TUGAS METODE PENELITIAN ILMIAH REVIEW JURNAL ILMIAH
ABDULLAH ALI METEOROLOGI METEOROLOG I 4A
SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2014
REVIEW MAKALAH 1
PENULIS
JUDUL
August H. Auer Jr. Hail Recognition through the Combined Use of Radar Reflectivity and CloudTop Temperature
TAHUN TERBIT PENERBIT
1994 American Meteorology Society Pendeteksian kejadian hujan es yang hanya berdasrkan radar cuaca sering
MASALAH
memberikan kesulitan dan misinterpretasi pada saat membedakan antara hujan es dengan hujan lebat akibat awan konvektif. Perlu dikembangkan teknik baru yang memudahkan berdasrkan kombinasi alat pengindraan jauh. Mengembangkan suatu teknik untuk mengurangi kesulitan dalam membedakan
TUJUAN
antara hujan lebat dan hujan es dari awan konvektif dengan mengombinasikan data pengamatan radar dan data pengamatan satelit. 1. Analisis korelasi Ze-TB (reflektivitas-suhu puncak awan). Dilakukan dentgan menggunakan data temperatur puncak awan untuk mengurangi ambigu pengamatan radar dalam membedakan hujan lebat dengan hujan es
METODOLOGI
berdasrkan suatu rumusan empiris 2. Perumusan persamaan empiris dengan menggunakan regresi. 3. Uji persamaan empiris dengan CSI (Critical Succes Index), POD (Probability of Detection), dan FAR (False-alarm ratio) 1. Data radar Doppler MetService New Zealand Ericson pada 100 kasus di
DATA
New Zeland, pada 20 Oktober 1993 hingga 31 Januari 1994 2. Data temperatur puncak awan dari sateit infrared 1. Saat jumlah dari suhu puncak awan (<0°C) ditambah dengan nilai reflektivitas lebih dari 60, maka tedapat potensi besar terjadi hujan es 2. Kombinasi penggunaan suhu puncak awan pada 35 kasus menaikkan CSI
HASIL
dari 48% menjadi 81%, POD dari 56% menjadi 91%, dan FAR dari 22% menjadi 12%. 3. Persamaan regresi yang digunakan untuk menentukan keberadaan hujan es : 2.6Z(dBZ) + T b ≥ 85. Z adalah refletivitas dan T b adalah suhu puncak awan
KESIMPULAN
1. Potensi hujan es dan diameter
hailstone
dapat diperkirakan melaui
persamaan empiris antara reflektivitas radar dengan suhu puncak awan.
REVIEW MAKALAH 2
PENULIS
INSTITUSI
K. Aydin dan T. A. Seliga Communication and Spcae Science Laboratory, Departement of Electrical Engineering, Trhe Pennsylvania, University, PA 16802
JUDUL
Remote Sensing of Hail with a Dual Linear Polarization Radar
TAHUN
1986
TERBIT PENERBIT
American Metoerology Society Pengamatan Single- Polarization Weather Radar Doppler sering kali
MASALAH
menimbulkan keterbatasan dalam pendeteksian kejadian hujan es. Sehingga perlu dikembangkan metode pengamatan berdasrkan teknologi radar dual polarisasi.
TUJUAN
Mengembangkan teknik pendeteksian hail berdasarkan differential reflectivity Z DR dengan menggunakan Dual- Polarization Weather Radar Doppler . 1. Analisis parameter differential reflectivity (ZDR ) pada Dual- Polarization Weather Radar Doppler berdasrkan horizontal reflectivity factor (ZH) dan vertical reflectivity factor (ZV)
METODOLOGI
2. Analisis korelasi differential reflectivity (ZDR ) dengan ukuran tetes hujan 3. Analisis korelasi horizontal reflectivity factor (ZH) dengan differential reflectivity (ZDR ) 4. Perumusan empiris hail signal (HDR ) berdasarkan differential reflectivity (ZDR ) dan reflectivity factor (ZH) 1. Data radar CP-2 NCAR
pada proyek MAYPOLE ( May Polarization
Experiment) pada kejadian sistemkonvektif tanggal 4 Juni 1983 di Greeley, DATA
Colorado dan 13 Juni 1984 di sekitar Denverm, Colorado. 2. Data Jos and Waldvogel electromechanical disdrometer pada saat sistem konvektif tanggal 4 Juni 1983 di Greeley, Colorado dan 13 Juni 1984 di sekitar Denverm, Colorado.
HASIL
1. Parameter differential reflectivity (ZDR ) pada Dual- Polarization Weather Radar
Doppler
didasarkan
pada
persamaan
:
dengan ZDR adalah differential reflectivity, ZH adalah horizontal reflectivity factor , dan ZV adalah vertical reflectivity factor. 2. Analisis korelasi horizontal reflectivity factor (ZH) dengan differential reflectivity (ZDR ) ditunjukkan dengan hasil plot :
Hasil plot diatas berdasrkan persamaan 4,5,6 sebagi berikut :
3. Pada pengamatan sistem konvektif di Greeley tanggal 3 Juni 1984 dan di sekitar Denverm tanggal 13 Juni 1984, menunjukkan H DR bergantung pada
ZH , dimana Z H berkaitan dengan ukuran dari hailstone dan HDR berkaitan dengan energy kinetic hailstone. 4. Pada pengamtan sistem konvektif di Greeley tanggal 3 Juni 1984 menunjukkan bahwa batas ambang Z H dalam pengukuran H DR adalah 55 dBZ. 5. Pada pengamtan sistem konvektif di sekitar Denverm tanggal 13 Juni 1984menunjukkan bahwa batas ambang Z H dalam pengukuran H DR adalah kurang dari 55 dBZ. 1. Pengindraan jauh kejadian hujan es menggunakan Dual- Polarization Weather
Radar
Doppler
di
demonstrasikan
dengan
signal
H DR
mendiferensialkan reflektivitas radar pada polarisasi linier vertikal dan horizontal KESIMPULAN
2. Pengamtan in situ menggunakan sistem pengamatan mobile terhadap semua studi kasus data badai di Colorado menunjukkan hasil konfirmasi positif HDR sebagai sinyal kejadian hujan es. 3. Batas ambang nilai reflektivitas sebgai indikasi kejadian hujan es di Colorado pada Dual- Polarization Weather Radar Doppler adalah 55 dBZ, namun pada kejadian tempat lain perlu dilakukan koreksi.
ANALISA KEJADIAN HUJAN ES DENGAN MENGGUNAKAN CITRA RADAR GEMATRONIK (STUDI KASUS HUJAN ES NARMADA, TANGGAL 8 JANUARI 2014) Kadek Setiya Wati Prakirawan Stasiun Meteorologi Selaparang Bandara Internasional Lombok Jalan Raya Mandalika – Penujak, Praya, Telp: (0370) 6157025 FAX : (0370) 6157024 Email :
[email protected] Abstrak – Wilayah perairan Indonesia yang luas mendukung tersedianya uap air dalam jumlah banyak di atmosfer. Ketersediaan uap air dalam jumlah banyak didukung dengan pemanasan matahari yang cukup memungkinkan untuk tumbuhnya awan-awan konvektif di wilayah Indonesia. Salah satu jenis awan konvektif yang memberikan dampak signifikan terhadap cuaca di Indonesia yaitu awan Cumulonimbus (CB). Awan Cumulonimbus merupakan penyebab terjadinya kilat ( lightning ), guntur (thunderstorm), downburst , hujan lebat, angin kencang, dan hujan es ( hail ). Hujan es merupakan hujan dengan butiran berupa es yang memiliki diameter antara 5 hingga 50 milimeter. Kejadian hujan es di Indonesia khususnya di NTB cukup jarang terjadi. Namun pada tanggal 8 Januari 2014 yang lalu berdasarkan laporan dari masyarakat telah terjadi hujan deras yang disertai dengan butiran es di wilayah Narmada, Lombok Barat. Tidak ada kerugian yang ditimbulkan akibat kejadian ini, namun hal ini cukup mengejutkan masyarakat karena frekuensi kejadiannya yang jarang. Meskipun kejadian hujan es ini tidak menimbulkan kerugian namun tetap perlu dilakukan analisa. Analisa dalam tulisan ini menggunakan data citra radar gematronik serta didukung dengan data meteorologi lainnya. Produk citra radar yang digunakan yaitu MAX dan VCUT. Dari analisa citra tersebut dapat diketahui seberapa besar reflektivitas yang ditampilkan oleh radar sehingga mengakibatkan terjadinya hujan es.
Kata Kunci : cumulonimbus, hujan es, radar gematronik 1.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan total luas perairan mencapai 2/3 dari luas keselurahan wilayahnya. Ditambah lagi dengan posisi astronomisnya yang mengakibatkan Indonesia menjadi negara tropis dengan penyinaran matahari hampir sepanjang tahun. Kedua hal tersebut memberikan dampak terhadap pembentukan sistem cuaca di wilayah Indonesia khususnya pembentukan awan-awan konvektifnya. Salah satu unsur cuaca yang sangat berpengaruh adalah awan khususnya awan konvektif seperti Cumulus dan Cumulonimbus. Awan konvektif dari jenis cumulonimbus merupakan penyebab terjadinya kilat, guntur, hujan deras, angin kencang dan hujan es. Jika kilat, guntur, hujan deras dan angin kencang cukup sering terjadi di wilayah Indonesia berbeda halnya dengan hujan es. Hujan es merupakan peristiwa yang cukup jarang terjadi di wilayah Indonesia pada umumnya dan wilayah Nusa Tenggara Barat pada khususnya. Menurut kamus meteorologi, hujan es merupakan hujan berupa butir-butir es yang terpisah-pisah atau bergabung menjadi gumpalan dengan garis tengah butir antara 5 hingga 50 milimeter atau lebih. Proses terbentuknya hujan es (hail ) sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Di dalam awan Cb terdapat arus kuat ke atas oleh udara hangat dan arus kuat ke bawah oleh udara dingin. Jika sebuah tetesan air terangkat ke atas oleh arus updraft , tetesan air tersebut dapat naik hingga lapisan atas dari freezing level yang memiliki suhu udara kurang dari 0°C sehingga tetesan air tersebut membeku. Ketika tetesan air beku tersebut mulai jatuh terbawa oleh arus downdraft dingin, saat mencapai bagian bawah awan Cb yang lebih hangat tetesan air yang membeku tersebut mulai mencair. Dalam keadaan setengah mencair, tetesan tersebut dapat terbawa kembali ke atas oleh arus updraft hingga mencapai lapisan udara yang sangat dingin dan membeku kembali. Perjalanan tetesan tersebut menuju lapisan atas dan bawah freezing level mengakibatkan bertambahnya lapisan es yang menyelimuti tetesan tersebut. Jika tetesan beku yang sudah diselimuti oleh banyak lapisan es tersebut jatuh ke permukaan inilah yang disebut hujan es ( hail ).
Gambar 2. Peta Pulau Lombok (Sumber : Google)
Gambar 1. Mekanisme terjadinya hujan es ( Sumber : NOAA)
2.
Hujan es atau sering disebut hail biasanya berasal dari awan cumulonimbus. Adanya liputan awan cumulonimbus dapat dipantau dengan bantuan radar cuaca. Di Pulau Lombok telah dipasang radar cuaca gematronik sejak bulan November 2013, tepatnya di daerah Penujak, Lombok Tengah. Adanya radar cuaca ini sangat membantu dalam memantau perkembangan cuaca di wilayah Pulau Lombok dan dapat digunakan sebagai salah satu sumber data untuk keperluan analisa kejadian cuaca ekstrem. Pada tanggal 8 Januari 2014, masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar wilayah Narmada, Lombok Barat melaporkan adanya kejadian hujan lebat yang disertai dengan butiran butiran es. Tidak ada laporan kerugian maupun korban jiwa akibat fenomena ini, namun masyarakat sekitar cukup dibuat terkejut. Hal ini dikarenakan hujan es tergolong fenomena yang jarang terjadi di wilayah Lombok. Berdasarkan hal itu maka kejadian hujan es ini perlu untuk dibuat analisanya. 1.2. Tujuan Adapun tujuan penulisan karya tulis ini antara lain: 1. Menganalisa penyebab terjadinya hujan es di Narmada tanggal 8 Januari 2014. 2. Mengetahui pola hasil pengamatan radar cuaca yang menggambarkan kejadian hujan es. 1.3. Daerah Studi Daerah kajian dalam penulisan ini yaitu sekitar daerah Narmada, Lombok Barat.
DATA DAN METODE 2.1. Data Data yang digunakan dalam tulisan ini antara lain: 1. Data citra radar Stasiun Meteorologi Selaparang tipe Gematronik tanggal 8 Januari 2014. Data radar yang digunakan adalah rawdata scan 120 km karena jarak lokasi kejadian dengan pusat radar cukup dekat sekitar 25 km. Dengan menggunakan perangkat lunak Rainbow 5, rawdata di generate menghasilkan reflektivitas produk MAX dan VCUT. 2. Data synoptik yang digunakan sebagai pembanding untuk melihat kondisi cuaca secara umum di Lombok Barat pada saat kejadian hujan es. 2.2. Metode Metode yang digunakan dalam tulisan ini yaitu metode studi kasus. Metode studi kasus ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut ; 1. Melakukan analisa synoptik tanggal 8 Januari 2014, untuk melihat kondisi cuaca secara umum yang mempengaruhi kondisi cuaca lokal di tempat kejadian. Data synoptik di ambil dari website www.bom.gov.au 2. Mengolah rawdata radar tanggal 8 Januari 2014 dengan bantuan perangkat lunak Rainbow 5 untuk menghasilkan citra radar dari produk MAX dan VCUT.
3.
ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Analisa 3.1.1 Analisa Tekanan Udara
G ambar 3. Peta Analisa Tekanan Udara (Sumber : BOM)
Dari peta analisa tekanan udara tanggal 8 Januari 2014 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pusat tekanan rendah baik di BBU maupun di BBS. Pusat tekanan rendah yang letaknya cukup dekat dengan wilayah NTB yaitu pusat tekanan rendah di Samudera Hindia sebelah Barat Daya Sumatera (1007 hpa) dan pusat tekanan rendah di sebelah Utara Australia (1005 hpa).
3. 1.2. Analisa Streamline Gambar 4. Peta Analisa Streamline 925 hpa (Sumber : BOM)
Dari peta analisa streamline ketinggian 925 hpa di atas, dapat dilihat bahwa terjadi belokan angin di wilayah NTB. Hal ini memungkinkan tumbuhnya awan-awan konvektif di atas wilayah NTB.
3.1.3. Analisa Citra Radar Produk citra radar yang digunakan antara lain MAX dan VCUT. 3.1.3.1. Analisa Citra Radar Sebelum Kejadian
Gambar 5. Citra Radar Produk MAX Pukul 05.00 UTC, 05.10 UTC, 05.20 UTC dan 05.30 UTC
Pada citra radar pukul 05.00 UTC atau sekitar pukul 13.00 WITA terlihat liputan awan yang cukup banyak di sebelah Utara Narmada, lokasi terjadinya hujan es. Citra radar 10 menit selanjutnya masih menunjukkan kondisi yang sama dengan liputan awan yang semakin meluas ke bagian Tenggara dan Selatan
Gambar 6. Citra Radar Produk MVCUT Pukul 05.00 UTC, 05.10 UTC, 05.20 UTC dan 05.30 UTC
Hingga pantauan citra radar pukul 05.30 UTC, kondisi di atas wilayah desa Narmada masih cukup baik, dimana liputan awan mulai terlihat namun masih dalam tingkat reflektivitas rendah. 3.1.3.2. Analisa Citra Radar Saat Kejadian Pada citra radar pukul 05.40 UTC dan 05.50 UTC liputan awan tampak semakin meluas ke wilayah desa Narmada dengan nilai reflektivitas yang juga sema kin tinggi. Pada citra radar pukul 06.00 UTC di atas wilayah Narmada tampak liputan awan dengan nilai reflektivitas tertinggi yaitu di atas 64 dbz yang ditandai dengan indikator warna ungu. Hal ini diperkuat dengan citra radar dari produk MVCUT. Terlihat adanya reflektivitas hingga mencapai lebih dari 64 dbz di ketinggian 1 hingga 8 km. Setelah pukul 06.00 UTC liputan awan terus bergerak ke arah Selatan. Nilai reflektivitas tampak terus berkurang dari sebelumnya.
Gambar 7. Citra Radar Produk MAX Pukul 05.40 UTC, 05.50 UTC, 06.00 UTC, 06.10 UTC, 06.20 UTC dan 06.30 UTC
Gambar 9. Citra Radar Produk MAX Pukul 06.40 UTC, 06.50 UTC, dan 07.00 UTC
Pada citra radar pukul 06.40 UTC hingga pukul 06.50 UTC tampak liputan awan di atas wilayah Narmada berangsur-angsur mulai berkurang dan pada pukul 07.00 UTC tampak hanya sedikit awan yang masih tersisa. Hal ini didukung oleh citra radar produk MVCUT dimana pada pukul 06.40 UTC masih terlihat adanya nilai reflektivitas yang mencapai 44 dbz pada ketinggian antara 1 hingga 2 k m, kemudian berangsurangsur reflektivitasnya berkurang hingga menjadi berwarna hitam yang mengindikasikan tidak adanya echo dari wilayah tersebut.
Gambar 8. Citra Radar Produk MVCUT Pukul 05.40 UTC, 05.50 UTC, 06.00 UTC, 06.10 UTC, 06.20 UTC dan 06.30 UTC
3.1.3.3. Analisa Citra Radar Setelah Kejadian
reflektivitas mencapai lebih dari 64 dbz pada ketinggian 1 hingga 8 km. Besar kemungkinan bahwa telah terbentuk sel awan CB yang sudah matang di wilayah tersebut. Reflektivitas mencapai lebih dari 64 dbz muncul di ketinggian yang cukup rendah yaitu ketinggian sekitar 1 km. Besar kemungkinan nilai reflektivitas tersebut berasal dari hujan deras yang disertai dengan batu es karena melihat pola dari citra radar dimana pola warna ungu (reflektivitas lebih dari 64 dbz) tampak cenderung terpisah-pisah tidak menyatu secara vertikal. Setelah mencapai reflektivitas maksimum pukul 06.00 UTC berangsurangsur nilai reflektivitas menurun, hingga pukul 07.00 UTC nilai reflektivitas sudah jauh berkurang hingga warna yang tampil dominan hitam. 4. KESIMPULAN 1. Sebelum terjadinya hujan es di sekitar lokasi kejadian memang telah terjadi banyak presipitasi. 2. Pada saat kejadian hujan es, nilai reflektivitas dari citra radar menunjukkan indikator warna hingga berwarna ungu yang merupakan indikator nilai reflektivitas tertinggi. 3. Adanya nilai reflektivitas yang sangat tinggi lebih dari 64 dbz di ketinggian yang cukup rendah dapat disinyalir sebagai reflektivitas yang bersal dari hujan deras yang disertai dengan batu es. 5.
Gambar 9. Citra Radar Produk MVCUT Pukul 06.40 UTC, 06.50 UTC, dan 07.00 UTC
3.2. Pembahasan Berdasarkan analisa tekanan udara dan streamline, pada tanggal 8 Januari 2014, terdapat pusat tekanan rendah di sebelah Barat Daya Sumatera yang mengakibatkan terjadinya belokan angin di atas wilayah NTB. Hal ini mendukung pertumbuhan awanawan konvektif di atas wilayah NTB. Dari citra radar pukul 05.00 UTC hingga pukul 05.20 UTC, di atas wilayah Narmada hanya terdapat sedikit liputan awan. Hal ini terlihat dari citra produk MAX dan VCUT dimana nilai reflektivitas yang tampil bernilai rendah. Mulai pukul 05.40 UTC terjadi peningkatan nilai reflektivitas yang cukup signifikan di atas wilayah Narmada pada ketinggian 1 hingga 8 km, dapat diindikasikan sebagai pertumbuhan sel awan CB di wilayah tersebut. Nilai reflektivitas dari citra radar tampak semakin meningkat hingga mencapai puncaknya pada pukul 06.00 UTC. Nilai
DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Ahmad Sirait (2013). Mendeteksi Puting Beliung Dengan Rada r (Studi Kasus Puting Beliung Sidrap Tanggal 24 Februari 2012). Tugas Akhir. Jurusan Meteorologi AMG, Jakarta. Fikroh, Nabila (2013). Analisa Pola Angin Pada Citra Radar Saat Kejadian Puting Beliung (Studi Kasus Pangkep, 12 Jnauari 2013 . Tugas Akhir. Jurusan Meteorologi AMG, Jakarta. Tyasjono Hk, Bayong & Harijono, Sri Woro B (2006). Meteorologi Indonesia 2. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika. Rinehart, Ronald E. (2010). Radar For Meteorologist . Missouri : Rinehart Publications. http://bom.gov.au , diakses tanggal 9 Januari 2014. http://erh.noaa.gov , diakses tanggal 27 Maret 2014. http://pustakacuaca.blogspot.com , diakses tanggal 27 Maret 2014.
REVIEW MAKALAH 3 PENULIS
Kadek Setyawati, Stasiun Meteorologi Selaparang Lombok ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DENGAN MENGGUNAKAN CITRA
JUDUL
RADAR GEMTRONIK (STUDI KASUS HUJAN ES NARMADA TANGGAL 8 JANUARI 2014)
TAHUN TERBIT
PENERBIT
2014 BMKG/ Prosiding Workshop Oprasional Radar dan Satelit Cuaca BMKG Volume II Bulan Desember 2014 1. Apa penyebab terjadinya hujan es di Narmada tanggal 8 Januari 2014?
MASALAH
2. Bagaimana pola hasil pengamatan radar cuaca terhadap hujan es yang terjadi di Narmada tanggal 8 Januaro 2014? 1. Menganalisa penyebab terjadnya hujan es di Narmada tanggal 8 Januari 2014
TUJUAN
2. Mengetahui pola hasil pengamatan radar cuaca yang menggambarkan kejadian hujan es 1. Data mentah radar Gematronik Stasiun Meteorologi Selaparang tanggal 8
DATA
januari 2014. 2. Produk citra radar Rinbow berupaa MAX(Z), VCUT(Z), VCUT(V). 3. Data cuaca sinoptik Stasiun Meteoroogi Selaparang tanggal 8 Januari 2014
METODOLOGI
1. Analisis cuaca sinoptik 2. Analisis pola reflektivitas 1. Keadaan cuaca sinoptik tanggal 8 Januari 2014 berdasarka analisa
streamline
memberikan informasi terjadinya belokan angin di atas pulau NTB akibat adanya sistemtekanan rendah di Barat Daya Sumatera. Belokan angin tersebut menyebabkan pertumbuhan awan konvektif di wlayah NTB. 2. Sistem awan konvektif mulai terdeteksi oleh radar cuaca pada pukul 05.40 HASIL
UTC di atas wilayah Narmad pada ketinggian 1-8 km. Nilai reflektivitas yang terdeteksi mengindikasikan pertumbuhan awan kumulonimbus. 3. Nilai reflektivitas diatas 64 dBz terdeteksi pada pukul 06.00 UTC di ketinggian sekitar 1 km. Nilai reflektivitas tersebut diduga sebagai hujan deras disertai batu es karena struktur vertikal yang terpisah-pisah. 4. Setelah pukul 06.00 UTC nilai reflektivitas berangsur-angsur menurun hingga pukul 07.00 UTC yang menandakan awan kumulonimbus mengalami tahap
disipasi. 1. Sebelum terjadinya hujan es di sekitar lokasi kejadian memang telah terjadi banyak presipitasi. 2. Pada saat kejadian hujan es, nilai reflektivitas dari citra radar menunjukkan indikator warna merah hingga berwarna ungu yang merupakan indikato nilai
KESIMPULAN
reflektivitas tertinggi. 3.
Adanya nilai reflektivitas yang sangat tinggi lebih dari 64 dbz di ketinggian yang cukup rendah dapat disinyalir sebagai reflektivitas yang bersal dari hujan deras yang disertai dengan batu es
PEMANFAATAN PRODUK RADAR BARON UNTUK MENGANALISIS HUJAN ES/HAIL DISERTAI ANGIN KENCANG DI KABUPATEN MAGELANG Giyarto Prakirawan Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang e-mail :
[email protected];
[email protected]
Abstrak - Sejumlah wilayah di Kabupaten Magelang, Selasa (18/3), sekitar jam15.00 wib, diguyur hujan es/hail sebesar kelereng. Sementara sejumlah sukarelawan terpaksa menutup jembatan sabo dam oprit Gondosuli diperbatasan Muntilan dan Sawangan, karena terjadi banjir lahar di alur Kali Pabelan. Berdasarkan pantauan di lapangan hujan es/hail turun disertai angin kencang.Dengan melihat karakteristik awan hujan dan penelitian terhadap Produk Reflectivity yang diambil dari contoh produk radar berupa MAXDISPLAY-Z (dBZ)/Maximum, PPI (dBZ)/Plan Position Indicator, VXSECT-Z(dBZ)/Vertical Cross Section dan WARN-Z(dBZ) yang diambil dari Radar Cuaca BMKG Semarang. Data diambil pada proses terbentuknya awan hujan sampai terjadinya hujan es(hail) dan angin kencang di sekitar Kabupaten Magelang, yaitu mulai jam 06.00 – 07.48 wib tanggal 18 Maret 2014. Metode yang digunakan dalam mengidentifikasi awan hujan ini adalah pancaran energi radar yang dipantulkan kembali oleh butiran-butiran air di dalam awan dan digambarkan dengan Produk Reflectivity yang memiliki besaran satuan dBZ (decibel). Makin besar energi pantul yang diterima radar maka makin besar juga nilai dBZ, dan semakin besar nilai dBZ reflectivity menunjukkan adanya pertumbuhan awan hujan yang sangat besar dan dapat menghasilkan intensitas hujan yang semakin besar pada lowest elevation, Volume Scan, Elevation Scan dan analisis WARN-Z berupa sel Storm dari C-band Radar (BARON). Analisis kejadian hujan es/hail dan angin kencang dilakukan dengan menggabungkan produk reflectivity dari MAXDISPLAY-Z, VXSECT-Z, PPI-Z dan WARN-Z untuk masing-masing volume scan dan elevasi scan yang menunjukkan adanya peningkatan gradasi warna dari satuan decibel rendah ke arah maksimum (63.2dBZ). Dan juga terjadi peningkatan volume yang cukup signifikan/besar serta ketinggian puncak awan pada level lebih dari 10 km dengan dasar awan yang cukup rendah. Hal ini dapat dilihat dari data VXSECT-Z dan PPI-Z yang dapat dilihat pada level paling atas. Dengan memperhatikan karakteristik awan hujan (Cumulonimbus) di daerah tropic dapat disimpulkan pada pembacaan produk radar adanya pembentukan awan Cumulonimbus di tempat tersebut dengan cakupan yang sangat luas dan ketinggian sangat tinggi (>10km) dan dasar awan yang sangat rendah dalam waktu tumbuh yang cepat serta proses hujan yang sangat ce pat sehingga butiran es yang terdapat di dalam awan belum sempat habis ketika sampai permukaan bumi. Pa da saat yang bersamaan sisi lain dari awan tersebut dapat menimbulkan adanya efek angin kencang. Kata kunci : hujan es/hail, angin kencang, reflectivity, decibel.
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Untuk melaksanakan Peraturan Kepala BMKG dalam Surat Keputusan Nomor : KEP.009 Tahun 2010 tentang Prosedur Standar Operasional Pelaksanan Peringatan Dini, Pelaporan, dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim serta adanya pemberitaan di media masa yaitu Harian SUARA MERDEKA yang terbit hari Rabu, tanggal 19 Maret 2014 di salah satu kolomnya berjudul “HUJAN ES DAN LISUS RUSAK BELASAN RUMAH”. Sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis yang berkewajiban memberikan layanan publik untuk tugas yang telah di tetapkan seyogyanya kita selalu meningkatkan kualitas daripada tugas tersebut. Salah satunya adalah membuat analisis terhadap fenomena cuaca ekstrim salah satunya adanya hujan es/hail disertai angin kencang. Fenomena hujan es/hail dan angin kencang pada masa-masa transisi sekarang ini sering ter jadi di wilayah Jawa Tengah. Awal terjadinya hujan es/hail
dan angin kencang ini karena tumbuhnya jenis awan yang bersel tunggal berlapis-lapis (Cumulunimbus) yang dekat dengan permukaan tanah atau dapat juga berasal dari multi sel awan dengan luasan area horisontal sekitar 3-5 km yang tumbuh vertikal ke atas dengan ketinggian mencapai 30.000 feet atau lebih. Dari penjelasan singkat mengenai terjadinya hujan es/hail tersebut diindikasikan bahwa dalam menganalisis kejadiaannya memerlukan penyebab terjadinya pertumbuhan awan C umulunimbus. Radar di Semarang adalah C-Band dengan merk BARON yang berguna untuk mengamati awan, hujan dan badai guntur. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan awan hujan/cumulonimbus hingga terjadinya hujan es/hail dan angin kencang. Sehingga diketahui luasan awan hujan, letak awan hujan dan daerah hujan es, gerakan awan atau hujan struktur vertikal awan hujan dan pertumbuhan awan hujan.
II. 2.1
DATA DAN METODE Tempat dan Waktu Pengamatan Tempat pengamatan melalui radar BARON di Stamet Ahmad Yani Semarang dengan daerah yang diamati adalah sekitar pegunungan tengah tepatnya daerah Magelang dan sekitarnya. Dengan memperhatikan waktu pertumbuhan awan hujan/cumulonimbus di daerah tersebut, sehingga waktu pengamatannya dimulai jam06.00 wib hingga punahnya awan Cumulonimbus tersebut yaitu jam08.48 wib dengan interval waktu scan 12 menit pada tanggal 18 Maret 2014 (gambar terlampir). 2.2 Data Yang Digunakan Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data dari radar C-Band berupa produk Reflektivity : MAXDISPLAY-Z (dBZ), PPI (dBZ)/Plan Position Indicator, VXSECT-Z (dBZ)/ Vertical Cross Section dan WARN-Z(dBZ). 2. Data labilitas udara dari Showalter Indeks pada lapisan 925-700 hPa jam 00.00 UTC, 06.00 UTC, dan 12.00 UTC tanggal 18 Maret 2014 (produk KMA). 2.3 Identifikasi hasil Reflektisitas Dari Data radar C-Band berupa rangkaian pixel berwarna yang menggambarkan echo balik (reflektivitas) yang diterima dari target. Skala warna menyatakan tingkat kekuatan echo yang menggambarkan intensitas dan distribusi target, jika warna pada identikasi reflektivitas dari biru ke kuning atau hingga merah bahkan sampai merah tua maka ada beberapa jenis awan yang menjadi target mungkin stratiform hingg awan konvektif. Persamaan Radar : 2 Z = 1 r Pr C Dimana : C = Radar Constan Z = Reflectivity of Precipitation r = Radial Distance Pr = Radar Equation Faktor reflektivitas : ≈ π 5 | K| 2 Dmax∫ D6 n(D) dD
λ
0
Dimana :
λ = Panjang gelombang Radar 2 | K| = indek refraksi D = diamaeter Data MAXDISPLAY-Z (dBZ) pada pengamatan kami melihat adanya pertumbuhan sel awan hujan yang cukup cepat tumbuhnya. Jika awan konvektif tersebut berada di wilayah sel badai atau sel core badai dan konvergen, sehingga kita dapat menentukan jenis awan yang terdeteksi mulai dari stratiform, konvektif dan campuran dari kedua awan tersebut selnya masih tetap tumbuh atau mati. 2.4 Kegunaan Citra Radar dan Informasi Cuaca Radar.
Citra radar dapat digunakan untuk menaksir sistem cuaca yang ada dalam skala kecil. Penaksiran umumnya dilakukan dengan melakukan analisis pola sebaran awan, mengidentifikasi lokasi daerah hujan, kandungan butir air dalam awan, mengestimasi kecepatan angin dan gerakan turun.
Gb.1 Bagan gerak awan dalan awan Kumulus
Dari pengamatan radar diperoleh data tentang butir-butir awan, gerakan butir dan partikel-partikel di dalam awan, tinggi awan, intensitas hujan. Karena proses hidupnya awan dan berlangsungnya hujan memakan waktu yang pendek, utamanya dikawasan khatulistiwa Indonesia maka data radar berskala waktu pendek. Selain itu pengamatan dengan radar hanya dapat dilakukan dalam daerah yang sempit sehingga awan cepat pulakeluar dari jangkauan radar, maka pengamatan dengan radar harus dilakukan sesering mungkin. Oleh karena itu data pengamatan radar pada suatu saat hanya dapat digunakan dasar pembuatan gawar jangka pendek dan untuk daerah yang sempit. Berikut ini kami tampilkam tabel sifat awan di kawasan tropik : Daerah pumpunan Daerah (convergence) angin, pusaran, Sumber siklon tropik Golakan (convektion), Proses pembentukan pengangkatan (lifting) Gundukan menjulang ke atas Bentuk awan Berkelompok dalam skala kecil Sebaran Butir air, campuran butir air Komposisi kristal es Agak suram, tidak rata Ketampakan Pendek Lama hidup Tabel 1. Sifat Awan di Kawasan Tropik
2.5 Perkembangan Labilitas Udara dilihat dari Showalter Indeks. Dari data labilitas udara Showalter Indeks (KMA) menunjukan pada pagi hari cukup stabil. Pada siang hari untuk daerah kabupaten Magelang menunjukkan kondisi labil, dan berlanjut hingga sore atau malam hari.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Proses pertumbuhan awan hujan hingga menjadi hujan es/hail dilihat dari produk reflektivitas (MAXDISPLAY-Z, PPI-Z, dan WARN-Z) pada Radar Baron Semarang. A. Produk MAXDISPLAY-Z (dBZ) Hasil pengamatan pada produk MAXDISPLAY-Z yang diamati di Kabupaten Magelang mulai jam 06.36 wib – 08.36 wib dalam interval waktu scan 12 (dua belas) menit. Proses pertumbuhan awan hujan hingga menjadi hujan es/hail disertai angin kencang dapat kami tunjukkan pada tabel dibawah ini : Waktu Gambaran yang dapat dijelaskan pengamatan dari image produk (wib) MAXDISPLAY-Z untuk masingmasing waktu interval. 06.36 Langit masih clear 06.48 Ada pertumbuhan awan hujan di selatan Kabupaten Magelang (Purworejo) 07.00 Pertumbuhan awan hujan semakin besar dan arahnya ke utara 07.12 Volume awan hujan makin membesar 07.24 Volume awan hujan sudah memasuki Kabupaten Magelang 07.36 Awan hujan yang sudah memasuki Kabupaten Magelang menjadi lebih besar dan ada pola pada echo yang diterima ke radar menunjukkan angka 56 dbz (decibel). Walaupun pola ini masih kecil, hal ini menunjukkan bahwa pada bagian atas awan sudah terdapat butiran es. 07.48 Pada jam ini, kejadian hujan es/hail disertai angin kencang berlangsung. Hal ini dapat dijelaskan pada image yang dilampirkan, karena pada image jam tersebut luasan daerah yang menunjukkan echo pada angka 63.2 dbz bertambah besar dengan di kelilingi daerah yang lain pada kondisi cerah/clear. 08.00 Di daerah Kabupaten Magelang masih dalam kondisi hujan sedang – lebat akan tetapi luasannya sudah tidak sebesar 12 (dua belas) menit yang lalu, karena daerah tersebut ditunjukkan pada echo 49.1 dbz. 08.12 Di daerah Kabupaten Magelang masih hujan pada intensitas ringan. 08.24 Awan hujan sudah punah dan hujan sudah reda, yang ada hanya awanawan stratiform. 08.36 Awan type stratiform makin meluas di daerah tersebut. Tabel 2. Gambaran image radar Baron pada masing-masing waktu interval
B. Produk Reflektivitas PPI-Z (dBZ)/Plan Position Indicator Untuk produk PPI-Z ini dilihat dari image kejadian hujan es/hail disertai angin kencang pada jam07.48 wib pada elevasi 2.4 derajat dan tampak lebih jelas lagi pada elevasi 4.8 derajat dalam radius 200 km. Hal ini menjelaskan bahwa awan hujan yan tumbuh di tempat tersebut menjulang tinggi (Cumuluonimbus), karena daerah target terletak sangat jauh dari radar da n terhalang pegunungan. Sehingga hanya dapat terlihat pada ele vasi yang tinggi. Hasil image radar pada saat kejadian seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2. Image radar produk PPI-Z elevasi 2.4 derajat radius 200 km jam07.48 wib
Gambar 3. Image radar produk PPI-Z elevasi 4.8 derajat radius 200 km jam07.48 wib
C. Produk Reflektivitas VXSECT-Z(dBZ)/ Vertical Cross Section Pada produk VXSECT-Z ini menjelaskan bahwa awan hujan yang tumbuh dan berkembang di daerah target menunjukkan cakupan yang luas dan menjulang tinggi dengan dasar awan yang cukup rendah, yang di dalam awan terdapat pola echo dengan derajat decibel sangat tinggi (63.0 dBZ). Yang merupakan gambaran dari adanya kristal es di dalam awan. Hal seperti ini adalah menggambarkan bahwa awan hujan /cumulonimbus yang terlihat pada target radar adalah jenis awan Cumulonimbus yang sangat tinggi (lebih dari 10 km) dan luas cakupannya. Hasil image radar pada saat kejadian seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4. Image radar produk VXSECT-Z dan MAXDISPLAY-Z jam07.48 wib
pertumbuhan awan hujan yang tampak pada gambargambar terlampir. 3.2 Proses perkembangan labilitas udara dilihat dari data Showalter Indeks (SSI). Showalter Indeks merupakan indeks yang sering digunakan untuk menentukan proses konveksi. Showalter Indek hampir sama dengan Lifting Indeks (LI), yang membedakan Showalter Indeks menggunakan parcel udara yang terangkat dari lapisan 850 mb ke lapisan 500 mb. Pada lapisan 500 mb suhu parcel merupakan hasil pengurangan dari suhu lingkungan. Semakin negatif nilai Showalter Indeks mengindikasikan kondisi atmosfer yang semakin tidak stabil. Adapun formulanya sebagai berikut : LI = T500 –Tp500 Dengan T = temperatur lingkungan, Tp = temperatur parcel ( terangkat dari 850 mb sampai 500 mb). SSI 3-1 1 - (-2) (-3) – (-6) < (-6)
Identification Shower, Thundershower Thundershower Severe Thundershower Severe Thundershower, Tornadoes
Tabel 3. Indeks Showalter Indeks (SSI)
Gambar 5. Image radar produk VXSECT-Z jam07.48 wib
D. Produk Reflektivitas WARN-Z (dBZ) Data pada produk WARN-Z (dBZ) jam07.48 wib di sekitar target menunjukkan adanya kejadian hujan es/hail yang ditunjukkan dengan echo yang tertangkap menunk pada 63.2 dBZ. Hal ini menjelaskan bahwa di daerah tersebut telah terjadi hujan es/hail karena angka decibelnya melebihi 55 decibel. Hasil image pada saat kejadian seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Untuk daerah Kabupaten Magelang pada hari terjadinya hujan es/hail disertai angin kencang dapat dipaparkan adanya perkembangan keadaan atmosfer yang menunjukkan semakin tidak stabilnya daerah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari data Showalter Indeks yang ada di bawah ini :
Gambar 6. Showalter Stability Index For 925 -700 hPa validitas 00 UTC
Gambar 5. Image radar produk WARN-Z jam07.48 wib
Pada saat kejadian hujan es/hail disertai angin kencang dengan kecepatan lebih dari 20 knots. Bagaimana perkembangan kecepatan angin mulai dari 18 knots hingga lebih dari 20 knots terlihat pada proses
Gambar 7. Showalter Stability Index For 925 -700 hPa validitas 06 UTC
Gambar 8. Showalter Stability Index For 925 -700 hPa validitas 12 UTC
IV.
KESIMPULAN 1. Perkembangan labilitas udara yang dilihat pada data Showalter Indeks (SSI) di Kabupaten Magelang yang merupakan tempat terjadinya hujan es/hail disertai angin kencang dari pagi hingga sore hari menunjukkan adanya perkembangan dari stabil menuju sangat tidak stabil. Pada jam 07.48 wib menunjukkan angka yang mengidentifikasikan adanya hujan badai yang berlangsung dalam waktu yang singkat. 2. Pada penelitian ini dari beberapa produk reflektivitas yang dianalisis pada jam07.48 wib mulai MAXDISPLAY-Z, PPI-Z/Plan Position Indicator , VXSECT-Z, dan WARNZ pada jam 07.48 reflektivitas pada radar menunjukkan angka 63.2 dBZ (> 55dBZ) dengan tampilan gradasi warna sangat merah (merah tua). Yang berarti pada angka tersebut telah terjadi hujan es/hail disertai angin kencang di daerah target. Dikarenakan ketinggian dasar awan hujan yang rendah sehingga butir-butit kristal es yang berada di dalam awan yang turun sebagai hujan belum sempat mencair, maka dalam waktu yang singkat terjadilah hujan es/hail disertai angin kencang di daerah tersebut.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] “HUJAN ES DAN LISUS RUSAK BELASAN RUMAH”, SUARA MERDEKA , Rabu, 19 Maret 2014. [2] Soerjadi Wh, Drs. Pemanfaatan Data Hasil Pengamatan Radar dan Satelit Untuk Gawar Cuaca Ekstrem. [3] Selex System Integration GmbH, 2011. Rainbow 5 Training Manual. [4] Wardoyo, Eko. Radar Cuaca Pengantar I. [5] Achmad Sasmita , 2003. Kondisi Cuaca Pada Saat Terjadi Banjir Bulan Februari Tahun 2007 dan 2008 di Wilayah DKI Jakarta. [6] Asnani G.C. Ph.D. Tropical Meteorology. Indian Instutute of Tropical Meteorology. [7] Toruan, Kanton.L, 2008. Interprestasi Data Radar Meteorologi.
REVIEW MAKALAH 4 PENULIS INSTITUSI
Giyarto, Prakirawan Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang PEMANFAATAN
JUDUL
HUJAN
PRODUK
ES/HAIL
RADAR
DISERTAI
BARON
ANGIN
UNTUK
KENCANG
MENGANALISIS DI
KABUPATEN
MAGELANG TAHUN TERBIT
PENERBIT
2014 BMKG/ Prosiding Workshop Oprasional Radar dan Satelit Cuaca BMKG Volume II Bulan Desember 2014
MASALAH
TUJUAN
Penyebab pertumbuhan cumulonimbus hingga menyebabkan hujan es. Mengetahui pertumbuhan awan cumulonimbus hingga terjadinya hujan es, gerakan awan, dan struktur vertikal awan 1. Data raw radar cuaca Doppler C-BAND Ahmad Yani Semarang tanggal 18 Maret 2014 pukul 06.00 -08.48
DATA
2. Produk radar cuaca BARON MAXDISPLAY(Z), PPI(Z), WARN(Z), dan VXSECT(Z). 3. Data Labilitas Udara Showalter Index lapisan 925-700 hPa taggal 18 Maret 2014 pukul 00, 06, 12 UTC 1.
Identifikasi echo reflectivity
2.
Analisis labilitas udara
METODOLOGI
1. Hasil pengamatan radar cuaca melalui produk MAXDISPLAY(Z) menunjukkan terdeteksi awan pada pukul 06.480 UTC dari selatan Kabupaten Magelang. Pertumbuhan awan mula signifikan pukul 07.00 dan bergerak ke utara. Pada pukul 07.24 awan sudah memasuki Kabupaten Magelang. Awan menadi lebih besar dengan nilai reflektivias 56 dBz. Hujan es terjadi pada pukul 07.48 UTC HASIL
dengan nilai reflektivitas 63.2 dBz. Awan cumulonimbus mulai memasuki tahap disipasi pada pukul 08.24 dan menjadi awan statiform. Pada pukul 08.36 awan statiform mulai meluas. 2. Produk VXSECT(Z) menunjukkan ketinggian awan lebih dari 10 km. 3. Nilai Showalter Indekx menunjukkan nilai -1. Nilai tersebut termasuk dalam kategori thundershower.
KESIMPULAN
1. Hujan es di Kabupaten Magelang terjadi pada tanggal 18 Maret 2014 pada pukul
07.48 dengan ditandai nilai reflektivitas awan kumulonimbus dengan ketinggian lebih dari 10 km diatas 55 dBz. 2. Nilai labilitas udara melalui Showalter Indeks menunjukan nilai -1 sebagai indikasi thunderstorm.
ANALISA KEJADIAN CUACA EKSTRIM STUDI KASUS HUJAN ES DI BOGOR TANGGAL 6 MARET 2014 Nurul Pramiftah
Staff Sub Bidang Cuaca Ekstrim Bidang Peringatan Dini Cuaca Deputi Bidang Meteorologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Jl. Angkasa I No.2 Kemayoran Jakarta Pusat Telp : 021 6546315 Fax : 021 6546312 e-mail :
[email protected],
[email protected] Abstrak –
Hujan es merupakan fenomena cuaca esktrim yang terjadi secara lokal dan dalam waktu yang sangat singkat sehingga untuk dapat membuat analisa hujan es diperlukan data yang terupdate yaitu data radar. Kejadian hujan es di Kawasan Cibinong Bogor pada tanggal 6 Maret 2014 merupakan kejadian hujan es ya ng terjadi sangat singkat yaitu antara pukul 15.00 – 16.00 WIB. Analisa data synop menunjukkan bahwa cuaca di daerah Bogor dan sekitarnya menunjukkan hujan lebat disertai guntur dengan kecepatan angin cenderung o lambat. Data satelit MTSAT menunjukkan bahwa suhu puncak awan <-67 . Berdasarkan analisa data radar pada produk reflectivity sekitar waktu kejadian CAPPI & CMAX pukul 15.20 WIB (08.20 UTC) terlihat sel-sel awan yang mempunyai intensitas hingga mencapai 57 dBz. Hal ini mengindikasikan adanya hujan lebat dan hujan es.
Kata kunci :
cuaca ekstrim, hujan es, radar
1. PENDAHULUAN
Fenomena cuaca di Indonesia sangatlah kompleks karena letak geografis yang berada di daerah equator dan diapit oleh samudera dan benua. Selain itu, kondisi geomorfologi Indonesia yang sangat beragam menyebabkan faktor lokal suatu daerah bisa sangat berbeda dengan daerah disekitarnya. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya fenomena cuaca ekstrim selain faktor meteorologi. Salah satu fenomena cuaca ekstrim yang adalah hujan es. Hujan es adalah salah satu bentuk dari presipitasi yang berupa bola-bola, potongan, maupun serpihan-serpihan es dan memiliki diameter antara 550 mm. Namun dalam pertumbuhan ekstrem, diameter hail bisa lebih besar lagi. Hujan es ( hail ) dapat jatuh secara terpisah atau terkumpul menjadi gumpalangumpalan yang tidak memiliki bentuk yang teratur [1]. Hujan es merupakan fenomena cuaca ekstrim yang bersifat lokal (tidak merata) dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat sehingga sulit untuk diperkirakan. Kejadian hujan es dapat terjadi kurang dari satu jam. BMKG sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika, semakin hari dituntut untuk selalu memberikan pelayanan yang akurat kepada masyarakat, yang berupa prakiraan cuaca baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, untuk membuat analisa mengenai hujan es diperlukan data yang terupdate maksimal 1 jam-an. Data yang paling dibutuhkan untuk membuat analisa hujan es adalah data radar cuaca yang terupdate setiap 10 menit sekali.
Radar cuaca adalah suatu cara pengamatan atau penginderaan jarak jauh dengan menggunakan gelombang radio untuk mengamati keadaan cuaca, khususnya presipitasiRadar cuaca pada dasarnya merupakan suatu instrumen untuk menentukan posisi dan intensitas suatu target yaitu berupa hidrometeor [2]. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa mengidentifikasi kondisi atmosfer pada saat kejadian hujan es menggunakan data radar sebagai data utama. Sehingga analisa yang dihasilkan dapat dijadikan acuan untuk memprediksi cuaca yang memiliki parameter yang hampir sama. 2. DATA DAN METODE 2.1. Data
Data yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : a. Data cuaca permukaan Stasiun Meteorologi Dermaga dan Stasiun Meteorologi Citeko tanggal 6 Maret 2014 pukul 16.00 dan 19.00 WIB. b. Data RADAR Tangerang tanggal 6 Maret 2014 pukul 07.50 - 08.40 UTC. c. Data Satelit MTSAT kanal IR 1 tanggal 6 Maret 2014 pukul 08.00 – 09.00 UTC. 2 .2 . M et od e
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Analisa data synoptik Stasiun Meteorologi Dermaga dan Stasiun Meteorologi Citeko. b. Analisa citra satelit MTSAT kanal IR 1 untuk mengetahui suhu puncak awan pada saat kejadian hujan es sehingga dapat diketahui jenis awannya.
c. Interpretasi dan analisa secara visual time series citra radar pada produk CMAX, CAPPI dan XSEC. 3. PEMBAHASAN 3.1. Analisa Data Synop Hujan es terjadi pada tanggal 6 Maret 2014 di daerah Bogor sekitar pukul 15.00-16.00. Hujan es yang terjadi diawali dengan hujan lebat disertai guntur. Ukuran diameter bola-bola es yang dihasilkan sekitar 0 – 10 mm. Stasiun Mateorologi Data synop
Dermaga 1 6.0 0 WIB
Arah angin
130
Kec. Angin
03 KT
Cuaca Cuaca 1 jam sebelumnya Suhu Tekanan
Guntur Berawan
16 .0 0 WIB
19 .00 WIB
310 calm Guntur Hujan
06 KT
calm
Hujan + guntur Hujan + guntur
Hujan + guntur Hujan + guntur
29
25
29
25
1010
1013.7
1010.7
1012.8
3 mm
0.2 mm
14 mm
Cb (600 M)
Cb (600 M)
Cb (600 M)
Cb (600 M)
Curah hujan Awan
Citeko
1 9.00 WIB
Analisa citra satelit selain secara visual juga dilakukan secara digital atau menggunakan bantuan software. Citra MTSAT diolah dengan menggunakan bantuan software SATAID (Satellite Animation and Interactive Diagnosis). SATAID adalah sebuah software yang digunakan untuk visualisasi dan manipulasi data citra satelit, NWP ( Numerical Weather Prediction), hasil pengamatan dan data [4]. Data hasil olahan SATAID berupa kontur suhu puncak awan (Gambar 2.) yang diturunkan menjadi grafik suhu puncak awan (Gambar 3.). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa terjadi pertumbuhan awan konvektif yang signifikan pada pukul 08.0009.00 UTC yang ditandai dengan penurunan suhu yang signifikan pada pukul 08.20 UTC. Suhu puncak awan pada saat terjadi hujan adalah <-67 o C. menurut klasifikasi jenis awan, diketahui awan yang terbentuk adalah awan Cumulus padat yang berpotensi menghasilkan hujan sedang hingga lebat klasifikasi jenis awan, diketahui awan yang terbentuk adalah awan Cumulus padat yang berpotensi menghasilkan hujan sedang hingga lebat.
Tabel 1. Data Synop Stasiun Meteorologi Dermaga dan Stasiun Meteorologi Citeko tanggal 6 Maret 2014
Berdasarkan data synop, cuaca di daerah Bogor bagian selatan umumnya hujan lebat disertai guntur dengan awan Cumulonimbus pada ketinggian 600m dari permukaan dengan kecepatan angin yang relatif lambat. Hal ini menunjukkan adanya indikasi terjadinya hujan es karena salah satu proses pembentukan hujan es adalah ketika adanya updrafts yang sangat kuat bertemu dengan tetes air yang sangat dingin. Tetes air sangat dingin ini merupakan tetes air yang jatuh diselubungi oleh udara yang dibawah titik beku dan biasanya terjadi pada thunderstorm [3] . 3.2. Analisa Citra Satelit Citra satelit yang digunakan untuk analisa kejadian hujan es ini adalah citra satelit MTSAT kanal IR 1 pada jam 15.00 – 16.00 WIB. Analisa citra satelit ini merupakan data pendukung untuk analisa citra radar. Gambar 1. menunjukkan adanya awan yang bergerak dari arah barat daya atau dari Samudera Hindia yang membawa massa uap air.
Citra MTSAT IR 1 Citra MTSAT IR 1 6 Maret 2014 09.00 UTC 6 Maret 2014 08.00 UTC Gambar 1. Citra satelit MTSAT IR pada saat kejadian .
Gambar 2. Kontur Puncak Awan 6 Maret 2014 08.47 UTC
Gambar 3. Grafik Suhu Puncak
3.3. Analisa Citra RADAR Produk radar yang digunakan dalam analisa ini adalah CAPPI, CMAX dan XSEC sebelum, saat dan sesudah kejadian. Namun, data yang tersedia hanya data pada pukul 07.50 UTC; 08.20 UTC; 08.30 UTC; dan 08.40 UTC, untuk data pukul 08.00 dan 08.10 UTC tidak dapat diakses karena masalah komunikasi. Data radar tersebut masih dapat digunakan untuk melakukan analisa karena masih merepresentasikan waktu sebelum, saat dan sesudah kejadian hujan es.
Gambar 4. Produk CMAX (6 Maret 2014), dari atas – bawah 07.50 UTC, 08.20 UTC, 08.30 UTC, 08.40 UTC.
Gambar 3. Produk CAPPI 1 km (6 Maret 2014), dari atas – bawah 07.50 UTC, 08.20 UTC, 08.30 UTC, 08.40 UTC.
Berdasarkan citra radar pada di atas secara garis besar tampak liputan awan yang bergerak dari arah barat daya Bogor (07.50 UTC) dengan tingkat reflektifitas sekitar 45 dBZ. Hal ini diperkuat dengan data synop yang meyatakan bahwa kondisi cuaca di Stasiun Meteorologi Citeko satu jam sebelum pukul 09.00 UTC adalah hujan disertai dengan guntur (Tabel 1.).
Liputan awan terus bergerak ke arah Bogor dan semakin meluas ke arah utara dan timur laut. Pada pukul 08.20 UTC terlihat liputan awan yang besar di atas Bogor dengan nilai reflektifitas sebesar 57 dBZ yang ditunjukkan pada produk CAPPI maupun CMAX (Gambar 3. dan Gambar 4.). nilai reflekstifitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikasi terjadinya hujan lebat dan hail sangat mungkin terjadi sesuai dengan Tabel 2. tentang interpretasi reflektifitas dBZ. dBZ
Rain Rate
Comments
10
~ 0.2
Significant but mostly non precipitating cloud
20
~1
Drizzle, very light rain
30
~3
Light rain
40
~ 10
Moderate rain, showers
50
~ 50
60
~ 200
Heavy rain, thundershowers, some hail possible Extremely heavy rain, severe thunderstorm, hail likely
Tabel 2. Tabel Interpretasi faktor dBZ
Indikasi terjadinya hujan es di Bogor juga ditunjukkan oleh produk radar XSEC (Gambar 5.) yang merupakan cross section dari awan yang terdeteksi oleh radar. Berdasarkan produk XSEC dapat diketahui ketinggian lebar dari liputan awan. XSEC pada pukul 08.20 UTC menunjukkan bahwa terdapat pola nilai dBZ yang tinggi (warna keunguan) tidak menyatu secara vertikal.
Gambar 5. XSEC pukul 08.20 UTC
Berdasarkan citra radar pukul 08.30 UTC hingga 08.40 UTC menunjukka bahwa liputan awan setelah terjadinya hujan es terus bergerak ke arah Utara dan Timur Laut sedangkan liputan di daerah terdampak hujan es menunjukkan nilai reflektifitas yang cenderung menurun. 4. KESIMPULAN
1.
Kondisi cuaca di daerah sekitar area terdampak hujan es (sebelum terjadi hujan es) adalah hujan disertai dengan guntur dengan nilai reflekstifitas 45 dBZ.
2.
Awan yang menyebabkan hujan es berdasarkan analisa data synop, satelit dan radar adalah awan Cumulus dan Cumulonimbus.
3.
Indikasi terjadinya hujan es ditunjukkan dengan nilai reflektifitas sebesar 57 dBZ dan pola yang terpisah-pisah secara vertikal DAFTAR REFERENSI
[1] Byers, H.R., General Meteorology, New York: McGraw-Hill Book Company Inc. London, 1974, dalam Fadholi, A., Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem Hujan Es ( Hail ), SIMETRI Jurnal Ilmu Fisika Indonesia, 2012. [2] Toruan, K.L., Dasar-Dasar Sistem Pengamatan Radar Cuaca, Jakarta, 2010.
[3] http://www.wunderground.com/resources/ severe/hail.asp diakses pada tanggal 4 April 2014 [4] http://www.wis-jma.go.jp/cms/sataid/ diakses pada tanggal 4 April 2014