ARCHITECT666 ARCHITECT666
arsitektur arsitektur nusantara nusantara
ARSITEK INDONESIA : BUDIMA UDIM AN HENDROPURN HENDROPURNOM OMO O andypriawan Posted Posted on June 8, 2015June 8, 2015 by andypriawan 1. Profil budiman hendropurnomo
(hps://andypriawan.files.wordpress.com /2015/06/2015-05-10-23-58 /2015/06/2015-05-10-23-58-03.jpg) -03.jpg)
Budiman Hendropurnnomo Sumber : hp://www.lpdibiao.com (hp://www.lpdibiao.com)
a a , sepu ang ar eger anguru, u man men r an uta ermat an r (DCM), yang ya ng meru m erupakan pakan bagian bag ian dari grup internasi internasional onal yang berkantor pusat di Melbourne. Melbourne. Hotel Tugu Malang, Jawa Timur menjadi bangunan pertama yang dirancangnya. Budiman memulai karir sebagai arsitek di Australia. Saat belajar rancang bangun di Universitas Melbourne, pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 1954 ini, mendapat kesempatan magang di sebuah biro arsitek. Usai menyelesaikan kuliah, ia pun bergabung dengan Denton Corker Marshall, sebuah biro arsitek terkenal di Melbourne. Setelah itu sedere sederett proyek proyek bangunan bang unan menumpuk menumpuk di meja kerja ayah dua dua anak ini. Hotel Novotel Surabaya, Maya Ubud Resort & Spa Bali, EX Plaza Jakarta, Kantor Kementerian Perdagangan RI, Perpustakaan Universitas Indonesia, serta Gedung UOB Jakarta, adalah hasil rancangan Budiman. S ebagai arsitek, ia berharap agar arsitek arsitek muda dapat semakin memajukan dan melestarikan bangunan-bangunan tradisional khas Indonesia. “Seorang arsitek Indonesia harus memiliki memiliki konse k onsep p bangunan ba ngunan yang ya ng berwaw berwawasan asan Nusantara,” tegasnya. Merancang sebuah sebuah bangunan, bang unan, entah berkonsep berkonsep tradisional tradisional maupun modern, modern, menurut menurut Budiman, sebaiknya tidak menghilangkan sentuhan Indonesia yang modern. “Sentuhan tradisional harus ada, tapi juga jangan mengesampingkan unsur modern. Karena bangunan harus mencerminkan sikap masyarakat di masa yang akan datang,” jelas Budiman. 1. Ciri khas desain Budiman hendrop hendropurno urnomo mo merupakan merupakan seorang seorang arsitek yang banyak mendapatkan mendapatkan pendidikan diluar negeri, serta pengalaman pertama bekerja juga diluar negeri. Tak heran mengapa beliau mendapatkan pengaruh-pengaruh dari paham modern dari luar. Namun dengan pendidikan dan pengalaman yang sudah diluar tidak melupakan beliau akan arsitektur nusantara Indonesia. Berikut adalah ciri khas dari karyanya. Bercirikan nusantara
Disetiap desainnya desainnya budiman selalu menyisipkan menyisipka n makna-m mak na-mak akna na didalam didalam pemilihan bentuk bangunan bangunannya. nya. Meski Meskipu pun n bentu bentuk k maupu maupun n stru struktu kturny rnyaa mo mode dern, rn, namun namun dia dia tidak tidak melu melupakan pakan bagaimana bagaimana ciri ciri khas bangunan bangunan nusan nusantara tara,, baik terl terlih ihat at dari atap dan materi material al apabila apabila bangunan bangunan tersebut berskala hotel, villa, dll. Untuk beberapa kasus, meskipun beliau tidak mengambil bentuk tradisional tradisional namun ada makna ma kna di belakang pemilihan pemilihan bentuk ters t ersebut. ebut. Futuristik
Fungsi yang diw diwadahi sangat berperan berperan penting penting di dalam setiap setiap karyanya, karyanya , berbeda fungsi maka berbeda pula bentuk dsar yang dipilih oleh beliau. Seperti pada proyek pembangunan perpustakaan UI, beliau mengambil bentuk dasar prasasti yang notabene merupakan sebuah peninggalan sejarah yang dapat memberikan kita pengetahuan akan masa lampau. Hal ini sangat bersi bersine nergi rgi dengan dengan fun fungsi gsi yang diw diwad adahi ahinya, nya, yait yaitu u per perpu pust stakaan akaan gud gudangnya angnya ilmu ilmu.. Berikut adalah beberapa karya Budiman Hendropurnomo yang terkenal di Indonesia : Ubud Resort and Spa S pa 1. Maya Ubud
Hotel ini ini terletak di Ubud, tepatnya di jl Gunung Sari Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar.
Hotel ini ini terletak di bebukitan yang memiliki memiliki perbatasan dengan dengan sungai, dan view yang sangat bagus. bagus. Reso Resort rt bintan bintang g 5 ini ini memil memiliki iki beberap beberapaa fasil fasilit itas, as, misal misalnya nya res resto toran, ran, bar, bar, swimm swimmin ing g pool pool,, vip vip
room, suite room, dll. Dengan bertemakan arsitektur tradisional bali, resort ini sangat menyesuaikan menyesuaikan dengan kebud k ebudayaan ayaan lokal setempat. setempat. (sumber : www.mayaresort.com (hp://www.mayaresort.com) )
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/mayaubud-resort-spa-bali-architectureartdesigns-11.jpg)
Gambar pool maya resort ubud (Sumber : mayaresort.com)
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/ma ya-ubud-resort-spa-bali ya-ubud-resort-spa-bali-architectureart -architectureartdesig designs-46 ns-46.jpg) .jpg)
Gambar pantry maya resort ubud (Sumber : mayaresort.com)
Ex plaza Jakart Jakartaa
Entertainment X’nter (disebut EX) adalah sebuah pusat perbelanjaan yang terletak di Jakarta. Jakarta. EX ters tersambu ambung ng lan langsu gsung ng dengan dengan plaza plaza Indon Indones esia ia dan grand hyaat Jakarta. Jakarta. EX dibuka dibuka pada tanggal 14 februari 2004, namun sekarang sudah tutup. Penutupan ini murni karena permasalahan bisnis.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/201505-10-20-33-03.jpg)
Gambar 4 perspektif eksterior Ex Plaza Jakarta (Sumber : hp://www.wikipedia.org/wiki/entertainment_X’nte r# (hp://www.wikipedia.org/wiki/entertainment_X’nt er#)) 3. Kantor kementrian perdagangan RI Kantor kementrian perdagangan RI ini terletak di jalan M.I. Ridwan Rais No. 5, Jakarta Pusat. ( www.merdeka.com (hp://www.merdeka.com) ) (www.tribunnews.com (hp://www.tribunnews.com) ) (www.indesignindonesia.com (hp://www.indesignindonesia.com))
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/0 6/2015-05-10-20-50-33.jpg)
Gambar tampak luar bangunan (Sumber : hp://www.indesignindonesia.com (hp://www.indesignindonesia.com))
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/201 5/06/2015-05-10-20-51-23.jpg)
Gambar tampak luar bangunan (Sumber : hp://www.merdeka.com (hp://www.merdeka.com) ) 4. Hotel Novotel Surabaya Hotel ini terletak di Surabaya, tepatnya di Jl. Ngagel 173-175, Surabaya. (sumber : www.novotel.com (hp://ww w.novotel.com) )
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/2015-05-10-21-
- . pg
Gambar tampak depan main entrance lobby (Sumber : hp://www.novotel.com (hp://www.novotel.com))
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/2015-0510-21-07-38.jpg)
Gambar 8 pool Novotel Hotel (Sumber : hp://www.novotel.com (hp://www.novotel.com)) 5. Perpustakaan Pusat UI Perpusatakaan pusat UI karya Budiman Hendropurnomo ini sangatlah unik, apabila dilihat sekilas dari kejauhan Nampak seperti bukit yang dipenuhi oleh bebatuan. Bentuknya yang unik membuat perpustakaan ini menjadi salah satu master piece dari sang Arsitek.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/lib1.jpg)
Gambar tampak luar Perpustakaan pusat UI (Sumber : hp://www.tindaktandukarsitek.com (hp://www.tindaktandukarsitek.com)) 6. Anatara Hotel Uluwatu
Hotel ini terletak di Uluwatu, tepatnya di jl. Pemutih, Labuan sait, Kuta Selatan. ( www.baliuluwatu.anantara.com (hp://www.bali-uluwatu.anantara.com) )
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/bali-designreview_anantara-uluwatu-hotel_20-940x495.jpg)
Gambar konsep 3D Anatara Hotel (Sumber : hp://www.baliuluwatu.anantara.com (hp://www.baliuluwatu.anantara.com) )
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/bali-designreview_anantara-uluwatu-hotel_20-940x495.jpg)
Gambar tampak luar beach view pool (Sumber : hp://www.baliuluwatu.anantara.com (hp://www.bali-uluwatu.anantara.com)) Posted in Arsitek Indonesia dan karyanya : Budiman Hendropurnomo Tagged arsitek indonesia arsitek indonesia an terkenal arsitek terkenal arsitektur arsitektur
indonesia , arsitektur nusantara , arsitektur udayana , hotel Leave a comment
ARSITEKTUR DESA TRUNYAN DENGAN KEBUDAYAANNYA Posted on June 8, 2015June 8, 2015 by andypriawan
Peranan budaya terhadap ar sitektur desa adat Trunyan dengan bingkai wujud dan unsur kebudayaan. Peranan budaya asli desa adat Trunyan kepada arsitekturnya dapat ditelaah dengan pendekatan wujud dan unsur kebudayaan lokal. Pada umumnya sebuah arsitektur akan mengikuti bagaimana budaya yang ada pada desa tersebut. Dari teori wujud dan unsur kebudayaan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, semuanya terkandung di dalam kebudayaan desa adat Trunyan, namun tidak semua wujud dan unsur tersebut memberikan peranan terhadap arsitektur di desa Trunyan. Ada beberapa yang tidak memberikan peranan, namun ada pula yang memberikan peranan yang cukup signifikan. Berikut adalah peranan budaya terhadap arsitektur lokal desa adat Trunyan yang dilihat dari wujud dan unsur kebudayaan. Serta bagaimana budaya tersebut memberikan peranan terhadap wujud arsitektur desa Trunyan yang dibedakan kedalam beberapa tingkatan, mulai dari rumah tinggal sampai ke pola desa.
1. Rumah tinggal Rumah tinggal tradisonal warga desa Trunyan tidak seperti pada rumah tinggal tradisional di desa lainnya. Umumnya desa di Bali memiliki penataan rumah tinggal menggunakan pola sanga mandala atau pola natah pada tengah-tengah pekarangan dengan dikelilingi bale-bale, seperti bale dangin, bale daja, bale delod, dst. Di desa Trunyan, rumah tinggal warganya tidak menggunakan pola seperti itu, namun mereka menata rumah mereka menjadi satu unit atau massa tunggal, tidak dipecah-pecah kedalam beberapa bangunan yang seperti pada pola natah.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/201 5/06/2.jpg)
Rumah tradisional desa Trunyan
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/20 15/06/1.jpg)
Rumah tradisional desa Trunyan Dalam satu unit itu sudah lengkap semua terwadahi fungsi-fungsi yang seharusnya ada pada rumah tinggal tradisional Bali. Dalam satu pekarangan rumah bisa terdapat lebih dari satu rumah tergantung dari banyaknya keluarga, karena apabila dalam satu keluarga tersebut ada yang menikah, maka tidak mencari tempat lain untuk membangun rumah, melainkan msih di pekarangan yang sama. Rumah tinggal warga desa Trunyan ini berbentuk persegi panjang dengan jumlah tiang atau saka duabelas, yang setiap bagian/ruang yang dibentuk oleh saka tersebut menjadi sebuah ruang yang mewadahi fungsi masing-masing.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2 015/06/3.jpg)
denah ruang dalam rumah tradisional Trunyan 1 Namun ada rumah lain yang tatanan ruang dalamnya sedikit berbeda, tapi tetap pada prinsip awalnya, yaitu saka roras dengan pembagian ruang-ruang di dalamnya. Dengan penambahan fungsi dan ukuran ruagnya karena mengikuti perkembangan yang terjadi.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/4.jp g)
denah ruang dalam rumah tradisional Trunyan 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi rumah tradisional desa Trunyan yang dilihat dari kacamata kebudayaan, baik itu wujud kebudayaan dan unsur kebudayaan.
a.
n au ar wu u
e u ayaannya.
Ide/gagasan, bagaimana pola pikir masyarakat setempat yang menginginkan adanya satu rumah yang dapat menampung segala keperluan mereka. Kompleks aktivitas, dimana aktivitas setiap masyarakat setempat dapat ditampung dalam satu rumah tersebut, mungkin tidak semua, karena pada masa itu kegiatan dari masyarakat disana masih tradisional, selain untuk tidur, mereka juga butuh tempat untuk makan dan minum. Sedangkan untuk membersihkan diri dahulu ada permandian umum.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com /2015/06/5.jpg)
Paon yang dalam rumah
(hps://andypriawan.files.wordpress.com /2015/06/6.jpg)
Tempat tidur
(hps://andypriawan.files.wordpress.com /2015/06/7.jpg)
Tempat menaruh peralatan rumah tangga dan tempat makan Wujud/fisik, dari aktivitas yang diketahui atau dilaksanakan oleh penghuni rumah, melahirkan bentuk atau tatanan ruang dalam rumah seperti yang sudah dipaparkan diatas. b). ditinjau dari unsur kebudayaan. Mata pencaharian, sangat mempengaruhi bagaimana mereka menata rumah mereka, adanya semacam loteng pada rumah yang difungsikan untuk tempat menaruh hasil panen, ataupun benda lain keperluan mereka bercocok tanam. Mengingat udara setempat yang dingin, menempatkan hasil panen diatas paon dapat memberikan kehangatan yang berdampak pada keawetan hasil panen.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/0 6/8.jpg)
Ruang kosong semacam loteng diatas tempat tidur Sistem kepercayaan, hal ini menyebabkan adanya perbedaan dalam tatanan rumah warga, ada rumah yang memiliki ruang suci di dalam rumahnya namun ada pula yang tidak. Ini tergantung dari kepercayaan mereka terhadap leluhur mereka. Menurut penuturan salah satu pemilik rumah, dalam ruang suci tersebut beliau selain menempatkan benda-benda yang disakralkan, juga menempatkan sesajen atau “mesoda” kepada leluhur yang telah mendahului.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/0 6/10.jpg)
Ruang kosong semacam loteng diatas tempat tidur Sistem kepercayaan juga memberikan pengaruh terhadapa merajan pada desa Trunyan. Merajan itu berada di desa, dalam satu merajan termasuk ke dalam satu dadya, jadi satu merajan besar untuk satu warga dadya. Mengingat dalam satu dadya masih terikat akan hubungan darah.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/ 06/11.jpg)
Kori agung menuju ke Merajan Dadya Pada suatu kasus merajan ada pada suatu rumah tinggal, seperti ditemukan pada satu rumah war a aitu I ketut Pena beliau dahulu memiliki anak kembar dan menin al salah satu adi
untuk memberikan sebuah penghormatan maka dibuatkan merajan pada rumah I ketut Pena.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/13.jp g)
Kori agung menuju ke Merajan Dadya Sistem pengetahuan, ini berkaitan dengan bagaimana latar belakang pengetahuan mereka memberikan peranan terhadap proses pembuatan rumah tersebut, baik pemilihan bahan, serta pelaksanaannya. Pada awalnya material-material yang digunakan untuk membuat rumah tradisional di desa ini adalah kayu dengan atap alang-alang. Seiring dengan perkembangan pola pikir dan pengetahuan dari masyarakatnya, sekarang kebanyakan mengganti bahan bahan tersebut dengan bahan yang mudah diolah, dan terjangkau.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2 015/06/14.jpg)
pada bahannya
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2 015/06/16.jpg)
Rumah yang sudah mengalami banyak perubahan Sistem teknologi dan peralatan, ini memberikan sebuah peranan terhadap bagaimana bangunan rumah tersebut berdiri, struktur yang dipakai untuk dapat membuat rumah tersebut kokoh. Struktur bangunannya sendiri menggunakan struktur kayu, baik saka, tembok, rangka atap, konsisten menggunakan bahan kayu. Dalam beberapa kasus, rumah tinggal yang terdapat disana juga ada yang tidak menggunakan kayu seutuhnya, mengingat keterbatasan dana, karena kayu yang mahal, mereka ada yang mengganti dindingnya dengan batu kali dan tanah pol-polan.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/17. jpg)
Struktur bangunannya masih tradisional dengan
bahan kayu
Menurut penuturan salah satu pemilik rumah, beberapa rumah sudah mengalami perbaikan, karena kayu yang dipakai sudah lapuk atau tidak dapat digunakan lagi, misalnya pada rangka atap, usuk maupun rengnya. Dinding yang terbuat dari papan juga pada salah satu rumah sudah diganti dengan batu dan spesi agar lebih murah dan cepat. Karena mencari kayu sekarang sudah sangat sulit, tidak seperti dulu yang bisa dengan cepat dan mudah dicari. Atap yang terbuat dari alang-alang juga ada yang sudah diganti dengan seng untuk mempermudah pemasangan dan perawatan.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/18.jpg)
Dinding bangunan yang sudah menggunakan spesi 2. Pola desa trunyan.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/19.jp g)
Sketsa pola desa Trunyan Pola desanya yaitu grid karena bangunannya yang berorientasi kearah danau, sehingga di sepanjang pesisir danau, bangunan menghadap kearah danau. Selain pada bagian timur, kini pada bagian barat juga sudah terdapat rumah warga, karena seiring bertambahnya jumlah penduduk di desa ini.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/2 0.jpg)
Foto pemukiman warga desa Trunyan dari danau Wujud dan unsur kebudayaan yang memberikan peranan terhadap pola desa Trunyan adalah : Ide/gagasan, bagaimana pola pikir masyarakat desa Trunyan yang menganggap bahwa Gunung Batur menjadi hulu dan danau Batur menjadi hilir yang memberikan mereka pemahaman untuk membuat orientasi desa mereka kearah danau, selain memang danau tersebut menjadi sumber mata pencaharian mereka selain dari bertani.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/21.jpg)
ilustrasi hulu dan hilir desa Trunyan Kom leks aktivitas aktivitas mas arakat sekitar an didominasi oleh aktivitas an
berhubungan dengan danau, baik aktivitas untuk menuju setra desa Trunyan yang unik tersebut. Selain itu, pola grid ini memberikan mereka bisa saling berinteraksi antar warga secara baik, karena di lapangan jarak rumah mereka sangat berdekatan,
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/22.jpg )
Masyarakat menyeberang ke setra dengan perahu Fisik, penataan bangunan di desa sendiri sangat padat. bahkan ada yang saling berbatasan pekarangan hanya dengan tembok penyengker, serta ada juga yang dibatasi oleh jalan kecil semacam gang.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/23.jpg)
tampak atas dari desa Trunyan Mata encaharian orientasi rumah war a men arah ke danau se erti an sudah disin
un
sebelumnya, mata pencaharian menajadi faktor peranan dalam penentuan orientasi desa Trunyan. Selain itu, adanya dermaga, juga menjadi salah satu faktor kenapa orientasi desa ini mengarah ke danau. Karena selain bertani, sekarang sudah berkembang mata pencaharian warga setempat menjadi penyewaan boat untuk menyeberang menuju ke setra Trunyan. 3. Bale panjang di desa Pada jaba pura desa terdapat tiga buah bale panjang, yang memiliki 16 saka untuk bale yang memanjang kearah timur-barat yang berjumlah dua, sedangkan untuk satunya membentang dari arah utara-selatan. Diantara ketiga bale ini terdapat area yang kosong yang dapat digunakan untuk keperluan-keperluan lain, baik upacara keagamaan ataupun acara yang diselenggarakan oleh desa.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/25.jpg)
Bale panjang yang berada di jaba pura desa Dari beberapa analisa yang dilakukan dan melihat pula dari wujud dan unsur kebudayaan, yang dapat memberikan peranan terhadap adanya bale seperti ini adalah : a). Dilihat dari wujud kebudayaan, bagaimana pola pikir masyarakat setempat yang saling berinteraksi sangat dekat, dan juga aktivitas mereka di desa, seperti adanya upacara keagamaan, walaupun bukan upacara atau ritual di pura, mereka dapat menggunakan bale tersebut untuk berkumpul, untuk mejejaitan misalnya atau untuk metanding. Wujud fisik yang ditampilkan dengan adanya aktivitas seperti itu adalah menyediakan tempat yang serba guna, artinya tidak terganggu, terbuka untuk semua, seperti halnya wantilan. Dengan bale panjang seperti ini, mampu menampung saat ada acara-acara di desa.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06 /26.jpg)
Bale panjang yang berada di jaba pura desa b). Dilihat dari peranan unsur kebudayaan, terdapat unsur kesenian yang memberikan peranan adanya sebuah tempat terbuka yang dapat dijadikan tempat mementaskan sebuah kesenian. Di Trunyan sendiri seperti yang sudah dibahas sebelumnya, terdapat tradisi Tari Barong Brutuk, dimana pementasannya dilakukan di area ini. Terbuka dan dapat dinikmati oleh masyarakat desa Trunyan atau wisatawan yang berkunjung kesana untuk menyaksikan pementasan tarian ini.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/06/27.j pg)
Pementasan tari barong brutuk Sumber : nimadesriandani.wordpress.com
nsur e u ayaan yang a n, yang uga mem er an peranan er a ap ars e ur esa Trunyan, yang salah satunya berwujud fisik dalam penataan bale-bale panjang ini adalah sistem kemasyarakatan atau organisasi kemasyarakatan. Di dalam setiap desa adat, pasti ada yang namanya sangkep, atau pertemuan antara perjuru desa adat dengan masyarakat untuk melakukan musyawarah tentang suatu hal yang patut mendapatkan kesepakatan bersama. Dan untuk itu, di desa adat Trunyan, kegiatan sangkep tersebut dilaksanakan pada bale ini, yang seperti disinggung diatas, bale ini dapat berfungsi untuk kegiatan-kegiatan di desa yang melibatkan banyak orang. Posted in Arsitektur desa Trunyan Tagged arsitektur , arsitektur indonesia , arsitektur nusantara , arsitektur udayana , rumah adat nusantara , rumah tinggal Leave a comment
Mengenal Rumah Tinggal Khas Dari Nusantara : Edisi Bagian Barat Posted on May 8, 2015May 8, 2015 by andypriawan RUMAH KRONG BADE ACEH
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/1.png)
adalah rumah adat dari Nanggroe Aceh Darussalam. Rumah Krong Bade juga biasa dikenal dengan nama rumoh Aceh. Rumah ini mempunyai tangga depan yang digunakan bagi tamu atau orang yang tinggal untuk masuk di dalam rumah. Rumah Krong Bade adalah satu budaya Indonesia yang hampir punah. Rumah Krong Bade saat ini sudah jarang dipakai karena hampir sebagian banyak masyarakat aceh memilih untuk tinggal di rumah modern. Hal ini dikarenakan harga pembangunan rumah modern jauh lebih murah dibandingkan dengan Rumah Krong Bade. Selain biaya pembangunan, biaya perawatan Rumah Krong Bade juga memakan biaya yang tidak sedikit. (Sumber : hp://id.m.wikipedia.org/wiki/Rumah_Krong_Bade (hp://id.m.wikipedia.org/wiki/Rumah_Krong_Bade) ) Ciri Khas
Rumah Krong Bade memiliki beberapa ciri khas. Tidak semua Rumah Krong Bade
, Bade. Rumah Krong Bade memiliki tangga di bagian depan rumah bagi orang-orang yang akan masuk ke dalam rumah. Rumah Krong Bade memiliki tangga karena tinggi rumah yang berada beberapa meter dari tanah. Umumnya, tinggi Rumah Krong Bade dari tanah adalah 2,5-3 meter.
Jumlah
anak
tangga
Rumah
Krong
Bade
umumnya
ganjil.
Rumah Krong Bade memiliki bahan dasar yaitu kayu. Rumah Krong Bade juga memiliki banyak ukiran pada dinding rumahnya. tetapi banyaknya ukiran pada Rumah Krong Bade bergantung dari kemampuan ekonomi pemilik rumah. Ukiran ini pun tidak sama satu dengan yang lain.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/20150315_183558_jalan-doktor-goris.jpg)
Rumah Krong Bade berbentuk persegi panjang dan memanjang dari timur ke barat. Atap Rumah Krong Bade terbuat dari daun rumbia. (hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/20150315_183615_jalan-gunungbatur.jpg) Pembagian Ruangan
Pembagian ruangan dalam Rumah Krong Bade terdiri dari 4 bagian yaitu bagian bawah, bagian depan, bagian tengah, dan bagian belakang. Setiap ruang memiliki fungsi masing-masing. Ruang Bawah
Bagian bawah Rumah Krong Bade digunakan untuk menyimpan barang-barang pemilik rumah seperti padi atau hasil panen lainnya. Dapat dikatakan bahwa ruang bawah berfungsi sebagai gudang. Ruang bawah juga dipakai untuk menaruh alat penumbuk padi. Selain itu, ruang bawah juga pusat aktifitas bagi kaum perempuan yaitu membuat kain khas Aceh dan sebagai tempat menjual kain tersebut.
Ruang Depan Ruang depan berfungsi sebagai ruang santai. Ruangan ini bisa dipakai untuk beristirahat bagi anggota keluarga dan juga bagi kegiatan yang sifatnya santai seperti anak-anak belajar. Ruang depan juga bisa dipakai untuk menerima tamu. Ruang depan tidak memiliki kamar. Ruang Tengah Ruang tengah atau biasa disebut sebagai seuramoe teungoh adalah ruangan inti dari Rumah Krong Bade dan karena itu, ruangan ini juga dikenal sebagai rumah inong. Berbeda dengan ruang depan, ruang tengah memiliki beberapa kamar di sisi kiri dan sisi kanan. Ruang tengah mempunyai letak lebih tinggi daripada ruang depan. Ruang tengah tidak boleh dimasuki oleh tamu karena ruangan ini hanya khusus untuk anggota keluarga. Anggota keluarga pun tidak semua bisa masuk ke ruang tengah. Umumnya, ruang tengah ini dipakai sebagai ruang tidur kepala keluarga. Pada acara-acara khusus keluarga seperti pernikahan, ruang tengah dipakai sebagai ruang tidur pengantin. Ruang tengah juga dipakai pada acara kematian sebagai ruang pemandian mayat. Ruang Belakang Ruang belakang atau yang biasa disebut sebagai seurameo likot adalah ruang santai untuk keluarga. Ruangan ini letaknya lebih rendah daripada ruang tengah dan berfungsi sebagai dapur serta tempat keluarga bercengkramah. Ruang belakang sama seperti ruang depan yang tidak memiliki kamar. Bahan-bahan bangunan
Dalam membangun Rumah Krong Bade dibutuhkan beberapa bahan bangunan. Kayu adalah bahan utama dari rumah aceh. Kayu digunakan untuk membuat tiang penyangga rumah. Pa an an di unakan untuk membuat dindin dan lantai rumah.
Bambu atau yang biasa disebut trieng digunakan untuk membuat alas lantai. Temor atau yang biasa disebut enau digunakan sebagai bahan cadangan untuk membuat dinding dan lantai selain bambu. Tali Pengikat atau yang biasa disebut dengan taloe meu-ikat digunakan untuk mengikat bahan-bahan bangunan. Tali pengikat ini terbuat dari bahan rotan, tali ijuk, atau kulit pohon waru. Daun Rumbia atau yang biasa disebut dengan oen meuria yang digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat atap rumah. Daun Enau digunakan sebagai bahan cadangan untuk membuat atap, apabila daun Rumbia tidak ada. Pelepah Rumbia atau biasa disebut dengan peuleupeuk meuria adalah bahan dasar untuk membuat dinding rumah dan juga lemari. Makna
Rumah Krong Bade mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat Aceh. Rumah ini merupakan identitas dari masyarakat Aceh. Penggunaan bahan materi bangunan yang diambil dari alam mempunyai makna bahwa masyarakat Aceh mempunyai kehidupan yang dekat dengan alam. Masyarakat Aceh bahkan tidak menggunakan paku dalam membuat rumah Krong Bade. Mereka menggunakan tali untuk mengikat satu bahan bangunan dengan bahan bangunan yang lain. Ukiran-ukiran pada rumah Krong Bade pun mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat Aceh. Hal ini berhubungan dengan status sosial seseorang dalam masyarakat Aceh. Banyaknya ukiran pada rumah Krong Bade yang dimiliki seseorang menentukan kemampuan ekonomi dari orang tersebut. RUMAH BOLON SUMATERA UTARA
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/3.png)
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/4.jpg)
Rumah Bolon adalah salah satu rumah adat masyarakat etnis Batak Simalungun di Pematang Purba, Sumatera Utara. Bisa juga disebut dengan Rumah Adat Batak Toba Sumatera Utara. Rumah adat Batak ini menjadi simbolisasi kebudayaan masyarakat Batak. Rumah Bolon ika diartikan adalah rumah besar karena ukurannya memang cukup besar. Dulunya digunakan sebagai kediaman Raja Purba beserta istri-istrinya pada masa kejayaan raja-raja Batak yang pernah berkuasa di Tanah Batak. Dalam sejarahnya, Rumah Bolon dibangun pada masa perkembangan sosial dalam masyarakat Batak yang diyakini berasal dari wilayah Pulau Samosir. Rumah Bolon juga merupakan bangunan adat legendaris dan menurut sejarah, rumah Bolon ini telah ada sejak ratusan tahun yang lalu, tepatnya di beberapa generasi awal dari Siraja Batak.
hp://id.m.wikipedia.org/wiki/Rumah__Bolon (Sumber : (hp://id.m.wikipedia.org/wiki/Rumah__Bolon) ) Bahan
Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Atapnya memiliki ciri khas yang unik,
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/20150315_211210_jalan-gunungbatur.jpg)
Dua ujung atap lancip di depan dan di belakang. Namun ujung pada bagian belakang lebih panjang agar keturunan dari yang punya rumah nantinya akan lebih sukses. Dinding dan lantainya terbuat dari papan atau tepas, atapnya terbuat dari ijuk atau daun rumbiah. Rumah adat ini tidak menggunakan paku, melainkan menggunakan tali yang diikat dengan kuat. Pintu masuk rumah adat ini, memiliki dua macam daun pintu yaitu daun pintu yang horizontal dan vertikal. Pada bagian pintu atas depan rumah Bolon terdapat Gorga, yaitu sebuah lukisan berwarna merah, hitam, dan putih. Biasanya terdapat lukisan hewan seperti cicak, ular ataupun kerbau. Dua hewan yang menjadi dekorasi rumah Bolon memiliki makna yang sangat berarti. Pada gorga yang dilukis gambar hewan cicak bermakna, orang Batak mampu bertahan hidup di manapun meski dia merantau sekalipun ke tempat yang jauh. Hal ini karena orang Batak memiliki rasa persaudaraan yang sangat kuat dan tidak terputus antara sesama sukunya. Sedangkan gambar kerbau bermakna sebagai ucapan terima kasih atas bantuan kerbau telah membantu manusia dalam pekerjaan ladang masyarakat. Jabu Bong,yang ditempati oleh Kepala Rumah atau Porjabu Bong, dengan istri dan anak-anak yang masih kecil.
Jabu bong dinamakan Jabu Soding, yang dikhususkan untuk anak perempuan yang telah menikah tapi belum mempunyai rumah sendiri. Jabu Suhat, diperuntukkan bagi anak laki-laki tertua yang sudah menikah. Tampar Piring yang diperuntukkan bagi tamu. Tengah-tengah rumah merupakan daerah netral yang disebut telaga dan berfungsi sebagai tempat bermusyawarah. Perancang rumah Bolon ini ialah arsitektur kuno Simalungun. Rumah adat ini sekaligus menjadi simbol status sosial masyarakat Batak yang tinggal di Sumatera Utara.
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/20150315_211217_jalan-gunungbatur.jpg)
Untuk memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Dan jika ada yang ingin masuk ke rumah adat ini harus menundukkan kepalanya karena pintunya agak pendek dan berukuran kecil, yaitu kurang dari satu meter. Hal ini menandakan bahwa seseorang harus menghormati tuan rumah dengan cara menunduk saat memasukinya (Sibaba Ni Aporit) yang artinya menghormati pemilik rumah. Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa adanya kamar-kamar. Dalam rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat. Rumah Bolon memiliki kolong (bagian bawah rumah) yang tingginya sekitar dua meter. Kolong tersebut biasanya digunakan untuk memelihara hewan, seperti babi, ayam, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, terjadilah pembagian etnis Batak ke dalam beberapa sub-etnis Batak. Tetapi Rumah Bolon masih tetap digunakan sebagai simbolisasi kebudayaan beberapa subetnis Batak tersebut. Meskipun ada dua sub-etnis Batak yang tidak memiliki bangunan adat Rumah Bolon, seperti etnis Mandailing dan etnis Batak Angkola dengan bangunan adat Sopo Godang, yang bentuknya berbeda bahkan satu bagiannya tidak ada yang menyerupai Rumah Bolon. Bentuk
Rumah Bolon memilik bentuk persegi empat. Rumah Bolon mempunyai model seperti rumah panggung. Rumah ini memiliki tinggi dari tanah sekitar 1,75 meter dari tanah. Tingginya rumah Bolon menyebabkan penghuni rumah atau tamu yang hendak masuk ke dalam rumah harus menggunakan tangga. Tangga rumah Bolon terletak di tengah-tengah badan rumah. Hal ini mengakibatkan jika tamu atau penghuni rumah harus menunduk untuk berjalan ke tangga. Bagian dalam rumah Bolon adalah sebuah ruang kosong yang besar dan terbuka tanpa kamar. Rumah berbentuk persegi empat ini ditopang oleh tiang-tiang penyangga. Tiang-tiang ini meno an tia sudut rumah termasuk u a lantai dari rumah Bolon. Rumah Bolon memiliki ata
yang melengkung pada bagian depan dan belakang. Rumah Bolon memilik atap yang berbentuk seperti pelana kuda. Ciri Khas
Lantai rumah Bolon terbuat dari papan dan atap rumah bolon terbuat dari ijuk atau daun rumbia. Bagian dalam rumah Bolon adalah ruangan besar yang tidak terbagi-bagi atas Rumah Bolon tidak menggunakan paku. Rumah Bolon hanya menggunakan tali untuk menyatukan bahan-bahan rumah. Tali ini diikatkan kepada kayu dengan kuat agar rangka rumah tidak longgar ataupun rubuh suatu saat. Pada badan rumah Bolon terdapat berbagai ukiran maupun gambar yang memiliki makna sesuai dengan kehidupan masyarakat Batak. (hp://pesonanegeriku.com/rumah_bolon_rumah_adat_suku_batak (hp://pesonanegeriku.com/rumah_bolon_rumah_adat_suku_batak))
RUMAH GADANG SUMATERA BARAT
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/5.jpg)
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/6.jpg)
Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan banyak di jumpai di provinsi Sumatera Barat, Indonesia.
Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjuang.
Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Negeri Sembilan, Malaysia. Namun tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau. Fungsi
Rumah Gadang sebagai tempat tinggal bersama, mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Setiap perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar bersama di ujung yang lain. Seluruh bagian dalam Rumah Gadang merupakan ruangan lepas kecuali kamar tidur. Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas. (Sumber : hp://id.m.wikipedia.org/wiki/Rumah_Gadang (hp://id.m.wikipedia.org/wiki/Rumah_Gadang) )
Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan pada kaum tersebut. Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjung (Bahasa Minang: anjuang) sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula sebagai rumah Baanjuang. Anjung pada kelarasan Bodi-Chaniago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan pada kelarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut prinsip pemerintahan yang hirarki menggunakan anjung yang memakai tongkat penyangga, pada golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung di udara. Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum menikah. Arsitektur
Rumah adat ini memiliki keunikan bentuk arsitektur dengan bentuk puncak atapnya runcing yang menyerupai tanduk kerbau dan dahulunya dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai puluhan tahun namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng.
uma a ang n ua er en u empa perseg pan ang an ag a as ua ag an muka dan belakang. Dari bagian dari depan Rumah Gadang biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan umumnya bermotif akar, bunga, daun serta bidang persegi empat dan genjang. Sedangkan bagian luar belakang dilapisi dengan belahan bambu. Rumah tradisional ini dibina dari tiang-tiang panjang, bangunan rumah dibuat besar ke atas, namun tidak mudah rebah oleh goncangan, dan setiap elemen dari Rumah Gadang mempunyai makna tersendiri yang dilatari oleh tambo yang ada dalam adat dan budaya masyarakat setempat. Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak pada bagian depan. Sementara dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding. Ukiran
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/8.jpg) (hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/7.jpg)
Ragam ukir khas Minangkabau pada dinding bagian luar dari Rumah Gadang Pada bagian dinding Rumah Gadang di buat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal, sementara semua papan yang menjadi dinding dan menjadi bingkai diberi ukiran, sehingga seluruh dinding menjadi penuh
ukiran. Penempatan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding Rumah Gadang.
Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Disamping motif akar, motif lain yang dijumpai adalah motif geometri bersegi tiga, empat dan genjang. Motif daun, bunga atau buah dapat juga diukir tersendiri atau secara berjajaran. Bagian-bagian Bangunan
Sesuai dengan pengelompokan masyarakat Minang, Rumah Gadang juga terdiri atas tiga model/tipe yakni: 1. Rumah Gadang Gajah Maharam Rumah Gadang Gajah Maharam yang juga dikenal sebagai Rumah Gadang Koto Poliang, dapat dibedakan dengan gaya Rumah Gadang Rajo Babanding dan Rumah Gadang Bapaserek antara lain karena perbandingan antara panjang: lebar: tingginya menimbulkan kesan gemuk seperti gajah sedang mendekam. Ciri lainnya adalah beranjung pada kedua ujung kiri dan kanannya yakni ditinggikan dari lantai. Tentang ukuran secara matematika tidak diketahui, hanya disebut dalam pepatah-petitih sebagai: “Selangkah gading, sepekik anak, sekejab kubin melayang, sekuat kuaran terbang, selanjar kuda berlari”. Jadi ukuran sebuah Rumah Gadang tidak tertentu, tetapi yang penting selaras, serasi, indah dan semua fungsi terpenuhi. Kayu untuk tiang diambil dari hutan secara bergotong-royong. Tiap-tiap tiang atau sekumpulan tiang mempunyai nama masing-masing, seperti: tiang tepi, tiang timban, tiang tengah, tiang dalam, tiang panjang, tiang selip dan tiang dapur. Sebelum digunakan kayu-kayu calon tiang itu direndam dalam lumpur di teba bertahun-tahun. Tiang-tiang dibuat indah, bersegisegi dan diukir. Banyaknya segi tergantung besar kecilnya. Yang pahng kecil bersegi delapan, yang lebih besar bersegi 12 atau 16. Yang dimaksud indah tidak selalu harus lurus, ada pula yang bengkok. Rumah Gadang gaya Gajah Maharam dengan sembilan ruang ditambah anjung kiri dan kanan, memerlukan tiang 98 (sembilan puluh delapan) batang. 1. Rumah Gadang Rajo Babandiang Dalam hal arsitektur tidak banyak perbedaan dengan jenis Gajah Maharam, hanya atapnya yang lebih tinggi dan lebih mencuat ke atas. Pada bagian dalamnya tidak beranjang. Bagian yang tampak agak ditinggikan itu bukan anjung tetapi “tingkah”. Pada bagian belakang rumah ada bagian yang ditinggikan lebih kurang sama dengan tingkah dan disebut “bandua”. Bagian luar belakangnya sama dengan Rumah Gadang Gajah Maharam. 1. Rumah Gadang Bapaserek Bapaserek berasal dari kata “serek”, berarti berperseret. Yang diseret adalah bagian
, dinding luar anjungan. Rumah Gadang ini ada anjungan tetapi hanya di sebelah kiri (ujung) dan lebih rendah seperti Rumah Gadang Rajo Babandiang, begitu juga banduannya.
(hp://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1018/rumah-gadang (hp://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1018/rumah-gadang))
RUMAH ADAT BUBUNGAN LIMA BENGKULU
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/9.jpg)
Rumah Bubungan Lima adalah rumah adat resmi Provinsi Bengkulu. Rumah Bubungan Lima termasuk jenis rumah panggung. “Bubungan lima” sejatinya merujuk pada atap dari rumah panggung tersebut. Selain “bubungan lima”, rumah panggung khas Bengkulu ini memiliki bentuk atap lainnya, sperti “bubungan limas”, “bubungan haji”, dan “bubungan jembatan”. Material utama yang digunakan adalah kayu medang kemuning atau surian balam, yang berkarakter lembut namun tahan lama. Lantainya terbuat dari papan, sementara atapnya terbuat dari ijuk enau atau sirap. Sementara di bagian depan, terdapat tangga untuk naik-turun rumah, yang umlahnya biasanya ganjil (berkaitan dengan nilai adat). (Sumber : hp://id.m.wikipedia.org/wiki/Rumah_Bubungan_lima (hp://id.m.wikipedia.org/wiki/Rumah_Bubungan_lima))
Menilik sejumlah literatur yang menerangkan tentang rumah adat ini, kesimpulan sementara yang bisa diambil adalah, rumah ini bukanlah jenis tempat tinggal yang umum ditempati masyarakat. Rumah Bubungan Lima (juga jenis rumah adat lainnya di Bengkulu) merupakan rumah dengan fungsi khusus yang digunakan untuk ritus-ritus adat atau acara khusus, seperti penyambutan tamu, kelahiran, perkawinan, atau kematian. Rumah Bubungan Lima, merupakan salah satu prototipe hunian tahan banjir, yang merepresentasikan nilai-nilai kearifan lokal pada masyarakat Bengkulu. Bagian atas terdiri dari: Atap, terbuat dari ijuk, bambu, atau seng, Bubungan, ada beberapa bentuk, Pacu (plafon), dari papan atau pelupuh, Peran, balok-balok bagian atas yang menghubungkan tiang-tiang bagian atas,
Kap, kerangka untuk menempel kasau, Kasau, untuk mendasi reng, Reng, untuk menempel atap, dan Listplang, suyuk, penyunting. Bagian tengah terdiri dari: Kusen, kerangka untuk pintu dan jendela, Dinding, terbuat dari papan atau pelupuh, Jendela, bentuk biasa dan bentuk ram, Pintu, bentuk biasa dan bentuk ram, Tulusi (lubang angin), ventilasi, biasanya di atas pintu dan jendela, dibuat dengan berbagai ragam hias, Tiang penjuru, Piabung, tiang penjuru halaman, Tiang tengah, Bendu, balok melintang sepanjang dinding. Sementara bagian bawah, terdiri dari: Lantai, dari papan, bambu, atau pelupuh, Geladak, dari papan 8 dim dengan lebar 50cm, dipasang sepanjang dinding luar di atas balok, Kijing, penutup balok pinggir dari luar, sepanjang keliling dinding, Balok (besar), kerangka untuk lantai yang memanjang ke depan, Tailan, balok sedang yang berfungsi sebagai tempat menempelkan lantai, Blandar, penahan talian, melintang, Bedu, balok diatas sebagai tempat meletakkan rel, Bidai, bamboo tebal yang dipasang melintang dari papan lantai, untuk mempertahankan dari tusukan musuh dari bawah rumah, Pelupuh kamar tidur, sejajar dengan papan lantai (di atas bidai), Lapik tiang, batu pondasi tiang rumahtiang rumah, Tangga depan dan belakang. Susunan Ruang dan Fungsinya
Susunan ruang Rumah Bubungan Lima (dan rumah panggung Melayu Bengkulu umumnya) beserta fungsinya, adalah sebagai berikut: Berendo Tempat menerima tamu yang belum dikenal, atau tamu yang hanya menyampaikan suatu pesan (sebentar). Selain itu juga dipergunakan untuk bersantai pada pagi atau sore hari. Bagi anak-anak, berendo juga sering dipergunakan untuk bermain congkak, karet, dll Hall Ruang untuk menerima tamu yang sudah dikenal baik, keluarga dekat, atau orang yang disegani. Ruangan ini juga digunakan untuk tempat cengkrama keluarga pada malam hari, ruangan belajar bagi anak-anak, dan sewaktu-waktu ruang ini digunakan untuk selamatan atau mufakat sanak famili. Bilik Gedang Bilik gedang atau bilik induk merupakan kamar tidur bagi kepala keluarga (suami istri) serta
anak-anak yang masih kecil. Bilik Gadis
Biasanya terdapat pada keluarga yang memiliki anak gadis, merupakan kamar bagi Si Anak Gadis. Selain uantuk tidur juga digunakan untuk bersolek. Bilik gadis biasanya berdampingan dengan bilik gedang, demi keamanan dan kemudahan pengawasan terhadap anak gadis mereka. Ruang Tengah Biasanya dikosongkan dari perabot rumah, dan di sudutnya disediakan beberapa helai tikar bergulung karena fungsi utamanya adalah untuk menerima tamu bagi ibu rumah tangga atau keluarga dekat bagi si gadis. Di samping itu juga sering dipakai sebagai tempat belajar mengaji. Bagi keluarga yang tidak memilki kamar bujang tersendiri, kadang-kadang dipakai untuk tempat tidur anak bujang. Ruang Makan Tempat makan keluarga. Pada rumah kecil biasanya tidak terdapat ruang makan, mereka makan di ruang tengah. Bila ada tamu bukan keluarga dekat, maka untuk mengajak tamu makan bersama digunakan hal, bukan di ruang makan. Garang Tempat penyimpanan tempayan air atau gerigik atau tempat air lainnya, juga dipakai untuk tempat mencuci piring dan mencuci kaki sebelum masuk rumah atau dapur Dapur Ruangan untuk memasak Berendo Belakang Serambi belakang, tempat bersantai bagi kaum wanita pada siang atau sore hari, melepas lelah setelah mengerjakan tugas, tempat mengobrol sambil mencari kutu. Selain Rumah Bubungan Lima, di Provinsi Bengkulu juga terdapat rumah adat yang lain seperti Rumah Umeak Potong Jang, Rumah Kubung Beranak, Rumah Patah Sembilan, dan lain sebagainya. (hp://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1027/rumah-bubungan-lima-bengkulu (hp://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1027/rumah-bubungan-lima-bengkulu)) RUMAH ADAT SELASO JATUH KEMBAR KEPULAUAN RIAU
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/10.jpg)
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/11.jpg)
Riau memang sangat kaya dengan keragaman seni dan budayanya, seperti halnya keragam bentuk dari rumah adat yang terdapat di kabupaten dan kota di Provinsi Riau. Keragaman tersebut terjadi karena secara geografi provinsi Riau terpisahkan laut antara satu pulau dengan lainnya. Mungkin jaman dahulu faktor tersebut menjadi akibat dari sulitnya komuikasi sehingga saling mengisolasi diri. Maka antara satu daerah dan lainya walau agak mirip tapi bentuk budaya dan rumahnya sedikit berbeda. Namun dari keragaman bentuk rumah tradisional yang terdapat di Riau, ada kesamaan enis dan gaya arsitektur. Dari jenisnya, rumah tradisional masyarakat Riau pada umumnya adalah rumah panggung yang berdiri diatas tiang dengan bentuk bangunan persegi panjang. Dari beberapa bentuk rumah ini hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya sama, dan memiliki ukiran melayu seperti selembayung, lebah bergayut, pucuk rebung dll. Keumuman berikutnya terletak pada arah rumah tradisional masyarakat Riau yang dibangun menghadap ke sungai. Ini terjadi karena masyarakat tardisional Riau menggunakan sungai sebagai sarana transfortasi. Maka tak heran jika kita akan menemukan banyak perkampungan masyarakat Riau terletak di sepanjang pinggiran sungai Siak, Mandau, Siak Kecil dan pada anak sungai di pedalam lainnya. Karena tipographi pemukiman masyarakat Riau yang demikian, maka kita akan mendapati pangkalan tempat menambatkan perahu dan juga tempat mandi di muka rumah masing-masing. Selain itu, hingga tahun 70-an, kampung-kampung tersebut tidak mengenal batas-batas tertentu, seperti halnya perkampungan masyarakat pantai.
terdapat di sana. Namun hari ini tentunya telah dibuatkan sarana adminstrasi seperti Balai Desa, dll dengan istilah “pemekaran”.
Maka menjadi keunikan tersendiri ketika Rumah Selaso Jatuh Kembar diajukan sebagai rumah tradisional Riau untuk dibuatkan anjungannya di TMII pada tahun 1971. Karena ternyata Rumah Selaso Jatuh Kembar adalah sejenis bangunan berbentuk rumah (dilingkupi dinding, berpintu dan jendela) tapi fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat karena “rumah” ini tidak memiliki serambi atau kamar. Jika dideskripsikan, denah rumah Selaso Jatuh Kembar hanya memiliki Selasar di bagian depan. Tengah rumah pada bagian tengah dengan bersekat papan antara selasar dan telo. Kemudian bentuk rumah mengecil pada bagian telo yang berguna sebagai tempat makan, dll. Dan pada bagian belakang terdapat dapur. Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran. Di puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang disebut Salembayung atau Sulobuyung yang mengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selasar dalam bahasa melayu disebut dengan Selaso. Selaso jatuh kembar sendiri bermakna rumah yang memiliki dua selasar (selaso, salaso) yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah. Rumah Selaso Jatuh Kembar dihiasi corak dasar Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa. Benda-benda itulah yang direkareka dalam bentuk-bentuk tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun dalam bentuk yang sudah diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi menampakkan wujud asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik pulang petang, semut beriring, dan lebah bergantung. Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Padahal sejak jaman dahulu gaya arsitektur bangunan dan seni ukir masyarakat Riau sangat kuat dipengaruhi oleh corak Hindu-Budha. Peralihan gaya pada corak ini terjadi karena orang Melayu Riau kekinian pada umumnya beragama Islam. Sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus pada hal-hal yang berbau “keberhalaan”. Jika kita telusuri sejarah kelahiran tulisan melayu (aksara arab) dan corak seni ukir flora masyarakat Melayu Riau ini dilatarbelakangi oleh perkembangan Agama Islam mulai dari jaman kerajaan Malaka. Ada pun corak hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan tempatan. Corak semut dipakai walau tidak dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut beriring karena sifat semut yang rukun dan tolongmenolong. Begitu pula dengan corak lebah, disebut lebah bergantung, karena sifat lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Corak naga berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai penguasa lautan dan sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang, matahari, dan awan dijadikan corak karena mengandung nilai falsafah tertentu pula. Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik (Belah ketupat), lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Al uran. Pen emban an corak-corak dasar itu di satu sisi mem erka a bentuk hiasan. Di
sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya. (sumber : hp://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1009/rumah-selaso-kembar (hp://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1009/rumah-selaso-kembar)) (sumber : hp://rangkumanku.wordpress.com/senikebudayaan/rumah-adat-riau (hp://rangkumanku.wordpress.com/senikebudayaan/rumah-adat-riau)) RUMAH ADAT JAMBI
(hps://andypriawan.files.wordpress.com/2015/05/12.jpg)
1. Kajang Lako Rumah Orang Batin (Jambi) Identitas Rumah Adat
Orang Batin adalah salah satu suku bangsa yang ada di Provinsi Jambi. Sampai sekarang orang Batin masih mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, bahkan peninggalan bangunan tua pun masih bisa dinikmati keindahannya dan masih dipergunakan hingga kini. Konon kabarnya orang Batin berasal dari 60 tumbi (keluarga) yang pindah dari Koto Rayo. Ke 60 keluarga inilah yang merupakan asal mula Marga Batin V, dengan 5 dusun asal. Jadi daerah Marga Batin V itu berarti kumpulan 5 dusun yang asalnya dari satu dusun yang sama. Kelima dusun tersebut adalah Tanjung Muara Semayo, Dusun Seling, Dusun Kapuk, Dusun Pulau Aro, dan Dusun Muara Jernih. Daerah Margo Batin V kini masuk wilayah Kecamatan Tabir, dengan ibukotanya di Rantau Panjang, Kabupaten Sorolangun Bangko. Pada awalnya orang Batin tinggal berkelompok, terdiri dari 5 kelompok asal yang membentuk 5 dusun. Salah satu perkampungan Batin yang masih utuh hingga sekarang adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang. Rumah-rumah di sana dibangun memanjang secara terpisah, berjarak sekitar 2 m, menghadap ke jalan. Di belakang rumah dibangun lumbung tempat menyimpan padi. Pada umumnya mata pencaharian orang Batin adalah bertani, baik di ladang maupun di sawah. Selain itu, mereka juga berkebun, mencari hasil hutan, mendulang emas, dan mencari ikan di sungai. Bentuk Rumah
. Rumah Lamo seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah lamo berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya, dan dipengaruhi pula oleh hukum Islam. Sebagai suatu bangunan tempat tinggal, rumah lamo terdiri dari beberapa bagian, yaitu bubungan/atap, kasau bentuk, dinding, pintu/jendela, tiang, lantai, tebar layar, penteh, pelamban, dan tangga. Bubungan/atap biasa juga disebut dengan ‘gajah mabuk,’ diambil dari nama pembuat rumah yang kala itu sedang mabuk cinta tetapi tidak mendapat restu dari orang tuanya. Bentuk bubungan disebut juga lipat kajang, atau potong jerambah. Atap dibuat dari mengkuang atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua. Dari samping, atap rumah lamo kelihatan berbentuk segi tiga. Bentuk atap seperti itu dimaksudkan untuk mempermudah turunnya air bila hari hujan, mempermudah sirkulasi udara, dan menyimpan barang. Kasau Bentuk adalah atap yang berada di ujung atas sebelah atas. Kasau bentuk berada di depan dan belakang rumah, bentuknya miring, berfungsi untuk mencegah air masuk bila hujan. Kasou bentuk dibuat sepanjang 60 cm dan selebar bubungan. Dinding/masinding rumah lamo dibuat dari papan, sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam. Ketiga pintu tersebut adalah pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang. Pintu tegak berada di ujung sebelah kiri bangunan, berfungsi sebagai pintu masuk. Pintu tegak dibuat rendah sehingga setiap orang yang masuk ke rumah harus menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada si empunya rumah. Pintu masinding berfungsi sebagai jendela, terletak di ruang tamu. Pintu ini dapat digunakan untuk melihat ke bawah, sebagai ventilasi terutama pada waktu berlangsung upacara adat, dan untuk mempermudah orang yang ada di bawah untuk mengetahui apakah upacara adat sudah dimulai atau belum. Pintu balik melintang adalah jendela terdapat pada tiang balik melintang. Pintu itu digunakan oleh pemuka-pemuka adat, alim ulama, ninik mamak, dan cerdik pandai. Adapun jumlah tiang rumah lamo adalah 30 terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam, dengan panjang masing-masing 4,25 m. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan. Lantai rumah adat dusun Lamo di Rantau Panjang, Jambi, dibuat bartingkat. Tingkatan pertama disebut lantai utama, yaitu lantai yang terdapat di ruang balik melintang. Dalam upacara adat, ruangan tersebut tidak bisa ditempati oleh sembarang orang karena dikhususkan untuk pemuka adat. Lantai utama dibuat dari belahan bambu yang dianyam dengan rotan. Tingkatan selanjutnya disebut lantai biasa. Lantai biasa di ruang balik menalam, ruang tamu biasa, ruang gaho, dan pelamban. Tebar layar, berfungsi sebagai dinding dan penutup ruang atas. Untuk menahan tempias air hujan, terdapat di ujung sebelah kiri dan kanan bagian atas bangunan. Bahan yang digunakan adalah papan. Penteh, adalah tempat untuk menyimpan terletak di bagian atas bangunan. Bagian rumah selanjutnya adalah pelamban, yaitu bagian rumah terdepan yang berada di ujung sebelah kiri. Pelamban merupakan bangunan tambahan/seperti teras. Menurut adat setempat, pelamban digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang belum dipersilahkan
masuk.
Sebagai ruang panggung, rumah tinggal orang Batin mempunyai 2 macam tangga. Yang pertama adalah tangga utama, yaitu tangga yang terdapat di sebelah kanan pelamban. Yang kedua adalah tangga penteh, digunakan untuk naik ke penteh. 3. Susunan dan Fungsi Ruangan Kajang Lako terdiri dari 8 ruangan, meliputi pelamban, ruang gaho, ruang masinding, ruang tengah, ruang balik melintang, ruang balik menalam, ruang atas/penteh, dan ruang bawah/bauman. Yang disebut pelamban adalah bagian bangunan yang berada di sebelah kiri bangunan induk. Lantainya terbuat dari bambu belah yang telah diawetkan dan dipasang agak jarang untuk mempermudah air mengalir ke bawah. Ruang gaho adalah ruang yang terdapat di ujung sebelah kiri bangunan dengan arah memanjang. Pada ruang gaho terdapat ruang dapur, ruang tempat air dan ruang tempat menyimpan. Ruang masinding adalah ruang depan yang berkaitan dengan masinding. Dalam musyawarah adat, ruangan ini dipergunakan untuk tempat duduk orang biasa. Ruang ini khusus untuk kaum laki-laki. Ruang tengah adalah ruang yang berada di tengah-tengah bangunan. Antara ruang tengah dengan ruang masinding tidak memakai dinding. Pada saat pelaksanaan upacara adat, ruang tengah ini ditempati oleh para wanita. Ruangan lain dalam rumah tinggal orang Batin adalah ruang balik menalam atau ruang dalam. Bagian-bagian dari ruang ini adalah ruang makan, ruang tidur orang tua, dan ruang tidur anak gadis. Selanjutnya adalah ruang balik malintang. Ruang ini berada di ujung sebelah kanan bangunan menghadap ke ruang tengah dan ruang masinding. Lantai ruangan ini dibuat lebih tinggi daripada ruangan lainnya, karena dianggap sebagai ruang utama. Ruangan ini tidak boleh ditempati oleh sembarang orang. Besarnya ruang balik melintang adalah 2×9 m, sama dengan ruang gaho. Rumah lamo juga mempunyai ruang atas yang disebut penteh. Ruangan ini berada di atas bangunan, dipergunakan untuk menyimpan barang. Selain ruang atas, juga ada ruang bawah atau bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan, memasak pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya. 4. Ragam Hias Bangunan rumah tinggal orang Batin dihiasi dengan beberapa motif ragam hias yang berbentuk ukir-ukiran. Motif ragam hias di sana adalah flora (tumbuh-tumbuhan) dan fauna (binatang). Motif flora yang digunakan dalam ragam hias antara lain adalah motif bungo tanjung, motif tampuk manggis, dan motif bungo jeruk. Motif bungo tanjung diukirkan di bagian depan masinding. Motif tampuk manggis juga di depan masinding dan di atas pintu, sedang bungo jeruk di luar rasuk (belandar) dan di atas intu. Ra am hias den an motif flora dibuat berwarna.
Kedua motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk memperindah bentuk bangunan dan sebagai gambaran bahwa di sana banyak terdapat tumbuh-tumbuhan. Adapun motif fauna yang digunakan dalam ragam hias adalah motif ikan. Ragam hias yang berbentuk ikan sudah distilir ke dalam bentuk daun-daunan yang dilengkapi dengan bentuk sisik ikan. Motif ikan dibuat tidak berwarna dan diukirkan di bagian bendul gaho serta balik melintang. 2. Rumah Tuo Identitas Rumah Tuo
Dalam penelusuran Kompas di sebuah permukiman tertua di Jambi belum lama ini, diperoleh data bahwa dari sinilah sesungguhnya identitas Jambi melalui rumah adatnya terkuak. Permukiman ini berlokasi di Dusun Kampung Baru, Kelurahan Rantau Panjang, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Jambi. Rumah Jambi identik dengan adat Melayu Kuno. Di dalam rumah tergambar tentang hubungan manusia dalam sebuah keluarga inti, keluarga besar, dan masyarakat. Ada penghormatan terhadap nini mamak, jaminan perlindungan bagi anak-anak, hidup berkecukupan dalam keluarga, dan keharmonisan sosial dalam masyarakat. Di sini, etika hidup pun sangat dijunjung. Rumah tertua di sana disebut Rumah Tuo milik Umar Amra (67), keturunan ke-13 dari Undup Pinang Masak. Ia adalah salah seorang bangsawan Melayu Kuno yang eksodus dari Desa Kuto Rayo, Tabir. Rumah bertiang ini masih kokoh meski tiang-tiang dan kerangkanya dari kayu kulim, yang sangat keras dagingnya itu, sudah berusia 600 tahun. Kesepakatan para leluhur menetapkan 20 tiang dipancang untuk menegakkan sebuah rumah. Atapnya semula dari daun rumbia, namun kini telah berganti seng. Kolong rumah jadi gudang penyimpanan kayu bakar untuk memasak dan tempat ternak. Rumah tuo melebar tampak dari muka, dengan tiga jendela besar yang selalu dibuka pemiliknya hingga sore. Begitu cermatnya nenek moyang mereka, sampai-sampai etika diatur melalui penataan jendela. Etika bertamu diatur oleh hukum adat. Tamu yang bertandang akan masuk ke rumah lewat tangga di sebelah kanan. Untuk tamu yang masih bujang, panggilan anak laki-laki belum menikah yang hendak bertamu, hanya boleh duduk sampai batas jendela paling kanan. Artinya, ia hanya boleh duduk paling dekat pintu masuk dan tidak boleh lebih ke dalam lagi. Sedangkan yang dapat duduk sedikit lebih dalam, setidaknya sampai ke batas jendela kedua, adalah bujang dari keluarga besar alias punya ikatan keluarga dengan pemilik rumah. Yang dapat masuk ke rumah hingga ke bagian dalamnya adalah kaum pria yang telah menikah dan kaum perempuan. Bilik melintang pada sisi dalam yang paling kiri adalah wilayah khusus bagi tetua kampung atau tamu kehormatan. Panjang bilik sekitar empat meter. Pada acara-acara rembuk warga, mereka yang duduk dalam bilik melintang akan dapat melihat seluruh tamu, atau tamutamu yang baru akan masuk rumah melalui tangga. 2. Satu Bilik