BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada orang dewasa tetapi jarang pada anak-
anak. Penyebab tersering dislokasi sendi bahu ialah trauma dan sebagian besar dislokasi terjadi ke arah anterior atau kombinasi anterior dan inferior. Sangat jarang terjadi dislokasi ke arah posterior. Dislokasi sendi bahu dapat menyebabkan kerusakan saraf, dengan manifestasi klinis bervariasi dari nyeri sampai parestesi pada daerah lengan. Diagnosis dapat ditegakkan oleh klinisi dengan anamnesis yang cermat dengan dibantu beberapa pemeriksaan penunjang. Beberapa metode dapat dilakukan untuk mereduksi kembali dislokasi yang terjadi dengan atau tanpa pembiusan.
1.2
Tujuan Penulisan Secara umum tujuan penulisan ini adalah sebagai informasi kepada kami mahasiswa
untuk menambah pengetahuan di bidang ilmu bedah ortopaedi dan juga sebagai syarat untuk menyelesaikan kepanitraan klinik program pendidikan profesi dokter di Rumah sakit H. Adam Malik Medan.
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Anatomi1 a)
Sendi bahu Gerakan-gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkinkan oleh sejumlah sendi yang saling berhubungan erat, misalnya sendi kostovertebral atas, sendi
akromioklavikular,
permukaan pergeseran
skapulotorakal dan sendi glenohumeral atau sendi bahu. Gangguan
gerakan
dalam
sendi
bahu
sering
mempunyai konsekuensi untuk sendi-sendi yang lain di gelang bahu dan sebaliknya. Sendi bahu dibentuk oleh kepala tulang humerus dan mangkok sendi, disebut cavitas glenoidalis. Sendi ini menghasilkan gerakan fungsional sehari-hari seperti menyisir, menggaruk kepala, mengambil dompet, dan sebagainya atas kerjasama yang harmonis dan simultan dengan sendi-sendi lainnya.
Cavitas glenoidalis sebagai mangkok sendi bentuknya agak cekung tempat melekatnya kepala tulang humerus dengan diameter cavitas glenoidalis yang pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga bagian dan kepala tulang sendinya yang agak besar, keadaan ini otomatis membuat sendi tersebut tidak stabil namun paling luas gerakannya. Beberapa 2
karakteristik dari pada sendi bahu yaitu : perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan kepala sendi tidak sebanding, kapsul sendinya relative lemah. Otot-otot pembungkus sendi relative lemah seperti otot supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan subscapularis, gerakan paling luas, tetapi stabilitas sendi relatif kurang stabil. Dengan melihat keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu lebih mudah mengalami gangguan fungsi dibandingkan dengan sendi lainnya.
b) Kapsul sendi Kapsul sendi terdiri atas dua lapisan : 1) Kapsul sinovial (lapisan bagian dalam) Dengan karakteristik mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan sinovial sendi dan sebagai transfomator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan pada sendi yang ringan saja, maka yang pertama kali yang mengalami gangguan fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi karena kapsul tersebut tidak memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada gangguan, misalnya pada artrosis sendi. 2) Kapsul fibrosa. Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi, dan memelihara regenerasi kapsul sendi.
2.2
Defenisi Suatu kondisi dimana caput humerus bergeser keluar batas fossa glenoid.2
3
2.3
Etiologi Penyebab utama dislokasi sendi bahu ialah trauma dengan lengan mengalami rotasi
internal dan abduksi, menyebabkan caput humerus subluksasio ke arah depan. Subluksasio ke arah posterior terjadi dari terjatuh dengan posisi lengan terulur. Dislokasi inferior dapat terjadi dari lemahnya tonus otot dengan hemiplegia dan dari berat lengan menarik humerus ke arah bawah. Dislokasi glenohumeral anterior biasa terjadi pada atlit, khususnya pemain sepak bola.2
2.4
Klasifikasi3 1) Dislokasi anterior 2) Dislokasi posterior 3) Dislokasi inferior atau luksasi erekta 4) Dislokasi disertai fraktur
2.5
Mekanisme Trauma 1. Dislokasi Sendi Bahu anterior Merupakan jenis dislokasi yang paling sering terjadi pada sendi mayor. Biasanya
terjadi karena rotasi eksternal secara paksa dan ekstensi dari bahu. Kaput humerus kemudian terdorong ke depan, dan sering menyebabkan robekan pada kartilago glenoid labrum dan kapsul dari batas anterior kavum glenoid.4 Lebih jarang dislokasi ini juga dapat terjadi pada pasien yang terjatuh dengan bertumpu pada tangan dan sendi bahu dalam posisi ekstensi. Pada dislokasi ini, kaput humerus mengalami pergeseran ke arah medial ke glenoid, tepat di bawah prosesus korakoid.5 Pada dislokasi berulang kapsul dan labrum sering terlepas dari anterior glenoid. Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum glenohumerus keduanya terlepas atau terentang ke arah anterior dan inferior. Selain itu mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi Hill-Sachs) yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi.6
2. Dislokasi Sendi Bahu Posterior Dislokasi tipe ini lebih jarang terjadi. Biasanya karena trauma berkekuatan besar dengan posisi terjatuh pada bahu anterior atau pada tangan dengan posisi adduksi dan rotasi internal, karena kejang epileptic (akibat epilepsy atau terkena aliran listrik), atau intoksikasi alkohol.4,5 Dislokasi mungkin disertai dengan fraktur proksimal humerus, kapsul posterior 4
terlepas dari tulang atau teregang, dan mungkin ada indentasi dari aspek anterior dari kaput humerus.6 Ketika sendi bahu yang sebelumnya mengalami dislokasi posterior, mengalami dislokasi ulang karena cedera lain, dislokasi kedua dan selanjutnya disebut dislokasi rekuren. Pada kasus dimana pasien dapat mendislokasikan dan mereduksi sendi bahu sesuai keinginan disebut dislokasi habitual. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan kongenital generalisata pada ligament.5
2.6
Manifestasi Klinis
Dislokasi sendi bahu anterior Pasien biasanya datang dengan keluhan utama nyeri. Pasien juga mengeluhkan seperti sesuatu keluar dari tempatnya sehingga dia tidak dapat menggerakkan tangannya. Pasien kemudian menggunakan tangan yang lain untuk membantu menyanggahnya.5 Pada kejadian akut yang pertama kali pasien dapat menjelaskan dengan baik mekanisme trauma; adanya ruda paksa pada bahu dalam keadaan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi.6 Pada pemeriksaan fisik
ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri, terdapat
benjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi-eksorotasi, tepi bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu. Ada 2 tanda khas pada dislokasi sendi bahu anterior ini yaitu sumbu humeru yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak dapat menyentuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang dari normal, bahu terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi ke arah interna. Posisi badan penderita miring ke arah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat scapula bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada scapula. Jika pasien tidak terlalu banyak menggerakkan bahunya, maka pada kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat diraba di bawah prosesus korakoideus. Fungsi nervus sirkumflex harus diperiksa karena rentan mengalami cedera pada kasus ini.4,5,6,7
5
Dislokasi Sendi Bahu Posterior Kasus ini jarang terjadi dan sering terabaikan karena pasien terlihat seperti melindungi ekstrimitasnya.. Biasanya dari anamese didapati riwayat trauma yang hebat pada bahu, riwayat terkena aliran listrik, atau intoksikasi alkohol. Dari pemeriksaan fisik terlihat lengan dalam posisi adduksi dan rotasi interna. Pergerakan rotasi eksternal mengalami tahanan. Pada pasien yang kurus kaput humerus dapat teraba pada bagian posterior.5,6,7
2.7
Pemeriksaan Penunjang3,8,9 1. Foto Polos Pemeriksaan radiologis harus meliputi sudut anteroposterior dan lateral. Pada sudut anteroposterior dapat ditentukan bilamana terjadi nterjadi rotasi interna dan eksterna. Pada rotasi interna dapat dilihat lesi Hill-Sachs pada caput hemurus posterolateral. Pada sudut lateraldapat dilihat sublukasasi glenohumeral ataupun dislokasi, dapat juga unutk melihat bilamana terdapat fraktur. Pada dislokasi sendi bahu anterior, kaput hemrus berada di bagian depan ataupun medial dari glenoid. Pada dislokasi posterior terdapat gambaran berupa light bulb yang diakibatkan rotasi interna dari humerus. 2. CT-scan arthrografi dulunya biasanya digunakan untuk mengevaluasi pasien dengna instabilitas glenohumeral dan dislokasi atau dengan riwayat instabilitas sebelumnya. Akan tetapi, sekarang ini
Ct-scan hanya digunakan apabila terdapat kontraindikasi
pemeriksaan dengan MRI atau jika dicurigai terdapat abnormalitas glenoid. 3. MRI dan magnetic Resonanace Arthrografi lebih sensitive dibandingkan metode lainnya untuk keadaan patplogia pada ligamen, kartilago, cidera bisep ataupun abnormalitas kapsul. MR artrografi lebih sensitif dibandingkan MRI, dan hal ini merupakan pemeriksaaan pilihan pada dislokasi sendi bahu, khususnya untuk kasus instabilitas yang berulang dan lebih bagus untuk mendiagnosa lesi patologis untuk halhal tersebut.
2.8
Penatalaksanaan3,8,9 1. Penatalaksaan Dislokasi Sendi Bahu Anterior Beraneka ragam metode reduksi dilakukan pada pasien dengan dislokasi sendi bahu. Untuk pasien yang pernah mengalami dislokasi sebelumnya, traksi sederhana pada
6
lengan biasanya berhasil dengan baik. Biasanya penggunaan sedasi atau anestesi general diperlukan.
Dengan metode Stimson, pasien ditelungkupkan dan lengan yang sakit tergantung
disebelah tempat tidur. Seteleah 15 hingga 20 menit bahunya akan tereduksi.
Gambar. Metode Stimson
Dengan metode Hipocrates, penderita dibaringkan dilantai, anggota gerak ditarik
ke atas dan kaput hemerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya.
Gambar. Metode Hipocrates
Dengan metode Kocher, penderita berbaring di tempat tidur dan pemeriksa
berada disamping penderita. Sendi siku dalam posisi fleksi 90 dan dilakukan traksi sesuai garis humerus, kemudian dilakukan rotasi ke arah lateral dan lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh ke arah garis tengah dan lengan kemudian dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh di daerah dada. Teknik ini kurang
7
direkomendasikan karena dapat mengakibatkan cidera pada nervus, pembuluh darah dan pada tulang.
Gambar. Metode Kocher
Reduksi tanpa pembiusan umum dilakukan dengan teknik menggantung lengan. Penderita diberikan pethidin atau diazepam agar tercapai relaksasi yang maksimum, kemudian penderita tidur tengkurap dan membiarkan lengan tergantung dipinggir tempat tidur. Setelah beberapa waktu dapat terjadi reduksi secara spontan.
Penanganan setelah reposisi Lengan diistirahatkan dengan mitella selama 3 minggu pada penderita yang usianya dibawah 3 tahun (yang lebih sering terjadi rekurensi) dan hanya 1 minggu pada usia lebih 30 tahun (lebih sering terjadi kekakuan). Kemudian dimulai pergerakan ringan namun kombinasi abduksi dan rotasi lateral sebaiknya dihindari selama 3 minggu. Selama periode ini, siku dan jari mulai digerakkan setiap hari.
2. Penatalaksanaan Dislokasi Sendi bahu posterior Dilakukan reduksi dengan menarik lengan ke depan secara hati-hati dan rotasi eksterna, serta dilakukan imobilisasi selama 3-6 minggu. 3. Penatalaksanaan Dislokasi Sendi bahu inferior Dilakukan reduksi tertutup menarik lengan ke depan secara hati-hati dan rotasi eksterna. Lengan diistirahatkan sampai nyeri hilang, namun hindari melakukan abduksi selama 3 minggu setelah terjadi penyembuhan jaringan lunak. Apabila hal ini tidak berhasil dapat dilakukan reduksi terbuka dengan operasi.
8
2.9
Komplikasi9 Komplikasi dislokasi anterior A. Awal
Rotator cuff tear. Biasa mengiringi dislokasi anterior pada orang dewasa.
Pasien mungkin kesulitan mengabduksikan lengannya setelah reduksi; kontraksi muskulus deltoid yang teraba menyingkirkan kelumpuhan saraf aksilaris.
Kerusakan saraf. Saraf aksilaris paling sering mengalami cedera, pasien tidak
dapat mengkontraksikan otot deltoid dan sedikit kehilangan rasa pada otot. Ketidakmampuan abduksi harus dibedakan dari robekan rotator cuff.
Kerusakan pembuluh darah. Arteri aksilaris dapat mengalami kerusakan,
khususnya pada orang tua dengan pembuluh darah yang rapuh. Ini bisa terjadi saat cedera ataupun saat melakukan reduksi. Tungkai harus selalu diperiksa ada tidaknya tanda-tanda iskemia sebelum dan sesudah reduksi.
Fraktur-dislokasi. Jika ada hubungan fraktur proksimal humerus, mungkin
diperlukan reduksi terbuka dengan fiksasi internal.
Gambar. Dermatom nervus aksilaris
9
B. Terlambat
Kaku bahu. Lamanya immobilisasi dapat menyebabkan kekakuan pada sendi
bahu, khususnya pada pasien diatas 40 tahun.
Dislokasi tak tereduksi. Dislokasi sendi bahu terkadang tidak terdiagnosa.
Biasa terjadi pada pasien yang tidak sadar atau terlalu tua. Reduksi tertutup baik dilakukan sampai 6 minggu setelah cedera; manipulasi yang dilakukan setelah itu dapat menyebabkan fraktur, robekan pembuluh darah atau saraf.
Dislokasi rekuren. Jika dislokasi anterior merobek kapsul sendi bahu,
perbaikan diikuti reduksi secara spontan maka dislokasi mungkin tidak terjadi, tetapi bila glenoid lepas atau kapsul tertanggal didepan leher glenoid, rekurensi lebih sering terjadi.
Komplikasi dislokasi posterior
Dislokasi tak tereduksi. Minimal setengah dari pasien dengan dislokasi posterior
tidak tereduksi ketika pertama kali. Berminggu-minggu sampai berbulan-bulan berlalu sebelum diagnosis ditegakkan dan lebih dari dua pertiga dislokasi posterior tidak dikenali awalnya.
Dislokasi rekuren atau subluksasio
10
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
Kesimpulan Dislokasi sendi bahu merupakan salah satu kelainan dalam bidang bedah ortopaedi
yang sering ditemukan di masyarakat. Penyebabnya ialah trauma. Pemahaman yang cermat mengenai anatomi sendi bahu sangat penting bagi kita sebagai kunci kerberhasilan dalam mereduksi kembali dislokasi yang terjadi. Pemeriksaan radiologis dapat membantu menentukan tipe dislokasi dan adanya tidaknya fraktur yang menyertai. Berbagai teknik dapat dilakukan untuk mereduksi kembali dislokasi yang terjadi, dengan atau tanpa pembiusan.
3.2
Saran Kurangnya pengetahuan masyarakat dibidang ortopaedi menyebabkan kesalahan dalam
penatalaksanaan dislokasi sendi bahu. Masyarakat cenderung datang ke tukang kusuk ataupun dukun patah dalam mengobati dislokasi sendi bahu. Sebagai calon dokter yang akan menjadi ujung tombak utama, sangat penting bagi kita untuk memahami tentang dislokasi sendi bahu mulai dari anatomi sendi bahu, bagaimana mekanisme trauma dan kemungkinan klinis yang dapat muncul sampai pada penatalaksanaan yang tepat serta sejauh mana tindakan yang dapat kita lakukan sebelum merujuk pasien ke ahli ortopaedi.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Aulia,
S.
2009.
Dislokasi
Bahu
Anterior.
Diunduh
dari:
http://www.scribd.com/doc/38743639/Dislokasi-Bahu-Anterior. 2. Lutz, M. 2006. Shoulder Dislocation (Anterior Glenohumeral). Colorado, pp 8. 3. Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone. Hal. 406-408. 4. Keating John, Hoofer Geoff, Robb James. Regional Injuries. Dalam: Luqmani Lashid, dkk (Ed). TextBook of Orthopaedic, Trauma, and Rheumatology. 2004. Philadelpia: Mosby. 5. Salter, RB. Textbook of the Disorder and Injury of the Muskuloskeletal System 3rd ed. 1999. Pennysylvania: Williams & Wilkins. 589-592. 6. Cole Andrew, Pavlou Paul. The Shoulder and Pectoral Girdle. Dalam: Solomon Louis, Warwick David, Nayagam Selvadurai (Ed). Apley’s System of Orthopaedic and Fracture 9th ed. 2010. London: Hodder Arnold. 337-368. 7. Seade
LE.
Shoulder
Dislocation.
2011.
Emedicine.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/93323. 8. Welsh, S., et al. 2011. Shoulder dislocation surgery. Dowloaded from: http://emedicine.medscape.com/article/1261802-overview. 9. Solomon, L., et al. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. 739-744.
12
Gambar 1. http://binhasyim.files.wordpress.com/2008/04/bahu.jpg
Gambar
2.
http://3.bp.blogspot.com/-
AcVnXE9qSrE/TWYKx4lhIAI/AAAAAAAAAZM/IC5C1ABV7mI/s320/shoulder_detai l.jpg
13