BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya tablet dapat digolongkan dalam tablet cetak dan tablet kempa. Selain bahan pengisi digunakan juga zat tambahan lain yang berfungsi sebagai bahan pengembang, pengikat, pelici, pembasah atau zat lain yang cocok (Ditjen POM, 1995) Sediaan tablet kini telah menjadi sediaan yang popular dan mengalami banyak perkembangan. Baik dari segi formulasi maupun tampilan secara fisik. Beberapa keuntungan sediaan tablet diantaranya sediaan kompak, biaya pembuatannya lebih murah, ketepatan dosis lebih tinggi dari sediaan lainnya, mudah pengemasan, penggunaan lebih praktis daripada sediaan liquid (Lachman, dkk., 1994). Beberapa keunggulan lain yang dimiliki tablet adalah sifat kimia dari bahan obat relatif stabil sehingga memungkinkan tablet disimpan lebih lama. Oleh karena itu bidang pengembangan dan dan produksinya terus meningkat (Voigt, 1994). 1994). Tablet dibuat dengan cara dimapatkan bahan obat atau campuran bahan obat dengan atau tanpa bahan tambahan dengan cara cetak langsung, granulasi basah atau granulasi kering (Lachman, dkk., 1994). Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190 oC -192oC. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C sangat mudah larut dalam air (1 g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam benzene, eter, kloroform, minyak, dan sejenisnya (Andarwulan dan Koswara, 1989). Metode cetak langsung merupakan suatu metode pembuatan tablet yang memiliki prosedur sangat sederhana, dimana bahan obat dengan atau tanpa bahan tambahan setelah dicampur homogen dapat langsung di cetak
menjadi tablet. Oleh karena itu, metode ini paling efisien energi, paling cepat pembuatannya dan paling ekonomis untuk memproduksi tablet (Charles, 2010). Tablet cetak yang akan dihasilkan disini terdapat dua jenis yaitu tablet cetak biasa dan tablet effervescent. Sifat vitamin C yang mudah terhidrolisis merupakan salah satu alasa dipilihnya model tablet effervescent. Selain itu Sediaan tablet effervescent penggunaannya lebih praktis,
mudah dan lebih menyenangkan dalam penyediaan bila
dibandingkan
dengan
sediaan
tablet
oral
lain.
Memungkinkan
pembentukan larutan dalam waktu seketika. Alasan lain yang dapat diberikan adalah sediaan tablet effervescent lebih disukai masyarakat karena disamping menghasilkan larutan jernih, tablet effervescent juga menghasilkan rasa yang enak dan menyegarkan karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa pada beberapa obat tertentu (Banker and Anderson, 1986). Di masyarakat Indonesia sendiri, tablet effervescent banyak digunakan sebagai food suplement (energy drink ) atau minuman penambah tenaga. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: a.
Bagaimanakah bentuk dan wujud sediaan vitamin C yang dihasilkan berdasarkan formulasi dalam review ini ?
b.
Apakah formulasi yang diajukan dalam review sudah dapat menghasilkan sediaan tablet vitamin C yang baik ?
1.3 Tujuan
a.
Untuk mengetahui bentuk dan wujud sediaan vitamin C yang dihasilkan berdasarkan formulasi dalam review ini
b.
Untuk mengetahui formulasi yang diajukan dalam review sudah dapat menghasilkan sediaan tablet vitamin C yang baik
1.4 Manfaat
Hasil dari review ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai pembuatan tablet vitamin C dengan adanya pengembangan formulasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Formulasi
Formulasi suatu sediaan obat mempunyai cakupan yang luas, meliputi pemilihan bahan aktif, bahan tambahan, bentuk sediaan obat, proses produksi, pemilihan alat produksi, lingkungan, dan pengemasan. Bahan aktif yang berbeda akan berpengaruh pada komposisi formulasinya. Pada makalah ini digunakan bahan aktif vitamin C dengan bentuk sediaan tablet kunyah. Keberhasilan suatu sediaan padat yang efektif dan stabil sangat ditentukan sekali pada ketelitian dan ketepatan dalam memilih eksipien yang dipakai untuk pembuatan tablet. Pada dasarnya bahan pembantu tablet harus bersifat netral, tidak berbau, tidak berasa, dan sedapat mungkin tidak berwarna (Voigt, 1995). Selain ketepatan dalam memilih eksipien, proses dan alat yang digunakan juga mempengaruhi kualitas sediaan yang dihasilkan.
2.2 Tablet 2.2.1
Pengertian Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung.Mengandung satu jenis obat dengan atau bahan tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat penghancur, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok (Anonim, 1979). Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetik yang sesuai (Ansel, 1989). Kelebihan
sediaan
tablet
yaitu
ringan,
mudah
dalam
pembungkusan, pemindahan dan penyimpanan. Pasien menemukan kemudahan untuk membawanya dan tidak perlu menggunakan alat bantu seperti sendok untuk pemakaiannya (Parrott, 1971). Kerugian sediaan tablet yaitu beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompakdan obat yang rasanya pahit, obat dengan bau
yang tidak dapat dihilangkan atau obat yang peka terhadap kelembaban udara perlu pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan dulu (Banker dan Anderson, 1986). 2.2.2
Bahan-bahan Tambahan dalam Pembuatan Tablet
Tablet biasanya berisi beberapa atau paling banyak terdiri atas zat aktif, pengisi, pengikat, pewarna, penghancur, pemberi rasa dan pelican (Anonim, 1995). a. Bahan pengisi (diluent atau filler ) Bahan pengisi ditambahkan dengan tujuan untuk memperbesar volume dan berat tablet. Bahan pengisi yang umum digunakan adalah laktosa, pati, dekstrosa, dikalsium fosfat dan mikrokristal selulosa (Avicel). Bahan pengisi dipilih yang dapat meningkatkan fluiditas dan kompresibilitas yang baik (Sheth dkk, 1980). b. Bahan pengikat (binder ) Bahan pengikat membantu perlekatan partikel dalam formulasi, memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan hasil akhir tabletnya (Ansel, 1989). Bahan pembantu ini bertanggung jawab terhadap kekompakan dan daya tahan tablet. Oleh karena itu bahan pengikat menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam sebuah butir granulat. Demikian pula kekompakan tablet dapat dipengaruhi, baik oleh tekanan pencetakan maupun bahan pengikat. Bahan pengikat dalam jumlah yang memadai ditambahkan ke dalam bahan yang akan ditabletasi melalui bahan pelarut atau larutan bahan perekat yang digunakan pada saat granulasi (Voigt, 1984). Bahan pengikat yang umum digunakan adalah gom akasia, gelatin, sukrosa, PVP (povidon), metil selulosa, karboksimetil selulosa dan pasta pati terhidrolisa. c. Bahan penghancur (disintegrant ) Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Bahan penghancur
akan
menarik
air
dalam
tablet,
mengembang
dan
menyebabkan tabletnya pecah menjadi bagian-bagian kecil, sehingga memungkinkan larutnya obat dari obat dan tercapainya bioavabilitas yang diharapkan (Banker dan Anderson, 1986). Bahan penghancur meliputi tepung jagung dan kentang, turunan amilum seperti karboksimetil selulosa, resin, resin penukar ion dan bahan-bahan lain yang membesar atau mengembang dengan adanya lembab dan mempunyai efek memecahkan atau menghancurkan tablet setelah masuk dalam saluran pencernaan (Ansel, 1989). d. Bahan pelicin (lubricant ) Digunakan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi diantara dinding die dan tepi tablet selama proses penabletan berlangsung. Banyak bahan dapat dikempa dan mempunyai hasil baik tanpa penambahan bahan pelicin tetapi untuk bahan higroskopik perlu dilakukan penambahan bahan pelicin karena kadang terjadi masalah. Hal ini tergantung dari tingkat kekeringan bahan. Proses granulasi yang terlalu basah akan diperoleh hasil tablet yang terlalu ramping karena banyak bahan yang lengket dalam mesin. Bahan pelicin biasanya digunakan dalam jumlah kecil antara 0,5 1% tetapi mungkin kurang dari 0,1% dan lebih dari 5%. Contoh umum bahan pelicin antara lain petrolatum cair, talk, magnesium stearat dan stearan dan asam stearat, kalsium stearat, likopodium (untuk tablet yang berwarna). Bahan pelicin ditambahkan setelah terbentuk granul. Bahan pelicin bekerja paling efektif jika terletak di luar granul (Ansel,1989). 2.2.3
Pemeriksaan kualitas tablet
a. Keseragaman bobot Variasi bobot tablet dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi granul yang berbeda, sifat alir granul yang tidak baik akan menyebabkan jumlah serbuk yang masuk dalam ruang kompresi tidak seragam, sehingga menghasilkan
bobot
Keseragaman
bobot
tablet tablet
yang
berbeda
ditentukan
(Fonner berdasarkan
dkk,
1990).
banyaknya
penyimpangan bobot pada tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet sesuai syarat yang ditentukan Farmakope Indonesia.
b. Kekerasan Dinyatakan sebagai daya tahan terhadap tekanan, tegangan, patahan, guliran, gosokan dan jatuhan (Voigt, 1984). Kekerasan tablet umumnya 4-8 kg (Parrott, 1971). c. Waktu hancur Didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet dalam medium yang sesuai, kecuali dinyatakan lain untuk tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit (Anonim, 1979). d. Kerapuhan Dinyatakan sebagai ketahanan suatu tablet terhadap goncangan selama proses pengangkutan dan penyimpanan. Tablet yang mudah rapuh dan pecah akan kehilangan keindahan dalam penampilannya serta menimbulkan variasi pada bobot tablet tablet dan keseragaman dosis obat. Nilai kerapuhan yang dapat diterima sebagai batas tertinggi adalah 1% (Banker dan Anderson, 1986). e. Kandungan zat aktif Tablet parasetamol mengandung zat aktif tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim,1995) f. Disolusi Didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu zat kimia atau senyawa obat dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Uji disolusi berguna untuk mengetahui seberapa banyak obat yang melarut dalam medium asam atau basa (lambung dan usus halus) (Ansel, 1989). Uji disolusi merupakan parameter yang menunjukkan kecepatan pelarutan obat dari tablet. Pada dasarnya laju disolusi diukur dari jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu ke dalam medium cair yang diketahui volumenya pada suatu waktu tertentu pada suhu yang relatif konstan. Khan (1975), memberikan evaluasi disolusi dengan DE ( Dissolution Efficiency) yang didefinisikan sebagai luas di bawah kurva dalam waktu tertentu yang
mengekspresikan presentasi dari area dengan 100% disolusi dalam waktu yang sama. DE ( Dissolution Efficiency) pada waktu t dihitung denganpersamaan :
∫ DE = x 100% ...................................................................(1)
∫0 = luas daerah dibawah kurva disolusi pada waktu t 100
= luas bidang pada kurva yang menunjukkan semua zat aktif telah
terlarut pada Waktu t
Gambar 1. Skema proses disolusi sediaan padat (Wagner, 1971) Beberapa faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari sediaan tablet, antara lain (Wagner, 1971): 1. Sifat fisika kimia obat misalnya yang berhubungan dengan kelarutan, seperti polimorfi, asam, basa, garam dan ukuran partikel. 2. Faktor yang berhubungan dengan formulasi dan pembuatan tablet, misalnya : a. Bahan tambahan seperti bahan pengisi, penghancur, pengikat, dan pelicin. b. Metode pembuatan tablet. 3. Faktor alat dan kondisi percobaan, misalnya :
a. Kecepatan pengadukan, semakin cepat pengadukan maka semakin tinggi kecepatan kelarutan obat. b. Temperatur, semakin tinggi temperatur, semakin tinggi kecepatan pelarutan obat. c. Komposisi medium yang digunakan. 4. Faktor lain, misalnya bentuk sediaan dan cara penyimpanan.
2.3 Vitamin C
Vitamin adalah zat organik yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil untuk berbagai proses metabolisme. Sebagian besar tidak disintesis dalam tubuh, atau disintesis dalam jumlah kecil. Vitamin diklasifikasikan sebagai vitamin yang larut dalam lemak atau larut dalam air. Vitamin A,D, E, dan K umumnya larut dalam lemak,sedangkan
biotin, asam folat, niasin, asam
pantotenat, vitamin B1, B2, B6, dan B12, dan zat vitamin C umumnya larut dalam air (Martindale, hal 1950). Kekurangan vitamin dapat disebabkan mungkin karena meningkatnya kebutuhan konsumsi vitamin seperti pada masa kehamilan, atau dapat disebabkan oleh penyakit maupun obat-obatan. Vitamin dapat digunakan secara klinis untuk pencegahan dan pengobatan pada kondisi kondisi dimana seseorang kekurangan vitamin tertentu. Dosis pemberian vitamin hendaknya diberikan secara tepat, Asupan yang berlebihan dari kebanyakan vitamin yang larut dalam air memiliki sedikit efek karena ekskresi cepat dalam air kencing, sedangkan asupan yang berlebihan vitamin pada vitamin yang larut dalam lemak dapat menumpuk di dalam tubuh dan berpotensi berbahaya (Martindale, hal 1950). Stabilitas vitamin yang larut dalam air cenderung terdegradasi dalam larutan terutama jika terkena cahaya. Penambahan campuran vitamin ke larutan infus untuk nutrisi parenteral harus dilakukan sesegera mungkin sebelum infus. Larutan harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah penyiapan dan terlindungi dari cahaya.(Martindale, hal 1925)
Vitamin C, dikenal pula dengan asam askorbat, merupakan vitamin yang larut air dan diperlukan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan dalam tubuh. Nama kimia dari
vitamin C adalah asam L-askorbat, asam L-
xyloaskorbat, 3-oxo-Lglufuranolakton, asam L-3-ketotreoheksuronat lakton (Florey, 1981). Rumus molekul C6H8O6 dengan berat molekul 176.13(FI IV,1995). Asam askorbat adalah 6 atom karbon lakton yang disintesis dari glukosa yang terdapat dalam liver. Nama kimia dari asam askorbat 2-oxo-L-threohexono-1,4-lactone-2,3-enediol. Bentuk utama dari asam askorbat yang dinamakan adalah L-ascorbic dan dehydroascorbic acid (Naidu, 2003). Asam askorbat adalah vitamin yang dapat larut dalam air dan sangat penting untuk biosintesis kolagen, karnitin, dan berbagai neurotransmitter. Banyak keuntungan di bidang kesehatan yang didapat dari fungsi askorbat, seperti fungsinya sebagai antioksidan, anti atherogenik, immunomodulator dan mencegah flu (Naidu, 2003).
Sifat Fisiko-Kimia
Vitamin C berupa hablur atau serbuk putih atau agak kuning dan mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6. Kelarutan Vitamin C adalah mudah larut dalam air (1:3,5), agak sukar larut dalam etanol (1:30), propilenglikol (1:20), tidak larut dalam kloroform, eter dan benzen (Florey,1981). Vitamin C stabil dalam keadaan kering tetapi dalam bentuk larutan mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat terutama oleh pengaruh oksigen, cahaya, dan pH (larutan
vitamin C paling stabil pada pH dibawah 4.
Penyimpanan vitamin C dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya. Proses oksidasi berlangsung cepat dengan adanya pembukaan cincin lakton. Vitamin C tidak tersatukan dengan alkali, ion logam berat terutama besi(III) dan tembaga(II), senyawa pengoksidasi, metenamin, fenilefrin hidroklorida, pirilamin maleat, salisilamid, natrium nitrit, natrium salisilat, dan teobromin salisilat (Wade,2003). Vitamin C memiliki rentang pH 2.1-2.6 dan konstanta ionisasi pKa1 4,17 dan pKa2 11,57. Vitamin C berperan penting dalam proses metabolisme melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Asam askorbat memiliki isomer optik yaitu asam L-askorbat dan asam D-askorbat. Enantiomer D dari asam askorbat tidak memiliki efek fa rmakologi. Vitamin C oleh adanya kelembapan akan mengalami proses oksidasi sehingga sifat bahan aktif obat akan berubah. Oleh karena itu vitamin C tidak sesuai bila pembuatannya menggunakan metode granulasi sehingga metode tablet kempa langsung merupakan pilihan terbaik (Bolhuisdan Chowhan,1996) Reaksi oksidasi vitamin C (asam askorbat) menjadi asam dehidroaskorbat bersifat reversible baik secara in vitro maupun in vivo (Connor et al , 1986). Asam dehidroaskorbat secara kimia sangat labil sehingga dapat dihidrolisis menjadi L-diketogulonat dengan memecahcincin laktonnya, sehingga senyawa ini tidak memiliki keaktifan vitamin C. Reaksi ini bersifat irreversible. Karena tidak stabil, asam L-diketogulonat dapat teroksidasi menjadi asam oksalat dan asam L-treonat. Reaksi ini bersifat irreversible (Winarno, 1997).
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Rancangan Formulasi Tablet Vitamin C Formula I
Sumber : handbook of pharmaceutical manufacturing formulation: compressed solid products, second edition. Formula II Tablet Effervescent Vitamin C
Nama Bahan
Fungsi
Formula (mg)
Vitamin C
Bahan aktif
500
Asam Sitrat
Bahan asam
375
Asam tartat
Bahan asam
375
Na Bicarbonat
Bahan basa
975
Laktosa
Pengisi
278,5
Na Sakarin
Pemanis
45,5
PVP 1 %
Pengikat
25,5
Mg Stearat 1 %
Pelicin
2,576
3.2 Alasan Pemilihan Bahan Tambahan yang Digunakan
a. b. c. d. e.
Pengisi Pengikat disintegrating agent FD & C Yellow Dye Glidant, Antiadherent, and Lubricant Lactose Flavor, Sweetener, and Colorant glyceryl Monostearat
3.3 Stearic acid 3.4 Magnesium stearat BAB IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA 3.2 Alasan pemilihan bahan tambahan yang digunakan a. b. c. d. e. f. g.
Filler Anhydrous Colloidal Silica Binder Cellulose (micocrystaline) Avicel pH 102 disintegrating agent FD & C Yellow Dye Glidant, Antiadherent, and Lubricant Lactose Flavor, Sweetener, and Colorant glyceryl Monostearat Stearic acid Magnesium stearat