AC SENTRAL A.
SISTEM KERJA AC SENTRAL RUANGAN Pada unit pendingin atau Chiller yang menganut system kompresi
uap, komponennya terdiri dari kompresor, kondensor, alat ekspansi dan evaporator. Pada Chiller biasanya tipe kondensornya adalah watercooled condenser. Air untuk mendinginkan kondensor dialirkan melalui pipa yang kemudian outputnya didinginkan kembali secara evaporative cooling pada cooling tower.
Pada komponen evaporator, jika sistemnya indirect cooling maka fluida yang didinginkan tidak langsung udara melainkan air yang dialirkan melalui system pemipaan. Air yang mengalami pendinginan pada evaporator dialirkan menuju system penanganan udara (AHU) menuju koil pendingin. Ada dua sistem AC Central yang ada di pasaran saat ini yaitu : Sistem Air/water dan Sistem Freon. Pada sistem air, media pembawa dingin
yang
berjalan
dalam
pipa
distribusi
adalah
air
/
water.
Sedangkan pada sistem freon, media yang dipakai untuk membawa dingin adalah freon. Sistem air/water Memiliki kelebihan dapat digunakan dalam skala yang besar / gedung bertingkat atau mall yang berukuran besar. Sedangkan Sistem freon hanya dapat dipakai dalam sistem yang tidak terlalu besar / jauh jaraknya antara unit indoor dan outdoor. Sistem Freon, unit AC Central yang dikenal biasa disebut dengan Split Duct. Prinsip kerjanya hampir sama dengan sistem ac split biasa, akan tetapi lubang udaranya menggunakan sistem ducting / pipa dan pada tiap-tiap keluaran udaranya menggunakan diffuser. Untuk mengatur besar kecilnya udara yang keluar digunakan damper. Jika kita perhatikan komponen-komponen apa saja yang ada di dalamnya maka setiap AHU akan memiliki : 1. Filter merupakan penyaring udara dari kotoran, debu, atau partikelpartikel lainnya sehingga diharapkan udara yang dihasilkan lebih bersih. Filter ini dibedakan berdasarkan kelas-kelasnya. 2. Centrifugal fan merupakan kipas/blower sentrifugal yang berfungsi untuk mendistribusikan udara melewati ducting menuju ruanganruangan. 3. Koil pendingin, merupakan komponen yang berfungsi menurunkan temperatur udara. Prinsip kerja secara sederhana pada unit penanganan udara ini adalah menyedot udara dari ruangan (return air) yang kemudian dicampur dengan udara segar dari lingkungan (fresh air) dengan komposisi yang bisa diubah-ubah sesuai keinginan. Campuran udara tersebut masuk menuju AHU melewati filter, fan sentrifugal dan koil pendingin. Setelah itu udara yang telah mengalami penurunan temperatur didistribusikan secara merata ke setiap ruangan
melewati saluran udara (ducting) yang telah dirancang terlebih dahulu sehingga lokasi yang jauh sekalipun bisa terjangkau. Dari penjelasan diatas, jelas sistem AC Sentral sangat berbeda dengan AC Split baik dari segi fungsi maupun dari segi instalasi. Istilah Sistem AC Sentral (Central) diperuntukkan untuk instalasi AC di satu gedung yang tidak memiliki pengatur suhu sendiri-sendiri (misalnya per ruang). Semua dikontrol di satu titik dan kemudian hawa dinginnya didistribusikan dengan pipa ke ruangan-ruangan. Dengan AC Central yang bisa dilakukan cuma mengecilkan dan membesarkan lubang tempat hawa dingin AC masuk ke ruang kita. Contoh AC Central adalah di mall, gedung mimbar, gedung perkantoran yang luas atau di dalam bis ber-AC.
B. BAGIAN-BAGIAN AC SENTRAL Terdiri dari beberapa komponen penting, antara lain : 1. Chiller (unit pendingin) Chiller
adalah
mesin
refrigerasi
yang
berfungsi
untuk
mendinginkan air pada sisi evaporatornya. Air dingin yang dihasilkan selanjutnya didistribusikan ke mesin penukar kalor (FCU /Fan Coil Unit)
Chilled Water dan Water Cooling Untuk mengkondisikan udara gedung-gedung besar AC biasa mungkin sudah tidak efisien lagi. Dapat dibayangkan jika menggunakan AC biasa sangat banyak refrigerant yang harus digunakan. Begitu pula dengan kerja kompresornya. Oleh karena itu sering kali sistem yang digunakan adalah sistem Chiller.
Chilled Water Untuk mendinginkan udara dalam gedung, chiller tidak langsung mendinginkan udara melainkan mendinginkan fluida lain (biasanya air) terlebih dahulu. Setelah air tersebut dingin kemudian air dialirkan melaui AHU (Air Handling Unit). Di sinilah terjadi pendinginan udara. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 1.
Gambar 1. Skema Chiller Chiller dapat dibuat dengan prinsip siklus refrigerasi kompresi uap atau sistem absorbsi. Dalam tulisan ini yang dibahas adalah chiller yang menggunakan sistem refrigerasi kompresi uap. Sistem refrigerasi yang digunakan dalam chiller tidak jauh berbeda dengan AC biasa, namun perbedaannya adalah pertukaran kalor pada sistem chiller tidak langsung mendinginkan udara. Pada evaporator terjadi penarikan kalor. Heat Exchanger disini mungkin berupa pipa yang didalamnya terdapat pipa. Di pipa yang lebih besar mengalir air sedangkan pipa yang lebih kecil mengalir refrigeran (bagian evaporator siklus refrigerasi). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.
Gambar 2. Penampang Heat Exchanger Chiller Di Heat Exchanger tersebut terjadi pertukaran kalor antara refrigeran yang dengan air. Kalor dari air ditarik ke refrigeran sehingga setelah melewati Heat exchanger air menjadi lebih dingin. Air dingin ini kemudian dialirkan ke AHU (Air Handling Unit) untuk mendinginkan udara. AHU terdiri dari Heat exchanger yang berupa pipa dengan kisikisi di mana terjadi pertukaran kalor antara air dingin dengan udara. Air dingin yang telah melewati AHU suhunya menjadi naik karena mendapatkan kalor dari udara. Setelah melewati AHU air akan mengalir kembali ke Chiller (Bagian Evaporator) untuk didinginkan kembali.
Water Cooling Seperti dijelaskan sebelumnya dalam chiller juga terdapat perangkat refrigerasi yang sistemnya terdapat bagian yang menarik kalor dan membuang kalor. Dalam hal pembuangan kalor sering kali chiller menggunakan perantara air untuk media pembuangan kalornya. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 3.
Gambar 3. Skema Cooling water dengan Cooling Tower
Hampir sama dengan Chilled water, pertukaran kalor chiller pada kondensernya juga melalui perantara air. Air dialirkan melalui kondenser. Kondenser ini juga merupakan Heat exchanger berupa pipa yang didalamnya terdapat pipa. Pipa yang lebih besar untuk aliran air dan pipa yang lebih kecil untuk aliran refrigeran. Di Heat exchanger ini terjadi pertukaran kalor dimana kalor yang dibuang kondenser diambil oleh air. Akibatnya air yang telah melewati kondenser akan menjadi lebih hangat. Kemudian air ini dialirkan ke cooling tower untuk didinginkan dengan udara luar. Setelah air ini menjadi lebih dingin, kemudian alirkan kembali ke kondenser untuk mengambil kalor yang dibuang kondenser. Jadi di dalam sistem Chiller yang dijelaskan diatas dapat dijadikan satu kesatuan sistem yang terdiri dari tiga buah siklus, yaitu: siklus refrigerasi (Chiller), Siklus Chilled Water, dan siklus Cooling Water. Untuk menjelaskan hal ini dapat dilihat gambar 4.
2. Air Handling Unit (AHU) Sesuai dengan fungsinya, AHU merupakan seperangkat alat yang dapat mengontrol suhu, kelembaban, tekanan udara, tingkat kebersihan (jumlah partikel/mikroba), pola aliran udara, jumlah pergantian udara dan sebagainya, di ruang produksi sesuai dengan persyaratan ruangan yang telah ditentukan. Unit/sistem yang mengatur tata udara ini disebut AHU (Air Handling Unit). Di sebut “unit”, karena AHU terdiri dari beberapa alat yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda.
Pada dasarnya AHU terdiri dari : a. Cooling coil. Cooling
coil (sering
pula
disebut
dengan
istilah evaporator)
berfungsi untuk mengontrol suhu (temperature/t) dan kelembaban relatif (Relative Humidity/RH) udara yang akan didistribusikan ke ruangan
produksi.
Hal
ini
dimaksudkan
agar
dapat
dihasilkan output udara, sesuai dengan spesifikasi ruangan yang telah ditetapkan.
Proses
pendinginan
udara
sendiri
dilakukan
dengan
mengalirkan udara yang berasal dari campuran udara balik (return air) dan udara luar (fresh air) melalui kisi-kisi (coil) evaporator yang bersuhu rendah. Proses tersebut menyebabkan terjadinya kontak antara udara dan permukaan kisi evaporator yang akan menghasilkan udara dengan suhu yang lebih rendah. Proses ini juga akan menyebabkan kalor yang berada dalam uap air
yang
yang
terdapat
di
dalam
udara
ikut
berpindah
ke
kisi evaporator, sehingga uap air akan mengalami kondensasi. Hal ini menyebabkan kelembaban udara yang keluar dari evaporator juga akan berkurang. Evaporator harus dirancang sedemikian rupa sehingga kisikisinya memiliki luas permukaan kontak yang luas, sehingga proses penyerapan panas dari udara di dalam evaporator dapat berlangsung dengan efektif. b. Static Pressure Fan (blower). Blower adalah bagian dari AHU yang berfungsi untuk menggerakkan udara
di
sepanjang
sistem
distribusi
udara
yang
terhubung
dengannya. Blower yang digunakan dalam AHU berupa blower radial yang memiliki kisi-kisi penggerak udara yang terhubung dengan motor penggerak blower. Motor ini berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi gerak. Energi gerak inilah yang kemudian disalurkan ke kisi-kisi
penggerak
udara
hingga
kemudian
dapat
menggerakkan
udara. Blower ini dapat di atur agar selalu menghasilkan frekuensi perputaran yang tetap, hingga akan selalu menghasilkan output udara dengan debit yang
tetap.
Dengan
adanyadebit udara
yang
tetap
tersebut maka tekanan dan pola aliraran udara yang masuk ke dalam ruang produksi dapat dikontrol.
c. Filter. Filter merupakan
bagian
dari
AHU
yang
berfungsi
untuk
mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme (partikel asing) yang mengkontaminasi udara yang masuk ke dalam ruang produksi. Filter, biasanya ditempatkan di dalam rumah filter(filter house) yang didesain sedemikian rupa agar mudah untuk dibersihkan dan/atau
diganti.
Hal
pemasangan filter ini
penting
adalah
yang
harus
penempatan
diperhatikan
dalam
posisi filter harus
diatur
sedemikian rupa sehingga dapat “memaksa” seluruh udara yang akan didistribusikan
tersebut
melewati filter terlebih
dahulu. Filteryang
digunakan untuk AHU dibagi menjadi beberapa jenis/tipe, tergantung efisiensinya,
yaitu
(a) pre-filter (efisiensi
penyaringan:
35%);
(b) medium filter (efisiensi penyaringan: 95%); dan (c) High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter (efisiensi penyaringan: 99,997%). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemasangan filter ini adalah posisi penempatan filter harus diatur berdasarkan jenis dan efisiensi penyaringan filter yang
akan
menentukan
kualitas
udara
yang
dihasilkan. d. Ducting. Ducting adalah bagian dari AHU yang berfungsi sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara. Secara umum, ductingmerupakan sebuah
sistem
saluran
udara
tertutup
yang
menghubungkan blower dengan ruangan produksi, yang terdiri dari
saluran udara yang masuk (ducting supply) dan saluran udara yang keluar dari ruangan produksi dan masuk kembali ke AHU (ducting return). Ducting harus mendistribusikan membutuhkan,
didesain
udara dengan
ke
sedemikian seluruh
hambatan
rupa
sehingga
dapat
ruangan
produksi
yang
udara
yang
sekecil
mungkin.
Desainducting yang tidak tepat akan mengakibatkan hambatan udara yang besar sehingga akan menyebabkan inefisiensi energi yang cukup besar. Ducting juga harus didesain agar memiliki insulator di sekeliling permukaannya, yang berfungsi untuk menahan penetrasi panas dari udara luar yang memiliki suhu yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu di dalam ducting. e. Dumper. Dumper adalah
bagian
dari ducting AHU
yang
berfungsi
untuk
mengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke dalam ruangan produksi. Besar kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur sesuai dengan pengaturan tertentu pada dumper. Hal ini amat berguna terutama untuk mengatur besarnya debit udara yang sesuai dengan ukuran ruangan yang akan menerima distribusi udara tersebut. Sistem Kerja AHU untuk Ruang “Grey Area” Supply udara yang akan disalurkan ke dalam ruang produksi berasal dari 2 (dua) sumber, yaitu (1) berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) , dan (2) berasal dari udara bebas (sebanyak 20%). Supply udara tersebut kemudian melewati filter yang terdapat di dalam filter house, yang terdiri dari pre-filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% danmedium filter yang memiliki efisiensi
penyaringan
sebesar
95%.
Selanjutnya,supply udara
ini
melewati cooling coil (evaporator) yang akan menurunkan suhu (t) dan kelembaban relatif (RH) udara. Kemudian udara di pompa dengan menggunakan static pressure fan (blower) ke dalam ruang produksi melaluiducting (saluran udara). Jumlah udara yang masuk ke dalam ruang
produksi
diatur
dengan
menggunakan volume
dumper.
Selanjutnya udara disirkulasi kembali ke AHU, demikian seterusnya
3. Cooling Tower Salah satu komponen utama pada AC sentral selain chiller, AHU, dan ducting adalah cooling tower atau menara pendingin. Fungsi utamanya adalah sebagai alat untuk mendinginkan air panas dari kondensor dengan cara dikontakkan langsung dengan udara secara konveksi paksa menggunakan fan/kipas. Konstruksi cooling tower terdiri dari system pemipaan dengan banyak nozzle, fan/blower, bak penampung, casing, dsb.
Proses yang terjadi pada chiller atau unit pendingin untuk system AC sentral dengan system kompresi uap terdiri dari proses kompresi, kondensasi, ekspansi dan evaporasi. Proses ini terjadi dalam satu siklus tertutup yang menggunakan fluida kerja berupa refrigerant yang mengalir dalam system pemipaan yang terhubung dari satu komponen
ke komponen lainnya. Kondensor pada chiller biasanya berbentuk water-cooled condenser yang menggunakan air untuk proses pendinginan refrigeran. Secara umum bentuk konstruksinya berupa shell & tube dimana air mengalir memasuki shell/ tabung dan uap refrigeran superheat mengalir dalam pipa yang berada di dalam tabung sehingga terjadi proses pertukaran kalor. Uap refrigeran superheat berubah fasa menjadi cair yang memiliki tekanan tinggi mengalir menuju alat ekspansi, sementara air yang keluar memiliki temperatur yang lebih tinggi. Karena air ini akan digunakan lagi untuk proses pendinginan kondensor maka tentu saja temperaturnya harus diturunkan kembali atau didinginkan pada cooling tower. Langkah pertama adalah memompa air panas tersebut menuju cooling tower melewati system pemipaan yang pada ujungnya memiliki banyak nozzle untuk tahap spraying atau semburan. Air panas yang keluar dari nozzle secara langsung melakukan kontak dengan udara sekitar yang bergerak secara paksa karena pengaruh.fan/blower yang terpasang pada cooling tower. Sistem ini sangat efektif dalam proses pendinginan air karena suhu kondensasinya sangat rendah mendekati suhu wet-bulb udara. Air yang sudah mengalami penurunan temperature ditampung dalam bak/basin untuk kemudian dipompa kembali menuju kondensor yang berada di dalam chiller. Pada cooling tower juga dipasang katup make up water yang dihubungkan ke sumber air terdekat untuk menambah kapasitas air pendingin jika terjadi kehilangan air ketika proses evaporative cooling tersebut. Prestasi menara pendingin biasanya dinyatakan dalam “range” dan “approach”, dimana range adalah penurunan suhu air yang melewati cooling tower dan approach adalah selisih antara udara suhu udara wet-bulb dan suhu air yang keluar. Perpindahan kalor yang terjadi pada cooling tower berlangsung dari air ke udara tak jenuh. Ada dua penyebab terjadinya perpindahan kalor yaitu perbedaan suhu dan perbedaan tekanan parsial antara air dan udara. Suhu pengembunan yang rendah pada cooling tower membuat sistem ini lebih hemat energi jika digunakan untuk system refrigerasi pada skala besar seperti chiller. Salah satu kekurangannya adalah bahwa sistem ini
tidak praktis karena jarak yang jauh antara chiller dan cooling tower sehingga memerlukan system pemipaan yang relative panjang. Selain itu juga biaya perawatan cooling tower cukup tinggi dibandingkan system lainnya. a. Kategorisasi oleh udara-air-flow Crossflow Crossflow adalah sebuah desain di mana aliran udara diarahkan tegak lurus aliran air (lihat diagram di bawah). aliran udara masuk satu atau lebih wajah vertikal menara pendingin untuk memenuhi bahan mengisi.
Air mengalir (tegak lurus ke udara) melalui mengisi oleh gravitasi. Udara terus melalui mengisi dan dengan demikian melewati aliran air menjadi area sidang pleno terbuka. Sebuah distribusi atau baskom air panas yang terdiri dari sebuah panci yang mendalam dengan lubang atau nozel di bawah ini digunakan dalam menara crossflow. Gravity mendistribusikan air melalui nozel merata di seluruh bahan isi. Counterflow Dalam desain counterflow aliran udara secara langsung berlawanan dengan aliran air (lihat diagram di bawah). aliran udara pertama memasuki area terbuka di bawah isi media dan kemudian disusun secara vertikal. Air disemprotkan melalui nosel bertekanan dan mengalir ke bawah melewati mengisi, berlawanan dengan aliran udara.
Umum untuk kedua desain: • Interaksi antara udara dan aliran air memungkinkan pemerataan parsial dan penguapan air. • Udara, sekarang jenuh dengan uap air, dibuang dari menara pendingin. • Kumpulan atau baskom/penampung air dingin digunakan untuk berisi air setelah interaksinya dengan aliran udara. Kedua crossflow dan desain counterflow dapat digunakan dalam konsep alam dan konsep menara pendingin mekanik. a.
Korosi dibawah Isolasi
Pipa-pipa yang dibungkus isolator panas juga bisa mengalami masalah korosi karena sel aerasi-differensial yang terbentuk di balik / di bawah isolasi. Isolator yang terbuat dari bahan penghambat perambatan panas juga berfungsi sebagai sumbu yang merembeskan air ke bagian lain. Korosi di bawah isolasi digolongkan sebagai korosi atmosferik dengan faktor penyebab air. Air yang mungkin berasal dari hujan, kabut, atau pengembunan akibat kelembaban relatif tinggi. Kabut dan pengembunan bisa mendatangkan bahaya korosi dari udara karena membasahi seluruh permukaan termasuk yang tersembunyi. Lapisan-lapisan tipis air dari kabut dan embun tidak akan mengalir dan akan tetap di situ sampai menguap oleh hembusan angin atau meningkatnya temperatur. Untuk memulai serangan, selapis tipis air yang tidak kelihatan sudah lebih dari cukup. Kebanyakan logam seperti besi, baja, nikel, tembaga, dan seng mengalami korosi bila kelembaban relatif lebih besar dari 60 %. Jika kelembaban lebih dari 80
%, karat pada besi dan baja menjadi higroskopik (menyerap air) dan dengan demikian laju serangan meningkat lagi. Ekonomi dan Safety Laju korosi di bawah isolasi dalam kondisi basah memiliki laju 20 kali lebih besar dibandingkan pada kondisi atmosferik (ambient). Bila pipa yang terkorosi harus diperbaiki / diganti, maka diperlukan biaya bermilyar-milyard untuk satu Pabrik, tidak termasuk kehilangan produksi serta akibat keseluruhan dari Pabrik yang mati (shut down). Karena tidak terlihat, maka corrosion under insulation (CUI) seakan terjadi secara mendadak, dan dapat menimbulkan kebocoran dengan potensial terjadinya bahaya, khususnya pada aliran fluida yang berbahaya, sehingga memicu terjadinya kenaikan temperature atau tekanan pada vessel. Kondisi Tiga faktor yang diperlukan sehingga terjadi korosi di bawah isolasi (corrosion under insulation / CUI) :
Air
Air akan terbawa selama penyimpanan isolasi ataupun pada saat pemasangan, karena kebocoran system, tidak efektifnya waterproofing, pemeliharaan yang kurang baik atau ”service lapses”.
Kandungan Bahan Kimia dalam Air.
Bila pH turun di bawah 4, korosi akan berlangsung sangat cepat. Seperti korosi asam (acidic corrosion) umumnya terjadi pada material Carbon Steel. Sehingga selalu dijaga kondisi pH isolasi berada pada kondisi netral/alkali pada range antara 7,0 – 11,7. Dengan material austenitic stainless steel, masalah utama yang perlu diperhatikan adalah kandungan Chlorida bebas dan mechanical stress. Pada kenyataannya, untuk menjamin kualitas isolasi yang kontak langsung dengan stainless steel, diperlukan isolasi yang tidak (sangat sedikit) mengandung chloride dan flouride. Di Amerika Serikat dan
beberapa negara lain, level ini diimbangi / dilawan dengan isolasi yang melepaskan ion natrium dan silikat. Ion Chloride yang terlepas juga dipicu oleh air hujan, pabrik maupun cooling tower atmosferik, atau juga portable water yang biasa dipakai untuk fire fighting (pemadam kebakaran), flushing ataupun pencucian area. Laju dan tingkat keparahan serangan biasanya ditentukan oleh konduktivitas elektrolit, yang bergantung pada kadar bahan pengotor yang terlarut. Bahan pengotor ini berbeda-beda, dari karbon dioksida (membentuk larutan agak asam), ion-ion ammonium, serta ion-ion klorida di lingkungan laut. Di lingkungan laut, terutama di pesisir (seperti lingkungan PKT), laju korosi bisa lebih tinggi.
Temperatur
Temperatur berpengaruh terhadap korosi atmosferik melalui dua cara : 1. Peningkatan temperatur biasanya diikuti oleh peningkatan laju reaksi. Temperatur service antara 32°F dan 212°F (0°C dan 100°C) memungkinkan air masih dalam bentuk cair. Dengan range temperatur tersebut, laju korosi akan naik dua kali setiap kenaikan temperatur 27°F sampai 36°F (15°C sampai 20°C). Potensial korosi maksimum umumnya berada di antara kedua range tersebut. Stress Corrosion Cracking yang diinduksi oleh Chloride pada material Carbon Steel umumnya terjadi pada range ambient (atau bisa juga di bawah) dari 248°F (120°C). 2. Perubahan temperatur berpengaruh terhadap kelembaban relatif dan dapat menyebabkan pengembunan pada titik embun (dew point condensation). Jika temperatur turun lebih rendah dari titik embun, udara menjadi jenuh dengan uap air dan titik-titik air akan mengendap pada setiap permukaan yang terbuka. Pengembunan bisa terjadi di semua permukaan yang cukup dingin, baik di luar maupun di dalam isolasi. Titik-titik air dapat menggenang pada tempat-tempat tertentu dan membentuk kolam elektrolit yang tersembunyi dalam suatu struktur sehingga korosi terjadi di tempat yang tidak disangka-sangka. Selain itu ada dua kondisi temperatur korosi yang khusus yaitu : 1.
Temperatur siklis yang mempercepat korosi,
2. Temperatur extreme yang tercapai selama terjadinya shut down pabrik, di mana air terakumulasi tanpa pembekuan atau evaporasi (pada kondisi ini penggantian isolasi harus direkomendasikan). Pencegahan CUI Tiga langkah untuk mengurangi / menanggulangi masalah korosi di bawah isolasi (corrosion under insulation = CUI) adalah :
Mencegah adanya vapor (uap air) :
Hal ini merupakan tindakan yang paling penting, namun penghilangan uap air dengan mencegah adanya uap air kelihatannya cukup sulit.
Other Barriers (Pemakaian Penghalang yang lain, selain Isolasi)
Penghalang lain seperti cat (paints) atau mastics (misalnya silicones, epoxy phenolics, coal tar epoxies dan bitumens) dapat dipakai sebagai pencegah secara fisik untuk air yang akan kontak langsung dengan peralatan. Dengan material-material tersebut, maka persiapan permukaan menjadi masalah yang kritis, dan bebas cacat dalam pengecatan sangat penting. Aluminium foil dapat juga dipakai sebagai barikade fisik sebagus lapisan proteksi katodik.
Proper Insulation
Alternatif ketiga adalah pemilihan isolasi yang tepat dengan meminimalkan water intrusion. Meminimalkan adanya air akan mengurangi laju korosi logam. Tipe Isolasi Umumnya Isolasi dibagi menjadi dua katagori :
Untuk temperatur rendah.
Isolasi untuk temperatur rendah termasuk polyurethane dan polyisocyanurate cellular plastics, sebagus phenolics. Dari kesemuanya, akan membentuk larutan asam (pH 2 – 3) dalam air.
Untuk temperatur tinggi.
Beberapa Pengalaman tentang CUI Terjadi pada Exxon bahwa isolasi polyurethane pada tangki panas, sejumlah korosi ditemukan ketika isolasi dilepas. Air bersama halogen di dalam isolasi memberikan kondisi pH 1 dan mempercepat korosi logam. Sumber halogen adalah fire retardant dari pemakaian polyurethane. Akhirnya, Exxon mengurangi masalah tersebut degan merubah tipe isolasi. Potensial dengan mengubah lingkungan asam dengan memakai plastik polyurethane cellular selanjutnya tidak tepat lagi karena senyawa chloride – phsogene dipakai pada produk ini. Konsekuensinya, pabrik menyebutkan bahwa permukaan metal harus diproteksi dengan corrosion – inhibiting coating. Contoh lain dari kegagalan akibat korosi dengan isolasi polyurethane juga terjadi pada pipa-pipa oil dan gas ARCO, di mana 85 % dari dinding pipa telah berkarat setelah kurang dari 10 tahun beroperasi. Penetrasi komplit pada atap tangki oil panas di Belanda; korosi sumuran yang dalam dan korosi merata pada tangki storage gas dingin di Inggris dan Saudi Arabia; dan stress corrosion cracking pada vessel brewery yang terbuat dari material stainless steel. Phenolics, di pihak lain, juga bersifat asam, dipakai juga di pabrik, dan dapat menciptakan lingkungan menjadi pH 1,8. Katagori mengenai isolasi termasuk aplikasi temperatur tinggi. Salah satu di antaranya adalah : Calcium silikat, perlite, mineral wood, dan febrious glass Absorbent fiberous glass). Walau masing-masing dikenal porous, calcium silikat dan fiberous glass umumnya banyak menyebabkan masalah. System Exxon telah memiliki pengalaman yang cukup banyak mengenai hubungan antara korosi yang diakibatkan keberadaan air yang melepas chloride dengan pemakaian isolasi calcium silikat. Di Monsato, calcium silikat memberikan banyak masalah. Di Eropa pada saat meeting tentang korosi di bawah lagging, konsekuensinya adalah
bahwa calcium silikat adalah tidak cocok untuk senyawa agresif. England’s Institution of Chemical Engineer yang mem-warning bahwa calcium silikat dan menimbulkan resiko untuk stress corrosion dengan mengijinkan terjadinya pengembunan pada permukaan hot metal. Sementara beberapa isolasi mengandung inhibitor stress crack, namun bila system telah melebihi life timenya, maka kemampuan inhibitor untuk mencegah crack akan menurun drastis. ARCO dan Esso di Belanda, DuPont, Exxon, dan Gulf mempunyai pengalaman yang sama tentang isolasi absorbent fibroud glass. b.
Fungsi Pemasangan Isolasi
Sesuai spesifikasi dalam pemasangan isolasi yang disebutkan dalam setiap spesifikasi proyek di PKT, maka Spesifikasi cover suatu peralatan (vessel, piping, peralatan mekanikal atau item-item lain yang diperlukan) dengan memasang Isolasi adalah : 1. Pada peralatan pada kondisi normal operasi beroperasi pada temperatur antara 60 s/d 550°C. 2. Nozzles dan flanges pada peralatan dan piping juga harus diisolasi seperti juga peralatan dan piping yang teriisolasi. 3. Isolasi on skirt dan leg supported vessels harus berada di 0,6 meter di bawah tangen line. 4. Personal protection untuk pipa yang harus idisolasi minimal setinggi 2,5 meter di atas grade, platform, dan level operasi yang lain. 5. Isolasi untuk personnel protection harus dipasang bila pipa dan dinding peralatan bertemperatur ³ 60°C
4. Fan Coil Unit (FCU) Unit ini dinamakan unit terminal dan dipasang di dalam ruangan. Semua unit tersebut merupakan bagian dari sistem penghantar udara yang berfungsi sama. Di dalam unit tersebut Koil udara ditempatkan di dalam kabinet kecil, dimana dialirkan air dingin. Pada unit koil kipas udara, udara dialirkan oleh kipas udara yang dipasang di dalam unit tersebut. Pada unit induksi, udara primer berkecepatan tinggi dialirkan melalui beberapa nosel. Selanjutnya dengan efek induksi secara primer, udara ruangan terhisap masuk ke dalam unit dan didinginkan oleh koil udara, kemudian disirkulasikan kembali ke dalam ruangan. Keseimbangan kalor di cooling coil di FCU FCU (fan coil unit) dipasang di dalam ruangan. Di dalam FCU ini terdapat komponen yang disebut dengan koil pendingin (cooling coil). Di dalam FCU ini, udara ruangan mengalir melalui koil pendingin yang berbentuk pipa bersirip yang di dalamnya mengalir air dingin (chilled water). Arah aliran udaranya menyilang terhadap aliran air dingin (disebut cross flow). Di FCU akan terjadi perpindahan kalor dari udara ke air dingin. Udara yang keluar FCU temperaturnya akan turun sedangkan air yang keluar FCU temperaturnya akan naik.
Keseimbangan kalornya dapat dituliskan sebagai berikut: Dimana : mair = laju aliran massa air dingin (Ibm/menit) Cpair = kapasitas panas jenis air (BTU/lbm °R) ti & t2 = temperatur air masuk dan keluar FCU (°F ) mud = laju aliran massa udara (Ibm/menit) hi & h0 = entalpi udara masuk dan keluar FCU (BTU/lbm
5. Ducting Sistem ducting untuk AC, atau juga popular dengan sebutan “Air Handling System”, merupakan bagian penting dalam sistem AC sebagai alat penghantar udara yang telah dikondisikan dari sumber dingin ataupun panas ke ruang yang akan dikondisikan. Perkembangan desain ducting untuk AC hingga saat ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan efisiensi, terutama efisiensi energi, material, pemakaian ruang, dan perawatan. Selain
efisiensi,
juga
ada
tuntutan
kenyamanan
(termasuk
kesehatan dan keselamatan) bagi pengguna. Oleh karena itu dalam desain ducting meliputi pula desain untuk kebutuhan ventilasi, filtrasi,
dan humidity. Tiap tipe sistem ducting memiliki manfaat untuk aplikasi tertentu. Suatu tipe sistem yang tidak umum dipakai mungkin lebih efisien bila dipakai untuk suatu aplikasi tertentu yang tergolong unik. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai tipe sistem ducting, dan ini akan terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan munculnya aplikasi-aplikasi yang baru. Dalam suatu desain ducting untuk suatu gedung
tertentu,
sangat
mungkin
beberapa
tipe
dipakai
untuk
memenuhi masing-masing kebutuhan. Selain biaya instalasi, efisiensi dan operasional sistem ducting harus menjadi perhatian penting. Dahulu ketika harga energi, material dan ruang belum terlalu menjadi pertimbangan, desain ducting tidak terlalu memiliki banyak batasan. Salah satu contoh dalam hal energi adalah mulai populernya sistem Variable Air Volume di tahun 1970-an, terlebih sejak terjadinya embargo minyak Arab di tahun 1973-1974 yang memaksa seluruh industri melakukan peningkatan efisiensi energi. Sejak masa tersebut terjadi kecenderungan penggantian sistem dari Constant Air Volume ke Variable Air Volume. Dalam hal penggunaan material sangat jelas, yaitu semakin besar penggunaan material maka semakin besar biaya instalasi, dan bahkan perawatan sistem. Dalam hal pemakaian ruang, saat ini ruang sekecil apapun sangat berharga, sehingga dalam perancangan gedung terjadi pengurangan tinggi ceiling, juga tinggi antar lantai, yang di masa lalu hal ini belum terlalu menjadi perhatian utama.Berbagai pertimbangan sering memunculkan benturan dalam mendesain sistem ducting. Misalnya pertimbangan ruang versus energi. Pengurangan tinggi ceiling akan menyebabkan lebih tingginya tekanan udara yang dibutuhkan di dalam ducting, yang berarti lebih tingginya kebutuhan energi. Namun saat ini terjadi kecenderungan untuk mengutamakan efisiensi energi dan kelestarian lingkungan. Bahkan beberapa negara
membuat regulasi yang mengarahkan desainer, developer, dan user pada hal tersebut. Tentu saja ini menjadi tantangan dan peluang besar bagi para desainer untuk menentukan kombinasi tipe sistem ducting yang tepat, atau bahkan melakukan inovasi. Merancang Ducting Kotak (Square Duct) Kalau sebelum ini pada posting sebelumnya yang dibahas adalah Duct berbentuk lingkaran (circular duct), bagaimana dengan ducting kotak (square duct), bagaimana cara menghitung "pressure loss" nya : 1. Konversi terlebih dahulu ducting kotak ke diameter dengan menggunakan rumus diameter ekivalen sbb : De = 1.30 * [{(a*b)^5}/{(a+b)^2}]^0.125 Dimana : a = Panjang (pada sisi penampang ducting/lubang) b = Lebar (pada sisi penampang ducting/lubang) 2. Setelah diketahui De maka hitunglah pressure loss nya menggunakan rumus ducting bulat seperti ditunjukkan pada posting sebelum ini. 3. Untuk menghitung kapasitas = V*A ; seperti juga mengihitung kapasitas untuk ducting bulat tetapi luas area dihitung menggunakan diameter ekivalen (De). Ducting kotak umumnya banyak digunakan pada sistem AC central karena penempatannya yang sempit ukuran kotak lebih menghemat tempat, sedangkan untuk dust collector sebaiknya menggunakan ducting bulat untuk menghindari pengendapan debu Menghitung besaran ducting ada beberapa tahapan yaitu : 1. Mengetahui dulu total laju aliran udara yang akan melewati ducting tsb 2. Mengetahui total static pressure exhaust fan
Cara Menghitung Daya Blower/Fan Sebelum Daya dari blower/ fan dapat dihitung, sejumlah parameter operasi harus diukur, termasuk kecepatan udara, head tekanan, suhu aliran udara pada fan. Dalam rangka mendapatkan gambaran operasi yang benar harus diyakinkan bahwa: 1. Fan
dan
komponennya
beroperasi
dengan
benar
pada
kecepatannya 2. Operasi berada pada kondisi stabil; suhu, berat jenis, resistansi sistim yang stabil dll. Disini akan dihitung daya dari blower dan Perhitungan efisiensi blower/fan, perhitungan dibagai beberapa tahap agar dapat mudah dimengerti : Tahap 1: Menghitung berat jenis gas Tahap pertama adalah menghitung berat jenis udara atau gas dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Berat jenis gas (γ)=273 x 1,293/ 273 + t
0
C
Dimana, t oC = Suhu udara atau gas pada kondisi ditempat Tahap 2: Mengukur kecepatan udara dan menghitung kecepatan udara rata-rata Kecepatan udara dapat diukur dengan menggunakan sebuah tabung pitot dan manometer,atau dengan sensor aliran (instrumen tekanan diferensial), atau anemometer yang akurat. Gambar
dibawah
memperlihatkan
bagaimana
tekanan
kecepatan
diukur dengan menggunakan sebuah tabung pitot dan manometer. Tekanan total diukur denan menggunakan pipa bagian dalam dari
tabung pitot dan tekanan statis diukur dengan menggunakan pipa luar dari tabungpitot. Jika ujung tabung luar dan dalam disambungkan ke manometer, didapatkan tekanan kecepatan (yaitu perbedaan antara tekanan total dan tekanan statis). Untuk mengukur kecepatan yang rendah, lebih disukai menggunakan manometer dengan pipa tegak keatas daripada manometer pipa-U. Lihat bab tentang Peralatan Pemantauan untuk penjelasan mengenai manometer.
Menghitung kecepatan udara rata-rata dengan mengambil sejumlah pembacaan tekanankecepatan yang melintasi bagian melintang saluran dengan menggunakan persamaan berikut :
Dimana: Cp= Konstanta tabung pitot, 0,85 (atau) yang diberikan oleh pabrik pembuatnya Dh = Perbedaan tekanan rata-rata yang diukur oleh tabung pitot dengan mengambil pengukuran pada sejumlah titik pada seluruh bagian melintang saluran.
yu= Berat jenis udara atau gas pada kondisi pengujian y = Berat jenis zat cair dalam manometer pada tabung pitot (air, alkohol atau air raksa) Tahap 3: menghitung aliran volumetrik Tahap ketiga adalah menghitung aliran volumetrik sebagai berikut: 1. Ukur diameter saluran (atau dari sek itarnya dimana diameter dapat diperkirakan). 2. Hitung volum udara/gas dalam saluran dengan hubungan sebagai berikut Volumetrik Q (m3/s) = V x A Tahap 4:Menghitung Daya Blower Hubungan antara total head, H dan debit Q dinyatakan oleh persamaan (14) berikut :
Dimana g =percepatan gravitasi bumi, m/s2 b2 =sudut sudu bagian luar (lihat gbr.2) H =head, Pa Q = debit, m3/s u2 = kecepatan sudu bagian luar, m/s R2 = Jari-jari luar dari blower, m v = kecepatan sudut, rad/s N = putaran blower-rpm b2 = tebal/ketinggian sudu blower,m Daya blower = γ. Q. H (Watt) Tahap 5: Menghitung efisiensi Blower Efisiensi mekanik dan statik dapat dihitung sebagai berikut:
Bentuk Ducting
Pemasangan dengan plat lantai
Pemasangan di lantai
Pemasangan di plafon
Sistem Zona Tunggal
Sistem Zona Ganda
6. Pompa Sirkulasi Ada dua jenis pompa sirkulasi, yaitu : a. Pompa sirkulasi air dingin ( Chilled Water Pump ) berfungsi mensirkulasikan air dingin dari Chiller ke Koil pendingin AHU / FCU.
b. Pompa Sirkulasi air pendingin ( Condenser Water Pump ). Pompa ini hanya untuk Chiller jenis Water Cooled dan berfungsi untuk mensirkulasikan air pendingin dari kondensor Chiller ke Cooling Tower dan seterusnya. C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Ac Sentral Kelebihan : 1. Kebisingan dan getaran mempengaruhi ruangan
mesin
pendingin
hamper
tidak
2. Perbaikan dan pemeliharaan lebih mudah 3. Seluruh beban pendingin semua ruangan dalam bangunan dapat dilayani oleh satu system ( unit ) saja. 4. Kelembaban udara dapat diatur Kekurangan : 1. Harga mula cukup tinggi 2. Biaya operasional yang cukup mahal 3. Unit sentral tidak dapat dipakai untuk rumah sakit, karena kumankuman dari ruangan untuk penderita penyakit menular ( melalui saluran udara balik ) dapat disebarkan ke ruangan – ruangan lain. 4. Jika satu komponen mengalami kerusakan dan sistem AC sentral tidak hidup Jika temperatur udara terlalu rendah atau dingin maka pengaturannya harus pada termostat di koil pendingin pada komponen AHU
MAINTENANCE AC SENTRAL 1. Mempersiapkan perawatan mesin a. Semua proses perawatan dan prosedur dan SOP yang ditentukan,
perbaikan
dilaksanakan
sesuai
b. Selalu bersifat koordinatif dengan pimpinan agar menghasilkan pekerjaan seefisien mungkin, c. Jadual perawatan, jadual peralatan dan pemeriksaan spesifikasi alat disiapkan agar efektif sesuai kebutuhan. d. Kelengkapan bahan yang akan dipakai : bahan cairan pembersih, lap pembersih ; bila perlu kompresor udara,diperiksa dan diurutkan sesuai prosedur perawatan. e. Perkakas bongkar pasang dan alat ukur yang diperlukan diperiksa agar dapat bekerja dengan baik dan aman 2. Merawat mesin AC Sentral bagian luar a. Perawatan mesin pendingin dilaksanakan sesuai prosedur SOP yang ditentukan b. Gambar denah mesin dibaca dan didiagnosis dengan baik dan teliti c. Debu/kotoran luar dibersihkan dengan cairan pembersih tanpa merusak bahan mesin. d.Filter udara, evaporator dan kondensor dengan kompresor udara hisap dibersihkan setelah diberi disinfectan dan cairan pembersih. e. Deposit yang sulit dan melekat pada dinding penukar kalor dibersihkan dengan cara kimia atau fisis sesuai dengan prosedur yang ditentukan f. Kebocoran pipa diidentifikasi dan segera diperbaiki g. Kesalahan kerja peralatan diidentifikasi dan dicari sumber kesalahan kerja alat tersebut.
h. Alat ukur, alat kontrol dan asesori diperiksa dan dilakukan perawatan yang diperlukan. 3. Prosedure Perawatan AC/checklist a. Sebelum dilakukan pembongkar mesin terlebih dahulu dilakukan pengeluaran refrijeran. b. Bagian dalam mesin dibersihkan dengan metode vakum bagian dalam sesuai prosedur yang Ditentukan c. Katub ekspansi atau pipa kapiler ekspansi dibersihkan dengan kompresor uadara. d. Desican dibersihkan, direkondisi dan dimasang kembali sesuai prosedur yang ditentukan e. Nosel pengkabut refrijerran dibersihkan dan dipasang kembali tanpa merusak alat sesuai ketentuan f. Alat ukuir, alat kontrol, alat pengaman listrik dan asesori lainnya diperiksa, kerusakan diperbaiki dan dipasang kembali sesuai ketentuan g. Peralatan rusak yang tidak mungkin diperbaiki diganti dengan alat baru serta dipasang kembali tanpa adanya kerusakan alat h. Untuk mengganti alat yang rusak sesuai spesifikasinya dilakukan pengadaan barang. i. Dijaga agar refriferan cair dan pelumas tidak masuk kedalam kompresor. j. Kelengkapan pemasangan mesin diperiksa dan dilakukan re-instal untuk meyakinkan bahwa bekerja dengan baik. sistem sudah dapat k. Semua pekerjaan dilaksanakan dengan tidak ada kesalahan berarti dan tidak mengulangi pekerjaan. l. Semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam kontrak kerja
4. Mengevaluasi dan memeriksa hasil perawatan a. Selama pekerjaan berlangsung kualitas hasil pekerjaan selalu diperiksa agar tidak terjadi pengulangan pekerjaan. b. Bila terjadi penyimpangan/masalah harus didiskusikan dengan pimpinan atau seorang ahli yang berwenang sesauai prosedur yang berlaku. c. Semua kejadian perawatan dan perbaikan dicatat dengan teliti dalam buku perawatan mesin bersangkutan dan diperkirakan jadual perawatan selanjutnya. d. Hasil pekerjaan diperiksa dengan seksama di akhir pekerjaan untuk meyakinkan sesuai dengan yang diharapkan e. Dibuat laporan hasil pekerjaan kepada pemberi kerja sesuai dengan tugasnya
SYSTEM CONTROL Sistem pengontrolan yang digunakan dalam sistem refrigerasi harus mampu memberikan fungsi proteksi dan pengaman untuk mencegah mesin (sedini mungkin) terhadap bahaya kerusakan fatal. Dalam hal ini sistem kontrol yang digunakan harus mampu mencegah terjadinya suhu tinggi atau suhu yang berlebihan dan bahaya kebakaran. Sebagai contoh High - Low Pressure Control, Oil pressure control, Suction pressure regulator, limit switch, motor overload protection. Pengontrolan motor untuk keperluan proteksi dengan memanfaatkan tekanan refrigerant dalam unit pendingin dibedakan: (i) Low Pressure Control (LPC), untuk memberi perlindungan terhadap adanya tekanan rendah yang berlebihan dan (ii) High Pressure Control (HPC), untuk memberi perlindungan terhadap adanya tekanan tinggi yang berlebihan. Kedua jenis alat kontrol ini berfungsi seperti thermostat yaitu menjalankan dan menghentikan kompresor pada saat operasi normal atau pada saat terjadi tekanan yang abnormal. Hanya cara kerjanya yang berbeda. Kalau pada thermostat alat sensornya menggunakan sensor duhu sedang pada pressure control menggunakan sensor tekanan. Pada thermostat pergerakan diafragma diakibatkan oleh tekanan gas dari sensing bulb, sedangkan pada pressure control untuk
menggerakkan diafragma ini memanfaatkan tekanan dari saluran tekan atau saluran hisap kompresor. Seperti thermostat, pressure control juga mempunyai titik cut in dan cut out. LPC digunakan untuk menjalankan dan menghentikan kompresor pada kondisi yang normal. Disamping itu dapat juga berfungsi sebagai pengaman kompresor bila terjadi tekanan yang tidak normal. Sedang HPC digunakan sebagai pengaman kompresor untuk melindungi terjadinya tekanan lebih. Pada unit pendingin berskala besar High Pressure Control dapat berfungsi pula sebagai alat pengontrol motor fan kondensor pada beban pendingin yang variable. Kombinasi dari Low Pressure Control dan High Pressure Control sering pula digunakan pada suatu sistem pengontrolan yang digunakan sebagai pengaman. Meskipun begitu Dual Pressure Control dapat pula digunakan sebagai alat pengontrol kompresor (Operating Switch). Low Pressure Control Low Pressure Control digunakan sebagai pengontrol temperatur sekaligus pula sebagai alat pengaman. Bila digunakan sebagai pengaman, LPC ini akan memutuskan rangkaian dan menghentikan kompresor pada saat tekanan hisap (suction pressure) menjadi terlalu rendah. Hal ini bisa disebabkan unit pendingin kekurangan refrigerant, bocor terjadinya bunga es yang tebal di evaporator. Bila tekanan dari saluran hisap ini kembali normal, LPC akan menutup rangkaian dan kompresor akan bekerja kembali. Beberapa LPC dilengkapi dengan reset manual untuk menjaga adanya short cycling karena gangguan pada sistem. Low Pressure Control dapat pula digunakan sebagai alat pengontrol kompresor pada saat tekanan refrigerant meningkat atau menghentikan kompresor pada saat tekanan hisap meningkat. Jenis ini disebut : Reverse Acting Low Pressure Control, jenis ini biasa digunakan sebagai alat pengaman pada unit dengan suhu yang rendah yang menggunakan electric depost, untuk memutuskan elemen pemanas (electric heater) setelah pencairan bunga es (depost) selesai. Jenis ini dapat juga digunakan sebagai alat kontrol Forced Draft Cooled Fan
pada "Cool Rooms", Rooms" terlalu tinggi.
on
dan
off
pada
saat
temperatur "Cool
LPC biasa digunakan sebagai alat pengontrol temperatur pada unit pendingin komersial. Setiap perubahan suhu pada evaporator akan berubah pula tekanan pada saluran hisap kompresor. Jadi LPC dapat digunakan sebagai pengontrol suhu pada ruangan yang didinginkan dengan mengontrol temperatur evaporator. Contoh : Sebuah cool room diinginkan mempunyai suhu 30C dengan perbedaan 80 TD antara evaporator dan ruangan refrigerant yang digunakan R 12. Temperatur minimum ruangan diharapkan 2oC. Hitunglah : Cut in dan cut out point. Penyelesaian : Cutin
=
40C
Temperatur rata-rata ruangan = 30C = =
3o - TD 3o - (- 8 K) - 5oC = temperatur rata-rata evaporator - TD = - 5oC - 8 K = -
= Cut out 13oC Karena adanya penurunan tekanan pada saluran hisap, maka tekanan pada saluran hisap masuk kompresor lebih rendah dari pada tekanan evaporator. Penurunan tekanan ini harus diperhitungkan dalam menentukan cut out pressure. Sedangkan cut in pressure tidak dipengaruhi oleh penurunan tekanan ini, karena penurunan tekanan pada saluran hisap ini merupakan fungsi dari kecepatan aliran refrigerant. Karena LPC ini berfungsi untuk mengatur suhu evaporator, maka akan sangat ideal sekali bila digunakan pada sistem yang menggunakan "Off cycle deposting". Pada ruangan yang bersuhu di atas 0oC, suhu evaporator akan meningkat dengan cepat pada saat "Off cycle". (Pada saat defrost).
High Pressure Control HPC biasanya digunakan sebagai alat pengaman kompresor pada saat terjadi gangguan tekanan yang berlebihan. HPC akan menghentikan kompresor pada saat tekanan pada saluran tekan terlalu tinggi. Hal ini dilakukan untuk melindungi katup-katup kompresor dan juga untuk melindungi motor dari beban yang berlebihan. Bila tekanan saluran tekan (discharge) meningkat melebihi tekanan yang diizinkan, HPC akan terbuka dan memutuskan rangkaian sehingga kompresor berhenti. Bila tekanan turun kembali ke harga normal, HPC tertutup dan kompresor bekerja kembali. Beberapa jenis HPC dilengkapi dengan tombol reset manual sehingga kompresor tidak dapat bekerja kembali sebelum tombol reset ditekan. Hal ini digunakan sebagai pengaman. Jadi Anda jangan melakukan reset sebelum mengetahui penyebab terjadinya tekanan lebih pada saluran tekan. HPC biasa digunakan pada sistem komersial dan juga industri. Karena suhu kondensing dan tekanan kondensing untuk bermacammacam refrigerant berlainan, maka cut in dan cut out pressure tergantung dari refrigerant yang digunakan, jenis kondensor dan ambient temperatur dari sistem. Disamping untuk mengontrol kompresor, HPC dapat juga digunakan sebagai pengontrol Fan Condensor, pompa air condensor dan selenoid valve. Reverse acting HPC akan menutup kontaknya pada saat tekanan meningkat. Sedangkan HPC akan membuka kontaknya pada saat tekanan meningkat. Reverse acting HPC digunakan untuk menjaga suhu condensing yang minimum. Sistem pengontrolan ini biasanya diterapkan pada area dimana ambient temperatur di bawah condensing temperatur.
Fungsi Kontrol Sistem Refrigerasi dan Tata Udara Suatu unit air conditioning memerlukan sistem pengontrolan secara otomatik agar dapat beroperasi dengan efektif dan aman serta ekonomis sesuai kebutuhan.
Pada prinsipnya sistem pengontrolan ini harus mampu memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk keperluan otmatisasi proses meliputi tiga kategori fungsi sebagai berikut, yaitu (I) fungsi mengatur dan mengontrol kondisi ruang (space), (ii) fungsi proteksi dan perlindungan, (iii) fungsi operasi yang ekonomis. 1. Fungsi mengatur kondisi ruang Agar sistem pengontrolan yang digunakan dapat melaksanakan fungsi ini maka diperlukan alat deteksi dan aktuasi yang akan memonitor kondisi ruang setiap saat melalui berbagai alat deteksi yang digunakan dan kemudian mengadakan pengaturan seperlunya untuk mencapai kondisi yang diinginkan melalui peralatan aktuasi yang digunakan. Peralatan deteksi dan aktuasi tersebut antara lain thermostat, humidistat, damper, katub dan relai). Peralatan tersebut dapat beroperasi secara elektrik dengan menggunakan energi listrik, dapat pula secara pnumatik menggunakan kekuatan udara tekan dan secara elektronik dengan menggunakan bahan semi konduktor dan mikroelektronik berbasis komputer. Peralatan deteksi dan aktuasi yang digunakan akan berkolaborasi untuk menjaga kondisi suhu dan kelembaban udara ruang senantiasa tetap berada pada titik tertentu sesuai keinginan dan perencanaan. Variable yang dideteksi dan dikontrol meliputi suhu, tekanan, jumlah udara dan kualitas udara, refrigeran dan uap air. Selain itu juga harus dapat mengontrol siklus kompresor ,burner (boiler) atau heater secara pasti (ON/OFF) sesuai kebutuhan beban. 2. Fungsi Proteksi dan Perlindungan Sistem pengontrolan yang digunakan harus mampu memberikan fungsi
proteksi dan pengaman untuk mencegah mesinnya sedini mungkin terhadap bahaya kerusakan fatal. Dalam hal ini sistem kontrol yang digunakan harus mampu mencegah terjadinya suhu tinggi atau suhu yang berlebihan dan bahaya kebakaran. Sebagai contoh Oil pressure control, Suction pressure regulator, limit switch, motor overload protection dan smoke detector. 3. Fungsi Operasi Ekonomis Sistem kontrol yang digunakan harus mampu menjaga operasi mesin pada tingkat yang paling ekonomis dengan mengatur konsumsi energi yang digunakan pada waktu ke waktu disesuaikan dengan kebutuhan beban. Misalnya konsumsi air, bahan bakar atau tenaga listrik yang dikonsumsi pada saat beban air conditioning turun di bawah desain nominalnya. Untuk itu kompresornya harus dilengkapi dengan sistem kontrol kapasitas misalnya dengan menggunakan alat yang disebut : Auto Unloader, Hot gas Bypass, damper dan step controller. Pada gedung-gedung bertingkat tinggi untuk pemakaian komersial sering menggunakan sistem kontrol dengan mikrokontroler yang berbasis komputer (Building Automation System) untuk keperluan peningkatan upaya konservasi (hemat) energi. Kontrol yang terpogram melalui perangkat komputer (misalnya dengan PLC atau Programmable Logic Control) sering digunakan untuk mengontrol dan memonitor kondisi ruang demi ruang setiap saat untuk menghasilkan operasi sistim yang ekonomis tanpa mengurangi kebutuhan kualitas yang diperlukan. Menurut aksi spesifik yang dilakukan maka fungsi sistem kontrol dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu sebagai pengontrol Starting, pengontrol operasi dan pengontrol kondisi ruang. 4. Fungsi Starting/Stopping
Pengontrol starting dapat berupa sistem kontrol tunggal (operasi on/off) tidak tergantung sistem lainnya atau dapat berupa operasi sekuen yang melibatkan lebih dari sistem aktuasi (misalnya motor kompresor, pompa air dan fan) secara interlock. 5. Fungsi Pengontrol Operasi Pengontrol operasi pada prinsipnya mongontrol operasi mesin pada tingkat yang paling efektif dan aman. Sistem kontrol ini dapat mencegah mesin dari bahaya kerusakan fatal dengan melindunginya terhadap adanya suhu dan tekanan yang berlebihan dan bahaya kebakaran. Sistem kontrol ini dapat berfungsi sebagai pengontrol kapasitas pada saat mesin sedang bekerja atau pada saat starting sehingga diperoleh operasi yang ekonomis. Misalnya High - Low Pressure control, time delay relay, freeze protection, temperature limit control dan compressor capacity control. 6. Fungsi Pengontrol Kondisi Ruang Pengontrol ini berfungsi sebagai pengatur kondisi ruang. Sistm kontrol yang digunakan harus mampu mendeteksi kondisi di dalam ruang dari waktu ke waktu meliputi suhu, tekanan dan kelembaban udara dalam ruang dan selanjutnya melakukan berbagai pengaturan untuk menjaga kondisi ruang tetap berada pada batas-batas perencanaannya. Sistem Kontrol untuk AC rumah tinggal (residental) Air conditioner untuk keperluan rumah tinggal (residental system) biasanya hanya memerlukan sistem kontrol yang sederhana, yaitu switch manual yang dipadu dengan room thermostat dan timer switch untuk mengontrol suhu ruang. Peralatan kontrol lainnya baik untuk starting maupun untuk operasional biasanya merupakan bagian integral
dari unitnya sesuai desain pabrikannya. Unit kontrol untuk starting diatur oleh thermostat yang akan mengoperasikan suatu relai atau kontaktor. Relai atau kontaktor tersebut kemudian akan memberi penguatan kepada unit aktuasinya misalnya kompresor, fan, katup dan pompa. Sedang unit kontrol operasinya akan memberikan fungsi proteksi terhadap adanya suhu dan tekanan yang abnormal baik pada sisi tekanan rendah atau tekanan tingginya. Ada pula peralatan kontrol lain yang kadankala ditambahkan oleh pabrikannya yang bertujuan lebih memberikan fungsi kenyamanan dan kemudahan pemakainya. Berikut ini diberikan beberapa konfigurasi sistem kontrol yang banyak digunakan : (i) Kombinasi sistem kontrol untuk operasi cooling dan heating yang diterapkan pada unit AC Split dengan menggunakan selector switch manual. Thermostatnya dilengkapi dengan timer switch agar dapat mengontrol operasi sistem sesuai waktu yang diinginkan misalnya pada waktu malam hari (night set back) dan slanjutnya dapat kembali ke operasi day time. (ii) Kombinasi sistem kontrol yang lebih lengkap untuk operasi cooling dan heating yang menggunakan pengaturan 3 posisi, yaitu “On - Off - Auto”. (iii) Humidistat yang dikombinasikan dengan humidifyer untuk menjaga tingkat kelembaban relatif udara tetap berada pada batas-batas perencanaannya. Sistem Kontrol AC Komersial Seperti halnya pada AC residental, unit AC komersial berskala rendah dan sedang yang umumnya didesain dalam bentuk unit paket
(packaged system) juga menggunakan switch manual yang dipadu dengan thermostat untuk mengontrol operasi cooling dan heating. Unit kontrol operasinya terdiri dari High - Low Pressure Protection, Motor Winding Protection, Time Delay Relay, Head Pressure Control dan Burner Control. Sistem Kontrol untuk Central Station Untuk menangani kebutuhan ruang yang dikondisi pada bangunan besar dan bertingkat biasanya lebih ekonomis bila menggunakan Central Station. Suatu central ststion dapat dibangun baik dengan sistem langsung (direct expansion refrigerant) atau dengan sistem tak langsung (chilled water) untuk memenuhi kebutuhan operasi coolingnya. Pada sistem ini biasanya dilengkapi pula dengan boiler yang memproduksi uap untuk keperluan heating ataupun untuk keperluan humidifying. Operasi cooling dan heating dapat dikontrol secara manual ataupun otomatik bahkan full automatic, terprogram yang berbasis komputer. Air Handling Unit (AHU) yang mengatur distribusi udara ke ruang dilengkapi dengan damper untuk mengatur jumlah aliran udara, baik udara kembali atau udara luar dan dilengkapi pula dengan berbagi katub untuk mengatur chilled water atau uap. Damper dan katub dikontrol oleh alat deteksi suhu yang terletak di dalam ruang atau di dalam duct. Biasanya kompresornya dilengkapi dengan sistem pengontrol kapasitas yang berupa sistem auto Unloader atau dengan sistem Hot Gas Bypass. Semua peralatan kontrolnya bekerja secara interlock untuk menghasilkan operasi otomatik. Biasanya peralatan kontrolnya dipilihkan dari sistem pnumatik yang menggunakan udara tekan sebagai tenaga penggeraknya. Dilihat dari cara peralatan kontrol itu bekerja dan dari jenis tenaga yang
digunakan, maka peralatan kontrol dapat dibedakan menjadi 4 klasifikasi, yaitu: (i) sistem kontrol elektrik, (ii) sistem kontrol pnumatik, (iii) sistem kontrol elektronik, (iv) sistem kontrol fluidik. Banyak sistem kontrol yang menggunakan kombinasi dari sistem tersebut di atas. Misalnya sistem pendeteksiannya menggunakan sistem elektronik sedang sistem aktuasinya menggunakan sistem elektrik untuk mengontrol damper atau katub. Atau adapula suatu controller yang menggunakan sistem fluidik dan aktuasi damper menggunakan sistem pnumatik. Kontrol starting dan sebagian besar kontrol operasi banyak menggunakan sistem elektrik.
COOLING AND HEATING SYSTEM Semua jenis aktivitas manusia dan peralatan di dalam ruangan membutuhkan
kenyamanan
dan
safty
bagi
seluruh
penghuninya.
Kenyamanan ini perlu untuk diperhatikan karena proses pelepasan kalor dari dalam ruangan maupun sebaliknya dapat berjalan secara berimbang pada proses metabolisme sesuai dengan tingkat kegiatan yanbg dilakukan manusia maupun peralatan di dalamnya. Proses pelepasan maupun penarikkan kalor yang sempurna memerlukan kondisi-kondisi udara seperti : Temperatur, kelembaban, kebersihan, aliran dan penyebaran yang merata keseluruh
ruanganb
sehingga
memberikan
kenyamanan.
Kondisi-kondisi
tersebut di atas dapat diperoleh dari suatu system pengkondisian udara. Sistem Kompresi Uap Proses
1 : Proses Kompresi pada kompresor
Refrigeran berfasaa uap dari evaporator ditekan proses entropy sama ( isentropic ) sampai tekanan dan temperature menjadi lebih besar dibandingkan sebelumnya. Proses 2 : Proses Pembuangan kalor pada kondensor. Merupakan proses terjadinya pengembunan refrigerant, terjadi perubahan fasa dari bentuk uap ke bentuk cair yang disebabkan perpindahan atau pelepasan kalor dari kondensor ke udara sekitarnya. Pada porses ini hanya temperature refrigerant yang turun dan tetap berlangsung pada teknan yang sama. KONDENSOR
KATUP EKSPANSI
KOMPRESOR
EVAPORATOR
Gambar 1. Siklus Refrigerasi Kompresi Uap Proses 3 : Proses ekspansi Merupakan proses penurunan tekann dan temperatur dengn entalpi sama ( isentropik ) , dilakukan agar refrigeran mengalami penuruanan tekanan dan temepertur sesuai yang diharapkan untuk ke evaporator. Proses 4 : Proses penarikan kalor pada evaporator. Pada proses ini terjadi penarikan sejumlah kalor sehingga terjadi perubahan fasa refrigeran dari bentuk cair menjadi bentuk uap temperatur rendah yang nantinya mengalir ke compresor untuk selanjutnya dikompresi lagi.
Cooling system Pada proses ini uap refrigeran bertekanan tringgi yang merupakan hasil kompresi masuk ke four way reversing valve yang menutup aliran ke evaporator indoor unit sehingga uap refrigeran masuk ke kondensor outdoor unit dan terjadi pelepasan kalor ke udara. Pada tahap berikutnya refrigeran masuk ke filter drier melewati check valve, lalu ke ekspansi untuk selanjutnya terjadi penurunan tekanan dan temperatur. Refrigeran cair selanjutnya masuk evaporator indoor unit untuk menyerap kalor dan berubah fase menjadi uap. Uap refrigeran masuk ke kompresor melewati 4- way reversing valve.
Kompresor 4- way reversing valve Evaporator Kondensor
BI-Directional Filter Drier ekspansi Ekspansi
Chek valve
Check valve
Check Valve
Check Valve gambar 2. Cooling System
Heating System Kompresor 4- way reversing valve Evaporator Kondensor
BI-Directional Filter Drier ekspansi Ekspansi
Chek valve
Check valve
Check Valve
Check Valve
gambar 2. Heating System Pada proses ini uap refrigeran tekanan tinggi hasil kompresi masuk ke 4-way reversing valve yang menutup aliran ke kondensor sehingga uap refrigeran masuk ke evaporator indoor unit dan terjadi pelepasan kalor ke udara. Inilah
proses yang dikehendaki jika pengkondisian udara diaplikasikan untuk proses pemanasan menggunakan sistem refrigerasi kompresi uap. Pada proses ini ruangan yang dingin diharapkan mendapat kalor hasil pelepasan kalor refrigeran di evaporator. Pada tahap selanjutnya refrigeran masuk ke filter drier melewati check valve lalu ke ekspansi untuk selanjutnya terjadi penurunan tekanan dan temperatur. Refrigeran cair selanjutnya masuk kondensor outdoor unit, untuk menyerap kalor dan berubah fasa menjadi uap. Uap refrigeran masuk compresor melewati 4-way reversing valve.
Hal yang Sangat penting pada proses sistem pendinginan dan pemanasan ini adalah masalah oli compresor karena pada proses ini compresor berada pada daerah yang lingkungannya mempunyai temperatur rendah. Trancase Heater digunakan pula untuk menghindari terjadinya pembekuan oli dan oli akan bekerja sebagaimana mestinya.
SISTEM PENDINGINAN UDARA (AIR CONDITIONER) Air Conditioner pada masa ini sudah merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan, terutama pada bus, baik bus kota maupun bus-bus lain yang fungsi utamanya untuk membawa penumpang, karena penumpang yang posisinya sebagai konsumen, saat ini sangat selektif dalam memilih sarana angkutan umum yang nyaman, salah satunya adalah keberadaan AC pada sebuah bus. Peralatan Air Conditioner juga dipergunakan di mobil. Secara umum peralatan Air Conditioner ini mempunyai fungsi sebagai berikut:
Mengatur suhu udara,
Mengatur sirkulasi udara,
Mengatur kelembaban (HUMUDITY) udara,
Mengatur kebersihan udara.
Secara umum Air Conditioner berfungsi mempertahankan kondisi udara baik suhu maupun kelembabannya.
Masalah yang sering terjadi pada system pendingin udara 1. Kerusakan kategori ringan a. Sikring pada elektikal, terutama pada sikring kopling elektrik, karena jika sikring ini putus kompresor tidak bekerja, dan solusinya adalah diganti b. Kebocoran pada pemipaan, hal ini dapat terjadi karena usia pakai yang cukup tua, umumnya terjadi karena korosi, hal ini umumnya terjadi pada discharge line, kerena pada saluran itu terjadi kavitasi, biasanya masalah ini diatasi dengan cara dipatri c. Filter
dryer
komponen
tersumbat, yang
ada
hal
ini
sebelum
terjadi filter
jika
komponen-
dryer
mengalami
gangguan, misalkan kompresor bocor, korosi akibat kavitasi terbawa kedalam system, dan sirkulasi refrigerant, biasanya hal ini diatasi dengan cara diganti. d. Expansion valve tidak bekerja, hal ini terjadi jika expansion valve terlalu sering mengalami tekanan yang berlebihan dan menyebabkan expansion valve tidak dapat kembali pada posisi semula, biasanya hal ini diatasi dengan cara diganti. e. Pada air conditioner terjadi es pada evaporator, hal ini terjadi karena saringan udara kotor atau buntu dan aliran udara yang melewati evaporator kurang, biasanya hal ini, pada saringan udara dibersihkan atau diganti dan pada evaporator, periksa fan motor dan roda blower. f. Dan masih ada beberapa masalah lain yang tidak dapat dipaparkan pada bahasan kali ini 2. Kerusakan kategori berat a.
Terjadi
kerusakan
pada
kompresor
seperti;
seal
pada
kompresor bocor, piston pada kompresor sudah aus, bearing rusak dll. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh pemakaian dan solusinya adalah over houle kompresor.
b. Evaporator bocor, umumnya terjadi karena faktor usia dan faktor solusinya adalah ditambal dengan cara di patri, karena bahan evaporator adalah kuningan.
Heating system