PORT SESSI ON LAPORAN KASUS/ CASE RE PORT * Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A216091 / Februari 2017 ** Pembimbing/ dr.Umi Rahayu, Sp.THT-KL
ABSES SUBMANDIBULA
Tiya Safarini, S.Ked* dr. Umi Rahayu, Sp.THT-KL**
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KL RSUD RADEN MATTAHER PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS JAMBI 2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
CLI NI C RE PORT PORT SE SE SSI SSI ON *Kepanitraan Klinik Senior/ G1A216091 **Pembimbing
ABSES SUBMANDIBULA Tiya Safarini, Safarini, S.Ked* dr. Umi Rahayu, Rahayu, Sp.THT-KL** Sp.THT-KL**
Telah Disetujui dan Dipresentasikan Sebagai Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Senior Bagian THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi 2017
Jambi, Februari 2017 Pembimbing,
dr. Umi Rahayu, Sp.THT-KL
2
BAB I PENDAHULUAN
Abses submandibula di defenisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang potensial di regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam dan terbatasnya gerakan membuka mulut. 1 Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Kuman penyebab infeksi biasanya campuan kuman aerob dan anaerob. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. 1,2,3 Abses submandibula dapat menyerang pria maupun wanita, tetapi prevalensi kejadian abses submandibula lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Kelopok usia terbanyak yang mengalami abses subandibula adalah 20-40 tahun. 4,5 Abses submandibula sudah semakin jarang dijumpai Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan kesehatan mulut yang meningkat. Disamping insisi drainase abses yang optimal, pemberian antibiotik diperlukan untuk terapi yang adekuat. Walaupun demikian, angka morbiditas dari komplikasi yang timbul akibat Abses Submandibula masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan. 4
3
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. RD.F
Umur
: 40 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Sengeti RT.014 NO.007
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Pendidikan Pasien
: SLTA
2.2 ANAMNESIS Dilakukan: Autoanamnesis (Tanggal: 13 Februari 2017)
Keluhan Utama
Os Sangat nyeri pada leher kanan
Riwayat Perjalanan Penyakit
Os datang dengan keluhan bengkak dan sangat nyeri pada leher kanan. Bengkak mulai dari kira-kira 5 hari yang lalu, diawali oleh sakit gigi, nyeri dirasakan terus menerus. Os juga mengeluh susah membuka mulut karena nyeri. os dirawat mulai tanggal 11 februari, setelah diberikan obat oleh dokter nyeri dan bengkaknya berkurang, ada keluar nanah dari mulut os.
Riwayat Pengobatan
Pasien sering mengkonsumsi obat dari warung untuk meredakan sakit giginya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sakit gigi sejak SMP. Riwayat alergi obat (-)
4
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita keluhan yang sama dengan pasien. Autoanamnesis TELINGA
Gatal
HIDUNG
: -/-
TENGGOROK
LARING
Rinore
: -/-
Sukar Menelan : -
Suara parau
:-
Dikorek : -/-
Buntu
: -/-
Sakit Menelan : +
Afonia
:-
Nyeri
Bersin
:-
Trismus
:+
Sesak napas : -
:-
Rasa sakit
: -/-
Bengkak : -/-
Dingin/Lembab : -
Ptyalismus
Otore
: -/-
Debu Rumah
:-
Rasa Ngganjal : -
Tuli
: -/-
Berbau
: -/-
Rasa Berlendir : -
Tinitus
: +/-
Mimisan
: -/-
Rasa Kering
Vertigo : -
Nyeri Hidung
: -/-
Mual
Suara sengau
:-
:-
Muntah : -
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: Compos mentis
TD
: 100/70 mmHg
Pernapasan
: 19 x/i
Suhu
: 36,5 °C
Nadi
: 76 x/menit
Anemia
:-
Sianosis
:-
Stridor inspirasi
: -/-
Retraksi suprasternal
:-
Retraksi interkostal
: -/-
Retraksi epigastrial
: -/-
5
:-
:-
Rasa ngganjal: -
a) Telinga Daun Telinga
Kanan
Kiri
Anotia/mikrotia/makrotia
-
-
Keloid
-
-
Perikondritis
-
-
Kista
-
-
Fistel
-
-
Ott hematoma
-
-
Nyeri tekan tragus
-
-
Nyeri tarik daun telinga
-
-
Kanan
Kiri
Atresia
-
-
Serumen prop
-
-
Epidermis prop
-
-
Korpus alineum
-
-
Jaringan granulasi
-
-
Exositosis
-
-
Osteoma
-
-
Furunkel
-
-
Kanan
Kiri
Hiperemis
-
-
Retraksi
-
-
Bulging
-
-
Atropi
-
-
Perforasi
-
-
Bula
-
-
Sekret
-
-
Arah jam 5
Arah Jam 7
Liang Telinga
Membrana Timpani
Refleks Cahaya
6
Retro-aurikular
Kanan
Kiri
Fistel
-
-
Kista
-
-
Abses
-
-
Kanan
Kiri
Fistel
-
-
Kista
-
-
Abses
-
-
Pre-aurikular
b) Hidung Rinoskopi
Kanan
Kiri
Hiperemis (-), livide (-)
Hiperemis (-), livide (-)
Sekret (-), hiperemis (-),
Sekret (-), hiperemis (-),
Edema mukosa (-)
Edema mukosa (-)
DBN
DBN
Deviasi (-)
Deviasi (-)
DBN
DBN
Hipertrofi (-), hiperemis
Hipertrofi (-), hiperemis
(-), livide (-), edema (-)
(-), livide (-), edema (-)
DBN
DBN
Polip
-
-
Korpus alineum
-
-
Massa tumor
-
-
Kanan
Kiri
Anterior
Vestibulum nasi Kavum nasi Selaput lender Septum nasi Lantai + dasar hidung Konka inferior Meatus nasi inferior
Rinoskopi Posterior
Kavum nasi
Tidak dilakukan
Selaput lendir
7
Koana Septum nasi Konka superior Adenoid Massa tumor Fossa rossenmuller Transiluminasi Sinus
Kanan
Kiri
Tidak dilakukan
c) Mulut Hasil
Selaput lendir mulut Bibir Lidah
DBN Sianosis (-) raghade (-), sudur bibir (N), gerakan bibir (N) Atropi papil (-), aptae(-), tumor (-), parese(-)
Gigi
Karies (+) M III Dextra
Kelenjar ludah
DBN
d) Faring Hasil
Uvula
Sulit dinilai
Palatum mole
Sulit dinilai
Palatum durum
Sulit dinilai
Plika anterior
Sulit dinilai
Tonsil
Sinistra: Sulit dinilai Dextra: Sulit dinilai
Plika posterior
Sulit dinilai
Mukosa orofaring
Sulit dinilai
8
e) Laringoskopi indirect Hasil
Pangkal lidah Epiglotis Sinus piriformis Aritenoid
Tidak dilakukan
Sulcus arytenoid Corda vocalis Massa f)
Kelenjar Getah Bening Leher Kanan
Kiri
Regio I
DBN
DBN
Regio II
DBN
DBN
Regio III
DBN
DBN
Regio IV
DBN
DBN
Regio V
DBN
DBN
Regio VI
DBN
DBN
area Parotis
DBN
DBN
Area postauricula
DBN
DBN
Area occipital
DBN
DBN
Area supraclavicula
DBN
DBN
g) Pemeriksaan Nervi Craniales Kanan
Kiri
Nervus III, IV, VI
DBN
DBN
Nervus VII
DBN
DBN
Nervus IX
DBN
Regio XII
DBN
9
2.4 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI Tes Pendengaran
Kanan
Kiri
Tes rinne
+
+
Tes weber
Tidak ada lateralisasi
Tes schwabach
Sama dengan
Sama dengan
pemeriksa/N
pemeriksa/N
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Hematologi
Trombosit
: 201 x 109/L
Leukosit
: 11 x 109/L
Eritrosit
: 5,24 x 1012/L
Hb
: 16,9 gr/dl
Masa perdarahan
: 1,5 menit
Masa pembekuan
: 3,5 menit
HbsAG (+) AntiHBsAG(-)
Gula Darah Sewaktu : 129mg/dl
2.6 DIAGNOSIS
Abses Submandibula
2.7 DIAGNOSIS BANDING
-
Abses Submandibula
-
Angina Ludovici
Tidak ada lateralisasi
10
2.8 PENATALAKSANAAN Diagnostik
1. Pungsi abses submandibula darah (+) dan pus (+) 2. Foto rontgen jaringan lunak leher
Terapi
Pasien dirawat inap 1. IVFD RL + ketorolac 1 ampul 20 gtt/i 2. Diet lunak 3. Ceftriaxone 1 x 2 gram IV 4. Metronidazole drip 2 x 500 mg 5. Ranitidin 2 x 1 ampul IV 6. Posisi pasien trendelenburg 7. Konsul dokter gigi
Monitoring
Keluhan pasien
Tanda-tanda vital pasien (tekanan darah, nadi, nafas, suhu)
Tanda-tanda komplikasi
KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
Menjelaskan mengenai penyakit pasien, termasuk faktor yang memperberat penyakit pasien
Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan manfaat dari pengobatan yang diberikan kepada pasien
Memberitahukan kepada pasien akan pentingnya follow up dan terapi yang adekuat untuk penyakitnya
Menyarankan pasien untuk makan makanan yang lembut dulu seperti bubur
11
Menyarankan pasien untuk tetap menjaga kebersihan mulut, serta kumur dengan cairan hangat, kompres dingin pada leher dan memakan makanan yang bergizi
F ollow Up Selasa, 14 Februari 2017 S : nyeri pada leher kanan (+), mulut masih sulit dibuka, dari mulut masih keluar nanah, bisa makan dan minum (Bubur) tapi masih nyei waktu menelan. O : KU baik Tanda vital: TD: 90/70 mmHg, HR = 79 x/i , RR = 18 x/i , T = 36,6°C Trismus (+) dua jari Status lokalisata
: nyeri tekan (+) pada leher sebelah kanan
A : Abses submandibula P
: IVFD RL + ketorolac 1 ampul 20 gtt/i Metronidazole drip 3 x 500 mg Ceftriaxone 1 x 2 gr IV Ranitidin 2 x 1 gram Konsul dokter gigi
Kamis, 16 febuari 2016 S : Bengkak dan nyeri sudah minial setelah keluar nanah dari mulut. Saat menelan masih sakit dan masih sulit membuka mulut. O : KU baik Tanda vital: TD: 90/70 mmHg, HR = 79 x/i , RR = 18 x/i , T = 36,6°C Trismus (+) dua jari Status lokalisata
: nyeri tekan (+) pada leher sebelah kanan
A : Abses submandibula P : IVFD RL + ketorolac 1 ampul 20 gtt/i Metronidazole drip 3 x 500 mg Ceftriaxone 1 x 2 gr IV Ranitidin 2 x 1 gram
12
Jumat, 17 Februari 2017 S : Nyeri waktu menelan dan sulit membuka mulut O: KU baik Tanda vital: TD: 90/70 mmHg, HR = 79 x/i , RR = 18 x/i , T = 36,6°C Trismus (+) dua jari Status lokalisata
: nyeri tekan (+) pada leher sebelah kanan tapi
sudah lebih baik dari hari sebelumnya. A: Abses submandibula P: IVFD RL + ketorolac 1 ampul 20 gtt/i Ceftriaxone 1 x 2 gr IV Ranitidin 2 x 1 gram Sabtu, 18 Februari 2017 S : Bengkak sudah sangat mengecil dan tidak lagi nyeri menelan O: KU baik Trismus (-) A: Abses Submandibula P: Ceftriaxone 1 x 1 gram Pasien boleh pulang
2.9 PROGNOSIS Qua ad Vitam
: dubia ad bonam
Qua Ad fungsionam
: dubia ad bonam
13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisialis dan fasia profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh m. Platisma yang tipis dan meluas ke anterior leher. Muskulus platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula.2
Gambar 2.1 Anatomi Leher Ruang potensial leher dibagi menjadi ruang yang melibatkan seluruh leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid. Ruang yang melibatkan seluruh leher terdiri dari ruang retrofaring, ruang bahaya (danger space) dan ruang prevertebra. Ruang suprahioid terdiri dari ruang submandibula, ruang parafaring, ruang parotis, ruang peritonsil dan ruang temporalis. Ruang infrahioid meliputi bagian anterior dari leher mulai dari kartilago tiroid sampai superior mediastinum setinggi vertebra ke empat dekat arkus aorta. 2
14
Ruang Submandibula
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submaksila dan submental. Muskulus milohioid memisahkan ruang sublingual dengan ruang submental dan submaksila.2,3 Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian lateral dan anterior, pada bagian inferior oleh m. milohioid, di bagian superior oleh dasar mulut dan lidah, dan di posterior oleh tulang hioid. Di dalam ruang sublingual terdapat kelenjer liur sublingual beserta duktusnya. 2
Gambar 2.2 Ruang Submandibula Ruang submental di anterior dibatasi oleh fasia leher dalam dan kulit dagu, di bagian lateral oleh venter anterior m. digastrikus, di bagian superior oleh m. milohioid, di bagian inferior oleh garis yang melalui tulang hyoid. Di dalam ruang submental terdapat kelenjer limfa submental.2 Ruang maksila bagian superior dibatasi oleh m. milohioid dan m. hipoglossus. Batas inferiornya adalah lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu. Batas medial adalah m. digastrikus anterior dan batas posterior adalah m. stilohioid dan m. Digastrikus posterior. Di dalam ruang submaksila terdapat kelenjer liur submaksila atau submandibula beserta duktusnya. Kelenjar limfa submaksila atau submandibula beserta duktusnya berjalan ke posterior melalui tepi m. Milohioid kemudian masuk ke ruang sublingual. Akibat infeksi pada ruang ini mudah meluas dari satu ruang ke ruang lainnya. 2
15
3.2 Abses Submandibula 3.2.1 Defenisi
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.4
3.2.2 Epidemiologi
Huang dkk, dalam penelitiannya pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh angina Ludovici (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%). 6 Imanto M, dalam penelitiannya pada tahun 2012 menemukan kasus infeksi leher dalam yaitu abses peritonsil 32%, abses retrofaing 14%, abses parafaring 4%, dan abses submandibular 18%. Abses submandibula lebih banyak dideita laki-laki daipada perepuan dan entang usia terbanyak adalah 20-40 tahun. 5
3.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjer liur atau kelenjer limfa submandibula. Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya.2,3 Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai kuman, baik aerob maupun anaerob.3 Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophillus sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman anaerob Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium Peptostreptococcus dan yang jarang adalah kuman Fusobacterium.2
16
3.2.4 Patofisiologi
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya.7,8 Peradangan yang disebabkan oleh karies gigi menyebabkan edema dan hipoksia dari pulpa gigi yang mengakibatkan nekrosis pulpa. Lingkungan ini memungkinkan untuk invasi bakteri mudah dari jaringan tulang. Penyebaran infeksi di dalam tulang terjadi pada semua arah. Jika infeksi menembus tulang di atas milohioid, dapat menibulkan keterlibatan ruang fasia. Infeksi menyeba melalui fasia ke dalam ruang leher dalam, seperti ruang submandibula, dapat mengakibatkan pembentukan abses lokal. Perluasan infeksi odontogenik ke dalam ruang leher dalam adalah kejadian yang tidak biasa, tetapi berpotensi mengancam nyawa dan menibulkan gejala sisa. 8 Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya. Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu limfatik, melalui celah antara ruang leher dalam dan trauma tembus.2
Gambar 2.3 Penyebaran Infeksi Submandibula
17
3.2.5 Gejala dan Tanda
Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di bawah mandibula atau di bawah lidah baik unilateral atau bilateral, pebengkakan dirasa nyeri, disertai demam dan trismus. Mungkin didapatkan riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat berfluktuasi ataupun tidak. 1,2,3
3.2.6 Penegakan Diagnosa
a. Anamnesis3 - Nyeri pada leher (di bawah mandibula atau dibaah lidah) - Susah membuka mulut - Demam - Ada riwayat infeksi gigi b. Pemeiksaan fisik 3 - Bengkak pada bagian bawah mandibula atau bawah lidah - Nyeri tekan pada daerah yang mengalami pembengkakan c. Pemeiksaan Pununjang Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam menegakkan diagnosis. Pada foto polos jaringan lunak leher anteroposterior dan lateral didapatkan gambaran pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam jaringan lunak, udara di subkutis dan pendorongan trakea. Pada foto polos toraks, jika sudah terdapat komplikasi dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat ditemukan gambaran pneumomediastinum.2 Jika hasil pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan abses leher dalam, maka pemeriksaan tomografi komputer idealnya dilakukan. Tomografi Komputer (TK) dengan kontras merupakan standar untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran TK dengan kontras akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang berkapsul, dapat disertai udara di dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat menentukan waktu dan perlu tidaknya operasi.2
18
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan pencitraan resonansi magnetik ( Magnetic resonance Imaging / MRI) yang dapat mengetahui lokasi abses, perluasan dan sumber infeksi. Sedangkan Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang diagnostik yang tidak invasif dan relatif lebih murah dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai lokasi dan perluasan abses. 2 Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang diduga sumber infeksinya berasal dari gigi. 2 Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan nafas. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman harus dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai. 2
3.2.7 Penatalaksanaan
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat dan drainase abses yang baik. 3 Seharusnya pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan kuman dan tes kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan. Sebelum hasil mikrobiologi ada, diberikan antibiotik kuman aerob dan anaerob.2.3 Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.2,3 Insisi abses submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Eksplorasi dilakukan secara tumpul sampai mencapai ruang sublingual, kemudian dipasang salir. Pasien diawat inap sampai 1-2 hari setelah gejala dan tanda infeksi reda.2.3
19
Gambar 2.4 Alur Tatalaksana 3.2.8 Komplikasi
Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya seperti parafaing dan retrofaring. Komplikasi dapat juga menyebar ke sistemik yaitu seperti endokarditis, bacteiemia odontologik. Komplikasi lain seperti septikemia, infeksi CNS, infeksi otot dan saluran pernapasan juga mungkin saja terjadi namun sangat jarang terjadi pada orang dengan imunokompeten.7.8
20
BAB IV ANALISA KASUS
Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan pada Tn.RD.F, laki-laki, 40 tahun dengan keluhan bengkak dan nyeri pada leher sebelah kanan sejak 5 hari yang lalu. Os datang dengan keluhan bengkak dan sangat nyeri pada leher kanan. Bengkak mulai dari
kira-kira 5 hari yang lalu, diawali oleh sakit gigi, nyeri
dirasakan terus menerus. Os juga mengeluh susah membuka mulut karena nyeri. os dirawat mulai tanggal 11 februari, setelah diberikan obat oleh dokter nyeri dan bengkaknya berkurang, ada keluar nanah dari mulut os. os sering mengkonsumsi obat dari warung untuk meredakan sakit giginya. Riayat penyakit os adalah Sakit gigi sejak SMP, riwayat alergi obat (-). Dari pemeriksaan fisik ditemukan bengkak pada leher dan nyeri tekan, Trismus (+). Terdapat karies pada gigi molar III kanan bawah. Dimana hal tersebut sesuai dengan teori gejala dan tanda abses submandibula sehingga dapat disimpilkan bahwa tuan RD.F mengalami abses submandibula dextra. Tatalaksana untuk pasien ini adalah pemberian antibiotik spektrum luas dan melakukan evakuasi abses dengan anastesi lokal. Terapi cairan juga harus diberikan untuk menjaga hidrasi os dan karena os sangat nyeri maka diberikan analgetik. Prognosis pada pasien ini adalah bonam. prognosis sangat tergantung dari pengobatan dan tentunya daya tahan tubuh pasien itu sendiri.
21
BAB V KESIMPULAN
1. Telah dilaporkan Tuan RD.F 40 tahun dengan diagnosis abses submandibula 2. Abses
submandibula
adalah
suatu
peradangan
yang
disertai
pembentukan pus pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. 3. Penatalaksanaan berupa medikamentosa: antibiotik dan analgetik, diberikan juga cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan elektrolit. Bila terbentuk abses lakukan pungsi pada daerah abses, kemudian di insisi untuk mengeluarkan nanah. 4. Terdapat beberapa komplikasi dari abses submandibula terhadap organ
disekitarnya maupun organ lain yang jauh.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenger JJ. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth. In: Ballenger JJ editors. Diseases of the nose, throat, ear, head and neck.15th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger. 1991:p.234-41 2. Scott BA, Steinberg CM, Driscoll BP. Infection of the deep Space of the neck. In: Bailley BJ, Jhonson JT, Kohut RI et al editors. Otolaryngology Head and neck surgery. Philadelphia: JB.Lippincott Company 2001.p.47260 3. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Dan Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014 4. Hesly I, Lomintang N, Limpeleh H. Pofil Abses Submandibula Di Bagian Bedah RS Prof.Dr.R.D. Kando Manado Periode Juni 2009 Sampai Juli 2012.Manado:Universitas Sam Ratulangi Manado.2012 5. Imanto M. Evaluasi Penatalaksanaan Abses Leher Dalam Di Departemen THT-KL Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2012Desember 2012.Lampung: Bagian Ilmu THT-KL Universitas Lapung.2013 6. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection: analysis of 18 cases. Head and neck. Ock, 2004.860-4 7. Novialdi, Asyari A. Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Penyulit Uremia Dan Infark Miokardium Lama.Padang: Bagian THT-KL Universitas Lampung.2013 8. Raftopulos M, Jefferson N Etall. A Rare Case Of Submandibular Abscess Complicated By Stroke. Wolongong: Journal Of The Royal Society Of Medecine.2013
23