ABSES FOLIKEL RAMBUT DAN KELENJAR SEBASEA Anatomi Dan Fisiologi Folikel Rambut Dan Kelenjar Sebasea ANATOMI
Kelenjer palit ( glandula sebasea) terletak dis eluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjer palit disebut juga kelenjer holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjer ini berasal dari dekomposisi sel- sel kelenjer. Kelenjer palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut ( folikel rambut ). Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester , dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada anak- anak jumlah kelenjer palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif.
Gambar 1. Letak folikel rambut dan kelenjar sebasea
HISTOLOGI
Kelenjar sebasea merupakan struktur unilobular atau multi lobular yang biasanya berhubungan dengan folikel rambut. Kelenjar sebasea ini mengandung kelenjar asini yang berhubungan dengan duktus eksretori yang tersusun dari epitelium skuamosa yang berlapis-lapis. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat.
Gambar 2. Histologi dari kelenjar sebasea Lokasi
Kelenjar sebasea berhubungan dengan folikel yang berada di seluruh tubuh. Bisa juga ditemukan ditempat ditempat yang tidak berambut, yaitu di kelopak kelopak mata ( kelenjar meibom), puting payudara ( kelenjar montgomery ),dan di sekitar alat kelamin ( Kelenjar Tyson). Hanya di telapak tangan dan kaki yang tidak ada folikel rambut dan kelenjar sebasea. Di lapisan epitel mulut kadang teradapat kelenjar Fordyce’s yang dapat diihat dengan mata tel anjang karena ukurannya yang cukup besar (2-3 mm). Duktus dari kelenjar sebasea terbuka secara langsung di permukaan epitel mulut.
FISIOLOGI Sebum
Pada sebum manusia yang dihasilkan dari kelenjar sebasea, mengandung squalen, kolesterol, ester kolesterol, wax ester, dan trigliserida. Enzim dari bakteri yang menghidrolisis trigliserida menghasilkan asam lemak bebas,
sehingga lemak yang keluar dari saluran folikel rambut memiliki komposisi yang berbeda dengan kelenjar sebasea ( adanya ad anya tambahan monogliserida dan digliserida ). Berikut kompisisi kompisisi dari sebum :
diambil dari : Akne and Its Teraphy by Guy F.Webster DAN Antony V. Rawlings. Fungsi Sebum
Fungsi sebum pada manusia sendiri belum diketahui. Tapi dapat dipasikan bahwa Sebum merupakan faktor utama dari penyebab akne. Beberapa ahli berpendapat bahwa sebum mengurangi terjadinya proses hilangnya cairan dari kulit dan menghaluskan dan melembutkan kulit. Sebum telah terbukti dapat melindungi kulit dari infeksi seperti bakteri, jamur, karena mengandung imunoglobulin A yang disekresi dari kebanyakan kelenjar eksorkrin. Sekresi sebum meningkat saat mencapai pubertas yan dipengaruhi oleh androgen dan seiring dengan pembesaran kelenjar sebasea. Pada pria sekresi sebum dapat mencapai usia 80 tahun, pada wanita hanya hanya sampai 60 tahun ( setelah menopause). Pada orang tua, kelenjar sebasea mengalami hiperplasia tetapi sekresi sebum tidak meningkat. a. Faktor perangsang produksi Sebum
Androgen
Telah diketahui bahwa untuk produksi sebum, kelenjar sebasea memerlukan hormon Androgen. Pasien yang memiliki keadaan genetik pada androgen reseptor, tidak mempunyai sebum dan akne.
Retinoid
Isotretinoin adalah zat kimia yang paling ampuh dalam menginhibisi produksi dari sebum. Hal ini dapat terlihat hasilnya dalam 2 minggu setelah pemakaian. Kelenjar sebasea menjadi kecil, dan lemak yang dihasilkan dari kelenjar sebasea pun berkurang.
Melanokortin
Pada binatang mencit melanokort meningkatkan produksi sebum. Rekayasa genetik yang dilakukan pada tikus dengan kekurangan reseptor melanokortin-5 mengalami hipoplasia dari kelenjar sebasea sehingga produksi sebum berkurang. Reseptor melanokortin-5 pada manusia telah teridentifikasi pada kelenjar sebasea, dimana produksi sebum dapat dimodulasi.
Peroxisom Proliferator-Activated Receptors (PPRAs)
PPRAs mirip dengan reseptor retinoid. Setiap resepetor membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid X untuk mentranskiripsikan gen-gen yang bersangkutan metabolisme lemak dan proliferasi dan diferensiasi seluler.
Fibroblast Growth Factor Receptors
FGFR 1 dan FGFR 2 terdapat di epidermis kulit dan jaringan penyangga kulit. FGFR 2 memiliki peran penting dalam embriogenesis pada formasi kulit. Mutasi pada FGFR 2 menyebabkan Apert syndrom yang biasanya disertai akne, tetapi prosesnya sendiri masih tidak diketahui.
Estrogen
Estrogen dapat mengurangi proses lipogenesis. Estrogen sendiri bekerja sebagai inhibitor Androgen dan gonad via hipofisis. Pada Terapi Pengganti Hormon (TPH) dapat meningkatkan produksi lemak pada kulit, dimana tergantung Hormon dominan mana yang diberikan.
TPH ini dapat merefleksikan efek dari Progesteron, dimana Esterogen itu sendiri menekan produksi sebum.
Progesteron
Efek
progesteron
terhadap
produksi
sebum
masih
kontradiksi. Pada wanita menstruasi, peningkatan sekresi sebum dianggap sebagai efek dari progesteron.
DEFINISI
Abses folikel rambut dan kelenjar sebasea yaitu suatu keadaan dimana terdapatnya pus atau nanah pada folikel rambut dan kelenjar sebasea yang disebabkan oleh proses perdangan atau inflamasi. Adanya beberapa penyakit yang dapat menimbulkan abses pada foikel rambut dan kelenjar sebasea yaitu folikulitis, furnkel dan karbunkel. Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut atau folikel rambut,
yang
umumnya
di
sebabkan
oleh
bakteri
gram
positif
staphylococcus aureus. Berdasarkan lokasinya dalam jaringan, kulit folikulitis folikulitis terbagi atas 2 jenis yaitu : 1. Folikulitis superfisialis Folikulitis Superfisialis adalah radang folikel rambut dengan pustul berdinding tipis pada orifisium folikel yang terbatas pada epidermis. 2. Folikulitis Profunda Folikulitis Profunda adalah radang folikel rambut dengan pustul perifolikular kronik yang di tandai dengan adanya papul, pustul dan sering terjadi rekurensi, merupakan folikulitis piogenik dengn infeksi yang meluas kedalam folikel rambut sampai subkutan
Furunkel dan Karbunkel
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat.
Jika
lebih
dari
satu
tempat
disebut
furunkulosis.
Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya.Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh Staphylococcus aureus, yang disertai oleh peradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak bawah kulit.Karbunkel merupakan gabungan beberapa furunkel yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan subkutan yang padat.
Akne Vulgaris (AV)
Akne Vulgaris (AV) adalah peradangan kronis dari pilosebasea. Pilosebasa sendiri termasuk Folikel rambut, duktus sebasea, dan kelenjar
sebasea.
Akibat
dari
peradangan
pada
hal
ini,
mengahasilkan komedo, papul, pustul, kista, bahkan sampai “skar”. Lokalisasi dari AV sendiri bisa di wajah, punggung, dada, dan daerah anogenital.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosialekonomi. Folikulitis dan furunkel dapat mengenai semua umur, tetapi le bih sering di jumpai pada anak – anak dan juga tidak di pengaruhi oleh jenis kelamin. Jadi pria dan wanita memiliki angka resiko yang sama untuk terkena folikulitis dan furunkel, dan folkulitis lebih sering timbul pada daerah panas atau beriklim tropis.
Furunkel dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, insiden terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Setiap orang memiliki potensi terkena penyakit ini, namun beberapa orang dengan penyakit diabetes, sistem imun yang lemah, jerawat atau problem kulit lainnya memiliki resiko lebih tinggi. Akne vulgaris biasanya mengenai remaja. Pria dan wanita memiliki derajat yang sama biasanya mengenai usia 12 dan 14 tahun, dimana wanita lebih pertama kali terkena lebih dahulu. Usia puncak untuk derajat keparahan pada wanita adalah 16-17 tahun dan laki-laki 17-19 tahun. Pada penelitian yang lebih lanjut, AV bukan hanya dapat menyerang remaja tetapi dapat menyerang bayi dan orang tua (usia 40 tahun). ETIOLOGI Folikulitis
Abses sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya. Setiap rambut tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu kantung kecil di bawah kulit. Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat pada seluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane mukosa bibir. Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas dan keringat berlebihan yang menutupi dan menyumbat saluran folikel rambut. Bisa juga di sebabkan oleh gesekan saat bercukur atau gesekan pakaian pada folikel rambut maupun trauma atau luka pada kulit. Hal ini merupakan port de entry dari berbagai mikroorganisme terutama staphylococcus aureus sebagai penyebab folikulitis. Folikulitis, dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang.
Furunkel dan karbunkel
Furunkel maupun karbunkel disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bulat
(coccus),
memiliki
diameter
0,5
– 1,5
µm,
memiliki
susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase positif dan pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu. S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang luas,
dan
dapat
hidup
pada
konsentrasi NaCl sekitar
3 Molar.
Habitat alami S. aureus pada manusia adalah di daerah kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, S. aureus tidak bersifat patogen. Abses sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus . Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya. Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi penderita. Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor predisposisi antara lain, alcohol, malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus.
Akne vulgaris
1. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea yang menyebabkan terjadinya komedo tertutup (whiteheads) atau terbuka (blackheads) (berikut akan dijelaskan mengenai komedo). 2.
Meningkatnya sekresi sebum.
3. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada saluran sebasea. 4. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.
Faktor Pencetus
Banyak faktor pencetus yang menyebabkan akne yaitu :
Hormon Hormon Androgen merupakan pencetus utama meningkatnya sekresi sebum pada laki dan perempuan.
Diet Faktor makanan terutama makanan yang manis seperti permen, coklat, dianggap oleh beberapa dokter dan pasien sebgai pencetus terjadinya AV. Tetapi berdasarkan penelitian tidak ada korelasi yang bermakna antara AV dan diet. Menurut penelitian, coklat bukan sebagai faktor pencetus AV. Studi lain mengatakan bahwa ada hubungan antara intak susu dan AV.
Berkeringat Sampai 15% pada pasien dengan AV memiliki riwayat bekeringat yang banyak terutama di tempat panasdan pekerjaan; seperti koki.
Faktor eksternal Oil, seperti minyak sayur atau minyak oli yang dapat menyebabkan terjadinya ‘folikulitis oil’. Menyebabkan terjadinya lesi seperti AV. Ter, DDT, Kosmetik
yang
mengandung komedogenik oil.
Iatrogenik Kortikosteroid, menyebabkan
baik
topikal
hiperkeratosis
maupun pada
sistemik,
dapat
pilosebaseus
yang
akhirnya menyebabkan AV.
Stress Menurut hasil penelitian, sebanyak 55% dari pasien yang datang dengan keadaan dermatologi, mengeluhkan adanya AV yang meluas di wajah mereka yang berkaitan dengan stress. Tidak ditemukannya adanya korelasi antara stress dengan AV. Hasil data terbaru mengatakan bahwa kelenjar
sebasea memiliki reseptor neuropeptida, dimana reseptor ini bertanggung jawab atas terjadinya inflamasi, proliferasi, dan produksi dari sebum.
Merokok Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok mengandung asam arakidonat yang tinggi dan aromatik hidrokarbon polisiklik yang menginduksi jalur inflamasi fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat merangsang sintesis asam arakidonat.
Radiasi UV Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok mengandung asam arakidonat yang tinggi dan aromatik hidrokarbon polisiklik yang menginduksi jalur inflamasi fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat merangsang sintesis asam arakidonat.
PATOFISIOLOGI Folikulitis
Secara umum, hampir 20% populasi manusia membawa bakteri Staphylococcus aureus dalam tubuh mereka. Lokasi yang paling sering adalah hidung, aksila dan perineum. Staphylococcus aureus memproduksi beberapa toksin yang dapat meningkatkan kontribusi untuk invasi dan membantu mempertahankan kehidupan stafilokokus dalam jaringan. Produk-produk yang dihasilkan di dinding sel bakteri ini menimbulkan berbagai efek pada sistem kekebalan tubuh penderita. Produk-produk yang dihasilkan pada dinding sel ini adalah asam teichoic, peptidoglycan dan protein A. Protein A ini membantu pelekatan bakteri pada sel host. Selanjutnya, bakteri akan terikat pada porsi Fc dari IgG sebagai tambahan pada fragmen Fab pada IgE. Pada follikulitis superfisial, populasi sel neutrofil dapat memfiltrasi pada bagian infundibulum pada
folikel rambut dan mencetuskan suatu infeksi. Ini merupakan satu contoh yang disebut sebagai suatu invasi secara langsung.
Gambar 3. Folikulitis
Furunkel dan Karbunkel
Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus yang merupakan flora residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit. Selanjutnya, bakteri tersebut berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin TNF ( tumor necrosis factor ) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan inflamasi dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah putih, bakteri dan sel kulit yang mati. Wabah furunkulosis terbaru disebabkan oleh strain tertentu oleh staphylococcus telah ditemukan. Kebanyakan dari ini dikaitkan dengan
infeksi staphylococcus pada komunitas. Pada suatu studi di Prancis, pasien dengan furunkulosis menunjukkan adanya staphylococcus pada kebanyakan pemeriksaan swab, dan 42% dari yang tersembunyi memiliki gen PantonValentine-Leokucidin (PVL).Furunkel biasanya merupakan vellus type. Mekanisme
patologi
pastinya
bagaimana
Staphylococcus
Aureus
membentuk abses masih belum jelas, tapi injeksi PVL pada kulit kelinci menghasilkan lesi nekrotik. Ini mengindikasikan bahwa produksi sitotoksin dapat mempengaruhi terjadinya folikulitis. Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah. Lalu benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning (membentuk pustula). Furunkel bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan nanahnya, kadang mengandung sedikit darah.Pembentukan karbunkel terjadi lebih lambat dibandingkan furunkel. Beberapa furunkel bersatu membentuk massa yang lebih besar, yang memiliki beberapa titik pengaliran nanah. Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya dan bisa ditularkan ke orang lain.Karbunkel yang pecah akan mengeluarkan nanah lalu mengering dan membentuk keropeng. 1
Gambar 4. Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut.
Akne Vulgaris
Kelenjar Sebasa mengandung sel holokrin yang menghasilkan sebum. Patogenis utama terjadinya AV adalah :
a. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea yang menyebabkan terjadinya komedo tertutup ( whiteheads) atau terbuka (blackheads) (berikut akan dijelaskan mengenai komedo). b.
Meningkatnya sekresi sebum.
c. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada saluran sebasea. d. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.
Gmb 5 : Kelenjar Pilosebasea
PEMBENTUKAN KOMEDO
Peristiwa yang pertama kali muncul pada jerawat adalah pembentukan komedo, teradapatnya sumbatan pada folikel, dimana disebut terbuka bila terlihat bintik putih di folikuler orifisea dan tertutup bila tidak
terlihat bintik hitam.
Gmb 6 : komedo hitam dan putih.
Komedo hitam sering disangka sebagai partikel debu oleh orang awam, melainkan melanin yang teroksidasi. Pembentukan komedo dimulai dari deskuamasi yang abnormal dari lapisan folikel. Epitel tidak rontok sebagai partikel halus, melainkan terlepas dalam bentuk lembaran yang tidak bisa keluar melalui lubang pada folikel, maka itu terjadi sumbatan. Penyebab terjadinya deskuamasi epitel yang abnormal masih belum diketahui. Sekresi sebum bukan faktor dari pembentukan komedo. Terdapat beberapa faktor yang diduga sebagai pencetus komedo, yaitu agen fisik contohnya sinar matahari yang pernah di teliti pada
kuping
kelinci;sunblock;cocoa
menyebabkan inflamasi.
powder,
infeksi
dari
bakteri
yang
Gmb 6 : Deskuamasi yang abnormal dari lapisan folikel
BAKTERI
Mikroflora tergantung dari masa pubertas. Sebelum meningkatnya produksi hormon kelenjar sebasea belum aktif dan populasi bakteri di kulit masih rendah. Folikel yang steril menjadi tempat perkembangan dari dari Propionibacterium acnes, anaerob, dan memetabolisme trigliserida yang merupakan fraksi dari gliserol. Trigliserida merupakan sumber makanan untuk populasi bakteri ini. P. Acnes ini tidak dit emukan pada hewan, karena sebum pada hewan tidak mengandung Trigliserida. P. acnes
menimbulkan peradangan pada kulit yang merupakan
faktor terjadinya AV. Predileksi tempat dengan kelenjar sebasea yang terbanyak dan paling aktif terletak di wajah, tubuh bagian atas, dan lengan. Aktifitas kelenjar sebasea di extermenitas bawah sangat sedikit, sehingga sangat sedikit sekali populasi dari P.acnes dan terjadinya AV, tidak ada.
PERADANGAN PADA KELENJAR SEBASEA
P. acnes merupakan aspek terpenting dalam menimbulkan reaksi peradangan pada kelenjar sebasea. P.acnes membuat substansi kemotaktik yang menarik neutrofil dan monosit, yang nantinya akan menghasilkan peptida-petida dengan berat molekul yang kecil. Komponen ini menjadi salah satu faktor terjadinya inflamasi. Lipase yang memecahkan trigliserida di sebum juga merangsang datangnya leukosit.
MENINGKATNYA PRODUKSI SEBUM
Fungsi dari sebum pada manusia sebenarnya belum diketahui. Beberapa peneliti mengatakan bahwa sebum berfungsi untuk mengurangi terjadi hilangnya cairan dalam kulit dan menjaga kulit tetap lembut, halus. Tetapi sebum ini merupakan faktor predisposisi terjadinya AV.
MANIFESTASI KLINIS Folikulitis
Secara umum folikulitis menimmbulkan rasa gatal seperti te rbakar pada daerah rambut. Gejala konstitusional yang sedang juga dapat muncul pada folikulitis seperti badan panas, malaise dan mual. Pada folikulitis superfisialis gambaran klinisnya di tandai dengan timbulnya rasa gatal dan agak nyeri, tetapi biasanya tidak terlalu menyakitkan hanya seperti gigitan serangga, tergores atau akibat garukan dan trauma kulit lainnya. Kelainan di kulitnya dapat berupa papul atau pustul yang erimatosa yang dan di tengahnya terdapat rambut dan biasanya multiple serta adanya krusta di sekitar daerah inflamasi. Tempat predileksi biasanya pada tungkai bawah. Folikulitis superfisialis ini dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari tanpa meninggalkan jaringan parut. Pada folikulitis profunda gambaran klinisnya hampir sama seperti folikulitis superfisialis. Folikulitis profunda ini terasa sangat gatal yang di sertai rasa terbakar serta teraba infiltrat di subkutan yang akhirnya dapat meninggalkan jaringan parut apabila taelah sembuh.
Gambar 7. Efloresensi folikulitis Furunkel dan Karbunkel Bakteri masuk ke dalam folikel rambut sehingga tampak sebagai nodus kemerahan dan sangat nyeri. Pada bagian tengah lesi terdapat bintik kekuningan yang merupakan jaringan nekrotik, dan disebut mata bisul (core). Apabila higinis penderita jelek atau menderita diebetes militus, furunkel menjadi sering kambuh. Predileksi penyakit ini biasanya pada daerah yang berambut misalnya pada wajah, punggung, kepala, ketiak, bokong dan ekstrimitas, dan terutama pada daerah yang banyak bergesekan. Mula-mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut, kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus keluar dengan meninggalkan sikatriks. Awal juga dapat berupa macula eritematosa lentikular setempat, kemudian menjadi nodula lentikular setempat, kemudian menjadi nodula lentikuler-numular berbentuk kerucut . Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya di hidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala kostitusional yang sedang, seperti panas badan, malaise, mual. Furunkel dapat timbul di banyak tempat dan dapat sering kambuh. Predileksi dari furunkel yaitu pada muka, leher, lengan, pergelangan tangan, jari-jari tangan, pantat, dan daerah anogenital.
Akne Vulgaris Riwayat perjalanan penyakit
Kebanyakan pasien dengan AV datang dengan lesi onset yang bertahap saat memasuki masa puber. Beberapa kasus dapat ditemukan pada neonatus atau bayi. Karena AV lesinya yang bertahap, onset yang tiba-tiba, praktisi harus mencari dasar etiologi tersebut. Lokasi
Tempat predileksi AV adalah di muka, bahu, dada bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang terkena. AV memiliki lesi polimorfik. Lesi bisa inflamasi dan non inflamasi. Lesi Non-inflamasi adalah komedo, dimana bisa terbuka (komedo hitam) atau yang tertutup (komedo putih). Lesi Inflamasi yaitu papulopustular, papulonodular, nodulokistik, Akne Konglobata. Komedo hitam tampak sebagai lesi yang datar atau sedikit menonjol dengan bagian tengahnya hitam. Komedo putih mungkin tampak sukar untuk dapat dilihat karena letaknya lebih dalam dan tidak mengandung unsur melanin. Gambarannya bisa pucat, sedikit menimbul, papul-papul kecil. Peregangan kulit dapat membantu untuk mendeteksi lesi.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Pada folikulitis superfisial biasanya inflamasi terkena pada folikel rambut di daerah kulit kepala, dagu, ketiak dan ektremitas. Kelainan kulit diawali dengan pustul pada folikel rambut. Pustul pecah diikuti pembentukan krusta. Erupsi papulopustular umumnya terlokalisir. Sering disertai dengan
keluhan pruritus dan secara klinisnya penderita tidak akan merasakan nyeri serta pustul yang tumbuh akan membaik sendiri.
Pemeriksaan lab
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pewarnaan Gram, preparat KOH, dan kultur. Pada pewarnaan Gram didapatkan coccus gram positif. Preparat KOH digunakan untuk mengidentifikasi spesies jamur. Golongan dermatofit dapat diidentifikasi dari gambaran hifa dan spora, M. furfur diidentifikasi dengan adanya bentuk ragi multipel dan Candida dengan bentuk miselial. Kultur digunakan untuk menentukan organisme penyakit, yaitu bakteri, jamur atau pun virus. Untuk kasus folikulitis relaps yang kronis, perlu dilakukan kultur dari swab hidung dan perianal untuk mengidentifikasi adanya S. aureus. Pemeriksaan histopatologi
Secara histologis, pada kasus folikulitis superficial terdapat infiltrasi sel-sel inflamasi di ostium folikuler dan di daerah folikel bagian atas. Dalam kebanyakan kasus, peradangan awalnya terdiri dari neutrofil dan kemudian menjadi lebih beragam dengan penambahan limfosit dan makrofag. Apabila infeksi adalah penyebab terjadinya folikulitis, maka berbagai organisme dapat diidentifikasi dalam folikel.
Gambar 10. Folikulitis Superficial dengan neutrofil terkonsentrasi pada bagian atas folikel.
Furunkel dan Karbunkel
Diagnosis dapatditegakkan secara klinis, yaitu berdasarkan gambaran klinisnya yang khas. Tetapi untuk lebih menegakkan diagnosis bias dari segi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Furunkel dimulai dengan nodul folikulosentrik yang keras, lunak, merah (kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, di tengahnya terdapat pustul) pada daerah yang terdapat bulu (hair-bearing ) dan biasanya menjadi besar serta dirasakan nyeri. Biasanya akan menghilang sendiri dalam masa 7-10 hari tanpa meninggalkan bekas (tidak menjadi merah dan tidak nyeri). Apabila terjadinya ruptur, pus dan sel-sel nekrotik akan keluar. Furunkel pada daerah bokong biasa ditemukan dalam bentuk lesi yang soliter atau lesi yang multipel. Karbunkel biasanya pertama muncul sebagai tonjolan yang nyeri, permukaannya halus, berbentuk kubah dan berwarna merah. Tonjolan tersebut biasanya juga indurasi. Ukuran tonjolan tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai diameter 3-10 cm atau bahkan lebih. Supurasi terjadi setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar yang multipel (multiple follicular orifices). Demam
dan malaise sering muncul dan pasien biasanya tampak sakit berat. Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi.Walaupun beberapa karbunkel menghilang setelah beberapa hari, kebanyakan memerlukan waktu dua minggu untuk sembuh. Jaringan parut permanen yang terbentuk biasanya tebal dan jelas.
Gambar 8. Furunkel pada bibir atas. Lesinya nodular dan sumbatan nekrotik pusat ditutupi oleh kerak purulen. Beberapa pustul kecil terlihat di lateral pusat lesi tersebut.
Gambar 9. Karbunkel. Lesi ini menampakkan multipel furunkel yang berkumpul dan mengandung pus.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis furunkel dan karbunkel ialah dermapatologi,
pewarnaan
Gram,
kultur
bakteri,
dan
sensitivitas
antibiotik.Furunkolosis dan karbunkel yang tidakbisamembaik di hubungkan dengan penyakit leukositosis. a) Furunkel Terlihat
abses
perifolikuler
setempat.
Pembuluh
darah
setempat
mengalami dilatasi dan tempat terinfeksi diserang oleh leukosit polimorfonuklear. Terjadi nekrosis kelenjar dan jaringan sekitar, membentuk inti yang di kelilingi oleh daerah dilatasi vaskuler, leukosit, dan limfosit.
Gambar 11. Histopatologi furunkel b) Karbunkel Terdapat abses folikuler dan perifolikuler multipel yang kemudian membentuk massa nekrotik yang luas, terjadi reaksi radang yang jelas di sekitar intinekrotik di dalam jaringan ikat yang mendasarinya dan di dalam lemak subkutan.
Gambar 12. Histopatologi karbunkel
Pewarnaan gram akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif) dan kultur bakteri pada medium agar darah domba memberikan gambaran koloni yang lebar (6-8 mm), permukaan halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji sensitivitas antibiotik diperlukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat. .
Gambar 13. Hasil Kultur S. aureus dalam Medium MSA. Akne Vulgaris
Diagnosa akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohlesasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan ekstraktor komedo (sendok Unna). Sebum dapat tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lunak seperti nasi yang ujungnya kadang
berwarna
hitam.
Pemeriksaan
histopatologis
tidak
memperlihatkan gambaran yang spesifik berupa sebukan sel radang pada pilosebasea. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap jasad renik yang memiliki peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium
mikrobiologi.
Namun hasilnya
sering tidak
memuaskan. Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak
bebas meningkat dan oleh karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.
2.4 PENATALAKSANAAN Folikulitis
Folikulitis kadang dapat sembuh sendiri setelah dua atau tiga hari, tetapi pada beberapa kasus yang persisten dan rekuren perlu penanganan. 1. Umum Cukup dengan menjaga kebersihan diri terutama kulit, menghindari garukan dan faktor pencetus seperti gesekan pakaian atau mencukur dan luka atau trauma. 2. Khusus, terbagi 2 yaitu secara tropikal dan secara sistemik :
Topikal, dapat di berikan antibiotik misalnya (2) : 1. Kemicetin salap 2 % 2. Kompres PK 1/ 5000 solusio sodium chloride 0,9 %( jika ada eksudasi) 3. Salep natrium fusidat.
Sistemik, dapat diberikan :
(1)
Antibiotik (umumnya di berikan 7 – 10 hari) misalnya : 1. Penisilin dan semisintetiknya. a. Penisilin G prokain injeksi 0,6 – 1,2 juta IU, IM selama 7 – 14 hari, 1 – 2 kali/ hari. b. Ampisilin 250 – 500 mg/ dosis, 4 kali/ hari c. Amoksisilin, 250 – 500 mg/ dosis, 3 kali/ hari d. Kloksasilin ( untuk staphylococcus yang kebal penisilin), dosis 250 – 500 mg, 4 kali / hari. e. Dikloksasilin ( untuk staphylococcus yang kebal penisilin), dosis 125 – 250 mg, 3 -4 kali/ hari.
2. Eritromisin 250 – 500 mg 3 – 4 kali/ hari(dewasa) dan 12, 5 – 25 mg/kbBB/ dosis 3 – 4 kali/ hari(anak). 3. Klindamisin 150 – 300 mg 3 – 4 kali/ hari (dewasa) dan 8 – 20 mg/ kgBB/ dosis 3- 4 ksli/ hsri(anak). Penggunaan antiseptik dapat di berikan sebagai terapi tambahan ( misalnya : Chlorhexidine) tetapi jangan di gunakan tanpa pemberian antibiotik sistemik. Dianjurkan pemberian antibiotik sistemik dengan harapan dapat mencegah terjadinya infeksi kronik. Furunkel dan Karbunkel
1. Non Farmakologis Pengobatan furunkel tergantung kepada lokasi dan kematangan lesi. Lesi permulaan yang belum berfluktuasi dan belum bermata dikompres panas dan diberi antibiotik oral. Kompres panas akan memperkecil ukuran lesi dan mempercepat penyerapan. Insisi terhadap lesi awal jangan dilakukan untuk mencegah inokulasi lebih dalam infeksi tersebut. Jika lesi telah matang dan bermata dilakukan insisi dan drainase. Insisi jangan dilakukan jika lesi terdapat di kanalis auditorius external, bibir atas, hidung, dan pertengahan dahi karena infeksi yang tidak ditangani dapat menyebabkan trombosis sinus kavernosus. Sewaktu penderita mendapat antibiotik, semua pakaian, handuk, dan alas kasur yang telah mengenai daerah yang sakit harus dicuci dengan air panas. 2.
Farmakologis Pada dasarnya pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel.Karbunkel atau furunkel dengan selulitis di sekitarnya atau yang disertai demam, harus diobati dengan antibiotik sistemik. Untuk infeksi berat atau infeksi pada area yang berbahaya dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk parenteral. Bila infeksi berasal dari methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau dicurigai
infeksi serius dapat diberikan vankomisin (1-2 gram IV setiap hari dalam dosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama satu minggu. Setiap episode bisa diobati sistemik dengan flucloxacillin atau antibiotik resisten penisilin. Antibakteri biotik mengurangi kombinasi bakteri di kulit.
Pengobatan furunkel atau karbunkel:
a)
Topikal:
Mupirocin Mupirocin dihasilkan oleh pseudomonas fluorescens. Berdaya khusus terhadap kuman Gram-positif seperti Staphylococcus aureus. Khasiatnya bersifat bakterisid (salep 2%) berdasarkan penghambatan RNA-sintetase yang berakibat penghentian sintesa protein kuman.
Asam Fusidat Antibiotikum dengan rumus steroida yang mirip dengan struktur asam empedu yang dihasilkan oleh jamur fusidium, spektrum kerjanya sempit dan terbatas pada kuman Gram positif, terutama stafilokok. Kuman Gram-negatif resisten terkecuali Neisseria.
Khasiatnya
bersifat
bakteriostatis
berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman. b)
Sistemik:
Ampisilin 4x500 mg/hari
Amoksisilin 4x500 mg/hari
Kloksasilin 3x250 mg/hari
Linkomisin 3x500 mg/hari
Klindamisin 4x150 mg/hari
Eritromisin 4x500 mg/hari
Sefadroksil 2x1000 mg/hari
Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan komordibitas, kultur dapat dilakukan. Terapi anti mikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering dilakukan. Pasien dengan furunkolosis atau karbunkel berulang memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan. Akne vulgaris
Pemahaman mengenai patofisiologis dari akne merupakan kunci dalam penatalaksanaan terapi akne yaitu : 1. Perbaiki perubahan keratinisasi folikularis. 2. Mengurani produksi kelenjar sebasea. 2. Mengurangi populasi bakterialis folikularis, yaitu P. Acnes. 3. Menggunakan obat anti-inflamasi.
Terapi Lokal :
Cleansing atau membersihkan wajah dengan sabun antibakterial yang tidak menganggu pH kulit seperti bahan yang mengandung triclosan.
Benzoil peroxida merupakan preparat yang sering digunakan
dalam
pengobatan
topikal
AV.
Benzosil
merupakan
antimikroba yang kuat dan menganggu proses hidrolisis trigliserida.
Topikal Antibiotik
Eritromisin dan Klindamisin merupakan antibiotik topikal yang sering digunakan, dan biasanya merupakan kombinasi dengan Benzosil peroxida. Tetapi akibat dari seringnya penggunaan regimen ini, P. acne mulai resisten.
Retinoid
Retinoid merupakan pengobatan topikal terpenting untuk akne. Sekarang banyak tersedia preparat topikal dengan efek iritasi yang rendah. Contohnya adapalene (Differin), tazarotene, tretinoin (Retin-A, retin-A micro). Penggunaan selama 12 minggu untuk hasil yang maksimal. Retinoid merupakan obat topikal yang satu-satunya dapat menormalkan keratinisasi dalam
infundibulum
folikel
dan
mencegah
terjadinya
pembentukan komedo. P. akne menstimulasi reaksi peradangan pada kulit, tetapi dengan retinoid reaksi peradangan tersebut dapat ditekan. Terapi akne akan lebih baik bila dikombinasikan dengan obat lainnya, contohnya Benzosil peroxida, atau topical antibiotik lainnya.
Terapi Sistemik :
Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang sering
digunakan
dalam
pengobatan
akne.
Walaupun
tidak
mengurangi produksi sebum, tetapi mengurangi proses terbentuknya asam lemak bebas yang merupakan indikator aktifitas dari P. acne.
Eritromisin, Clindamisin, dan Dapson.
Terapi Hormonal
Tujuan utama dari pengobatan ini adalah untuk meniadakan efek androgen pada kelenjar sebasea. Hal ini dapat dicapai dengan antiandrogen, atau agen-agen yang dapat mengruangi produksi dari hormon androgen melalui indung telur, atau kelenjar adrenal.
Agen yang memblok reseptor androgen -
Spironolakton.
-
Ciproterone asetat.
-
Flutamide.
Inhibitor produksi androgen -
Glukokortikoid
Inhibitor produksi androgen ovarium
Agonis Gonadotropin-releasing hormon. Seperti leuprolide yang bekerja pada hipofise untuk mengganggu proses siklus gonadotropin. Obat ini efektif untuk mengatasi akne dan hirsutisme. Tetapi akibatnya pembentukan estrogen pun terganggu, sehingga dapat menyebabkan gejala menopause lebih awal. Obat kontrasespsi. Mengandung estrogen yang dapat mensupresi produksi sebum.
Isotretinoin
Isotretinoin merupakan retinoid yang digunakan untuk pengobatan akne yang parah. Isotretinoin merupakan indikasi untuk akne yang parah, bernodul, skar, dan untuk pengobatan akne yang sebelumnya gagal. Isotretinoin juga efektif untuk terapi pasien dengan hidradenitis supurativa, rosasea, dan akne gram-negatif yang tidak respon terhadap terapi sebelumnya. Isotretinoin merupakan bahan teratogen. Pada kehamilan yang menggunakan isotretinoin, dapat mengalami keguguran spontan, malformasi pada fetus. Efek samping lainnya adalah keringnya pada kulit, bibir, dan mata, mukosa, malaise, hipertrigliseridemia, dan depresi bahkan sampai bunuh diri.
Fototerapi dan Laser
Dari berbagai macam fototerapi sedang dalam penilitan yang lebih lanjut. Sampai 70% pasien dengan akne yang terekspos dengan sinar matahari mengalami perbaikan. Sasaran dari penggunaan fototerapi ini adalah :
Propionibacterium
acnes jelas
merupakan
target
dari
penggunaan fototerapi karena merupakan sumber reaksi peradangan pada kelenjar sebasea. Organisme ini membentuk porfirin, yang teradapat di folikel. Komponen fotoaktif ini dapat diaktifkan dengan cahaya untuk mengaktifkan oksigen, dimana sangat toxic untuk P. acne. Terapi harus dilakukan sesering mungkin. Ada yang penelitian yang mengatakan bahwa diperlukan waktu 30 menit.
Produksi sebum. Sebum, dalam arti, merupakan faktor utama
dalam menyebabkan akne. Tanpa sebum, P.acnes tidak dapat berploriferasi dan akne tidak akan terjadi.
Isotetrionin
merupakan obat yang paling efektif dalam menurunkan sekresi sebum.
Terapi berbasis cahaya dengan sasaran produksi
kelenjar sebum memiliki potensi dalam menyembuhkan akne.
Modulasi Keratinisasi. Sampai saat ini belum ada bukti
fototerapi dapat memodulasi keratin.
Modulasi respon imun. TLRs telah terbukti ikut peran dalam
terbentuknya
jerawat. Mungkinkah
fototerapi
ini
dapat
memodulasi imunitas kulit Beberapa hasil penelitian bisa terjadi. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan sinar matahari dan fototerapi yang mengurangi aktivasi dari sel Langerhans di kulit.
Operasi pada akne
Operasi pada akne dilakukan untuk ekstraksi komedo, dan pustul superfisial. Dahulu, tindakan ini sering dilakukan, tetapi dengan perkembangan dalam pengobatan akne jarang dilakukan. Tindakan ini dilakukan apabila penghilangan komedo tidak dapat dilakukan oleh
pengobatan
sebelumnya.
Kepatuhan
pasien
terhadap
pengobatan akne merupakan salah satu faktor penting dalam penyembuhan akne. Beberapa hasil studi mengemukakan bahwa pada pasien yang tidak kontrol dalam pengobatan akne diakibatkan karena tidak mengertinya pasien tentang akne, cara pengobatan, atau harapan pasien yang tidak realistis. Biasanya pasien akan lepas kontrol setelah kunjungan 1 kali, dan juga setelah kunjungan yang ke tiga kalinya. Kepatuhan pasien dengan tidak kontrol merupakan hal yang berbeda. Banyak pasien yang tidak kontrol tetap menggunakan obat yang telah diberikan, karena pengobatan yang didapat efektif dan kulit mereka menjadi lebih bersih.
DAFTAR PUSTAKA 1. Djuanda, adhi Prof.Dr.dr.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.Edisi
Kelima.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.2013 2. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Sebaceous and sweat glands
disorders. In : Dermatology. Ed 4 th. Oxford: Blackwell ; 2012.p.162-76 3. Suyoso, S. 2005. Furunkel. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3. Surabaya: Fakultas Kedokteran Unair. Hal 29-32. 4. Rook, A. 2016. Texbook of Dermatology 4th. Oxford : Blackwell
Scientific Publication,: 739 – 51. 5. Siregar RS. Saripati Penyakit Kulit. Ed 2. Jakarta: EGC ; 2012.
MASTITIS
DEFINISI Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya
masuk
melalui
puting
susu
yang
pecah-pecah
atau
terluka.
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu. Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit bertambah berat. Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah. Tanda – tanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan suhu, ibu merasa lesu, tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan, mengkilat dan kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 3 – 4 minggu masa nifas. Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui; menyusui
pada
payudara
yang
tidak
sakit;
kompres
dingin
sebelum
menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara, berikan antibiotik dan analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa tahun). Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang buruk.Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastiti s puerparalis epidemic, mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Mastitis Puerparalis Epidemik Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah ini paling sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain resisten. 2. Mastitis Noninfesiosa Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2 – 3 minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan. 3. Mastitis Subklinis Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari). 4. Mastitis Infeksiosa Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor imun dalam ASI dan oleh respon – respon inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. FAKTOR RISIKO 2.2Faktor Resiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis yaitu:
a. Umur Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun. b. Serangan sebelumnya Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki. c. Melahirkan Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko. d. Gizi Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko mastitis. e. Faktor kekebalan dalam ASI Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam payudara. f. Pekerjaan di luar rumah Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI.
g. Trauma Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak jaringan kelenjar dan saluran susu dan haltersebut dapat menyebabkan mastitis.
ETIOPTOGENESIS Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan
paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Peradangan pada payudara (Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis. b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terja di payudara bengkak. c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis. d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena infeksi. Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi. Mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri. Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus
menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp. Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastiti s yang terjadi akibat
proses
infeksi
terjadi
secara
langsung,
yaitu
saat
timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikan port de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae. Tanda klinis mastitis dan klasifikasi mastitis adalah sebagai berikut, yaitu: a. Stasis ASI Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik yang benar. b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa) Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis non infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.
c. Mastitis infeksiosa Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah, nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada puting payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa keras dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis
sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi pembentukan abses.
MENIFESTASI KLINIS Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa: a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri. b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata. c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang. d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit. e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena. Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak karena sumbatan saluran ASI antara lain : a. Payudara terasa nyeri b. Teraba keras c. Tampak kemerahan d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah – pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah. Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan mastitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang biasanya tidak diperlukan, namun ntuk mengetahui jenis infeksi jamur atau bakteri sebagai penyebab dari mastitis perlu dilakukan pemeriksaan KOH dan darah lengkap. Biasanya pada infeksibakteri, pada pemeriksaan darah lengkap terlihat adanya peningkatan leukosit dn LED. Pada infeksi yang disebabkan oleh jamur, pemeriksaan KOH hasilnya positif.
DIAGNOSIS: Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:
Demam dengan suhu lebih dari 38,5 0C
Menggigil
Nyeri atau ngilu seluruh tubuh Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asin
Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.
DIAGNOSIS BANDING
Cracked Nipple
Abses nipple
PENATALAKSANAAN Untuk menangani setiap kondisi yang telah didiskusikan, penting untuk: 1. Menganamnesis ibu, untuk mempelajari adanya penyebab nyata untuk kesulitan ibu, atau faktor predisposisi. 2. Mengamati cara menyusui, dan mengkaji apakah teknik ibu menyusui dan isapan bayi pada payudara memuaskan, dan bagaimana hal itu dapat diperbaiki.
Sumbatan saluran payudara Penanganan dilakukan dengan memperbaiki pengeluaran ASI, dan mencegah obstruksi aliran ASI.
Pastikan bahwa bayi mempunyai posisi dan isapan yang baik. Menggendong bayi dengan dagu mendekati bagian payudara yang terkena, untuk mempermudah pengeluaran ASI dari bagian tersebut, sedangkan yang lain secara umum mempertimbangkan perbaikan pengisapan yang adekuat.
Jelaskan perlunya menghindari semua yang dapat menyumbat aliran ASI, seperti pakaian yang ketat, dan yang menyangga payudara terlalu dekat dengan puting susu.
Mendorong ibu untuk menyusui sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa pembatasan.
Menyarankan ibu untuk menggunakan panas basah (misalnya, kompres hangat atau pancuran hangat)
b. Mastitis Jika dengan semua usaha pencegahan, mastitis tetap terjadi, maka ia harus ditangani dengan cepat dan adekuat. Bila penanganan ditunda, penyembuhan kurang memuaskan. Terdapat peningkatan risiko abses payudara dan kekambuhan. Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah: 1. Konseling suportif Mastitis merupakan pengalaman yang sangat nyeri dan membuat frustrasi, dan membuat banyak wanita merasa sangat sakit. Selain dengan penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ia mungkin telah mendapat nasihat yang membingungkan dari petugas kesehatan, mungkin disarankan untuk berhenti menyusui, atau tidak diberi petunjuk apapun. Ia dapat menjadi bingung dan cemas, dan tidak ingin terus menyusui. Ibu harus diyakinkan kembali tentang nilai menyusui yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya, dan bahwa payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya. Ia memerlukan dukungan bahwa perlu sekali untuk berusaha melampaui kesulitan ini. Ia membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan,
dan bagaimana meneruskan menyusui atau memeras ASI dari payudara yang terkena. Ia akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terusmenerus dan bimbingan sampai ia benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif Hal ini merupakan bagian terapi terpenting. Antibiotik dan terapi simtomatik membuat wanita merasa lebih baik untuk sementara waktu, tetapi kondisi tersebut akan memburuk atau berulang wala upun sudah diberikan antibiotik kecuali pengeluaran ASI diperbaiki.
Bantu ibu memperbaiki pengisapan bayi pada payudara,
Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa pembatasan.
Bila perlu peras ASI dengan tangan atau dengan pompa atau botol panas, sampai menyusui dapat dimulai lagi.
Terapi antibiotik Terapi antibiotik diindikasikan pada: a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi b. Gejala berat sejak awal c. Terlihat puting pecah-pecah d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.
Antibiotik
Dosis
Eritromisin
250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin
250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin
125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic)
250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin
250-500 setiap 6 jam
Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain: 1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari. 2. Bantulah ibu agar tetap menyusui 3. Bebat/sangga payudara 4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeriyaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam dan lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri. Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali. Disamping itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu beraktivitas seperti semula
Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena. a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
Sangga payudara.
Kompres dingin.
Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan).
Diperlukan anestesi umum.
Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak mendorong saluran ASI.
Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
Sangga payudara.
Kompres dingin.
Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan nanah, serta dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut aman untuk ibu menyusui dan bayinya.
PENCEGAHAN Mastitis dan abses payudara sangat mudah dicegah, bila menyusui dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan stasis ASI, dan bila tanda dini seperti bendungan, sumbatan saluran payudara, dan nyeri puting susu diobati dengan cepat. Hal ini dibutuhkan sebagai bagian dari perawatan kehamilan dan sebagai bagian yang berkelanjutan pada fasi1itas perawatan berbasis komunitas untuk ibu dan anak. a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui Wanita dan siapa saja yang merawat mereka perlu mengetahui tentang penatalaksanaan menyusui yang efektif, pemberian makan bayi dengan adekuat dan tentang pemeliharaan kesehatan payudara. Butir-butir penting adalah :
mulai menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan
memastikan bahwa bayi mengisap payudara dengan baik;
menyusui tanpa batas, dalam hal frekuensi atau durasi, dan membiarkan bayi selesai menyusui satu payudara dulu, sebelum memberikan yang lain;
menyusui secara eksklusif selama minimal 4 bulan dan bila mungkin 6 bulan.
Wanita dan orang yang merawatnya juga perlu memahami bahwa hal – hal berikut ini dapat mengganggu, membatasi, atau mengurangi jumlah isapan dalam proses menyusui, dan meningkatkan risiko stasis ASI, yaitu :
Penggunaan dot
Pemberian makanan dan minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama, terutama dari botol susu.
Tindakan melepaskan bayi dari payudara pertama sebelum ia siap untuk mengisap payudara yang lain.
Beban kerja yang berat atau penuh tekanan.
Tidak menyusui, termasuk bila bayi mulai tidur sepanjang malam.
Trauma pada payudara, karena kekerasan atau penyebab lain, Hal-hal tersebut harus dihindari atau sedapat mungkin ibu dilindungi dari
hal-hal tersebut, tetapi bila tak terhindarkan, ibu dapat mencegah mastitis bila ia melakukan perawatan ekstra pada payudaranya. b. Tindakan rutin sebagai bagian perawatan kehamilan Praktik berikut ini penting untuk mencegah stasis ASI dan mastitis. Mereka harus dilakukan secara rutin pada semua tempat di mana ibu melahirkan atau dirawat sebelum dan setelah persalinan, yaitu rumah sakit bersalin, fasilitas kesehatan yang lebih kecil seperti pusat kesehatan, atau di rumah bila ibu melahirkan di sana, atau bila ibu kembali setelah melahirkan. Praktik tersebut adalah sebagai berikut :
Bayi harus mendapat kontak dini dengan ibunya, dan mulai menyusui segera setelah tampak tanda-tanda kesiapan, biasanya dalam jam pertama atau lebih.
Bayi harus tidur di tempat tidur yang sama dengan ibunya, atau di dekatnya pada kamar yang sama.
Semua ibu harus mendapat bantuan dan dukungan yang terlatih dalam teknik menyusui, baik sudah maupun belum pernah menyusui sebelumnya, untuk menjamin pengisapan yang baik pada payudara, pengisapan yang efektif, dan pengeluaran ASI yang efisien.
Setiap ibu harus didorong untuk menyusui on demand , kapan saja bayi menunjukkan tanda-tanda siap menyusui, seperti membuka mulut dan mencari payudara.
Setiap ibu harus memahami pentingnya menyusui tanpa batas dan eksklusif, dan menghindari penggunaan makanan tambahan, botol, dan dot.
Ibu harus menerima bantuan yang terlatih untuk mempertahankan laktasi bila bayinya terlalu kecil atau lemah untuk mengisap dengan efektif.
Bila ibu dirawat di rumah sakit, ia memerlukan bantuan yang terlatih saat menyusui pertama kali dan sebanyak yang diperlukan pada saat mcnyusui berikutnya.
c. Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang Bila payudara ibu menjadi sangat penuh atau terbendung selama minggu pertama, bila ASI ada, penting untuk memastikan bahwa ASI dikeluarkan dan kondisi tersebut diatasi.
Ibu harus dibantu untuk memperbaiki isapan pada payudara oleh bayinya, untuk memperbaiki pengeluaran ASI, dan untuk mencegah luka pada puting susu.
Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi menghendaki, tanpa batas.
Bila isapan bayi tidak cukup mengurangi rasa penuh dan kencang pada payudara, atau bila puting susunya tertarik sampai rata sehingga bayi sulit mengisap, ibu harus memeras ASI-nya.
Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan pompa. Bila payudara sangat nyeri, jalan lain untuk memeras ASI adalah dengan menggunakan metode botol
d. Perhatian dini terhadap semua tanda stasis ASI Seorang ibu perlu mengetahui bagaimana merawat payudaranya, dan tentang tanda dini stasis ASI atau mastitis sehingga ia dapat mengobati dirinya sendiri di rumah dan mencari pertolongan secepatnya bila keadaan tersebut tidak menghilang. Ia harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri, atau panas, atau kemerahan:
Bila ibu mempunyai salah satu faktor risiko, seperti kealpaan menyusui;
Bila ibu mengalami demam atau merasa sakit, contohnya sakit kepala. Bila ibu mempunyai satu dan tanda-tanda tersebut, ibu perlu untuk: 1. beristirahat, di tempat tidur bila mungkin 2. sering menyusui pada payudara yang terkena 3. mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air hangat, atau pancuran hangat; 4.
memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusu untuk membantu ASI mengalir dari daerah tersebut;
5. mencari pertolongan dan petugas kesehatan bila ibu ti dak merasa lebih baik pada keesokan harinya. e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat ibu menemui kesulitan yang dapat menyebabkan stasis ASI, seperti:
nyeri atau puting pecah-pecah;
ketidaknyamanan payudara setelah menyusui;
kompresi nipple
bayi yang tidak puas seperti menyusu sangat sering, jarang, atau lama kehilangan percaya diri pada suplai ASI sendiri, menganggap ASI yang dihasilkan tidak cukup
pengenalan makanan lain secara dini menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi Karena
penatalaksanaan
menyusui
yang
sesuai
merupakan
dasar
pencegahan mastitis, pengurangan risiko infeksi juga penting, terutama dirumah sakit. Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering. Petugas kesehatan harus mencuci tangannya setiap kali setelah kontak dengan ibu atau bayi, atau dengan semua kemungkinan sumber organisme patogen. Sabun biasa adekuat untuk menyingkirkan organisme permukaan, tetapi untuk petugas kesehatan yang sering kontak dengan cairan tubuh, produk pencuci tangan antimikroba lebih efektif, asalkan sabun kontak dengan kulit minimal 10 detik tiap pencucian. Paters menunjukkan bahwa desinfeksi tangan tambahan pada sisi tempat
tidur ibu menyusui di rumah sakit mengurangi insiden mastitis dari 2,8% sampai 0,66%. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat gabung bayi dengan ibu juga merupakan jalan yang penting untuk mengurangi infeksi rumah sakit.
KOMPLIKASI Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis. a.
Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum s ecara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b.
Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
c.
Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat