga curah hujan maksimum diambil pada tahun tersebut. 5.7. Hasil Analisa Intensitas Curah Hujan
Dari hasil pengumpulan data yang berkaitan dengan tujuan tinjauan perencanaan saluran drainase jalan Jati dan sekitarnya di Kelurahan Tangkerang Utara, data curah hujan harian maksimum yang digunakan adalah dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2008. Berikut ini hasil analisa curah hujan maksimum rata-rata. Hasil perhitungan analisa curah hujan : a. Nilai curah hujan rata-rata ( X )
= 452,67 mm
b. Standar deviasi (S)
= 109,46 mm
c. Koefisien variansi (Cv)
= 0,242
d. Koefisien asimetri (Cs)
= 0,975
e. Koefisien kurtosis (Ck)
= 4,103
Seleksi dan perbandingan nilai-nilai yang didapat dengan syarat-syarat yang telah disajikan dalam bab III untuk menentukan jenis distribusi frekuensi yang digunakan. Dari syarat yang dikemukakan tersebut, maka jenis distribusi yang dipakai pada perhitungan ini yaitu distribusi Log Pearson Type III Hasil perhitungan distribusi Log Pearson Type III berdasarkan analisa data curah hujan yang diperoleh selama 15 tahun dapat diketahui besarnya curah hujan rencana, dari kriteria periode ulang untuk saluran daerah kurang padat (perumahan) diambil kala ulang 10 tahun, dapat dilihat pada Tabel 3.6. Berdasarkan analisa data curah hujan yang diperoleh selama15 tahun dapat diketahui besarnya curah hujan rencana pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Hasil Perhitungan Curah Hujan Rencana. Kala Ulang
2
5
10
25
XT = R
438,531
534,564
598,412
680,769
Data curah hujan dalam suatu waktu tertentu yang tercatat pada alat otomatik dapat diubah menjadi intensitas curah hujan per jam. Hasil analisa intensitas hujan dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan
No.
Nama Saluran
tc (jam)
R 24
Intensitas
(mm)
(mm/jam)
1.
Djati Ka
2,040
598,412
128,976
2.
Djati Ki
1,173
598,412
186,522
3.
Dkina Ka
1,632
598,412
149,644
4.
Dkina Ki
0,855
598,412
230,295
5.
Dppdyn Ka
1,175
598,412
186,310
6.
Dppdyn Ki
2,335
598,412
117,871
7.
Dhr 1 Ki
0,321
598,412
442,513
8.
Dhr 2 Ki
9.
Dbktms1 Ki
0,341 1,157
598,412 598,412
425,037 188,238
10.
Dbktms 2 Ki
0,596
598,412
292,930
Table 5.4 ( lanjutan )
11.
Dbktms 3 Ki
1,694
598,412
145,980
12.
Dglgr 1 Ki
1,289
598,412
175,150
13.
Dglgr 2 Ka
0,714
598,412
259,690
14.
Dglgr 3 Ka
0,696
598,412
264,150
15.
Dprimer sebelah luar ka
0,717
598,412
258,921
sebelah luar ki
0,907
598,412
221,451
Hasil perhitungan intensitas curah hujan memperlihatkan bahwa curah hujan yang dihitung dalam satuan waktu (mm/jam) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Mononobe di atas dengan intensitas curah hujan maksimal pada Saluran DBktms ka, yaitu 240,730 mm/jam., dan yang minimum yaitu 117,871 mm/jam pada saluran DPpdyn Ka. 5.8. Waktu Konsentrasi (tc)
Perhitungan waktu konsentrasi didasarkan kondisi pengaliran di daerah perumahan kerapatan sedang. Waktu konsentrasi ini terbagi menjadi 2 waktu yaitu waktu yang dibutuhkan air hujan untuk mengalir sampai ke saluran dan waktu yang dibutuhkan saluran untuk membuang air pembuangan berikutnya. Tabel 5.5. Perhitungan Waktu Konsentrasi
No
Panjang
Panjang
Kecepatan
Nama
Saluran
Luar Jalan
Aliran
Saluran
( LS )
(L)
(V)
(m)
(m)
(m'/det)
S n
(Lahan)
to
td
tc
(jam)
(jam)
(jam)
1
Djati Ka
294
34
0,588
0,015
0,0007
1,894
0,146
2,040
2
Djati Ki
294
42
0,588
0,015
0,0005
0,027
0,146
1,173
3
Dkina Ka
315
48
0,746
0,015
0,0003
1,515
0,117
1,632
4
Dkina Ki
315
27
0,746
0,015
0,0007
0,738
0,117
0,855
5
Dppdyn Ka
298
22
0,558
0,015
0,0003
1,027
0,148
1,175
6
Dppdyn Ki
298
23
0,558
0,015
0,0004
2,187
0,148
2,335
7
Dhr 1 Ki
103
15
0,882
0,015
0,0008
0,289
0,032
0,321
8
Dhr 2 Ki
115
17
0,995
0,015
0,0009
0,310
0,031
0,341
Tabel 5.5 ( lanjutan )
9.
Dbktms Ki
380
48
1,251
0,015
0,0006
1,071
0,086
1,157
10.
Dbktms 2 Ki
218
42
1,120
0,015
0,0018
0,540
0,056
0,596
11.
Dbktms 3 Ki
56
53
0,684
0,015
0,0003
1,670
0,024
1,694
12.
Dglgr 1 Ki
187
48
0,435
0,015
0,0005
1,170
0,119
1,289
13.
Dglgr 2 Ka
128
38
0,621
0,015
0,0005
0,657
0,057
0,714
14.
Dglgr 3 Ka
176
24
0,448
0,015
0,0012
0,587
0,109
0,696
15
Dprimer sebelah luar ka
315
36
0,982
0,015
0,0011
0,622
0,095
0,717
sebelah luar ki
315
47
0,982
0,015
0,0010
0,812
0,095
0,907
Hasil perhitungan waktu konsentrasi di atas memperlihatkan bahwa waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran menunjukkan bahwa untuk saluran DPpdyn Ki dengan waktu konsentrasi terlama yaitu 2,335 jam, sedangkan waktu konsentrasi minimumnya adalah 0,80 jam yang terletak pada saluran DBktms Ka. 5.9. Hasil Analisa Debit Domestik
Dalam menentukan besarnya buangan air limbah (QDomestik ), kita perlu mengetahui besarnya kebutuhan air penduduk dalam tiap-tiap wilayah yang ditinjau. Dari jumlah pemakaian air tersebut dapat diperkirakan besarnya air buangan yang harus ditampung dan dialirkan yaitu sebesar 80 % dari kebutuhan air yang ditetapkan. Tabel 5.6. Perhitungan Limbah Domestik No.
Nama Saluran
Q Domestik ( m3/det )
1.
Djti Ka
0,00054
2.
Djati Ki
0,00053
3.
Dkina Ka
0,00031
4.
Dkina Ki
0,00046
5.
Dppdyn Ka
0,00090
6.
Dppdyn Ki
0,00067
Tabel 5.6 (lanjutan)
7.
Dhr I ki
0,00044
8.
Dhr 2 ki
9.
Dbktms1 Ki
0,00050 0,00020
10.
Dbktms 2 Ki
0,00019
11.
Dbktms 3 Ki
0,00015
12.
Dglgr 1 Ki
0,00020
13.
Dglgr 2 Ka
0,00029
14.
Dglgr 3 Ka
0,00019
15.
Dprimer sebelah luar ka
0,00010
sebelah luar ki
0,00012
5.10. Hasil Analisa Debit Aliran
Analisa debit aliran dipengaruhi oleh koefisien pengaliran, koefisien penyebaran hujan, intensitas hujan, luas catchment area dan besarnya debit domestik yang masuk ke saluran. Debit aliran pada penulisan ini dihitung dengan Metode Rasional. Tabel 5.7. Hasil Perhitungan Debit Aliran. No Nama Saluran
Luas Panjang Catchment Saluran ( m2 ) (m)
Djati Ka 9633,8 2. Djati Ki 11377,8 3. Dkina Ka 13635 4. Dkina Ki 8595 5. Dppdyn Ka 6876,6 6. Dppdyn Ki 7129,6 7. Dhri Ki 1308,1 8. Dhr2 Ki 1575,5 9. Dbktms Ki 17690,8 10. Dbktms 2 Ki 5406,4 11. Dbktms 3 Ki 11696,8 Tabel 5.7 (lanjutan ) 12. Dglgr 1 Ki 7176,9 13. Dglgr 2 Ka 3765,6 1.
Debit Aliran QAliran (m3/det)
QDomestik (m3/det)
QKiriman (m3/det)
QTotal (m3/det)
294 294 315 315 298 298 103 115 380 218 56
0,3460 0,2776 0,2618 0,2378 0,3651 0,3232 0,0770 0,0900 0,2458 0,2100 0,0340
0,00054 0,00053 0,00031 0,00046 0,00072 0,00064 0,00044 0,00050 0,00034 0,00019 0,00014
0 0 0 0 0 0 0 0 1,05575 0,13619 0
0,16714 0,27813 0,26211 0,23826 0,16830 0,11350 0,07744 0,09050 1,30189 0,34638 0,03414
187 128
0,1730 0,1300
0,00020 0,00029
0 0
0,17320 0,13029
14. Dglgr 3 Ka 15. Dprimer
4013,2
176
0,1360
0,00019
0
0,13619
sebelah luar ka 10453,5 sebelah luar ki 13414,5
315 315
0,2780 0,3210
0,00010 0,00012
0,12270 0,27859
0,40080 0,59971
Setelah dilakukan perhitungan debit aliran di dapat debit yang tertinggi pada 3
saluran DBktms Ki yaitu sebesar 1,30189 m /detik, hal ini disebabkan karena saluran DBktms mendapatkan debit kiriman dari saluran DJati ka, DJati ki, DKina ka, DKina ki, dan DPpdyn ki, dan yang terendah pada saluran DPpdyn Ki yaitu sebesar 0,11350 3
m /detik. Selain itu untuk menghitung debit total ditambahkan dengan debit domestik dan debit kiriman. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel A.10.lampiran A-25
5.11.
PerbandinganDebit Aliran (Q aliran) dengan Kapasitas Saluran (Q saluran)
Perbandingan hasil debit aliran dengan debit saluran diperlihatkan pada Gambar 5.3. Perbandingan Q saluran deng an Q Aliran 1,4 1,2 ) t e d /
1
3
m ( r i A s a t i s a p a K
0,8 0,6 0,4 0,2 0
Q Saluran Q Aliran
DKinaKa
DKinaKi
DJatiKa
DJatiKi
DPpdynKa
DPpdynKi
DBktms1Ki
0,112
0,112
0,126
0,126
0,126
0,126
0,525
0,26211
0,23826
0,16374
0,27813
0,1683
0,1135
1,30189
Gambar 5.3. Grafik perbandingan debit aliran dengan kapasitas saluran
Perbandingan Q saluran deng an Q Aliran 1,2
) t e d /
3
m ( r i A s a t i s a p a K
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Dbktms 2 Ki
Dbktms 3 Ki
Dglgr 1 Ki
Dglgr 2 Ka
Dglgr 3 Ka
Dprimer
Q Saluran
0,403
0,246
0,11
0,14
0,101
1,031
Q Aliran
0,346
0,034
0,173
0,13
0,136
1,01
Gambar 5.4 Grafik perbandingan debit aliran dengan kapasitas saluran
Dari Gambar 5.3. dan Gambar 5.4. dapat dilihat debit aliran yang tertinggi 3
pada saluran Dbktms Ki sebesar 1,30189 (m /det) dan yang terendah pada saluran 3
Dbktms3 Ki 0,03414 (m /det). Sedangkan kapasitas saluran yang tertinggi pada 3
saluran Dprimer sebesar 1,0312 (m /det) dan yang terendah pada saluran Dglgr3 Ka 3
sebesar 0,101 (m /det). Apabila debit aliran lebih besar daripada kapasitas saluran maka saluran tidak mampu menampung debit aliran yang ada sehingga perlu memperbesar dimensi ataupun menambah kemiringan saluran. Perbandingan antara debit aliran dengan kapasitas saluran dapat dilihat pada tabel 5.8. Tabel 5.8. Perbandingan debit aliran dengan kapasitas saluran
No.
Nama Saluran
Q Saluran 3
Q Aliran 3
m /det
m /det
Kondisi
1.
Djati Ka
0,126
0,16374
Tidak Aman
2.
Djati Ki
0,126
0,27813
Tidak Aman
3.
Dkina Ka
0,112
0,26211
Tidak Aman
4.
Dkina Ki
0,112
0,23826
Tidak Aman
5.
Dppdyn Ka
0,126
0,16830
Tidak Aman
6.
Dppdyn Ki
0,126
0,11350
Aman
Tabel 5.8 ( lanjutan ) 7. Dhri Ki
0,595
0,07744
Aman
8.
Dhr2 Ki
0,671
0,09050
Aman
9.
Dbktms Ki
0,525
1,30542
Tidak Aman
10.
Dbktms 2 Ki
0,4032
0,34638
Aman
11.
Dbktms 3 Ki
0,246
0,03414
Aman
12.
Dglgr 1 Ki
0,110
0,17320
Tidak Aman
13.
Dglgr 2 Ka
0,140
0,13029
Aman
14.
Dglgr 3 Ka
0,101
0,13619
Tidak Aman
15.
Dprimer
1,0312
1,01005
Aman
Hasil perbandingan memperlihatkan bahwa debit aliran yang diperoleh sebagian lebih besar dibandingkan dengan kapasitas saluran kecuali pada saluran DPpdyn Ki, Dhr1 ki, Dhr2 ki, Dbktms2 Ki, Dbktms3 Ki, Dglgr2 Ka dan Dprimer. 5.12 Hasil Analisa Pengaruh Perubahan Fungsi Lahan Yang Akan Datang
Dari master plane Kelurahan Tangkerang Utara Kecamatan bukit Raya Kota Pekanbaru, didapat data laju pertumbuhan penduduk kelurahan tangkerang utara untuk tahun 2008 sebesar 0,89 %. Pada peneltian ini penulis menganalisa perubahan pertambahan penduduk untuk 10 tahun yang akan datang (2018). Dalam menentukan besarnya buangan air limbah (QDomestik ), kita perlu mengetahui besarnya kebutuhan air penduduk dalam tiap-tiap wilayah yang ditinjau. Dari jumlah pemakaian air tersebut dapat diperkirakan besarnya air buangan yang harus ditampung dan dialirkan yaitu sebesar 80 % dari kebutuhan air yang ditetapkan.
Tabel 5.9. Perhitungan Limbah Domestik No.
Nama Saluran
Q Domestik ( m3/det )
1.
DJati Ka
0,00055
2.
DJati Ki
0,00064
3.
DKina Ka
0,00033
4.
DKina Ki
0,00048
5.
DPpdyn Ka
0,00081
6.
DPpdyn Ki
0,00070
7.
Dhri Ki
0,00048
8.
Dhr2 Ki
0,00054
9.
DBktms Ki
0,00022
10.
Dbktms 2 Ki
0,00020
11.
Dbktms 3 Ki
0,00016
12.
Dglgr 1 Ki
0,00022
13.
Dglgr 2 Ka
0,00025
14.
Dglgr 3 Ka
0,00021
15.
Dprimer sebelah luar ka
0,00011
sebelah luar ki
0,00013
5.13 Perbandingan Hasil Debit Aliran yang akan datang dengan Kapasitas saluran
Analisa debit aliran dipengaruhi oleh koefisien pengaliran, koefisien penyebaran hujan, intensitas hujan, luas catchment area dan besarnya debit domestik yang masuk ke saluran. Debit aliran pada tulisan ini dihitung dengan Metode Rasional.
Tabel 5.10. Hasil perhitungan debit aliran untuk 10 tahun yang akan datang No
Nama Saluran
1.
Djati Ka Djati Ki Dkina Ka Dkina Ki Dppdyn Ka Dppdyn Ki Dhri Ki Dhr2 Ki Dbktms1 Ki Dbktms 2 Ki Dbktms 3 Ki Dglgr 1 Ki Dglgr 2 Ka Dglgr 3 Ka Dprimer sebelah luar ka sebelah luar ki
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Luas Catchment ( m2 )
Debit Aliran
Panjang Saluran (m)
QAliran (m3/det)
QDomestik (m3/det)
QKiriman (m3/det)
QTotal (m3/det)
9633,8 11377,8 13635 8595 6876,6 7129,6 1308,1 1575,5 17690,8 5406,4 11696,8 7176,9 3765,6 4013,2
294 294 315 315 298 298 103 115 380 218 56 187 128 176
0,3460 0,2776 0,2618 0,2378 0,3651 0,3232 0,0770 0,0900 0,2458 0,2100 0,0340 0,1730 0,1300 0,1360
0,00054 0,00053 0,00031 0,00046 0,00072 0,00064 0,00048 0,00054 0,00022 0,00020 0,00016 0,00022 0,00025 0,00021
0 0 0 0 0 0 0 0 1,05928 0,13619 0 0 0 0
0,16374 0,27813 0,26211 0,23826 0,16830 0,11350 0,07748 0,09054 1,30542 0,34638 0,03416 0,17322 0,13025 0,13621
10453,5 13414,5
315 315
0,2780 0,3210
0,00011 0,00013
0,12270 0,27859
0,40080 0,59972
Setelah dilakukan perhitungan debit aliran di dapat debit yang tertingi pada saluran DBktms Ki yaitu sebesar 1,30189
3
m /detik, hal ini disebabkan karena
saluran DBktms mendapatkan debit kiriman dari saluran DJati ka, DJati ki, DKina ka, DKina ki, dan DPpdyn ki, dan yang terendah pada saluran Dbktms3 Ki yaitu 3
0,03416 m /detik.Hasil analisa debit aliran selengkapnya disajikan pada tabel A.14 lampiran A-31. 5.14.
Hasil Perhitungan Perencanaan Dimensi Saluran.
Dari
hasil
perbandingan
kapasitas
saluran
dengan
debit
aliran,
memperlihatkan bahwa untuk beberapa saluran drainase dengan kapasitas saluran yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan debit aliran, dengan demikian dimensi yang ada perlu diperbesar. Maka akan direncanakan bentuk penampang drainase berbentuk empat persegi panjang yang dapat dilihat sebagai berikut
1. Rencana dimensi saluran Jl. Jati sebelah kiri (DJati Ki)
Dari hasil perhitungan pada lampiran A-26 didapat : h
= 0,90 m
b
= 0,60 m
w
= 0,30 m.
H
= 1,20 m
w = 0,30 m H=1,20
h = 0,90 m
b = 0,60 m Gambar 5.5. Bentuk dimensi ulang penampang drainase (DJati Ki)
Hasil rencana dimensi ulang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9. Hasil Perhitungan Dimensi Ulang Saluran
No.
Nama Saluran
h
b
w
H
A
P
R
(m)
(m)
(m)
(m)
(m )
(m)
(m)
2
1.
Djati Ka
0,75
0,5
0,25
1,0
0,375
2,0
0,1875
2.
Djati Ki
0,90
0,6
0,30
1,2
0,540
2,4
0,2250
3.
Dkina Ka
0,75
0,5
0,25
1,0
0,375
2,0
0,1875
4.
Dkina Ki
0,75
0,5
0,25
1,0
0,375
2,0
0,1875
5.
Dppdyn Ka
0,90
0,6
0,30
1,2
0,540
2,4
0,2250
6.
Dbktms Ki
1,20
0,8
0,40
1,6
0,960
3,2
0,30
7.
Dglgr1 Ki
0,75
0,5
0,25
1,0
0,375
2,0
0,1875
8.
Dglgr3 Ka
0,75
0,5
0,25
1,0
0,375
2,0
0,1875
5.15. Perbandingan Dimensi Awal terhadap Dimesi rencana
Pada Tabel 5.10 dapat lihat perbandingan dimensi dilapangan terhadap dimensi yang sudah direncanakan berdasarkan penampang saluran ekonomis.
w H
h
b Gambar 5.7. Bentuk dimensi ulang penampang drainase
Tabel 5.10. Perbandingan Dimensi Awal dengan Dimensi Rencana
No.
Nama Saluran
Lebar ( b ) (m)
Tinggi Air ( h ) (m)
Tinggi Jagaan ( w ) (m)
Tinggi Drainase ( H ) (m)
Awal Rencana Awal Rencana Awal Rencana Awal Rencana
1.
Djati Ka
0,5
0,5
0,45
0,75
0,15
0,25
0,6
1,0
2.
Djati Ki
0,5
0,6
0,45
0,90
0,15
0,30
0,6
1,2
3.
Dkina Ka
0,4
0,5
0,375
0,75
0,125
0,25
0,5
1,0
4.
Dkina Ki
0,4
0,5
0,375
0,75
0,125
0,25
0,5
1,0
5.
Dppdyn Ka
0,5
0,6
0,45
0,90
0,15
0,30
0,6
1,2
6.
Dbktms Ki
0,7
0,8
0,6
1,20
0,2
0,40
0,8
1,6
7.
Dglgr1 Ki
0,5
0,5
0,45
0,75
0,15
0,25
0,6
1,0
8.
Dglgr3 Ka
0,5
0,5
0,45
0,75
0,15
0,25
0,6
1,0
Hasil perbandingan memperlihatkan bahwa untuk tinggi drainase ( H ), tinggi jagaan ( w ), tinggi air ( h ) ukuran dimensi rencana lebih besar dibandingkan ukuran dimensi awal. Untuk lebar ( b ) ukuran dimensi rencana lebih besar dibandingkan ukuran dimensi awal, kecuali pada saluran Djati Ka, Dglgr1 Ki, dan Dglgr3 Ka ukuran dimensi rencana sama dengan ukuran dimensi awal.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab – bab di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian didapat bahwa penyebab terjadinya genangan air yaitu saluran yang ada tidak mampu menampung debit aliran yang terjadi dengan 3
debit aliran untuk setiap saluran drainase bervariasi antara 0,03414 m /detik 3
hingga 1,30542m /detik, sedangkan kapasitas saluran existing juga bervariasi 3
3
antara 0,101 m / detik hingga 1,0312 m / detik, 2. Dari hasil penelitian didapat dimensi saluran yang mampu menampung dan mengalirkan debit aliran yang terjadi pada saluran drainase jalan jati lebar ( b ) = 0,6 m, tinggi permukaan air ( h ) = 0,90 m, tinggi jagaan ( w ) = 0,30 m, tinggi saluran ( H ) = 1,20 m . Untuk saluran lainnya yang tidak mampu menampung debit aliran maksimum, seperti saluran Dkina Ka, Dkina Ka, Dppdyn Ka, DBktms ki, Dglgr1 Ki, dan Dglgr3 Ka, juga dilakukan perencanaan ulang dimensi saluran. 6.2
Saran
Dari kesimpulan di atas penulis mencoba memberikan saran sebagai berikut : 1. Rencanakan drainase dengan benar sesuai dengan kondisi lapangan dan kebutuhan, sehingga air yang ada mengalir ke arah pembuangan yang telah ditentukan, 2. Agar saluran drainase dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, maka kepada masyarakat diharapkan untuk tidak membuang sampah ke dalam saluran, 3. Jika ingin mendapatkan peningkatan kapasitas saluran drainase maka diperlukan perawatan secara berkala.