MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA INTERNASIONAL EKM 430 CP Dosen MK : Dr. Made Surya Putra, S.E., M.Si.
Oleh : Nyoman Fernanda Meregawa 1607521077 13
UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS SEMSETER GANJIL PERIODE 2018/2019
SAP 2 A. Awal mula dari transnasional
Istilah transnasional telah diciptakan untuk menggambarkan bentuk organisasi yang dicirikan oleh interdependensi sumber daya dan tanggung jawab di semua unit bisnis terlepas dari apa pun batas-batas nasional. Istilah ini juga menjadi deskripsi dari tipe khusus multinasional, yang berusaha mengatasi arus besar komponen, produk, sumber daya, orang dan informasi di antara anak perusahaannya, sambil mengakui khusus didistribusikan sumber daya dan kemampuan. Dengan demikian, transnasional menuntut proses koordinasi yang kompleks dan kerjasama yang melibatkan perangkat integrasi lintas unit yang kuat, identitas perusahaan yang kuat, dan perspektif manajemen di seluruh dunia yang berkembang dengan baik. Perusahaan transnasional adalah jantung perekonomian global. Dua pertiga perdagangan global berasal dari perusahaan-perusahaan semacam ini. TNCs juga berjasa dalam perannya menyebarkan teknologi baru baru di seantero dunia, dan merupakan pelaku utama dalam pasar uang internasional. TNCs menjadi fenomena global sejak Perang Dunia II. Perusahaan yang melakukan ekspansi pertama pasca Perang Dunia II berasal dari Amerika Serikat, kemudian diikuti perusahaan-perusahaan dari Jepang dan Eropa sejak tahun 1970an. Pada dekade 1980-an dan 1990-an, TNCs berkembang sangat pesat dengan dibentuknya tiga pasar regional yang sangat berpengaruh: Eropa (pasar tunggal Eropa), Asia-Pasifik (Deklarasi Osaka pada tahun 2000 yang menjamin perdagangan yang bebas dan terbuka), dan Amerika Utara (persetujuan perdagangan bebas Amerika Utara). Sejak awal 1990-an, negara-negara lain juga menghapus hambatan-hambatan terhadap investasi asing. Menjelang peralihan abad ke-21, hampir semua kegiatan perekonomian dunia dikuasai oleh TNCs. Selama dekade lalu, TNCs yang berbasis di negara-negara industri sangat aktif mengembangkan usaha mereka di negara-negara berkembang dan di negara-negara bekas Uni Soviet dan Eropa Eropa Timur. Perekonomian elektronik adalah faktor lain yang memperkukuh globalisasi ekonomi. Bank, perusahaan-perusahaan besar, manajer keuangan, dan investor-investor tunggal dengan mudah memindahkan uang mereka ke bank-bank luar negeri dalam hitungan detik dengan hanya mengeklik mouse pada komputer. Kemampuan baru untuk memindahkan ”Uang Elektronik” ini juga membawa risi ko-risiko besar. Transfer uang
atau modal dalam jumlah besar dapat mengguncang perekonomian dalam negeri yang pada gilirannya juga mengakibatkan krisis keuangan internasional, seperti yang pernah dialami Indonesia pada dekade lalu (1997 – 1998). 1998). Ketika ekonomi global menjadi semakin terintegrasi (menyatu), krisis keuangan di belahan bumi yang satu dapat menghasilkan dampak yang serius bagi belahan bumi yang lainnya.
A. Tekanan permasalahan Perusahaan Multinasional modern memasuki globalisasi
Globalisasi pasar produk, keuangan, dan tenaga kerja telah mempermudah perusahaan untuk memproduksi banyak barang dan jasa yang mereka jual di mana pun di dunia, keterampilan yang tepat dapat ditemukan dengan biaya terendah. Keinginan untuk menjual produk di seluruh dunia juga telah menciptakan insentif bagi perusahaan untuk memiliki kehadiran di banyak negara. Bersama-sama fakta-fakta ini telah membuat hubungan kerja di banyak industri dalam lingkup global. Globalisasi sangat penting bagi negara-negara berkembang. Hampir 50 persen dari lapangan kerja manufaktur dunia kini berada di negara-negara berkembang Globalisasi menimbulkan tantangan yang signifikan si gnifikan terhadap praktik hubungan kerjanya secara torik hukum, pasar, lembaga, norma, dan praktik hubungan kerja telah dikembangkan secara nasional. Proses kompetitif ini sekarang dimainkan secara global di antara perusahaan multinasional. Selama lima puluh tahun terakhir jumlah perusahaan multinasional (MNC) telah sangat meningkat, sampai-sampai mereka sekarang memiliki dampak besar pada perdagangan dunia dan perilaku hubungan hubungan kerja di hampir setiap negara. Setiap MNC harus membuat pilihan strategis tentang di mana menempatkan bagian-bagian berbeda dari bisnis dan rantai pasokan mereka. Ini membawa memainkan peran strategi strate gi bisnis sebagai faktor kunci yang membentuk hubungan kerja di negaranegara negara berkembang. Salah satu variabel kunci yang mempengaruhi strategi bisnis MNC adalah tingkat upah di berbagai lokasi produksi dan negara potensial. Meskipun akses ke sumber daya dan pasar juga mempengaruhi strategi bisni s, ekspansi perdagangan dan peningkatan jumlah perusahaan multinasional telah menyebabkan pergerakan yang stabil dari pekerjaan manufaktur dan jasa dari negara-negara dengan upah yang lebih tinggi ke negara dan wilayah dengan upah lebih rendah, dan gerakan ini memiliki minat dan kepentingan khusus bagi negara-negara berke mbang. Mengelola MNC melibatkan isu-isu budaya, hukum, dan penyelam institusional. Pekerja dari berbagai budaya sering memandang pekerjaan berbeda, melampirkan arti
yang berbeda untuk bekerja, dan menempatkan tuntutan yang berbeda pada serikat pekerja mereka. Tentu saja, manajemen di perusahaan mana pun menghadapi keragaman di antara pekerja dalam hal budaya dan sikap mereka terhadap pekerjaan. Sebagian pekerja paling mengkhawatirkan pensiun mereka, sementara yang lain mungkin paling mengkhawatirkan penghasilan mereka saat ini dan tidak terlalu memperhatikan kompensasi yang ditangguhkan. Beberapa pekerja memiliki etika kerja yang kuat dan ingin bekerja sendiri, sedangkan yang lain mungkin membutuhkan pengawasan terusmenerus. Luasnya keanekaragaman budaya ini melebar, karena perusahaan melintasi batas-batas nasional. Sebagai akibatnya, misalnya, kebijakan kompensasi yang berlaku di satu negara mungkin tidak sesuai dengan yang lain. Atau teknik komunikasi dan motivasi yang berhasil dalam satu budaya akan gagal di budaya yang lain. Ada juga keragaman yang luas dalam pengaturan hukum hubungan kerja dan kondisi kerja dan lembaga yang membentuk hubungan kerja antar negara. Di beberapa negara, misalnya, undang-undang nasional mengakui hak pekerja untuk membentuk serikat pekerja dan mogok, tetapi di negara-negara lain serikat pekerja dilarang atau didominasi oleh pemerintah. Di beberapa negara, pemerintah nasional secara ekstensif mengatur substansi kondisi ketenagakerjaan. Ideologi dan bentuk gerakan buruh juga berbeda secara mencolok antar negara. Struktur serikat pekerja juga berbeda secara mencolok antar negara.
B. Pedoman menuju pengaturan globalisasi
Upaya oleh serikat pekerja untuk memberikan pengaruh atas perusahaan multinasional melalui organisasi internasional telah bertemu dengan beberapa kesuksesan.
Melalui
federasi serikat
buruh
seperti
European
Trade Union
Confederation (ETUC), International Labor Organization (ILO), the United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan the European Union (EU). ILO telah mengidentifikasi sejumlah prinsip terkait tempat kerja yang harus dihormati oleh semua negara: kebebasan berserikat; hak untuk berorganisasi dan bersama tawar-menawar, penghapusan kerja paksa dan non-diskriminasi dalam pekerjaan. Pada tahun 1977, ILO mengadopsi kode etik untuk perusahaan multinasional yang awalnya diusulkan pada tahun 1975, berpengaruh dalam penyusunan pedoman OECD untuk perusahaan multinasional, yang disetujui pada tahun 1976. Panduan sukarela ini mencakup
pengungkapan informasi, persaingan, pembiayaan, perpajakan, ketenagakerjaan dan hubungan industrial, serta sains dan teknologi. Dalam kerangka hukum, peraturan dan hubungan kerja yang berlaku dan praktik ketenagakerjaan, dalam masing-masing negara tempat mereka beroperasi.
C. Culcure Change Management
Budaya terdiri dalam cara berpikir, perasaan, dan reaksi yang terpola, diperoleh dan ditransmisikan terutama oleh simbol, yang merupakan pencapaian khas dari kelompok manusia dan inti penting dari budaya terdiri dari ide-ide tradisional terutama nilai-nilai yang sudah tertanam dalam lingkungan tersebut.
Contoh dampak dari konteks budaya pada praktek SDM Pelaksanaan oleh SDM
Penerimaan dan Seleksi
Dampak dari Budaya
•
Dalam
masyarakat
menengah
kebawah pada pencapaian individu 'dalam-kelompok merupakan
kolektivisme'
kriteria
seleksi
yang
penting. • Dalam masyarakat yang memiliki 'kolektivisme
dalam
kelompok',
penekanan dalam proses perekrutan lebih pada keterampilan yang terkait dengan
tim
daripada
kompetensi
individu. Pelatihan dan Pengembangan
• Dalam masyarakat menengah keatas perempuan memiliki peluang yang sama untuk kemajuan berkarir sama seperti laki-laki. •
Dalam
masyarakat
menengah
kebawah kesempatan masih jarang untuk perempuan menjadi pemimpin Kompensasi
• Dalam masyarakat yang memiliki ketidakpastian
tinggi,
karyawan
cenderung lebih suka menghindari risiko
dan
lebih
memilih
paket
kompensasi tetap atau gaji berbasis senioritas. • Dalam masyarakat yang rendah pada ketidakpastian, karyawan risiko
penghindaran
cenderung
mengambil
dan
menerima
variabilitas
pendapatan
tinggi
melalui
pembayaran berbasis kinerja. Pembagian Tugas
• Masyarakat yang memiliki tingkat kolektivisme
tinggi
cenderung
menekankan kerja kelompok. •
Masyarakat
individualisme
yang lebih
tinggi
pada
memilih
tanggung jawab individu dalam sistem kerja.
Konvergensi budaya antara negara-negara Eropa sering diperhitungkan dengan perkembangan harmonisasi petugas hukum dan peraturan di Uni Eropa. Dengan demikian, dapat diasumsikan peningkatan konvergensi dari budaya masing-masing negara di Uni Eropa. Akibatnya, perbedaan budaya dapat dengan aman diberi kan sedikit pertimbangan. Dapat diasumsikan stabilitas jangka panjang dalam perbedaan budaya mungkin menjadi faktor penentu keberhasilan dalam kegiatan bisnis internasional untuk masa mendatang. Dalam hal aktivitas dalam masyarakat Eropa, ini berarti bahwa standarisasi praktik manajemen tidak akan mudah dicapai dan adaptasi praktik untuk kondisi lokal yang mendasari akan diperlukan. Setelah analisis rinci, studi yang diposisikan pada tingkat makro (misalnya analisis struktur organisasi) cenderung menemukan bukti untuk konvergensi, sementara studi diposisikan pada tingkat mikro, misalnya berurusan dengan analisis perilaku karyawan, mencapai lebih banyak kesimpulan berorientasi divergensi. Akibatnya, dapat disimpulkan bahwa organisasi di seluruh dunia menjadi lebih serupa dalam proses dan teknologi mereka, karena mereka tertanam dalam lembaga yang juga tunduk pada konvergensi, tetapi perbedaan nyata
dan bermakna dalam perilaku karyawan tetap , dan perbedaan-perbedaan ini abadi. Baru-baru ini, daerah transnasional telah diselidiki dimana wilayah perbatasan negara secara progresif digantikan oleh budaya karena saling ketergantungan yang tumbuh dan aliran migrasi yang tinggi, budaya tidak terbatas pada wilayah yang terbatas secara teritorial. Ini merupakan tantangan baru untuk SDM, tetapi pada saat yang sama, itu juga menawarkan peluang baru. Perubahan intrakultural juga harus dipertimbangkan oleh manajer SDM. Dala m konteks ini, perubahan demografi adalah contoh di mana telah ada diskusi yang cukup besar tentang sejauh mana pergeseran nilai antar generasi. Generasi Y disebutkan sebagai contoh dalam konteks ini, karena dibedakan oleh tuntutan yang berbeda ketika menyangkut hubungan profesional dan retensi karyawan karena generasi ini terlahir dalam masyarakat informasi dan tumbuh dengan komputer, orang-orang ini digambarkan sebagai pelajar yang cepat dan mandiri. Generasi ini sangat fleksibel ketika datang ke multitasking dan menunjukkan potensi tinggi untuk meneliti keputusan karena tingkat kesadaran yang tinggi. Hal ini membuat anggota Generasi Y menarik tetapi karyawan yang menyerap diri dengan preferensi yang berbeda seperti preferensi keseimbangan kehidupan kerja yang berbeda. Fenomena ini harus diamati di luar batas budaya.
D. Wawancara
Pekerja Indonesia yang bekerja di luar negri harus menghadapi perbedaan budaya yang ada di negara tempat bekerja dan negara asalnya. Perbedaan kebudayaan ini dapat menjadi sebuah tantangan atau pun kelemahan jika tidak dapat menyesuaikan. Bagaimana perasaan yang didapatkan tergantung pada cara ekspatriat menghadapi lingkungan kerja nya. Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45). Beliau bekerja pada Carnival Company selama 16 tahun. Pada awalnya beliau memang agak terkejut karena di tempat ia bekerja sangat berorientasi pada waktu untuk bekerja tanpa waktu istirahat yang banyak. Berbeda dengan Indonesia, disana beliau juga dapat beba meminum alcohol dan merokok karena tidak ada aturan.Sejak awal bekerja beliau berusaha mengenali dahulu budaya para rekan kerja yaitu mengetahui kebiasaan dan perilaku mereka. Umumnya, beda bangsa, beda pula kebiasaan sehari-hari dan cara berinteraksinya dengan orang lain. Setelah mengenali, beliau berusaha berradaptasi. Adaptasi harus dilakukan secara lebih mendalam, yaitu dengan menyesuaikan diri
dengan kebiasaan-kebiasaan dan perilaku orang lain dengan budaya masing-masing. Menghindari topik pembicaraan yang sensitif bagi budaya kita. Memastikan beliau saat di tempat kerja diperlakukan sama dengan rekan berbeda bangsa dengan adil, termasuk dalam hal penerapan aturan kerja.
SAP 3 A. Membangun Manajemen SDM ( Buliding HRM )
Membangun manajemen SDM untuk setiap perusahaan perlu dilakukan dengan banyak pertimbangan mengingat memutuskan untuk mengisi posisi dengan memilih SDM yang tersedia harus benar benar dipikirkan untuk kelancaran perusahaan itu sendiri. Dalam membangun SDM di suatu perusahaan dapat digunakan SDM dari perusahaan induknya (yaitu PCN); atau merekrut lokal (HCN); atau mencari yang kandidat dari salah satu anak perusahaan asing lainnya (sebuah TCN). Parent Country Nationals
Keuntungan
Pengendalian dan koordinasi organisasi dijaga dan difasilitasi.
Manajer yang menjanjikan diberikan pengalaman internasional.
PCN mungkin merupakan orang terbaik untuk pekerjaan itu karena keterampilan dan pengalaman khusus.
Ada jaminan bahwa anak perusahaan akan mematuhi tujuan, kebijakan, dan lain-lain MNE.
Kekurangan
Peluang promosi HCN terbatas.
Adaptasi ke negara tuan rumah mungkin membutuhkan waktu lama.
PCN dapat menerapkan gaya HQ yang tidak pantas.
Kompensasi untuk PCN dan HCN mungkin berbeda. Third-Country Nationals
Keuntungan
Kebutuhan gaji dan tunjangan mungkin lebih rendah daripada untuk PCN.
TCN dapat lebih terinformasi daripada PCN tentang lingkungan negara tuan rumah.
Kekurangan
Transfer harus mempertimbangkan kemungkinan kebencian nasional (misalnya India dan Pakistan).
Pemerintah tuan rumah mungkin membenci menyewa TCN.
TCN mungkin tidak ingin kembali ke negara asalnya setelah penugasan.
Host- Country Nationals
Keuntungan
Bahasa dan hambatan lain dihilangkan.
Biaya perekrutan dikurangi dan izin kerja tidak diperlukan.
Kesinambungan manajemen meningkat, karena HCN bertahan lebih lama di posisinya.
Kebijakan pemerintah dapat menentukan perekrutan HCN.
Semangat di antara HCN dapat meningkat karena mereka melihat potensi karir masa depan.
Kekurangan
Kontrol dan koordinasi HQ dapat terhambat.
HCN memiliki kesempatan karir terbatas di luar anak perusahaan.
Mempekerjakan HCN membatasi peluang bagi PCN untuk mendapatkan pengalaman asing.
Mempekerjakan HCN dapat mendorong federasi unit nasional daripada global.
Literatur IHRM menggunakan empat istilah untuk menggambarkan pendekatan MNE untuk mengelola dan kepegawaian anak perusahaan mereka. Terdapat 3 sikap utama yaitu : etnosentris, polisentrik dan geosentris. Pendekatan ini untuk membangun perusahaan multinasional, berdasarkan manajemen puncak asumsi di mana produk kunci, keputusan fungsional dan geografis dibuat. Untuk mendemonstrasikan ketiga sikap ini digunakan aspek desain organisasi; seperti keputusan- pembuatan, evaluasi dan kontrol, arus informasi, dan kompleksitas organisasi. Keempat terdapat sikap regiosentris yang ditambahkan.
Kekhususan Perusahaan Struktur dan strategi MNE Pengalaman internasional Tata kelola perusahaan Budaya organisasi
Konteks Khusus Konteks Budaya Konteks Institusi Ketersediaan SDM Tipe Industri
Memilih SDM : Ethnosentris Polisentris Regiosentris Geosentris
Khekhususan Unit Lokal Metode pendirian Peran dan kepentingan strategis Perlu kendali Fokus keputusan
Praktik SDM Seleksi Pelatihan dan Pengembangan Kompensasi Karir
Membangun tim adalah proses berkelanjutan yang membantu kelompok kerja berevolusi menjadi unit yang kohesif. Anggota tim tidak hanya berbagi harapan untuk menyelesaikan tugas kelompok, tetapi saling percaya dan mendukung satu sama lain dan menghormati perbedaan individu satu sama lain. Dengan keterampilan membangun tim yang baik dapat menyatukan karyawan untuk tujuan bersama dan menghasilkan produktivitas yang lebih besar. Membangun manajemen SDM dapat mengarah pada:
Komunikasi yang baik dengan peserta sebagai anggota tim dan individu
Peningkatan produktivitas dan kreativitas departemen
Anggota tim termotivasi untuk mencapai tujuan
Iklim kerjasama dan pemecahan masalah kolaboratif
Tingkat kepuasan kerja dan komitmen yang lebih tinggi
Tingkat kepercayaan dan dukungan yang lebih tinggi
Beragam rekan kerja bekerja sama dengan baik
Tujuan kerja yang jelas
Kebijakan dan prosedur operasi yang lebih baik
Manajemen SDM perlu dilakukan saat keadaan seperti :
Produktivitas menurun
Konflik atau permusuhan di antara anggota staf
Kebingungan tentang tugas, sinyal yang hilang, dan hubungan yang tidak jelas
Keputusan salah dimengerti atau tidak dilakukan dengan benar
Apatis dan kurangnya keterlibatan
Kurangnya inisiasi, imajinasi, inovasi; tindakan rutin yang diambil untuk memecahkan masalah yang rumit
Keluhan diskriminasi atau favoritisme
Rapat staf tidak efektif, partisipasi rendah, keputusan minimal efektif
Reaksi negatif kepada manajer
Keluhan tentang kualitas layanan
B. Penyusunan kembali Manajemen SDM ( Realigning HRM )
Penyusunan kembali manajemen SDM ditekankan pada aspek rencana strategi yang di gunakan untuk mengatur organisasi mencapai tujuan. Tantangan seputar Sumber Daya Manusia Strategis adalah tanggung jawab setiap manajer di dalam departemen dan tidak seperti di masa lalu di mana masalah modal manusia adalah tanggung jawab sepenuhnya dari departemen personalia. Cara di mana orang dikelola dalam organisasi harus selaras dengan strategi bisnis. Manajemen Sumber Daya Manusia tidak lagi dapat dilihat sebagai kegiatan yang diserahkan kepada staf Sumber Daya Manusia. Ini adalah kegiatan fundamental dalam arus utama dalam merumuskan dan menerapkan strategi bisnis. Tulisan ini, oleh karena itu, bertujuan menyelaraskan Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis dengan Sumber Daya Manusia, Kinerja, dan Hadiah. Untuk sebagian besar, definisi ini menyiratkan bahwa Manajemen Strategis berfokus pada mengintegrasikan fungsi-fungsi inti untuk mencapai keberhasilan organisasi. Manajemen Strategis, sebagai suatu proses, terdiri dari tiga tahap berikut:
Rumusan strategi
Implementasi strategi
Evaluasi strategi
Perumusan strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan internal dan kelemahan, menetapkan tujuan jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif, dan memilih strategi khusus untuk dikejar. Implementasi Strategi membutuhkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, menyusun kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang dirumuskan dapat dilaksanakan. Implantasi strategi termasuk mengembangkan strategi yang mendukung budaya, menciptakan struktur organisasi yang efisien, mengurangi upaya pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi, dan menghubungkan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi. Dia melanjutkan bahwa implementasi strategi sering disebut tahap aksi Manajemen Strategis. Evaluasi Strategi adalah tahap akhir dalam Manajemen Strategis. Manajer perlu tahu kapan strategi tertentu tidak berjalan dengan baik; evaluasi strategi adalah sarana utama untuk memperoleh informasi ini. Semua strategi tunduk pada modifikasi masa depan karena faktor eksternal dan internal terus berubah. Ada kesadaran yang berkembang di antara organisasi untuk menyelaraskan praktik Sumber Daya Manusia dengan strategi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan bisnisnya untuk mendapatkan keuntungan strategis dari Sumber Daya Manusia. Manajemen Sumber Daya Manusia secara signifikan sejalan dengan Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis dan merupakan salah satu tujuan kebijakan mendasar untuk memastikan bahwa kebijakan dan praktik Sumber Daya Manusia diterapkan oleh manajer sebagai bagian dari pekerjaan sehari-hari mereka. Implementasi strategi yang sukses dapat dicapai jika sumber daya dialokasikan dengan cara yang mendukung organisasi tujuan jangka panjang dan jangka pendek, strategi yang dipilih, dan struktur. Lebih penting lagi, bahwa di era pengetahuan penting untuk implementasi strategi di mana karyawan dialokasikan tugas yang paling penting dalam mengimplementasikan strategi. Organisasi tidak dapat lagi menghasilkan keuntungan tanpa ide, keterampilan, dan bakat pekerja berpengetahuan. Teknologi, pabrik, sumber daya alam, dan modal tidak lagi sulit diperoleh dan semakin tidak begitu penting. Mengembangkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif bagi organisasi. Sementara modal menjadi kurang langka, kebalikannya dapat dikatakan tentang bakat dan keter ampilan, terutama di negara-negara maju. Masalah ini mungkin menjadi salah satu alasan meningkatnya CEO (Chief Executive Officer) dan kompensasi eksekutif dalam dekade terakhir. Permintaan untuk pekerja yang berpengetahuan sangat berbakat dan sangat terampil
adalah pengupasan pasokan. Sebagai hasil dari proses ini, aliran keputusan dari waktu ke waktu muncul untuk membentuk pola yang diadopsi oleh organisasi untuk mengelola Sumber Daya Manusia untuk mengidentifikasi area di mana strategi Sumber Daya Manusia khusus perlu dikembangkan. Karena dunia telah menjadi pasar global, fokus saat ini terletak pada Manajemen Sumber Daya Manusia dan keberhasilan integrasi strategi dalam suatu organisasi. Penekanannya adalah pada mengelola orang-orang dalam hubungan majikan-karyawan, mempertahankan bahwa staf adalah alasan utama untuk keberhasilan suatu organisasi. Sumber Daya Manusia suatu organisasi merupakan salah satu investasi terbesarnya, yang menggambarkan bahwa karyawan harus didukung dalam mencapai potensi penuh mereka dan dengan demikian menikmati kualitas hidup dan kepuasan kerja yang baik.
C. Pengendalian melalui Manajemen SDM ( Steering via HRM)
Beberapa praktik berlaku untuk organisasi kecil serta manajemen dalam organisasi kecil sering berbeda dari praktik dan strategi organisasi bes ar yang didirikan. Pendekatan
teoritis
ini
memprediksi
bahwa
para
manajer
memulai
proses
internasionalisasi di pasar yang dekat secara geografis dan budaya dan dengan meningkatnya pengalaman mereka bergerak menuju pasar yang lebih jauh. Akibatnya, dalam globalisasi SME, para manajer puncak bertanggung jawab untuk keputusan internasionalisasi harus memiliki latar belakang dan pengalaman internasional yang cukup untuk dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi. Jaringan dan hubungan luar negeri akan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pengaturan bisnis internasional Konsisten dengan ini, pemilik / pendiri atau manajer yang memiliki lebih banyak persepsi positif dari lingkungan internasional juga akan lebih mungkin untuk menginternasionalkan kecil mereka sendiri bisnis. Pengendalian adalah suatu proses yang digunakan untuk mempengaruhi para anggota organisasi agar menerapkan strategi organisasi untuk melakukan kegiatan yang mengarah ke tujuan yang diinginkan. Perlunya pengendalian dalam suatu organisasi disebabkan oleh:
Perubahan kondisi saat ini selalu banyak mengalami perubahan, banyaknya persaingan akibat munculnya rumah sakit swasta baru, adanya alat-alat canggih yang baru, adanya peraturan baru dan sebagainya.
Kompleksitas
Makin besar organisasi, makin kompleks atau rumit masalah yang dihadapi. Klinik yang kecil tentunya lebih simple untuk melakukan pengendalian atau pengawasan dibandingan dengan sebuah Rumah Sakit yang besar.
Kemungkinan membuat kesalahan
Kemungkinan kesalahan ini bisa terjadi pada bawahan maupun manajer, oleh karena itu pengendalian atau pengawasan diperlukan sehingga bila ada kesalahan bisa dideteksi.
Macam-macam pengendalian atau atau pengawasan :
Pengendalian Pendahuluan (Preliminary Control)
Pengendalian ini terpusat pada masalah mencegah timbulnya deviasi dari penggunaan sumber daya, baik SDM, material / bahan ataupun dana / keuangan. Sumber daya ini sudah harus ditentukan kualitas maupun kuantitasnya, biasanya dalam bentuk anggaran yang ditentukan.
Pengendalian Pada Saat Pekerjaan Berlangsung (Concurrent Control)
Pengendalian ini dengan cara memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan sasaran-sasaran tercapai. Pengendalian disini adalah pengawasan lini dari manajer masing-masing untuk mengawasi bawahannya agar bekerja sesuai dengan yang telah ditentukan.
Pengendalian Feedback (Feedback Control)
Pengendalian ini disebut juga pengendalian purna tindakan, yaitu mengontrol atau menilai hasil-hasil dari suatu tindakan yang telah diselesaikan. Bila didapatkan penyimpangan maka akan dijadikan pelajaran untuk kegiatan yang sama dimasa yang mendatang. Data untuk pengendalian purna tindakan ini juga bisa dipakai untuk pengukuran pengukuran prestasi dalam rangka pemberian gaji atau bonus bonus pada karyawan.
D. Wawancara
Sebelum membahas partisipasi global seseorang, perlu dibedakan terlebih dahulu antara negara induk, negara tuan rumah, r umah, dan negara ketiga. Negara induk adalah negara tempat berdirinya kantor pusat sebuah perusahaan. Sedangkan, Negara tuan rumah adalah tempat organisasi negara induk berusaha menempatkan suatu fasilitas.
Dan Negara ketiga adalah negara diluar negara tuan rumah atau negara induk dan sebuah perusahaan bisa saja memiliki fasilitas disana. Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45) yang bekerja pada Carnival Company selama 16 tahun, beliau merupakan pekerja yang dapat digolongkan Third-country Nationals karena Nationals karena beliau tidak berasal dari negara tempat beroperasinya Kantor Pusat perusahaan tersebut ataupun kantor cabang dari Carnival Company. Company. Carnival Company Company memiliki kantor pusat di Florida dan tidak memiliki kantor cabang di Indonesia.
SAP 4 A. Logika dari Pengintegrasian Global
Integrasi global ( global integration) integration) adalah strategi yang menekankan konsistensi pendekatan, standarisasi proses dan kesamaan budaya di seluruh operasi global perusahaan. Jua merupakan strategi yang menekankan konsistensi pendekatan, standarisasi proses dan kesamaan budaya di seluruh operasi global perusahaan. Teori integrasi internasional dianalogikan sebagai satu payung yang memayungi berbagai pendekatan dan metode penerapan yaitu federalisme, federalis me, pluralisme, fungsionalisme, neofungsionalisme, dan regionalisme. Meskipun pendekatan ini sangat dekat dengan kehidupan kita saat ini, tetapi hal ini rasanya masih sangat jauh dari realisasinya (dalam pandangan state-sentris/idealis), state-sentris/idealis ), sebagaimana sekarang banyak teoritisi integrasi memfokuskan diri pada organisasi internasional dan bagaimana ia berubah dari sekedar alat menjadi struktur dalam negara. Integrasi politik menunjuk pada sebuah ‘proses kepada’ atau sebuah ‘produk akhir’ penyatuan politik di tingkat global atau regional di antara unit-unit unit-unit nasional yang terpisah. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru dalam peradaban manusia, sedangkan dalam tingkat hubungan internasional ia menjadi ‘kesadaran baru’ dan ‘terminologi baru’ dan menjadi studi politik sistemik utama pada tahun 1950-an 1950-an hinggga 60-an [Charles Pentland 1973. International Theory and European Integration. London: Faber and Faber Ltd.]. Pentland mendefinisikan integrasi politik internasional sebagai sebuah proses di mana sekelompok masyarakat, yang pada awalnya diorganisasikan diorganisasikan dalam dua atau lebih negara bangsa yang mandiri, bersama-s ama mengangkat sebuah keseluruhan politik yang dalam beberapa pengertian dapat digambarkan sebagai sebuah ‘community’. Kesepakatan yang dibuat atas integrasi ini adalah dalam kerangka penyatuan yang kooperatif bukan koersif. Ambiguitas yang terjadi dalam pemaknaan ini adalah penggunaan istilah proses ataukah hasil/end-product. Hal ini dapat diatasi oleh Lion Lindberg [dalam Political Integration as a Multi dimensional Phenomenon requiring Multivariate Measurement, Jurnal International Organization edisi Musim Gugur, 1970] dengan berfikir “integrasi politik adalah proses di mana bangsa-bangsa bangsa -bangsa tidak lagi berhasrat dan mampu untuk menyelenggarakan kunci politik domestik dan luar negeri secara mandiri dari yang lain, malahan mencari keputusan bersama atau mendelegasikan proses pembuatan kebijakan pada organ-organ organ- organ kontrol baru.”
Konsep integrasi internasional/regional berbeda dengan konsep serupa tentang internasionalisme/regionalisme,
kerjasama
internasional/regional,
organisasi
internasional/regional, gerakan internasional/regional, sistem internasional/regional, dll. Integrasi menitikberatkan perhatiannya pada proses atau relationship, di mana pemerintahan secara kooperatif bertalian bersama seiring dengan perkembangan homogenitas kebudayaan, sensitivitas tingkah laku, kebutuhan sosial ekonomi, dan interdependensi yang dibarengi dengan penegakan institusi supranasional yang multidimensi demi memenuhi kebutuhan bersama. Hasil akhirnya adalah kesatuan politik dari negara-negara yang terpisah di tingkat global maupun regional [Tom Travis, Usefulness of Four Theories of International Relations in Understanding the emerging Order, Jurnal International Studies 31].
Dua Model dari E nd Product Terdapatlah dua tipe dalam analisa integrative process, yaitu state model dan community model. Dalam terminologi institusional, model negara sangatlah spesifik, terutama bagi penulis Federalis, di mana konsensus integrasi haruslah konstitusional – pandangan yang kurang lebih sama terdapat pada kaum Neo-fungsionalis. Sedangkan model komunitas menitikberatkan pada proses yang terjadi dalam hubungan antara rakyat/penduduk negara, dengan sedikit keterlibatan state. Lembaga politik dipandang kurang signifikan ketimbang pertumbuhan common values, perceptions, dan habits. Hal ini didukung oleh kaum pluralis, fungsionalis. Dan kaum regionalis, berpandangan jika integrasi regional yang terjadi lebih terlembagakan, maka ia state model, jika kurang terlembaga, maka ia community model.
F aktor-F aktor yang Mempengaruhi Pr oses I ntegr asi Dalam menjelaskan proses perubahan menuju integrasi, tipe variabel mandirinya dapat dibedakan menjadi 3 faktor eksponensial. Pertama, variabel politicosecurity, yang level of analysis-nya ada pada negara, yang perhatian terhadap power, responsiveness, kontrol elit politik dalam kebiasaan politik publik umum dan dalam ancaman keamanan atas negara. Hal ini dilakukan oleh penulis Pluralis dan Federalis. Berbeda dengan kaum fungsionalis dan neo-fungsionalis yang menekankan pentingnya variabel sosial ekonomi, dan teknologi, yang secara tidak langsung membawa perubahan dan penyatuan politik. Faktor ketiga dipakai oleh kaum regionalis dalam analisanya, yaitu keberadaan kedua variabel tersebut dalam proses integrasi.
B. Mengatur Aliansi dan Joint Venture
Pentingnya aliansi strategis telah meningkat dalam perjalanan globalisasi. Lintas batas aliansi adalah perjanjian kerja sama antara dua atau lebih perusahaan dari latar belakang nasional yang berbeda, yang dimaksudkan untuk menguntungkan semua mitra. Seperti yang digambarkan pada skema dibawah, ekuitas serta pengaturan nonekuitas
Aliansi lintas batas non-ekuitas adalah kendaraan investasi di mana keuntungan
dan lainnya tanggung jawab diberikan kepada masing-masing pihak sesua i dengan kontrak. Setiap pihak bekerja sama sebagai memisahkan badan hukum dan menanggung liabilitasnya sendiri. Contohnya termasuk teknologi internasional aliansi atau penelitian strategis dan pengembangan aliansi serta perjanjian kerjasama dalam area fungsional yang berbeda seperti pemasaran atau produksi.
Mode ekuitas melibatkan pembelian saham investor asing langsung dari suatu
perusahaan di suatu Negara selain miliknya. Ini termasuk pendirian anak perusahaan. Mode operasi ekuitas dan non-ekuitas
Sub Kontrak : Outsourcing Offsourcing Franchising Anak Perusahaan
Join Venture
Merger dan Akuisisi
Mode operasi ekuitas dan non-ekuitas
Lainnya
Lisensi
Kontrak Manajemen
Usaha patungan internasional (IJVs), tipe kedua dari aliansi lintas batas berbasis ekuitas dibahas dalam bab ini, telah mengalami pertumbuhan luar biasa selama dua dekade terakhir dan akan terus mewakili sarana utama ekspansi global untuk MNEs. Di negara berkembang seperti Cina, mereka mewakili mode operasi dominan untuk masuk pasar MNN.59 Menurut definisi yang terkenal oleh Shenkar dan Zeira60, IJV adalah: Sebuah badan organisasi hukum terpisah yang mewakili kepemilikan sebagian dari dua atau lebih induk perusahaan, di yang markas paling tidak satu terletak di luar negara operasi perusahaan patungan. Entitas ini tunduk pada pengendalian bersama dari perusahaan induknya, yang masing-masing secara ekonomi dan hokum independen dari yang lain. IJV dapat memiliki dua atau lebih induk perusahaan. Namun, banyak IJV melibatkan dua perusahaan induk. Peningkatan jumlah mitra IJV mengarah ke peningkatan kompleksitas secara keseluruhan, termasuk fungsi dan praktik SDM internasional. Untuk alasan penyederhanaan, kami berkonsentrasi pada konstelasi dari dua mitra di berikut ini. Seperti yang akan diuraikan nanti, masalah akan semakin bertambah kompleks dengan lebih dari dua mitra. Pembagian ekuitas antara perusahaan induk dari usaha patungan mungkin berbeda. Dalam beberapa kas us, rasio adalah 50:50, di tempat lain dominasi satu pasangan menjadi lebih jelas dengan rasio 51:49 atau melalui berbagai kombinasi lainnya. Berbeda dengan M & As, perusahaan induk dari sebuah IJV menjaga identitas hukum mereka dan sebuah badan hukum baru yang mewakili IJV didirikan juga menunjukkan tingkat kompleksitas yang mewakili IJV untuk manajemen sumber daya manusia fungsi. Untuk alasan ini, IJVs jelas mewakili bidang penelitian penting untuk IHRM. Topik penelitian tentang IHRM di IJVs sangat mirip dengan yang ada di M & As. Di keduanya kasus, mitra dengan latar belakang kelembagaan, budaya dan nasional yang berbeda dating bersama dan harus menyeimbangkan minat mereka. Namun, dalam IJV, tantangan ini termasuk faktorfaktor berikut:
HR harus mengelola hubungan di antarmuka antara IJV dan perusahaan induk. Yang berbeda mitra yang membentuk IJV mungkin mengikuti serangkaian aturan yang berbeda dan ini dapat menyebabkan kritis dualitas dalam fungsi SDM.
Departemen SDM harus mengembangkan praktik dan strategi SDM yang tepat untuk
Perusahaan Induk B Negara B
Tantangan Antar
Perusahaan Induk A Negara A
Internasional Join Venture
Perusahaan Induk C
Tantangan IJV Intra-IJV
Kedua tantangan ini harus dipertimbangkan selama fase- fase pembentukan yang berbeda dan mengelola usaha bersama64 dan akan dijelaskan nanti dalam bab ini. Menurut analisis literatur oleh Schuler, alasan utama untuk terlibat dalam IJV adalah sebagai berikut:
Untuk mendapatkan pengetahuan dan mentransfer pengetahuan itu.
Mengundang desakan pemerintah.
Peningkatan skala ekonomi.
Untuk mendapatkan pengetahuan lokal.
Untuk mendapatkan bahan baku yang penting.
Untuk menyebarkan risiko (yaitu berbagi risiko keuangan).
Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan global yang semakin meningkat.
Untuk memberikan respons yang efektif dan efisien biaya yang dibutuhkan oleh globalisasi pasar. Penekanan khusus harus diberikan pada transfer pengetahuan atau tujuan
pembelajaran. IJVs sediakanpeluang bagus untuk belajar dari perusahaan lain dalam dua cara. Pertama, setiap perusahaan memiliki kesempatan untuk 'mempelajari keahlian mitra lain'. Ini bisa termasuk mendapatkan pengetahuan dan proses pengetahuan di bidang fungsional tertentu seperti R & D atau memperoleh pengetahuan lokal tentang spesifik pasar atau budaya. Kedua, perusahaan memperoleh pengalaman kerja dalam bekerja sama dengan yang lain perusahaan. Dengan demikian, IJV dapat
digunakan sebagai media untuk proses pembelajaran organisasi juga. Sayangnya, ada bukti bahwa banyak IJV gagal atau tidak menghasilkan yang diharapkan hasil. Beberapa alasan kegagalan ini dapat ditelusuri kembali ke kurangnya minat pada manusia manajemen sumber daya dan aspek manajemen lintas budaya dari usaha patungan internasional. Kedua masalah ini akan dibahas di bagian berikut.
Tahap pengembangan I J V dan implikasi H RM Mirip dengan proses M & A yang dibahas sebelumnya, pengembangan IJV juga dapat dijelaskan dalam tahap pengembangan. Schuler membedakan empat tahap: formasi, di mana kemitraan antara perusahaan induk adalah pusat perhatian, pengembangan dan implementasi usaha patungan itu sendiri, dan kemajuan kegiatan. Penting untuk dicatat bahwa HRM terlibat dalam setiap tahap pengembangan IJV, yang tidak independen dari masing-masing lain. Kegiatan di tahap pertama berdampak pada kegiatan di tahap kedua dan seterusnya. Selanjutnya, kompleksitas dapat meningkat tergantung pada jumlah perusahaan induk dan negara yang terlibat dalam usaha patungan. Model tahapan menunjukkan bahwa kompatibilitas antara mitra IJV adalah yang paling penting saat datang ke peluang saling belajar antara perusahaan induk dan perusahaan patungan. Aspek ini harus difokuskan pada dari awal proses pembentukan usaha patungan. Seperti semuanya proses pembelajaran meliputi proses komunikasi dan dilakukan oleh orang-orang, manajemen sumber daya manusia pada titik ini sangat penting. Ini mencakup semua kegiatan HR fungsi termasuk rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan, manajemen kinerja dan kompensasi. Pendekatan strategis tidak hanya membutuhkan kompatibilitas yang kuat dari berbagai Aktivitas dan praktik SDM, tetapi juga dengan strategi IJV. Dalam berbagai tahap pembentukan IJV, manajer SDM dapat mengambil banyak peran untuk memenuhi tantangan interaksi antara perusahaan induk dan IJV:
Dalam peran kemitraan, manajer SDM harus mempertimbangkan kebutuhan semua pemangku kepentingan dan menunjukkan pemahaman yang menyeluruh tentang bisnis dan pasar.
Sebagai fasilitator perubahan dan pelaksana strategi, manajer SDM harus dapat membuat konsep dan menerapkan strategi baru yang melibatkan komunikasi berbasis kepercayaan dan kerjasama dengan yang relevan mitra. Ini juga membutuhkan penciptaan lingkungan belajar yang stabil.
Sebagai inovator, manajer SDM harus dapat mengidentifikasi bakat untuk melaksanakan strategi IJV dan beradaptasi dengan perubahan dalam tahap IJV.
Sebagai kolaborator, kekuatan manajer SDM harus terletak dalam menciptakan situasi win-win yang dicirikan dengan berbagi daripada bersaing di antara berbagai entitas yang terlibat dalam usaha patungan
Pentingnya manajemen lintas budaya di I nternasional Join V enture Sebagaimana diuraikan di bagian sebelumnya tentang 'pendekatan komparatif SDM dalam M & A, lingkungan nasional, kelembagaan dan budaya suatu perusahaan memang penting. Di sini, kami akan focus pada isu-isu budaya yang memainkan peran penting dalam IJVs. Informasi komparatif ini HRM dan juga lintas-budaya HRM relevan baik untuk M & As dan IJV. Dalam banyak penelitian, implikasi dari latar belakang karyawan budaya yang berbeda yang datang bersama dalam suatu IJV miliki menjadi pusat perhatian. Kasus seperti itu dijelaskan dalam IHRM berikut dalam kasus yang membahas tantangan terkait SDM dari dua lingkungan kelembagaan dan budaya yang berbeda bekerja sama dalam usaha bersama. Contoh ini mengilustrasikan bagaimana perbedaan budaya materi dalam kolaborasi, pengambilan keputusan dan kesetiaan dalam Joint Venture Jerman-Cina Beijing Lufthansa Center Co. Ltd.
C. Membangun Merger dan Akuisisi
Merger adalah hasil dari kesepakatan antara dua perusahaan untuk bergabung dalam operasi mereka bersama. Mitra sering kali sama. Sebagai contoh, merger DaimlerChrysler seharusnya menjadi merger antara yang sederajat dalam tahap pertama. Informasi lebih lanjut tentang merger ini dan akhirnya kurangnya keberhasilan dapat ditemukan dalam IHRM. Akusisi, di sisi lain, terjadi ketika satu perusahaan membeli perusahaan lain dengan kepentingan untuk mengendalikan kegiatan operasi gabungan.14 Inilah yang terjadi saat itu perusahaan baja Belanda Mittal, peringkat kedua berdasarkan volume produksi baja mentah pada 2006, memprakarsai pengambil alihan kelompok Arcelor yang berbasis di Luxembourg, peringkat pertama dalam hal yang sama statistik. Merger biasanya menghasilkan pembentukan perusahaan baru sementara sebuah Akuisisi melibatkan perusahaan yang mengakuisisi menjaga identitas hukumnya dan mengintegrasikan perusahaan baru ke
dalam aktivitasnya sendiri. Tantangan SDM dalam kedua kasus terdiri dari menciptakan praktik SDM baru dan strategi yang memenuhi persyaratan M & A.
Dalam konteks volume internasional ini, fokus kami adalah pada merger lintas batas dan akuisisi (M & As). Ini berarti bahwa perusahaan dengan kantor pusat berlokasi di dua negara berbeda prihatin. Banyak tantangan HRM yang dihadapi dalam merger dan akuisisi serupa, dan untuk alasan ini kita tidak akan lebih membedakan antara dua entitas ini, tetapi merangkumnya dan gunakan singkatan M & A. UNCTAD mendefinisikan M & As lintas batas sebagai berikut: M & As Lintas-batas mencakup pengambilalihan sebagian atau seluruhnya atau penggabungan modal, aset, dan kewajiban dari perusahaan yang ada di suatu negara oleh TNC [perusahaan transnasional] dari negara lain. M & As umumnya melibatkan pembelian aset dan perusahaan yang ada.
M & A fase dan implikasi H R Biasanya, merger dan akuisisi dicirikan oleh serangkaian fase. Tergantung pada publikasi, fase-fase ini akan memiliki nama yang berbeda. Namun, proses M & A biasanya terdiri dari empat langkah berikut:
Fase pra-M & A termasuk pemutaran mitra alternatif berdasarkan analisis mereka kekuatan dan kelemahan.
Fase due diligence yang berfokus lebih mendalam dalam menganalisis manfaat potensial dari penggabungan. Di sini, kombinasi pasar produk, peraturan pajak, dan juga kompatibilitas terhadap Masalah SDM dan budaya menjadi perhatian.
Dalam fase perencanaan integrasi, yang didasarkan pada hasil fase uji tuntas perencanaan untuk perusahaan baru dilakukan.
Dalam rencana tahap implementasi dilaksanakan dalam tindakan.
H RM strategis dan peran fungsi SD M dalam M & As Aguilera dan Dencker42 menyarankan pendekatan strategis untuk manajemen SDM dalam proses M & A. Berdasarkan literatur HRM strategis yang menyarankan kesesuaian antara strategi bisnis dan strategi SDM, mereka berpendapat bahwa perusahaan harus mencocokkan strategi M & A mereka dengan strategi SDM mereka sambil mengandalkan tiga alat konseptual: Sumber daya didefinisikan sebagai aset berwujud s eperti uang dan orang, dan aset tidak berwujud, seperti merek dan hubungan. Dalam konteks HRM dalam keputusan M & A tentang sumber daya melibatkan staf dan masalah retensi, dengan keputusan pengakhiran menjadi sangat penting. Proses mengacu pada kegiatan yang digunakan perusahaan untuk mengubah sumber daya menjadi barang dan jasa yang berharga. Misalnya, di kami kasus, ini adalah pelatihan dan program pengembangan serta sistem penilaian dan penghargaan. Akhirnya, nilai adalah cara di mana karyawan berpikir tentang apa yang mereka lakukan dan mengapa mereka melakukannya. Nilai-nilai membentuk prioritas dan pengambilan keputusan karyawan
Peran ekspatriat dalam M & As Peran ekspatriat telah dibahas sehubungan dengan transfer pengetahuan antara mengakuisisi dan mengakuisisi perusahaan. Namun, transfer pengetahuan yang terta nam tidak dijamin oleh setiap penugasan internasional. Sementara beberapa penelitian telah mengungkap pentingnya pengalaman kerja sebelumnya dengan negara tuan rumah tertentu atau dengan mode entri tertentu sebagai faktor sukses bagi ekspatriat yang terlibat dalam integrasi merger, ini belum dikonfirmasi untuk akuisisi. Dalam sebuah penelitian oleh He'bert dkk., Pengalaman sebelumnya tidak memiliki dampak kinerja perusahaan yang diakuisisi. Berbeda dengan temuan ini, studi M & As yang disebutkan di atas di Jerman mengungkap hal itu integrasi yang sukses tergantung pada pengalaman industri manajer, pengalaman dengan yang serupa proyek, dan khususnya dalam kasus aliansi lintas batas,
tingkat kompetensi antar budaya. Penekanan pada pengalaman industri sejalan dengan saran oleh He'bert et al. siapa nyatakan bahwa pengalaman industri adalah aset penting ketika mempekerjakan anak perusahaan yang diakuisisi dengan ekspatriat karena dapat mengarah pada transfer praktik terbaik. Argumen-argumen ini memiliki implikasi untuk staf dari tim integrasi pasca-merger. He'bert menunjukkan bahwa perusahaan yang mengakuisisi tidak boleh sepenuhnya bergantung pada penempatan ekspatriat dalam tim manajemen puncak dari anak perusahaan yang diakuisisi. Mereka menyarankan untuk menciptakan yang kuat tim termasuk campuran dari kedua kelompok - ekspatriat dan anggota lokal manajemen puncak – dan bahwa integrasi akuisisi dipandang sebagai proses pembelajaran kolektif.
D. Wawancara
Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45) yang bekerja pada Carnival Company selama 16 tahun, beliau mengatakan bahwa Carnival Company merupakan sebuah perusahaan yang terbentuk dari gabungan kerja sama beberapa orang atau dapat dikatakan persekutuan.
SAP 5 A. Membangun Tim Internasional
Praktek sumber daya manusia, kebijakan dan proses yang tertanam dalam strategis, struktural dan konteks teknologi dari MNE. Ini 'warisan administratif' sangat penting untuk perusahaan global sebagai organisasi internasional akan dipanggil untuk beroperasi di berbagai macam lingkungan yang kompetitif, namun entah bagaimana menyeimbangkan beragam sosial, politik, dan konteks ekonomi dengan persyaratan konteks rumah asli. Unsur-unsur utama yang dihadapi sebagai hasil dari pertumbuhan internasional yang menempatkan tuntutan pada senior manajer Berbagai elemen tidak saling eksklusif. Misalnya, geografis dispersi mempengaruhi ukuran perusahaan, menciptakan tekanan pada mekanisme kontrol yang, pada gilirannya, akan mempengaruhi perubahan struktural. Pertumbuhan (ukuran perusahaan) akan mempengaruhi aliran dan volume informasi, yang dapat memperkuat respons kontrol (seperti fungsi, sistem, dan proses apa untuk memusatkan dan apa yang harus didesentralisasikan). Sebaran geografis akan melibatkan lebih banyak pertemuan dengan budaya dan bahasa nasional, sehingga mempengaruhi aliran dan volume informasi. Itu tuntutan negara tuan rumah dapat mempengaruhi komposisi tenaga kerja.
Pemeriksaan mendalam atas semua elemen ini berada di luar cakupan buku ini. Sampai taraf tertentu, bagaimana perusahaan internasionalisasi berusaha dengan tuntutan SDM dari berbagai operasi asingnya menentukan kemampuannya untuk melaksanakan yang dipilihnya strategi ekspansi. Memang, penelitian awal Finlandia menunjukkan bahwa kebijakan personel seharusnya memimpin daripada mengikuti keputusan operasi internasional, 3 namun orang dapat berargumentasi bahwa sebagian
besar perusahaan ambil pendekatan yang berlawanan - yaitu, ikuti strategi yang digerakkan oleh pasar. Kami sekarang akan membahas kekuatan kembar standardisasi dan lokalisasi dan mengikuti jalan perusahaan domestic. Dibutuhkan karena berkembang menjadi entitas global dan menggambarkan bagaimana fungsi HRM dipengaruhi oleh cara proses internasionalisasi itu sendiri dikelola.
B. Mengelola Perbedaan – perbedaan
Dalam pandangan kami, kompleksitas beroperasi di berbagai negara dan mempekerjakan nasional yang berbeda kategori pekerja adalah variabel kunci yang membedakan HRM domestik dan internasional, daripada perbedaan utama antara kegiatan HRM dilakukan. Dowling9 berpendapat itu kompleksitas SDM internasional dapat dikaitkan dengan enam faktor: 1. Lebih banyak kegiatan SDM. 2. Kebutuhan akan perspektif yang lebih luas. 3. Lebih banyak keterlibatan dalam kehidupan pribadi karyawan. 4. Perubahan penekanan karena campuran tenaga kerja dari ekspatriat dan penduduk setempat bervariasi. 5. Eksposur Risiko. 6. Pengaruh eksternal yang lebih luas. Masing-masing faktor ini sekarang didiskusikan secara terperinci untuk mengilustrasikan karakteristiknya.
Variabel – variabel perbedaan
Kompleksitas
yang
terlibat
dalam
operasi
di
berbagai
negara
dan
mempekerjakan berbagai kategori karyawan nasional adalah variabel kunci yang membedakan HRM domestik dan internasional, daripada perbedaan utama antara HRM kegiatan yang dilakukan. Banyak perusahaan dari negara maju dengan pengalaman terbatas di internasional bisnis meremehkan kompleksitas yang terlibat dalam operasi internasional yang sukses -khususnya di negara berkembang. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa kegagalan bisnis di arena internasional sering dikaitkan dengan manajemen sumber daya manusia yang buruk. Selain kompleksitas, ada empat variabel lain yang moderat (yaitu, baik berkurang atau menonjolkan) perbedaan antara HRM domestik dan internasional. Keempat moderator tambahan ini adalah: 1. Lingkungan budaya. 2. Industri (atau industri) yang melibatkan banyak perusahaan multinasional. 3. Tingkat ketergantungan multinasional di pasar domestik negara asalnya. 4. Sikap manajemen senior
C. Karakteristik dan Elemen Budaya
Ada beberapa karakteristik budaya organisasi yang perlu mendapatkan perhatian dari perusahaan, antara lain : 1. Kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi segala aktivitas ke arah pencapaian suatu tujuan organisasi. Kepemimpinan seorang pemimpin diharapkan dapat menjadikan perubahan ke arah yang lebih baik yaitu perubahan pada budaya kerja sebuah organisasi. Perubahan budaya kerja yang slow down diharapkan
dapat
diubah
dengan
budaya
produktif
karena
pengaruh
kepemimpinan atasan yang lebih mengutamakan pada otonomi atau kemandirian para anggota. Diharapkan pula adanya otonomi tersebut dapat menjadikan para anggotanya menjadi lebih inovatif dan kreatif, dalam pengambilan keputusan dan kerja sama. Kepemimpinan memegang peranan penting dalam budaya organisasi, terutama pada organisasi yang budaya organisasinya lemah 2. Inovasi organisasi berorientasi pada pola pendekatan ”menggunakan tradisi yang ada” dan memakai metode-metode yang teruji atau pemberian keleluasaan kepada anggotanya untuk menerapakan cara-cara baru melalui eksperimen.
3. Inisiatif individu meliputi tanggung jawab, kebebasan, dan independensi dari masing-masing anggota organisasi, yaitu kewenangan dalam menjalankan tugas dan seberapa besar kebebasan dalam mengambil keputusan. 4. Toleransi terhadap resiko individu didorong untuk lebih agresif, inovatif, dan mampu dalam menghadapi resiko di dalam pekerjaannya. 5. Pengarahan yaitu kejelasan organisasi dalam menentukan sasaran dan harapan (kuantitas, kualitas, dan waktu penyelesaian) terhadap sumber daya manusia atas hasil kerjanya. 6. Integrasi berorientasi pada bagaimana unit-unit di dalam organisasi didorong untuk menjalankan kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik seperti seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama di tekankan dan seberapa dalam rasa saling ketergantungan antar sumber daya manusia ditanamkan. 7. Dukungan manajemen memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugas. 8. Pengawasan meliputi peraturan-peraturan dan supervise langsung yang digunakan oleh manajeman untuk melihat secara keseluruhan perilaku anggota organisasi. 9. Identitas adalah pemahaman anggota organisasi yang memihak kepada organisasinya secara penuh. Misalnya, seseorang anggota organisasi yang dibangunkan dari tidurnya dan ditanya siapa dirinya? Maka jika dia menjawab “saya adalah anggota organisasi X,” berarti dia telah menjadikan organisasi tersebut sebagai bagian dari identitas dirinya. 10. Sistem penghargaan berbicara tentang alokasi “reward” (biasanya dikaitkan dengan kenaikan gaji dan promosi) sesuai kinerja karyawan. 11. Toleransi terhadap konflik meliputi adanya usaha mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang terjadi. Jika toleransinya tinggi, maka perdebatan dalam pertemuan adalah wajar. Tetapi jika perusahaan toleransi konfliknya rendah, maka karyawan akan menghindari perdebatan dan akan menggerutu di belakang. 12. Pola komunikasi merupakan komunkasi yang terbatas pada hirarki formal dari setiap organisasi.
Di dalam budaya terdapat beberapa elemen - elemen penting yang terkandung, beberapa diantaranya adalah :
1. Bahasa : berbagai bahasa pada dasarnya merupakan bagian penting dari budaya. 2. Norma : Setiap masyarakat atau setiap peradaban memiliki seperangkat norma yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dan merupakan elemen penting dari budayaHal ini dapat meliputi Folkways, adat-istiadat, tabu dan ritual dalam suatu budaya. 3. Nilai : Nilai sosial dari sebuah peradaban tertentu juga dianggap sebagai unsur budaya. Nilai-nilai budaya sering merujuk pada hal yang harus dicapai atau halhal, yang dianggap sangat berharga atau nilai dalam kebudayaan tertentu. 4. Agama dan Kepercayaan : Agama dan kepercayaan rakyat dalam peradaban yang memainkan peran penting dalam membentuk dari budaya juga. Baca informasi tentang agama-agama dunia. 5. Sosial kolektifitas : Sosial kolektif mengacu pada kelompok-kelompok sosial, organisasi, masyarakat, institusi, kelas, dan masyarakat, yang dianggap sebagai konstruksi sosial yang simbolis. 6. Status dan Peran : Sebuah status atau peran sosial tidak lain adalah slot atau posisi dalam suatu kelompok atau masyarakat, yang memberikan gambaran keseluruhan dari struktur sosial dan karenanya merupakan elemen penting dari budaya. Ini juga dapat mencakup peran berbasis gender atau usia berbasis tradisional.
D. Perbedaan Individu Menurut Budaya
Konteks Budaya IHRM, kami membahas konsep budaya secara luas detail, jadi komentar kami di bab pendahuluan ini selalu singkat. Ada banyak definisi budaya, tetapi istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan proses pembentukan dari waktu ke waktu. Proses ini menghasilkan stabilitas relatif, mencerminkan struktur pengetahuan bersama yang melemahkan (yaitu mengurangi) variabilitas dalam nilai-nilai, norma-norma perilaku dan pola-pola perilaku. Karakteristik yang penting budaya adalah bahwa prosesnya begitu halus sehi ngga orang tidak selalu sadar akan hubungannya nilai, sikap, dan perilaku. Satu biasanya harus dihadapkan dengan yang berbeda budaya untuk sepenuhnya menghargai efek ini. Siapa pun yang bepergian ke luar negeri, baik sebagai turis atau di bisnis, pengalaman situasi yang menunjukkan perbedaan budaya dalam bahasa, makanan, pakaian, kebers ihan dan sikap terhadap waktu. Sementara pelancong dapat merasakan perbedaan-perbedaan ini
sebagai novel, bahkan menyenangkan, bagi orang-orang yang diharuskan untuk hidup dan bekerja di negara baru, perbedaan seperti itu dapat terbukti sulit. Mereka mungkin mengalami kejutan budaya - sebuah fenomena yang dialami oleh orang-orang yang bergerak lintas budaya. Lingkungan baru membutuhkan banyak penyesuaian dalam waktu yang relatif singkatwaktu, menantang kerangka acuan orangorang sedemikian rupa sehingga rasa diri mereka, khususnya dalam hal kebangsaan, dipertanyakan. Orang-orang, pada dasarnya, mengalami reaksi kejutan pengalaman budaya baru yang menyebabkan disorientasi psikologis karena mereka salah paham atau tidak mengenali isyarat penting. Kejutan budaya dapat menimbulkan perasaan negatif tentang tuan rumah negara dan orang-orangnya dan kerinduan untuk kembali ke rumah. Karena bisnis internasional melibatkan interaksi dan pergerakan orang-orang di seluruh batas nasional, apresiasi perbedaan budaya dan kapan perbedaan ini penting sangat penting. Penelitian dalam aspek-aspek ini telah membantu dalam memajukan pemahaman kita tentang lingkungan budaya sebagai variabel penting yang memoderasi perbedaan antara domestic dan HRM internasional. Namun, sementara penelitian lintas budaya dan komparatif berusaha mengeksplorasi dan menjelaskan persamaan dan perbedaan, ada masalah yang terkait dengan hal tersebut penelitian. Masalah utama adalah bahwa ada sedikit kesepakatan tentang definisi budaya yang tepat atau pada operasionalisasi konsep ini. Bagi banyak peneliti, budaya telah menjadi variabel omnibus, mewakili berbagai faktor sosial, historis, ekonomi dan politik itu dipanggil post hoc untuk menjelaskan kesamaan atau ketidaksamaan dalam hasil penelitian. Sebuah perusahaan dapat memutuskan untuk menaiki perusahaan baru di luar negeri beroperasi dengan manajer umum ekspatriat tetapi menunjuk sebagai manajer departemen SDM lokal, seseorang yang akrab dengan praktik SDM negara tuan rumah. Kebijakan khusus ini pendekatan dapat membantu dalam menghindari masalah tetapi masih dapat menyebabkan dilema bagi manajer senior. Misalnya, di sejumlah negara berkembang (Indonesia adalah salah satu contohnya) local manajer diharapkan (yaitu ada kewajiban yang dirasakan) untuk mempekerjakan keluarga besar mereka jika mereka berada dalam posisi untuk melakukannya. Ini dapat menyebabkan situasi di mana orang-orang dipekerjakan yang tidak memiliki kompetensi teknis yang dibutuhkan. Sementara ini bisa dilihat sebagai contoh sukses beradaptasi dengan harapan dan kebiasaan lokal, dari perspektif Barat,
praktik ini akan terjadi dilihat sebagai nepotisme, praktik negatif yang tidak dalam kepentingan terbaik perusahaan karena orang-orang terbaik belum dipekerjakan untuk pekerjaan itu. Mengatasi perbedaan budaya, dan mengenali bagaimana dan kapan perbedaan ini relevan, adalah tantangan konstan bagi perusahaan internasional. Membantu mempersiapkan para penerima tugas dan keluarga mereka untuk bekerja dan tinggal di lingkungan budaya baru telah menjadi kegiatan utama untuk SDM departemen di MNEs yang menghargai (atau telah dipaksa, melalui pengalaman, untuk menghargai) dampak lingkungan budaya terhadap kinerja dan kesejahteraan staf.
E. Wawancara
What ( Apa ) : Apa nama tempat Bapak bekerja ? Who ( Siapa ) : Siapa nama Bapak? Where ( Dimana ) : Dimana Bapak bekerja? When ( Kapan ) : Sejak kapan Bapak mulai bekerja di tempat tersebut ? Why ( Mengapa ) : Mengapa Bapak bisa bertahan bekerja s ebagai ekspatriat yang pasti di tempat Bapak bekerja terdapat perbedaan budaya antar individu ? How ( Bagaimana ) : Bagaimana cara Bapak mensiasati perbedaan budaya yang Bapak rasakan selama bekerja ? Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45) yang bekerja pada Carnival Company selama 16 tahun, beliau mengatakan bahwa selama bekerja disana beliau merasa berbeda dengan pekerja lainnya. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda satu sama lain. Hal sederhana yang beliau rasakan adalah rekannya te rbiasa hanya memakan roti dan daging tetapi bagi orang Indonesia tidak makan nasi berarti tidak makan. Awalnya beliau kurang bisa jika tidak memakan nasi setiap beliau makan namun karena terpaksa akhirnya beliau terbiasa. Beliau untuk menyesuaikan dengan pekerja lainnya , beliau berusaha untuk sabar dan terus belajar. Intinya menjadi seorang ekspatriat harus mau sabar dan terus mencoba untuk paham.
SAP 6 A. Seleksi Global
Seleksi adalah proses mengumpulkan informasi untuk tujuan mengevaluasi dan memutuskan siapa harus dipekerjakan dalam pekerjaan tertentu. Penting untuk dicatat bahwa rekrutmen dan seleksi adalah proses diskrit dan kedua proses perlu beroperasi secara efektif jika perusahaan efektif mengelola proses kepegawaiannya. Sebagai contoh, suatu perusahaan mungkin memiliki sistem seleksi yang sangat baik untuk mengevaluasi kandidat tetapi jika ada kandidat yang tidak mencukupi untuk dievaluasi, maka pemilihan ini sistem kurang efektif. Kedua proses harus beroperasi secara efektif untuk keputusan kepegawaian yang optimal harus dibuat. Kami sekarang memiliki pemahaman yang lebih lengkap tentang fenomena yang disebut kegagalan ekspatriat, serta sifat multi-aspek dari tugas internasional, dan mengapa mengembangkan seleksi yang tepat kriteria telah menjadi masalah IHRM kritis. Perlu dicatat bahwa seleksi adalah proses dua ar ah antara individu dan organisasi. Calon kandidat dapat menolak ekspatriat penugasan, baik untuk alasan pribadi, seperti pertimbangan keluarga, atau untuk faktor situasional, seperti ketangguhan yang dirasakan dari budaya tertentu. Ini merupakan tantangan bagi mereka yang bertanggung jawab untuk memilih staf untuk penugasan internasional untuk menentukan kriteria pemilihan yang tepat. Faktor-faktor yang terlibat dalam pemilihan ekspatriat, baik dari segi individu dan spesifik dari situasi yang bersangkutan.
Kemampuan teknis
Kesesuaian Lintas Budaya
Persyaratan Keluarga
Keputusan Seleksi
Persyaratan Negara / Budaya
Persyaratan Perusahaan Multinasional
Bahasa Kemampuan teknis
Secara alami, kemampuan seorang karyawan untuk melakukan tugas-tugas yang diperlukan dari pekerjaan tertentu adalah penting faktor pemili han. Keterampilan teknis dan manajerial merupakan kriteria penting. Memang, temuan penelitian secara
konsisten menunjukkan bahwa perusahaan multinasional menempatkan ketergantungan besar pada teknis yang relevan keterampilan selama proses seleksi ekspatriat. Karena ekspatriat didominasi oleh internal rekrutmen, catatan evaluasi personil dapat diperiksa dan diperiksa dengan kandidat atasan masa lalu dan sekarang. Dilema adalah bahwa kinerja masa lalu mungkin memiliki sedikit atau tidak ada bantalan pada kemampuan seseorang untuk mencapai tugas di lingkungan budaya asing.
Kesesuaian lintas budaya: Kompetensi, penyesuaianindikator lainnya
Seperti yang telah kita diskusikan, lingkungan budaya tempat ekspatriat beroperasi adalah hal yang penting faktor untuk menentukan kinerja yang sukses. Di sini, kompetensi antarbudaya dan konsep terkait serta kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan budaya asing memainkan peran penting. Namun, prasyarat untuk kecocokan lintas budaya adalah keterampilan lunak yang juga penting di bidang lain posisi nasional.
Persyaratan Keluarga
Keluarga merupakan faktor pengaruh yang sangat penting pada keberhasilan penugasan internasional, khususnya pasangan. Dari perspektif multinasional, kinerja ekspatriat di lokasi tuan rumah adalah faktor penting. Namun, interaksi antara penyesuaian berbagai pasangan ekspatriat, pasangan / pasangan dan anggota keluarga pengalaman sekarang didokumentasikan dengan baik. Harus ditunjukkan bahwa pasangan (atau pasangan yang menyertainya) sering membawa beban berat beban. Setibanya di negara penugasan, tanggung jawab untuk menyelesaikan keluarga ke rumah baru mereka jatuh pada pasangan, yang mungkin telah meninggalkan karir, bersama dengan teman-teman dan jaringan dukungan sosial (terutama keluarga). Di negara berkembang, pekerjaan pelayan rumah cukup umum tetapi ini adalah aspek kehidupan internasional yang banyak Orang-orang Barat dari negara-negara maju mengalami kesulitan menyesuaikan diri. Seringkali tidak mungkin bagi pasangan / pasangan untuk bekerja di negara penugasan karena peraturan imigrasi dan kesejahteraan dan pendidikan anak-anak dapat menjadi perhatian berkelanjutan untuk pasangan. Seperti yang dibahas di atas, terlepas dari karier mitra yang menyertainya, ada keluarga lain pertimbangan yang dapat menyebabkan ekspatriat potensial untuk menolak tugas internasional. Gangguan terhadap pendidikan anak-anak merupakan
pertimbangan penting, dan kandidat yang dipilih dapat menolak penugasan yang ditawarkan dengan alasan bahwa suatu langkah pada tahap tertentu di dalam dirinya atau kehidupan anaknya tidak pantas. Perawatan penuaan atau orang tua yang tidak valid adalah pertimbangan lain. Sementara dua alasan ini telah dicatat dalam berbagai penelitian, apa yang sudah agak diabaikan adalah masalah orang tua tunggal. Mengingat tingkat perceraian meningkat, ini mungkin menjadi faktor penting dalam pemilihan dan penerimaan tugas di mana hak asuh anak-anak terlibat. Batasan hukum terkait, seperti mendapatkan persetujuan dari yang lain orang tua untuk membawa anak (atau anak-anak) keluar dari negara asal, dan mengunjungi / mengakses hak, mungkin terbukti menjadi penghalang utama bagi mobilitas internasional dari ibu tunggal dan ayah tunggal.
Persyaratan negara / budaya
Perusahaan internasional biasanya diminta untuk menunjukkan bahwa HCN tidak tersedia sebelum pemerintah tuan rumah akan mengeluarkan ijin kerja dan visa masuk yang diperlukan untuk PCN atau TCN yang diinginkan. Dalam beberapa kasus, perusahaan multinasional mungkin ingin menggunakan ekspatriat dan telah memilih kandidat untuk penugasan internasional, hanya untuk menemukan transfer diblokir oleh pemerintah tuan rumah. Banyak negara maju mengubah undang-undang mereka untuk memfasilitasi imigrasi terkait pekerjaan yang akan membuat transfer internasional lebih mudah. Satu hal yang penting adalah bahwa umumnya izin kerja hanya diberikan kepada orang asing. Pasangan atau pasangan yang menyertainya mungkin tidak diizinkan untuk bekerja di negara tuan rumah. Makin, perusahaan multinasional menemukan bahwa ketidakmampuan pasangan untuk bekerja di negara tuan rumah mungkin menyebabkan kandidat terpilih untuk menolak tawaran penugasan internasional. Jika internasional tugas diterima, kurangnya izin kerja untuk pasangan atau pasangan yang menyertainya menyebabkan kesulitan dalam penyesuaian dan bahkan berkontribusi terhadap kegagalan jangka panjang. Untuk alasan ini, beberapa perusahaan multinasional memberikan bantuan dalam hal ini. Lebih lanjut, negara tuan rumah dapat menjadi penentu penting. Beberapa wilayah dan Negara dianggap sebagai 'posting kesulitan': daerah terpencil yang jauh dari kota-kota besar atau fasilitas modern; atau daerah yang dilanda perang dengan risiko fisik yang tinggi. Anggota keluarga yang menemani mungkin merupakan
tambahan tanggung jawab yang tidak ingin ditanggung oleh perusahaan multinasional. Mungkin ada keengganan untuk memilih perempuan untuk wilayah Timur Tengah atau Asia Tenggara tertentu dan di beberapa negara izin kerja untuk ekspatriat wanita tidak akan dikeluarkan. Aspek-aspek ini dapat mengakibatkan pemilihan HCN daripada ekspatriat.
Persyaratan MNE
Keputusan seleksi dipengaruhi oleh situasi spesifik dari MNE. Misalnya, MNE dapat mempertimbangkan proporsi ekspatriat untuk staf lokal saat membuat keputusan seleksi, terutama sebagai hasil dari filosofi kepegawaiannya. Namun, operasi di negaranegara tertentu mungkin memerlukan penggunaan lebih banyak PCN dan TCN daripada biasanya, sebagai perusahaan multinasional beroperasi di bagian Eropa Timur dan Cina. Selanjutnya, mode operasi yang terlibat perlu dipertimbangkan. Memilih staf untuk bekerja di perusahaan patungan internasional mungkin melibatkan masukan utama dari mitra lokal, dan dapat sangat dibatasi oleh negosiasi kesepakatan tentang proses seleksi.
Bahasa
Keterampilan bahasa dapat dianggap sangat penting untuk beberapa posisi ekspatriat, tetapi lebih rendah pada orang lain, meskipun beberapa orang akan berpendapat bahwa pengetahuan tentang bahasa negara tuan rumah adalah sebuah aspek penting dari kinerja ekspatriat, terlepas dari tingkat posisi. Kemampuan untuk berbicara bahasa lokal adalah aspek yang sering dikaitkan dengan kemampuan lintas budaya. Namun demikian, menguasai bahasa lokal paling sering bukan kualifikasi yang paling penting sehubungan dengan bahasa. Komponen lain untuk bahasa dalam keputusan seleksi adalah peran yang umum bahasa korporat. Sebagaimana dibahas sebelumnya, banyak perusahaan multinasional mengadopsi perusahaan umum bahasa sebagai cara standardisasi sistem dan prosedur pelaporan
B. Filosofi Penetapan SDM pada Perusahaan Multinasional
Multi National Corporations ( MNC’s) merupakan salah satu Lembaga Ekonomi Internasional yang saat ini memegang peranan yang amat penting dalam memberikan kontribusi yang amat berharga dalam meningkatkan roda perekonomian maupun pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya dinegara-negara dunia ketiga (ne gara berkembang, termasuk Indonesia). Bagi MNCs, proses Manajemen Sumber Daya
Manusia mendapat perhatian yang serius, sebab mereka menyadari bahwa SDM memiliki peran yang menentukan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Salah s atu aspek yang mendapat perhatian besar dimaksud, yaitu proses perekrutan SDM yang berkualitas sebagaimana yang dibutuhkan perusahaan. Manajemen Sumber Daya Manusia ( MSDM ) memiliki fungsi manajemen yang berhubungan dengan proses perencanaan, rekrutmen, penempatan, pelatihan dan pengembangan anggota organisasi, dan lain sebagainya. Setiap organisasi terutama organisasi perusahaan multinasional, mereka menentukan sumber daya manusia yang mereka butuhkan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, bagaimana mereka merekrut dan menyeleksi orang-orang yang paling potensial untuk tiap-tiap posisi. Bagaimana manajer melatih orang-orang tersebut sehingga mereka bisa bekerja secara efektif, dan apasaja jenis program pengembangan yang akan dapat menjamin dengan sebaik-baiknya arus yang konstan dari bakat manajerial, mulai dari tingkat bawah sampai dengan tingkat atas dalam organisasi. Rekrutmen adalah upaya untuk mencari tenaga kerja yang memenuhi syarat,
tepat kualitas dan kuantitas untuk dipekerjakan dalam dan oleh perusahaan pada waktu dibutuhkan. Dalam beberapa perusahaan, CEO dan eksekutif puncak lainnya secara langsung dilibatkan dalam perekrutan untuk memperlihatkan pentingnya perekrutan bagi strategi perusahaan. Di Microsoft Corporation misalnya, mendapatkan orang yang tepat untuk perusahaan begitu pentingnya sehingga presiden komisaris merasa perlu turun tangan dan terlibat dalam proses rekrutmen dan seleksi calon karyawan. Tentu saja ini akan membuat para manejer puncak lainnya melakukan hal yang sama. Bersama-sama, para pimpinan puncak ini meluangkan waktunya serta perhatian mereka dalam proses rekrutmen dan seleksi. Mereka yakin bahwa hal ini sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang dan sekaligus keberhasilan perusahaan. Kegiatan kunci yang merupakan bagian dari rekrutmen ini adalah (1) menentukan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang perusahaan dalah hal jenis pekerjaan ( job title ) dan dan levelnya dalam perusahaan; (2) terus berusaha mendapatkan informasimengenai perkembangan kondisi pasar tenaga kerja;
(3)
menyusun bahan-bahan rekrutmen yang efektif; (4) men yusun program rekrutmen yang sistematis dan terpadu yang berhubungan dengan kegiatan sumberdaya manusia lain dan dengan kerjasama antar manajer lini dan karyawan; (5) mendapatkan pool calon
karyawan yang berbobot dan memenuhi syarat; (6) mencatat kualitas dan jumlah pelamar dari berbagai sumber dan masing-masing metode rekrutmennya; (7) melakukan tindak lanjut terhadap para calon karyawan baik yang diterima maupun yang ditolak, guna mengevaluasi efektif tidaknya rekrutmen yang dilakukan. Semua kegiatan ini harus dilakukan sesuai konteks hukum yang berlaku. Dari proses rekrutmen ini maka akan diperoleh calon karyawan yang diharapkan
C. Wawancara
What ( Apa ) : Apa nama lembaga yang mefasilitasi seleksi ? Who ( Siapa ) : Siapa yang membantu Bapak memperoleh informasi selek si ? Where ( Dimana ) : Dimana Bapak ditempatkan saat pertama kali di rekrut? When ( Kapan ) : Sejak kapan Bapak mulai bekerja di tempat tersebut ? Why ( Mengapa ) : Mengapa Bapak bisa lolos sele ksi ? How ( Bagaimana ) : Bagaimana tahapan proses seleksi di perusahaan Multinasional tempat Bapak bekerja ? Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45) yang bekerja pada Carnival Company. Seleksi langsung di lakukan oleh perusahaan Multinational tersebut tanpa perantara. Informasi seleksi Bapak Nyoman peroleh dari sanak saudara yang sebelumnya telah bekerja di Carnival Company. Bapak Nyoman bekerja mulai tahun 2002 hingga sekarang. Pertama kali bekerja, beliau ditempatkan sebagai Steward seseorang yang mengurus alat-alat dapur dan restoran pada suatu perusahaan kapal pesiar, lalu selanjutnya menjadi Galley Steward kemudia Waiters, Assistent Waiters dan sekarang menjadi Head Waiters. Bapak Nyomang mengatakan bahwa beliau lolos sel eksi karena sudah memiliki kerabat yang memiliki jabatan penting di perusahaan tersebut. Seleksi yang Bapak Nyoman lalui adalah yang paling awal harus mengikuti tr aining dasar atau yang sering dikenal dengan Basic Safety Training (BST) untuk memperoleh Ijazah. Lalu menyiapkan dokumen-dokumen seperti Job Application, CV, Foto Copy KTP, SKCK, KK, Sertifikat Hotel, Ijasah, BST, foto 3x4 dan PassPort dan berbagai keperluan untuk seleksi administrasi. Lalu ketika dinyatakan lolos seleksi administratif maka kemudian mengikuti interview pertama dengan Human Resort Department (HRD) di Kantor Agent Kapal Pesiar. Test Marlin dilakukan sebelum dapat mengikuti interview selanjutnya. Setiap kapal atau department mempunyai nilai minimal sendiri-sendiri. ada yang 65, 70, 75
dan sebagainya. marlin test terdiri dari 50 soal dengan kategori berbeda-beda dan harus diselesaikan dalam waktu 30 menit. Kemudian nunggu interview USER, setelah interview user tahapan selanjutnya terbilang lebih cepat yaitu tinggal nunggu Latter of Employee (LOE), mengajukan Visa (sesuai negara tujuan), Medical Check Up. dan brangkat.
SAP 7 A. Perbedaan Budaya dalam MSDMI dalam Seleksi dan Rekrutmen untuk Penempatan Internasional
Manajemen Sumber Daya Manusia Internasional adalah penggunaan sumber daya Internasional untuk mencapai tujuan organisasi tanpa memandang batasan geografis. Secara umum, Dowling dalam Schuler (1994) membatasi ruang lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia Internasional meliputi fungsi MSDM, tipe pekerja dan negara yang terlibat. Morgan (1986 : 44) mendefinisikan Manajemen SDM Global seba gai pengaruh yang mempengaruhi (interplay) diantara ketiga dimensi aktivitas- akivitas SDM, tipetipe karyawan, dan negara-negara operasi. Dalam terminology luas Manajemen SDM Global melibatkan aktifitas-aktifitas yang sama seperti MSDM domestic. Morgan menggambarkan MSDM Global damal 3 dimensi yang meliputi : 1. Aktivitas-aktivitas SDM yang luas meliputi pengadaan tenaga kerja, alokasi dan pemanfaatan (ketiga aktifitas luas ini dapat dengan mudah diperluas kedalam enam aktifitas SDM) 2. Kategori negara atau bangsa yang terlibat dalam aktivitas-aktivitas MSDM Internasional: 1. Negara tuan rumah (host-country) dimana sebuah cabang dapat ditempatkan. 2. Negara asal (home-country) dimana perusahaan itu memiliki kantor pusat. 3. Negara-negara lain yang mungkin menjadi sumber tenaga kerja modal dan input-input lainnya. 3. Tiga kategori karyawan dalam perusahaan multinasional : 1. Karyawan Negara tuan rumah (host-country nationals/HCNs) 2. Karyawan Negara asal (parent-country nationals/PCNs) 3. Karyawan Negara ketiga (third-country nationals/TCNs) Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi perbedaan MSDM dalam setiap negara. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan-perbedaan yang ada dalam sistem setiap negara
juga berbeda. Manajer harus mampu memanajemen sumber daya manusia yang tersedia sehingga dapat tetap beroperasi dengan baik di negara di mana mereka bekerja sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Perbedaan budaya di setiap negara merupakan hal yang menjadi tantangan tersendiri bagi manajer untuk memanajemen sumber daya manusia yang tersedia. MSDM harus mampu untuk menciptakan kondisi yang baik antara pekerja dan lingkungan budaya di mana mereka berada. Berikut 5 dimensi budaya : 1. Individualisme dan kolektifitas 2. Kekuatan jarak 3. Menghindari ketidakpastian 4. Maskulinitas/feminimitas 5. Orientasi jangka panjang/jangka pendek Sebuah karakteristik penting dari budaya adalah budaya merupakan suatu proses yang tidak begitu kentara, sehingga seseorang tidak selalu sadar akan efeknya terhadap nilai-nilai, sikap-sikap dan perilaku-perilaku. Seseorang biasanya harus berhadapan dengan suatu budaya yang berbeda agar menghargai efek tersebut sepenuhnya. Sementara wisatawan dapat mempersepsikan perbedaan-perbedaan itu sebagai roman yang menyenangkan, tetapi bagi orang yang diharuskan untuk tinggal dan bekerja di suatu Negara baru, perbedaan-perbedaan seperti ini dapat menimbulkan kesulitan. Mereka mengalami guncangan budaya (culture shock) suatu fenomena yang di alami oleh orang-orang yang pindah melintasi budayabudaya. Lingkungan baru memerlukan banyak penyesuaian dalam waktu relative singkat. Perubahan budaya dapat menimbulkan perasaan-perasaan negative terhadap Negara tuan rumah dan orangorangnya serta perasaan merindukan kembali Negara asal. Bisnis Internasional melibatkan interaksi dan perpindahan orang- orang melewati batas-batas
nasional,
pemahaman
akan
perbedaan
kebudayaan
dan
kapan
perbedaanperbedaan ini penting adalah perlu sekali . Penelitian tentang aspek-aspek ini telah membantu dalam melanjutkan pemahaman kita akan lingkungan kebudayaan sebagai suatu variable penting yang memoderasi perbedaan-perbedaan antara MSDM domestic dan MSDM Internasional. Penelitian lintas budaya dan penelitian komparatif berusaha untuk mencari dan menjelaskan kesamaan dan perbedaan antara budaya satu dengan budaya lainnya. Mengakui bagaimana dan kapan perbedaan-perbedaan budaya
itu relevan, merupakan tantangan bagi perusahaan-perusahaan Internasional. Membantu untuk menyiapkan staf dan keluarganya bekerja dan tinggal dalam lingkungan kebudayaan yang baru telah menjadi sebuah aktivitas kunci bagi departemen SDM perusahaan multinasional yang menghargai (atau telah dipaksa melalui pengalaman untuk menghargai) dampak bahwa lingkungan kebudayaan dapat mengarah pada kinerja dan kesejahteraan staf. Menurut Schuler dan Jackson (1999), perbedaan antara MSDM dan MSDM Internasional adalah: 1. Lebih banyak fungsi dan kegiatan
Untuk dapat beroperasi di lingkungan internasional, departemen SDM harus melaksanakan sejumlah kegiatan yang mungkin tidak diperlukan dalam suatu lingkungan domestic, perpajakan internasional, relokasi dan orientasi i nternasional, pelayanan administrative untuk para ekspatriat, hubungan dengan Negara tuan rumah, dan jasa penerjemah. 2. Perspektif yang lebih luas
Para
manajer
domestic
biasanya
mengelola
program-program
untuk
sekelompok pekerja satu bangsa yang ditanggung oleh kebijakan kompensasi yang seragam, dan yang membayar pajak kepada satu pemerintah. Para manajer internasional menghadapi masalah dalam mendesain dan mengelola program program untuk pekerja yang terdiri dari lebih dari sat u kelompok bangsa, dan oleh karenanya mereka harus mempunyai pandangan global terhadap berbagai permasalahan. 3. Lebih terlibat dalam kehidupan pekerja
Tingkat keterlibatan yang lebih besar dalam kehidupan pribadi pekerja diperlukan dalam melakukan seleksi, pelatihan, dan manajemen yang efektif untuk para ekspatriat. Departemen SDM Internasional perlu memastikan bahwa pekerja ekspatriatnya memahami pengaturan perumahan, perawatan kesehatan, dan semua aspek paket kompensasi yang disediakan untuk penugasan diluar negeri. 4. Tingkat resiko yang lebih besar
Konsekuensi kegagalan manusia dan finansial seringkali lebih besar di arena internasional daripada bisnis domestic. Misalnya, kegagalan ekspatriat (kepulangan ekspatriat dari penugasan internasional sebelum waktunya) adalah problem yang berbiaya tinggi bagi perusahaan-perusahaan internasional. Aspek lainnya dari
resiko ini adalah terorisme. Perusahaan-perusahaan multinasional besar, sekarang ini harus mempertimbangkan elemen ini secara teratur saat merencanakan pertemuan-pertemuan dan penugasan-penugasan internasional. 5. Pengaruh eksternal
Kekuatan-kekuatan yang lain yang mempunyai dampak dalam arena internasional adalah pemerintahan tuan rumah, kondisi ekonominya, dan praktek praktek bisnis yang mungkin sangat berbeda dengan negara asal perusahaan
Pelaksanaan dan Proses Rekrutmen Internasional
Untuk bisa sukses dalam pasar yang sangat kompetitif, manajer harus dapat memiliki orang-orang terbaik di seluruh bagian perusahaannya. Dalam pembahasan ini dapat kami jelaskan proses Rekrutmen SDM dalam MNCs. Proses rekrutmen yang efektif tidak saja memenuhi kebutuhan perusahaan tetapi juga pelamar dan masyarakat. Kebutuhan individu mempunyai dua aspek rekrutmen yang menonjol yaitu menarik calon pelamar dan mempertahankan karyawan yang diinginkan. Kebutuhan masyarakat sebagian besar ditentukan secara eksplisit oleh berbagai peraturan negara bagian dan federal atas nama kesamaan kesempatan kerja. Schuler dan Jackson ( 1997:227 ) mengatakan “ Rekrutmen antara lain meliputi upaya pencarian sejumlah calon karyawan yang memenuhi syarat dalam jumlah tertentu sehingga dari mereka perusahaan dapat menyeleksi orang-orang yang paling tepat untuk mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Disamping itu, Stoner ( 1992:469 ) mengatakan “ Rekrutmen dimaksudkan untuk menyediakan sekelompok calon yang cukup besar sehingga organisasi yang bersangkutan akan dapat menyeleksi karyawan yang memenuhi syarat sesuai dengan yang dibutuhkannya”. Dari dua teori diatas dapat disimpulkan bahwa rekrutmen adalah upaya untuk mencari tenaga kerja yang memenuhi syarat, tepat kualitas dan kuantitas untuk dipekerjakan dalam dan oleh perusahaan pada waktu dibutuhkan. Kegiatan kunci yang merupakan bagian dari rekrutmen: 1.
Menentukan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang perusahaan dalam
hal jenis pekerjaan ( job title ) dan dan levelnya dalam perusahaan;
2.
Terus berusaha mendapatkan informasi mengenai perkembangan kondisi pasar
tenaga kerja. 3.
Menyusun bahan-bahan rekrutmen yang efektif.
4.
Menyusun program rekrutmen yang sistematis dan terpadu yang berhubungan
dengan kegiatan sumberdaya manusia lain dan dengan kerjasama antar manajer lini dan karyawan. 5.
Mendapatkan calon karyawan yang berbobot dan memenuhi syarat.
6.
Mencatat kualitas dan jumlah pelamar dari berbagai sumber dan masing-masing
metode rekrutmennya. 7.
Melakukan tindak lanjut terhadap para calon karyawan baik yang diterima
maupun yang ditolak, guna mengevaluasi efektif tidaknya rekrutmen yang dilakukan. Semua kegiatan ini harus dilakukan sesuai konteks hukum yang berlaku. Dari proses rekrutmen ini maka akan diperoleh ca lon karyawan yang diharapkan. Pelaksanaan dan Proses Seleksi Internasional
Seleksi adalah kegiatan dalam manajemen SDM yang dilakukan setelah proses rekrutmen selesai dilaksanakan. Hal ini berarti telah terkumpul sejumlah pelamar yang memenuhi syarat untuk kemudian dipilih mana yang dapat ditetapkan sebagai karyawan dalam suatu perusahaan. Proses pemilihan ini yang dinamakan dengan seleksi. Proses seleksi sebagai sarana yang digunakan dalam memutuskan pelamar mana yang akan diterima. Prosesnya dimulai ketika pelamar melamar kerja dan diakhiri dengan keputusan penerimaan. Di dalam proses seleksi dikenal dua sistem atau filosofi, yaitu sistem gugur (successive hurdles) dan sistem kompensatori (compensatory approach). Pada sistem yang pertama, seorang peserta mengikuti tahap seleksi satu demi satu secara bertahap. Jika tidak lulus pada satu tahap, maka peserta dinyatakan gugur dan tidak dapat mengikuti tahap seleksi berikutnya. Pada sistem kompensatori, peserta mengikuti seluruh tahapan seleksi atau tes yang diberikan. Kelulusan peserta ditentukan dengan mengevaluasi nilai atau hasil dari seluruh tahap atau tes itu. Nilai ti nggi pada satu tahap tes dapat mengkompensasi nilai rendah pada tahap atau tes yang lain. Proses seleksi untuk sebuah tugas internasional harus memberikan sebuah gambaran yang realistis akan kehidupan, pekerjaan, dan kebudayaan ke mana karyawan tersebut mungkin dikirimkan. Kompetensi utama yang paling sering disebut-sebut at as karyawan global yang berhasil, yakni:
A. Penyesuaian Kebudayaan. Hal yang sangat penting untuk keberhasilan global bagi
seseorang adalah cara mereka menyesuaikan diri dengan perbedaan kebudayaan dalam tugas luar negeri mereka. Pengalaman global yang sebelumnya, bahkan perjalanan liburan luar negeri, dapat dievaluasi sebagai bagian dari proses seleksi untuk
memperoleh
wawasan
tentang
bagaimana
seorang
tersebut
dapat
menyesuaikan diri dengan hal-hal yang berhubungan dengan kebudayaan. Kesadaran akan persoalan dan perbedaan kebudayaan, serta penerimaan tuntutan dan kebiasaan kebudayaan yang bermacam-macam merupakan bidang-bidang yang perlu di evaluasi. Sepanjang proses seleksi, terutama dalam wawancara seleksi, sangat penting untuk menilai kemampuan karyawan yang potensial untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan adat, kebiasaan manajemen, hukum, nilai-nilai agama, dan kondisi infrastruktur yang berbeda. B. Persyaratan Organisasional. Banyak karyawan global menemukan bahwa
pengetahuan tentang organisasi dan bagaimana organisasi beroperasi sama pentingnya dengan faktor-faktor penyesuaian kebudayaan dalam menentukan keberhasilan tugas global. Berinteraksi dengan manajer-manajer di negara tuan rumah, mewakili perusahaan di lokasi asing, dan mengatur karyawan-karyawan asing membutuhkan pemahaman tentang produk, layanan, “politik”, dan kebijakan organisasional perusahaan. Seperti halnya dengan pekerjaan apa pun, seseorang harus memiliki kemampuan teknis yang dibutuhkan dan memenuhi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang berhubungan dengan pekerjaan supaya berhasil. Akan tetapi, hanya dengan memenuhi persyaratan-persyaratan organisasional mungkin tidaklah cukup untuk menjamin keberhasilan tugas global. Alasannya, proses seleksi bagi sesorang yang berasal dari dalam perusahaan juga harus menilai faktor-faktor lain seperti pengetahuan organisasional, kemampuan teknis, dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan. Bagi kandidat-kanditat yang berasal dari luar organisasi, pengetahuan industri bisa sangat berguna, tetapi peninjauan organisasi yang realistis juga penting untuk menentukan orang yang cocok untuk organisasi. C. Karakteristik Pribadi. Pengalaman dari banyak perusahaan menunjukkan bahwa
karyawan-karyawan terbaik di negara sendiri mungkin bukan merupakan karyawankaryawan terbaik dalam penugasan global, terutama karena karakteristikkarakteristik pribadi dari masing-masing individu. Beberapa karakteristik pribadi yang diidentifikasikan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan karyawan-
karyawan global. Tekanan hidup dan bekerja di luar negeri menuntut orang-orang bisa menampilkan stabilitas emosional, fleksibel, menoleransi ambiguitas dengan baik, menganggap penyesuaian diri terhadap kebudayaan yang berbeda sebagai tantangan, dan menikmati risiko-risiko yang berkenaan dengan tantangan-tantangan tersebut. Selain itu, tuntutan-tuntutan fisik karena perj alanan, perubahan zona waktu, jam kerja yang panjang, serta pertemuan dan makan malam bisnis yang sering terjadi memberikan tekanan yang signifikan kepada karyawan global. Selama proses seleksi, banyak karyawan global menggunakan tes kepribadian dan cara penilaian yang lain guna menilai pantas tidaknya para kandidat untuk penugasan global. Pentingnya penilaian karakteristik-karakteristik kepribadian ditekankan oleh sebuah studi yang menemukan bahwa ekstraversi, ketersediaan untuk menerima, dan stabilitas emosional meningkatkan keinginan para ekspatriat untuk menyelesaikan tugas-tugas global mereka. D. Kemampuan Teknis. Kemampuan seseorang untuk melakukan tugas-tugas yang
diperlukan adalah suatu pertimbangan penting. Oleh karena itu, keterampilan teknis dan manajerial merupakan kriteria penting. Hasil penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa perusahaan multinasional menempatkan ketergantungan pada keterampilan teknis yang relevan selama proses pemilihan ekspatriat E. Keterampilan Komunikasi. Salah satu keterampilan paling dasar yang diperlukan
oleh karyawan ekspatriat adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis dalam bahasa negara tuan rumah. Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan baik dalam bahasa tersebut dapat menghambat keberhasilan seseorang ekspatriat. F. Faktor Pribadi/keluarga. Pilihan dan sikap suami atau istri dan anggota keluarga
yang lain juga menghadirkan pertimbangan-pertimbangan yang serius perihal penempatan staf. Karena faktor pribadi/keluarga memainkan peran yang sangat penting dalam keberhasilan karyawan global, proses seleksi biasanya meliputi wawancara dengan suami atau istri, pasangan, dan bahkan anak-anak dari para kandidat. Apabila perlawanan atau tentangan yang signifikan terhadap penerimaan relokasi global dan penyesuaian diri dengan kebudayaan yang berbeda akan menciptakan konflik keluarga, proses seleksi global harus menyebutkan persoalan persoalan ini. Apabila kegelisahan dan persoalan diabaikan, akan ada kemungkinan yang lebih besar bahwa karyawan global tersebut tidak akan menyelesaikan tugas tersebut atau tidak akan berhasil seperti yang diharapkan
B. Wawancara
What ( Apa ) : Apa nama lembaga yang mefasilitasi seleksi ? Who ( Siapa ) : Siapa yang membantu Bapak memperoleh informasi sele ksi ? Where ( Dimana ) : Dimana Bapak ditempatkan saat pertama kali di rekrut? When ( Kapan ) : Sejak kapan Bapak mulai bisa m enyesuaikan budaya ? Why ( Mengapa ) : Mengapa Bapak bisa bisa beradaptasi dengan berbagai budaya? How ( Bagaimana ) : Bagaimana menurut pandangan Bapak mengenai perbedaan budaya, menggangu ataukan malah tertantang ? Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45) yang bekerja pada Carnival Company. Seleksi langsung di lakukan oleh perusahaan Multinational tersebut tanpa perantara. Informasi seleksi Bapak Nyoman peroleh dari sanak saudara yang sebelumnya telah bekerja di Carnival Company. Pertama kali bekerja, beliau ditempatkan sebagai Steward seseorang yang mengurus alat-alat dapur dan restoran pada suatu perusahaan kapal pesiar, lalu selanjutnya menjadi Galley Steward kemudia Waiters, Assistent Waiters dan sekarang menjadi Head Waiters. Bapak Nyoman merupakan seseorang yang mudah beradaptasi karena beliau orang yang cukup ramah sehingga sejak awal bekerja beliau muda menyesuaikan budaya Indonesia dengan budaya asing. Perbedaan budaya tidak menjadi sebuah ancaman di tempat tersebut, malah beliau merasa perbedaan budaya membuat beliau lebih tertantang dan memiliki lebih banyak teman.
SAP 8 A. Konsep Manajemen Kinerja
Lebas & Euske (2004) lebih lanjut mengatakan bahwa konsep kinerja yang sangat kompleks akan lebih mudah dipahami jika diujudkan dalam sebuah model. Model yang ditawarkan Lebas & Euske disebut sebagai causal model. Model ini kemudian divisualisasikan dalam bentuk sebuah pohon – juga disebut sebagai performance tree atau pohon kinerja (lihat Gambar 1.1)
Pohon kinerja (performance tree) pada Gambar 1.1, mengilustrasikan bagaimana sebuah organisasi berproses menciptakan kinerja. Unsur-unsur pembentuk kinerja tampak begitu kompleks sehingga terkesan sulit untuk dimengerti. Namun secara umum bisa dikatakan bahwa performance tree terdiri dari tiga ba gian: outcomes, proses dan fondasi. Ketiga bagian tersebut berproses secara berkesinambungan yakni fondasi mempengaruhi proses dan selanjutnya proses mempengaruhi outcomes.
Causal model seperti dipaparkan Lebas &Euske (2004) diatas, sekali lagi, memberikan gambaran bahwa memahami kinerja tidak sesederhana seperti gambaran awal dimana kinerja hanyalah sebuah hasil atau prestasi. Kinerja adalah sebuah konsep yang sangat kompleks, melibatkan proses panjang dan membutuhkan waktu untuk menghasilkan kinerja. Demikian juga apa yang dilakukan hari ini hasilnya belum tentu diperoleh hari ini pula. Sangat boleh jadi hasilnya baru didapat beberapa waktu kemudian karena ada variable waktu yang dibutuhkan. Wal hasil seperti dikatakan Lebas & Euske, kinerja adalah sebuah social construct yang bersifat multidimensi dan tidak jarang kinerja memunculkan kontradiksi. Salah satunya adalah dalam mengukur indikator kinerja. Seperti disebutkan sebelumnya, meski efektifitas dan efisiensi merupakan indikator umum, menjadi hal biasa di dalam sebuah organisasi menggunakan indikator berbeda untuk kepentingan berbeda. Contohnya adalah desakan agar organisasi menciptakan beragam hasil – kinerja keuangan, kinerja lingkungan, dan kinerja-kinerja lain berbasis etika dan moralitas. Perbedaan ini tentu saja tidak menjadi masalah jika kita memahami kinerja sebagai sebuah proses yang menghasilkan beragam hasil dan manajer mampu mengelola kontradiksi tersebut dengan baik, yakni dengan berpedoman pada keseluruhan tujuan jangka panjang organisasi. B. Proses Manajemen Kinerja 1. Masukan. Manajemen kinerja membutuhkan berbagai masukan yang harus dikelola
agar dapat saling bersinergi dalam mencapai tujuan organisasi. Masukan tersebut berupa:sumberdaya manusia (SDM), modal, material, peralatan dan teknologi serta metode dan mekanisme kerja. Manajemen Kinerja memerlukan masukan berupa tersedianya kapabilitas SDM, baik sebaga perorangan maupun tim. Kapabilitas SDM diwujudkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan kompetensi. SDM yang memiliki pengetahuan dan keterampilan diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses kinerja maupun hasil kerja. Sedangkan kompetensi diperlukan agar SDM mempunyai kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga dapat memberikan kinerja terbaiknya. 2. Proses. Manajemen kinerja diawali dengan perencanaan tentang bagaimana
merencanakan tujuan yang diharapkan di masa yang akan datang, dan menyusun semua sumberdaya dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan rencana dimonitoring dan diukur kemajuannya dalam me ncapai tujuan. Penilaian dan peninjauan kembali dilakukan untuk mengoreksi dan
menentukan langkah-langkah yang diperlukan bila terdapat deviasi terhadap rencana. Manajemen kinerja menjalin terjadinya saling menghargai kepentingan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses kinerja. Prosedur dalam manajemen kinerja dijalankan secara jujur untuk membatasi dampak meerugikan pada individu. Proses manajemen kinerja dijalankan secara transparan terutama terhadap orang yang terpengaruh oleh keputusan yang timbul dan orang mendapatkan kesempatan melalui dasar dibuatnya suatu keputusan. 3. Keluaran. Keluaran merupakan hasil langsung dari kinerja organisasi, baik dalam
bentuk barang maupun jasa. Hasil kerja yang dicapai organisasi harus dibandingkan dengan tujuan yang diharapkan . Keluaran dapat lebih besar atau lebih rendah dari tujuan yang telah ditetapkan. Bila terdapat deviasi akan menjadi umpan balik dalam perencanaan tujuan yang akan datang dan impelementasi kinerja yang sudah dilakukan. 4. Manfaat. Selain memperhatikan keluaran, manajemen kinerja juga memperhatikan
manfaat dari hasil kerja. Dampak hasil kerja dapat bersifat positif bagi organisasi, misalnya karena keberhasilan seseorang mewujudkan prestasinya berdampak meningkatkan motivasi sehingga semakin meningkatkan kinerja organisasi. Tetapi dampak keberhasilan sesorang dapat bersifat negatif, jika karena keberhasil annya ia menjadi sombong yang akan membuat suasana kerja menjadi tidak kondusif.
Feedback menjadi penting karena apa yang kita lakukan biasanya tidak langsung berhasil 100%, dan kita membutuhkan informasi bagaimana meningkatkan kualitas kerja kita sehingga mendekati hasil yang kita harapkan. Dalam sebuah organisasi feedback penting untuk dievaluasi untuk memperlihatkan sejauh mana kegiatan yang kita lakukan mendekati tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itulah sebuah organisasi membutuhkan manajemen kinerja untuk mengukur apa hasil kegiatan yang kita lakukan, bagaimana kualitasnya dengan tujuan yang telah ditetapkan, serta menentukan apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja tersebut sesuai tujuan organisasi.
C. Manajemen Kinerja dan Kompensasi
Kompensasi adalah sesuatu yang diterima seseorang atau sekelompok orang dari sebuah organisasi/ perusahaan sebagai balasan atas pekerjaan atau prestasi yang mereka raih baik berupa finansial atau nonfinansial.
Pemberian
kompensasi
pada
umumnya
berdampak
positif
terhadap
organisasi/perusahaan. Dengan adanya dampak positif tersebut tentu akan memberikan keuntungan bagi organisasi/perusahaan, antara lain akan menarik karyawan yang tingkat kompetensinya tinggi untuk bekerja pada organisasi/perusahaan. Oleh karenanya, kompensasi harus mampu memberi ransangan agar karyawan bekerja dengan prestasi yang tinggi, serta mengikat karyawan untuk bekerja pada organisasi/perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan untuk karyawan sendiri, kompensasi memberikan manfaat antara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari, dan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya serta untuk dapat menimbulkan semangat dan kegembiraan bekerja. Terakhir adalah untuk meningkatkan status sosial dan prestasi karyawan. Balas jasa tidak saja dapat diberikan dalam bentuk uang kontan, tetapi dapat pula berbentuk material atau benda. Dikemukakan bahwa suatu cara organisasi/perusahaan meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja karyawan antara lain adalah melalui kompensasi. Di dalam sebuah perusahaa/organisasi kompensasi sangat diperlukan sebagai motivasi bagi karyawan untuk meningkatkan kualitas dari apa yang mereka kerjakan. Oleh karena itu pemberian kompensasi berfungsi sebagai berikut : 1. Pengalokasian sumber daya manusia secara efisien. Fungsi ini menunjukan pemberian kompensasi pada karyawan yang berprestasi akan mendorong mereka untuk bekerja lebih baik. 2. Penggunaan sumber daya manusia secara lebih efisien dan efektif. Dengan pemberian kompensasi kepada karyawan mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga karyawan dengan seefisien dan seefektif mungkin. 3. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Sistem pemberian kompensasi dapat membantu stabilisasi organisasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
D. Ekspatriate Manajemen Kinerja
Sekarang kita memiliki pemahaman tentang variabel yang mempengaruhi kinerja, termasuk sifat dari tugas internasional yang dilakukan, kita bisa mendiskusikan criteria kinerja harus dinilai (atau dievaluasi - istilah yang digunakan secara bergantian dalam relevan literatur). Kami mencatat bahwa fokus pada manajemen ekspatriat juga tercermin dalam literature tentang penilaian kinerja staf internasional, dan banyak dari pembahasan berikut mencerminkan penekanan itu. Namun, aspek penilaian kinerja
ekspatriat juga relevan untuk penilaian dari non-ekspatriat, bersama dengan aspekaspek yang membedakan antara dua kategori staf internasional, yang disorot. Manajemen kinerja individu melibatkan seperangkat keputusan tentang dimensi dan tingkat kriteria kinerja, tugas dan peran definisi, dan waktu dari aspek formal dan informal dari penilaian. Secara tradisional, itu terdiri dari proses formal tujuan pengaturan, penilaian kinerja dan umpan balik. Data dari proses ini sering digunakan untuk menentukan pembayaran dan promosi, dan kebutuhan pelatihan dan pengembangan. tujuan MNE mempengaruhi tugas individu set yang menonjol, melawan yang tujuan kerja dan standar yang ditetapkan dan diukur. Ada perbedaan dalam cara proses ini ditangani dalam MNEs. Misalnya, di Jerman dan Swedia itu adalah umum bagi karyawan untuk memiliki masukan ke dalam penetapan tujuan pekerjaan, sedangkan di lain negara-negara seperti Amerika Serikat, tujuan pekerjaan cenderung ditugaskan. Selain itu, jenis dan panjang tugas tampaknya mempengaruhi bagaimana kinerja manajemen ditangani. Misalnya, Penelitian perusahaan Finlandia mengungkapkan bahwa mereka pada tugas jangka pendek diperlakukan sama dengan karyawan lainnya dalam perusahaan, dan ada lebih banyak fleksibilitas dalam waktu review kinerja bagi mereka ditugaskan untuk proyek.
E. 360-Degree F eedback
Sebagian ahli menambahkan pihak-pihak yang terlibat yang terdiri dari 6 pihak yaitu: 1. Manajemen Puncak (Top Management)
Keterlibatan manajemen puncak dalam proses ini biasanya untuk mengevaluasi manager level menengah. Namun, dalam organisasi kecil, para manajer puncak juga mengevaluasi kinerja manajer level bawa serta para pegawai senior. 2. Penyelia (Immediate Superior / Supervisor)
Para penyelia yang menjadi atasan langsung pegawai merupakan posisi yang paling tepat untuk mengevaluasi kinerja para bawahannya. Hal ini disebabkan karena mereka berinteraksi secara langsung dan memiliki informasi akurat tentang kinerja para bawahannya. 3. Rekan Sekerja (Peers / Co-workers)
Rekan kerja juga dapat diminta untuk mengevaluasi kinerja rekan-rekannya. Hal ini karena mereka bekerja secara terus-menerus secara bersama-sama sehingga mereka mengetahui dengan pasti kinerja rekannya. Penilaian dari rekan kerja ini merupakan yang paling banyak digunakan karena akurasi informasi yang diharapkan akan diperoleh. 4. Bawahan Langsung (Subordinates)
Para bawahan, juga bisa diminta untuk melakukan penilaian kinerja atasan mereka bahkan saat ini para murid diminta untuk mengevaluais kinerja guru mereka. 5. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)
Penilaian kinerja juga bisa dilakukan oleh si pegawai sendiri. Dalam melakukan penilaian si pegawai diharapkan kejujurannya. Hasil yang diperoleh lebih banyak ditujukan untuk melakukan pengembangan diri pegawai. 6. Pelanggan (Customers)
Pelanggan, jika dibutuhkan, bisa diminta untuk mengevaluasi kinerja para pegawai yang berinteraksi dengan mereka. Hasil yang diperoleh biasanya lebih obyektif. Perusahaan dapat memanfaatkan hasil penilaian oleh pelanggan untuk meningkatkan kelebihan yang dimiliki para pegawai dan mengurangi atau menghilangkan kekurangan pegawai mereka.
F. Wawancara
What ( Apa ) : Apakah Manajer di tempat Bapak bekerja selalu melakukan evaluasi? Who ( Siapa ) : Siapa yang selalu mengevalusi kinerja Bapak ?
Where ( Dimana ) : Dimana Bapak bekerja? When ( Kapan ) : Setiap kapan dilakukan evaluasi kinerja di organisasi Bapak ? Why ( Mengapa ) : Mengapa Bapak bisa termotivasi dalam bekerja? How ( Bagaimana ) : Bagaimana Bapak menilai kinerja Bapak sendiri dan sudahkan Bapak memberikan feedback kepada organisasi Bapak ? Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45) yang bekerja pada Carnival Company. Pada Carnival Company selalu dilakukan evalusi kinerja setiap hari dan setiap kali diperlukan oleh Head Divisionnya. Evaluasi yang dilakukan terkait kinerjanya setiap harinya. Jika melakukan kesalah tak segan akan diberikan sanks tegas. Bapak Nyoman tetap bertahan bekerja dan termotivasi karena disana beliau belajar meningkatkan kualitas dirinya. Beliau merasa pengalaman bekerja disana tidak ia dapatkan jika bekerja di tempat lain. Dan beliau berharap kelak akan memperoleh jabatan yang tinggi jika terus meningkatkan kualitas dirinya. Beliau menilai dirinya dari hasil evaluasi yang di berikan atasannya. Semakin banyak evaluasi berarti kinerjanya masih kurang begitu juga sebaliknya. Timbal balik yang ingin beliau berikan kepada perusahaan adalah semua yang beliau punya termasuk tenaga dan waktu untuk memperbaiki servis dari perusahaan.
SAP 9 A. Tujuan Kompensasi Internasioanl
Perusahaan internasional yang telah memperkerjakan tenaga kerja dari berbagai negara menghadapi masalah kompensasi yang berbeda. Mulai dari keaanekaragaman hukum, biaya hidup, pajak dan faktor lainnya yang harus dipertimbangkan dalam membuat dan menghitung nilai kompensasi yang diberikan kepada tenaga kerja asing. Bagaimana sebuah perusahaan multi-nasional mengatasi isu-isu ini setidaknya cenderung merupakan sebagian fungsi tingkatan pengembangan internasional. Perusahaan-perusahaan multinasional yang ingin berhasil mengelola kompensasi dan tunjangan-tunjangan memerlukan pengetahuan tentang hukum kepegawaian dan perpajakan, kebiasaan-kebiasaan, lingkungan, dan praktik-praktik kepegawaian beberapa negara asing, pengetahuan dalam hal fluktuasi mata uang dan dampak inflasi terhadap kompensasi serta suatu pemahaman mengapa dan kapan tunjangan-tunjangan khusus harus disediakan dan tunjangan-tunjangan mana yang perlu untuk negara-negara tertentu. Semua itu dalam konteks bergesernya kondisi-kondisi politik, ekonomi, dan sosial. Tingkat pengetahuan lokal diperlukan dalam banyak hal yang membutuhkan nasihat-nasihat khusus dan banyak perusahaan multinasional mempertahankan jasa perusahaan-perusahaan konsultasi yang dapat menawarkan serangkaian pelayanan yang luas atau menyediakan jasa-jasa dengan spesialisasi tinggi yang relevan dengan MSDM dalam suatu konteks perusahaan multinasional. Oleh karena itu dibutuhkan program kompensansi Internasional dalam pemberian kompensasi dari perusahaan kepada para karyawannya. Program kompensasi Internasional adalah serangkaian proses analisa yang akhirnya menjadi kebijakan perusahaan
terhadap
pemberian
kompensasi
kepada
karyawan-karyawan
Internasionalnya (HCN,PCN,TCN) dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu menggunakan pendekatan yang terbaik sesuai dengan kondisi perusahaannya. Secara singkat tujuan-tujuan utama program kompensasi internasional bagi perusahaan multinasional meliputi : 1. Menarik dan mempertahankan para karyawan yang berkualitas untuk penugasan penugasan internasional (dari perspektif perusahaan induk, tetapi meliputi PCN, HCN, dan TCN);
2. Memfasilitasi transfer antara cabang-cabang asing, antara cabang-cabang asing dan perusahaan induk (biasanya kantor pusat), dan antara perusahaan induk dan lokasilokasi asing. 3. Menetapkan dan memelihara suatu hubungan yang konsisten dan layak antara kompensasi para karyawan dari semua cabang, baik di negara asal maupun di luar negeri. 4. Memelihara kompensasi yang layak dalam kaitannya dengan praktik-praktik para pesaing, sekalipun belum meminimasi
biaya-biaya pada tingkatan
yang
memungkinkan.
B. Komponen Kunci dari Program Kompensasi Internasional
Berdasarkan definisi manajemen kinerja khususnya definisi oeprasional bisa dikatakan bahwa manajemen kinerja merupakan aktivitas manajerial yang sangat kompleks yang melibatkan beberapa komponen kunci yang terhubung satu dengan lainnya. Komponen kunci yang dimaksud adalah: 1. Planning. Organisasi yang efektif adalah organisasi yang merencanakan semua
pekerjaan sebelum pekerjaan tersebut dilaksasnakan. Perencanaan dengan demikian bisa diartikan sebagai penetapan ekspektasi dan tujuan kinerja bagi sebuah kelompok dan atau individu agar mereka berupaya untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan pemahaman ini oleh karenanya melibatkan karyawan dalam proses perencanaan menjadi penting karena akan membantu mereka memahami tujuan organisasi, mengetahui apa yang perlu dilakukan, mengapa perlu dilakukan, dan seberapa baik hal itu harus dilakukan. Termasuk dalam perencanaan kinerja karyawan adalah penetapan rencana penilaian kinerja karyawan (termasuk elemen maupun standar penilaiannya). Elemen dan standar kinerja harus terukur, bisa dimengerti, bisa diverifikasi, adil, dan dapat dicapai. Dalam menyusun perencanaan, di sisi lain, rencana kinerja karyawan harus fleksibel sehingga mudah untuk disesuaikan manakala ada perubahan tujuan dan persyaratan kerja. 2. Monitoring. Agar organisasi berjalan efektif, semua tugas dan pekerjaan yang
diberikan kepada karyawan harus dipantau terus-menerus. Pemantauan juga berart i secara konsisten mengukur kinerja dan memberikan umpan balik berkelanjutan kepada karyawan dan kelompok kerja untuk mengetahui kemajuan mereka dalam
mencapai tujuan organisasi. Dalam monitoring kinerja karyawan perlu dilakukan review terhadap kemajuan pekerjaan dengan cara membandingkan kinerja mereka dengan standar kinerja. Monitoring dengan demikian memberi kesempatan kepada supervisor untuk mengkaji seberapa baik karyawan memenuhi standar yang telah ditentukan dan melakukan perubahan jika standar kinerja dianggap tidak realistic. Demikian juga monitoring berkelanjutan memungkinkan supervisor bisa mengidentifikasi karyawan yang kinerjanya dibawah standar dan membantu mereka untuk meperbaikinya segera. 3. Developing. Kebutuhan akan pengembangan karyawan harus selalu dievaluasi dan
segera ditangani jika organisasi ingin berjalan efektif. Dalam hal ini mengembangkan karyawan berarti meningkatkan kapasitas mereka melalui pelatihan, memberikan tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan baru atau membutuhkan tanggung jawab yang besar, peningkatkan proses kerja, atau metode lainnya. Memberikan karyawan peluang untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan akan mendorong kinerja mereka lebih baik, memperkuat keterampilan dan kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan, dan membantu karyawan mampu mengikuti perubahan di tempat kerja, seperti diperkenalkannya teknologi baru. 4. Rating. Sudah tentu organisasi setiap saat harus mengetahui kinerja kerja. Hal ini
bisa dilakukan dengan membandingkan kinerja individu karyawan dengan keseluruhan karyawan untuk mengetahui siapa yang terbaik. Dengan kata lain untuk mengetahui kinerja karyawan bisa dilakukan dengan menyusun peringkat kinerja (performance rating) yang kemudian dibandingkan dengan standar kinerja pada rencana kinerja karyawan. 5. Rewarding. Memberi penghargaan berarti mengakui karyawan, secara individu
maupun sebagai anggota kelompok, atas kinerja mereka dan mengakui kontribusi mereka kepada misi dan tujuan organisasi. Prinsip dasar dari manajemen yang efektif adalah bahwa semua perilaku harus dikendalikan oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut. pengendalian bisa dilakukan melalui mekanisme formal maupun informal dan konsekuensi yang ditimbulkannya bisa positif maupun negatif. Kelima komponen kunci tersebut dapat digambarkan seperti tampak pada Gambar 1.4 berikut ini
C. Pendekatan dari Program Kompensasi Internasional
Menurut Welch, terdapat dua pilihan utama dalam bidang kompensasi internasional – pendekatan going rate (disebut juga pendekatan market rate) dan pendekatan balance sheet (kadang-kadang dikenal sebagai pendekatan build-up). Dalam bagian ini kita menggambarkan setiap pendekatan dan membahas keuntungankeuntungan dan kelemahan-kelemahan setiap pendekatan tersebut. 1. Pendekatan Going Rate/Market Rate. . Dalam pendekatan ini, gaji pokok untuk
transfer internasional dikaitkan dengan struktur gaji di negara tuan rumah. Perusahaan multinasional biasanya mendapatkan informasi dari survei-survei kompensasi-kompensasi lokal dan harus memutuskan apakah karyawan lokal (HCN), para ekspatriat dengan kebangsaan yang sama atau para ekspatriat dari semua kebangsaan akan menjadi titik referensi dalam menetapkan patokan. Ada keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahan pendekatan going rate, seperti diringkas dalam tabel 2. Keuntungan-keuntungannya adalah ada kesamaan dengan para karyawan lokal (sangat efektif untuk menarik PCN atau TCN ke suatu
lokasi yang membayar gaji lebih tinggi daripada yang mereka terima di negara asal); pendekatan ini sederhana dan mudah dipahami oleh para ekspatriat; para ekspatriat dapat mengidentifikasi negara tuan rumah; dan sering terdapat keadilan di antara para ekspatriat dengan kebangsaan-kebangsaan yang berbeda. Ada pula kelemahan-kelemahan pendekatan going rate. Pertama, akan ada perbedaan antara penugasan-penugasan untuk karyawan yang sama. Hal ini sangat jelas ketika kita membandingkan suatu penugasan dalam suatu ekonomi maju dengan ekonomi sedang berkembang, tetapi juga antara penugasan-penuugasan di berbagai ekonomi maju di mana perbedaan-perbedaan dalam gaji manajerial dan dampak perpajakan lokal dapat secara signifikan mempengaruhi suatu tingkat kompensasi karyawan yang menggunakan pendekatan going rate. Tidaklah mengherankan, para karyawan individu sangat peka terhadap isu ini. Kedua, akan ada perbedaan antara para ekspatriat dengan kebangsaan yang sama dalam lokasilokasi yang berbeda. Interpretasi yang tajam terhadap pendekatan going rate dapat mengarah pada persaingan untuk penugasan-penugasan ke lokasi-lokasi yang secara finansial menarik dan sedikit minat terhadap lokasi-lokasi yang dipertimbangkan tidak menarik secara finansial. Akhirnya, pendekatan going rate dapat merupakan masalah setelah repatriasi di mana gaji karyawan kembali pada tingkat negara asal yang berada di bawah negara tuan rumah. Hal ini merupakan suatu masalah tidak hanya bagi perusahaan-perusahaan dari beberapa negara di mana gaji manajerial lokalnya adalah tinggi (di bawah Amerika Serikat, yang menjadi pemimpin pasar dunia dalam gaji-gaji manajerial).
2. Pendekatan Balance Sheet/Build Up. Menurut Martoccho (2004), tujuan dasar
pendekatan ini adalah untuk “mempertahankan ekspatriat secara utuh” (yaitu memelihara relativitas dengan rekan-rekan kerja PCN dan memberikan kompensasi untuk biaya-biaya penugasan internasional) melalui pemeliharaan standar hidup negara asal ditambah suatu imbalan finansial untuk membuat paket kompensasi menarik. Pendekatan ini mengaitkan gaji pokok untuk PCN dan TCN dengan sturktur gaji negara asal yang relevan. Misalnya, seorang eksekutif Amerika Serikat yang mengambil suatu posisi internasional akan memiliki paket kompensasinya dibangun atas tingkat gaji pokok Amerika Serikat daripada yang diterapkan di negara tuan rumah. Asumsi kunci pendekatan ini adalah karyawan yang mendapat penugasan di luar negeri tidak seharusnya menderita suatu kerugian materi akibat
transfer dan hal ini dapat dicapai melalui pemanfaatan apa yang biasanya disebut pendekatan balance sheet. Menurut Reynolds (2000). Pendekatan balance sheet dalam kompensasi internasional adalah suatu sistem yang dirancang untuk menyamakan daya beli para karyawan pada tingkat kehidupan di luar negeri dengan posisi yang dapat dibandingkan dengan negara asal serta menyediakan insentif untuk mengimbangi perbedaan-perbedaan kualitatif di antara lokasi-lokasi penugasan). Ada empat kategori utama pengeluaran yang didatangkan oleh para ekspatriat yang dimasukkan dalan pendekatan balance sheet : 1. Barang-barang dan jasa-jasa – pengeluaran-pengeluaran negara asal untuk halhal seperti makanan, kebutuhan pribadi, pakaian, perlengkapan rumah tangga, rekreasi, transportasi, dan pemeliharaan kesehatan. 2. Perumahan — biaya-biaya utama berkaitan dengan perumahan di negara tuan rumah. 3. Pajak pendapatan-pajak pendapatan negara induk dan negara tuan rumah. 4. Cadangan — kontribusi untuk tabungan, pembayaran tunjangan-tunjangan, kontribusi pensiun, investasi, pengeluaran-pengeluaran untuk pendidikan, pajak jaminan sosial, dan lain-lain. Jika biaya-biaya yang berkaitan dengan penugasan negara tuan rumah melebihi biaya-biaya ekuivalen di negara induk, biaya-biaya ini dipenuhi baik oleh perusahaan maupun ekspatriat untuk menjamin bahwa daya beli yang ekuivalen di negara induk tercapai.
Terdapat keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahan pendekatan balance sheet. Ada tiga keuntungan utama. Pertama, pendekatan balance sheet menyediakan keadilan antara penugasan-penugasan asing dan para ekspatriat dengan kebangsaan yang sama. Kedua, repatriasi para ekspatriat difasilitasi oleh penekanan adanya keadilan dengan negara induk karena kompensasi ekspatriat tetap dikaitkan dengan sistem kompensasi di negara induk. Ketiga, pendekatan ini mudah untuk dikomunikasikan.
Ada dua kelemahan utama dari pendekatan balance sheet. Pertama, pendekatan ini dapat berakibat pada terjadinya disparitas/perbedaan yang sangat berarti – baik antara
para ekspatriat dengan kebangsaan berbeda maupun antara PCN dan TCN. Masalahmasalah muncul ketika karyawan internasional dibayar dengan jumlah yang berbeda untuk jenis pekerjaan yang sama atau sangat mirip di lokasi negara tuan rumah, sesuai dengan gaji pokok negara asal mereka yang berbeda. Misalnya, di kantor pusat regional Singapura dari suatu bank Amerika Serikat, seorang PCN Amerika Serikat dan seorang TCN New Zealand dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban yang sama, tetapi karyawan Amerika Serikat akan menerima gaji lebih tinggi daripada karyawan New Zealand karena perbedaan tingkat gaji pokok di Amerika Serikat dan New Zealand. Seperti disebut di atas, perbedaan-perbedaan dalam tingkat gaji pokok dapat juga menyebabkan kesulitan-kesulitan antara para ekspatriat dan HCN. Secara tradisional, hal ini merujuk pada masalah tingginya pembayaran terhadap PCN telah ditentang (tidak disukai) oleh para karyawan lokal HCN, karena para orang asing ini dipersepsikan mendapat kompensasi berlebihan (dan karena mereka menutup peluang-peluang karir untuk para karyawan lokal).
Masalah kedua dengan pendekatan balance sheet adalah meskipun pendekatan ini luwes dan sederhana sebagai suatu konsep, tetapi pendekatan ini dapat menjadi kompleks untuk dilaksanakan. Kompleksitas-kompleksitas khususnya timbul dalam transfer-transfer dana yang terintegrasi dengan kuat antara swasta dan pemerintah atau menguraikan dengan lebih jelas pajak-pajak dan pensiun-pensiun.
Pendekatan balance sheet diikuti oleh sebagian besar perusahaan multinasional ketika bisnis internasional mereka berkembang sampai suatu titik di mana perusahaan memiliki suatu jumlah ekspatriat yang lebih besar (mungkin sekitar dua puluh atau lebih). Pada dasarnya, pendekatan ini melibatkan suatu perusahaan multinasional untuk menjamin bahwa para ekspatriatnya minimal tidak merasa lebih buruk dalam menerima dan melaksanakan suatu penugasan di luar negeri. Idealnya, paket kompensasi juga seharusnya menyediakan insentif untuk mengambil penugasan asing, untuk menghilangkan rasa khawatir terhadap isu-isu kompensasi selama penugasan, dan untuk menjamin bahwa ekspatriat dan keluarganya merasa nyaman dengan penugasan tersebut. Tentu saja semua hal yang rumit ini terjadi dalam suatu lingkungan yang mendesak MSDM Internasional meningkatkan pengendalian terhadap semua biaya kepegawaian, termasuk biaya ekspatriasi.
Pendekatan balance sheet biasanya digunakan untuk para ekspatriat berpengalaman dan tingkat menengah serta menjaga mereka sepenuhnya dengan rekan-rekan kerja negara asal sekaligus mendorong dan memfasilitasi kepindahan mereka ke luar negeri dan kembali ke negara asal pada akhir penugasan mereka. Tetapi dengan jumlah ekspatriat yang besar, hal ini juga dapat menjadi kompleks untuk dilaksanakan. Beberapa perusahaan telah menemukan bahwa pendekatan ini mulai mengarahkan para manajer untuk memandang insentif dan penyesuaian sebagai hakhak yang kadang-kadang sulit untuk diubah. Dan beberapa manajer ekspatriat telah mengeluh bahwa pendekatan ini dalam menetapkan kompensasi luar negeri mereka lebih jauh mencampuri kehidupan pribadi mereka (pada dasarnya menentukan standar hidup mereka yang layak). Pendekatan balance sheet dalam menetapkan kompensasi seorang ekspatriat dimulai dengan melihat kompensasi karyawan pada perusahaan induk yang telah ada (gaji, tunjangan-tunjangan, dan bentuk-bentuk renumerasi moneter dan non moneter lainnya). Untuk ini ditambahkan dua komponen lainnya : sejumlah insentif untuk menerima dan menikmati penempatan di luar negeri dan sejumlah komponen penyesuaian dan penyamaan yang menjamin ekspatriat tidak mengalami kerugian dari perbedaan-perbedaan negara asing dalam masalah gaji atau tunjangantunjangan. Satu kesulitan kunci dalam pendekatan ini adalah menentukan dasar untuk menambahkan
insentif-insentif
dan
penyesuaian-penyesuaian.
Sejumlah
kemungkinan yang ada mendasarkan gaji ekspatriat pada :
Gaji-gaji negara induk;
Standar internasional;
Standar regional;
Gaji-gaji negara tuan rumah; atau gaji-gaji para ekspatriat lainnya – para kawan
dan/atau rekan kerja di lokasi tuan rumah.
3. Negosiasi. Ketika perusahaan pertama kali mulai mengirimkan ekspatriat ke luar
negeri dan sewaktu mereka masih memiliki sedikit ekspatriat, pendekatan umum untuk menetapkan kompensasi dan tunjangan-tunjangan untuk para ekspatriat tersebut adalah merundingkan paket kompensasi terpisah (dan biasanya unik) untuk setiap individu ekspatriat. Pada awalnya pendekatan khusus ini sangat sederhana, dan
dengan terbatasnya jumlah informasi yang tersedia tentang bagaimana merancang suatu sistem kompensasi untuk para ekspatriat dan banyaknya kompleksitas dalam suatu paket kompensasi seperti ini dibandingkan dengan kompensasi dan tunjangantunjangan domestik, adalah mudah untuk melihat mengapa para manajer SDM mengikuti pendekatan ini.
4. Lokalisasi. Suatu pendekatan yang relatif baru dalam kompensasi ekspatriat adalah
lokalisasi. Pendekatan ini digunakan untuk mengatasai masalah tingginya biaya dan ketidakadilan yang dirasakan di antara karyawan cabang-cabang luar negeri. Dalam pendekatan lokalisasi, para ekspatriat (biasanya para individu yang berada pada tahap awal karir mereka dan ditugaskan di luar negeri untuk penugasan jangka panjang) dibayar sebanding dengan para karyawan lokal. Pendekatan ini relatif sederhana untuk dilaksanakan, tetapi karena para ekspatriat dapat berasal dari standar hidup yang berbeda daripada yang dialami oleh para karyawan lokal, tambahan-tambahan khusus untuk para ekspatriat yang dibayarkan dalam pendekatan lokalisasi masih harus dirundingkan.
5. Pembayaran Sekaligus (Lump Sum). Pendekatan lainnya dimana beberapa
perusahaan multinasional berusaha, terutama dalam menanggapi persepsi bahwa pendekatan balance sheet terlalu mencampuri keputusan-keputusan gaya hidup para ekspatriat adalah pendekatan lump sum. Dalam pendekatan ini, perusahaan menentukan suatu jumlah gaji untuk ekspatriat dan kemudian membiarkan ekspatriat menentukan bagaimana mereka menggunakan gajinya, misalnya untuk perumahan, transportasi, perjalanan, kunjungan ke negara asal, pendidikan, dsb.
Jika menggunakan pembayaran sekaligus, kompensasi yang diberikan haruslah sangat besar atau melebihi kompensasi rata-rata industry serta tunjangan-tujangan yang sudah diperhitungkan. Itu dimaksud
agar tidak ada keluhan dari karyawan yang
mempengaruhi loyalitas karyawan.
6. Kafetaria. Suatu pendekatan yang meningkat digunakan untuk para eksekutif
ekspatriat dengan gaji yang sangat tinggi adalah menyediakan serangkaian pilihan manfaat yang dapat dipilih sendiri oleh ekspatriat (kafetaria). Keuntungankeuntungan bertambah, baik bagi perusahaan maupun individu serta terutama
berkaitan dengan cakupan pajak atas tunjangan-tunjangan dan penghasilan penghasilan tambahan dibandingkan dengan penghasilan tunai. Karena individu tidak memerlukan lebih banyak manfaat seperti mobil dinas, rumah dinas, dan sejenisnya yang tidak menambah penghasilan ekspatriat untuk tujuan-tujuan pajak.
7. Sistem-sistem Regional. Untuk para ekspatriat yang membuat komitmen terhadap
penugasan
jabatan
di
wilayah
tertentu
di
dunia,
beberapa
perusahaan
mengembangkan suatu kompensasi regional dan sistem tunjangan untuk mempertahankan keadilan di wilayah itu. Hal ini biasanya dipandang sebagai pelengkap bagi pendekatan-pendekatan lainnya. dan apabila individu-individu seperti ini kemudian dipindahkan ke wilayah lainnya, gaji mereka akan ditransfer pada salah satu sistem-sistem lainnya, seperti pendekatan balance sheet. Pada saat jumlah kompensasi ekspatriat telah ditentukan, perusahaan harus memutuskan apakah ekspatriat akan dibayar dalam mata uang lokal atau mata uang negara asal. bila ada keterbatasan konversi antara mata uang negara asal dan mata uang lokal atau ada inflasi yang cepat, mungkin lebih baik bagi perusahaan untuk tetap menghadapi gaji ekspatriat dalam mata uang lokal (tentunya dengan) jaminan terhadap hilangnya daya beli jika ada inflasi yang besar-besaran). Menurut Bennett (1993:R5), metode-metode pembayaran para ekspatriat saat ini dikritik untuk beberapa alasan yang berbeda. Ada perhatian bahwa semua pendekatan tidak secara memadai mempertimbangkan sifat atau negara penugasan dan sering tidak mendorong para ekspatriat secara nyata berasimilasi dengan budaya lokal. Selain itu tampaknya sistem kompensasi ekspatriat dan karyawan negara tuan rumah tenatng isu-isu seperti nilai kompensasi berupa uang dan tipe-tipe penghasilan tambahan lainnya. Pilihan penghasilan-penghasilan tambahan yang fleksibel, insentif-insentif dan penyesuaian-penyesuaian tradisional, serta skedul penggantian pajak mungkin dapat memenuhi kritik-kritik tersebut dengan baik, sekaligus mengurangi biaya keseluruhan perusahaan. Suatu pendekatan seperti ini bahkan memungkinkan suatu perusahaan multinasional menggantikan perhatian biaya hidup tradisional dengan berfokus pada kualitas kehidupan atau kualitas peluang karir.
D. Wawancara
What ( Apa ) : Apakah penghargaan itu penting ? Who ( Siapa ) : Siapa yang biasanya memberikan penghargaan pada karyawan ?
Where ( Dimana ) : Dimana Bapak bekerja ? When ( Kapan ) : Setiap kapan penghargaan di berikan kepada kar yawan ? Why ( Mengapa ) : Mengapa Bapak bisa termotivasi dalam bekerja ? How ( Bagaimana ) : Bagaimana menurut Bapak terkait gaji yang diberikan oleh organisasi Bapak ? Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45) yang bekerja pada Carnival Company. Bagi Bapak Nyoman penghargaan kepada seorang karyawan itu penting, karena dengan demikian karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja karena di hargai. Bapak Nyoman sendiri tetap bertahan bekerja dan termotivasi karena disana beliau belajar meningkatkan kualitas dirinya. Beliau merasa pengalaman bekerja disana tidak ia dapatkan jika bekerja di tempat lain. Dan beliau berharap kelak akan memperoleh jabatan yang tinggi jika terus meningkatkan kualitas dirinya. Pada Carnival Company sendiri, penghargaan selalu dilakukan setiap bulan. Pada akhir bulan akan ada kar yawan terbaik yang fotonya akan di tempel pada lobby agar diketahui oleh konsumen. Bapak Nyoman pernah sekali memperoleh penghargaan tersebut. Dan menurut beliau gaji yang diperoleh tidak dapat di bandingkan jika bekerja di negara asalnya. Budaya barat memang mengharuskan bekerja extra untuk mendapatkan uang. Tenaga orang Barat lebih besar jika di bandingkan dengan tenaga orang Asia.
SAP 10 A. Pedoman Pelatihan bagi Ekspatriate
Kebanyakan ekspatriat, baik PCN maupun TCN, dipilih dari dalam operasi yang ada pada perusahaan multinasional, meskipun seperti ditunjukkan pada garis putus putus dalam gambar di atas, beberapa ekspatriat dapat disewa secara eksternal. Mengingat bahwa kriteria seleksi utama adalah kemampuan teknis, tidak mengherankan untuk menemukan bahwa sebagian besar literatur dikhususkan untuk kegiatan pelatihan ekspatriat sebelum keberangkatan, terutama yang bersangkutan dengan pengembangan kesadaran serta pengetahuan budaya. Ketika seorang karyawan telah dipilih untuk posisi ekspatriat, maka pelatihan sebelum keberangakatan dianggap sebagai langkah penting berikutnya dalam upaya untuk memastikan efektifitas ekspatriat dan keberhasilan luar negeri, khususnya dimana tugas negara dianggap budaya tangguh. Beberapa bentuk persiapan budaya di indikasikan karena seperti yang mungkin anda ingat dari diskusi kita tentang kegagalan ekspatriat pada bab 3, kemampuan fungsional sendiri tidak menentukan keberhasilan.Pelatihan budaya yang efektif juga memungkinkan individu untuk menyesuaikan lebih cepat dengan budaya baru. Seperti yang ditujukkan Earley “ Tujuan utama dari Pelatihan antar budaya yaitu untuk membantu orang mengatasi kejadian tak terduga dalam sebuah budaya baru”. Untuk alasan terkait , sumber investasi dalam pelatihan untuk tugas internasional dapat dibenarkan dengan mudah. Terbatas, didominasi berdasarkan AS, penelitian ke daerah ini mengungkapkan bahwa sejumlah besar perusahaan multinasional AS telah enggan untuk menyediakan bahan dasar pelatihan sebelum keberangkatan. Tung menanyakan kepada responden untuk menunjukkan frekuensi penggunaan program pelatihan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
perusahaan
multinasional
AS
cenderung
lebih
jarang
menggunakan program pelatihan bagi para ekspatriat daripada perusahaan Eropa dan Jepang ( masing-masing 32% dibanding dengan 69%). Kami meninjau, literatur yang masih
ada menunjukkan bahwa
pelatihan sebelum keberangkatan berjalan
tingkat pemberian
lambat untuk
meningkatkan di
tahun-
tahun sejak penelitian Tung pada 1982. Pada 1984 sebuah studi dari 1.000 perusahaan multinasional AS menemukan bahwa hanya 25 persen yang ditawarkan program program pelatihan sebelum keberangkatan secara
luas. Penelitian
lain, yang
dilakukan pada tahun 1989, perusahaan AS yang disurvei tentang program relokasi dan menemukan bahwa hanya 13 persen dari responden menunjukkan bahwa mereka akan menawarkan para ekspatriat program pra keberangkatan. Pada tahun 1990 kajian
mereka
praktek AS,
McEnery
dan
Desharnais
memperkirakan
bahwa antara 50 dan 60 persen perusahaan AS yang beroperasidi luar negeri pada waktu itu tidak memberikan persiapan sebelum keberangkatan. Laporan berbagai penulis, bahwa di antara berbagai alasan yang dikutip oleh perusahaan untuk penggunaan sedikit pelatihan lintas budaya, kepala pimpinan tidak yakin bahwa pelatihan pra keberangkatan diperlukan atau efektif. Jadi, sementara potensi manfaat pelatihan kesadaran budaya secara luas diakui, pelatihan tersebut tidak ditawarkan oleh sejumlah
besar perusahaan
multinasional
AS.
Penekanan ditempatkan
oleh multinasional Eropa (termasuk Skandinavia) pada pelatihan pra keberangkatan, pelatihan khususnya bahasa, telah ditemukan untuk menjadi lebih kuat dibandingkan dengan perusahaan multinasional AS. Baru-baru ini, pada 1997-98 Price Waterhouse survei dari perusahaan Eropa (termasuk
anak
perusahaan non-Eropa multinasional)
mengungkapkan bahwa
pelatihan kesadaran budaya tetap merupakan bentuk paling umum dari pelatihan pra keberangkatan, dan itu masih ditawarkan secara sukarela bukan sebagai persyaratan wajib.Hanya 13 persen dari perusahaan yang disurvei selalu memberikan ekspatriat mereka dengan akses ke program kesadaran budaya, meskipun 47 persen lebih lanjut sekarang diberikan pengarahan untuk budaya "menantang" (dibandingkan dengan 21 persen pada
tahun
1995 survei mereka).Di
asal, perusahaan menempatkan prioritas
lebih
masa
lalu, terlepas
sedikit pada
penyediaan
dari negara pelatihan
pra keberangkatan untuk pasangan dan keluarga. Namun, mungkin karena pengakuan meningkatnya interaksi antara kinerja ekspatriat dan penyesuaian keluarga, perusahaan multinasional sekarang
lebih
memperluas
program
pelatihan
pelatihan
pra
keberangkatan mereka untuk menyertakan patner atau pasangan (suami/istri) dan anak.
B. Komponen Program Pelatihan untuk Pra Keberangkatan yang Efektif
Penelitian menunjukkan bahwa komponen penting dari program pelatihan pra keberangkatan yang berkontribusi untuk kelancaran transisi ke pos asing meliputi pelatihan kesadaran budaya, kunjungan awal, intruksi bahasa, dan bantuan praktis, hari ke hari masalah. Kita akan melihat masing-masing pada gilirannya.
1. Program Kesadaran Budaya
Secara umum diterima bahwa untuk menjadi karyawan yang efektif ekspatriat harus beradaptasi dan tidak merasa terisolasi dari negara tuan rumah. Program pelatihan kesadaran budaya yang dirancang dengan baik bisa sangat bermanfaat, karena berusaha untuk menumbuhkan apresiasi terhadap budaya negara tuan rumah sehingga ekspatriat dapat berperilaku sesuai, atau setidaknya meniru dan mengembangkan pola yang tepat. Sieveking, Anchor, dan Marston mengutip budaya timur tengah untuk penekanan titik ini. Di daerah itu, merupakan tempat yang menekankan hubungan pribadi, kepercayaan, dan rasa hormat dalam menangani bisnis; ditambah dengan hal ini adalah penekanan utama pada agama yang menembus hampir setiap aspek kehidupan. Seperti yang dibahas dalam bab 3, dan 4 tanpa pemahaman (atau setidaknya penerimaan) dari budaya negara tuan rumah dalam situasi seperti ini, ekspatriat kemungkinan akan menghadapi beberapa kesulitan selama penugasan internasional. Komponen program kesadaran budaya berbeda, tergantung pada negara asal, durasi, tujuan transfer, dan penyedia program tersebut. Sebagai bagian dari studi manajemen ekspatriatnya, Tung mengidentifikasi lima kategori dari pelatihan pra keberangkatan, berdasarkan proses belajar yang berbeda, jenis pekerjaan, negara penugasan, dan waktu yang tersedia: daerah studi program yang meliputi pengarahan lingkungan dan orientasi budaya asimilasi budaya pelatihan bahasa sensitivitas pelatihan pengalaman di lapangan Untuk memahami variasi yang memungkin dalam pelatihan ekspatriat, Tung mengusulkan kerangka kontingensi untuk menentukan sifat dan tingkat kekakuan dari pelatihan. Dua faktor penentu adalah tingkat interaksi yang diperlukan dalam budaya lokal dan kesamaan antara budaya lokal dengan
budaya baru. Elemen
pelatihan yang terkait dalam kerangka kerjanya melibatkan isi dari pelatihan dan ketegasan dari pelatihan. pada dasarnya, Tung berpendapat bahwa: a. Jika interaksi yang diharapkan antara individu dan anggota budaya lokal rendah, dan tingkat perbedaan antara budaya lokal dan budaya asing rendah, maka pelatihan harus fokus pada masalah tugas dan pekerjaan yang terkait bukan masalah budaya yang terkait. Tingkat ketelitian yang diperlukan untuk pelatihan
yang efektif harus relatif rendah. b. Jika ada tingkat interaksi tinggi yang diharapkan oleh negara tuan rumah dan ada perbedaan besar antara budaya, maka pelatihan harus fokus pada pengembangan keterampilan lintas budaya serta pada tugas baru. Tingkat ketelitian untuk pelatihan semacam itu harus menengah ke tinggi. Model spesifik Tung menetapkan kriteria untuk membuat keputusan metode pelatihan seperti tingkat interaksi yang diharapkan dan kesamaan budaya. Salah satu keterbatasan adalah bahwa meskipun tidak membantu penggunaan untuk menentukan metode pelatihan khusus, digunakan atau apa yang merupakan kurang atau lebih latihan keras. Mendenhall dan Oddou mengusulkan sebuah model yang dibangun berdasarkan teori Tung. kemudian itu disempurnakan oleh Mendenhall, Dunbar, dan Oddou. mereka mengusulkan tiga metode dimensi pelatihan, rendah, sedang, dan tingkat tinggi kekakuan pelatihan, dan durasi pelatihan relatif terhadap tingkat interaksi baru budaya, sebagai pedoman berguna untuk menentukan program yang sesuai. Misalnya, jika tingkat yang diharapkan dari interaksi kesamaan rendah dan derajat antara budaya asli individu dan budaya lokal yang tinggi, panjang pelatihan mungkin harus kurang dari seminggu. Metode seperti daerah atau pengarahan budaya melalui ceramah, film, atau buku akan memberikan tingkat yang tepat dari kekakuan pelatihan. di sisi lain, jika individu akan ke luar negeri untuk jangka waktu dua hingga dua belas bulan dan diharapkan untuk memiliki beberapa interaksi dengan anggota dari budaya tuan rumah, tingkat ketelitian pelatihan harus lebih tinggi dan panjangnya lebih lama (1-4 minggu). Di samping pemberian informasi pendekatan, pelatihan metode seperti assimilasi budaya dan peran yang dilakukan mungkin akan tepat. Jika individu akan mengenal budaya lokal yang cukup baru dan berbeda dan mempunyai derajat interaksi tinggi, tingkat pelatihan kekakuan lintas budayanya harus tinggi dan pelatihan harus berlangsung selama dua bulan. Selain metode yang kurang ketat sudah dibahas, sensitivitas pelatihan, pengalaman lapangan, dan budaya antar lokakarya pengalaman mungkin menjadi metode pelatihan yang tepat dalam situasi ini. Dalam literatur mereka, Black dan Mendenhall menyimpulkan bahwa model Medenhall, Dunbar, dan Oddou sama seperti Tung, yang mengutamakan "budaya"
natural, dengan sedikit mengintegrasikan tugas individu yang baru dan budaya lama. Black dan Mendenhall mengusulkan bahwa mereka mendiskripsikan sebagai model berbasis luas secara teoritis menggunakan pembelajaran Teori social Bandura dan model kesadaran budaya sebelum pelatihan. Mereka mengambil tiga aspek teori pembelajaran yaitu atensi, daya serap, dan reproduksi. dan menunjukkan bagaimana ini dipengaruhi oleh perbedaan individu dalam harapan dan motivasi, dan secara insentif untuk menerapkan tingkah laku yang dipelajari di luar negeri. Pendekatan ini mengakui bahwa pelatihan yang efektif hanya langkah pertama dan bahwa kemauan dan kemampuan ekspatriat untuk bertindak dalam pelatihan di lingkungan baru sangat penting untuk kinerja yang efektif. Bagaimanapun, model teoritis mereka dan proposisi yang berkaitan belum diuji secara ketat. Sebuah batasan praktis yang jelas dari model Black dan Mendenhall adalah bahwa waktu sering kali dijadikan sebagai alasan mengapa perusahaan multinasional tidak
memberikan
pelatihan
sebelum
keberangkatan,
akan
sulit
untuk
mengembangkan program pelatihan sebelum keberangkatan yang tepat dalam kasus tersebut. Selain itu, faktor kontekstual dan situasional seperti ketangguhan budaya, lama penugasan, dan sifat / jenis pekerjaan mungkin memiliki pengaruh pada isi, metode, dan proses yang terlibat dalam program pelatihan pengetahuan budaya. Lebih penting lagi, pengawasan dan umpan balik harus diakui sebagai komponen penting dari pengembangan kemampuan individu. Terutama sebagai penyesuaian dan kinerja yang dihasilkan dari pelatihan pengetahuan budaya. Dari Bukti 5-2 dapat ditarik kesimpulan pada komponen di atas. Ini menekankan pentingnya perhatian yang diberikan oleh potensi ekspatriat untuk perilaku dan hasil kemungkinan sebuah program pelatihan pengetahuan budaya. Kemampuan dan kemauan individu untuk mempertahankan perilaku yang dipelajari. Dan reproduksi mereka yang sesuai di lokasi lama. Berdasarkan review kami dari manajemen kinerja di bab 4, Tampaknya sangat penting jika penyesuaian dan kinerja dihubungkan dengan sistem manajemen kinerja mutinasional. Misalnya, orang bisa berharap bahwa kinerja yang buruk dapat diatasi dengan memperjelas insentif untuk reproduksi yang lebih efektif dari tingkat perilaku yang dibutuhkan, atau dengan memberikan pelatihan tambahan pengetahuan budaya. Kami menggabungkan penyesuaian dan kinerja yang berhubungan dengan sistim manajemen kinerja; Black dan Mendenhall mempunyai penyesuaian dan kinerja sebagai hasil secara terpisah,
dengan penyesuaian yang mengarah ke kinerja. Kami berpendapat bahwa kinerja dapat mempengaruhi penyesuaian dalam beberapa kasus
2. Awal Kunjungan Salah satu teknik yang berguna dalam mengorientasikan karyawan internasional adalah untuk mengirim mereka dalam perjalanan awal sebagai negara tuan rumah. Sebuah perjalanan yang direncanakan dengan baik di luar negeri untuk calon dan pasangan memberikan tinjauan yang memungkinkan untuk menilai kesesuaian mereka dalam kepentingan
penugasan. perjalanan tersebut berfungsi untuk
memperkenalkan calon ekspatriat dengan konteks bisnis di lokasi tuan rumah dan membantu mendorong persiapan sebelum keerangkatan lebih tepat. Ketika digunakan sebagai bagian dari program pelatihan sebelum keberangkatan dalam mengunjungi ke lokasi tuan rumah dapat membantu dalam penyesuaian awal. Tahun 1997-1998 Price Waterhouse melakukan survey menyebutkan laporan sebelumnya bahwa 53 persen perusahaan selalu memberikan kunjungan awal dan 38 persen lebih lanjut menunjukkan penggunaan tersebut dalam keadaan tertentu. Rata-rata lama kunjungan sekitar seminggu. Negara tempat penugasan adalah faktor penentu, kunjungan tidak diberikan jika negara yang bersangkutan sudah diketahui oleh ekspatriat (mungkin dari kunjungan sebelumnya baik pada bisnis perusahaan terkait
atau sebagai wisatawan), atau dianggap sebagai budaya dekat (misalnya di Zurich untuk Frankfrut, atau New York ke Toronto). Jelas, pasangan mungkin menolak tugas berdasarkan kunjungan awal. Sebagai salah satu perusahaan Price Waterhouse pada tahun 1997-1998 mengakui: "Kami tidak memberikan tugas awal kunjungan di mana kondisi sangat miskin dan tidak seorang pun ingin pergi". Sebagian besar perusahaan memanfaatkan kunjungan awal, meskipun, mereka menimbang terhadap penarikan kembali sebelum waktunya dan di bawah risiko kerja. Sebuah potensi masalah yang timbul dari kunjungan awal sering menjadi bagian keputusan pilihan dan awal dari pelatihan. Perusahaan multinasional bisa mengirim sinyal campuran jika dari perpindahan kunjungan awal sebagai bagian dari proses seleksi namun pasangan menemukan pada saat kedatangan di negara yang diusulkan, tugas mereka diharapkan dapat membuat keputusan mengenai perumahan yang cocok dan sekolah. Pasangan itu ditafsirkan perlakuannya seperti "menerima kunjungan awal sama dengan menerima tugas," demikian tidak menggunakan perannya dalam proses pengambilan keputusan. Ketika perusahaan multinasional menggunakan kunjungan awal untuk memungkinkan pasangan untuk membuat keputusan yang lebih tepat tentang menerima penugasan luar negeri, harus digunakan hanya untuk tujuan itu. Dari perspektif pasangan itu, mereka sering merasa sulit untuk menolak tugas meskipun kesan negatif diperoleh selama kunjungan tersebut ketika mereka telah diterbangkan ke lokasi calon atas biaya multinasional. Dikombinasikan dengan latihan kesadaran budaya, kunjungan awal adalah komponen yang berguna dari program predeparture. Paparan masyarakat asing, jika ada di lokasi host yang diusulkan, juga bisa menjadi hasil positif dari kunjungan awal. Brewster dan Pickard menemukan bahwa sebuah komunitas ekspatriat memiliki pengaruh terhadap penyesuaian ekspatriat. Mungkin sambutan yang diterima dari, dan interaksi dengan, ekspatriat saat ini mungkin membantu dalam mengembangkan sikap positif terhadap tugas, konfirmasikan penerimaan tugas, dan bahkan memberikan motivasi untuk mereproduksi perilaku yang sesuai untuk dipertahankan dari pelatihan kesadaran budaya.
3. Pelatihan Bahasa
Pelatihan bahasa
adalah komponen, tampaknya jelas yang diinginkan dari
program pra keberangkatan. Namun, tiga aspek saling terkait dengan kemampuan bahasa yang perlu diakui.
a. Peran bahasa Inggris sebagai Bahasa dari Dunia Bisnis Secara umum diterima bahwa bahasa Inggris adalah bahasa bisnis dunia, meskipun bentuk bahasa Inggris lebih "internasional Inggris" itu daripada diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris. Perusahaan multinasional dari negara berbahasa Inggris seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia sering menggunakan fakta ini sebagai alasan untuk tidak mempertimbangkan kemampuan bahasa dalam proses seleksi, dan untuk tidak menekankan pelatihan bahasa sebagai bagian dari program predeparture. Sikap demikian dapat menyebabkan mengecilkan pentingnya keterampilan bahasa asing. Misalnya, dalam survei tahun 1989 oleh Universitas Columbia dari 1.500 eksekutif senior di dua puluh negara, peserta diminta untuk menilai pentingnya sejumlah atribut "untuk CEO besok. "Untuk atribut" dilatih dalam bahasa asing "memberi 19 persen responden AS peringkat sangat penting dibandingkan dengan 64 persen dari responden non-AS. Studi Fixman tentang kebutuhan luar negeri AS multinasional bahasa, yang dilakukan pada tahun yang sama, menemukan bahwa keterampilan bahasa asing jarang dimasukkan sebagai bagian dari pemahaman lintas budaya, dan bahwa masalah bahasa sebagian besar dipandang sebagai masalah mekanis dan dikelola yang dapat dengan mudah dipecahkan. Namun, komentar Pucik, sebuah ketergantungan ekslusif pada bahasa inggris mengurangi kapasitas perusahaan multinasional linguistik. Tidak adanya yang dihasilkan dari kompetensi bahasa memiliki implikasi strategis dan operasional karena membatasi kemampuan perusahaan multinasional untuk memonitor pesaing dan memproses informasi penting. misalnya, terjemahan jasa, khususnya yang eksternal bagi perusahaan, tidak bisa membuat kesimpulan dan interpretasi strategis dari data perusahaan tertentu dan bahasa tertentu. Pernyataan dari fixman tentang melindungi tehnologi penting dalam kegiatan internasional perusahaan patungan: "itu akan tampak bahwa semakin sedikit seseorang memahami sebuah bahasa mitra, yang kurang mungkin adalah untuk mendeteksi pencurian teknologi. "Mungkin lebih penting, Wright dan Wright dalam studi mereka dari perusahaan Inggris menunjukkan untuk menerima
Inggris sebagai bahasa de facto bisnis internasional memberikan keuntungan kepada orang tersebut. Kontrol pembicara lain apa yang dikomunikasikan dan apa yang dipahami. Pembicara satu bahasa inggris memiliki sedikit ruang untuk manuver, tidak ada kemungkinan mencari tahu lebih banyak bahwa ia diberikan. Posisinya memaksa dia untuk menjadi reaktif daripada proaktif dalam hubungan. Apa yang dia katakan dan mengerti disaring melalui kompetensi pembicara lain, dimana tidak memiliki kendali. Mengabaikan
pentingnya
kemampuan
bahasa
asing,
mungkin
mencerminkan tingkat etnosentrisme. Sebuah studi oleh Hall dan Gudykunst telah menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat etnosentrisme dirasakan dalam sebuah MNE, pelatihan akan lebih memberikan kesadaran budaya dan Pelatihan Bahasa. Perusahaan-perusahaan termasuk pelatihan bahasa yang dibuktikan dengan survei terakhir, seperti harga 1997-98 survei Waterhouse sebut di atas. perusahaan dalam survei yang melaporkan bahwa pelatihan bahasa tidak hanya diberikan di tempat dimana diperlukan untuk ekspatriat tetapi umumnya diberikan kepada pasangan atau pasangan (81 persen) dan anak (42 persen). Mungkin sebagai akibat dari tekanan meningkatnya persaingan global, dan meningkatnya
kesadaran
pentingnya
strategis
dan
operasional,
lebih
multinasional Amerika Serikat yang meminta bahwa AS sekolah bisnis termasuk bahasa asing dalam kurikulum mereka dan memberikan preferensi untuk
mempekerjakan
lulusan
dengan
kemampuan
bahasa
asing.
Kecenderungan yang sama tampak jelas dalam kerajaan bersatu dan di Australia. b. Kemampuan dan penyesuaian berbahasa tuan rumah Jelasnya, kemampuan untuk berbicara bahasa asing dapat meningkatkan efektivitas ekspatriat dan kemampuan bernegosiasi. Seperti yang disebutkan oleh Baliga dan Baker, dapat meningkatkan akses manajer untuk informasi mengenai perekonomian, pemerintahan, dan pasar
Negara tuan rumah.
Tentunya,tingkat kelancaran yang diperlukan mungkin tergantung pada tingkat dan sifat dari posisi bahwa ekspatriat memegang peran dalam kegiatan usaha luar negeri, jumlah interaksi dengan stakeholder eksternal seperti pejabat pemerintah, relasi, usaha pegawai, dan juga dengan Negara tuan rumah.
Pentingnya kemampuan bahasa diidentifikasi sebagai komponen penting dalam kinerja tugas di survei terbaru lebih dari 400 ekspatriat yang dilakukan oleh Tung-Arthur Andersen. Responden menunjukkan bahwa kemampuan untuk berbicara bahasa daerah, terlepas dari bagaimana perbedaan budaya itu dari negara asalnya, adalah sama pentingnya dengan kesadaran budaya dalam kemampuan mereka untuk beradaptasi dan menjalankan tugas. Pengetahuan tentang bahasa rumah negara dapat membantu ekspatriat dan anggota keluarga mendapatkan akses baru dalam struktur dukungan sosial di luar pekerjaan dan komunitas ekspatriat. Oleh karena itu, kemampuan bahasa penting dalam hal kinerja tugas dan penyesuaian budaya. Kelalaian yang berkelanjutan dari pelatihan setelah keberangkatan sebagian dapat dijelaskan dengan pa njang waktu yang diperlukan untuk
mendapatkannya
bahkan
tingkat
dasar
kompetensi
bahasa.
Mempekerjakan staf bahasa yang kompeten untuk memperbesar “bahasa kolam” dari mana potensi ekspatriat dapat ditarik satu jawaban, tetapi keberhasilannya tergantung pada informasi mutakhir yang disimpan pada semua karyawan, dan audit bahasa sering untuk melihat apakah kemampuan bahasa dipertahankan.
c. Kemampuan tentang Bahasa Perusahaan Dalam literatur terakhir, di mana bahasa keterampilan dan kefasihan dianggap, itu cenderung berada dalam konteks komunikasi lintas budaya. Penelitian terakhir yang dilakukan Marschan, Welch, dan Welch menyoroti apa yang tampaknya menjadi beberapa masalah yang diabaikan- dampak bahwa adopsi dari bahasa perusahaan umum memiliki kegiatan HRM dalam multinasional. Seperti yang Anda ingat dari diskusi kita di jalan dengan status multinasional di Bab 2, pada tahap tertentu dalam proses internasionalisasi perusahaan, perusahaan multinasional menghadapi masalah kontrol dan koordinasi yang memaksa perubahan pada proses dan prosedur. Marschan dkk. berpendapat bahwa, untuk perusahaan multinasional dari non-negara berbahasa Inggris, standarisasi sistem informasi dan pelaporan cenderung ditangani dalam bahasa negara asal orang tua sampai penyebaran geografis yang membuat problematis. Perusahaan multinasional kemudian mengadopsi (baik sengaja atau
secara default) bahasa umum perusahaan untuk memfasilitasi standarisasi pelaporan dan mekanisme kontrol lainnya, khususnya kontrol normatif. Seperti kita sebutkan di atas, bahasa Inggris telah menjadi bahasa bisnis internasional, dan cukup sering, bahasa Inggris menjadi bahasa yang umum dalam perusahaan multinasional. Marschan
dkk. menunjukkan bahwa
pertanyaan tentang bahasa korporat umum tidak sadar timbul pada tingkat yang sama dalam perusahaan multinasional dari negara berbahasa Inggris seperti Uniteds Amerika-Inggris adalah bahasa otomatis perusahaan yang dipilih. Apapun, penulis berpendapat bahwa kemampuan bahasa menjadi aspek penting. PCNs dapat menemukan diri mereka melakukan saluran komunikasi antara anak perusahaan dan kantor pusat, karena kemampuan mereka berbicara dalam bahasa perusahaan. Hal itu juga dapat memberikan kekuatan tambahan dengan posisi mereka di anak perusahaan sebagai PCNs sering memiliki akses ke informasi yang mereka bahwa mereka yang tidak fasih dalam bahasa perusahaan akan ditolak. Marschan dkk. juga menunjukkan bahwa fasi h PCN dalam bahasa induk perusahaan dan bahasa anak perusahaan dapat melakukan peran gatekeeping, apa pun posisi formal ekspatriat dapat memegang . Dalam baris ini penelitian menunjukkan adalah bahwa untuk perusahaan multinasional yang telah mengadopsi bahasa perusahaan, pra keberangkatan program pelatihan mungkin perlu mencakup bahasa negara tuan rumah dan bahasa perusahaan.
4. Bantuan Pr aktis Komponen lain dari sebuah program pra keberangkatan pelatihan adalah bahwa memberikan informasi yang membantu dalam relokasi. Bantuan praktis membuat kontribusi penting ke arah adaptasi dari ekspatriat dan keluarganya terhadap lingkungan baru mereka. Ditinggalkan untuk berjuang sendiri dapat mengakibatkan respon negatif terhadap budaya negara tuan rumah, dan / atau memberikan kontribusi terhadap dugaan pelanggaran terhadap kontrak psikologis. Banyak perusahaan multinasional sekarang mengambil keuntungan dari spesialis relokasi untuk menyediakan bantuan praktis. Pelatihan bahasa lebih lanjut untuk ekspatriat dan keluarga dapat diberikan, terutama jika pelatihan tersebut tidak mungkin dilakukan sebelum keberangkatan. Sementara orientasi lokal dan program bahasa biasanya diselenggarakan oleh staf personalia di negara tuan rumah, penting bahwa
perusahaan staf HRM bekerja sama dengan manajer lini mengirim serta departemen HR di lokasi yang asing untuk memastikan bahwa bantuan praktis disediakan.
C. Pengembangan Staf melalui Penempatan Internasional
Penugasan asing telah lama dikenal sebagai mekanisme penting untuk mengembangkan
keahlian-internasional
untuk
manajemen
dan
pengembangan
organisasi. Sebagaimana kita bahas dalam bab 2, mendirikan operasi global yang nyata berarti memiliki tim manajer internasional (PCNs, HCNs, TCNs) yang bersedia untuk pergi ke mana saja di dunia. Untuk mengembangkan tim tersebut, banyak perusahaan multinasional sadar bahwa mereka perlu melengkapi pengalaman international dari manajer tingkat (tanpa memandang kebangsaan) dan tidak hanya untuk kelompok kecil PCNs. Salah satu teknik yang digunakan untuk mengembangkan kesatuan yang besar dari
karyawan
dengan
pengalaman
internasional
adalah
melalui
penugasan
pengembangan jangka pendek mulai dari beberapa bulan sampai beberapa tahun. Namun, beberapa perusahaan multinasional yang sangat sukses, seperti conglomerate ABB Swiss Swedia, telah melakukan praktek dari berkembangnya kelompok kecil karyawan internasional bukan pada internasionalisasi tiap orang. Rotasi
kerja
internasional
adalah
salah
satu
teknik
mapan
untuk
mengembangkan tim multinasional dan pekerja internasional. Itu mungkin tidak didukung oleh PCN, TCN dan kehadiran HCN pada pelatihan umum dan program pembangunan yang dilaksanakan baik di negara induk, atau pusat-pusat regional, atau keduanya. Program kepemimpinan global di Universitas Michigan adalah contoh dari program pelatihan eksternal yang disediakan. Untuk jangka waktu lima minggu, tim eksekutif dari Amerika, Jepang, dan Eropa mempelajari keterampilan bisnis global melalui tindakan pembelajaran. Untuk membangun tim lintas budaya, program ini memanfaatkan seminar dan kuliah, latihan berbasis petualangan, dan kunjungan lapangan untuk menyelidiki peluang bisnis di negara-negara, seperti Brasil, Cina, dan India. Tujuan keseluruhan dari program kepemimpinan global ini adalah untuk menghasilkan individu dengan perspektif global. Keberhasilan program tergantung pada peserta untuk dapat menerapkan keterampilan tersebut di lokasi rumah mereka dan membantu dalam pengembangan multinasional, lintas batas, dan tim crossfunctional. Pertemuan internasional di berbagai lokasi juga menjadi forum penting untuk mendorong interaksi dan jaringan pribadi, kemudian juga dapat digunakan untuk membangun tim global. Sejalan dengan kecenderungan umum ke arah penekanan pada
kerjasama tim, ada saran dalam literatur bahwa perusahaan multinasional akan mendapat manfaat dari perbedaan / keragaman yang melekat pada mereka yaitu untuk mendorong inovasi, pembelajaran organisasi, dan transfer pengetahuan. Menciptakan identitas perusahaan dan kerja sama tim tampaknya merupakan aspek penting dari sumber daya dan ide dari semua bagian dari multinasional. Berikut adalah komentar dari jack Welch, CEO GE : Tujuan dalam bisnis global adalah untuk mendapatkan ide terbaik dari mana saja. Setiap tim menempatkan ide-ide yang terbaik dan proses yang terus-menerus. Budaya kita dirancang di sekitar. Dari mereka yang menerjemahkan ide-ide dari satu tempat ke tempat lain, yang membantu orang lain. Mereka mendapatkan penghargaan, mereka bisa dipuji dan dipromosikan.
Pengembangan Karir I ndividu Pembahasan di atas dilihat dari perspektif multinasional. Secara singkat kita dapat melihat dampak tugas internasional pada karir seseorang. Ada asumsi implisit bahwa tugas internasional memiliki pengembangan manajemen potensial; kemajuan karir yang dirasakan sering menjadi motif utama untuk menerima asumsi tersebut. Namun, ada kekurangan dari penelitian yang menunjukkan hubungan antara tugas internasional dan kemajuan karir. Sedangkan Fieldman dan Thomas, serta Naumann mengkonfirmasi harapan karir sebagai motif, para ekspatriat yang terlibat diambil dari mereka yang sedang bertugas. Di sini, jalur karir sebagai akibat langsung dari tugas internasional. Hal ini memungkinkan untuk merencanakan tugas khusus dan mengidentifikasi titik-titik keputusan penting yang mungkin dapat dihubungkan dengan hasil kerja bagi individu tertentu. Bagan 5-3 menggambarkan urutan yang umum untuk semua ekspatriat-PCNs serta HCNs yang menerima tugas ke salah satu anak perusahaan lainnya (sehingga menjadi TCNs). Untuk memudahkan diskusi, meskipun, kita hanya akan menggunakan istilah asing dan merujuk / mengirim ke unit anak perusahaan.
Bagan 5-3 menunjukkan tahapan ekspatriat dari rekruitmen dan seleksi untuk menyelesaikan tugas tertentu. Angka – angka tersebut diposisikan pada apa yang telah diidentifikasi sebagai titik keputusan kritis. Misalnya, keputusan butir 1 terjadi selama rekruitmen dan seleksi untuk tugas tertentu, dimana ekspatriat dipilih untuk menyelesaikan tugas tertentu. Informasi lebih lanjut tentang lokasi selama proses recruitment dan seleksi (termasuk pelatihan predeparture jika tersedia), atau pertimbangan
keluarga,
mungkin
akan
mendorong
potensi
kandidat
untuk
mengundurkan diri pada saat ini. Maka keputusan titik 2 adalah hapus. Mungkin ada beberapa pertimbangan karir, apakah penarikan dengan sengaja pada titik ini akan memiliki konsekuensi negatif terhadap masa depan seseorang. Seperti persepsi, dapat mempengaruhi keputusan individu untuk menerima daripada menolak pe nugasan. Seperti yang kita bahas sebelumnya dalam hal penyesuaian dan kinerja luar negeri, ekspatriat dapat memutuskan untuk meninggalkan tugas internasional (seperti yang ditunjukkan pada butir 3 Keputusan yang - dikembalikan tidak tepat waktu). Individu kemudian diberi posisi kembali dalam perusahaan induk. Hal itu mungkin atau tidak mungkin mempunyai konsekuensi karir. Seperti yang ditunjukkan pada titik keputusan 4, ekspatriat mungkin memutuskan untuk keluar dari organisasi - dipicu oleh dugaan pelanggaran terhadap kontrak psikologis, atau mungkin sebagai akibat dari tawaran pekerjaan lain yang dianggap lebih baik dalam hal karir orang tersebut. Ini
mungkin berhubungan dengan perusahaan domestik di negara asal atau dengan multinasional asing. Keputusan angka 5, penugasan kembali, dapat berupa kembali ke induk organisasi atau orang dapat menerima tugas lain di luar negeri. Mereka yang memilih untuk mengambil penugasan internasional akan menjadi bagian dari apa yang sering disebut sebagai "kelompok" internasional atau tim. Seperti yang akan kita bahas dalam Bab 7, penugasan kembali atau (repatriaton). Ada saran bahwa peredaran diantara repatriat mungkin akibat kurang dirasakanya kemajuan karir atas dasar pengalaman internasional. Keputusan angka 4 dapat relevan pada tahap ini, seperti yang ditunjukkan oleh titik yang menghubungkan repatriasi dengan organisasi yang mati. Titik-titik keputusan dasar pada isu-isu yang telah kita bahas dalam bab-bab sebelumnya serta pada saran-saran dalam literatur mengenai potensi pengembangan manajemen tugas internasional. Bagaimana individu bereaksi pada setiap titik dapat bervariasi sesuai dengan nilai yang dirasakan dari tugas, yaitu, apakah manfaat yang dirasakan lebih besar daripada biaya dalam batas perpecahan keluarga (termasuk pasangan atau mitra karir) dan faktor-faktor yang telah kami identifikasi yang penting untuk kinerja saat tugas internasional. Tentu saja, manfaat yang sebenarnya juga akan tergantung pada kemauan multinasional dan kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman orang asing yang telah diperoleh selama tugas internasional.
D. Tren dari Pelatihan dan Pengembangan Internasional
Terdapat beberapa tren dalam pelatihan dan pengembangan bagi ekspatriat. Pertama, tidak hanya memberikan pelatihan lintas budaya sebelum keberangkatan, justru semakin banyak perusahaan yang memberikan pelatihan lintas budaya yang berkelanjutan di negeri tujuan selama tahapan awal sebuah penugasan ke luar negeri. Yang kedua, para pengusaha menggunakan para manajer yang kembali sebagai sumber untuk menuai”penetapan pikiran global” dari staf mereka di kantor pusat. Tren pelatihan dan pengembangan SDM kedepan yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan antara lain :
Peningkatan penggunaan e-Learning
Pembinaan berkelanjutan dan mentoring
Peningkatan belajar mandiri
Peningkatan fleksibelitas pengaturan kerja
E. Wawancara
What ( Apa ) : Apakah saja program pelatihan yang Bapak jalani sebelum berangkat ? Who ( Siapa ) : Siapa yang membiayain program pelatihan yang Bapak jalani ? Where ( Dimana ) : Dimana dilakukan seluruh Program Pelatihan ? When ( Kapan ) : Kapan tepatnya Program Pelatihan dilaksanakan ? Why ( Mengapa ) : Mengapa pelatihan dan pengembangan di perlukan ? How ( Bagaimana ) : Bagaimana proses pelatihan yang diberikan kepada Bapak ? Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45) yang bekerja pada Carnival Company. Beliau menyatakan bahwa sebelum keberangkatannya ke tempat bekerja, beliau menerima program pelatihan selama kurang lebih 8 bulan dan seluruh Program Pelatihan ditanggung oleh perusahaan. Program pelatihan yang di berikan Carnival Company berlangsung di Jakarta. Jadi selama 8 bulan Bapak Nyoman menempuh program pelatihan disana sebelum beliau dinyatakan dapat berangkat. Bapak Nyoman kira kira melakukan pelatihan pada Maret dan berangkat pada pengujung tahun. Pelatihan di lakukan untuk menyamakan standar kemampuan ekspatriat sesuai kebutuhan perusahaan. Untuk bersaing dengan sukses dalam pasar global, lebih banyak perusahaan yang berfokus pada peran sumber daya manusia sebagai bagian penting dari kompetensi inti dan sumber keunggulan kompetitif mereka. Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan perilaku saat bekerja, sedangkan Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan yang berhubungan bengan jabatan pada masa yang akan datang. Program Pelatihan dimulai dengan program kesadaran Bahasa, dimana Program pelatihan kesadaran budaya yang dirancang dengan baik bisa sangat bermanfaat, karena berusaha untuk menumbuhkan apresiasi terhadap budaya negara tuan rumah sehingga ekspatriat dapat berperilaku sesuai, atau setidaknya meniru dan mengembangkan pola yang tepat. Lalu yang kedua adalah Perjalanan Awal Kunjungan dimana sebuah perjalanan yang direncanakan dengan baik di luar negeri untuk calon dan pasangan memberikan tinjauan yang memungkinkan untuk menilai kesesuaian mereka dalam kepentingan penugasan. perjalanan tersebut berfungsi untuk memperkenalkan calon ekspatriat dengan konteks bisnis di lokasi tuan rumah dan membantu mendorong persiapan sebelum keerangkatan lebih tepat. Yang ketiga adalah Pelatihan Bahasa internasional, Bahasa Negara Tuan Rumah dan Bahasa Perusahaan. Lalu yang terakhir ada Bantuan Praktis dimana bantuan praktis membuat kontribusi penting ke arah
adaptasi dari ekspatriat dan keluarganya terhadap lingkungan baru mereka. Banyak perusahaan multinasional sekarang mengambil keuntungan dari spesialis relokasi untuk menyediakan bantuan praktis. Pelatihan bahasa lebih lanjut untuk ekspatriat dan keluarga dapat diberikan, terutama jika pelatihan tersebut tidak mungkin dilakukan sebelum keberangkatan.
SAP 11 A. Proses Pemulangan Kembali
Repatriasi adalah proses kembali seseorang untuk tempat asal mereka atau kewarganegaraan. Ini termasuk proses kembali pengungsi k e tempat asal mereka.
Proses repatriasi dapat dibagi ke dalam empat fase yang berkaitan, sepe rti yang dilukiska ndalam gambar diatas. 1. Persiapan (Preparation ) : Persiapan melibatkan mengembangkan rencana untuk
masa depan dan pengumpulan informasi tentang posisi yang baru. Perusahaan ini menyediakan daftar periksa item menjadi dipertimbangkan sebelum "pulang ke rumah" atau persiapan secara menyeluruh dari karyawan dan keluarga untuk transfer ke rumah. Reparation dalam pengartian sederhana adalah persiapan, pada tahap ini antar 3-5 bulan sebelum ekspatriat kembali ke negara asal dia harus melewati suatu fase yaitu fase Re-entry. Tahap ini juga menjelaskan dan memberi jaminan atas masa depan ekspatriat setelah kembali ke negara asal, seperti bagaimana akeluarga, ekonomi, sosial dari ekspatriat itu sendiri. Pada tahap pra reentry ekspatriat harus dijamin oleh perusahaan di negara tamu agar mendapatkan pekerjaan yang layak di negara asal. 2. Relokasi fisik ( Physical Relocation) : Ini mengacu menghapus barang pribadi,
memutuskan hubungan dengan kolega dan teman-teman dan bepergian ke postingan berikutnya, biasanya negara asal. Tahap ini melibatkan penghapusan barang-barang pribadi, memutuskan hubungan dengan rekan-rekan dan temanteman dan ekspatriat pergi kembali ke negara asal melalui 1 tahap lagi yaitu Transision.
Pelatihan
profesional
untuk
pekerjaannya
juga
harus
diberikan kepada ekspatriat dan keluarganya yang meliputi orientasi kontras sosial budaya, isu politik dan sosial dan perubahan di dalam negeri, peluang kerja
bagi pasangan, perubahan budaya yang seharusnya didukung dan dibantu oleh seorang Psikiater pribadi agar ekspatriat mudah untuk memahami apa yang sedang terjadi di negara asalnya. 3. Transisi (transition ) : Ini berarti pengaturan ke akomodasi sementara di mana
diperlukan, membuat pengaturan untuk perumahan dan sekolah, dan melaksanakan lainnya tugas-tugas administratif (misalnya memperbaharui SIM, melamar asuransi kesehatan, membuka rekening bank). Beberapa perusahaan menyewa konsultan relokasi untuk membantu dalam hal ini fase. Fase di mana ekspatriat dan atau keluarganya menyesuaikan men yesuaikan diri mereka kembali ke negara ne gara asal. Beberapa perusahaan mempekerjakan membantu membantu merolaksi dan mengaadaptasikan mengaadaptasikan ekspatriat dalam fase ini juga. Kegiatan khas termasuk mengakuisisi sementara akomodasi, membuat pengaturan untuk perumahan dan sekolah, melakukan tugastugas administratif
yang
diperlukan
(misalnya
memperbaharui
SIM,
asuransi kesehatan, membuka rekening bank. 4. Penyesuaian (readjustment) : Ini melibatkan mengatasi kejutan budaya dan karir
tuntutan sebaliknya. Dari empat fase yang diidentifikasi pada Gambar-2, tahap penyesuaian adalah salah satu yang yang tampaknya menjadi paling sedikit dipahami dipahami dan paling buruk ditangani (disorot ( disorot oleh shading dari fase itu). Misalnya, dalam d alam 1996, Harzing melakukan survei komprehensif dari 287 anak perusahaan dari hampir 100 berbeda perusahaan multinasional. Dia melaporkan bahwa 52 persen perusahaan sampel mengalami memulangkan re-entry masalah. dalah fase dimana ekspatriat kembali ke negara asal dan menyesuiakan diri dengan budaya,karena keberagaman budaya yang sangat komplesks merupakan kesulitan yang sangat tinggi dalam menyesuaikan diri, terlebih jika budaya yang ada seperti di Indonesia yang sangat heterogen, bisa menjadi kendala bagi seorang ekspatriat untuk menyesuaikan kembali.
B. Reaksi Individu atas Pemulangan Kembali Internasional
Proses ini sebenarnya adalah proses dimana adanya adaptasi oleh ekspatriat yang menjaliani proses repatriation, reaksi secara individu, penyesuaian diri terhadap lingkungan lingkungan baru terkadang tidak semudah menguc apkan teori. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain: 1. Gender
Penyesuaian diri antara pria dan wanita sangatlah berbeda, terkadang faktor ini dianggap sangat penting daiantara faktor yang lain, sebab hal ini mernyangkut tentang keluarga ekspatriat juga. 2. Usia Usia
Merupakan faktor lain yang penting, karena usia tidak bisa membohongi diri sendiri, semakin tua seorang ekspatriat maka akan semakin sulit menyesuaikan diri. 3. Kepribadian
Faktor lainnya adalaha kepribadian, pribadi yang mudah terpengaruh dengan budaya asing mungkin bisa menjadi kendala dalam beradaptasi, yang diinginkan adalah pribadi yang ulet, dan mempunyai konsistensi menjaga dirinya. 4. Religion
Faktor agama sangat berpengaruh, apalagi jika terdapat perbedaan antara negara tamu dengan negara asli 5. Marital Status
Status pernikahan juga menjadi bagian penting dalam penentuan masalh ini, jika pendatang baru masih single bisa menjadi ganjalan psikologi psikologi bahkan hin gga
depresi
jika
lingkungan
barunya
merupakan
lingkungan
yang
sudah berkeluarga.
C. Multinasional Respon
Ada berbagai strategi yang perusahaan multinasional dapat menggunakan untuk sukses repatriasi (Black, Greserseen, Gresers een, dan Mendenhall, 1992). Ini termasuk: 1. Menyediakan tujuan strategis untuk repatriasi : Gunakan pengalaman ekspatriat
untuk memajukantujuan organisasi. Ekspatriat sering menyediakan sumber yang sangat baik dari informasi dan pengalaman bahwa perusahaan harus merencanakan untuk menggunakan. 2. Membangun sebuah tim untuk membantu ekspatriat : Departemen HRM dan
ekspatriat yang pengawas dapat membantu rencana untuk kembali ekspatriat itu. 3. Menyediakan sumber informasi negara induk : Banyak perusahaan multinasional
menetapkan mentor dan sponsor yang terus ekspatriat memberitahu perubahan saat ini dalam perusahaan termasuk kesempatan kerja. 4. Memberikan pelatihan dan persiapan untuk kembali : Persiapan ini dapat
dimulai sedini enam bulan sebelum pengembalian. Kunjungan rumah dan pelatihan khusus untuk tugas berikutnya bantuan kemudahan kesulitan transisi.
5. Memberikan dukungan untuk ekspatriat dan keluarga pada re-entry : Untuk
memudahkan penyesuaian awal masalah pulang, perusahaan multinasional dapat membantu dalam menemukan perumahan, menyediakan waktu off untuk penyesuaian, dan paket kompensasi disesuaikan, jika perlu. 6. Mendorong ekspatriat perempuan : perusahaan multinasional harus mendorong
perempuan ekspatriat dengan menyediakan layanan dukungan yang diperlukan lainnya keamanan dan di luar negeri. Selain strategi ini, perusahaan multinasional dapat mengambil program repatriasi dalam rangka untuk mengatasi masalah pemulangan manajer ekspatriat. Topik-topik berikut mungkin termasuk program repatriasi mereka: 7. Persiapan, relokasi fisik, dan transisi informasi (apa perusahaan akan membantu
dengan).
Bantuan keuangan dan pajak (termasuk manfaat dan pajak perubahan, kehilangan tunjangan di luar negeri).
Re-entry posisi dan bantuan karir.
Terbalik kejutan budaya (termasuk disorientasi keluarga).
Sistem sekolah dan pendidikan anak-anak (termasuk adaptasi)
Perubahan tempat kerja (seperti budaya perusahaan, struktur, desentralisasi).
Manajemen stres, pelatihan terkait komunikasi.
Membangun kesempatan jaringan.
Membantu dalam membentuk kontak sosial baru.
D. Desain Pemulangan Kembali
Program ini termasuk manajemen repatriation program, yang bertujuan sebagai tindakan pencegahan hingga penanganan segala sesuatu yang berkatan dengan proses atau siklus repatriation agar berjalan sesuai tujuan awal, prosesnya adalah mendesai sebagaiman mungkin agar ekspatriat kembali nyaman dengan kepergian hingga kepulangan dari melakukan tugasnya.
E. Wawancara
What ( Apa ) : Apakah Bapak pernah di pulangkan kembali ke negara asal? Who ( Siapa ) : Siapa yang berwenang mendesain pemulangan kembali ekspatriat ? Where ( Dimana ) : Dimana dilakukan During the assigement ? When ( Kapan ) : Kapan fase awal pada proses dilakukan ? Why ( Mengapa ) : Mengapa pemulangan kembali dilakukan pada ekspatriat ? How ( Bagaimana ) : Bagaimana proses pemulangan kembali ekspatriat ? Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45) yang bekerja pada Carnival Company. Beliau menyatakan bahwa beliau belum pernah di berikan program pemulangan kembali oleh perusahaannya tetapi beliau menegtahui mengenai pemulangan kembali seorang ekspatriat. Biasanya yang mendesain pemulangan kembali ekspatriat sebuah perusahaan dilakukan oleh manajemen SDM perusahaan tersebut. Dalam mendesain pemulangan kembali, ada yang disebut during the assigement dimana kegiatan tersebut dilakukan dengan mengunjukin kantor pusat dari perusahaan. Proses Pemulangan Kembali itu diawali dengan persiapan melibatkan mengembangkan rencana untuk masa depan dan pengumpulan informasi tentang posisi yang baru dan dilakukan pada 3-5 bulan sebelum ekspatriat kembali ke negara asal. Lalu kemudian relokasi fis ik, dimana mengacu menghapus barang pribadi, memutuskan hubungan dengan kolega dan teman-
teman dan bepergian ke postingan berikutnya, biasanya negara asal. Kemudian transisi dimana pengaturan ke akomodasi sementara di mana diperlukan, membuat pengaturan untuk perumahan dan sekolah, dan melaksanakan lainnya tugas-tugas administratif (misalnya memperbaharui SIM, melamar asuransi kesehatan, membuka rekening bank). Dan yang terakhir adalah penyesuaian , pada tahap ini melibatkan mengatasi kejutan budaya dan karir tuntutan sebaliknya.
SAP 12 A. Standardisasi dan Lokalisasi dari HRM Praktis
Sebagaimana dibahas dalam bab-bab sebelumnya, ekspatriat yang sering digunakan untuk mengawasi keberhasilan pelaksanaan praktek kerja yang sesuai. Namun di beberapa titik, pengelolaan multinasional menggantikan ekspatriat dengan staf lokal dengan harapan bahwa praktek kerja ini akan terus seperti yang direncanakan. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa perilaku yang sesuai akan telah ditanamkan dalam tenaga kerja lokal melalui program pelatihan dan praktik perekrutan , dan bahwa cara multinasional dari operasi telah diterima oleh staf lokal dengan cara yang dimaksudkan. Dengan cara ini, budaya perusahaan multinasional akan beroperasi sebagai mekanisme kontrol informal yang halus -. Substitusi untuk pengawasan langsung. Namun, ini tergantung pada penerimaan tenaga kerja lokal untuk mematuhi norma-norma perusahaan dari perilaku, efektivitas ekspatriat sebagai agen sosialisasi dan apakah biaya-pertimbangan negosiasi telah memimpin multinasional untuk melokalisasi manajemen prematur. Di sini, peran tindakan-kegiatan manajemen sumber daya manusia menjadi sangat penting. Tujuan dari standarisasi global praktek HRM adalah untuk mencapai konsistensi yang disebutkan di atas, transparansi dan keselaras an tenaga kerja geografis terfragmentasi sekitar prinsip-prinsip dan tujuan umum. Penggunaan praktik manajemen umum dimaksudkan untuk menumbuhkan perasaan perlakuan yang sama antara manajer yang terlibat dalam kegiatan lintas batas, dan pada saat yang sama bertujuan memberikan pemahaman umum dari apa yang diharapkan dari karyawan. Selanjutnya, sistem-sistem yang konsisten memfasilitasi proses administrasi dengan meningkatkan efisiensi operasional. Tujuan mewujudkan tanggap lokal adalah untuk menghormati nilai -nilai budaya lokal, tradisi, peraturan atau kendala kelembagaan lainnya seperti kebijakan pemerinta h dan / atau pendidikan sistem-sistem mengenai HRM dan pada prakteknya. Seperti disebutkan di atas, mencoba untuk menerapkan metode dan teknik yang telah berhasil dalam satu lingkungan belum tentu bisa diterapkan di negara lain. Tantangan banyak perusahaan multinasional adalah untuk menciptakan sebuah sistem yang beroperasi secara efektif di berbagai negara dengan memanfaatkan perbedaan dan saling ketergantungan lokal, dan pada saat yang sama melestarikan
konsistensi global. Unilever, misalnya, menggunakan kriteria rekrutmen yang sama dan sistem penilaian pada dasar di seluruh dunia untuk memastikan jenis tertentu dari perilaku manajerial di setiap anak perusahaannya. Namun, fitur dari sistem pendidikan dan tingkat keahlian nasional harus dipertimbangkan. Diskusi ini telah menunjukkan bahwa pilihan standarisasi-lokalisasi yang menghadapkan pada tuntutan multinasional di daerah operasi seperti pemasaran, berlaku untuk pengelolaan tenaga kerja global. Hal ini disebabkan fakta bahwa HRM melakukan dukungan strategis kepada fungsi didalam perusahaan. Namun, seperti yang telah ditunjukkan di atas, sejauh mana sistem HRM dibakukan atau lokal tergantung pada berbagai faktor saling tergantung. Kami menyebutnya 'keseimbangan HRM antara standarisasi dan lokalisasi'. Singkatnya, keseimbangan yang tepat dari HRM memiilih standarisasi-lokalisasi perusahaan ini didasarkan pada faktor-faktor pengaruh seperti struktur strategi, ukuran perusahaan dan kematangan. Kekuatan budaya korporat memainkan peran penting di sisi standarisasi, sedangkan lingkungan nasional budaya dan institusi, termasuk fitur dari entitas lokal seperti modus operasi dan peran anak, memainkan peran penting di sisi lokalisasi. Harzing menegaskan, terdapat berkelanjutannya keuntungan bagi pelaksanaan standarisasi dan lokalisasi.
B. Faktor-faktor Pendorong Standardisasi
Hubungan yang disarankan dalam literatur menjelaskan, bahwa besarnya MNE dipengaruhi sejarah panjang di kancah internasional dan pergerakannya yang luas: 1. Mengejar strategi perusahaan multinasional atau transnasional. 2. Didukung oleh struktur organisasi yang sesuai. 3. Diperkuat oleh budaya perusahaan di seluruh dunia. Namun, dalam prakteknya, kita tidak selalu mengamati kepatuhan yang utuh untuk faktor-faktor di setiap MNEs. Misalnya, budaya perusahaan di seluruh dunia mungkin tidak dimiliki oleh seluruh karyawan di berbagai anak perusahaan. Faktor ini mutlak, menjadi incaran banyak perusahaan yang berharap untuk mengatasi tantangan globalisasi. Dalam organisasi yang sangat internasionalisasi seperti kita sering menemukan upaya untuk membakukan praktek HRM di seluruh dunia. Tentu saja, pendekatan ini
tidak sesuai untuk angkatan kerja keseluruhan tetapi bertujuan sekelompok manajer yang bekerja pada batas lintas batas dari perusahaan di kantor pusat atau di lokasi asing, yaitu, kunci pas batas internasional. Unsur perusahaan dari sistem bonus terdiri dari struktur bonus standar. Sebagai penerimaan budaya untuk bonus variabel bervariasi di seluruh anak perusahaan Schering ini, proporsi antara fix dan variabel bagian dari total paket kompensasi dari manajer itu disesuaikan dengan kondisi spesifik negara.
C. Faktor-faktor Pendorong Lokalisasi
Faktor pendorong lokalisasi mencakup lingkungan budaya nasional dan institusi dan fitur dari entitas lokal itu sendiri. Kami akan membahas faktor-faktor ini dalam paragraf ini. 1. The cultural environment / Lingkungan Budaya
Dalam pembahasan ini, kita mengidentifikasi budaya nasional sebagai variabel moderasi di IHRM. Kami mencatat bagaimana anggota kelompok atau masyarakat yang berbagi cara hidup yang berbeda akan cenderung memiliki nilai-nilai kebersamaan, sikap dan perilaku yang ditularkan dari waktu ke waktu dalam bertahap, namun dinamis, proses. Ada bukti bahwa budaya memiliki dampak penting pada praktek kerja dan HRM. Sparrow, misalnya, telah mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap perilaku reward seperti 'harapan yang berbeda dari hubungan manajer kebawahan dan pengaruh mereka pada manajemen kinerja dan proses motivasi'. Triandis menemukan bahwa budaya di mana pekerjaan berdasarkan personal sosial 'hubungan' yang lebih terintegrasi dapat menghargai keseimbangan yang lebih lengkap imbalan intrinsik dan ekstrinsik, sementara budaya ditandai dengan kemerdekaan pribadi dan isolasi ( 'individualisme') serta cepat berubah konteks personal dan sosial mungkin menekankan imbalan ekstrinsik - mengingat tidak adanya matriks sosial yang kuat dan abadi yang atribut makna dan kekuatan untuk imbalan intrinsik. 2. The institutional environmen
Selain budaya nasional atau regional, pengaturan kelembagaan membentuk perilaku dan harapan karyawan di anak perusahaan. Perspektif institusionalisme menunjukkan bahwa tekanan institusional mungkin berpengaruh kuat pada praktek praktek sumber daya manusia. Contoh-contoh ini menggaris bawahi pentingnya menemukan solusi yang memadai untuk keseimbangan standarisasi-lokalisasi.
3. The country-of-origin Effect menyiratkan bahwa perusahaan multinasional
dibentuk oleh lembaga yang ada di negara asal mereka dan bahwa mereka m encoba untuk memperkenalkan praktek HRM berbasis orangtua-negara ini di anak perusahaan asing mereka. Hal ini terutama terjadi di sebuah perusahaan etnosentris. The country-of-origin efek lebih kuat dalam lingkungan lokal daripada di negaranegara strictive. Misalnya, US lebih fleksibel dalam mengimpor praktek HRM mereka ke afiliasi Inggris daripada menjadi unit-unit Jerman karena hukum ketenagakerjaan Inggris tidak seketat yang di Jerman dan ia meninggalkan lebih banyak pilihan kepada perusahaan. 4. Host Country Effect mengacu pada sejauh mana praktek HRM di anak perusahaan
adalah dipengaruhi oleh konteks negara tuan rumah. Misalnya, MNEs asing di Jerman tidak bebas dalam pilihan mereka dari tingkat gaji atau campuran membayar. Hal ini diatur oleh perjanjian upah kolektif, yang khas untuk lingkungan Jerman dan harus diterima 5. Home Country Effect Diferensiasi ini mencerminkan diskusi tentang rumah dan
lingkungan host-of-country yang khas untuk MNEs. Efek rumah negara adalah dasar untuk efek negara-of-asal yang diuraikan di atas, menggambarkan MNEs yang mencoba untuk mentransfer kegiatan HRM dibentuk oleh lingkungan rumahnegara mereka untuk lokasi asing.Diskusi ini telah menunjukkan bahwa konteks kelembagaan memiliki dampak di HRM dalam beberapa cara berbeda. Kita telah melihat bahwa konteks kelembagaan tidak hanya di negara tuan rumah dapat mendorong lokalisasi, tapi itu ada kekuatan dari negara asal juga. 6. Reverse diffusion , yaitu transfer praktek dari lokasi asing ke perusahaan pusat,
dapat diamati. Sebagai contoh, ada bukti bahwa MNEs Amerika belajar dari anak perusahaan mereka di Inggris. Edwards et al. telah melaporkan bahwa 'layanan bersama' pendekatan untuk mengorganisir fungsi HR dikembangkan di Inggris dan kemudian diperkenalkan di perusahaan pusat di Amerika. 7. Conclusions on the host-country environment
Dalam sebelumnya dua bagian kita diuraikan bagaimana lingkungan kelembagaan dapat mempengaruhi HRM dan, khususnya, upaya standardisasi global dan tanggap lokal. 8. Rekrutmen dan seleksi
Sistem Pendidikan reputasi lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi negeri dan swasta bervariasi di berbagai negara. Hal ini tercermin dalam proses perekrutan (yaitu HR marketing) dan kriteria seleksi dari perusahaan di negara-negara. 9. Pelatihan dan pengembangan
Sistem pendidikan berbeda antara negara yang berbeda (adanya sist em pelatihan kejuruan ganda, kualitas dan reputasi lembaga pendidikan tinggi). Ini memiliki efek pada kebutuhan pelatihan yang dirasakan dan dipenuhi oleh MNEs. 10. Kompensasi
Legislasi dan Hubungan industri, Legislas iseperti peraturan upah minimum atau perjanjian serikat masing sehubungan dengan kompensasi berdampak pada pilihan kompensasi perusahaan dengan Menghormati membayar mencampur dan membayar tingkat. 11. Pembagian Tugas
Legislasi distribusi dan norma, Legislasi dan norma masing Mendukung divisi berbasis gender kerja sampai batas yang berbeda di negara yang berbeda. Sementara di beberapa negara persentase manajer wanita relatif tinggi, di negara lain tidak umum bahwa perempuan bekerja sama sekali. 12. Mode of operation abroad
Kepemilikan dan faktor kontrol itu penting yang perlu dibawa ke pertimbangan ketika perusahaan multinasional berusaha untuk membakukan kerja dan HRM praktek. Kemampuan perusahaan untuk secara mandiri menerapkan proses dan prosedur secara alami lebih tinggi bagi perusahaan-perusahaan multinasional. Komplementaritas antara mitra IJV dan sederajat saling ketergantungan antara IJV dan bagian lain dari multinasional telah terbukti menjadi pengaruh penting pada operasi IJV efektif dan transfer praktek kerja. Misalnya, studi Yan dari 87 IJV yang beroperasi di China mengungkapkan pentingnya mendefinisikan tujuan strategis untuk IJV ketika menentukan praktek kerja. Yan menyimpulkan bahwa terkait tugas-pengaruh dalam IJV memainkan peran
impor di langsung membentuk
praktek HRM. Pembahasan di sini menunjukkan bahwa pencapaian keseimbangan diterima di lisasi standar dan lokalisasi praktek HRM kurang bermasalah di anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki dari pada aliansi lintas-perbatasan. Namun, pada akhirnya keseimbangan juga tergantung pada banyak fitur dari aliansi tertentu termasuk kepemilikan dan kontrol masalah. Seperti yang akan kita bahas dalam
bagian berikutnya, penting untuk lebih membedakan anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki. Kami akan segera menerapkan konsep peran anak perusahaan. 13. Subsidiary role
Peran Anak- anak perusahaan menentukan posisi dari unit khusus dalam kaitannya dengan sisa lisasi organisasi dan mendefinisikan apa yang diharapkan dari itu dalam hal kontribusi terhadap efisiensi dari seluruh MNE. Anak perusahaan dapat mengambil peran yang berbeda. Studi telah meneliti bagaimana peran anak perusahaan dapat berbeda terkait dengan fungsi anak perusahaan, hubungan kekuasaan dan sumber daya, inisiatif-taking, lingkungan negara tuan rumah, kecenderungan manajemen puncak dan memperjuangkan aktif dari manajer anak perusahaan mungkin inisiator serta produsen kompetensi kritis dan kemampuan yang berkontribusi pusat laba sebagai spesifik untuk keunggulan kompetitif dari seluruh multinasional. Anak perusahaan dicirikan sebagai inovator global yang memberikan pengetahuan yang signifikan untuk unit lain dan telah mendapatkan kepentingnya sebagai MNEs bergerak menuju model transnasional. Peran ini tercermin dalam orientasi IHRM di mana perusahaan induk mengembangkan kebijakan dan praktek yang kemudian ditransfer ke afiliasi di luar negeri HRM.
D. Kode Etik dalam Memonitoring HRM Praktis in the H ost Country
Perilaku etis sangat penting dalam kesuksesan bisnis jangka panjang. Tapi apabila yang timbul dan tumbuh adalah perilaku yang tidak etis maka akan berakibat yang tidak inginkan. Dilihat dari dua perspektif yaitu perspektif mikro dan perspeltif makro. Perspektif mikro etika diasosiasikan dengan adanya kepercayaan. Kepercayaan yang dibangun melalui perilaku etika akan mempengaruhi hubungan perusahaan dengan supplier, customer maupun dengan karyawan.Apabila kepercayaan dibangun melakui perilaku yang tidak etis maka kepercayaan customer akan berkurang kepada karyawan maupun organisasi. Sedangkan perspektif makro etika mel iputi suap-menyuap, paksaan, penyalahgunaan informasi, pencurian dan diskriminasi akan mengakibatkan inefisiensi dalam pengalokasian sumberdaya. Penyebab perilaku tidak etis meliputi tiga aspek yaitu:karyawan memiliki kemampuan kognitif yang rendah menyebabkan tingkat penerimaan yang kurang baik, adanya pengaruh orang lain, keluarga ataupun norma sosial menjadi lebih menentukan dalam mempengaruhi perilaku karyawan, adanya ethical dilemma yaitu situasi yang
menyebabkan adanya pilihan-pilihan yang muncul yang berpotensi menghasilkan perilaku yang tidak dapat diterima, ethical dilemma muncul dikarena adanya ketidaksesuaian antara personel, organisasional dan profesional. Kode etik menetapkan aturan kehidupan organisasi, termasuk tanggung-jawab professional, pengembangan professional, kepemimpinan yang etis, kejujuran dan keadilan, konflik kepentingan, dan megunakan informasi. Banyak organisasi yang mempunyai kode etik yang formal dalam organisasi tetapi pengaruh kode etik dalam perilaku anggotanya perlu dipertanyakan. Banyak anggota yang menganggap kode etik hanya sebagai hiasan saja. Kode etik perusahaan tidak akan efektif jika tidak didukung dengan norma-norma informal yang berlaku. Bagaimanapun juga kode etik harus sesuai dengan norma-norma dalam organisasi , disebarluaskan kepada karyawan dan benar benar dijalankan. Kode etik perusahaan belum bisa mampu membangun sebuah peusahaan etis. Oleh sebab itu perlu adanya konsep etika yang matang yang tidak hanya mampu mengurangi kerugian yang berakibatkan perilaku karyawann yang tidak etis, tetapi juga membuat suatu konsep etika yang mampu membangun budaya etis organisasial. Salah satu prinsip dasar dari kode etik perhimpunan Manajer SDM dan Standar Profesional dalam MSDM ditetapkan bahwa ” Sebagai Profesioanl SDM, mempunyai tanggung-jawab untuk memberikan nilai tambah pada organisasi yang dilayani dan memberikan kontribusi bagi keberhasilan etika organisasi”. Manajer SDM dapat membantu mendorong budaya etis, artinya lebih dari sekedar menggantung poster kode etik di dinding. Sebaliknya, karena pekerjaan utama profesional SDM adalah berhubungan dengan orang, mereka harus membantu untuk mempraktekkan etika ke dalam budaya perusahaan. Mereka perlu membantu membangun lingkungan di mana karyawan bekerja di seluruh organisasi untuk mengurangi penyimpangan etika. Manajemen sumber daya manusia yang mempunyai peran dalam mendukung dan memberikan inisiatif dalam pelaksanaan konsep etika perusahaan mempunyai tugas dalam mengontrol dan mengintegrasikannya ke dalam fungsi-fungsi organisasional yang diembannya. Implementasi konsep etika ke dalam fungsi-funsi manajemen sumber daya manusia yaitu
1.
Seleksi,
perilaku
karyawan
tidak
terlepas
pada
karakter
pribadi
yang
dibawanya.Seperti contoh karyawan dengan kemampuan perkembangan moral yang tinggi akan menunjukkan perilaku dan pemikiran yang lebih etis. Hal ini menjadi penting dalam proses seleksi karyawan karena jika calon karyawan memiliki kemampuan perkembangan moral yang tinggi maka akan lebih mudah menerima prinsip-prinsip moral universal dibanding karyawan yang memiliki kemampuan perkembangan moral yang rendah. Dalam hal ini biasanya ma najemen mengunakan tes untuk mengukur kemampuan perkembangan moral untuk menentukan kejujuran dan personalitas serta sebagia alat untuk melihat karakteristik karyawan. Hal yang penting juga dalam prosse sele ksi karyawan yang lebih menitiberatkan pada penanaman nilai-nilai etika. Kar yawan harus mempunyai komitmen pada etika dan menjadi nyaman berbicara mengenai etika. Jika konsep etika diintegrasikan dalam organisasi, maka calon karyawan yang dibutuhakan adalah orang-orang yang menginginkan standar etika dapat diaplikasikan dalam pekerjaan. 2.
Orientasi Karyawan, tujuan yang penting dalam konsep orientasi karyawan adalah mengajarkan mereka norma-norma, attitude, dan beliefs yang berlaku dalam organisasi. Nilai-nilai organisasi dapat dikomunikasikan melalui presentasi formal dan secara implisit melalui sejarah dan mitos organisasi.
3.
Training, dalam integrasi training menanamkan nilai-nilai etika agar karyawan memilki lebih luas pengembangannya dan aktivitas training untuk karyawan memiliki fokus yang berbeda-beda. Kareana karyawan diharuskan untuk tahu mengenai aturan- aturan regulasi maupun kebajikan, maka penanaman nilai-nilai etika juga harus memfokuskan pada sharing etika antar organisasi. Training juga dapat digunakan untuk memperluas pengetahuan karyawan dan manajer mengenai kemampuan dalam mengaplikasikan framework etika dalam pemecahan masalah.
4.
Penilaian Kinerja, proses penilaian kinerja juga dapat diartika sebagai perwujudan proses keadilan yang mempunyai kriteria seperti konsisten, bebas dari bias, didasarkan pada informasi yang akurat, dapat dikoreksi dan merupakan representasi dari kinerja yang sebenarnya.. penilaian kinerja se harusnya dikomunikasikan dalam cara penyampaian informasi mengenai keadilan antar individu. Karyawan seharusnya diberikan keterangan, khususnya untuk hasil yang negatif dan mereka seharusnya diperlakukan sesuai martabat dan rasa hormat.
5.
Reward dan Hukuman, pendekatan yang kompleks dapat dilakukan dengan pemberian reward untuk perlakuan yang etis dan hukuman untuk perlakukan kurang etis. Dengan adanya reward, diharapkan bahwa tuntunan adanay perilaku yang lebih beretika tidak dianggap sebagai suatu tambahan beban. Tentunya reward untuk perilaku yang etis dapat menjadi sesuatu yang berlebih-lebihan. Manajemen sumber daya manusia harus menunjukkan dukungan kepada karyawan yang menginginkan standar etika yang tinggi. Sehingga melalui dukungan tersebut aspirasi program penanaman nilai-nilai etika dapat dibicarakan sungguh-sungguh dan lebih berarti. Hukuman menyediakan pembelajaraan sosial yang penting bagi karyawan untuk menjadi lebih sadar dan mempunyai kemauan dalam menegakkan nilai-nilai dan etika organisasi. Jika perlu tidak etis tidak perlu diberkan sanksi, maka karyawan akan beranggapan bahwa mereka juga dapat terhindar dari hukuman.
E. Wawancara
What ( Apa ) : Apakah Bapak pernah di pulangkan kembali ke negara asal? Who ( Siapa ) : Siapa yang berwenang mendesain pemulangan kembali ekspatriat ? Where ( Dimana ) : Dimana dilakukan During the assigement ? When ( Kapan ) : Kapan fase awal pada proses dilakukan ? Why ( Mengapa ) : Mengapa pemulangan kembali dilakukan pada ekspatriat ? How ( Bagaimana ) : Bagaimana proses pemulangan kembali ekspatriat ? Setelah melakukan wawancara terdapat salah satu pekerja di bidang pariwisata pelayaran yaitu Bapak I Nyoman Badra (45) yang bekerja pada Carnival Company. Beliau menyatakan bahwa beliau belum pernah di berikan program pemulangan kembali oleh perusahaannya tetapi beliau menegtahui mengenai pemulangan kembali seorang ekspatriat. Biasanya yang mendesain pemulangan kembali ekspatriat sebuah perusahaan dilakukan oleh manajemen SDM perusahaan tersebut. Dalam mendesain pemulangan kembali, ada yang disebut during the assigement dimana kegiatan tersebut dilakukan dengan mengunjukin kantor pusat dari perusahaan. Proses Pemulangan Kembali itu diawali dengan persiapan melibatkan mengembangkan rencana untuk masa depan dan pengumpulan informasi tentang posisi yang baru dan dilakukan pada 3-5 bulan sebelum ekspatriat kembali ke negara asal. Lalu kemudian relokasi fis ik, dimana mengacu menghapus barang pribadi, memutuskan hubungan dengan kolega dan teman-
teman dan bepergian ke postingan berikutnya, biasanya negara asal. Kemudian transisi dimana pengaturan ke akomodasi sementara di mana diperlukan, membuat pengaturan untuk perumahan dan sekolah, dan melaksanakan lainnya tugas-tugas administratif (misalnya memperbaharui SIM, melamar asuransi kesehatan, membuka rekening bank). Dan yang terakhir adalah penyesuaian , pada tahap ini melibatkan mengatasi kejutan budaya dan karir tuntutan sebaliknya.
REFRENSI
Peter J. Dowling, Marion Festing dan Allen D. Engle, Sr. (2013). International Human Resource Management, 6th Edition. Printed in China by RR Donnelley Katz, Harry C., & Kochan, T. A., & Colvin, A. J. S. (2015). Global pressures: Multinational corporations, international unionism. In Labor relations in a globalizing world (pp. 265-296). Ithaca, NY: ILR Press, an imprint of Cornell University Press. Brandon Levy. (2012). The Role of “Globalization” in Economic Development . Manajemen Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia. Cetakan keenam belas. Yogyakarta: BFE. Adikoesoemo, Suparto. 2003. Manajemen Rumah Sakit . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Brauns , Melody. (2013). Aligning Strategic Human Resource Management To Human Resources, Performance And Reward . International Business & Economics Research Journal – November 2013 Volume 12, Number 11. Durban University Of Technology, South Africa Nopirin, (1994). Ekonomi International . BPFE, Yogyakarta. Siagian, Sondang. P, (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta. Dra. Nuryanti, M.Si. Manajemen Sumber Daya Manusia Dessler, Gary. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat Simamora, Henry, (2004).
Sumber Daya Manusia, Edisi III . Yogyakarta, Bagian
Penerbitan STIE YKPN. Dr. M. Kadarisman, Manajemen Kompensasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Hlm. 6 Achmad Sobirin, MBA, Ph.D. Modul 1 : Konsep Dasar Kinerja dan Manajemen Kinerja. Simanjuntak, Payaman J., Prof,. Dr., 2011, Manajemen dan Evaluasi Kinerja, Edisi 3, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Napier, and Petersen, (1987), “ Expatriate Re-entry”, International Management & Organization, Vol. 8, No. 2, Pp. 24. Stroh, L.K., (1995), “ Predicating Turnover among Repatriates: Can Organizations Affect Return Rates?” International Journal of Human Resource Management, Vol. 6, No. 2, Pp. 450. Jelinek Jr., and Adler, M.C., (1988), “Managing International Human Resources” , Harvard Business