LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI DASAR (GKP 0202) ACARA I LATIHAN PENGAMATAN STEREOSKOPIS
Disusun oleh: Nama
: M. Adi Fatmaraga
NIM
: 08/264866/GE/6379 08/264866/GE/63 79
Hari/Tanggal : Selasa, 15 Desember 2009 Jam
: 11.00 – 13.00 WIB
Asisten
: 1. Sara Dwi K. 2. Nugraha S.
LABORATORIUM PENGINDERAAN JAUH DASAR FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009
ACARA I
I.
JUDUL
Latihan Pengamatan Stereoskopis
II.
TUJUAN
1. Melatih menggunakan alat dan pengenalan alat. 2. Melatih pengamatan stereoskopis. 3. Melatih pengamatan kesan kedalaman. 4. Menentukan basis mata dan basis alat.
III.
ALAT DAN BAHAN
1. Stereoskop saku ( pocket stereoskop). 2. Stereogram ( template) 3. Penggaris
IV.
DASAR TEORI
Teramat sulit untuk mengamati foto secara stereoskopik tanpa bantuan alat optik, meskipun beberapa orang dapat melakukannya. Disamping merupakan cara kerja yang tidak lazim, salah satu masalah utama yang berhubungan dengan pengamatan stereoskopik tanpa alat optik ialah bahwa mata terfokuskan ke foto, sementara pada saat yang sama otak mendapat kesan sudut paralaktik yang cenderung membentuk model stereo pada kedalaman di luar foto, suatu situasi yang paling tidak dapat dikatakan mengacaukan. Kesulitan dalam pengamatan stereoskopik dapat diatasi dengan menggunakan instrumen yang disebut stereoskop ( stereoscope). Ada sejumlah besar pilihan stereoskop yang sesuai dengan berbagai tujuan. Semua stereoskop pada dasarnya bekerja dengan cara yang sama. Stereoskop lensa atau stereoskop saku merupakan stereoskop yang paling murah dan paling biasa digunakan. Stereoskop ini terdiri dari dua lensa cembung yang sederhana yang dipasang pada sebuah kerangka. Jarak antara lensa dapat
bervariasi untuk akomodasi basis mata. Kakinya dapat dilipat atau dapat dipindah sehingga instrumen ini mudah disimpan dan dibawa, suatu hal yang menyebabkan stereoskop saku ideal untuk kerja medan. Kaki stereoskop saku sedikit lebih pendek dari panjang fokus lensa f . Di dalam menggunakan stereoskop saku, foto diletakan sedemikian sehingga gambar yang bersangkutan terpisah sedikit lebih pendek dari basis mata, pada umumnya sekitar 2 inci. Untuk format foto normal sebesar 9 inci bujur sangkar dengan 60% tampalan samping. Daerah tampalan pasangan foto biasanya berupa sebuah daerah berbentuk empat segi panjang sebesar 5,4 inci. Dalam
mengamati kenampakan stereoskopis dengan menggunakan
stereoskop saku terdapat dua bagian utama pada alat ini, yaitu : 1.
Kerangka lensa Kerangka lensa terdiri dari dua lensa optik dan sebuah bingkai bidang pengamat. Dari segi bentuknya kerangka lensa ini terdiri dari dua macam, yaitu : kerangka dengan jarak lensa tetap dan kerangka dengan jarak lensa dapat disesuaikan.
Kerangka dengan
2.
Kerangka dengan
jarak lensa tetap
jarak lensa dapat disesuaikan
Kaki penyangga Kaki penyangga mempunyai fungsi untuk menyangga lensa dan penyesuaian pandangan pengamat. Kaki penyangga ini dapat dilipat untuk memudahkan
dalam
penyimpanannya.
Dari
segi
bentuknya
kaki
penyangga ini terdiri dari dua macam, yaitu kaki penyangga dengan gerakan menyamping dan kaki penyangga dengan menggerakan tempat citra untuk penyesuaian jarak.
V.
Kaki penyangga dengan
Kaki penyangga dengan
gerakan menyamping
menggerakan tempat citra
CARA KERJA
1. Menentukan basis mata a. Mengukur jarak antara tepi kiri/kanan kedua pupil mata dengan penggaris. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dengan bantuan sesama rekan praktikan. b. Menghitung rata-rata dari ketiga perhitungan jarak. Hasil perhitungan ini merupakan basis mata.
Pengukuran basis mata
b. Menentukan basis alat a. Menggambarkan sebuah garis sepanjang lebih dari 10 cm pada selembar kertas putih, kemudian meletakkan stereoskop ke atas garis tersebut. b. Mengamati garis tersebut melalui stereoskop dan mengatur letak stereoskop sehingga garis menjadi segaris. c. Memejamkan salah satu mata (kiri atau kanan) lalu memberi tanda pada garis dibawah stereoskop yang terlihat oleh mata yang terbuka.
d. Melihat garis tersebut menggunakan kedua mata sampai menemukan tanda yang seakan menjadi satu dengan tanda yang tadi telah dibuat kemudian ditandai. e. Mengukur jarak antara tanda yang pertama dengan tanda yang baru dibuat, jarak antara keduanya merupakan basis alat.
VI.
HASIL PRAKTIKUM
a. Pengukuran basis mata b. Pengukuran basis alat c. Pengamatan stereogram
VII.
PEMBAHASAN
Pada praktikum pertama ini, praktikan melakukan pengukuran basis mata, pengukuran basis alat, dan pengamatan stereogram dengan menggunakan stereoskop saku. Stereoskop saku merupakan jenis stereoskop yang berukuran kecil, ringkas, dan mudah dibawa dan digunakan, sehingga banyak digunakan pada pengamatan stereoskopis yang tidak menggunakan foto udara berukuran besar seperti pada praktikum kali ini. Untuk foto udara berukuran besar, stereoskop saku memiliki keterbatasan. Karena lensa yang kecil, maka foto udara yang diamati harus diletakkan berdekatan agar saling menutupi di bawah stereoskop, sehingga ketika menggunakan stereoskop saku, salah satu tepi foto udara harus sering diangkat dan dipindahkan. Terlebih dahulu praktikan menentukan basis mata yang berguna nantinya untuk memakai stereoskop saku karena tiap praktikan basis mata berbeda – beda. Tiap praktikan mengukur jarak antar kedua pupil mata dengan penggaris dibantu oleh praktikan lain sehingga dapat memperoleh basis mata. Kemudian praktikan membuat garis sepanjang 10 cm di atas sebuah kertas HVS dan mengatur stereoskop saku sesuai dengan basis mata yang telah diukur menggunakan penggaris tadi. Setelah itu diberi batas, batas antara keduanya adalah basis mata praktikan. Agar pengukuran lebih akurat hendaknya pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga basis mata praktikan merupakan rata – rata dari ketiga hasil pengukuran. Basis mata tiap orang
berbeda hal tersebut berhubungan erat dengan keadaan mata tiap orang, basis mata merupakan jarak antara kedua pupil. Orang yang mempunyai penglihatan yang lemah pada salah satu matanya, mungkin tidak dapat melihat dalam stereo. Hal ini akan mengganggu pengamatan secara tiga dimensional. Namun, kesalahan dari alat yang disediakan juga dapat berpengaruh dalam pengamatan secara tiga dimensional. Hasil pengukuran pertama adalah 6,5 cm, pengukuran kedua 6,6 cm, dan pengukuran ketiga 6,4 cm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa basis mata praktikan adalah 6,5 cm. Selanjutnya adalah menghitung basis alat yang mempengaruhi ketelitian alat dalam pengukuran kesan kedalaman. Kesan kedalaman merupakan kesan yang ditimbulkan oleh pengamatan secara stereoskopis dimana kesan gambar mendekati mata. Selain itu juga ada pseudokopis, dimana kesan gambar menjauhi mata. Untuk mengukur basis alat, hal pertama yang dilakukan adalah membuat garis sepanjang lebih dari 10 cm di kertas putih. Garis ini digunakan agar perhitungan basis alat mudah dilakukan dan agar kedua tanda berada pada satu garis lurus. Setelah membuat garis, sebelah mata pengamat ditutup dan membuat sebuah tanda pada garis tersebut, tanda ini digunakan sebagai tanda utama. Jarak antara tanda diukur dan pengukuran diulang sebanyak 3 kali. Rata-rata dari pengukuran ini yang nantinya akan menjadi basis alat. Hasil pengukuran pertama adalah 6,1 cm, pengukuran kedua 5,6 cm, dan pengukuran ketiga 5,8 cm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa basis mata praktikan adalah 5.83 cm. Karena basis mata dari tiap pengamat berbeda, maka basis alat juga turut berbeda. Praktikan
melakukan
pengamatan
secara
stereoskopis
menggunakan
stereogram yang dibagikan oleh asisten yang berisikan 2 pasang 3 gambar bola basket dan sebuah ring. Pada pengamatan stereoskopis ini, praktikan tidak mengalami kesulitan dalam melihat gambar tersebut melalui stereoskop saku. Yang terlebih dahulu masuk ke dalam ring ialah yang A dan juga paling dekat dengan mata praktikan, bola C berada di tengah - tengah sedangkan bola B berada paling jauh diantara ketiga bola tersebut. Kemudian selanjutnya, praktikan mengamati gambar tiga buah gunung yang berdampingan dan dilihat secara stereoskopis setelah itu gunung tersebut diurutkan
sesuai dengan penglihatan stereoskopis mana yang berada di belakang, tengah, dan depan. Dengan bantuan stereoskop saku, gambar tiga buah gunung tersebut dapat terlihat dengan jelas urutan dari yang paling depan, tengah, dan belakang yaitu gunung A, gunung C, dan gunung B. Pengamatan yang terakhir yaitu praktikan diberi stereogram dengan gambar sebanyak 26 buah. Praktikan memberi urutan obyek mana yang paling dekat dan obyek mana yang paling jauh dari mata pengamat / praktikan. Pengamatan ini cukup sulit, pasalnya tiap praktikan berbeda dalam menafsirkan obyek – obyek tersebut. Hal ini juga dapat disebabkan oleh mata yang terlalu lelah dan tidak biasa menggunakan stereoskop saku sehingga praktikan kurang mendapati kesan kedalaman Kesulitan yang dialami praktikan pada umumnya adalah kurang biasanya menggunakan stereoskop saku, sehingga kesulitan dalam memperoleh kesan kedalam. Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa mata kita harus diberi waktu yang cukup untuk beristirahat, karena selama pengamatan berlangsung, mata dalam keadaan berakomodasi secara maksimal sehingga mata akan terasa cepat lelah.
VIII.
KESIMPULAN
1.
Stereoskop saku merupakan jenis stereoskop yang berukuran kecil, ringkas, dan mudah dibawa dan digunakan, sehingga banyak digunakan pada pengamatan stereoskopis yang tidak menggunakan foto udara berukuran besar.
2.
Penentukan basis mata yang berguna nantinya untuk memakai stereoskop saku karena tiap praktikan basis mata berbeda – beda.
3.
Basis mata tiap orang berbeda hal tersebut berhubungan erat dengan keadaan mata tiap orang, basis mata merupakan jarak antara kedua pupil.
4.
Kesan kedalaman merupakan kesan yang ditimbulkan oleh pengamatan secara stereoskopis dimana kesan gambar mendekati mata.
5.
Karena basis mata dari tiap pengamat berbeda, maka basis alat juga turut berbeda.
6.
Kesulitan yang dialami praktikan pada umumnya adalah kurang biasanya menggunakan stereoskop saku, sehingga kesulitan dalam memperoleh kesan kedalam.
DAFTAR PUSTAKA
Lillesand, Thomas M. dan Ralph W. Kiefer. 1999. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sutanto. 1999. Penginderaan Jauh. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Zuharnen. 2008. Pedoman Praktikum Fotogrametri Dasar . Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.