Tugas Modul 5, KB 3 1. Uraikan pendapat Anda disertai argumentasi yang mendalam yang berkaitan dengan Hubungan dalam bidang keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah!
Otonomi daerah seharusnya memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, termasuk dalam bidang keuangan. Namun dalam praktik, hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam bidang keuangan belum sepenuhnya mencerminkan prinsip otonomi seluas-seluasnya, kecuali pada daerah yang mampu memberikan tekanan politik kepada pemerintah pusat seperti Aceh dan Papua. Kontrol keuangan daerah sepenuhnya masih menjadi kewenangan pemerintah pusat, terutama terkait alokasi dana perimbangan. Akibatnya, sejumlah daerah penghasil atau daerah kaya sumber daya alam seperti Provinsi Riau belum bisa menikmati secara maksimal hasil alam yang ada di daerahnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proporsi alokasi dana perimbangan yang diterima daerah penghasil cenderung tidak sebanding dengan kekayaan alam yang telah dieksploitasi. Sementara beban dan tanggung jawab daerah semakin besar dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi. Alhasil, di Indonesia masih banyak ditemui daerah yang kaya sumber daya alam, tetapi infrastruktur masih terbatas, tingkat kemiskinan masih tinggi hingga kesejangan sosial dan ekonomi yang semakin melebar. Banyak daerah penghasil sumber daya alam merasa tidak diperlakukan secara adil oleh pemerintah pusat, sehingga situasi ini sering memicu munculnya konflik di tengah-tengah masyarakat yang pada akhirnya dapat me ngancam keutuhan bangsa Indonesia. Selain itu, dari sisi regulasi, pasal 15 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa hubungan bidang keuangan antara pemerintah pusat dan daerah meliputi : (1). Pemberian sumbersumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. (2). Pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintaha daerah, dan (3). Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah. Bila disimpulkan dari Pasal 15 ayat (1) yang terdapat kata- kata “pemberian” “pemberian”, artinya keuangan daerah bukan bersumber dari pendapatan sendiri, akan tetapi uang yang diserahkan dari pusat ke daerah berasal dari subsidi. Kemudian uang yang diserahkan itu untuk “menyelenggarakan urusan pemerintahan” . Dari kalimat tersebut, secara jelas tidak aka nada daerah yang benar-benar mandiri, khususnya dalam pengelolaan keuangan. Karena itu, persoalan tersebut harus diubah agar keutuhan negara Indonesia tetap terjaga dan terciptanya suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat (daerah) Indonesia, bukan keadilan yang terkonsentrasi pada elit penguasa dan keadilan yang mensejahterakan beberapa golongan belaka. Karena salah satu tujuan utama dilaksanakannya otonomi daerah di Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Uraikan pendapat Anda disertai argumentasi yang mendalam yang berkaitan dengan Hubungan dalam bidang kewenagan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah!
Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang kewenangan mengalami banyak perubahan sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penye lenggaraan pemerintahan daerah.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, klasifikasi urusan pemerintahan terdiri dari 3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi serta daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Adanya pembagian 3 urusan ini menimbulkan hubungan yang baru antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, apalagi dalam pelaksanannya ada skala prioritas urusan pemerintahan yang harus dilaksanakan. Pembagian urusan kewenangan tersebut dikontrol oleh pemerintah pusat dengan menerapkan norma, standar, prosedur dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pemerintah pusat melaksanakan pembinaan serta pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi ke wenangan daerah. Dasar dari lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini adalah mengoreksi permasalahan yang terjadi dalam penyelengaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam undangundang sebelumya. Berbagai permasalahan tersebut sering kali multi tafsir antar pemangku kepentingan sehingga menjadi salah satu sumber konflik dalam struktural pemerintahan. Otonomi luas yang diwujudkan dalam 31 urusan menimbulkan keterbatasan pembiayaan yang menyebabkan banyak daerah mengalami kesulitan. Keadaan tersebut semakin rumit dengan adanya tendensi daerah membuat struktur organisasi yang gemuk akibat tekanan birokrasi melalui tambahan jabatan yang memicu meningkatnya kebutuhan pegawai serta meningkatnya biaya aparatur. Sementara, pengalaman menunjukkan hampir semua daerah persentase Pendapatan Asli Daerah (PAD) relatif kecil. Meski demikian, apabila mencerna substansi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, hal yang paling mendasar adalah hilangnya prinsip otonomi yang menyebabkan daerah otonom kehilangan dasar pandangan hukum. Kehadiran undang-undang ini justru mengabaikan kehendak otonomi daerah dan lebih mengedepankan semangat efisiensi dan efekvitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, dengan lebih memperhakan aspek-aspek hubungan antara pusat-daerah dan antar daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Selain itu, pengaturan hubungan pusat dengan daerah sebagian besar mereduksi kewenangan bupati atau walikota untuk membangun daerah dan melayani rakyatnya. Kewenangan tersebut ditarik dan diberikan kepada gubernur, bahkan untuk beberapa kewenangan dikembalikan kepada pemerintah pusat. Hal ini memiliki tendensi upaya resentralisasi kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sangat berlawanan dengan semangat amendemen Pasal 18 UUD 194 5.
3. Uraikan pendapat Anda disertai argumentasi yang mendalam yang berkaitan dengan Hubungan dalam bentuk pembinaan dan pengawasan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah!
Salah satu permasalahan otonomi daerah di Indonesia adalah terkait pembinaan dan pengawasan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Padahal efektifitas pembinaan dan pengawasan menjadi salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Ini pula yang menjadi salah satu dasar lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Sebagai pemegang tanggung jawab akhir pemerintahan, pemerintah pusat memegang kendali sebagai pembuat norma, standar dan prosedur. Persoalannya, meskipun pemerintah daerah merupakan bagian dari pemerintah pusat, sejauh ini, pembinaan dan pengawasan antar jenjang pemerintahan yang mengedepankan reward and punishment belum berjalan sebagaimana mestinya. Padahal, efektivitas fungsi pembinaan dan pengawasan menjadi penentu agar konsepsi otonomi daerah dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika mampu diwujudkan. Sejauh ini gambaran yang tampak justru masing-masing daerah seolah berjalan sendiri-sendiri. Tidak sedikit daerah yang memunculkan “raja-raja kecil” dan praktik politik dinasti atau kekerabatan politik. Fenomena ini menunjukkan bahwa otonomi daerah yang mengacu pada konstitusi dan NKRI cenderung dimaknai secara berbeda oleh daerah-daerah. Karena itu, pembinaan dan pengawasan perlu dilakukan dengan cermat dan efektif, sebagai upaya untuk menjamin terlaksananya pembangunan daerah yang terintegrasi, merata, dan sinergis dalam bingkai negara kesatuan. Pembinaan yang dilakukan oleh pusat terhadap daerah dapat mencakup aspek politik, administratif, fiskal, ekonomi dan sosial budaya. Pada aspek politik, pembinaan dapat difokuskan pada penguatan lembaga perwakilan rakyat daerah bersamaan dengan lembaga pemberdayaan masyarakat. Pada aspek administratif, pembinaan dapat difokuskan pada penegasan pembagian urusan pemerintahan, serta kewenangan pengelolaannya, terutama berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran. Pada aspek fiskal, pembinaan dapat berfokus pada peningkatan pendapatan asli daerah seiring dengan pelaksanaan kebijakan transfer dan pinjaman yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pada aspek ekonomi, pembinaan dapat berfokus pada pembangunan ekonomi daerah, yang dapat menjamin kemungkinan berlangsungnya privatisasi dalam pelaksanaan urusan pemerintahan daerah. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembinaan dunia usaha dan koperasi. Sedangkan pada aspek sosial budaya, pembinaan dimaksudkan untuk mendorong kemampuan pemerintahan daerah dalam membangun kehidupan masyarakat dengan kesadaran berkewarganegaraan yang tinggi. Sedangkan pengawasan bertujuan untuk menjamin agar kegiatan pelaksanaan rencana sesuai dengan spefisikasi yang telah ditentukan, baik yang bersifat substansial maupun prosedural. Dengan pengawasan diharapkan tujuan yang tercapai benar-benar dapat membangun kondisi yang diinginkan secara efisien dan efektif. Dalam konteks keberadaan daerah otonom, pengawasan berperan sebagai penjamin terbangunnya daerah yang maju, terciptanya keadilan regional, dan terwujudnya masyarakat yang sejahtera dalam bingkai sistem dan kepentingan nasional.