LAPORAN KAJIAN PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT (AKD) DAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DIKLAT (IKD)
KERJASAMA
PT. IDI KAJANG CONSULTANS
DENGAN
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI (FIA) UNIVERSITAS DR.SOETOMO
SEMESTER GASAL TA 2011/2012
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KAJIAN Pedoman Penyusunan Analbb Kebutuhan Diklat (AKD) dan Idenffikasi
Kebutuhan IXkIat (tr(D)
Surabay4 28 Januari 201 I
Mengetahui
:
Nugroho, M.Si 198603 I 001
Eko
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya maka kajian yang berjudul: Penyusunan Pedoman Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) dan Identifikasi Kebutuhan Diklat (IKD) ini dapat tersusun sesuai dengan jadwal. Penyusunan pedoman AKD dan IKD ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman atau arahan kepada SKPD atau Unit Kerja pengelola Diklat (Badan Diklat) dan SKPD atau Unit Kerja pengguna Diklat dalam melakukan AKD dan IKD. Melalui pelaksanaan AKD, akan dapat diketahui adanya kesenjangan (gap) antara kondisi kinerja yang diharapkan dengan kondisi kompetensi SDM yang ada saat ini. Produk akhir yang diharapkan dari proses AKD dan IKD adalah diperolehnya solusi terbaik untuk meningkatkan kinerja organisasi, baik dengan pengembangan diklat maupun solusi non diklat. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada sejumlah pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian Draft Pedoman Penyusunan Analisis Kebutuhan Diklat . Akhirnya semoga bermanfaat dan segala masukan, saran, dan perbaikan dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan kajian ini.
Surabaya,
Januari 2011 Penulis
iii
ABSTRAKSI
Referensi atau sumber acuan yang ideal dan/atau perlu diprioritaskan untuk dipakai sebagai bahan pertimbangan utama dalam penyelenggaraan program Diklat adalah kesenjangan antara kompetensi SDM yang ada atau terjadi pada SKPD atau Unit Kerja organisasi dengan standar kinerja yang telah ditetapkan oleh SKPD atau Unit Kerja organisasi yang dimaksud. Agar desain program Diklat yang dirumuskan oleh SKPD atau Unit Kerja pengelola Diklat harmonis, atau sesuai dengan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM dari SKPD atau Unit Kerja pengguna Diklat, maka perlu adanya proses awal berupa Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) dan Indentifikasi Kebutuhan Diklat (IKD). Penyusunan pedoman AKD dan IKD ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman atau arahan kepada SKPD atau Unit Kerja pengelola Diklat (Badan Diklat) dan SKPD atau Unit Kerja pengguna Diklat dalam melakukan AKD dan IKD. Melalui pelaksanaan AKD, akan dapat diketahui adanya kesenjangan (gap) antara kondisi kinerja yang diharapkan dengan kondisi kompetensi SDM yang ada saat ini. Produk akhir yang diharapkan dari proses AKD dan IKD adalah diperolehnya solusi terbaik untuk meningkatkan kinerja organisasi, baik dengan pengembangan diklat maupun solusi non diklat. Proses AKD adalah Laporan AKD dari Unit Kerja Pengguna Diklat yang selanjutnya disampaikan kepada Unit Kerja Pengelola Diklat dengan substansi yang sesuai dengan ketentuan laporan dalam pedoman ini. Hasil ini kemudian dijadikan dasar oleh Unit Kerja Pengelola Diklat dalam melakukan IKD yang merupakan Langkah Lanjutan dari AKD. Adapun hasil dari proses IKD, baik sebagai langkah lanjutan dari AKD maupun langkah proaktif dari Unit Kerja pengelola Diklat adalah desain program Diklat yang diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan kompetensi dari Unit Kerja pengguna Diklat.
(Kata Kunci: Diklat, AKD, IKD)
iv
DAFTAR ISI Halaman Judul ……………………………………………………………………… Halaman Pengesahan ................................................................................................. Abstraksi .................................................................................................................... Kata Pengantar ……………………………………………………………………... Daftar Isi …………………………………………………………………………… Daftar Gambar ……………………………………………………………………... Daftar Tabel ……………………………………………………………………….. BAB I PENDAHULUAN ……………………………………….…………….. 1.1. Latar Belakang …….……………………………………..………. 1.2. Tujuan …………………………….………………………………. 1.3. Manfaat .…………………………………………………………... 1.4. Proses Pelaksanaan ……………………………………………….. BAB II PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) PEMERINTAH DAERAH………………………………….…………. 2.1. Kerangka Konseptual ……………………………………………… 2.1.1. Pengembangan SDM ……………………………………….... 2.1.2. Job Analysis (Analisis Pekerjaan) ……………………………. 2.1.3. Job Description (Deskripsi pekerjaan) …………………….. 2.1.4. Analisis Kebutuhan Diklat ………………………………… 2.2. Landasan Konstitusi Pengembangan SDM Pemerintah Provinsi Jawa Timur ……………………………………………… 2.3. Tujuan Pengembangan SDM Pemerintah Provinsi Jawa Timur ……………………………………………………..… 2.4. Proses Pengembangan SDM Pemerintah Provinsi Jawa Timur ……………………………………………………….. BAB III ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT …………………………………. 3.1. Analisis Kebutuhan Diklat ………………………………………… 3.2. Tahapan Analisis Kebutuhan Diklat ……………………………… 3.3. Proses Analisis Kebutuhan Diklat ………………………………… 3.3.1. Analisis Kesenjangan Kinerja Unit Kerja …………………... 3.3.2. Identifikasi Akar Masalah ……………………………….. 3.3.3. Assessment ………………………………………………… 3.3.4. Daftar Kompetensi Yang Belum Terpenuhi (Laporan Analisis Kebutuhan Diklat pada Unit Kerja) …………….. BAB IV IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DIKLAT …………………………… 4.1. Identifikasi Kebutuhan Diklat ………………………………………
v
i ii iii iv v vii viii 1 1 3 4 5 8 8 8 10 16 19 21 22 26 29 30 33 34 40 41 46 44 46 46
4.2. Proses Identifikasi Kebutuhan Diklat …………………………….... 4.2.1. Identifikasi Kebutuhan Diklat Sebagai Langkah Lanjutan AKD …………………………………………….. 4.2.2. Identifikasi Kebutuhan Diklat Sebagai Langkah Proaktif Unit Kerja Pengelola Diklat ……………………… PENUTUP ………………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
47 48 53 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2
Bagan Alur Proses AKD dan IKD Hingga Desain Program Diklat …………………………………………… Analisis Pekerjaan dalam Perspektif ………………………. Tahap dalam Proses Analisis Pekerjaan Analisis Pekerjaan:Perangkat Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia Proses Pelatihan dan Pengembangan ……………………. Tahapan Analisis Kebutuhan Diklat …………….… Cause and Effect Diagrams atau Fish Bone Diagrams …………………………………………………... Bagan Alur Proses IKD Sebagai Langkah Lanjutan AKD ……………………………………………………………………. Bagan Alur Proses IKD Sebagai Langkah Proaktif Unit Pengelola Diklat …………………………
vii
6 11 15 19 27 33 41
49 54
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 3.1. Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5
23 Atribut Soft Skill …………………………………………… Ilustrasi Analisis Kesenjangan Kinerja ……………………… Kerangka Kerja Matriks Kompetensi I ……………………… Formulir Isian Untuk Harmonisasi Program Diklat I …. Formulir Identifikasi Kebutuhan Diklat ……………….. Kerangka kerja Matriks Kompetensi II ……………….. Formulir Isian Untuk Harmonisasi Program Diklat II …
viii
25 40 50 52 55 57 60
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Ada kata-kata bijak yang menyatakan bahwa “di dunia ini tidak ada
sesuatu yang kekal, yang kekal hanyalah perubahan”. Dalam banyak hal, makna kata-kata bijak tersebut sering terbukti keberlakukannya, contohnya, lingkungan internal dan eksternal organisasi cenderung selalu berubah. Hikmahnya, organisasi yang ingin sukses dalam mewujudkan visi, melaksanakan misi, serta mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dituntut untuk lebih responsif dan adaptif terhadap perubahan lingkungan internal dan eksternalnya yang sedang dan/atau akan terjadi. Implikasi strategisnya, organisasi yang ingin sukses perlu selalu berupaya untuk meningkatkan kemampuan sumber dayanya agar selalu responsif dan adaptif terhadap tuntutan perubahan lingkungan internal dan eksternalnya. Dalam era reformasi, demokratisasi, dan otonomi daerah yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini; cenderung terjadi perubahan yang dinamis pada lingkungan organisasi pemerintahan daerah dan/atau organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Indikasi dari dinamisnya perubahan lingkungan organisasi SKPD atau organisasi Unit Kerja pemerinah daerah, diantaranya adalah: i) Peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah cenderung selalu berubah dan/atau bertambah; ii) Tuntutan kualitas pelayanan kepada masyarakat selalu bertambah atau meningkat; iii) Kebijakan pemerintah
daerah
selalu
diarahkan
kepada
upaya
untuk
melakukan
penyempurnaan dan/atau perbaikan pelayanan; iv) Struktur organisasi yang sering berubah, dan lain sebagainya. Konsekuensi logisnya, masing-masing SKPD atau Unit Kerja perlu merumuskan dan melaksanakan program peningkatan kapabilitas dan/atau kompetensi semua sumber daya organisasinya. Agar rumusan dan pelaksanaan program peningkatan kapabiltas dan/atau kompetensi sumber daya yang dimaksud effektif dan efisien, maka diperlukan adanya langkah awal berupa
1
analisis kebutuhan dan identifikasi kebutuhan peningkatan kapabilitas dan/atau kompetensi sumber daya. Kebutuhan peningkatan kapabilitas dan/atau kompetensi sumber daya yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah dan atau adalah kebutuhan peningkatan kapabilitas dan/atau kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM). Asumsinya, SDM adalah merupakan sumber daya atau pihak yang menggerakkan dan/atau yang mengoperasionalkan sumber daya lainnya yang ada dan/atau tersedia dalam organisasi yang dimaksud. Alternatif program yang umum digunakan oleh suatu organisasi untuk meningkatkan kapabilitas dan/atau kompetensi SDM-nya adalah program Pendidikan dan Pelatihan (Diklat). Referensi atau sumber acuan yang ideal dan/atau perlu diprioritaskan untuk dipakai sebagai bahan pertimbangan utama dalam penyelenggaraan program Diklat adalah kesenjangan antara kompetensi SDM yang ada atau terjadi pada SKPD atau Unit Kerja organisasi dengan standar kinerja yang telah ditetapkan oleh SKPD atau Unit Kerja organisasi yang dimaksud. Alasan lain yang menyebabkan perlunya penyelenggaraan program Diklat pada SKPD atau Unit Kerja organisasi pemerintah daerah adalah untuk mengantisipasi perubahan tuntutan lingkungan organisasi pemerintahan di masa depan. Rancang bangun atau desain dan keharmonisan program Diklat adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses penyelenggaraan Diklat, dan merupakan
unsur
yang dapat
mempengaruhi
tingkat
keberhasilan
penyelenggaraan program Diklat. Agar desain program Diklat yang dirumuskan oleh SKPD atau Unit Kerja pengelola Diklat harmonis, atau sesuai dengan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM dari SKPD atau Unit Kerja pengguna Diklat, maka perlu adanya proses awal berupa Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) dan Indentifikasi Kebutuhan Diklat (IKD). Ada indikasi bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan/atau Badan Diklat Provinsi Jawa Timur, belum menyosialisasikan keharusan penyelenggaraan AKD dan IKD dalam proses perumusan program Diklat yang dilakukan oleh Badan Diklat dan SKPD atau Unit Kerja pengguna Diklat yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Yang menjadi permasalahan adalah “apakah Pemerintah Provinsi Jawa
2
Timur dan/atau Badan Diklat Provinsi Jawa Timur punya komitmen atau keinginan yang kuat untuk meningkatkan kapabilitas dan/atau kompetensi para pegawai yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara efisien dan efektif?”. Akan sangat bijak, bilamana Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan/atau Badan Diklat Provinsi Jawa Timur, segera menerbitkan dan/atau memberlakukan Pedoman AKD dan IKD sebagaimana yang dimaksud dalam dokumen atau naskah laporan ini, dalam rangka mengefisienkan dan mengefektifkan penyelenggaraan program Diklat dilingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
1.2.
TUJUAN Penyusunan pedoman AKD dan IKD ini dimaksudkan untuk memberikan
pedoman atau arahan kepada SKPD atau Unit Kerja pengelola Diklat (Badan Diklat) dan SKPD atau Unit Kerja pengguna Diklat dalam melakukan AKD dan IKD. Melalui pelaksanaan AKD, akan dapat diketahui adanya kesenjangan (gap) antara kondisi kinerja yang diharapkan dengan kondisi kompetensi SDM yang ada saat ini. Produk akhir yang diharapkan dari proses AKD dan IKD adalah diperolehnya solusi terbaik untuk meningkatkan kinerja organisasi, baik dengan pengembangan diklat maupun solusi non diklat. Dengan kata lain, hasil identifikasi kesenjangan kinerja yang diperoleh melalui AKD dapat juga berupa perbaikan proses organisasi, seperti: perbaikan Standard Operational Procedure (SOP), perbaikan Uraian Jabatan (Urjab), dan lain sebagainya. Tujuan AKD adalah: 1) Tujuan Umum Mengefektifkan pengembangan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. 2) Tujuan Khusus, meliputi: a. Mengidentifikasi gap antara kinerja yang diharapkan dengan kinerja saat ini; b. Mengidentifikasi gap antara tingkat kompetensi yang diharapkan dengan tingkat kompetensi yang dimiliki saat ini; c. Mengidentifikasi titik kritis yang bisa mengatasi masalah kinerja;
3
d. Membangun dan/atau mencari prioritas solusi (Diklat atau non Diklat) untuk memilih tindakan yang tepat; e. Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan dalam perencanaan Diklat; f. Memberi data untuk keperluan IKD dan perencanan Diklat. Selanjutnya, dengan pelaksanaan IKD akan dapat diketahui kesenjangan kompetensi yang harus diatasi dengan Diklat. Produk akhir yang diharapkan dari proses IKD adalah formulasi suatu desain program Diktat harmonis atau yang mampu memenuhi kebutuhan kompetensi Unit Kerja pengguna Diklat. Dengan demikian, pelaksanaan IKD memiliki tujuan sebagai berikut: 1) Tujuan Umum: Mengefektifkan dan mengharmonisasi rancang bangun atau desain program Diklat agar sesuai dengan kebutuhan Unit Kerja pengguna Diklat. 2) Tujuan Khusus, meliputi : a. Mengidentifikasi kebutuhan kompetensi Unit Kerja pengguna Diklat yang perlu dipenuhi dengan Diklat; b. Menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk mendesain program Diklat yang mampu memenuhi kebutuhan kompetensi Unit Kerja pengguna Diklat; c. Melibatkan Unit Kerja pengguna Diklat dalam perumusan program Diklat sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas Diklat.
1.3.
MANFAAT Manfaat melakukan AKD adalah:
1) Memahami penyebab timbulnya kesenjangan kinerja dalam organisasi karena pelaksanaan AKD yang tepat dan efektif tidak hanya akan menemukan masalah-masalah
yang
ditimbulkan
oleh
diskrepansi
kompetensi
pegawai/pekerja (kesenjangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap), tapi juga dapat menemukan penyebab masalah yang disebabkan oleh unsur-unsur atau fungsi-fungsi manajemen lainnya (misalnya: keterbatasan sarana yang ada,
4
prasarana yang kurang mendukung, metode kerja yang kurang tepat, terbatasnya anggaran yang tersedia, perencanaan yang kurang matang, koordinasi yang tidak mantap, dan lain sebagainya); 2) Efisiensi biaya organisasi, karena solusi pemenuhan kesenjangan kinerja (Diklat maupun non Diklat) yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan organisasi; 3) Efektivitas perumusan program-program Diklat, sehingga sesuai dengan kebutuhan organisasi, jabatan, maupun individu setiap pegawai. Manfaat melakukan IKD adalah: 1) Memahami
penyebab
timbulnya
kesenjangan
kinerja
dalam
organisasi yang diakibatkan oleh kesenjangan kompetensi; 2) Efisiensi
biaya
pemenuhan
penyelenggaraan
kesenjangan
program
kompetensi
yang
Diklat
karena
solusi
membutuhkan
Diklat
dilaksanakan dengan menyelenggarakan Diklat yang sesuai dengan kebutuhan Unit Kerja pengguna Diklat; 3) Efektivitas perumusan program-program Diklat, sehingga sesuai dengan kebutuhan organisasi, jabatan, maupun individu pegawai; 4) Meningkatkan kredibilitas
Uni Kerja penyelenggara atau pengelola
Diklatkarena kesesuaian antara jenis diklat yang diselenggarakan dengan kebutuhan Unit Kerja pengguna Diklat; 5) Menjaga dan meningkatkan motivasi peserta dalam mengikuti Diklat, karena program Diklat yang diikuti sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian akan meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan Diklat. 1.4.
PROSES PELAKSANAAN Proses pelaksanaan AKD dan IKD, diawali dari analisis kesenjangan
kompetensi dan berujung pada harmonisasi desain program Diklat sesuai kebutuhan pengembangan (hasil analisis kesenjangan kompetensi). Alur proses AKD dan IKD yang dimaksud adalah sebagaimana yang tersebut dalam gambar berikut: 5
AKD Dilakukan oleh Unit Pengguna
IKD sebagai langkah lanjutan AKD Dilakukan oleh Unit Pengelola Diklat
Desain Program Diklat Dilakukan oleh Unit Pengelola Diklat
Harmonisasi Desain Program dan Kebutuhan Diklat Dilakukan oleh Unit Pengelola Diklat dan Unit Pengguna
Analisis Kesenjangan Kompetensi
IKD sebagai langkah proaktif Dilakukan oleh Unit Pengelola Diklat
Desain Propgram Diklat Dilakukan oleh Unit Pengelola Diklat
Harmonisasi Desain Program dan Kebutuhan Diklat Dilakukan oleh Unit Pengelola Diklat dan Unit Pengguna
Gambar 1.1. Bagan Alur Proses AKD dan IKD Hingga Desain Program Diklat Kebutuhan diklat pada dasarnya dibagi ke dalam 3 (tiga) kategori menurut tingkat atau jenjang kebutuhan Diklat, yakni sebagai berikut: 1) Kebutuhan Diklat pada tingkat organisasi atau lembaga, yakni kesenjangan kinerja nyata organisasi dibandingkan dengan standar kinerja organisasi yang seharusnya dicapai. Kebutuhan Diklat pada tingkat organisasi merupakan upaya identifikasi berbagai kesenjangan kompetensi yang terdapat di lembaga atau instansi yang dapat dipenuhi malalui Diklat di tingkat lembaga yaitu mencoba untuk membandingkan “capaian kinerja lembaga” dengan “visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditentukan”. Dengan ditemukannya kesenjangan kompetensi pada suatu organisasi atau lembaga, maka dapat direkomendasikan jenis Diklat yang dibutuhkan. 2) Kebutuhan Diklat pada tingkat jabatan atau posisi, yakni kesenjangan kompetensi aktual dibandingkan dengan kompetensi yang diharapkan untuk melakukan seluruh pekerjaan pada jenjang jabatan atau posisi tertentu.
6
3) Kebutuhan Diklat pada tingkat jabatan atau posisi merupakan upaya identifikasi berbagai kesenjangan kompetensi untuk melaksanakan berbagai macam tugas dan fungsi tertentu yang dapat dipenuhi melalui Diklat. Untuk mengidentifikasi kebutuhan Diklat pada jenjang jabatan atau posisi, didasarkan pada uraian pekerjaan yang tersedia dan melakukan proses analisis uraian tugas. 4) Kebutuhan Diklat pada tingkat individu atau perorangan, yakni kesenjangan antara kompetensi individu aktual dibandingkan dengan kompetensi individu yang diharapkan. Setelah mengetahui dan menentukan kebutuhan Diklat pada tingkat kelembagaan dan tingkat jabatan dan/atau posisi, kemudian menentukan “siapa” membutuhkan Diklat “apa”, yaitu menemukan kesenjangan antara kompetensi yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas dengan kompetensi yang dimiliki secara aktual.
7
BAB II PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) PEMERINTAH DAERAH
2.1. KERANGA KONSEPTUAL 2.1.1. Pengembangan SDM Suatu organisasi/institusi hanya dapat berkembang dan hidup terus, bilamana organisasi tersebut selalu tanggap terhadap perubahan lingkungan, teknologi dan ilmu pengetahuan. Tantangan dan kesempatan bagi suatu organisasi baik dari dalam maupun dari luar begitu rumit, karena itu organisasi harus selalu menyesuaikan tenaga kerjanya, dengan membekali tenaga kerjanya dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan melalui program pengembangan sumber daya manusia (SDM) Pengembangan SDM dilakukan agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi, dengan standar kinerja yang telah ditetapkan (Kompetensi). Kompetensi menyangkut kewenangan setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan sesuai dengan perannya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang dimiliki karyawan secara individual harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan mampu mendukung setiap perubahan yang dilakukan manajemen. Dengan kata lain kompentensi yang dimiliki paling individu dapat mendukung sistem kerja berdasarkan tim. Pengembangan SDM adalah usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan para karyawan/pegawai untuk menangani beraneka tugas dan untuk meningkatkan kapabilitas di luar kapabilitas yang dibutuhkan oleh pekerjaan saat ini. Pengembangan
SDM
menguntungkan
organisasi
dan
individu.
Para
karyawan/pegawai dan pimpinan yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang sesuai dapat meningkatkan daya saing organisasional dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. (Mondy, 2008:2009). Definisi lain dari Manullang (1993:199) pengembangan SDM adalah program
8
yang khusus dirancang oleh suatu organisasi dengan tujuan membantu karyawan dalam meningkatkan kemampuan pengetahuan dan memperbaiki sikapnya. Beragai aktivitas yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi untuk pengembangan tenaga kerja, yaitu: a. Latihan/pendidikan b. Rotasi Jabatan c. Delegasi Tugas d. Promosi e. Pemindahan f. counseling g. Penugasan dalam keanggotaan sesuatu panitia h. konferensi. (Manullang, 1993:200) Pelatihan dan pengembangan (training and development) adalah jantung dari upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi SDM dan kinerja organisasi. Pelatihan memberi para pembelajar pengetahuan dan ketrampilan yang dibuuhkan untuk pekerjaan mereka saat ini. Di sisi lain, pengembangan melibatkan pembelajaran yang melampaui pekerjaan saaat ini dan memiliki fokus jangka panjang. Pengembangan mempersiapkan para SDM untuk tetap sejalan dengan perubahan dan pertumbuhan organisasi. Aktivitas-aktivitas pelatihan dan pengembangan memiliki potensi untuk menyelaraskan para karyawan dengan strategi-strategi
organisasi
mereka.
Beberapa
manfaat
stratejik
yang
mungkindiperoleh dari pelatihan dan pengembangan mencakup kepuasan karyawan/SDM, meningkatkan semangat, tingkat retensi yang tinggi, turnover yang lebih rendah, perbaikan dalam penarikan karyawan, hasil akhir yang lebih baik, dan kenyataan bahwa para karyawan yang puas akan menghasilkan para pelanggan yang puas. Peningkatan kinerja,
tujuan akhir pelatihan dan
pengembangan, adalah tujuan stratejik bagi organisasi-organisasi.
9
2.1.2. Job Analysis (Analisis Pekerjaan) a. Definisi Analisis Pekerjaan Analisis pekerjaan merupakan landasan yang paling mendasar dari manajemen SDM. Analisis Pekerjaan (job analysis) adalah sebuah cara sistematis untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang isi, konteks, dan persyaratan manusiawi pekerjaan tersebut. (Robert L. Mathis:2004, hal 200). Sedangkan menurut Sedarmayanti (200:149), analisis pekerjaan adalah cara sistematis mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang isi pekerjaan dan kebutuhan tenaga manusia, serta konteks dimana pekerjaan dilaksanakan. Definisi lain dari Wayne Mondy (2008:95) analisis pekerjaan (job analysis) adalah proses sistematis untuk menentukan keterampilan-keterampilan, tugas-tugas, dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi. Fokus dari analisis pekerjaan yang lebih sempit berpusat pada pengumpulan data dalam cara yang formal dan sistematis tentang apa yang dilakukan orang dalam pekerjaannya. Analisis pekerjaan melibatkan pengumpulan informasi
tentang
karakteristik-karakteristik
membedakannya dari pekerjaan yang lain.
sebuah
pekerjaan
yang
Informasi yang berguna dalam
mendapatkan perbedaan tersebut meliputi: 1) Aktivitas dan perilaku kerja 2) Interaksi dengan orang lain 3) Standar Kinerja 4) Pengaruh finansial dan penganggaran belanja 5) Mesin dan peralatan yang digunakan 6) Kondisi bekerja 7) Pengawasan yang diberikan dan yang diterima 8) Pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan. (Robert L. Mathis:2004, hal 200)
10
ANALISIS PEKERJAAN Metode
Sumber Data
Diadakan oleh
Analis Pekerjaan (SDM) Konsultan dari Luar Spervisor/Manajer
Kuesioner Wawancara Observasi Buku Harian/Catatan
Karyawan Pengawasan Manajer Analis Pekerjaan
Digunakan untuk
Deskripsi Pekerjaan
Spesifikasi Pekerjaan
Digunakan untuk
EEA/ADA Perencanaan SDM Kompensasi Pelatihan Seleksi Perekrutan
Manajemen Kinerja Kesehatan, keselamatan, dan kamanan Hubungan Karyawan/tenaga kerja
Gambar 2.1. Analisis Pekerjaan dalam Perspektif Sumber: Buku Human Resource Management, Robert L. Mathis (2006:2001) Informasi yang dihasilkan oleh analisis pekerjaan mungkin berguna dalam perancangan ulang pekerjaan, tetapi tujuan utamanya adalah mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut seperti yang ditugaskan. Dokumen-dokumen yang merangkum unsur-unsur yang diidentifikasikan selama berlangsungnya analisis pekerjaan adalah deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. Proses analisis pekerjaan harus dilaksanakan dengan cara yang logis, dengan mengikuti praktik manajemen dan psikometrika profesional yang benar. 11
Analisis pekerjaan mempunyai fokus lebih sempit, yaitu sistem formal mengumpulkan data tentang apa yang dikerjakan orang dalam pekerjaan. Informasi yang dihasilkan analisis pekerjaan dapat berguna dalam desain ulang pekerjaan, tetapi fokus utamanya untuk mendapatkan pengertian yang jelas tentang apa yang dilakukan dalam pekerjaan dan kemampuan apa yang diperlukan untuk mengerjakan sesuai dengan desainnya. Dokumen menggambarkan elemen yang teridentifikasi selama analisis pekerjaan adalah uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. b. Tujuan Analisis Pekerjaan Tujuan Analisis Pekerjaan adalah memberikan jawaban atas enam pertanyaan penting: 1) Tugas-tugas mental dan fisik apa sajakah yang dilaksanakan karyawan? 2) Kapan pekerjaan tersebut diselasaikan? 3) Di mana pekerjaan tersebut diselesaikan? 4) Bagaimana karyawan melaksanakan pekerjaannya? 5) Mengapa pekerjaan tersebut perlu dijalankan? 6) Persyaratan apa yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan tersebut? (Wayne Mondy: 2008, hal 95) Hal
ini
sejalan
dengan
pernyataan
yang
dikutip
dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Job_analysis, diakses tanggal 1 Oktober 2011 sebagai berikut: Job Analysis is the process of describing and recording aspects of jobs and specifying the skills and other requirements necessary to perform the job. One of the main purpose of conducting job analysis is to prepare job description and job specification which in turn helps to hire the right quality of workforce into the organization. The general purpose of job analysis is to document the requirements of a job and the work performed. Job and task analysis is performed as a basis for later improvements, including: definition of a job domain; describing a job; developing performance appraisals, selection systems, promotion criteria, training needs assessment, and compensation plans. (Job Analysis adalah proses menggambarkan dan merekam aspek pekerjaan dan menentukan ketrampilan dan persyaratan lainnya yang diperlukan untuk
12
melakukan pekerjaan. Salah satu tujuan utama melakukan analisis jabatan adalah untuk mempersiapkan deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan yang pada gilirannya membantu untuk menyewa kualitas hak tenaga kerja dalam organisasi. Tujuan umum analisis pekerjaan adalah untuk mendokumentasikan persyaratan pekerjaan dan pekerjaan yang dilakukan. Pekerjaan dan analisis tugas dilakukan sebagai dasar untuk perbaikan nanti, termasuk: definisi dari sebuah domain kerja; menggambarkan pekerjaan, mengembangkan penilaian kinerja, sistem seleksi, kriteria promosi, pelatihan penilaian kebutuhan, dan rencana kompensasi. Analisis pekerjaan memberikan ringkasan mengenai kewajiban dan tanggung jawab suatu pekerjaan, hubungannya dengan pekerjaan lainnya, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, dan lingkungan kerja dimana pekerjaan tersebut dijalankan.Fakta-fakta pekerjaan dikumpulkan, dianalisis, dan dicatat, sesuai dengan apa adanya pekerjaan tersebut, dan bukan bagaimana searusnya pekerjaan tersebut. Analisis pekerjaan dilaksanakan setelah pekerjaan dirancang, karyawan dilatih dan pekerjaan dijalankan. c. Manfaat analisis pekerjaan Manfaat analisis pekerjaan adalah sebagai berikut: 1) Penarikan, seleksi dan penempatan karyawan 2) Sebagai petunjuk dasar dalam menyusun program latihan dan pengembangan 3) Menilai kinerja/pelaksanaan kerja 4) Memperbaiki cara bekerja karyawan 5) Merencanakan organisasi agar memenuhi syarat/memperbaiki struktur organisasi sesuai beban dan fungsi jabatan. 6) Merencanakan dan melaksanakan promosi serta transfer karyawan 7) Merencanakan fasilitas da perlengkapan kerja bagi karyawan 8) Bimbingan dan penyuluhan karyawan. (Sedarmayanti: 2008, hal 152) d. Alasan Melaksanakan Analisis Pekerjaan Sebagaimana ditunjukkan pada gambar di bawah, data diperoleh dari analisis pekerjaan bisa memiliki pengaruh pada hampir seluruh aspek manajemen sumber daya manusia.
13
1) Penyedia Staf Seluruh aspek penyediaan staf (staffing) akan kacau jika perekrut tidak mengetahui syarat-syarat yang diperlukan untuk menjalankan berbagai pekerjaan. Penggunaan utama data analisis pekerjaan ditemukan pada aspek perencanaan sumber daya manusia. 2) Pelatihan dan Pengembangan Informasi
diskripsi
pekerjaan seringkali
terbukti
bermanfaat
dalam
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Jika informasi tersebut mengatakan bahwa pekerjaan tertentu membutuhkan pengetahuan, keterampilan, atau kemampuan khusus, dan orang yang mengisi posisi tersebut tidak memiliki seluruh persyaratan yang dibutuhkan, pelatihan dan/atau pengembangan mungkin diperlukan. 3) Penilaian Kinerja Para karyawan harus dievaluasi berdasarkan seberapa baik mereka menyelesaikan tugas yang ditetapkan dalam deskripsi pekerjaan mereka dan tujuan-tujuan spesifik lain yang telah ditentukan. 4) Kompensasi Dalam bidang kompensasi, sangatlah bermanfaat untuk mengetahui nilai relative pekerjaan tertentu bagi organisasi sebelum ditetapkan nilai uang yang pantas untuk pekerjaan tersebut. 5) Keselamatan dan Kesehatan Informasi yang diperoleh dari analisis pekerjaan juga bermanfaat dalam mengidentifikasi masalah-maslah keselamatan dan kesehatan. Sebagai contoh, para karyawan perlu memberi pernyataan apakah suatu pekerjaan mengandung bahaya atau tidak. Deskripsi/spesifikasi pekerjaan harus mencerminkan kondisi tersebut. 6) Hubungan Kekaryawanan dan Perburuan Informasi analisis pekerjaan juga penting dalam hubungan kekaryawanan dan perburuhan. Ketika para karyawan dipertimbangkan untuk promosi, transfer, atau demosi, deskripsi pekerjaan memberikan standar evaluasi dan perbandingan bakat
14
7) Pertimbangan Legal Analisis pekerjaan yang dipersiapkan dengan baik terutama penting untuk menunjang legalitas dari praktik-praktk kekaryawanan. Data analisis pekerjaan
dibutuhkan
untuk
mempertahankan
keputusan-keputusan
yang
melibatkan pemberhentian, promosi, transfer dan demosi. e. Tahap dalam Proses Analisis Pekerjaan I.
II.
III.
Merencanakan Analisis Pekerjaan a. Mengidentifikasi sasaran analisis pekerjaan b. Mendapatkan dukungan menajemen puncak
Mempersiapkan dan Memperkenalkan Analisis Pekerjaan a. Mengidentifikasi pekerjaan dan metodologi b. Mengkaji dokumentasi pekerjaan yang ada c. Mengkomunikasikan proses kepada pimpinan dan karyawan
Melakukan Analisis Pekerjaan a. Mengumpulkan data analisis pekerjaan b. Mengkaji dan menyusun data
IV. Mengembangkan uraian Pekerjaan dan Spesifikasi Pekerjaan a. Mengkonsep uraian dan spesifikasi pekerjaan b. Mengkaji konsep dengan pimpinan dan karyawan c. Mengidentifikasi rekomendasi d. Memfinalkan uraian dan rekomendasi pekerjaan
V. Mempertahankan dan Memperbaharui Deskripsi Pekerjaan dan Spesifikasi Pekerjaan. a. Memutakhirkan uraian dan spesifikasi pekerjaan sesuai perubahan organisasi b. Secara berkala mengkaji ulang semua pekerjaan.
Gambar 2.2. Tahap dalam Proses Analisis Pekerjaan Sumber: Buku Human Resource Management,Robert L. Mathis (2006:208)
Analisis pekerjaan dilaksanakan pada tiga saat. Pertama, pada saat organisasi didirikan dan program analisis pekerjaan dimulai untuk pertama kalinya. Kedua, ketika tercipta pekerjaan-pekerjaan baru. Ketiga, ketika pekerjaan berubah secara signifikan akibat adanya teknologi, metode, prosedur, 15
atau sistem yang baru.
Analisis pekerjaan paling sering dilaksankan akibat
adanya perubahan-perubahan dalam karakteristik pekerjaan. Informasi analisis pekerjaan digunakan untuk mempersiapkan deskripsi pekerjaan maupun spesifikasi pekerjaan.
2.1.3. Job Description (Deskripsi pekerjaan) Deskripsi pekerjaan adalah dokumen yang memberikan informasi berkenaa dengan tugas-tugas, kewajiban-kewajiban, dan tanggungjawab dari suatu pekerjaan (Mondy, 2008:95). Informasi yang diperoleh melalui analisis pekerjaan penting untuk penyusunan deskripsi pekerjaan. Deskripsi-deskripsi pekerjaan harus memberikan pernyataan yang ringkas mengenai apa yang diharapkan untuk dikerjakan para karyawan dalam pekerjaan, bagaimana mereka mengerjakannya, dan kondisi-kondisi di mana tugas-tugas dijalankan. Deskripsi pekerjaan yang ringkas menutup kemungkinan terdengarnya ucapan “ini bukan pekerjaan saya” Di antara item-item yang dimasukan dalam deskripsi pekerjaan terdapat: 1) Tugas-tugas yang dikerjakan 2) Persentase waktu yang dialokasikan untuk setiap tugas 3) Standar-standar kinerja yang harus dicapai 4) Kondisi-kondisi kerja dan bahaya yang mungkin terjadi 5) Jumlah karyawan yang menjalankan pekerjaan dan kepada siapa mereka melapor. 6) Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan dalam pekerjaan. Muatan-muatan deskripsi pekerjaan bervariasi, tergantung pada tujuan penggunaannya. Bagian-bagian berikut ini berfokus pada bagian-bagian deskripsi pekerjaan. a. Identifikasi Pekerjaan Bagian identifikasi pekerjaan mencakup nama pekerjaan, departemen, hubungan pelaporan, dan nomor atau kode pekerjaan. Nama pekerjaan yang baik dapat memberikan perkiraan yang tepat mengenai karakteristik muatan
16
pekerjaan dan akan membedakan satu pekerjaan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya. b. Tanggal Analisis Pekerjaan Tanggal analisis pekerjaan dicantumkan pada deskripsi pekerjaan untuk mengidentifikasi
perubahan-perubahan
pekerjaan
yang
akan
membuat
deskripsi tersebut usang. Hal tersebut memastikan adanya peninjauan berkala terhadap muatan pekerjaan dan meminimalkan jumlah deskripsi pekerjaan yang sudah usang. c. Ringkasan Pekerjaan Ringkasan pekerjaan memberikan tinjauan singkat mengenai pekerjaan. Ringkasan pekerjaan biasanya berupa paragraph pendek yang menguraikan muatan pekerjaan. d. Tugas yang dikerjakan Bagian utama deskripsi pekerjaan menguraikan tugas-tugas utama yang harus dikerjakan. Biasanya, satu kalimat yang dimulai dengan kata kerja (seperti menerima, menjalankan, menyusun, atau merakit) akan secara efektif penting bisa disajikan pada bagian terpisah untuk memudahkan perusahaan/organisasi dalam mematuhi Americans with Disabilities. e. Spesifikasi Pekerjaan Spesifikasi pekerjaan didefinisikan sebagai dokumen yang berisi kualifikasikualifikasi minimum yang harus dimiliki seseorang untuk dapat menjalankan pekerjaan tertentu. Spesifikasi pekerjaan harus selalu mencerminkan kualifikasi yang minimum, bukan yang ideal, untuk menjalani pekerjaan tertentu. Beberapa masalah bisa timbul jika spesifikasi dibesar-besarkan. Pertama, jika spesifikasi ditetapkan terlalu tinggi sehingga secara sistematis menyingkirkan kaum minoritas dan wanita dari pertimbangan untuk mengisi pekerjaanpekerjaan, organisasi menghadapi resiko mendapatkan gugatan deskriminasi. Kedua, Biaya-biaya kompensasi akan meningkat karena para kandidat yang ideal harus diberi imbalan lebih tinggi dibandingkan para kandidat dengan keterampilan minimum. Ketiga, lowongan-lowongan pekerjaan akan lebih sulit
17
terisi karena kandidat yang ideal lebih sulit ditemukan dibandingkan kandidat berkualifikasi minimum. Informasi deskripsi pekerjaan seringkali terbukti bermanfaat dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Jika informasi
tersebut
mengatakan bahwa pekerjaan tertentu membutuhkan
pengetahuan, keterampilan, atau kemampuan khusus, dan orang yang mengisi posisi tersebut tidak memiliki seluruh persyaratan yang dibutuhkan, pelatihan dan/atau pengembangan ungkin diperlukan. Pelatihan harus diarahkan untuk membantu para karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan dalam melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan dalam deskripsi pekerjaan Untuk lebih jelasnya disajikan dalam pada gambar berikut ini:
18
Perenc. SDM Perekrutan
Tugas
Tanggung Jawab
Seleksi
Kewajiban
Pelatihan dan Pengembangan Deskripsi Pekerjaan
Penilaian Kinerja
Analisis Pekerjaan
Kompensasi Spesifikasi Pekerjaan
Pengetahuan
Keterampilan
Keselamatan dan Kesehatan
Kemampuan
Hub. Kekaryawanan dan Ketenagakerjaan
Pertimbangan Hukum
Analisis Pekerjaan Untuk Tim
Gambar 2.3. Analisis Pekerjaan:Perangkat Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber: Buku Manajemen Sumber Daya Manusia,R. Wayne Mondy (2008:96)
2.1.4. Analisis Kebutuhan Diklat Rosset dan Arwady dalam Modul Analisis Kebutuhan Diklat (Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur, 2010) menyebutkan bahwa
19
Training Needs Assessment (TNA adalah istilah yang dipergunakan dalam analisis untuk memahami permasalahan kinerja atau permasalahan yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru. Dinyatakan oleh Rosset bahawa Training Needs Assessment yang selanjutnya disebut analisis kebutuhan diklat seringkali disebut pula sebagai analisis permasalahan, analisis pra-diklat, analisis kebutuhan atau analisis pendahuluan. Analisis kebutuhan mengambil peran yang penting dalam menyajikan informasi sebagai tahap usaha, mengenai apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja. Terdapat empat tujuan dari pelaksanaan analisis kebutuhan yaitu mencapai kinerja yang optimal, untuk mengetahui kinerja aktual, untuk mengetahui apa yang dirasakan oleh si belajar mengenai topik pelatihan, untuk mengetahui penyebab timbulnya permasalahan kinerja yang mencakup empat hal yaitu: 1) Kekurangan ketrampilan, keahlian atau pengetahuan; 2) Adanya perubahan lingkungan; 3) Tidak ada atau sedikitnya insentif; 4) Karyawan tidak termotivasi yang bisa disebabkan karena faktor nilai atau kepercayaan Sementara itu menurut Kaufman (Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur, 2010) menyatakan bahwa suatu analisis kebutuhan harus mencakup sekurag-kurangnya tiga karakteristik sebagai berikut: 1) Data harus menyaikan kondisi actual si belajar dan orang-orang yang terkait, baik tu mencakup kondisi saat ini maupun kondisi mendatang; 2) Tidak ada analisis kebutuhan yang bersefat final dan lengkap. Kita harus menyadari bahwa pernyataan tentang kebutuhan bersifat tentatif/sementara; 3) Ketimpangan seharusnya diidentifikasi dari produk dan bukanya mengenai proses. Analisis kebutuhan diklat memiliki kaitan yang erat dengan perencanaan diklat. Perencanaan yang paling baik didahului dengan mengidentifikasikan kebutuhan. Perencanaan sistem pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari masalah karena dengan adanya masalah tersebut diperlukan perencanaan sistem
20
pembelajaran. Dalam kaitan tersebut, yang dimaksud dengan perencanaan adalah suatu proyeksi dari tindakan untuk mencapai tujuan, dengan elemen-elemen sebagai berikut: 1) Identifikasi dan pendokumentasian kebutuhan; 2) Memilih masalah yang terdokumentasi tersebut untuk djadikan prioritas tindakan; 3) Merinci hasil-hasil yang diharapkan dapat dicapai dari pemilihan kebutuhan tersebut; 4) Mengidentifikasikan hal-hal yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah 5) Menguatkan hal-hal yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah; 6) Mengidentifikasikan alternatif dan peralatan yang memungkinkan untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian, analisis kebutuhan diklat merupakan tahapan pertama dari perencanaan. Perencanaan senantiasa diawali dengan mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan. Hasil dari analisis kebutuhan merupakan masukan utama dalam proses perencanaan. Dalam bidang kediklatan, maka hasil analisis kebutuhan diklat merupakan masukan dalam merencanaan diklat.
2.2.
LANDASAN KONSTITUSI PENGEMBANGAN SDM PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR Dalam
Penyusunan
Pedoman
Analisis
Kebutuhan
Diklat
perlu
memperhatikan beberapa Peraturan Perundangan tentang Pendidikan dan Pelatihan, diantaranya adalah : 1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian 2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. 4) Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS
21
Dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 5) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah 6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah 7) Surat Menteri Dalam Negeri Tanggal 7 April 2009 Nomor 890/1189/SJ perihal Pembinaan Diklat 8) Keputusan Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Teknik Analisis Kebutuhan Diklat (Training Needs Assesment/TNA)
2.3. TUJUAN PENGEMBANGAN SDM PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR Pengembangan SDM Pemerintah Provinsi Jawa Timur adalah dalam rangka pencapaian visi dan pelaksanaan misi pembangunan SDM di Jawa Timur sebagaimana yang dimaksud dalam RPJP Jawa Timur 2005 – 2025. Visi pembangunan jangka panjang Jawa Timur adalah ”Pusat Agrobisnis Terkemuka, Berdaya Saing Global dan Berkelanjutan Menuju Jawa Timur Makmur dan Berakhlak”. Berdasarkan visi tersebut, maka misi pembangunan Jawa Timur 20 Tahun kedepan dalam bidang SDM adalah: Mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang Handal, Berakhlak Mulia dan Berbudaya, dicapai dengan cara meningkatkan kualitas masyarakat Jawa Timur yang berakhlak, berpendidikan, berdaya, inovatif, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (1992) adalah
dapat
ditingkatkannya
kemampuan,
keterampilan
dan
sikap
karyawan/anggota organisasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun tujuan organisasi. Sedangkan menurut Manullang (1980), tujuan pengembangan pegawai sebenarnya sama dengan
22
tujuan latihan pegawai. Sesungguhnya tujuan latihan atau tujuan pengembangan pegawai yang efektif, adalah untuk memperoleh tiga hal yaitu : 1) menambah pengetahuan 2) menambah ketrampilan 3) merubah sikap Menurut Schuler (1992), manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia yaitu : a. Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk, dalam hal ini kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini, yang dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk dapat mencapai efektivitas kerja yang diharapkan oleh organisasi. b. Meningkatkan produktivitas, dengan mengikuti kegiatan pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan ketrampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan mereka. Dengan semikian diharapkan juga secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas kerjanya. c. Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja, dengan semakin banyaknya ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan adanya perubahan yang terjadi dilingkungan organisasi. Misalnya bila organisasi memerlukan pegawai dengan kualifikasi tertentu, maka organisasi tidak perlu lagi menambah pegawai yang baru, oleh karena pegawai yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut. d. Meningkatkan komitmen karyawan, dengan melalui kegiatan pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi yang baik tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan komitmen kerja pegawai serta dapat memotivasi mereka untuk menampilkan kinerja yang baik. e. Mengurangi turn over dan absensi, bahwa dengan semakin besarnya komitmen pegawai terhadap organisasi akan memberikan dampak terhadap adanya pengurangan tingkat turn over absensi. Dengan demikian juga berarti meningkatkan produktivitas organisasi.
23
Jika disimak dari pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengembangan pegawai, pada umumnya adalah sebagai berikut : (1) Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien. (2) Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai. (3) Agar pegawai lebih cepat berkembang. (4) Menstabilisasi pegawai. Secara umum manfaat dari pengembangan pegawai dapat dilihat dalam dua sisi yaitu :
A. Dari sisi individu pegawai, yang memberi manfaat sebagai berikut : 1) Menambah pengetahuan terutama penemuan terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan, misalnya prinsip-prinsip dan filsafat manajemen yang terbaik dan terakhir. 2) Menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu sekaligus memperbaiki cara-cara pelaksanaan yang lama. 3) Merubah sikap. 4) Memperbaiki atau menambah imbalan/balas jasa yang diperoleh dari organisasi tempat bekerja. B. Dari sisi organisasi, pengembangan pegawai dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1) Menaikkan produktivitas pegawai. 2) Menurunkan biaya. 3) Mengurangi turn over pegawai 4) Kemungkinan
memperoleh
keuntungan
yang
lebih
besar,
karena
direalisirnya ketiga manfaat tersebut terlebih dahulu. (sumber:
http://chevichenko.wordpress.com/2009/11/26/tujuan-dan-manfaat-
pengembangan-sumber-daya-manusia, diakses 27 Juli 2011) Tujuan pengembangan SDM lain yang perlu dikembangkan adalah pentingnya soft skills bagi para pegawai/usahawan. Bila sejak awal mereka dibekali dengan pengetahuan tentang soft skills yang cukup dan bahkan sudah terbiasa mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari maka peluang mereka
24
untuk menjadi orang sukses akan semakin besar. Berdasarkan hasil beberapa jajak pendapat (tracer study) yang dilakukan perguruan tinggi di Indonesia, kompetensi lulusan pendidikan formal di dunia kerja dibagi dua aspek. Pertama, aspek teknis berhubungan dengan latar belakang keahlian atau keahlian yang diperlukan di dunia kerja. Kedua, aspek non teknis mencakup motivasi, adaptasi, komunikasi, kerjasama tim, pemecahan persoalan, manajemen stres dan kepemimpinan dan sebagainya. Masing-masing dunia usaha/industri/institusi dapat memberikan sederet kompetensi teknis maupun non teknis yang berbeda. Namun, pada umumnya jenis kompetensi non teknis lebih banyak dibandingkan dengan kompetensi teknis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada, ada 23 atribut softskills yang dominan di lapangan kerja. Ke 23 atribut tersebut diurut berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja, yaitu: Tabel 2.1 23 Atribut Soft Skill 1 Inisiatif 2 Etika/integritas 3 Berfikir kritis 4 Kemauan belajar 5 Komitmen 6 Motivasi 7 Bersemangat 8 Dapat diandalkan 9 Komunikasi lisan 10 Kreatif 11 Kemampuan analiti2 12 Dapat mengatasi stres Sumber: Illah Saillah, 2003.
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Manajemen diri Menyelesaikan persoalan Dapat meringkas/menyimpulkan Berkooperasi Fleksibel Kerja dalam tim Mandiri Mendengarkan Tangguh Berargumentasi logis Manajemen waktu
Dalam rangka mengembangkan atribut soft skills, diperlukan evaluasi diri dari setiap orang guna mengatahui kekuatan mana yang dimiliki saat ini, sekaligus kelemahannya. Para karyawan diberi lembar kuesioner yang berisi atribut soft skills. Lalu mengisinya dengan memberi tanda mana yang sudah merasa cukup mereka miliki dan mana yang masih perlu dikembangkan. Atribut yang paling
25
banyak muncul di daftar sehingga terlihat atribut mana yang memiliki modus tertinggi untuk dikembangkan. Lalu kantor di mana karyawan itu berada meninjau program pengembangan SDM-nya, dan berupaya untuk memadukan antara harapan karyawan, harapan lembaga, dan sumberdaya yang dimiliki. Dengan demikian akan terpilih beberapa atribut yang perlu dan penting dikembangkan untuk para karyawannya.
2.4.
PROSES PENGEMBANGAN SDM PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR Pelatihan dan pengembangan (training and development) adalah jantung
dari upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi karyawan dan kinerja organisasi. Pelatihan memberi para pembelajar pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan mereka saat ini. Disisi lain mengembangan melibatkan pembelajaran yang melampaui pekerjaan saat ini dan memiliki fokus lebih jangka panjang. Pengembangan mempersiapkan para karyawan untuk tetap sejalan dengan perubahan dan pertumbuhan organisasi. Aktivitas-aktivitas pelatihan dan pengembangan memiliki potensi untuk menyelaraskan para karyawan dengan dengan strategi-strategi perusahaan mereka. Beberapa manfaat strategis yang mengkin diperoleh dari pelatihan dan pengembangan mencakup kepuasan karyawan, meningkatkannya semangat tingkat retensi yang lebih tinggi, turnover yang lebih rendah, perbaikan dalam penarikan karyawan, hasil akhir yang lebih baik, dan kenyataan bahwa para karyawan yang puas akan menghasilkan para pelanggan yang puas. (Wayne Mondy, 2008:2010) Reformasi terhadap kualitas pegawai (sumber daya manusia) merupakan bagian dari reformasi pemerintahan dalam rangka mengarah pada pencapaian good govermance. Upaya yang dapat dilakukan melalui sistem manajemen kinerja, tidak hanya pada staf akan tetapi menyeluruh dari pegawai jajaran kepemimpinan sampai dengan pegawai pada tingkat operasional. Salah
satu
aspek
manajemen
kinerja
adalah
bagaimana
sistem
pengembangan pegawai dikelola dalam kemasan Diklat supaya benar-benar sesuai
26
dengan fungsinya, yakni mampu memberikan efek positif pada peningkatan kinerja di lingkungan organisasinya. Perubahan-perubahan besar dalam lingkungan eksternal dan internal yang ada di Provinsi Jawa Timur mendorong perubahan dari segi pelayanan dan tuntutan. Proses umum pelatihan dan pengembangan yang mengantisipasi atau merespon perubahan ditunjukkan pada gambar berikut ini: LINGKUNGAN EKSTERNAL LINGKUNGAN INTERAL
Tentukan Kebutuhan yang Spesifik
Tetapkan tujuan yang spesifik
Pilih metode dan sistem
penyampaian
Implementasikan program
Evaluasi Program
Gambar 2.4: Proses Pelatihan dan Pengembangan Sumber: Mondy, 2004:214
Proses pelatihan dan pengembangan seperti terlihat dalam gambar diatas memuat langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menentukan kebutuhan-kebutuhan spesifik pelatihan dan pengembangan. Pendekatan
sistematis
untuk
menemukan
kebutuhan-kebutuhan
yang
27
sebenarnya
harus
dilakukan
Kebutuhan-kebutuhan
pelatihan
dan
pengembangan bisa ditentukan dengan melakukan analisis pada beberapa level. 2) Menetapkan Tujuan-tujuan Spesifik Pelatihan dan Pengembangan. Pelatihan dan pengembangan harus memiliki tujuan-tujuan yang jelas dan ringkas serta dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa tujuan-tujuan tersebut, tidak mungkin merancang program-program pelatihan dan pengembangan yang bermanfaat. 3) Metode-metode
Pelatihan
dan
Pengembangan.
Institusi/lembaga
menggunakan sejumlah metode untuk menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan kepada angkatan kerjanya dan biasanya dengan lebih dari satU metode, disebut pelatihan campuran (blended training), digunakan untuk menyampaikan pelatihan dan pengembangan. 4) Mengimplementasikan Program Pelatihan dan Pengembangan. Program pelatihan dirumuskan secara sempurna akan gagal jika manajemen tidak mampu meyakinkan para peserta akan manfaat-manfaatnya. Para peserta harus yakin bahwa program tersebut memiliki nilai dan akan membantu mereka mencapai tujuan-tujuan pribadi dan profesional mereka. Serangkaian panjang program-program sukses tentunya akan meningkatkan kredibilitas peltihan dan pengembangan. 5) Evaluasi Program. Tiga tujuan evaluasi mencakup: memutuskan perlunya melanjutkan suatu program, memutuskan perlunya memodifikasi suatu program, dan menentukan nilai dari pelatihan.
28
BAB III ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT
Pelaksanaan tugas dan/atau pekerjaan dalam suatu organisasi atau Unit Kerja, umumnya diorientasikan pada upaya untuk mencapai tujuan dan/atau sasaran dan/atau kinerja tertentu. Dalam proses pencapaian tujuan dan/atau sasaran dan/atau kinerja yang dimaksud, pelaksana tugas dan/atau pekerjaan hampir pasti dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal organisasi dan/atau Unit Kerjanya. Konsekuensi logisnya, pada saat atau diakhir pelaksanaan tugas dan/atau pekerjaan yang dimaksud sering kali terjadi adanya kesenjangan antara kinerja yang diharapkan (standar dan/atau target kinerja) dengan kinerja yang dapat direalisir. Kondisi demikian itu, dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah apa yang sering disebut dengan Six M (6) M, yakni: Man, Money, Material, Metode, Machine, dan Market. Bilamana kekurangan kemampuan SDM yang menjadi penyebab terjadinya kesenjangan kinerja dalam suatu organisasi, maka satu diantara beberapa solusinya adalah melaksanakan program pengembangan SDM, misalnya dengan melaksanakan program Diklat. Penyelenggaraan program Diklat di lingkungan Pemerintahan Daerah, adalah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah. Untuk mengefektifkan dan mengefisienkan penyelenggaraan program Diklat yang dimaksud, diperlukan adanya proses analisis dalam rangka menetapkan kebutuhan Diklat sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan Ketua Lembaga Administrasi Negara Nomor 1594/IX/6/4/1997 tentang Pedoman Penyusunan Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil, dan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan.
29
3.1.
ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT AKD adalah serangkaian proses yang sistematis dalam menganalisis
kesenjangan dan/atau perbedaan antara standar kinerja (kinerja yang diharapkan) dengan kinerja nyata (kinerja yang dimiliki atau kinerja yang dapat direalisir) Unit Organisasi atau individu SDM. Proses AKD tersebut juga diorientasikan pada upaya untuk mengetahui kesenjangan (gap) antara standar kompetensi SDM dengan kinerja SDM yang terjadi, dan untuk mencari suatu solusi yang diperlukan untuk mengisi kesenjangan tersebut. Dengan kata lain, AKD adalah merupakan proses untuk mengidentifikasi
akar penyebab ketidakefisienan
dan/atau
ketidakeffektifan yang terjadi dalam pelaksanaan tugas dan/atau pekerjaan. Secara umum, relatif rendahnya kinerja SDM atau terjadinya kesenjangan antara standar kompetensi SDM dengan kinerja SDM dapat diakibatkan oleh 3 (tiga) kondisi SDM berikut, yakni: a. Seseorang tidak punya kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang dimaksud; b. Seseorang tidak mau melakukan pekerjaan yang dimaksud; dan c. Seseorang tidak tahu cara melakukan atau tidak mampu melaksanakan pekerjaan yang dimaksud. Jika kondisi SDM yang pertama dan kedua yang menjadi penyebab terjadinya kesenjangan antara standar kompetensi SDM dengan kinerja SDM, maka Diklat bukan solusi yang tepat, tetapi jika kondisi SDM ketiga yang menjadi penyebab terjadinya kesenjangan antara standar kompetensi SDM dengan kinerja SDM, maka Diklat merupakan solusi yang tepat. Dalam rangka atau upaya: (i) Mendesain program Diklat yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diinginkan; (ii) Mendesain program Diklat yang tepat sehingga mampu memenuhi kebutuhan kompetensi SDM dari Unit Kerja pengguna Diklat atau Unit Kerja yang memerlukan program Diklat untuk SDMnya; dan (iii) Mendesain program Diklat yang mampu merealisir hasil penyelenggaraan Diklat yang effektif (tepat guna) dan efisien (berhasil guna), proses
identifikasi
penyebab
terjadinya
ketidak-efisienan
dan/atau
ketidakeffektifan dalam pelaksanaan tugas dan/atau pekerjaan menjadi penting. 30
Contoh kasus: Pertama, dimana terjadi penurunan produktivitas atau kinerja pegawai, selanjutnya organisasi atau Unit Kerja tempat pegawai tersebut bekerja atau dipekerjakan, mengikut-sertakan pegawai tersebut dalam suatu program Diklat tanpa didasari dengan AKD, maka kemungkinan besar pegawai yang bersangkutan tidak mengalami perubahan atau peningkatan produktivitas setelah selesai mengikuti program Diklat yang dimaksud. Hal ini mungkin terjadi karena penurunan produktivitas pegawai tersebut bukan akibat dari kurangnya kompetensi, tetapi mungkin karena akibat faktor lain, misalnya beban kerja yang berlebihan atau sebab lain. Kedua,
ketika desain suatu program Diklat tanpa diawali dengan AKD, ternyata Diklat tersebut tidak mampu memenuhi kompetensi SDM yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna Diklat atau Unit Kerja yang mendiklatkan SDMnya. Dampak selanjutnya dapat berujung pada ketidak-mauan Unit Kerja pengguna Diklat untuk mengikutkan SDMnya dalam program Diktat yang diselenggarakan oleh Unit Kerja Pengelola Diklat dan/atau mereka mencari penyelenggara Diklat lain akibat ketidaktepatan Unit Kerja pengelola Diklat dalam mendesain program Diklkat atau akibat ketidak-mampuan Unit Kerja pengelola Diklat untuk memenuhi kebutuhan kompetensi SDM dari Unit Kerja pengguna Diklat.
Mengacu pada dua contoh kasus di depan, dapat dikatakan bahwa proses AKD adalah sangat urgen dalam penyelenggaraan suatu program Diklat. Dengan AKD akan memungkinkan Unit Kerja pengelola Diklat dapat mengetahui penyebab terjadinya kesenjangan kinerja, maksudnya: apakah kesenjangan kinerja disebabkan oleh kurangnya kompetensi SDM atau disebabkan oleh hal lainnya. Selanjutnya, jika kesenjangan kinerja tersebut disebabkan oleh kurangnya kompetensi SDM, maka akan menjadi tantangan besar bagi Unit Kerja penyelenggara atau pengelola Diklat untuk mendesain program Diklat yang tepat
31
dan/atau mampu memenuhi kebutuhan kompetensi SDM dari Unit Kerja pengguna Diklat dan/atau untuk mendesain program Diklat yang mampu merealisir atau mencapai maksud dan tujuan Diklat tersebut secara efektif dan efisien. Secara umum, hal-hal yang dapat dijadikan indikator tentang perlunya atau urgennya AKD, diantaranya adalah: 1)
Keluhan stakeholders;
2)
Penggunaan waktu kurang efisien;
3)
Mutu kerja rendah;
4)
Pekerjaan tidak teratur;
5)
Tidak ada standar kinerja;
6)
Tidak ada pengukuran kinerja;
7)
Terjadi penurunan kinerja;
8)
Pekerjaan menumpuk;
9)
Terjadi "bottleneck" antara kompetensi standar dengan aktual yang dimiliki;
10) Motivasi kerja menurun; 11) Terjadinya konflik internal dan eksternal; 12) Disiplin kerja menurun; 13) Pekerjaan tertumpu pada satu pegawai; 14) Ketergantungan pada satu Bagian/Bidang tertentu; 15) Perluasan dan pendirian organisasi baru; 16) Rencana penerimaan (recruiting) pegawai; 17) Rencana pensiun; 18) Identifikasi kompetensi pegawai baru; 19) Identifikasi kompetensi pegawai yang dipindahkan; 20) Promosi; 21) Penggunaan peralatan baru; 22) Prosedur baru; 23) Standar baru; 24) Tambahan tanggung jawab; 25) Pemeliharaan standar.
32
Beberapa
pertimbangan
lain
yang
mutlak
diperlukan
untuk
menyelenggarakan AKD, adalah : a. Komitmen organisasi terhadap peningkatan kualitas SDM; b. Komitmen Pihak-pihak yang bertanggung jawab atas AKD serta pihak-pihak yang terlibat dalam AKD; dan c. Waktu, sumber daya dan biaya.
3.2.
TAHAPAN ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT Tahapan atau langkah-langkah dalam melakukan analisis kebutuhan Diklat
adalah sebagaimana yang tersebut dalam gambar berikut:
Perumusan Masalah
Perumusan Tujuan
Pengembangan Instrumen
Pengumpulan Data
Pelaporan
Interpretasi Data
Pengolahan Data
Gambar 3.1: Tahapan Analisis Kebutuhan Diklat Sumber: Kementerian Keuangan, 2011.
Gambar di atas menunjukkan bahwa, tahapan AKD diawali dengan perumusan masalah AKD, dilanjutkan dengan perumusan tujuan AKD. Setelah perumusan masalah dan tujuan AKD, perancangan AKD dilanjutkan dengan penyusunan, penentuan dan pengembangan instrumen dan metode yang akan digunakan dalam proses AKD. Instrumen yang dapat digunakan adalah: uraian tugas pokok, kompetensi standar kerja, dan kenyataan kompetensi kerja menurut masukan dari atasan (pimpinan), bawahan, teman sejawat, dan sumber lainnya, serta tingkat kesulitan, kepentingan, keseringan dari pekerjaan. Metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data sebagaimana yang dimaksud dalam instrumen, diantaranya adalah: wawancara, survei, observasi lapangan, Focus 33
Group Discussion (FGD) dan lainnya. Tahapan selanjutnya adalah pengolahan dan analisis data dengan teknik analisis yang tepat. Berdasarkan hasil analisis data tersebut, selanjutnya
diinterpretasikan dan dituangkan dalam suatu bentuk
laporan. Model AKD, yang perlu dipertimbangkan untuk digunakan dalam melakukan AKD adalah sebagai berikut: a. Model Internal, menurut model ini kebutuhan Diklat dipandang dari dalam organisasi, dimana aktivitas AKD dimulai dari analisis kesenjangan antara tingkah laku dan keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugas, dibandingkan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. b. Model Eksternal, menurut model ini kebutuhan Diklat dipandang dari luar organisasi, dimana aktivitas AKD dimulai dari analisis manfaat Diklat bagi masyarakat atau Unit Kerja organisasi lainnya. c. Model Gabungan, model ini mengacu pada model sistem organisasi, dimana sesuatu yang terjadi di dalam suatu organisasi tidak dapat lepas dari apa yang terjadi di luar organisasi atau lingkungan eksternal mempengaruhi lingkungan internal organisasi.
3.3.
PROSES ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT Sebagaimana yang telah diuraikan di depan bahwa kebutuhan Diklat pada
dasarnya muncul dari adanya kesenjangan antara standar kompetensi dengan kompetensi yang sedang ada atau sedang dimiliki, dan diperlukan adanya langkah untuk meniadakan atau mengurangi kesenjangan yang dimaksud. Pertanyaan yang muncul dari gejala tersebut adalah apakah kesenjangan tersebut harus ditiadakan atau dikurangi melalui penyelenggaraan Diklat atau bukan Diklat?. Uraian di atas mengindikasikan bahwa ada potensi munculnya kesalahan yang dapat terjadi pada suatu organisasi dalam memanfaatkan lembaga pelatihan ataupun dalam memanfaatkan
bagian
pengembangan
SDM
yang
dimilikinya.
Untuk
meminimalkan potensi kesalahan yang dimaksud diperlukan adanya AKD sebagai langkah awal dalam proses mewujudkan effektifitas dan efisiensi program Diklat, mengingat desain Diklat perlu dan harus disesuaikan dengan kebutuhan Unit
34
Kerja pengguna Diklat, dan manfaat Diklat dapat dirasakan langsung oleh Unit Kerja pengguna program Diklat. Proses AKD diawali dengan analisis kesenjangan kinerja yang terjadi dalam suatu organisasi atau Unit Kerja, jika ditemukan adanya suatu kesenjangan kinerja, maka identifikasi akar masalah adalah tahapan selanjutnya yang harus dilakukan. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menjawab permasalahan “apakah kesenjangan kinerja berasal dari faktor SDM atau faktor non SDM. Jika akar masalah ternyata faktor non SDM, maka perlu adanya penyempurnaan organisasi. Tetapi jika akar masalah berujung pada faktor SDM perlu diteliti lebih jauh apakah dikarenakan faktor kompetensi atau non kompetensi SDM yang dimaksud, kemudian dilanjutkan dengan proses mengkaji upaya untuk meniadakan atau mengurangi kesenjangan antara kinerja yang diharapkan dengan kinerja aktual yang dimiliki. Jika ditemukan bahwa faktor kompetensi SDM sebagai akar masalah kesenjangan kinerja yang ada atau terjadi, maka diperlukan adanya penyusunan laporan AKD yang berisi tentang daftar kompetensi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pegawai. Daftar kompetensi ini adalah merupakan bahan masukan yang akan digunakan dalam merancang program Diktat, agar program Diklat yang dimaksud sesuai atau tepat untuk dipakai mengisi kesenjangan kompetensi yang dimaksud. Dapat dikatakan bahwa Diklat adalah satu dari berbagai macam upaya untuk menutup kesenjangan kinerja yang ada, bilamana faktor penyebabnya adalah lack of competency. Proses atau tahapan Analisis Kebutuhan Diklat yang dimaksud adalah meliputi: Pertama, analisis kesenjangan kinerja Unit Kerja; kedua, identifikasi akar masalah; ketiga, assessment; dan keempat, pembuatan daftar kompetensi yang belum terpenuhi. Penjelasan ringkas dari tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
3.3.1. Analisis Kesenjangan Kinerja Unit Kerja Analisis Kebutuhan Diklat pada dasarnya dimulai dari analisis terhadap capaian kinerja aktual yang dibandingkan dengan standar kinerja yang telah
35
ditetapkan. Beberapa faktor yang berpotensi memunculkan kesenjangan antara kinerja aktual dan standar kinerja, antara lain: a. Pegawai baru; baik karena proses rekrutmen, mutasi, promosi ataupun karena kurangnya pemahaman terhadap tugas; b. Standar kinerja baru; berimplikasi pada prosedur kerja baru maupun penambahan tanggung jawab; c. Terjadinya penurunan kinerja. Potensi kesenjangan juga dapat muncul sebagai konsekuensi dari rencana perubahan strategi organisasi. Perubahan ini sangat mungkin berimplikasi pada perubahan struktur organisasi yang berdampak pada perubahan proses pencapaian tujuan organisasi atau Unit Kerja organisasi dan bermuara pada perubahan kualifikasi SDM yang diperlukan. Secara umum dan/atau operasional, analisis kesenjangan kinerja mencakup analisis terhadap kinerja yang diharapkan dan analisis terhadap kinerja yang sesungguhnya terjadi. Analisis tersebut dapat dirinci sebagai berikut: a. Analisis Terhadap Kinerja yang Diharapkan Bahan yang dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap kinerja yang diharapkan, antara lain: 1) Uraian Jabatan Uraian jabatan atau deskripsi mengenai tugas jabatan yang harus dilaksanakan oleh setiap pemangku jabatan ini terutama digunakan untuk mengukur dan menentukan kualifikasi relatif dari individu untuk dapat memangku dan memenuhi syarat jabatan yang dimaksud. 2) Model Kompetensi Model kompetensi mengandung maksud sebagai suatu rangkaian kompetensi yang penting bagi kinerja yang superior dari sebuah pekerjaan atau sekelompok pekerjaan. Model kompetensi ini memberikan sebuah peta atau arahan yang membantu seseorang untuk memahami cara terbaik dalam upaya mencapai keberhasilan dalam pekerjaan atau memahami cara mengatasi suatu situasi atau masalah tertentu. Model kompetensi dapat membantu pegawai mengenali keahlian, keterampilan, pengetahuan dan karakteristik pribadi yang sangat 36
penting dan dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan kinerja yang superior. 3) Sasaran/Tujuan Organisasi Rincian sasaran dan/atau tujuan suatu Unit Kerja perlu dirinci menjadi sasaran dan/atau tujuan unit-unit kerja dibawahnya atau sasaran dan/atau tujuan masing-masing pekerjaan. Tidak tercapainya suatu sasaran dan/atau tujuan yang telah ditetapkan merupakan indikasi adanya suatu kesenjangan dalam unit kerja yang melaksanakan pekerjaan yang dimaksud. 4) Standar/Measures Merupakan ukuran kinerja yang harus dicapai oleh tiap-tiap pemangku jabatan dalarn melaksanakan pekerjaan. Standar kinerja ini harus dibuat realistis. Pencapaian kinerja individu di bawah standar juga mengindikasikan suatu kesenjangan. 5) Analisis Pekerjaan (Task Analysis) Analisis pekerjaan adalah suatu proses analisis yang berkaitan dengan bagaimana seseorang pelaksana tugas melaksanakan pekerjaannya. Analisis tersebut meliputi analisis tentang: uraian rinci tentang kegiatan yang dilakukan, rentang waktu pekerjaan, frekuensi pekerjaan, alokasi pekerjaan, kompleksitas pekerjaan, kondisi lingkungan, dan faktor-faktor lain yang dibutuhkan bagi seseorang untuk melaksanakan pekerjaannya. Data atau informasi yang diperlukan untuk dapat melaksanakan analisis pekerjaan, diantaranya adalah: informasi tentang individu yang melakukan pekerjaan, deskripsi tentang kondisi lingkungan dimana pekerjaan dilaksanakan, tujuan utama dari pekerjaan, kebutuhan individu yang melaksanakan pekerjaan, uraian pekerjaan dan sub pekerjaan, persyaratan untuk melaksanakan pekerjaan (informasi, komunikasi, dan perlengkapan), dan Standard Operational Procedures (SOP).
b. Analisis Terhadap Kinerja yang Sebenarnya Analisis ini dilakukan dengan melihat fakta empiris di lapangan. Hasil yang diharapkan dari proses ini adalah informasi perihal kinerja aktual yang dimiliki untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk menggali perbedaan antara kinerja yang diharapkan dengan yang sebenarnya terjadi. Untuk melakukan 37
proses analisis terhadap kinerja yang sebenarnya ini, beberapa metode pengumpulan data yang dapat digunakan, diantaranya adalah: 1) Observasi a) Dapat dilakukan secara teknis, seperti studi waktu dan pergerakan atau lebih spesifik secara perilaku. b) Dapat dilakukan secara tidak terstruktur seperti keterlibatan langsung ke area operasional atau secara terstruktur seperti secara formal mengamati seseorang melakukan kegiatan tertentu. 2) Kuesioner a) Merupakan survei atas anggota sampel yang diambil secara acak atau sensus kepada seluruhan anggota populasi. b) Dapat memakai beragam jenis pertanyaan. Dapat diisi sendiri, dikirim melalui pos, dalam kondisi terkontrol atau tidak terkontrol, dan dapat membutuhkan kehadiran seorang penerjemah atau asisten. 3) Focus Group Discussion (FGD) a) Menyerupai wawancara langsung, dapat dalam bentuk terstruktur dan tidak terstruktur, formal dan informal. b) Dapat difokuskan pada analisis peran kerja, analisis masalah kelompok, dan lainnya. c) Menggunakan teknik fasilitasi kelompok yang sudah dikenal
: c
4) Catatan dan Laporan a) Termasuk diantaranya: diagram organisasi, dokumen perencanaan, manual kebijakan, audit dan anggaran. b) Catatan pegawai seperti keluhan, turn over, dan lainnya. c) Notulensi pertemuan, memo dan surat. 5) Sampel Kerja a) Menyerupai observasi tapi dalam bentuk yang lebih menunjukkan karakter fisik. b) Dapat berupa produk yang dihasilkan dari suatu pekerjaan rutin. c) Dapat berupa sampel sebagai pengembangan dari suatu studi kasus.
38
6) Wawancara a) Formal atau kasual, terstruktur atau tidak terstruktur. b) Dapat dilakukan pada satu sampel populasi ataupun semua orang yang terkait. c) Dapat dilakukan dengan tatap muka langsung, baik melalui telepon maupun dilaksanakan langsung di lingkungan kerja atau diluar lingkungan kerja. 7) Tes a) Serupa dengan kuesioner. b) Dapat
diorientasikan
pada
suatu
fungsi
tertentu,
misalnya
mendemonstrasikan melakukan sesuatu. c) Dapat dipergunakan untuk mengambil sampel ide dan fakta. d) Dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan asisten dan open atau close book.
Dalam
memilih
metode
analisis
yang
akan
digunakan
perlu
memperhatikan dan/atau mempertimbangkan hal-hal berikut, yakni: a. Waktu yang tersedia; b. Sumber daya dan dana yang tersedia; c. Beban pada orang-orang yang terlibat; d. Iklim organisasi saat ini, terutama yang terkait dengan pelaksanaan analisis; e. Kelompok target (dimana dan siapa mereka, serta variabel lainnya); f. Kerangka waktu; g. Bantuan yang tersedia (konsultan, staff sementara); h. Keahlian analisis; dan i. Batasan yang disebabkan oleh manajemen. Contoh ilustrasi analisis kesenjangan kinerja adalah sebagaimana yang tersebut dalam tabel berikut.
39
Tabel 3.1. Ilustrasi Analisis Kesenjangan Kinerja HARAPAN No
Standar
KENYATAAN EMPIRIS Sumber Sumber Informas Kinerja Inform i asi [3] [4] [5] Aplikasi Finger Print di Kantor Cabang Medan Pengadua Renstra belum terpasang di hingga n Triwulan III/2010 Sistim Informasi Kepegawaian belum Renstra Observasi seluruhnya selesai
[1] [2] 1 Aplikasi Finger Print terpasang di seluruh Kantor Cabang pada Triwulan I/2010 2 Aplikasi Sistim Informasi Kepegawaian terpasang di seluruh Kantor Cabang pada Semester I/2010 3 Jaringan/Network terJaringan/Network di Kantor maintenance dengan baik Cabang Denpasar sering Renstra sehingga tidak mengganggu down operasional perusahaan 4 Website perusahaan selalu Simulasi pada Website tidak update dan berfungsi dengan Renstra berjalan baik 5 Progran CSR perusahaan Program CSR perusahaan berjalan sesuai rencana (2 baru dilaksanakan di 2 Renstra Lokasi pada Semester I, 3 Lokasi Lokasi pada Semester II) 6 Penerbitan leaflet dan Leaflet dan company profile company profile perusahaan perusahaan tidak tersedia Renstra tepat waktu dan informatif tepat waktu dan tidak ada (sesuai rencana) penyempurnaan desain Sumber: Kementerian Keuangan, 2011.
Pengadua n Pengadua n
Observasi
Observasi
Hasil akhir dari analisis kesenjangan kinerja adalah suatu kesimpulan bahwa terjadi atau tidak terjadi kesenjangan kinerja dalam organisasi saat ini yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan identifikasi akar masalah penyebab kesenjangan. 3.3.2. Identifikasi Akar Masalah Proses ini dilakukan untuk mengidentifikasi akar masalah dari kesenjangan kinerja yang terjadi. Dimana dasarnya, kesenjangan kinerja dapat muncul karena tiga sebab. Pertama, pegawai tidak mempunyai kesempatan untuk 40
melakukan tugas. Kedua, pegawai tidak mau melakukan tugas. Ketiga, pegawai tidak tahu cara ataupun tidak mampu melakukan tugas. Dari sebab-sebab tersebut, hanya sebab ketiga saja yang dapat menggunakan diktat sebagai solusi. Terdapat berbagai metode untuk mengidentifikasi dan menganalisis akar masalah, dimana satu diantaranya adalah Cause and Effect Diagrams atau Fish Bone Diagrams. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan Cause and Effect Diagrams atau Fish Bone Diagrams adalah sebagai berikut: Pertama, menentukan permasalahan; Kedua, mencari faktor - faktor utama yang berpengaruh atau berakibat pada persoalan atau masalah; dan Ketiga, mencari dan merinci lebih jauh faktor - faktor yang berpengaruh pada faktor utama Contoh bagan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi akar masalah dengan menggunakan Cause and Effect Diagrams atau Fish Bone Diagrams, adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Gambar berikut.
Mesin
??? ??? Manusia
???
Problem
??? Metode
Gambar 3.2 : Cause and Effect Diagrams atau Fish Bone Diagrams Sumber: Kementerian Keuangan, 2011. 3.3.3. Assessment Setelah mendapatkan hasil identifikasi akar masalah atau permasalahan dengan kesimimpulan SDM sebagai akar masalah, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis dari sisi mana kesenjangan tersebut terjadi, sisi kompetensi atau non kompetensi. Sebagai langkah awal, analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi kesenjangan kinerja dari sisi kompetensi. Analisis ini dapat 41
menggunakan beberapa instrumen, diantaranya : 1. Menggunakan Form Isian 1) Pengambilan sampel Sampel yang diambil harus mewakili populasi yang sebenarnya, dengan pendekatan sebagai berikut: a) Untuk jumlah pegawai kurang dari dan/atau sama dengan 30 orang, sampel yang diambil adalah seluruh pegawai tersebut. b) Untuk jumlah pegawai lebih dari 30 orang, sampel yang diambil adalah 10% dari populasi dengan ketentuan jumlah sampel minimal adalah 30 orang. 2) Metode yang dapat dipakai Observasi, kuesioner, sampel kerja, wawancara dan tes. 3) Instrumen yang digunakan Form isian (contoh form isian disajikan pada Peraga C).
4) Analisis data a) Merancang kriteria kompetensi untuk menggali informasi dari responden. Kriteria kompetensi dapat diperoleh dengan memetakan kompetensi yang sesuai dengan uraian jabatan. b) Menetapkan range nilai untuk masing-masing kriteria, yakni nilai 1 sampai nilai 5, dengan asumsi bahwa, semakin rendah nilai yang diberikan maka semakin diperlukan solusi pemecahan. Penetapan skor tersebut adalah sebagai berikut : Nilai = 1, jika individu tidak memiliki pemahaman dan/atau kompetensi Nilai = 2, jika individu kurang memiliki pemahaman dan/atau kompetensi Nilai = 3, jika individu memiliki pemahaman dan/atau kompetensi yang memadai untuk melaksanakan tugas dan fungsi Nilai = 4, jika individu memiliki pemahaman dan/atau kompetensi yang baik untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta mampu mengakselerasi pelaksanaan tugas dan fungsi 42
Nilai = 5, jika individu memiliki pemahaman dan/atau kompetensi yang sangat baik untuk melaksanakan dan mengakselerasi tugas dan fungsi, dan mampu mendeliver kepada orang lain. c) Mengumpulkan penilaian dari responden untuk masing-masing kriteria. d) Menghitung nilai yang diberikan responden, baik dalam bentuk nilai total maupun rata-rata.
5) Penarikan Kesimpulan Kemunculan kompetensi atau lingkungan kerja sebagai akar permasalahan bagi kinerja SDM dapat menggunakan kriteria berikut (perhatikan contoh formulir pada Peraga C): a) Solusi Diktat perlu untuk dilakukan, jika nilai rata-rata keseluruhan yang didapatkan dari kriteria - kriteria kompetensi bernilai kurang dari 3. Jika solusi diklat diperlukan, maka dapat pula ditentukan kesenjangan kompetensi yang perlu diisi dengan diktat, yaitu dengan melihat nilai rata-rata keseluruhan per kriteria kompetensi yang bernilai kurang dari 3. Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengkaji individu-individu yang memerlukan diklat, yaitu dengan melihat nilai rata-rata keseluruhan per individu yang bernilai kurang dari 3. b) Solusi Diklat tidak perlu dilakukan, jika nilai rata-rata keseluruhan yang didapatkan dari kriteria - kriteria pada Bagian A (kompetensi) bernilai lebih dari dan/atau sama dengan 3. Penarikan kesimpulan bahwa solusi diktat tidak perlu dilakukan mengindikasikan bahwa kesenjangan kinerja yang
terjadi
bukan
diakibatkan
oleh
sisi
kompetensi.
Untuk
mengidentifikasi lebih jauh aspek non kompetensi dapat dilakukan dengan pengamatan supervisor, analisis beban kerja, hingga pada diskusi dengan individu yang bersangkutan.
2. Menggunakan Pencapaian Kesepakatan 1) Metode yang dapat dipakai Focus Group Discussion (FGD). 2) Instrumen yang digunakan adalah daftar pertanyaan FGD (contoh daftar
43
pertanyaan disajikan pada Peraga D) 3) Penarikan kesimpulan didasarkan pada kesepakatan yang diperoleh dari hasil diskusi
3.3.4. Daftar Kompetensi Yang Belum Terpenuhi (Laporan Analisis Kebutuhan Diklat pada Unit Kerja) Outline Laporan Analisis Kebutuhan Diktat Unit Kerja pengguna Diklat kepada Unit Kerja pengelola Diklat minimal memuat: 1. Identifikasi tentang Urgensi Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) 1.1. Latar belakang melakukan AKD 1.1.1. Tujuan unit kerja 1.1.2. Strategi unit kerja untuk mencapai tujuan 1.1.3. Kompetensi SDM yang diharapkan untuk dapat mencapai tujuan 1.2. Hasil pengkajian sebelumnya (jika ada) 2. Hasil Analisis Kebutuhan Diktat (AKD) yang dilakukan oleh Unit Pengguna Diklat 2.1. Kompetensi yang dibutuhkan untuk setiap bagian Unit Kerja pengguna Diklat 2.1.1. Definisi kompetensi Definisi kompetensi sesuai dengan uraian jabatan dan tuntutan pekerjaan 2.1.2. Standar kompetensi Jenis-jenis kompetensi yang seharusnya dimiliki (sesuai dengan uraian jabatan) 2.1.3. Tingkat kompetensi yang dimiliki saat ini Jenis-jenis kompetensi yang dimiliki saat ini 2.1.4. Daftar kesenjangan kompetensi Perbandingan antara standar kompetensi dan tingkat kompetensi yang dimiliki
44
2.2. Kesimpulan 2.2.1. Prioritas kompetensi yang perlu dikembangkan 2.2.2. Rekomendasi pengembangan yang perlu dilakukan .
45
BAB IV IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DIKLAT Ketika hasil dari AKD menunjukkan adanya kesenjangan kompetensi SDM yang membutuhkan suatu solusi berupa Diklat untuk menutup kesenjangan tersebut, maka selanjutnya perlu adanya proses IKD. Penyelenggaraan IKD tersebut diorientasikan untuk mengharmoniskan rancang bangun program Diklat agar sesuai dengan jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna Diklat. Dalam hal ini, pengelola Diklat dituntut untuk mampu menuangkan kompetensi yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna Diklat ke dalam suatu program Diklat. Sehingga, program Diklat dan/atau materi yang diberikan dalam Diklat mampu meniadakan dan/atau mengurangi kesenjangan kompetensi pada Unit Kerja pengguna Diklat. Contoh, ketika terjadi kesenjangan kinerja dalam pengelolaan keuangan negara pada Unit Kerja pengguna Diklat, dan berdasarkan hasil AKD kesenjangan tersebut diakibatkan oleh kurangnya kompetensi SDM di bidang tersebut. Tanpa proses identifikasi kebutuhan Diklat, pengelola Diklat menawarkan Diklat pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan harapan Diklat tersebut dapat menutupi kesenjangan yang dimaksud. Tetapi, hasil evaluasi pasca Diklat ditemukan bahwa kinerja Unit Kerja pengguna Diklat tersebut tidak meningkat karena kesenjangan kompetensi yang dimaksud tidak terjadi pada seluruh aspek pengelolaan keuangan negara, melainkan hanya pada pengelolaan barang milik negara. Adapun materi pengelolaan barang milik negara yang diberikan ternyata kurang mendalam pada Diklat pengelolaan APBN yang diselenggarakan penyelenggara atau pengelola Diklat. Contoh kasus tersebut mengindikasikan perlunya identifikasi kebutuhan Diklat, sebelum program Diklat dilaksanakan.
4.1.
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DIKLAT IKD
merupakan
suatu
proses
untuk
mengidentifikasi
dan
mengharmoniskan jenis-jenis Diklat yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna
46
Diklat,
baik
di
tingkat
organisasi,
jabatan,
maupun
individu
dengan
menterjemahkan kebutuhan kompetensi Unit Kerja pengguna Diklat ke dalam suatu desain program Diklat. Dengan IKD, maka penyelenggara atau pengelola Diklat dapat menitikberatkan program-program Diklat terhadap kebutuhan kompetensi utama dari Unit Kerja pengguna Diklat. Dengan demikian, proses IKD merupakan suatu proses yang mutlak dilaksanakan. Proses ini terutama menyandingkan antara program Diklat yang dirancang dengan kebutuhan kompetensi Unit Kerja pengguna Diklat atau dengan kata lain mengharmoniskan desain program Diklat dengan kebutuhan kompetensi Unit Kerja pengguna Diklat.
4.2.
PROSES IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DIKLAT Esensi dari IKD adalah suatu langkah lanjutan dari proses AKD yang
bertujuan untuk atau diorientasikan pada upaya menterjemahkan daftar kompetensi yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna Diklat ke dalam suatu desain program Diklat. Proses IKD idealnya dilakukan oleh Unit Kerja pengguna Diklat dengan pendampingan secara aktif dari Unit Kerja pengelola Diklat. Hal ini didasarkan pada realita bahwa Unit Kerja pengguna Diklat yang memiliki pemahaman yang mendalam mengenai kebutuhan kompetensi mereka. Sementara, pendampingan oleh Unit Kerja pengelola Diklat dimaksudkan agar Unit Kerja pengelola Diklat memahami kebutuhan Unit Kerja pengguna Diklat, sehingga dapat menterjemahkannya ke dalam program-program Diklat yang efektif dan efisien. Uraian diatas merupakan suatu kondisi ideal karena tanpa ada payung hukum yang mendasari, maka akan relatif sulit untuk mewujudkan hal tersebut. Walaupun demikian, bagi Unit Kerja pengelola Diklat adalah merupakan suatu tuntutan untuk dapat merumuskan program-program Diklat yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi Unit Kerja pengguna Diklat. Untuk menjembatani kedua hal ini, maka jenis IKD yang dibakukan melalui pedoman ini dibagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu: 1) IKD sebagai langkah lanjutan dari AKD, adalah merupakan IKD yang dilakukan ketika Unit Kerja pengguna Diklat, dengan pendampingan dari Unit Kerja pengelola Diklat, telah
47
melakukan AKD bagi Unit Kerjanya masing-masing sehingga Unit Kerja pengelola Diklat telah memiliki daftar kompetensi yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna Diklat. Dalam IKD jenis ini, Unit Kerja pengelola Diklat melakukan penterjemahan jenis-jenis kebutuhan kompetensi kedalam suatu program Diklat dan mengharmoniskan kesesuaian tersebut kepada kebutuhan Unit Kerja pengguna Diklat, dan 2) IKD sebagai langkah proaktif Unit Kerja pengelola Diklat, adalah merupakan IKD yang dilakukan ketika Unit Kerja pengguna Diklat belum melakukan AKD, sehingga Unit Kerja pengelola Diklat secara proaktif berupaya mengidentifikasi, memformulasi dan mendesain program-program Diklat yang sesuai dengan kebutuhan Unit Kerja pengguna Diklat. Pada IKD jenis ini, Unit Kerja pengelola Diklat tidak hanya menterjemahkan kebutuhan kompetensi Unit Kerja pengguna Diklat ke dalam desain program Diktat dan mengharmoniskannya tapi juga berupaya mengidentifikasi kebutuhan kompetensi Unit Kerja pengguna Diklat yang perlu diisi dengan Diktat yang menyajikan jenisjenis kompetensi yang dapat dipenuhi oleh setiap materi Diklat. IKD jenis ini merupakan suatu langkah proaktif Unit Kerja pengelola Diktat dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas program Diktat.
4.2.1. Identifikasi Kebutuhan Diklat Sebagai Langkah Lanjutan AKD Landasan untuk melakukan IKD jenis ini adalah daftar kompetensi yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna Diklat. Berdasarkan daftar kompetensi ini, Unit Kerja pengelola Diktat mendesain program-program Diktat agar sesuai dengan kebutuhan kompetensi dari Unit Kerja pengguna Diklat. Alur proses IKD jenis ini adalah seperti yang tersebut dalam gambar berikut :
48
Daftar kompetensi Yang belum terpenuhi
Identifikasi dan konfirmasi Kebutuhan pengembangan kompetensi Unit Pengguna Dapat melalui rapat koordinasi ataupun surat menyurat
Dan (+) Rekomendasi Pengembangan Kompetensi Dari Unit Pengguna
Desain Program Diklat Proses penterjemahan daftar kompetensi yang dibutuhkan Unit Pengguna ke dalam bentuk program Diklat Oleh Unit Pengelola Diklat
PROSES HARMONISASI
PROGRAM DIKLAT Gambar 4.1: Bagan Alur Proses IKD Sebagai Langkah Lanjutan AKD Sumber:Kementerian Keuangan, 2011 a. Desain Program Diklat Metode yang dapat digunakan oleh Unit Kerja Pengelola Diklat dalam menterjemahkan daftar kebutuhan kompetensi dari Unit Kerja pengguna Diklat ke dalam suatu program Diklat, diantaranya adalah dengan memformulasikan suatu matriks kompetensi dengan kerangka kerja sebagaimana yang tersebut dalam Tabel 4.1 berikut:
49
Tabel 4.1 Kerangka Kerja Matriks Kompetensi I Jenis Kompetensi Yang Dibutuhkan Unit Pengguna No (diisi oleh Unit Pengguna Diklat) [1] [2] 1. Kompetensi A 2. Kompetensi B 3. Kompetensi C 4. Kompetensi D 5. Kompetensi E 6. Kompetensi F 7. Kompetensi G 8. Kompetensi H 9. Kompetensi I 10. Kompetensi J 11. Kompetensi K 12. Kompetensi L Sumber: Kementerian Keuangan, 2011.
Adapun
contoh
implementasi
Materi Untuk Memenuhi Kebutuhan Kompetensi [3] Dipenuhi dengan MATERI α Dipenuhi dengan MATERI β Dipenuhi dengan MATERI γ
Formulasi Program Diklat [4] Dikemas dalam DIKLAT X
Dikemas dalam DIKLAT Y
Dipenuhi dengan MATERI λ
dari
penggunaan
matriks
tersebut
diilustrasikan pada Peraga E. Ilustrasi tersebut menyajikan bagaimana materimateri Diklat dapat memenuhi kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna Diklat. Sebagai contoh, kebutuhan kompetensi akan penguasaan terhadap sistem akuntansi Kementerian Negara/Lembaga dan kemampuan membuat pelaporan keuangan dalam kerangka sistem akuntansi instansi dapat dipenuhi dengan materi Sistem Akuntansi Instansi. Sementara, kebutuhan jenisjenis kompetensi lainnya dipenuhi dengan berbagai materi, seperti: Pengelolaan Barang Milik Negara, Verifikasi dan Pelaporan Kuasa Pengguna Anggaran, Penyelesaian Kerugian Negara, dan Pelaksanaan APBN. Adapun keseluruhan materi tersebut dapat dikemas dalam 1 (satu) program Diklat, misalnya: Diklat X. Di sisi lain, kebutuhan akan pemahaman terhadap standar pelayanan publik dan standar pelayanan prima dapat dipenuhi dengan materi Pelayanan Prima. Sementara, pemahaman terhadap nilai pasar dan nilai selain nilai pasar properti serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dipenuhi dengan materi Penilaian Pendekatan Data Pasar. Adapun kedua materi tersebut dapat dikemas dalam satu program Diklat, misalnya: Diklat Y.
50
b. Proses Harmonisasi Setelah jenis-jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh Uniut Kerja pengguna Diklat diterjemahkan ke dalam desain suatu program Diklat, tahapan selanjutnya adalah melakukan harmonisasi program Diklat oleh Unit Kerja pengelola Diklat. Tujuan dari proses harmonisasi ini disamping untuk memastikan kesesuaian desain Diklat dengan kebutuhan kompetensi dari Unit Kerja pengguna Diklat, juga bertujuan untuk menginventarisir prioritas kompetensi, jumlah peserta dan lama Diklat yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna Diklat. Dalam hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa Unit Kerja pengelola Diklat juga dapat mengakomodir rekomendasi-rekomendasi dari Unit Kerja pengguna Diklat guna menyempurnkan program Diklat yang disusun. Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam hal proses harmonisasi program Diklat tersebut, seperti: rapat koordinasi, pertemuan forum harmonisasi, ataupun melalui penyampaian formulir isian atas desain Diklat yang telah dilakukan (sesuai daftar kompetensi yang dibutuhkan Unit Kerja pengguna Diklat) sebagaimana disajikan pada tabel 4.2 berikut :
51
Tabel 4.2 Formulir Isian Untuk Harmonisasi Program Diklat I Jenis Kompetens Lama Materi i Yang RekomenFormulas Waktu Untuk Dibutuhka dasi Nama/ Rekomen i Urutan Jumlah Diklat No Memenuhi n Unit Kopetensi -dasi Program Prioritas Peserta Yang Kebutuhan Pengguna Tenaga Lainnya Diklat DibuKompetensi (Diisi Oleh Pengajar Tuhkan Unit Pengguna) [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] Kompetensi A MATERI α Kompetensi B DIKLA Kompetensi 1. TX C MATERI Kompetensi β D Kompetensi E Kompetensi F Kompetensi G MATERI γ Kompetensi H DIKLA Kompetensi 2. TY I Kompetensi J MATERI Kompetensi λ K Kompetensi L Sumber: Kementerian Keuangan, 2011
Ilustrasi dalam Peraga F merupakan contoh penggunaan formulir dimaksud dalam proses harmonisasi. Sebagaimana tertera pada Peraga F, metode apapun yang digunakan, hasil akhir yang diharapkan dari proses harmonisasi program Diklat antara Unit Kerja pengelola Diklat dengan Unit Kerja pengguna Diklat adalah konfirmasi program-program Diklat yang perlu diselenggarakan beserta skala prioritasnya, jumlah peserta, lama Diklat, rekomendasi tenaga pengajar dan rekomendasi lainnya. Inventarisasi skala prioritas diperlukan untuk menentukan materi-materi dalam desain program Diklat yang perlu diperdalam. Sementara, jumlah peserta
52
dan lama waktu Diklat diperlukan untuk menyelaraskan antara kebutuhan Unit Kerja pengguna Diklat dengan kapasitas Unit Kerja pengelola Diklat. Adapun rekomendasi tenaga pengajar dapat merupakan referensi bagi Unit Kerja pengelola Diklat dalam menentukan tenaga yang ahli pada bidang-bidang yang dibutuhkan. Unit Kerja pengguna Diklat juga dapat memberikan rekomendasi lainnya, seperti masukan untuk metode pengajaran, bahan ajar, dan lainnya.
4.2.2. Identifikasi Kebutuhan Diklat Sebagai Langkah Proaktif Unit Kerja Pengelola Diklat Berbeda dengan jenis IKD sebelumnya yang mengacu pada hasil AKD, IKD ini yang merupakan langkah proaktif dari Unit Kerja pengelola Diklat yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa Unit Kerja pengguna Diklat tidak melakukan AKD. Untuk itu, IKD dilakukan secara proaktif agar desain program Diklat sesuai dengan kebutuhan Unit Kerja pengguna Diklat. Alur proses IKD jenis ini adalah sebagaimana yang tersebut dalam gambar berikut :
53
Unit Pengguna berkoordinasi dengan Unit Pengelola Diklat Terutama mengenai kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan beserta rinciannya
Identifikasi Kebutuhan Diklat Unit Pengguna Dapat melalui rapat koordinasi ataupun surat-menyurat dari Unit Pengelola Formulir Isian untuk Identifikasi Kebutuhan Diklat Dari Unit Pengelola yang berisi daftar kompetensi yang dapat dipenuhi oleh setiap materi Diklat beserta isian kompetensi lain, jumlah peserta dan lama Diklat yang dibutuhkan oleh Unit Pengguna PROSES HARMONISASI
PROGRAM DIKLAT Gambar 4.2. Bagan Alur Proses IKD Sebagai Langkah Proaktif Unit Pengelola Diklat a. Identifikasi Kebutuhan Diklat Unit Pengguna Pada tahap ini, Unit Kerja pengelola Diklat secara proaktif menyajikan kompetensi-kompetensi yang dapat dipenuhi oleh setiap materi Diklat yang dimiliki oleh Unit Kerja pengelola Diklat. Hal ini dilakukan untuk mendorong Unit Kerja pengguna Diklat mencari kompetensi-kompetensi yang dibutuhkannya. Bahkan, lebih dari itu, hal ini mendorong Unit Kerja pengguna Diklat untuk mengemukakan kebutuhan kompetensi baru mereka yang belum terakomodir dalam daftar kompetensi yang disajikan oleh Unit Kerja Pengelola Diklat. Proses identifikasi kebutuhan Diklat dari Unit Kerja pengguna Diklat ini dapat menggunakan beragam cara, mulai dari surat-menyurat 54
hingga pada rapat koordinasi. Dalam proses ini, alat bantu yang dapat digunakan oleh tabel berikut: Tabel 4.3. Formulir Identifikasi Kebutuhan Diklat No
Materi Untuk Pengembangan Kompetensi (Diisi Oleh Unit Pengelola Diklat) [1] [2]
Jenis Kebutuhan Unit Pengguna (diisi oleh Unit Pengguna) Kompetensi Dibutuhkan Urutan Jumlah Lama Rekomen- RekoYang Dapat atau Tidak Prioritas Peserta Waktu dasi mendasi Dipenuhi Dibutuhkan Kebutuhan Diklat Yang Tenaga Lainnya (Diisi Oleh Dibutuhkan Pengajar Unit Pengelola Diklat) [3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
Kompetensi A MATERI α Kompetensi B Kompetensi 1. C MATERI Kompetensi β D Kompetensi E Kompetensi F Kompetensi G MATERI γ Kompetensi H Kompetensi 2. I Kompetensi J MATERI Kompetensi λ K Kompetensi L KEBUTUHAN KOMPETENSI UNIT PENGGUNA YANG BELUM TERAKOMODIR OLEH UNIT PENGELOLA DIKLAT Kompetensi 1. ??? P Kompetensi 2. ??? Q Kompetensi 3. ??? R Sumber: Kementerian Keuangan, 2011.
Peraga G adalah merupakan contoh ilustrasi dari penggunaan formulir identifikasi kebutuhan Diklat. Sebagaimana tertera pada Peraga G, Unit Kerja pengelola Diklat menawarkan beragam kompetensi mulai 55
dari “Pemahaman terhadap Properti dan Kategorisasinya” hingga pada "Pemahaman terhadap tata cara inventarisasi, pembukuan dan Pelaporan Barang Milik Negara" yang dapat dipenuhi oleh materi “Penilaian Pendekatan Data Pasr” hingga pada materi “Pengelolaan Barang Milik Negara”. Berdasarkan formulir tersebut dilakukan koordinasi antara Unit Kerja pengelola Diklat dengan Unit Kerja pengguna Diklkat, baik melalui rapat koordinasi
maupun
surat-menyurat.
Pada
akhirnya
dapat
diketahui
kebutuhan kompetensi dari Unit Kerja pengguna Diklat beserta urutan prioritas, jumlah peserta hingga pada rekomendasi-rekomendasi yang diajukan. Dapat diketahui pula bahwa Unit Kerja pengguna Diklat membutuhkan kompetensi lain yang perlu diakomodir oleh Unit Kerja pengelola Diklat berupa: (i) Pemahaman terhadap Tugas Pokok dan Fungsi Pengelola dan Pengguna Barang Milik Negara; (ii) Pemahaman dan Kemampuan akan Cara Pengungkapan Kejadian yang Merugikan Negara; dan (iii) Pemahaman dan Kemampuan Melakukan Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara.
b. Desain Program Diklat Berdasarkan hasil dari identifikasi kebutuhan diklat, Unit Kerja pengelola Diklat kemudian mengemas kompetensi-kompetensi yang ingin dipenuhi tersebut beserta rinciannya kedalam suatu desain program Diklat. Kerangka kerja desain program Diklat dapat dilakukan melalui matriks kompetensi yang identik dengan jenis IKD sebelumnya sebagaimana tertera pada tabel 4.4. berikut ini :
56
Tabel 4.4 Kerangka Kerja Matriks Kompetensi II Jenis Kompetensi Yang Dibutuhkan Unit Pengguna No (diisi oleh Unit Pengguna Diklat) [1] [2] 1 Kompetensi A 2 Kompetensi B 3 Kompetensi C 4 Kompetensi D 5 Kompetensi E 6 Kompetensi F 7 Kompetensi G 8 Kompetensi H 9 Kompetensi I 10 Kompetensi J 11 Kompetensi K 12 Kompetensi L 13 Kompetensi P 14 Kompetensi Q 15 Kompetensi R Sumber: Kementerian Keuangan, 2011.
Materi Untuk Memenuhi Kebutuhan Kompetensi
Formulasi Program Diklat
[3] Dipenuhi dengan MATERI α
[4] Dikemas dalam DIKLAT X
Dipenuhi dengan MATERI β Dipenuhi dengan MATERI γ
Dikemas dalam DIKLAT Y
Dipenuhi dengan MATERI λ Dipenuhi dengan MATERI Ω
Peraga H menyajikan contoh implementasi dari penggunaan matriks tersebut, yaitu bagaimana program Diklat di desain untuk memenuhi kebutuhan Unit Kerja pengguna Diklat. Unit Kerja pengelola Diklat dapat mengelompokkan kompetensi-kompetensi yang dapat dipenuhi oleh materi Penilaian Pendekatan Data Pasar dan Pelayanan Prima ke dalam satu (1) program Diklat, misalnya Diklat X. Semnetara, kompetensi-kompetensi
lainnya
pelaksanaan
dan
APBN
yang
dapat dipenuhi
Pengelolaan
Barang
oleh
Milik
materi Negara
dikelompokkan ke dalam Program Diklat lainnya, misalnya: Diklat Y. Adapun kebutuhan kompetensi dari Unit Kerja pengguna Diklat yang belum diakomodir oleh Unit Kerja pengelola Diktat dapat dikategorisasi ke dalam materi yang sesuai atau menciptakan materi baru. Misalnya, "Pemahaman terhadap Tugas Pokok dan Fungsi Pengelola dan Pengguna Barang Milik Negara" dapat dipenuhi dengan pengembangan materi "Pengelolaan Barang Milik Negara". Sementara, untuk memenuhi kebutuhan akan "Pemahaman dan Kemampuan
Cara
Pengungkapan
Kejadian
yang
Merugikan
Negara" dan "Pemahaman dan Kemampuan Melakukan Cara 57
Penyelesaian Ganti Kerugian Negara" dari Unit Kerja pengguna Diklat dapat dilakukan dengan menambah materi baru, misalnya: "Penyelesaian Kerugian Negara". Mengingat materi "Penyelesaian Kerugian Negara dapat dikategorisasikan dalam kelompok yang sama dengan materi "Pelaksanaan APBN" serta Pengelolaan Barang Milik Negara, maka ketiga materi ini dapat dikemas dalam satu (1) program Diklat, yaitu: Diklat Y.
c. Proses Harmonisasi Produk akhir dari tahapan identifikasi kebutuhan Diktat adalah penyusunan desain Diktat yang sesuai dengan kebutuhan Unit Kerja pengguna Diklat, beserta seluruh rinciannya. Jika tahapan tersebut selesai dilakukan, maka proses selanjutnya adalah melakukan harmonisasi program Diktat oleh Unit Kerja pengelola Diktat terhadap kebutuhan kompetensi dari Unit Kerja pengguna Diklat. Tujuan dari proses harmonisasi ini adalah untuk mengkonfirmasi kesesuaian desain Diktat dengan kebutuhan kompetensi dari Unit Kerja pengguna Diklat beserta seluruh inventarisasi data skala prioritas, jumlah peserta dan lama Diktat yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna Diklat. Proses ini juga bertujuan untuk menyelaraskan rekomendasi-rekomendasi dari Unit Kerja pengguna Diklat yang telah diakomodir oleh Unit Kerja pengelola Diktat. Sebagaimana pada jenis IKD sebelumnya, metode yang dapat dilakukan dalam hal proses harmonisasi program Diklat ini juga cukup beragam, seperti: rapat koordinasi, pertemuan forum harmonisasi, ataupun melalui penyampaian formulir isian atas desain Diklat yang telah dilakukan (sesuai daftar kompetensi yang dibutuhkan oleh Unit Kerja pengguna Diklat). Tabel 4.5 adalah merupakan formulir isian yang dapat digunakan. Sementara, ilustrasi dalam Peraga I merupakan contoh penggunaan formulir dimaksud dalam proses harmonisasi. Sebagaimana tertera pada Peraga I, metode apapun yang digunakan, hasil akhir yang diharapkan dari proses harmonisasi program
58
Diklat antara Unit Kerja pengelola Diklat dengan Unit Kerja pengguna Diklat
adalah
konfirmasi
program-program
diklat
yang
perlu
diselenggarakan beserta skala prioritasnya, jumlah peserta, lama Diklat, rekomendasi tenaga pengajar dan rekomendasi lainnya.
59
Tabel 4.5 Formulir Isian Untuk Harmonisasi Program Diklat II Materi Untuk Kebutuhan Unit Pengguna (diisi oleh Unit Pengguna) Formulasi Kompetensi Memenuhi Program Yang Dapat Lama Kebutuhan RekomenDiklat Dipenuhi Waktu Kompetensi Dibutuhkan dasi Nama/ (diisi oleh No (diisi oleh (diisi oleh Urutan Jumlah Diklat Rekomendasi Atau Tidak Kopetensi Unit Unit Prioritas Peserta Yang Lainnya Unit Dibutuhkan Tenaga Pengelola Pengelola DibuPengelola Pengajar Diklat) Diklat) Tuhkan Diklat) [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [1]
Kompeten si A Kompeten si B DIKLA Kompeten TX si C MATERI Kompeten β si D Kompeten si E Kompeten si F Kompeten si G MATERI γ Kompeten si H Kompeten si I Kompeten si J DIKLA TY MATERI Kompeten λ si K Kompeten si L Kompeten si P MATERI Kompeten Ω si Q Kompeten si R Sumber: Kementerian Keuangan, 2011 MATERI α
1.
2.
60
PENUTUP Pedoman Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) dan Identifikasi Kebutuhan Diklat (IKD) dibuat sedemikian rupa untuk dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan AKD dan IKD. Dalam setiap pelaksanaan AKD dan IKD, masingmasing pihak dapat menyesuaikan metode yang digunakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing dengan tetap mengacu pada alur proses AKD dan IKD pada pedoman ini. Dengan demikian, hasil dari proses AKD adalah Laporan AKD dari Unit Kerja Pengguna Diklat yang selanjutnya disampaikan kepada Unit Kerja Pengelola Diklat dengan substansi yang sesuai dengan ketentuan laporan dalam pedoman ini. Hasil ini kemudian dijadikan dasar oleh Unit Kerja Pengelola Diklat dalam melakukan IKD yang merupakan Langkah Lanjutan dari AKD. Adapun hasil dari proses IKD, baik sebagai langkah lanjutan dari AKD maupun langkah proaktif dari Unit Kerja pengelola Diklat adalah desain program Diklat yang diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan kompetensi dari Unit Kerja pengguna Diklat. Diharapkan pedoman ini berkontribusi dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan Diklat yang efektif dan efisien pada Unit Kerja Pengelola Diklat. Hal-hal lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan AKD dan IKD yang belum diatur dalam pedoman ini, akan ditetapkan kemudian.
61
DAFTAR PUSTAKA Badan Pendidikan dan Pelatihan Propinsi Jawa Timur, 2005, Perencanaan Diklat, Surabaya. Mondy, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Erlangga, Jakarta http://www.warmadewa.ac.id/2009/satu-tahun-bali-mandara-tata-kelola-pemerintahandaerah-dan-profesionalisme-birokrasi-oleh-wayan-gede-suacana, diakses 23 Juli 20011 http://chevichenko.wordpress.com/2009/11/26/tujuan-dan-manfaat sumber-daya-manusia/, diakses 27 Juli 2011
pengembangan-
http://en.wikipedia.org/wiki/Job_analysis, diakses tanggal 1 Oktober 2011 Illah Saillah, 2003, Modul Pengembangan Soft Skills pada Pendidikan Tinggi, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta. Kementerian keuangan, 2011. Peraturan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Nomor PER-004/PP/2011 tentang Pedoman Analisis Kebutuhan dan Indentifikasi Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan di Lingkungan Kementerian Keuangan, Jakarta. Manullang, 1993, Dasar-dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta
Malthis, Robert L, Jackson John H, 2004. Human Resource Management, Salemba Empat, Jakarta. ………..….2010, Modul Analisis Kebutuhan Diklat, Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 101 Tahun 2000, tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta Sedarmayanti, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Refika Aditama, Bandung. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah