UJI HIPOTESIS
PENDAHULUAN Pada Bab ini akan dibicarakan salah satu bahasan yang sangat banyak digunakan dalam penelitian, yaitu uji hipotesis. Uji hipotesis merupakan prosedur yang berisi sekumpulan aturan yang menuju kepada suatu keputusan apakah akan menerima atau menolak hipotesis mengenai parameter yang telah dirumuskan sebelumnya. Kegunaan bab ini, misalnya seorang peneliti di bidang kedokteran, dengan melakukan eksperimen tertentu, ingin melihat apakah vaksin yang dia temukan lebih baik dari pada vaksin yang biasanya dipakai untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Dengan melalui langkah-langkah pada uji hipotesis, peneliti tersebut akan dapat menentukan apakah vaksin tersebut lebih baik atau tidak, tentu saja dengan menggunakan paradigma dan bahasa peluang. HIPOTESIS STATISTIK Definisi 12.1 Hipotesis statistik, disingkat hipotesis, adalah suatu asersi (assertion) atau konjengtur (conjecture) mengenai satu atau lebih populasi. Definisi 12.1 dapat dikatakan dengan kata lain sebagai berikut. Hipotesis merupakan pernyataan atau dugaan mengenai kuantitas yang ada di satu atau lebih populasi. Sejalan dengan pengertian parameter, maka hipotesis menduga nilai parameter di satu atau lebih populasi. Dugaan ini tentu saja berdasarkan kepada telaah pustaka dan kerangka berpikir tertentu. Pada contoh di muka, misalnya peneliti bidang kedokteran tersebut, berdasarkan teori (atau teori-teori) tertentu, menduga bahwa vaksin yang dia temukan (misalnya vaksin A) lebih baik dari pada vaksin yang lain, misalnya vaksin B. pernyataan bahwa vaksin A lebih baik dari pada vaksin B adalah suatu hipotesis. Tentu saja, indikator lebih banyak vaksin yang satu dibandingkan dengan vaksin yang lain harus ditentukan. Misalnya indikatornya adalah kecepatan sembuhnya pasien. Andaikan dalam eksperimennya, vaksin A dikenakan kepada sekelompak pasien (sample pertama) dan vaksin B dikenakan kepada sekelompok pasien yang lain (sample kedua). Berdasarkan ini, maka hipotesis vaksin A lebih baik dari pada vaksin B diterjemahkan menjadi pernyataan µA > µB dengan µA adalah rataan kecepatan sembuh pasien kelompok A dan µB adalah rataaan kecepatan sembuh pasien kelompok B. Selanjutnya
hipotesis µA > µB inilah yang akan dilihat (memalui uji hipotesis yang yang akan dibicarakan) apakah benar atau tidak. Kalau benar, dikatakan bahwa hipotesis µA > µB diterima (tidak ditolak). Di sisi lain, jika tidak, maka hipotesis µ A > µB tidak diterima (ditolak). Perhatikanlah bahwa penelitian mengenai vaksin tersebut melibatkan 2 populasi. Populasi pertama adalah seluruh pasien yang dikenai vaksin A dan populasi kedua adalah seluruh pasien yang dikenai vaksin B. Tentu saja kebenaran yang seratus persen mengenai hipotesis tidak akan pernah diketahui, kecuali kalau penelitian itu dikenakan kepada seluruh anggota di populasi. Hal ini mengisyaratkan bahwa sangat mungkin ketika diuji pada sampel tertentu suatu hipotesis diterima kebenaranya, namun sesungguhnya tidak demikian jika dikenakan kepada seluruh anggota di populasinya. Di sinilah sangat pentingnya penarikan sampel yang representative dari populasinya. Perlu pula dicamkan bahwa dalam statistika tidak pernah digunakan kata “suatu hipotesis terbukti” dan “suatu hipotesis tidak terbukti”. Hal ini disebabkan dalam matematika kata “sesuatu terbukti benar untuk populasi” apabila benar untuk setiap anggota di populasi. Pada hal, penelitian (yang menggunakan statistika eferensial) tidak pernah mencobakan kepada setiap anggota populasi. Perhatikan pula bahwa pernyataan suatu hipotesis diterima harus diartikan bahwa sampai dengan saat itu (saat penelitian disimpulkan) belum ditemukan adanya data yang mendukung sebaliknya. Atau harus bahwa hipotesis tersebut didukung oleh data yang telah ditemukan atau diamati sampai dengan saat penelitiaan itu disimpulkan. Di muka telah dikatakan bahwa uji statistik diperlukan apabila kita melakukan inferensi dari sampel ke populasi. Apabila tidak, maka uji statistik tidak diperlukan. Ini berarti, kalau peneliti tidak melakukan sampling dan kemudian peneliti tersebut dapat mengamati seluruh anggota populasi maka tidak diperlukan uji statistik. Para peneliti pemula biasanya tidak menyadari hal itu dengan melakukan langkah-langkah berikut. Peneliti menetapkan suatu populasi yang ukurannya kecil, misalnya populasinya adalah siswa kelas tiga jurusan IPA di suatu SMU, yang karena SMUnya hanya satu kelas yang secara kebetulan hanya terdiri dari 40 siswa. Karena populasinya kecil, maka seluruh populasi diambil sebagai “sampel”, yang oleh mereka disebut “sampel populasi”. Lalu dilakukan uji statistik terhadap “sampel” tersebut seperti prosedur yang lazim dilakukan pada statistika inferensial. Tentu saja langkah yang diambil oleh peneliti pemula tadi tidak benar, karena tidak melakukan sampling tetapi menggunakan prosedur statistika inferensial.
Hipotesis Nol dan Hipotesis Alternatif Pada umumnya orang mengelompokkan hipotesis menjadi dua jenis, yaitu hipotesis nol (null hypothesis) dan hipotesis alternatife (alternative hypothesis). Hipotesis nol adalah hipotesis dirumuskan dengan harapan bahwa hipotesis tersebut nantinya ditolak setelah melakukan uji hipotsis. Hipotesis nol dilambangkan dengan H0. Penolakan hipotesis nol akan mengakibatkan penerimaan hipotesis alternatife. Hipotesis alternatife dilambangkan dengan penerimaan hipotesis H1 (atau HA). Ini berarti bahwa hipotesis yang dirumuskan dengan harapan bahwa rumusan tersebut nantinya akan diterima kebenaranya setelah dilakukan uji hipotesis. Kalau orang mengadakan penelitian, maka pada umumnya orang tersebut bertujuan untuk menunjukan bahwa, misalnya, suatu obat akan lebih baik dari pada obat yang lain, atau, misalnya, untuk menunjukan bahwa sesuatu yang dia punyai tidak sama dengan sesuatu yang dipunyai oleh orang lain. Oleh karena itu, pada buku ini, hipotesis alternatife adalah hipotesis memuat tanda ≠, > atau < Sebaliknya, hipotesis nol adalah hipotesis yang memuat tanda =, ≤ atau ≥. Berdasarkan pembicaraan pada alenia terakhir, terdapat tiga macam pasangan hipotesis (H0 dan H1) yang disebut Tipe A,Tipe B, dan Tipe C, suatu rataan, maka rumusan ketiga tipe tersebut adalah sebagai berikut (c adalah bilangan konstan). Tipe A
Tipe B
Tipe C
H0: µ = c
H0: µ ≤ c
H0: µ ≥ c
H1: µ ≠ c H1: µ > c H1: µ < c Misalnya hipotesisnya tentang perbedaan rataan, maka contoh rumusan ketiga tipe tersebut adalah sebagai berikut. Tipe A
Tipe B
Tipe C
H0: µA = µB
H0: µA ≤ µB
H0: µA ≥ µB
H1: µA ≠ µB H1: µA > µB H1: µA < µB Perumusan hipotesis Tipe A sering disebut perumusan hipotesis dua ekor, perumusan hipotesis Tipe B sering perumusan hipotesis satu ekor kanan, sedangkan perumusan Tipe C sering disebut perumusan hipotesis satu ekor kiri. Perhatikan kembali perumusan hipotesis Tipe B pada contoh yang kedua. Jika H1 .yang diterima, maka kesimpulan uji hipotesisnya ialah µA > µB. Kalau hipotesis itu, misalnya, berkaitan dengan pengujian dua cara, maka fakta tersebut mengatakan bahwa cara A lebih
baik dari pada cara B. sebaliknya, jika H0 yang diterima, maka kesimpulan uji hipotesisnya ialah µA ≤ µB Seperti diketahui, pernyataan µA mengandung arti bahwa salah satu yang benar, yaitu apakah µA < µB yang benar ataukah µA = µB yang benar. Ini berarti, kalau H0 yang diterima, kita belum dapat menyimpulkan (secara statistik) apakah cara A sam baiknya dengan cara B. penyimpulan yang biasanya dikatakan ialah cara A tida lebih baik dari pada cara B. Pada beberapa bku, perumusan Tipe B dituliskan sebagai berikut. H0: µA = µB H1: µA > µB Buku ini tidak menggunakan perumusan seperti itu dengan alas an bahwa ada pernyataan yang hilang pada perumusan itu, yaitu pernyataan µA < µB. Kecuali kalau sebelumnya telah diyakini bahwa pernyataan itu (µA < µB) tidak mungkin terjadi, perumusan Tipe B seperti itu dapat dipakai. Walaupun pada penelitian yang sesungguhnya, yang muncul dibenak para peneliti adalah hipotesis alternatife, namun dalam bahasa statistik, keputusan ujinya adalah apakah H0nya ditolak (tidak diterima) ataukah H0nya tidak ditolak (diterima). Pada buku ini ditolak sama artinya dengan tidak diterima dan tidak ditolak sam artinya dengan artinya. TIPE KESALAHAN Di muka telah dikatakan bahwa kesimpulan pada uji statistik dapat saja salah kalau dikonfrontasikan kepada seluruh anggota populasi. Artinya H0 yang ditolak pada suatu uji statistik, dapat saja pada populasi, H0 tersebut benar. Atau sebaliknya, pada uji statistik H0 tidak ditolak, tetapi kenyataan pada populasi H0 tersebut salah. Kesalahan jenis pertama disebut kesalahan Tipe I dan kesalahan jenis kedua disebut kesalahan Tipe II. Definisi 12.2 1. Kesalahan Tipe I adalah kesalahan yang terjadi ketika peneliti menolak hipotesis nol, pada hal seharusnya hipotesis nol tersebut benar. 2. Kesalahan Tipe II adalah kesalahan yang terjadi ketika peneliti menerima hipotesis nol, pada hal seharusnya hipotesis nol tersebut tidak benar Peluang terjadinya kesalahan Tipe I dilambangkan dengan α dan disebut tingkat signifikansi atau tingkat kebermaknaan uji tersebut. Di sis lain, peluang terjadinya Tipe II dilambangkan dengan β. Kuantitas (1-β) disebut kekuatan atau daya (power) uji hipotesis
tersebut. Pada pengujian hipotesis sangat diinginkan untuk memperoleh baik α maupun β yang kecil. Dikaitkan dengan kurva fungsi densitas, maka. α merupakan luas daerah di bawah kurva, di atas sumbu mendatar dan dibatasi oleh garis menegak yang melewati sebuah titik, misalnya melewati titik Z = z0, apabila fungsi densitasnya merupakan distribusi normal standar. Nilai z0.disebut nilai kritik atau harga kritik. Untuk hipotesis Tipe A, daerah yang luasnya sama dengan α (daerah yang diarsir) terbagi menjadi dua yang sama luasnya, masing-masing sebesar α /2 seperti yang dinyatakan pada Gambar 12.1. Asumsikan bahwa fungsi densitasnya adalah normal baku,. Perhatikanlah Gambar bahwa DK = daerah kritik, DP = daerah penerimaan, dan NK = nilai kritik. Untuk hipotesis Tipe B, daerah yang luasnya sama dengan α berada di ujung kanan, sedangkan untuk hipotesis Tipe C daerah yang luasnya sama dengan α berada di ujung kiri. Perhatikanlah Gambar12.2 dan Gambar 12.3. Jadi, kalau fungsi densitasnya adalah fungsi normal baku, maka daerah kritik untuk masing-masing tipe hipotesis adalah sebagai berikut. Tipe A:
DK =
z z <−z α atau z > z α
Tipe B:
DK =
z z > zα
Tipe C:
DK =
z z < −zα
2
2
Dalam melakukan penelitian, peneliti harus lebih dulu menentukan besarnya α sebelum melakukan uji hipotesis. Tidak ada pedoman yang baku untuk menentukan α. Namun demikian, untuk penelitian-penelitian yang krusial, misalnya penelitian dibidang kedokteran, maka sangat dianjurkan untuk mengambil α yang sangat kecil, misalnya 1%. Yang dengan kata lain, peneliti yakin dengan mengambil α yang hanya 1% itu, dia akan melakukan kesalahan Tipe I paling banyak sekali dalam 100 eksperimen yang sama. Kalau dalam uji hipotesis, hipotesis nolnya ditolak (dalam arti hipotesis alternatifnya diterima), maka dapat diharapkan bahwa hipotesis alternatife di populasinya juga benar dengan peluang benar sebesar 99%. Sebaliknya, untuk penelitian di bidang pendidikan, α dapat saja diambil sebesar 5%, karena melakukan kesalahan Tipe I paling banyak sekali dalam 20 eksperimen yang sama tidak menjadi masalah.
Gambar 12.1: Konfigurasi Daerah Kritik Untuk Tipe A
Gambar 12.2: Konfigurasi Daerah Kritik Untuk Tipe B
Gambar 12.3: Konfigurasi Daerah Kritik Untuk Tipe C Beberapa Sifat Yang Terkait Dengan Kesalahan Tipe I Dan Tipe II Perhatikan bahwa terdapat beberapa sifat yang berkaitan dengan kesalahan Tipe I dan kesalahan Tipe II pada uji hipotesis, sebagai berikut. 1. Kesalahan Tipe I dan kesalahan Tipe II saling berkaitan, dalam arti memperkecil peluang munculnya kesalahan Tipe I akan memperbesar peluang munculnya kesalahan Tipe II; dan sebaliknya memperkecil peluang munculnya kesalahan Tipe II akan memperbesar munculnya kesalahan Tipe I. 2. Ukuran daerah kritik, yaitu α, yang juga berarti peluang munculnya kesalahan Tipe I, dapat selalu diperkecil dengan menyesuaikan nilai (atau nilai-nilai) kritiknya. 3. Menaikan ukuran sampel n akan memperkecil peluang kesalahan Tipe I dan peluang kesalahan Tipe II sekaligus. PROSEDUR UJI HIPOTESIS Buku yang satu dengan buku yang lain menyajikan langkah-langakah yang berbeda dalam uji hipotesis. Namun, pada umumnya uji hipotesis dilakukan dengan melewati langkahlangkah berikut. 1. Rumusan H0 dan H1. Walaupun yang ditulis lebih dahulu adalah H0, namun disarankan agar para peneliti memikirkan lebih dahulu H1 untuk penelitiannya. Setelah H1 terumuskan, peneliti tinggal menegasikan (mengambil ”lawannya”) pernyataan yang terkandung H1 untk mendapatkan H0 2. Tentukan taraf signifikansi, yaitu α, yang akan dipakai untuk uji hipotesis. Seperti di jelaskan dimuka, besarnya α. Yang diambil tergantung kepada urgensi penelitian yang dilakukan. Namun demikian, perlu juga diingat bahwa kita tidak dapat mengambil α sembarang, sebab akan berkaitan dengan pemakaian tabel statistik. Kalau di tabel tidak ada α yang sesuai, maka peneliti akan mengalami kesulitan. Hanya kalau peneliti menggunakan paket program statistik untuk melakukan uji hipotesis, α yang mana saja yang diambil tidak masalah. 3. Pilihlah statistic uji yang cocok untuk mgnuji hipotesis yan gtelah dirumuskan. Pemilikan statistic uji ditentukan oleh beberapa hal, misalnya ukuran sampel, diketahui atau tidanya variansi-variansi, dan sama atau tidaknya variansi-variansi populasi. Statistic uji ini berdasarkan kepada distribusi sampling yang dibicarakan pada BAB X.
4. Hitunglah nilai statistic uji berdasarkan data observasi (amatan) yang diperoleh dari sampel. Penghitungan nilai uji statistik ini dapat dilakukan secara manual, namun dapat pula dengan menggunakan paket program statistic yang dewasa ini telah beredar secara luas. Beredarnya banyak paket program statistic di pasaran memudahkan peneliti untuk menganalisis datanya, karena peneliti tidak lagi disibukan untuk melakukan perhitungan yang kadang-kadang amat melelahkan, terutama bagi mereka yang tidak terlalu suka melihat angka-angka. Namun, penggunanan paket program ini juga mendorong orang untuk tidak mau memperlajari prosesdur statistic secara runtut. Akibatnya, peneliti tidak mengetahui asal usul hasil perhitungan dan kadang merasa kesulitan untuk menafsirkan hasil uji statistiknya secara cermat. Walaupun peneliti menggunakan paket program statistic, peneliti tetap harus mengetahui cara perhitungan secara manual. 5. Tentukan nilai kritik dan daerah kritik berdasarkan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan. Penentuan nilai kritik dan daerah kritik ini berdasarkan kepada statistic uji yang dipilih dengan melihat tabel statistic yang bersesuaian. Jika digunakan paket program statistic, langkah kelima ini tidak perlu dilakukan. 6. Tentukan keputusan uji mengeanai H0 yaitu H0 ditolak atau H0 diterima. Penentuan keputusan ini dilakukan dengan melihat apakah nilai statistic uji amatan berada di daerah kritik atau tidak.jika nilai statistic uji amatan berada didaerah kritik, maka H 0 dtolak. Sebaliknya jika nilai statistic uji amatan tidak berada didaerah kritik, maka H0 diterima. 7. Tulislah kesimpulan berdasarkan keputusan uji yang diperoleh. Sebaiknya, kesimpulan dirumuskan dengan bahasa sehari-hari dan koheren dengan permasalahan yang dirumuskan diawal penelitian. Tingkat Signifikasi Amatan Telah dibahas dimuka bahwa tingkatan signifikansi adalah peluang terjadinya kesalahan Tipe I yaitu kesalahan yang terjadi jika H 0 ditolak, padahal pada populasi H0 benar. Untuk distribusi random kontinu, misalnya distribusi normal baku, student t, chi kuadrat dan Fisher, peluang tersebut tidak lain merupakan luas daerah yang dibatasi oleh sumbu mendatar, kurva fungsi densitas distribusi dan terletak di kiri dan atau di kanan nilai kritik statistic uji yang bersangkutan.
Gambar 12.4 Kaitan Antara Α dan p pada Uji Satu Ekor Kanan
Gambar 12.5 Kaitan Antara Α dan p pada Uji Satu Ekor Kanan
Gambar 12.6 Kaitan Antara Α dan p pada Uji Satu Ekor Kanan Pada gambar 12.4 terlihat konfigurasi uji satu ekor kanan dengan tingkat signifikansi α pada distribusi normal baku N(0,1). Misalnya nilai statitik uji amatan yang diperoleh adalah zobs. Luas daerah disebelah kanan titik zobs yang sebesar p disebut tingkat signifikansi amatan (observed level of significance). Pada gambar itu tampak bahwa p < α. Ini berarti bahwa H0 ditolak. Jika misalnya α diperkecil sedemikian rupa hingga p ≥ α, maka H 0 akan diterima. Dengan demikian tingkat signifikasi amatan (p) adalah tingkat signifikansi terbesar sedemikian sehingga H0 diterima berdasarkan data amatan. Pada gambar 12.5 terlihat konfigurasi uji satu ekor kanan tingkat signifikasi α pada distribusi normal baku N(0,1). Misalnya nilai statistic uji amatan yang diperoleh z obs. Dibeberapa paket statistic, misalnya MINITAB, pada kasus ini, p adalah luas disebelah kiri zobs. Pada gambar itu tampak bahwa p < α, yang berarti H 0 ditolak. Dengan pejelasan seperti diatas, maka kalau p ≥ α, maka H0 diterima. Pada gambar 12.6 terlihat konfigurasi uji dua ekor dengan tingkat signifikansi α pada distribusi normal baku N(0,1). Misalnya nilai statistic uji yang diperoleh adalah –z obs atau zobs. Luas daerah diselah kanan zobs ditambah dengan luas darah sebelah kiri –z obs adalah p. jadi luas daerah diebelah kanan zobs saja adalah p/2. pada gambar 12.6 itu tampak bahwa p/2 < α/2 atau p < α , dala keadaan seperti itu, H0 ditolak. Sebaliknya jika p ≥ α, maka H0 diterima Jadi pada setiap jenis hipotesis, jika p < α, maka H 0 ditolak dan sebaliknya jika p ≥ α, maka H0 diterima. Sekarang ini paket-paket progam statistic selalu menampilkan nilai p bersamaan dengan tampilnya nilai statitik uji amatan, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan uji yang lebih mudah. Apabila kita menggunakan paket program statitik, otomatis tabel-tabel statistik tidak lagi diperlukan. Kecuali itu, dewasa ini dalam pengujian hipotesis sebagian orang cenderung bertujuan untuk mengetahui besarnya p daripada mengetahui keputusan uji pada suatu tingkat signifikansi tertentu yang telah ditentukan lebih dulu. Dalam kasus seperti ini, keputusan uji yang ditampilkan adalah pernyataan bahwa H0 akan ditolak pada tingkat signifikansi yang lebih besar daripada tingkat signifikansi amatan.
UJI HIPOTESIS MENGENAI RATAAN Untuk memudahkan pelaksanaan pengujian, maka sejumlah statistic uji yang berkaitan dengan uji rataan, beda rataan untuk populasi yang independen dan beda rataan untuk data berpasangan dapat dilihat pada tabel 12.1. Statistic uji ini dikembangkan berdasarkan teorema-teorema distribusi sampling pada BAB X. Tabel 12.1 Statistic Uji Mengenai Rataan H0 µ = µ0 µ = µ0
µ1- µ2 = d0
Persyaratan Populasi normal, σ2
Statistik Uji X − µ0 Z= ~ N (0,1) σ/ n
diketahui Populasi normal, σ2 tak diketahui Populasi normal dan independen, σ12 dan σ22
t=
Z=
( X1 − X 2 ) − d0
σ 12 σ 22 + n1 n2
diketahui Populasi normal dan µ1 - µ2 = d0
independent, σ12 dan σ22 tak diketahui, σ12 = σ22 = σ
t=
µ1 - µ2 = d0
independent, σ12 dan σ22 tak diketahui, σ12 ≠ σ22
µD = d0
Populasi normal, σ2 tak diketahui
~ N (0,1)
( X 1 − X 2 ) − d0 ~ t (n1 + n2 − 2) 1 1 sp + n1 n2
s 2p =
(n1 − 1) s12 + (n2 − 1) s22 n1 + n1 − 2
t= Populasi normal dan
X − µ0 ~ t (n − 1) s/ n
( X1 − X 2 ) − d0 s12 s22 + n1 n2
~ t (v )
( s12 / n1 + s22 / n2 ) 2 v= 2 ( s1 / n1 ) ( s22 / n2 ) 2 + n1 − 1 n2 − 1 (Walpole, 1982:311) D − d0 t= ~ t (n − 1) sd / n D = X1 − X 2 Sd = deviasi baku dari D
Contoh 12.1
Menurut pengalaman selama beberapa tahun terakhir ini, pada ujian matematika standar yang diberikan kepada siswa SMU di Surakarta diperoleh rataan 74,5 dengan deviasi baku 8.0. Tahun ini dilaksanakan metode baru untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang studi matematika tersebut. Setelah metode baru tersebut dilaksanakan, secara random dari populasi diamabil 200 siswa dites dengan ujian matematika standard an teyata 200 siswa tersbut diperoleh rataan 75,9. Jika diambil α = 5%, apakah dapat disimpulkan bahwa metode baru tersebut dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam matematik? Solusi : Perhatikan bahwa 74,5 dan 8,0 berturut-turut adalah rataaan dan deviasi baku populasi. Berarti µ = 74,5 dan σ = 8,0. Metode baru tersebut dikatakan dapat meningkatkan keampuan siswa apabila rataaan yang baru melebihi rataaan yang selama ini diperoleh siswa, seingga persoalan tersebut kerjakan dengan cara sebagai berikut: 1. H0: µ ≤ 74,5 (metode baru tidak meningkatkan kemampuan siswa) H1: µ > 74,5 (metode baru meningkatkan kemampuan siswa) 2. α = 0,05 3. Statistic uji yang digunakan Z=
X − µ0 ~ N (0,1) σ/ n
4. Komputasi : Z =
75.9 − 74.5 1.4 1.4 = = = 2.474 8 / 14.142 0.566 8 / 200
5. Daerah kritik: z0.05 = 1,645 (daerah interpolasi) DK = {z | z > 1,645} zobs = 2,475 ∈ DK
Gambar 12.7 Konfigurasi Daerah Kritik 6. Keputusan uji : H0 ditolak
7. Kesimpulan : metode baru tersebut dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa Contoh 12.2 Seorang pengusaha mengatakan bahawa dia telah menemukan cara baru untuk memproduksi senar dengan daya tahan rata-rata 8 kg. Seorang peneliti ingin mengetahui apakah klaim pengusaha tersebut benar. Untuk itu, peneliti tersebut mengambil sampel berukuran 50 dan setelah diuji dilaboratorium ternyata diperoleh rataaan daya tahan 7,8 kg dengan deviasi baku 0,5 kg. Bagaimana kesimpulan uji tersbut, jika diambil α = 1%? Solusi : Klaim pengusaha tersebuet dikatakan tidak benar jika dalam uji laboratorium yang dilakukan oleh peneliti tersebut diperoleh rataan yang tidak sama dengan 8 kg. Dalam hal ini, karena n besar, maka deviasi baku sampel dapat diasumsikan mewakili deviasi baku populasi dan oleh kerana itu digunakan uji Z. 1. H0: µ = 8 (klaim pengusaha benar) H1: µ ≠ 8 (klaim pengusaha tidak benar) 2. α = 0,01 3. Statistic uji yang digunakan Z=
X − µ0 ~ N (0,1) σ/ n
4. Komputasi : Z =
7.8 − 8 − 0.2 − 0.2 = = = −2.817 0.5 / 50 0.5 / 7.071 0.071
Gambar 12.8 Konfigurasi Daerah Kritik 5. Daerah kritik:
z0.05 = -2.575 (daerah interpolasi) DK = {z | z < -2.575 atau z > 2.575} zobs = -2,575 ∈ DK 6. Keputusan uji : H0 ditolak 7. Kesimpulan: klaim pengusaha tidak benar. Malahan terlihat bahwa rataan ketahanan senar tersebut kurang dari 8 kg. Pada penyelesaian contoh 12.2 itu digunakan uji Z karena variansi sampel dapat diasumsikan dapat mewakili (sama dengan) variansi populasi. Jika asumsi ini tidak dianggap tidak benar, maka harus digunakan uji t. Untuk pembicaraan selanjutnya, daerah kritik tidak disajikan daengan grafik, namun hanya disajikan dengan notasi himpunan. Hal ini dilakukan untuk menghemat tempat. Beberapa contoh soal pada baba ini akan disertai denga tampilan paket program statistic MINITAB sebagai perbandingan hasil perhitungan. Pembaca dapat memcoba pada paket program statisitik yang lain, misalnya SPSS, SPS atau MicroStat. Contoh 12.3 Untuk melihat apakah rataan nilai pelajaran matematika siswa kelas tiga SMU “Entah – Mana” lebih dari 65, secara random dari populasinya diambil 12 siswa. Ternyata nilai-nilai keduabelas siswa tersebut adalah sebagai berikut. 51
71
76
81
67
98
58
69
87
74
79
81
Jika diambil α = 1% dan dengan mengasumsikan bahwa distribusi nilai dipopulasi normal, bagaimana penelitian tersebut? Solusi : a. Dengan cara manual Dicari dulu rataan dan deviasi baku pada sampel Dari perhitungan diperoleh ΣX = 892; ΣX2 = 68044, sehingga: X =
392 = 74.333 dan s = 12
(12)(68044) − (892) 2 = 12.572 (12)(11)
1. H0: µ ≤658 (rataan siswa tidak lebih dari 65) 2. H1: µ > 8 (rataan siswa lebih dari 65) 3. α = 0,01 4. Statistic uji yang digunakan t=
X − µ0 ~ t ( n − 1) s/ n
5. Komputasi : t=
74.333 − 65.000 9.333 9.333 = = = 2.572 12 . 572 / 3 . 464 3 .629 12.572 / 12
6. Daerah kritik: t0.01 = 2.718; DK = {t | t > 2.718} tobs = 2,572 ∈ DK 7. Keputusan uji : H0 diterima 8. Kesimpulan : rataan nilai matematika kelas SMU “Entah – Mana” tidak lebih dari 65. b. Dengan menggunakan paket program MINITAB Kalau menggunakan MINITAB, maka perintah yang diberikan adalah sebagai berikut: MTB >TTEST 65 C1; SUBC>ALTR1; SUBC>END Perhatikan bahwa subperintah ALTE 1 menunjukkan bahwa yang diuji adalah hipotesis Tipe B. Jika hipotesis Tipe C, maka subperintahnya adalah ALTE-1 dan jika hipotesisnya Tipe A, maka tidak perlu ada perintah. ALTE singkatan dari Alternative. Print out komputer menunjukkan hasil pengujian seperti dibawah ini. One-sample T: C1 Test of mu = 65 vs mu > 65 Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
C1
12
74.33
12.57
3.63
Variable
95.0% lower
Bound
T
P
67.82
2.57
0.013
C1
Dari tampilan diatas dapat dilihat bahwa p = 0.013 > 0.01 = α , sehingga H 0 yang dirumuskan diterima pada tingkat significansi 1%. Perhatikan bahwa ada beberapa perbedaan hasil perhitungan antara cara manual dengan menggunakan program statisitik. Hal ini sebabkan adanya pembulatan-pembulatan yang tidak sama. Contoh 12.4
Selama ini pak budi mengajar siswanya dengan metode tertentu, katakanlah dengan metode konvensional. Tidak puas dengan metode tersebut, pak budi merancang metode pembelajaran dengan pendekatan yang baru, yaitu dengan pendekatan konstruktivis. Mendasarkan kepada teori konstruktivis tersebut, pak budi mempunyai hipotesis bahwa metode tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan metode yang lama. Untuk menguji hipotesis tersebut, pak budi melakukan penelititan eksperimental, dengan mengambil kelas IB sebagai kelompok eksperimen (yang dikenai metode baru). Setelah satu semester, kepada kedua kelompok tersebut diberikan tes yang sama. Hasil tersebut tampak pada tabel 12.2 dengan mengambil α = 1% bagaimana kesimpulan penelitian tersebut ? Tabel 12.2 Tabel Rataan dan Deviasi Baku Kelompok Eksperimen dan Kontrol Kelas IA IB
Metode Lama Baru
n 40 50
Rataan 74 78
Deviasi baku 8 7
Solusi : Walaupun pada kasus ini deviasi baku populasinya tidak diketahui, tatapi karena ukuran masing-masing sampel besar, deviasi baku sampel dapat dianggap mawakili deviasi baku populasi. Misalnya µ1 adalah rataan tes kelompok eksperimen dan µ2 adalah rataan tes kelompok control. 1. H0: µ1 ≤ µ2 (matode baru tidak lebih baik dari pada metode lama) H1: µ1 > µ2 (metode baru lebih baik dari pada metode lama) 2. α = 0,01 3. Statistic uji yang digunakan
Z=
( X1 − X 2 ) − d0
σ 12 σ 22 + n1 n2
~ N (0,1)
4. Komputasi : D0 = 0 (sebab idak dibicarakan selisih rataan) Z=
(78 − 74) − 0 7 2 82 + 50 40
5. Daerah kritik: z0.01 = 2.327
=
4 4 = = 2.491 0.980 + 1.600 1.606
DK = {z | z > 2.327 atau z > 2.575} zobs = 2.491 ∈ DK 6. Keputusan uji : H0 ditolak 7. Kesimpulan: metode baru lebih baik daripada metode lama. Seperti halnya pada contoh 12.2, uji t harus digunakan jika deviasi baku sampel tidak dapat dianggap mewakili deviasi baku populasi. Contoh 12.5 Seseorang menunjukkan bahwa siswa wanita dan siswa pria tidak sama kemampuannya dalam matematika. Untuk itu, ia mengambil 12 wanita dan 16 pria sebagai sampel. Nilai-nilai mereka adalah: Wanita : 51 71 76 81 67 98 58 69 87 74 79 81 Pria
: 68 72 77 79 68 80 54 63 89 74 66 86 77 74 87
Jika diasumsikan bahwa sampel-sampel tadi diambil dari populasi-populasi normal yang variansi-variansinya sama tetapi tidak diketahui, dan dengan α, bagaimana kesimpulan penelitian tersebut? Solusi: a. Cara Manual Wanita: ΣX = 892; ΣX2 = 68044; X = 74.333; s = 12.572 : ΣX = 1187; ΣX2 = 89339;X = 74.188;s = 9.232
Pria
Misalnya µ1 adalah rataan nilai siswa wanita dan µ2 adalah rataan siswa pria. 1. H0: µ1 = µ2 (siswa wanita dan pria sama kemampuannya) H2: µ1 ≠ µ2 (siswa wanita dan pria tidak sama kemampuannya) 2. α = 0.05 3. Statistik uji yang digunakan: t=
( X 1 − X 2 ) − d0 ~ t (n1 + n2 − 2) 1 1 sp + n1 n2
4. Komputasi:
s 2p =
( n1 −1) s12 + ( s2 −1) s22 n1 + n2 − 2
(11)(12.572) 2 + (15)(9.232) 2 12 +16 − 2 3017.054 = = 116.041 26 s p = 116.041 = 10.772 =
d0 = 0 (sebab tidak dibicarakan selisih rataan) t=
74.333 − 74.188 0.145 = = 0.035 4.11. 1 1 10.772 + 12 16
5. Daerah kritik: t0.025;26 = 2.056; DK = {t | t < -2.056 atau t > 2.056} dan tobs = 0.035 ∉ DK 6. Keputusan uji: H0diterima. 7. Kesimpulan: siswa wanita dan pria sama kemampuannya dalamnya dalam matematika. b. Dengan Menggunakan Paket Program Statistik Dengan menggunakan paket program statistik MINITAB, dilakukan perintah berikut. MTB > TWOS C1 C2; SUBC> POOLED: SUBC> END Sub-perintah POOLED memerintahkan kepada komputer untuk mengasumsikan bahwa dua variansi populasi sama, sehingga dapat dicari variansi gabungannya (pooled variance). Setelah dieksekusi, maka akan diperoleh tampilan berikut. Two-sample T for C1 vs C2 N
Mean StDev SEMean
C1
12
74.3
12.6
3.6
C2
16
74.19 9.23
2.3
Difference = mu C1 – C2
Estimate for difference: 0.15 95%CI for difference: (-8.31, 8.60) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.04 P-Value = 0.972 DF = 26 Both use Pooled StDev = 10.8 Perhatikan dari tampilan tersebut. Nilai t amatan adalah 0.04 dengan p = 0.972. tampak bahwa p > α. Kareana itu,H0 diterima. Berarti siswa wanita san siswa pria sama pandainya dalam matematika. Contoh 12.6 Kerjakan contoh soal nomor 12.5 jika diketahui variansi populasinya tidak diketahui dan tidak sama. Solusi: a. Cara Manual Misalnya µ1 adalah rataan nilai siswa wanita dan µ2 adalah rataan siswa pria. 1. H0:µ1 = µ2 (siswa wanita san pria sama kemampuannya) H1: µ1 ≠ µ2 (siswa wanita dan pria tidak sama kemampuannya) 2. α = 0.05 3. Statistik uji yang digunakan:
t=
v=
( X1 − X 2 ) − d0 s12 s22 + n1 n2
~ t (v )
( s12 / n1 + s22 / n2 ) 2 ( s12 / n1 ) ( s22 / n2 ) 2 + n1 − 1 n2 − 1
4. Komputasi: t=
74.333 − 74.188 0.145 = = 0.034 158.055 85.330 4.302 + 12 16 2
158.055 85.330 + 342.412 12 16 v= = = 19.381 ≈ 19 2 2 17.667 158.055 85.330 12 + 16 12 − 1 16 − 1
5. Daerah kritik:
t0.025;19 = 2.093;DK = {t | t < -2.093 atau t > 2.093} Dan tobs = 0.3034 ∉DK 6. Keputusan uji: H0 diterima. 7. Kesimpulan: siswa wanita dan pria sama kemampuannya dalam matematika. b. Dengan Menggunakan Paket Program Statistik Dengan menggunakan paket program statistik MINITAB, dilakukan perintah berikut. MTB >TWOS C1 C2 Hasil komputasinya adalah sebagai berikut. Two-sample T for C1 vs C2 N
Mean StDev SEMean
C1
12
74.3
12.6
3.6
C2
16
74.19 9.23
2.3
Difference = mu C1 – C2 Estimate for difference: 0.15 95%CI for difference: (-8.86, 9.15) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.03 P-Value = 0.973 DF = 19 Dengan melihat hasil itu disimpulkan bahwa nilai t amatan ialah 0.03 dengan p = 0.973, yang berarti p > α. Berarti H0 diterima. Contoh 12.7 Suatu stimulan akan diuji akibatnya terhadap tekanan darah. Dua belas pria diambil secara random dari kelompok umur 30-40 tahun. Hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah diberi stimulant adalah sebagai berikut. No:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Y : 120 124 130 118 140 128 140 135 126 130 126 127 X : 128 130 131 127 132 125 141 137 118 134 129 130 (keterangan: No = nomor responden; Y = hasil pengukuran sebelum diberi stimulan; X = hasil pengukuran sesudah diberi stimulan) Jika diambil α = 5 %, apakah dapat diyakini bahwa stimulan tersebut telah mempertinggi tekanan darah? Solusi:
Persoalan ini dapat diselesaikan dengan menggunakan uji beda rataan untuk data berpasangan. Misalnya µ1 adalah rataan tekanan darah setelah diberi stimulan dan µ2 adalah rataan tekanan darah sebelum diberi stimulan. a. Cara Manual 1. H0: µ1 ≤ µ2 (stimulant tidak mempertinggi tekanan darah) H1: µ1 > µ2 (stimulant mempertinggi tekanan darah) 2. α = 0.05 3. Statistik yang digunakan: t=
D − d0 ~ t (n − 1) dengan D = X -Y sd / n
4. Komputasi: d0 = 0 (sebab tidak dibicarakan selisih rataan) Tabel 12.3 Tabel Kerja Untuk Menghitung Rataan dan Deviasi Baku D D2
8 64
D=
6 36
1 1
9 81
-8 64
-3 9
1 1
2 4
-8 64
4 16
3 9
ΣD = 18 ΣD2 = 358
18 = 1.50 12
Sd
(12)(358) − (18) 2 3972 = = 30.09 ⇒ s d = 5.485 = (12)(11) 132
t
1.50 1.50 = = 0.948 5 . 485 1.583 = 12
2
3 9
5. Daerah kritik: T0.05;11 = 1.796;DK = {t | t > 1.796} Dan tobs = 0.948 ∉DK 6. Keputusan uji: H0 diterima 7. Kesimpulan: pemberian stimulan tidak mempertinggi tekanan darah.
b. Dengan Menggunakan Paket Program Statistik Dengan menggunakan paket program statistik MINITAB, dilakukan perintah berikut.
MTB > Paired C1 C2 SUBC> ALTE 1: SUBC> END Setelah dieksekusi, print-out hasilnya adalah sebagai berikut. Paired T for C1 – C2 N
Mean
StDev SEMean
C1
12
130.17
5.83
1.68
C2
12
128.67
6.93
2.00
1.50
5.49
1.58
Difference 12
95% lower bound for mean difference: -1.34 T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.95 P-Value = 0.182 Dari tampilan itu dapat dilihat bahwa p = 0.182 > α, maka keputusan ujinya H0 diterima, yang kesimpulannya adalah bahwa stimulan tidak mempertinggi tekanan darah. Contoh 12.8 Dalam suatu studi tentang kadar nikotin dua jenis rokok, diperoleh data berikut. Rokok A: ukuran sampel 50; rataan 2.61; deviasi baku 0.12 Rokok B: ukuran sampel 40; rataan 2.38; deviasi baku 0.14 Studi tersebut bertujuan untuk melihat apakah selisih nikotin kedua jenis rokok tersebut adalah 0.2. Bagaimana kesimpulan studi tersebut, jika α = 0.15. Solusi: Misalnya µ1 adalah rataan nikotin jenis rokok A dan µ2 adalah rataan nilotin jenis rokok B. Dalam hal ini, karena sampel berukuran besar (n > 30), maka deviasi baku dapat dianggap mewakili deviasi populasi. 1. H0: µ1 - µ2 = 0.2 (selisih rataan nikotin rokok A dan B sebesar 0.2) H1: µ1 - µ2 ≠ 0.2 (selisih rataan nikotin rokok A dan B tidak sebesar 0.2) 2. α = 0.05 3. Statistik uji yang digunakan:
Z=
( X1 − X 2 ) − d0
σ 12 σ 22 + n1 n2
4. Komputasi:
~ N (0,1)
Z=
(2.61 − 2.38) − 0.2 2
0.12 0.14 + 50 40
2
=
0.03 = 1.075 0.000778
5. Daerah kritik: z0.025 = 1.960;DK = {z | z < -1.960 atau z > 1.960} Dan zobs = 1.075 ∉DK 6. Keputusan uji: H0 diterima 7. Kesimpulan: selisih kadar kedua jenis rokok tersebut adalah 0.2. UJI HIPOTESIS MENGENAI VARIANSI DAN PROPORSI Sejumlah statistik uji yang berkaitan dengan uji variansi, beda variansi, proporsi, dan beda proporsi dapat dilihat pada tabel 12.4. Contoh 12.9 Sebuah perusahaan mengatakan bahwa sebelum diadakan perubahan dalam proses produksi, deviasi baku produksinya adalah 240 gram. Setelah diadakan perubahan dalam proses produksi, pengusaha tersebut ingin melihat apakah deviasi bakunya masih sama dengan deviasi baku sebelum diadakan proses produksi. Untuk itu, dilakukan penelitian dengan mengambil sampel berukuran 8 dan dari sampel tersebut ternyata diperoleh deviasi baku 300 gram. Jika diambil α = 2%, bagaiman kesmpulan penelitian itu? Solusi: Tabel 12.4 Statistik Uji Mengenai Variansi dan Proporsi H0 σ 2 = σ 02
Persyratan Populasi normal
σ 12 = σ 22
Populasi normal
p = p0
Populasi binomial
p1 = p2
Populasi binomial
1.
H0:
Statisti uji (n − 1) s 2 χ2 = ~ χ 2 (n − 1) 2 σ0 F=
Z=
s12 ~ F (n1 − 1, n2 − 1) s22
X − np0 ~ N (0,1) np0 (1 − p0 ) X1 X − 2 n1 n2
Z =
ˆ = p
1 1 p ˆ (1 − p ˆ ) + n1 n2 X1 + X 2 n1 + n2
σ = 240 (deviasi bakunya sama dengan yang lalu)
~ N (0,1)
H1:
σ ≠ 240 (deviasi bakunya telah barubah)
2.
α = 0.02
3.
Statistic uji yang digunakan: (n − 1) s 2 χ = ~ χ 2 (n − 1) 2 σ0 2
4.
Komputasi: χ2 =
5.
( 8 − 1)( 300) 2 ( 240) 2
=
630000 = 10.938 57600
Daerah kritik: χ02.99; 7 =1.239; χ02.01; 7 =18.475
DK = { χ2 | χ2 < 1.239 atau χ2 > 1.239} χ2 obs = 10.938 ∉DK
6.
Keputusan uji: H0 diterima
7.
Kesimpulan: tidak terjadi perubahan deviasi baku.
Contoh 12.10 Untuk melihat apakah distribusi nilai-nilai lebih menyebar dibandingkan dengan distribusi nilai-nilai matematika anak-anak perempuan, dilakukan penelitian dengan mengambil secara ramdom 21 anak laki-laki dan 9 anak perempuan. Ternyata deviasi baku untuki 21 anak lakilaki tadi adalah 4, sedangkan deviasi baku untuk 9 anak perempuan adalah
8
. Bagaimana
kesimpulan peneliti tersebut jika diambil α = 1%? Solusi: Misalnya σ1 adalah deviasi baku anak laki-laki dan σ2 adalah deviasi baku anak perempuan. 1. H0: σ12 ≤ σ22 (distribusi nilai anak laki-laki tidak lebih menyebar) H1: σ12 > σ22 (distribusi nilai anak laki-laki lebih menyebar) 2. α = 0.01 3. Statisitk uji yang dilakukan :
s12 F = 2 ~ F ( n1 − 1, n2 − 1) s2 4. Komputasi: F=
( 4) 2
( 8)
2
=
16 =2 8
5. Daerah kritik:
F0.01 = 5.36; DK = {F | F > 5.36} Fobs = 2 ∉DK 6. Keputusan uji : H0 diterima 7. Kesimpulan : distribusi nilai anak laki-laki tidak lebih menyebar daripada distribusi nilai anak perempuan. Contoh 12.11 Pengusaha sabun “cap macan” mengklaim bahwa sabun produksinya dipakai oleh paling sedikit 90 dari 100 bintang sinetron. Seorang peneliti ingin melihat apakah klaim pengusaha tersebut benar. Untuk keperluan itu, dikumpulkan 200 bintang sinetron secara random dari populasinya. Ternyata dari 200 bintang sinetron tersebut yang memakai sabun “cap macan” ada 182 orang. Jika diambil α = 5%, bagaimana kesimpulan penelitian itu? Solusi : 1. H0: p ≥ 0.9 (klaim pengusaha benar) H1: p < 0.9 (klaim pengusaha tidak benar) 2. α = 0.05 3. Statisitk uji yang dilakukan :
Z=
X − np0 ~ N ( 0,1) np0 (1 − p0 )
4. Komputasi: 90 = 0.9 100 182 − ( 200)( 0.9 ) 2 Z = = = 0.471 ( 200)( 0.9)(1 − 0.9) 4.243 p0 =
5. Daerah kritik: z0.01 = -1.645; DK = {z | z < -1.645} zobs = 0.471 ∉DK 6. Keputusan uji : H0 diterima 7. Kesimpulan : klaim pengusaha bahwa sabun produksinya dipakai oleh paling sedikit 90 dari 100 orang bintang sinetron adalah benar. Contoh 12.12
Pemilik bimbingan tes A dan pemilik bimbingan tes B saling klaim bahwa bimbingan tes yang dipunyainya yang lebih baik. Pak budi, sebagai peneliti, mendiga bahwa keduanya memang sama baiknya. Untuk menguji apakah dugaan itu benar, ia menggunakan proporsi diterima atau tidaknya peserta bimbingan tes di PTN sebagai indicator kualitas bimbingan tes. Secara random. Bimbingan Tes A diambil dari 100 orang peserta, dan ternyata yang diterima di PTN ada 75 orang. Dari Bimbingan Tes B diambil secara random 200 orang dan ternyata yang diterima di PTN ada 130 orang. Dengan mengabil α = 1% bagaimana kesimpulan penelitian itu ? Solusi : Misalkan p1 adalah proporsi peserta bimbignan tes A yang diterima di PTN dan p 2 adalah proporsi peserta bimbingan tes B yang diterima di PTN. 1. H0: p1 = p2 (bimbingan tes A sama baiknya dengan bimbingan tes B) H1: p1 ≠ p2 (bimbingan tes A tidak sama baiknya dengan bimbingan tes B) 2. α = 0.01 3. Statistik uji yang dilakukan :
Z=
X1 X 2 − n1 n2 1 1 pˆ (1 − pˆ ) + n1 n2
~ N ( 0,1) dengan pˆ =
X1 + X 2 n1 + n2
4. Komputasi: 75 + 130 205 = = 0.683 100 + 200 300 75 130 − 100 200 Z= = 1 1 ( 0.683)(1 − 0.683) + 100 200 pˆ =
0.75 − 0.65 0.10 = = 1.754 ( 0.683)( 0.317 )( 0.015) 0.0570
5. Daerah kritik: z0.001 = 2.575; DK = {z | z < -2.575 atau z > 2.575} zobs = 1.754 ∉DK 6. Keputusan uji : H0 diterima 7. Kesimpulan :bimbingan tes A dan bimbingan tes B sama baiknya. UJI KECOCOKAN
Uji hipotesis yang kita bicarakan sampai dengan saat ini adalah uji mengenai parameter populasi, seperti misalnya µ, σ2 dan p. Pada bagian ini akan kita bicarakan uji hipotesis untuk menentukan apakah populasinya mempunyai distribusi teoritis tertentu. Uji ini disebut uji kecocokan (goodness-of-fit test). Untuk melakukan uji ini, digunakan teorema-teorema berikut. Teorema 12.2 (Goodness-Of-Fit Test) Ujji kecocokan antara frekuensi amatan (observed frequencies) dan frekuensi harapan (exspexted frequencies) mendasarkan kepada kuantitas berikut : k
( oi − ei )
i =1
ei
χ =∑ 2
Dimana nilai –nilai dari χ2 mendekati nilai-nilai dari cvariabel random chi kuadrat. Lambang oi menyatakan frekuensi amatan dan lambang ei menyatakan frekuensi data yang diharapkan. Teorema 12.2 (Derajat Kebebasan Untuk Uji Kecocokan) Bilangan yang menunjukan derajat kebebasan pada uji kecocokan chi kuadrat adalah banyaknya sel dikurangi banyakanya kuantitas yang diperoleh dari data amatan yang digunakan untuk menghitung frekuensi harapan. Dari teorema 12.1. Dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai-nilai χ 2 menunjukkan bahwa data yang diamati semakin mendekati distribusi yang diteorikan. Pada uji kecocokan ini H0 yang dirumuskan ialah bahwa data amatan mempunyai distribusi tertentu yang dihipotesiskan. Sebagai daerah kritiknya ialah : 2 DK = { χ2 | χ2 > χα;v }
Dengan v = derajat kebebasan. Jadi dalam uji kecocokan ini, uji hipotesisnya selalu menggunakan uji satui ekor kanan. Seperti uji hipotesis lain, data amatan yang diperolah merupakan data sampel yang diasumsikan berasal dari suatu populasi tertentu, sehingga yang diuji pada uji kecocokan ialah apakah populasinya berdistribusi tertentu atau tidak. Yang tampaknya perlu dicermati benarbenar adalah cara menghitung derajat kebebasan pada uji kecocokan ini. Uji Kecocokan Untuk Distribusi Uniform
Seperti diketahui bahwa sebuah distribusi disebut uniform apabila f(x) =
1 , dengan C C
konstanta tertentu. Tampak bahwa untuk menentukan frekuensi harapan hanya diperlukan satu kuantitas saja, yaitu total frekuensi. Oleh karena itu, derajat kebebasannya ialah (k-1). Contoh 12.13 Pada lemparan sebuah dadu sebanyak 120 kali, diperoleh data sebagai berikut. Mata dadu 1 muncul sebanyak 20 kali, mata dadu 2 muncul sebanyak 22 kali, mata dadu 3 muncul sebanyak 17 kali, mata dadu 4 muncul sebanyak 18 kali, mata dadu 5 muncul sebanyak 19 kali, mata dadu 6 muncul sebanyak 24 kali. Uji apakah sebaran data tersebut memenuhi distribusi uniform, jika diambil α = 5%. Solusi: 1. H0: Populasi berdistribusi uniform H1: populasi tidak berdistribusi uniform 2. α = 0.05 3. Statistik uji yang dilakukan : k
χ2 = ∑
i =1
( oi − ei ) ~ χ 2 ( k − 1) ei
4. Komputasi: Tabel 12.5 Frekuensi Harapan Dan Frekuensi Data Amatan
χ2 =
Mata dadu
1
2
3
4
5
6
Frekusnsi amatan (o)
20
22
17
18
19
24
Frekuensi harapan (e)
20
20
20
20
20
20
0-e
0
2
-3
-2
-1
4
( − 2) + ( − 1) + 42 = 34 = 1.700 0 2 2 2 ( − 3) + + + 20 20 20 20 20 20 20 2
2
2
5. Daerah kritik: V = k – 1 = 6 – 1 = 5;
χ02.05;5 = 11.070; DK = { χ2 | χ2 > 11.070}
2 χobs = 1.700 ∉DK
6. Keputusan uji : H0 diterima 7. Kesimpulan :bimbingan tes A dan bimbingan tes B sama baiknya. UJI NORMALITAS POPULASI Seringkali harus diuji apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Uji ini disebut uji distribusi normal pada populasi dan disingkat uji normalitas populasi. Pada tabel 12.1. Dapat bahwa semua penggunaan uji statistik mengenai beda rataan (dan uji statistic lain, misalnya analisis variansi yang dibahas pada babXIII) mensyaratkan dipunyai populasi normal. Pada praktik penelitian yang sesungguhnya, normalitas itu tidak lagi sesuatu yag diasumsikan tetapi sesuatu yang dipersyaratkan. Artinya sebelum uji beda rataan dilakukan harus ditunjukan bahwa sampelnya diambil dari populasi normal. Ada dua cara yang digunakan untuk uji normalitas yaitu dengan menggunakan variabel random chi kuadrat dan dengan metode Lilliefors. Uji yang pertama dikatakan uji secara parametric, karena menggunakan penaksir rataan dan deviasi baku: sedangkan uji yang kedua merupakan uji secara non-parametrik. Uji Normalitas Dengan Chi Kuadrat Uji kenormalan dapat dilakukan dengan menggunakan teorema 12.1 dengan teorema 12.2. pada uji ini, untuk menentukan frekuensi harapan diperlukan tiga kuantitas, yaitu frekuensi total, rataan dan deviasi baku, sehingga derajat kebebasan ialah (k-3). Untuk dapat menggunakan cara ini, datanya harus dinyatakan dalam distribusi frekuensi data bergolong. Prinsip yang dipakai pada uji ini adalah membandingkan antara histogram amatan dengan histogram yang kurva polygon frekuensinya mendekati distribusi normal. Contoh 12.14 Untuk melihat apakah distribusi berat badan siswa kelas 3 SMU “Entah Mana” berdistribusi normal, diambil secara random 100 siswa dari populasinya. Berat badan mereka ditampilkan dalam distribusi frekuensi data tergolong seperti dibawah ini. Tabel 12.6 Distribusi berat bdan 100 sisa kelas 3 SMU Berat badan (kilogram) 60-62
frekuensi 5
63-65
18
66-68
42
69-71
27
72-74
8
Dengan mengambil α = 5%, apakah sampel tersebut berasal dari populasi normal? Solusi : 1. H0: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2. α = 0.05 3. Statistik uji yang dilakukan : k
χ =∑ 2
i =1
( oi − ei ) ~ χ 2 ( k − 3) ei
4. Komputasi: Misalkan X adalah titik tengah kelas dan f adalah frekuensi Tabel 12.7 Tabel Kerja Untuk Menghitung Rataan Dan Deviasi Baku X
f
fX
X2
fX2
61
5
305
3721
18605
64
18
1152
4096
73725
67
42
2814
4489
188538
70
27
1890
4900
132300
73
8 100
584 6745
5329
42632 455803
6745 = 67.45 100 (100)( 455803) − ( 6745) 2 = 85275 = 8.614 ⇒ s = 8.614 = 2.93 s2 = (100)( 99) 9900 X =
Tabel 12.8 Tabel Kerja Untuk Menghitung Frekuensi Harapan Tepi
z Untuk Tepi
Luas
Kelas 59.5-62.5
Kelas (-2.71)-(-1.69)
Kelas 0.0421
Frekuensi Harapan (0.0421)(100) = 4.21
Frekuensi Amatan 5
62.5-65.5
(-1.69)-(-0.67)
0.2059
(0.2059)(100) = 20.59
18
65.5-68.5
(-0.67)-(0.36)
0.3892
(0.3892)(100) = 38.92
42
68.5-71.5
(0.36)-(1.38)
0.2756
(0.2756)(100) = 27.56
27
71.5-74.5
(1.38)-(2.41)
0.0758
(0.0758)(100) = 7.58
8
Perhatikan bahwa luas kelas (pada tabel 12.8) dicari dari bilangan baku (z) untuk masing-masing tepi kelas pertama: x1 = 59.5 (tepi bawah kelas) → z1 = x2 = 62.5 (tepi atas kelas) → z2 = luas kelas
59.5 − 67.45 = −2.71 2.93
62.5 − 67.45 = −1.69 2.93
= luas dibawah kurva normal dan dibatasi oleh z1 dan z2 = 0.4966 – 0.4545 (lihat tabel kurva nominal) = 0.0421
χ2 =
( 5 − 4.21) 2
+
(18 − 20.59) 2
+
( 42 − 38.92) 2
4.21 20.59 38.92 = 0.148 + 0.326 + 0.244 + 0.011 + 0.023 = 0.752
+
( 27 − 27.56) 2 27.56
+
( 8 − 7.58) 2 7.58
5. Daerah kritik: V = k – 3 = 5 – 3 = 2;
χ02.05; 2 = 5.991; DK = { χ2 | χ2 > 5.991} 2 χobs = 0.752 ∉DK
6. Keputusan uji : H0 diterima 7. kesimpulan : populasi berdistribusi normal
Uji Normalitas Dengan Metode Lilliefors Uji normalitas dengan metode lilliefors digunakan apabila datanya tidak dalam distribusi data bergolong. Pada metode lilliefors, setiap data Xi diubah menjadi bilangan baku zi dengan transformasi. Zi =
Xi − X s
Statistic uji untuk metode ini ialah: L = Maks |F(zi) – S(zi)| Dengan F(zi) = P(Z≤zi); Z ~ N(0,1); S(zi) = proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh zi Sebagai daerah kritik untuk uji ini ialah : DK = {L | L > Lα;n} dengan n adalah ukuran sampel Untuk beberapa α dan n, nilai Lα;n dapat diihat pada tabel 7 pada lampiran. Contoh 12.15 Sebuah sampel berukuran 6 diambil secara random dari suatu populasi. Keenam nilai dari sampel tersebut adalah sebagai berikut: 4
0
8
6
14
10
Dengan mengambil α = 5%, ujilah hipotesis yang menyatakan bahwa sampel tersebut berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Solusi: 1. H0: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2. α = 0.05 3. Statistik uji yang dilakukan : L = Maks |F(zi) – S(zi)|; dengan F(zi) = P(Z≤zi);Z ~ N(0,1); dan S(zi) = proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh zi 4. Komputasi: Dari data diatas diperolah ΣX = 42 dan ΣX2 = 412 Sehingga diperoleh: X =
42 = 7 dan s = 6
( 6)( 412) − ( 42) 2 ( 6)( 5)
=
708 = 23.6 = 4.86 30
Tabel 12.9 Untuk Mencari Lmaks F(zi)
S(zi)
|F(zi)-S(zi)|
0
Xi − 7 4.86 -1.44
0.0749
0.1667
0.0918
4
-0.62
0.2676
0.3333
0.0657
Xi
Zi =
6
-0.21
0.4168
0.5000
0.0832
8
0.21
0.5832
0.6667
0.0835
10
0.62
0.7324
0.8333
0.1009
14
0.44
0.5251
1.0000
0.0749
L = mak |F(zi)-S(zi)| = 0.1009 5. Daerah kritik: L0.05;6 = 0.319; DK = { L | L > 0.319};Lobs = 0.1009 ∉DK 6. Keputusan uji : H0 diterima 7. kesimpulan : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal Contoh 12.16 Nilai-nilai pada sampel yang berukuran 20 adalah sebagai berukut: 30
40
50
54
56
56
56
58
60
66
68
72
76
76
76
76
78
78
84
88
Dengan mengambil α= 5%, ujilah hipotesis yang mengatakan bahwa sampel tersebut berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Solusi: 1. H0: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2. α = 0.05 3. Statistik uji yang dilakukan : L = Maks |F(zi) – S(zi)| 4. Komputasi: Dari data diatas diperoleh X = 6.49 dan s = 1.502
Tabel 12.10 Untuk Mencari Lmaks
Hasil dari scan …………..
L = mak |F(zi)-S(zi)| = 0.0922 5. Daerah kritik: L0.05;20 = 0.190; DK = { L | L > 0.190};Lobs = 0.0922 ∉DK 6. Keputusan uji : H0 diterima 7. Kesimpulan : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal UJI INDEPENDENSI Prosedur uji kecocokan dengan menggunakan chi kuadrat seperti yang dibicarakan di muka dapat dipakai untuk menguji apakah dua variabel independent atau tidak. Prosedur untuk uji independen tersebut adalah sebagai berikut. Hitunglah kuantitas :
χ
2
2 ( oi − ei ) =∑ i
ei
Dengan I berjalan untuk seluruh sel dalam tabel kontingensi r x c yang ada. Daerah kritik dari uji ini ialah : DK = {χ2 | χ2 >
2 χα ;v
}
Dengan v = (r-1) x (e-1); r = banyaknya baris dan c = banyaknya kolom. Pada uji ini, frekuensi harapan untuk masing-masing sel dihitung dari probabilitas masing-masing kategori pada baris dan masing-masing kategori pada kolom dengan nmgnggunakan asumsi bahwa mereka adalah independent. Jadi, kalau P(A) adalah peluang kejadian A pada baris ke – p dan P(B) adalah peluang kejadian B pada kolom ke – q, maka frekuasi harapan munculnya kejadian A dan B pada sel (p,q) adalah perkalian antara P(A),P(B), dan n dimana n adalah banyaknya anggota sampel secara keseluruhan. Secara singkat, ditulis : fA….B = nP(A)P(B). Contoh 12.17
Pada pemilihan presiden secara langsung terdapat tiga partai (yaitu partai “padi”, partai “cabe”, partai “jengkol”) yang berkompetensi untuk menentukan presiden. Calon presidennya adalah pak X dan Pak Y. Akan dilihat apakah keanggotaan partai independen terhadap aspirasinya dalam pemilihan presiden. Secara random diambil 1000 orang untuk dimintai pendapatnya siapa yang akan dipilih. Hasilnya tampak pada tabel 12.11. Bagaimanakah kesimpulan penelitian tersebut, jika diambil α = 5%? Tabel 12.11 Tabel Kontingensi Aspirasi Pemilih (Data Amatan) Memilih pak X
Padi (P) 182
Cabe (C) 213
Jengkol (J) 203
Jumlah 598
154 336
138 351
110 313
402 1000
Memilih pak Y Jumlah Solusi:
1. H0: keanggotaan partai independent terhadap aspirasinya kepada calon presiden H1: keanggotaan partai tidak independent terhadap aspirasinya kepada calon presiden 2. α = 5% 3. Statistik uji yang dilakukan :
χ
2
2 ( oi − ei ) =∑ i
ei
4. Komputasi: Untuk menghitung frekuensi harapan masing-masing sel, perhatikanlah bahwa P(P) = 0.336; P(J) = 0.313; P(X) = 0.598; dan P(Y) = 0.402. frekuensi harapan masingmasing sel dihitung sebagai berikut : fh(P,X) = (0.336)(0.598)(1000) = 200.9 fh(P,Y) = (0.336)(0.402)(1000) = 135.1 fh(C,X) = (0.351)(0.598)(1000) = 209.9 fh(C,Y) = (0.351)(0.402)(1000) = 141.1 fh(J,X)
= (0.313)(0.598)(1000) = 187.2
fh(J,Y)
= (0.313)(0.402)(1000) = 125.8
sehingga : χ2 =
(182 − 200.9) 2
+
( 213 − 209.9) 2
200.9 209.9 2 (138 − 141.1) + (110 −125.8) 2 + 141.1 125.8 = 7.854
+
( 203 − 187.2) 2 187.2
+
(154 − 135.1) 2 135.1
5. Daerah kritik: 2 V = (2-1)(3-1) = 2 ; χ0.05; 2 = 5.991; DK = { χ2 | χ2 > 5.991}; χ2obs = 7.854 ∉DK
6. Keputusan uji : H0 ditolak 7. Kesimpulan : keanggotaan partai tidak independent terhadap aspirasinya terhadap calon presiden. (ini berarti bahwa terdapat kecenderungan kalau seseseorang menjadi anggota partai tertentu, maka mereka akan memilih presiden tertentu. Dengan kata kain terdapat hubungan antara keanggotaan partai dengan presiden yang dipilih). UJI HOMOGENITAS VARIANSI POPULASI Kadang-kadang untuk suatu penggunaan statistic uji tertentu (misalnya analisis variansi) dipersyaratkan agar populasi-populasi yang diperbandingkan mempunyai variansi-variansi yang sama. Uji untuk mengetahui apakah variansi-variansi dari sejumlah populasi sama atau tidak disebut uji homogenitas variansi populasi. Statistic uji kedua pada tabel 12.4 merupakan uji untuk homogenitas variansi dua populasi. Pada bagian ini dibicarakan uji homogenitas variansi untuk k populasi. Salah satu uji homogenitas variansi untuk k populasi adalah uji bartlet (walpole,1982,396). Misalnya terdapat k populasi pada uji ini. Hipotesis nol yang diujikan adalah H0: σ12 = σ22 = σ32 = …… = σk2 H1: tidak semua variansi sama Pertama-tama dihitung masing-masing variansi, yaitu s12, s22, s32, … sk2 dari sampel yang berukuran n1, n2, n3, …. nk. Kemudian dihitung variansi gabungan yang dirumuskan oleh: k
sp2 =
∑( nk −1) si2
i =1
N −k
Bilangan b yang dirumuskan dengan b = [( s )
2 n1 −1 1
(s )
2 n 2 −1 2 2 p
( )
... s
]
1 2 n k −1 N − k k
s
Adalah nilai dari variable random B yang mempunyai distribusi Bartlett. Daerah kritik uji ini adalah DK = {b | b < bk (α;n1,n2,n3 …, nk)} Dengan
bk(α;n1, n2, n3, …. nk) =
n1bk (α ; n1 ) + n2bk ( α ; n2 ) + .... + nk bk ( α ; nk ) N
Nilai bk(α;n) beberapa k, α, dan n dapat dilihat pada tabel 8 pada lampiran. Contoh 12.18 Untuk menguji apakah produksi model A, model B dan model C mempunyai variansivasiansi yang sama, secara random diambil 4 buah model A, 6 buah model B dan 5 buah model C. datanya adalah sebagai berikut: A:
4
7
6
6
B:
5
1
3
5
3
C:
8
6
8
9
5
4
Dengan mengambil α = 5%, bagaimana kesimpulan penelitian ini? Solusi: 1. H0: σ12 = σ22 = σ32 = …… = σk2 H1: tidak semua variansi sama 2. α = 0.05 3. Statistic uji yang digunakan : b = [( s )
2 n1 −1 1
(s )
...( sk2 )
2 n 2 −1 2 2 p
]
1 n k −1 N − k
s
4. Komputasi: Dari data diatas, diperoleh: s12 = 1.583; s22 = 2.300; s32 = 2.700; sehingga : sp2 =
( 3)(1.583) + ( 5)( 2.300) + ( 4)( 2.700) = 27.049 = 2.254 15 − 3
12
b = [(1.583) ( 2.300 ) ( 2.700 ) ] 3
5
2.254
1 4 12
1
[13569.152] 12 = 2.254
=
2.210 = 0.9805 2.254
5. Daerah kritik : b3(0.05;4,6,5) =
( 4)( 0.4699) + ( 6)( 0.6483) + ( 5)( 0.5762) = 8.6504 = 0.5767 15
15
DK = {b | b < 0.5767}; bobs = 0.9805 ∉DK 6. Keputusan uji : H0 diterima 7. Kesimpulan : variansi-variansi dari tiga populasi tersebut sama (homogen).
Bentuk lain untuk uji Bartlett adalah sebagai berikut (winner, 1971:208). Pada bentuk kedua ini, statistic uji yang digunakan adalah : χ2 =
(
2.203 2 f log RKG − ∑ f j log s j c
)
Dengan : χ2 ~ χ2(k-1) k = banyaknya populasi = banyaknya sampel N = banyaknya sekuruh nilai (ukuran) nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j fj = nj – 1 = derajat kebebasan untuk sj2; = 1, 2, …, k; k
f = N- k = c=1+
∑ f j =derajat kebebasan untuk RKG j =1
1 1 1 ∑ − 3( k −1) f j f
RKG = rataan kuadrat galat = SSj = ∑ X
2 j
(∑ X ) − j
nj
2
∑SS j ∑f j
= ( n j −1) s 2j
Contoh 12.19 Ujilah homogenitas populasi data pada contoh 12.18 Solusi: 1. H0: σ12 = σ22 = σ32 (variansi populasi homogen) H1: tidak semua variansi sama (vasiansi populasi tidak homogen) 2. α = 0.05 3. Statistic uji yang digunakan : χ2 =
(
)
2.203 2 f log RKG − ∑ f j log s j ~ χ 2 ( k −1) c
4. Komputasi: Setelah dihitung, dipeoleh: f1= 3, f2 = 5, f1 = 4; Σfj = 3+5+4=12 SS1 = 4.750; SS2 = 11.500; SS3 = 10.800 Tabel 12.12
Tabel Kerja Untuk Menghitung χ2obs Sampel I
fj 3
SSj 4.750
Sj2 1.583
log sj2 0.199
fj log sj2 0.597
II
4
11.500
2.300
0.362
1.810
III Jumlah
5 12
10.800 27.050
2.700 -
0.431 -
1.724 4.131
RKG =
∑ SS j 27.050 = = 2.254 ∑ fj 12
f log RKG = (12)(log 2.254) = (12)(0.353) = 4.326 c=1+
1 1 1 1 1 7 + + − = 1 + = 1.117 ( 3)( 2 ) 3 5 4 12 6 10 1
sehingga : χ2 =
2.303 ( 4.236 − 4.131) = 0.216 1.117
5. Daerah kritik : χ02.05; 2 =5.991;
DK = { χ2 | χ2 > 5.991}; χ2obs = 0.216 ∉DK 6. Keputusan uji : H0 diterima 7. Kesimpulan : variansi-variansi dari tiga populasi tersebut sama (homogen).
LATIHAN 1. Biasanya rataan berat suatu jenis mangga tertentu adalah 0,80 kg dengan deviasi baku 0,05kg. Namun pada suatu masa panen tertentu, diduga berat mangga jenis tersebut menurun. Untuk melihat apakah benar dugaan tersebut, diambil 100 buah mangga. Setelah ditimbang ternyata rataan beratnya 0,75kg. Jika diambil α = 1%, bagaimana hasil penelitian tersebut? 2. Dari hasil tes matematika standar pada suatu populasi biasanya diperoleh rataan 70. Seorang peneliti mencoba metode baru dengan harapan bahwa metode baru tersebut dapat meningkatkan prestasi matematika siswa. Setelah metode baru tersebut
dicobakan, diambil secara random 6 siswa. Nilai mereka setelah dites dengan tes matematika standar adalah : 70
71
68
80
84
53
Jika α = 5%, apakah dapat disimpulkan bahwa metode baru tersebut dapat meningkatkan prestasi siswa? 3. Seorang peneliti ingin membandingkan dua buah metode pembelajaran, yaitu metode lama dan metode baru. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah apakah metode baru tersebut sama efektifnya dengan metode yang lama atau tidak. Data dari dua metode tersebut adalah sebagai berikut: Kelas IA IB
Metode Lama Baru
N 50 40
Rataan 74 78
Deviasi baku 8 7
Bagaimana kesimpulan penelitian tersebut jika diambil α = 1%? Asumsikan deviasi baku yang diperoleh dari sampel dapat mewakili deviasi baku populasinya 4. Seorang peneliti ingin melihat apakah anak laki-laki mempunyai prestasi yang lebih baik daripada anak perempuan, peneliti tersebut mengambil 15 anak laki-laki dan 21 anak perempuan sebagai sampel penelitian. Setelah diberikan tes yang sama, rataan anak laki-laki adalah 75 dengan deviasi 12 dan rataan anak perempuan adalah 73 dengan deviasi baku 10. Dengan mengabil α = 5% dan dengan mengasumsikan bahwa variansi kedua populasi sama, bagaimana kesimpulan penelitian tersebut? 5. Seperti soal nomor 4, tetapi diasumsikan variansi kedua populasi tidak sama 6. Data-data pre-test dan pos-test untuk 12 siswa (sebagai sampel) adalah sebagai berikut: No urut Pre – test Post - test
1 6 7
2 7 8
3 5 6
4 9 9
5 8 7
6 7 6
7 5 6
8 6 7
9 4 5
10 3 4
11 8 8
12 6 7
Ingin diteliti apakah nilia-nilai pos-test lebih baik daripad nnila-nilai pre-test. Dengan mengabmil α = 5%, bagaimanakah kesimpulan penelitian tersebut? 7. Untuk menguji hipotesis bahwa metode diskusi lebih baik daripada metode ceramah, metode diskusi dikenakan kepada kelas IA dan metode ceramah dikenakan kepada kelas IB. Sebelum diberikan perlakuan itu, telah diuji bahwa IA dan IB dalam keadaan seimbang. Setelah metode-metode itu dikenakan selam satu semester, kepada kedua kelas diberikan tes yang sama. Secara random dari kelas IA diambil 10 anak dan dari kelas IB diambil 12 anak. Nilai-nilai mereka adalah sebagai berikut:
Kelas IA:80
78
86
70
59
98
76
71
60
65
Kelas IB:68
72
77
79
68
80
54
63
89
74
66
86
Bagaimanakah kesimpulan penelitian itu, jika simbil α = 1% dan diasumsikan variansi-variansi populasinya sama. 8. Seperti soal nomor 7, tetapi diasumsikan variansi-variansi populasinya tidak sama.