Analisis Pangan Ada beberapa analisis pangan yang sering dilakukan oleh industri pangan. Tujuannya adalah untuk mengetahui karakteristik pangan baik kimia, biologi, mikrobiologi, maupun fisiknya. Analisis kimia makanan merupakan analisis pangan yang sering dilakukan, karena pengetahuan akan komponen kimia makanan sangatlah penting demi membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia atau luar negeri. Selain itu, komponen kimia juga dapat berpengaruh terhadap sifat fisik, maupun mikrobiologinya. Analisis kimia pangan yang sering dilakukan oleh industri pangan adalah analisis proximat. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kandungan karbohidrat, protein, lemak, abu dan air. Sebelum saya uraikan analisis proxymat ini, saya akan menjelaskan secara singkat mengenai karbohidrat, protein, lemak, abu dan air. 1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia. Karbohidrat juga memiliki peran penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Winarno, 2004). Karbohidrat banyak terkandung pada makanan yang mengandung pati seperti serealia dan umbi-umbian. Meskipun karbohidrat memiliki fungsi potensial bagi tubuh sebagai sumber energi namun kelebihan karbohidrat juga tidak baik untuk kesehatan terutama penderita diabetes. Oleh karena itu, dengan mengetahui kandungan karbohidrat pada makanan, Kita dapat mempertimbangkan dan menghitung kandungan karbohidrat yang sesuai untuk asupan sehari-hari. 2. Protein
Protein merupakan salah satu komponen kimia yang penting bagi tubuh. Beberapa perannya sangat vital bagi tubuh. Menurut de Man (1997), protein terdapat baik dalam produk hewan maupun dalam produk tumbuhan. Protein dapat diperoleh dari daun, serealia, biji-minyak, dan biji-bijian. Konsumsi protein di Indonesia merupakan salah satu yang rendah dibandingkan beberapa negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura maupun Thailand. Konsumsi protein yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia berasal dari protein nabati. Hal ini dikarenakan protein hewani yang berasal dari daging-daging hewan masih terlalu mahal. Alangkah lebih baiknya pemerintah Indonesia dapat meningkatkan suplai protein pada makanan dengan beberapa protein nabati yang ekonomis, banyak disukai masyarakat dan sehat. 3. Lemak
Menurut Akoh (2002), lemak didefinisikan sebagai produk alam termasuk asam lemak dan turunannya, steroid, terpen, karotenoid dan asam empedu, yang memiliki kesamaan kelarutan siap dalam pelarut organik. Ada juga yang mendeskripsikan lemak sebagai zat yang tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik, mengandung gugus hidrokarbon rantai panjang dalam molekul, dan berasal dari organisme hidup. Menurut Winarno (2004), lemak merupakan zat penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia dan merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Kelebihan lemak sangatlah tidak baik bagi kesehatan dan beresiko meningkatkan obesitas. Oleh karena itu, dengan mengetahui kandungan lemak pada makanan maka kita dapat membatasi berapa banyak asupan lemak dalam tubuh kita.
4. Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu makanan hewani maupun nabati. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability (penerimaan), kesegaran dan daya tahan bahan tersebut (Winarno, 2004). Pentingnya air sebagai komponen pangan menyebabkan perlu adanya pemahaman mengenai sifat dan perilakunya. Adanya air mempengaruhi kemerosotan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi. Begitu pula, penghilangan (pengeringan) atau pembekuan air sangatlah penting untuk beberapa metode pengawetan makanan (deMan, 1 997). 5. Abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya (Sudarmaji, dkk., 2010). Pada proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno, 2004). Abu erat kaitannya dengan mineral. Menurut de Man (1997), mineral dalam makanan biasanya ditentukan dengan pengabuan atau insinerasi (pembakaran). Pengetahuan tentang abu sangatlah penting untuk mengetahui standar maksimal abu dalam makanan. Setelah kita mengatahui secara singkat komponen kimia tersebut, maka dilanjutkan dengan analisisnya. 1. Analisis kadar karbohidrat Analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat adalah dengan cara perhitungan kasar ( proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate by Difference. Proxymate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan. Persentase banyaknya kandungan karbohidrat di dalam bahan didapat dari hasil pengurangan dari 100 % dengan kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar air. Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan (Winarno, 2004). Perhitungan Carbohydrate by Difference dapat dirumuskan sebagai berikut:
2. Analisis Protein
Protein merupakan senyawa bermolekul besar dan kompleks tersusun dari unsur C, H, O, N, S dan dalam keadaan kompleks ada unsur P. Peneraan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan peneraan empiri (tidak langsung), yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada dalam bahan pangan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl. Pada penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi, secara teknis hal ini sulit dilakukan dan jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini sering disebut sebagai kadar protein kasar. Dasar perhitungan metode ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16 % (dalam protein murni). Analisa protein cara Kjeldahl pada
dasarnya dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi (Sudarmaji, dkk., 2010). Prosedur penentuan protein dengan metode Kjeldahl sebagai berikut:
Timbang sejumlah kecil sampel (3-10 ml HCl 0,01 N), pindahkan ke dalam labu 1. Kjeldahl 30 ml. 2.
Tambahkan 1.9±0.1 g K 2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2.0 ± 0,1 ml H2SO4.
3. Tambahkan beberapa butir batu didih. Didihkan sampel selama 1 – 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih.
Dinginkan, tambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan kemudian 4. dinginkan. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi. Cuci dan bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 5. ml air, pindahkan air cucian ke dalam alat destilasi. Letakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3 dan 2-4 tetes 6. indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0,2% dalam alkohol) di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Tambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3, kemudian lakukan destilasi sampai 7. tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondenser dengan air dan tampung bilasannya dalam erlenmeyer 8. yang sama. 9. Encerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml kemudian titrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Lakukan juga penetapan blanko. 3. Analisis lemak Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam lemak. Lemak yang ada di dalam jaringan baik hewan maupun tumbuhan disertai dengan senyawa lain seperti fosfolipida, sterol dan beberapa pigmen. Pada analisis kadar lemak, seringkali disebut sebagai analisis “lemak kasar”, karena selain asam lemak terikut pula senyawa-senyawa lain (Legowo, 2004). Metode yang digunakan pada penentuan kadar lemak ini adalah metode ekstraksi soxhlet. Prinsipnya adalah lemak diekstrak dengan pelarut dietil eter. Setelah pelarutnya diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dan dihitung persentasenya (Apriyantono, 1989). Berikut ini adalah prosedur penetapan kadar lemak dengan metode soxhlet: Ambil labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet yang akan 1. digunakan, keringkan dalam oven dinginkan dalam desikator dan timbang.
2. Timbang 5 g sampel dalam bentuk tepung langsung dalam saringan timbel, yang sesuai ukurannya, kemudian tutup dengan kapas wool yang bebas lemak.
Letakkan timbel atau kertas saring yang berisi sampel tersebut dalam alat 3. ekstraksi soxhlet, kemudian pasang alat kondenser di atasnya dan labu lemak di bawahnya.
Tuangkan pelarut dietil eter atau petroleum eter ke dalam labu lemak secukupnya, 4. sesuai ukuran soxhlet yang digunakan. Lakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke 5. labu lemak berwarna jernih. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya 6. labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, timbang 7. labu beserta lemaknya tersebut. Berat lemak dapat dihitung.
4. Analisis kadar abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya (Sudarmaji, dkk., 2010). Penentuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung dengan cara membakar bahan pada suhu tinggi (500 - 600o C) dan dapat juga dilakukan secara tidak langsung dengan cara melarutkan sampel ke dalam cairan yang ditambahkan oksidator kemudian baru dilakukan pembakaran sampel. Prinsip penetapan total abu yaitu abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550o C (Apriyantono, 1989). Berikut ini prosedur pengujian kadar abu dengan metode kering: Siapkan cawan pengabuan, kemudian bakar dalam tanur, dinginkan dalam 1. desikator dan timbang. Timbang sebanyak 3 – 5 g sampel dalam cawan tersebut kemudian letakkan 2. dalam tanur pengabuan, bakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap : Pertama pada suhu sekitar 400oC dan kedua pada suhu 550oC. 3.
Dinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.
5. Analisis kadar air Metode yang digunakan pada penetapan kadar air ini adalah metode oven (thermogravimetri). Metode ini digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali jika produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau jika prodk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 100oC. Prinsip metode ini adalah sampel dikeringkan dalam oven 100oC – 102oC sampai diperoleh berat yang tetap (Apriyantono, 1989). Berikut ini prosedur kerja penentuan kadar air dengan metode oven:
Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan 1. dinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. 2. Timbang dengan cepat kurang lebih 5 gram sampel (W1) yang sudah dihomogenkan dalam cawan.
Angkat tutup cawan dan tempatkan cawan beserta isi dan tutupnya di dalam oven 3. selama 6 jam. Hindarkan kontak antara cawan dengan dinding oven. Untuk produk yang tidak mengalami dekomposisi dengan pengeringan lama dapat dikeringkan selama 1 malam. Pindahkan cawan ke desikator, tutup dengan penutup cawan, lalu didinginkan. 4. Setelah dingin timbang kembali. 5.
Keringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat yang tetap. Itulah analisis kimia pangan yang sering dijumpai di industri pangan. Hasil analisis kimia makanan dapat dibandingkan dengan standar SNI maupun FDA.