Tremor dan rigiditas TREMOR
Tremor adalah gerakan osilatorik (repetitif dalam suatu ekuilibrium) ritmis yang involunter, dihasilkan oleh otot-otot yang kerjanya berlawanan satu sama lain (resiprokal). Keterlibatan otot agonis dan antagonis membedakan tremor dari klonus (klonik). Secara umum tremor dibagi menjadi tremor normal (fisiologis) dan tremor abnormal (patologis). Tremor fisiologis merupakan fenomena normal yang dapat terjadi dalam keadaan terjaga atau selama fase tertentu selama tidur. Frekuensinya berkisar 8-13 Hz (10 Hz), dan lebih rendah pada orang tua dan anak-anak. Tremor ini dihasilkan oleh getaran pasif akibat aktivitas mekanik jantung (balistocar (balistocardiogram). diogram). Sifat Sifat tremor tremor sangat halus halus dan tidak tidak dapat dilihat dilihat secara secara kasat mata. mata. Tremor fisiologis dapat ditingkatkan oleh kondisi emosi (takut, cemas) dan latihan fisik. Sedangkan tremor patologis (secara klinis kadang disebut tremor saja) memiliki ciri: disebabkan oleh hal-hal yang bersifat patologis, paling sering melibatkan otot-otot distal ekstremitas (khususnya jari dan telapak tangan), lalu otot-otot proksimal, kepala, lidah, rahang dan korda vokalis. Frekuensiya 4-7 Hz. Dengan bantuan EMG, tremor patologis dapat diklasifikasikan berdasarkan kekerapannya, hubungan dengan postur dan gerakan volunter, pola bacaan EMG pada otot yang yang bekerja berlawanan, serta respons terhadap pemberian obat tertentu.
Tabel 1. jenis-jenis tremor
Tremor Postural dan Aksi ( Postural Postural and Action tremor) tremor)
Tremor Postural dan Aksi ( kedua istilah ini sering dipertukarkan) terjadi ketika tubuh dan ekstremitas dipelihara (dipertahankan) dalam posisi tertentu terutama untuk menjaga postural dan melawan gravitasi (misal: merentangkan kedua lengan di depan dada). Karena untuk mempertahankan posisi tsb dibutuhkan kerja sejumlah otot ekstensor. Tremor ini dapat muncul pada gerakan aktif dan meningkat apabila kebutuhan gerakan semakin tinggi. Tremor menghilang apabila ekstremitas direlaksasi namun muncul kembali bila otot yang bekerja diaktifkan. Karakteristik tremor postural/aksi yakni adanya ledakan ritmis pada neuron motorik yang terjadi tidak secara sinkron dan simultan pada otot yang berlawanan, tidak seimbang dalam hal kekuatan dan periodenya. Tremor postural/aksi ini terbagi lagi menjadi beberapa tipe:
Tremor fisiologis yang meningkat ( enhanced physiological tremor ). Frekuensi sama dengan tremor fisiologis (10 Hz) dengan amplitudo lebih besar. Timbul apabila dalam keadaan takut, cemas (ansietas), gangguan metabolik (hipertiroid, hiperkortisol, hipoglikemik), feokromositoma, latihan fisik berlebih, penarikan alkohol/sedatif lainnya, efek toksik lithium, asam nikotinat, xantin (kopi, teh, aminofilin, cola), dan kortikosteroid. Bersifat transien dan dapat dipicul oleh injeksi epinefrin atau obat βadrenergik (isoproterenol). Didu ga akibat aktifitas reseptor β-adrenergik tremorgenik Tremor pada alkoholik. Tremor ini terjadi pada penarikan alkohol dan obat sedatif (benzodiazepin, barbiturat) setelah penggunaan yg cukup lama. Tremor esensial/familial. Ini adalah tremor tersering, frekuensi 4-8 Hz dengan amplitudo bervariasi dan tidak berhubungan dengan masalah neurologis (“esensial”). Tremor ini sering muncul pada anggota keluarga tertentu, mengisyaratkan adanya karakteristik ”familial”. Muncul pada usia akhir dekade kedua (walaupun juga dapat muncul sejak anak-anak). Seiring bertambahnya usia, frekuensi tremor berkurang namun amplitudo meningkat. Tremor terjadi pada lengan secara simetris, kepala, dan (jarang) rahang, bibir, lidah dan laring. Seperti yang lainnya, tremor ini dipengaruhi oleh emosi, aktifitas fisik dan kelelahan. Penyebab tremor esensial belum diketahui, diduga cerebelum berperan melalui jaras kortiko-talamo-cerebellar. Tremor polineuropatik, tremor ini terjadi pada pasien dengan kelainan demielinisasi dan polineuropati paraproteinemik. Karakteristik berupa tremor esensial kasar dan memburuk jika pasien diminta memegang dengan jarinya. Namun tidak seperti tremor organik lainnya, tremor ini berkurang jika diberikan beban pada ekstremitas yang terkena.
Tremor Parkinson
Merupakan tremor kasar dengan frekuensi 3-5 Hz, pada EMG terlihat ledakan aktifitas yang berganti-gantian (alternating) otot-otot yang bekerja berlawanan.Tremor pada awalnya hanya mengenai otot-otot distal asimetris. Pada penyakit Parkinson, tremor mungkin hanya satusatunya gejala (tanpa disertai akinesia, rigiditas, dan mask-like facies), walaupun tremor dapat juga muncul belakangan setelah gejala lainnya. Ciri khas tremor terjadi pada salah satu/kedua lengan bawah dan sangat jarang pada kaki, rahang, bibir dan lidah, terjadi jika lengan dalam sikap istirahat ( resting tremors) dan menghilang sejenak pada saat pindah sikap atau lengan ditopang dengan mantap.
Bentuk dari tremor Parkinson ini adalah fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi jari tangan, pronasisupinasi lengan bawah. Pada kaki terjadi gerakan fleksi-ekstensi lutut, pada rahang berupa gerakan membuka-menutup, pada kelopak terjadi gerakan berkedip-kedip dan pada lidah berupa gerakan keluar-masuk. Dalam keadaan fisiologis, untuk menghasilkan gerakan motorik impuls dari korteks harus melewati sejumlah sirkuit di ganglia basal. Proyeksi kortikal memasuki ganglia basal melalui striatum dan keluar melalui Globus Pallidus internus (GPi) dan Substansia Nigra pars reticularis (SNr). Sedang Globus Palidus eksternus (GPe) dan Nukleus Subtalamik (STN) memiliki efek eksitatorik terhadap GPi dan SNr. Dengan adanya proyeksi dopaminergik, maka efek eksitatorik terhadap GPi dan SNr ini dihambat melalui reseptor D1 di striata, sehingga memfasilitasi terbentuknya gerakan motorik kortikal yang sempurna dan inhibisi gerakan-gerakan yang tidak perlu. Pada keadaan patofisiologis kekurangan dopamin inhibitorik menyebabkan disinhibisi efek eksitatorik STN terhadap GPi dan SNr, akibatnya terjadi gangguan gerakan motorik dan munculnya gerakan-gerakan yang tidak perlu (tremor).
Tremor Intention (Ataxic)
Tremor Intention merupakan tremor yang timbul ketika pasien melakukan gerakan aktif, tertuju, dan presisi/fine (misalnya, menyentuh ujung hidung dengan jari telunjuk). Ciri khas tremor intention adalah tremor semakin jelas pada saat mendekati target yang dituju. Disebut “ataxic” karena disertai oleh ataxia cerebellar. Tremor menghilang pada saat tungkai tidak bekerja atau pada saat fase inisiasi memulai gerakan. Frekuensi 2-4 Hz. Penyebab tremor ini adalah kelainan pada cerebelum (lesi di nukleus interpositus, nukleus dentatus) dan koneksinya, terutama pada pedunkulus cerebelar superior. Tremor lainnya:
Tremor Palatal merupakan merupakan gerakan involunter, cepat dan ritmis daripada palatum mole. Ada dua jenis tremor palatal: tremor palatal essensial dan tremor palatal
simtomatis. Pada tremor palatal essensial terjadi aktivasi dari m. Tensor veli palatini tanpa ada penyebab patologis, menimbulkan bunyi klik dan berkurang pada saat tidur. Sedangkan tremor palatal simtomatis melibatkan m. Levator veli palatini dan terdapat lesi batang otak yang mempengaruhi jaras dentata-olivari. Frekuensi: 26-420 kali permenit (tremor essensial) dan 107164 kali permenit (tremor simtomatis). Tremor histerikal, terjadi pada pasien dengan gangguan histeria. Selain tremor gejala lainnya: rasa berat di tungkai, kram, sulit bernapas, palpitasi, rasa tercekik, berteriak seperti “kesakitan”, penurunan kesadaran, dll. Penyebabnya adalah stress. RIGIDITAS
Rigiditas merupakan peningkatan tonus otot sehingga menyebabkan resistensi pada saat dilakukan gerakan pasif, dan terlihat saat pemeriksa menggerakkan tungkai, leher atau tubuh pasien. Peningkatan resistensi terhadap gerakan pasif ini bersifat sama ke segala arah. Rigiditas terutama terjadi pada saat pasien dalam keadaan terjaga, walaupun terlihat tenang dan rileks. Pada rigiditas, refleks tendon tidak meningkat pada tungkai yang rigid, dan apabila bergerak tungkai tidak kembali ke posisi asal (seperti spastisitas). Rigiditas biasanya melibatkan semua kelompok otot, baik fleksor maupun eksternsor, tetapi terkadang lebih menonjol pada otot yang diperlukan untuk mempertahankan postur fleksi. Seperti spastisitas, rigiditas menunjukkan ambang yang lebih rendah untuk tereksitasi pada neuron motorik spinal dan kranial. Rigiditas akan semakin meningkat pada tungkai yang pasif apabila tungkai sisi kontralateralnya sedang berusaha melakukan gerakan aktif volunter. Rigiditas merupakan gejala yang menonjol pada penyakit ganglia basal, seperti Parkinson (tahap lanjut), penyakit Wilson, degenerasi striatonigral, palsy supranuklir progeresif, intoksikasi obat neuroleptik dan kalsinosis ganglia basal. Patofisiologi rigiditas pada penyakit Parkinson masih belum diketahui secara pasti. Namun pendapat lama mengemukakan adanya gangguan pada refleks regang ( long latency stretch reflex). Referensi
1. Ropper A, Brown R. Adams and Victor’s P rinciples of Neurology. 8th ed. US: The McGraw-Hill Company; 2005. p.55-97 2. Houston H, Rowland L, Rowland R. Merrit’s Neurology. 10th ed. US: LWW; 2000. 3. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. US: Thieme; 2004. p.62-3. 4. Santens P, Boon P, Van Roost D, Caemaert J. The Pathophysiology of motor symptoms in Parkinson’s disease. Acta neurol. Belg. 2003 [103];129-34