i
i
Asuhan Keperawatan dan Penatalaksanaan Pasien Hipertensi
FOCUS GROUP 3
(Aprillia Puspitasari, 1206253016)
(Dini Tania Budianti, 1206218953)
(Gina Zaipa, 1206218820)
(Jayanti Indah Layla, 1206241161)
(Vina Novia Sari,1206218663)
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Asuhan Keperawatan dan Penatalaksanaan Pasien Hipertensi".
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah KD4 sebagai laporan hasil diskusi kelompok.
Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak hambatan dan kesulitan yang kami temui, namun berkat bimbingan, tuntunan yang diberikan, serta dukungan dari berbagai pihak yang terlibat maka makalah ini dapat terselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Ibu Riri Maria, selaku fasilitator mata kuliah KD4
Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dan motivasi untuk penulis
Rekan-rekan yang telah memberikan semangat sehingga terselesaikannya makalah ini
dan semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis
Kami sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kurang lebihnya kami mohon maaf, semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca pada khususnya dan kita semua pada umumnya, amin.
Depok, 19 Maret 2014
Focus Group 3
Daftar Isi
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 1
1.3 Rumusan Masalah 2
1.4 Sistematika Penulisan 2
1.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 2
BAB II 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Tekanan Darah 3
2.2. Hipertensi 5
2.3 Faktor Resiko Hipertensi 5
2.4. Manifestasi klinis Hipertensi 6
2.5 Klasifikasi Hipertensi 6
2.6 Patofisiologi Hipertensi Esensial 8
2.7 Komplikasi Hipertensi 9
2.8 Manajemen Hipertensi 10
2.9 Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Hipertensi (Sosial, Ekonomi, dan Budaya) 14
BAB III 16
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI 16
BAB IV 30
PENUTUP 30
4.1 Kesimpulan 30
4.2 Saran 30
REFERENSI 31
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia. Darah yang beredar keseluruh tubuh ini berfungsi untuk mengangkut oksigen dan sisa hasil metabolisme. Tekanan darah normalnya bekisar antara 120 mmHg selama sistol dan 80 mmHg selama diastol. Namun pada beberapa keadaan terjadi tekanan darah yang abnormal dan cenderung tinggi yang disebut dengan hipertensi. Hipertensi menjadi salah satu penyebab kematian dini karena berkaitan dengan resiko penyakit kardiovaskuler. Di Indonesia sendiri, prevalensi hipertensi cukup tinggi karena berkaitan dengan pola hidup masyarakat Indonesia yang kurang baik seperti makan makanan berlemak, jarang mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang kaya akan zat gizi, jarang berolahraga, merokok sejak usia dini, sering minum minuman beralkohol, sering mengalami stres berat, ataupun penderita hipertensi yang tidak rutin meminum obat. Hipertensi ini sering tidak menunjukkan gejala sehingga baru diketahui setelah menyebabkan gangguan fungsi jantung atau stroke. Untuk itu perlu adanya pencegahan dan penanganan yang cepat dan tepat untuk menurunkan angka hipertensi tersebut.
1.2 Tujuan Penulisan
Mengetahui mekanisme tekanan darah normal baik sistol maupun diastol serta hal-hal yang mempengaruhinya
Mengetahui jenis gangguan yang dapat terjadi pada sirkulasi serta mekanisme terjadinya gangguan tersebut dan pengaruhnya pada organ lain
Mengetahui prinsip penanganan hipertensi dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya
Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat diberikan pada penderita hipertensi
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana mekanisme tekanan darah normal?
Hal-hal apa saja yang mempengaruhi tekanan darah normal baik sistol maupun diastol?
Apa saja jenis gangguan yang dapat terjadi pada sirkulasi serta bagaimana mekanisme terjadinya gangguan tersebut?
Apa pengaruh gangguan sirkulasi pada organ-organ lain?
Bagaimana prinsip penanganan hipertensi serta faktor lingkungan seperti apa yang mempengaruhinya?
Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat diberikan pada penderita hipertensi?
1.4 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab. Bab 1, pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, sistematika penulisan, serta metode dan teknik pengumpulan data. Bab 2, kajian pustaka yang berisikan keseluruhan materi yang telah didapatkan dari berbagai referensi. Bab 3, berisikan pembahasan dari kasus berkaitan dengan teori. Bab 4, penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.
1.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode penulisan yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan studi literatur. Literatur – literature yang kami gunakan bersumber dari buku – buku ilmiah maupun sumber internet yang terpercaya. Setelah itu, kami memadukan berbagai pemaparan berdasarkan sumber – sumber tersebut secara teratur dan sistematis menjadi sebuah makalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia. Darah yang beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi sangat penting sebagai media pengangkut oksigen serta zat-zat lain yang diperlukan bagi kehidupan sel-sel tubuh. Selain itu, darah juga berfungsi sebagai sarana pengangkut sisa hasil metabolisme yang tidak berguna lagi dari jaringan tubuh (Lany, 2001). Tekanan di permulaan aorta dihasilkan oleh ventrikel kiri. Tekanan ini bervariasi antara sekitar 120 mmHg selama sistol dan 80 mmHg selama diastole (Corwin, 2007).
Sistole dan Diastole
Tekanan darah sistole merupakan tekanan darah yang terukur pada saat ventrikel kiri jantung berkontraksi (sistole). Jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung. Kedua serambi mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua bilik juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan. Pada pemeriksaan fisik, bunyi lup pertama yang terdengar adalah tekanan darah systole. Tekanan darah systole pada orang normal rata-rata 120 mmHg (Ronny, 2008).
Tekanan darah diastole merupakan tekanan darah yang terjadi pada saat jantung berelaksasi (diastole). Karena aliran darah masuk secara continue dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel selama diastole ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel perlahan-lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel, nodus SA mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar keseluruh atrium. Depolarisasi atrium menimbulkan kontraksi atrium, yang memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel, sehingga terjadi peningkatan kurva tekanan atrium. Peningkatan tekanan ventrikel yang menyertai berlangsung bersamaan dengan peningkatan tekanan atrium disebabkan oleh penambahan volume darah ke ventrikel oleh kontraksi atrium. Selam kontraksi atrium, tekanan atrium tetap sedikit lebih tinggi daripada tekanan ventrikel, sehingga katup AV tetap terbuka.
Diastole ventrikel berakhir pada awal kontraksi ventrikel. Pada saat ini, kontraksi atrium dan pengisian ventrikel telah selesai. Volume darah di ventrikel pada akhir diastole dikenal sebagai volume diastolik akhir (end diastilic volume, EDV), yang besarnya sekitar 135 ml. Selama sikluus ini tidak ada lagi darah yang ditambahkan ke ventrikel. Dengan demikian, volume diastolik akhir adalah jumlah darah maksimum yang akan dikandung ventrikel selama siklus ini. Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah diastole dapat ditentukan melalui bunyi dup terakhir yang terdengar. Pada orang normal, rata-rata diastole adalah 80 mmHg (Ronny, 2008).
Tekanan arteri rata-rata merupakan tenaga utama yang mendorong darah ke jaringan. Tekanan tersebut harus dijaga karena jika terlalu lemah, aliran darah tidak akan adekuat ke organ dan jaringan. Sementara jika berlebih, jantung akan bekerja terlalu keras serta terjadi peningkatan resiko kerusakan vaskular maupun rupturnya pembuluh darah kecil. Tekanan ini ditentukan oleh dua faktor yaitu cardiac output dan resistensi perifer total (TPR).
BP = CO X TPR
Keterangan BP: rerata tekanan darah arteri, CO: curah jantung, TPR: resistensi perifer total.
Karena tergantung dengan cardiac output dan derajat vasokontriksi ateriol, jika arteriol dalam suatu organ berdilatasi, arteriol di organ lain harus berkontriksi untuk tetap menjaga tekanan darah yang adekuat. Tekanan yang adekuat tersebut tidak hanya membantu darah untuk terbawa ke organ yang bervasodilatasi, tapi juga ke otak yang tergantung pada volume darah yang konstan. Oleh karena itu, walaupun organ-organ membutuhkan darah secara bervariasi, sistem kardiovaskular selalu menjaga supaya tekanan darah tetap konstan. Tekanan arteri rata-rata secara konstan dimonitor oleh baroreseptor di dalam sistem sirkulasi. Saat deviasi terdeteksi, respon refleks multiple akan terinisiasi untuk mengembalikan ke nilai normal.
2.2. Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. (Sylvia & Lorraine, 2002) Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan sistole dan diastolenya. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO :
Kategori
Tekanan Darah Sistol (mmHg)
Tekanan Darah Diatol (mmHg)
Optimal
Normal
Normal-Tinggi
< 120
< 130
130-139
< 80
< 85
85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)
Sub-group: perbatasan
140-159
140-149
90-99
90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat)
180
110
Hipertensi sistol terisolasi
(Isolated systolic hypertension)
Sub-group: perbatasan
140
140-149
< 90
<90
2.3 Faktor Resiko Hipertensi
Genetik
Faktor genetik berperan penting dalam hipertensi primer, seorang anak yang memiliki orang tua dengan riwayat hipertensi cenderung mempunyai tekana darah yang tinggi. (Lawrence dkk, 2002)
Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan peningkatan usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon Hipertensi pada yang berusia <35 tahun dengan jelas menaikkan insiden arteri koroner dan kematian prematur.
Jenis Kelamin
Hipertensi lebih banyak diderita oleh laki laki pada masa muda dan paruh baya, dan pada wanita Insidens lebih tinggi pada wanita dengan usai 65 tahun ketika seorang wanita mengalami menopause
Gaya Hidup
Merokok dan perubahan pola asupan makanan juga berperan penting dalam terjadinya hipertensi pada keluarga. Merokok dipandang sebagai faktor resikoko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteti koroner.
Stress
Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
2.4. Manifestasi klinis Hipertensi
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya non spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing (Sylvia & Lorraine, 2002).
Selain itu menurut Jan Tambayong (2000) tanda dan gejala hipertensi meliputi sakit kepala, pusing, epistaksis dan tinitus yang diduga berhubungan dengan naikknya tekanan darah. biasanya sakit kepala sewaktu bangun tidur, mata kabur, depresi.
2.5 Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi Primer (Esensial)
Merupakan hipertensi yang tidak jelas penyebabnya (idiopati). Hipertensi primer merupakan suatu gangguan genetika multifaktoral dimana pewarisan sejumlah gen abnormal menjadi predisposisi bagi individu mengalam tekanan darah tinggi tertama bila dipengaruhi oleh faktor lingkungan. (Lawrence dkk, 2002)
Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi akibat defek organ spesifik. (Sylvia & Lorraine, 2002). Beberapa penyebab hipertensi sekunder ((Lawrence dkk, 2002) :
Penggunaan estrogen
Biasanya terjadi pada wanita dengan penggunaa kontrasepsi oral. Hal ini disebabkan oleh ekspansi volume intravaskuler akibat peningkatan aktivitas renin angiostension aldosteron. Abnormalitasnya adalah peningkatan susbtrat renin di hepar, lima persen dari wanita yang mengkonsumsi kontrasepsi oral secara kronis akan mengalami kenaikan tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Hipertensi ini dialami oleh wanita berusia lebih dari 35 tahun yaitu wanita yang telah mengkonsumsi obat obatan kontrasepsi lebih dari 5 tahun dan pada individu yang obeis.
Penyakit ginjal
Setiap penyakit parenkim ginjal dapat mengakibatkan hipertensi. Hipertensi dapat disebabkan oleh penyakit golmerolus, penyakit interstisial tubuler dan ginjal poliklistik. Ini berhubungan dengan peningkatan volume intravaskuler atau peningkatan aktivitas renin-an-giontensin-aldesteron. Selain itu juga karena retensi air dan garam. Hipertensi akan menyebabkan fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu target tekanan darah adalah <130/85 untuk mengurangi resiko penurunan fungsi ginjal.
Hipertensi vaskuler ginjal
Penyakit ini lebih banyak pada usia muda dan penyebabnya adalah fibromuskular hiperplasia, yang paling umum di jumpai pada wanita dengan usia < 50 tahun. Penyebab lain adalah aterosklerosis yang menyebabkan stenosis arteri renalis proksimal. Mekanismenya adalah produksi renin yang meningkat karena aliran darah ke ginjal yang berkurang dan akhirnya retensi garam.
Hipertensi yang berhubungan denga kehamilan
Terjadi sejak awal kehamilan atau yang semakin memburuk selama kehamilan merupakan salah satu penyebab mordibitas dan mortalitas ibu dan janin yang paling umum
2.6 Patofisiologi Hipertensi Esensial
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Brunner & Sudarth, 2002)
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi.
2.7 Komplikasi Hipertensi
Stroke
Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah keareah otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
Penyakit jantung
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikl kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi. Jantung akan semakin terancam seiring parahnya aterosklorsis coroner. Angina pectoris juga dapat terjadi karena gabungan penyakit atrial coroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan massa miokard.
Gagal ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus , aliran darah ke unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
Penyakit arteri koronaria
Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit arteri koronaria, bersama dengan diabetes mellitus. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah ateri koronaria kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang disebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasikolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria.
2.8 Manajemen Hipertensi
Manajemen atau penangan yang tepat bagi penderita hipertensi sebagai berikut:
Terapi
Terapi Non Farmakologis
Pencegahan dan manajemen hipertensi lebih utama ditekankan pada perubahan gaya hidup dan pengaturan diet.
Diet
Diet untuk hipertensi membatasi konsumsi garam, makanan asin, meningkatkan konsumsi sayuran dan buah sebagai sumber utama kalium. Diet yang banyak mengonsumsi buah-buahan, sayuran, dan rendah lemak serta rendah lemak jenuh (diet DASH) dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu, terapi tambahan yang perlu dilakukan untuk mencegah atau mengurangi hipertensi, yaitu:
Kurangi berat badan jika berlebih
Batasi asupan alkohol, etanol tidak lebih dari 1 oz (30 ml), bir (missal 24 oz (720 ml), anggur 10 oz (300 ml) atau wiski 2 oz (60 ml) tiap hari atau 0,5 oz (15 ml) etanol tiap hari untuk wanita dan orang dengan berat badan yang lebih ringan
Tingkatkan aktivitas fisik aerobic (30-45 menit hampir tiap hari dalam satu minggu)
Kurangi asupan natrium tidak lebih dari 100 mmol/hari (2,4 gram natrium atau 6 gram natrium klorida)
Pertahankan asupan kalium yang adekuat dalam diet (kira-kira 90 mmol/hari)
Pertahankan intake kalsium dan magnesium yang adekuat dalam diet untuk kesehatan secara umum
Berhenti merokok dan kurangi asupan lemak jenuh dalam diet dan kolesterol untuk kesehatan kardiovaskuler secara keseluruhan.
Berikut merupakan beberapa contoh makanan yang diperbolehkan dan dihindarkan untuk dikonsumsi diantaranya:
Sumber Bahan Makanan
Makanan yang Diperbolehkan
Makanan yang Harus Dihindarkan
Protein nabati
Tahu, tempe, kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, kacang tanah, kacang kapri, dan kacang lain yang segar
Keju, kacang tanah, kacang asin, tauco, tahu asin
Lemak
Santan encer, minyak mentega tanpa garam
Salad dressing, mentega margarine, lemak hewan
Sayuran
Semua sayuran segar
Sayuran yang diawetkan: sawi asin, acar, asinan, sayuran dalam kaleng
Buah-buahan
Semua buah-buahan segar
Buah yang diawetkan menggunakan zat pengawet: buah kering, buah kaleng
Bumbu
Semua bumbu dapur
Garam dapur, MSG, kecap, saus tomat botol, saus cabai, pengempuk daging, maggi, terasi, soda kue, petis, saus tiram
Minuman
Teh, kopi encer
Cokelat, cafein, alkohol
Olahraga
Selain mengatur pola makan atau diet, dianjurkan pula untuk olah raga secara teratur dan mengontrol tekanan darah, dan juga berhenti merokok untuk mencegah kemungkinan komplikasi.
Terapi Obat
Tujuan pengobatan adalah memperkecil kerusakan organ target akibat tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Untuk yang menjalani terapi obat ini juga memiliki criteria tertentu, yakni:
Derajat tekanan darah (mmHg)
Kelompok risiko A (tidak ada faktor risiko; tidak ada TOD/CCD)
Kelompok risiko B (Paling sedikit 1 faktor risiko, tidak termasuk diabetes; tidak ada TOD/CCD)
Kelompok risiko C (TOD/CCD dan/atau diabetes dengan atau tanpa faktor risiko lainnya
Normal tinggi (130-139/85-89)
Derajat 1 (140-159/80-99)
Derajat 2 dan 3 ( 160/ 100)
Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup (sampai dengan 12 bulan)
Terapi obat
Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup (sampai 6 bulan)
Terapi obat
Terapi obat
Terapi obat
Terapi obat
Keterangan: TOD/CCD (Terget Organ Damage/Clinical Cardiovascular Disease) menunjukkan adanya kerusakan organ target atau penyakit kardiovaskuler klinis. Jenis anti hipertensi tersebut yaitu:
Diuretik
Menurunkan tekanan darah pada awalnya dengan cara menurunkan volume plasma (dengan menekan reabsorpsi natrium oleh tubulus ginjal sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan air) dan curah jantung, tetapi selama terapi kronis pengaruh hemodinamik yang utama adalah mengurangi resistensi vaskuler perifer. Contoh obat pada golongan ini adalah hidroklortiazid, klortalidon, metolazon, furosemid, dsb.
Agen Penghambat Beta Adrenergik
Obat ini efektif karena menurunkan denyut jantung dan curah jantung, kemudian juga menurunkan pelepasan rennin dan lebih manjur pada populasi dengan aktivitas rennin plasma yang meningkat seperti orang kulit putih yang berusia lebih muda. Efek sampingnya antara lain: mencetuskan atau memperburuk gagal ventrikel kiri, kongesti nasal, dapat terjadi kelemahan, letargi, impotensi, dsb. Beberapa obat dalam golongan ini adalah: acebutolol, atenolol, betaksolol, labetalol, dll.
Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme)
Banyak digunakan sebagai pengobatan awal hipertensi ringan hingga sedang. Aksi kerja utamanya dengan menghambat system rennin-angiotensin-aldosteron, tetapi juga menghambat degradasi bradikinin, menstimulasi sintesis prostaglandin dan kadang mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Keuntungan ACE adalah relative bebas dari efek samping yang menggangu. Contoh obat golongan ini yaitu: benazepril, kaptopril, enalpril, fosinopril, lisinopril, dll.
Agen Penghambat Reseptor Angiotensin II
Jenis ini sebaiknya hanya digunakan terutama pada pasien yang mengalami batuk jika menggunaan penghambat ACE. Contoh obat pada golongan ini adalah: eprosartan, irbesartan, losartan, valsartan, dll.
Agen Penghambat saluran Kalsium
Obat ini beraksi dengan cara menyebabkan vasodilatasi perifer, yang berkaitan dengan refleks takikardi yang kurang begitu nyata dan retensi cairan daripada vasodilator yang lain. Efek samping yang paling biasa yakni nyeri kepala, edema perifer, bradikardi dan konstipasi, dsb. obat yang tergolong dalam golongan ini diantaranya: amlodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, dll.
Antagonis Adrenoseptor Alfa
Parazosin, terazosin dan doksazosin memblok reseptor alfa pasca sinaptik, membuat rileks otot polos dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan resistensi vaskuler perifer. Efek samping utama adalah hipertensi yang nyata dan sinkop setelah dosis pertama, yang oleh sebab itu sebaiknya diberikan dosis kecil dan diberikan pada saat akan tidur.
Obat-obat dengan Aksi Simpatolitik Sentral
Metildopa, klonidin, gunabenz, dan guanfacine menurunkan tekanan darah dengan cara menstimulasi reseptor alfa adrenergic pada sistem saraf pusat, sehingga mengurangi aliran keluar simpatetik perifer eferen. Hal yang perlu diperhatikan yaitu hipertensi kembali terjadi setelah penghentian pemberian obat dan beberapa efek samping lainnya.
Dilator Arteriolar
Hidralazin dan minoksidil menyebabkan rileks otot polos vaskuler dan menyebabkan vasodilatasi perifer. Hidralazin menyebabkan gangguan gastrointestinal dan dapat menginduksi sindroma menyerupai lupus. Minoksidil menyebabkan hirsutisme dan retensi cairan yang nyata; agen ini diberikan pada pasien yang refrakter.
Penghambat Simpatetik Perifer
Reserpin merupakan agen hipertensi yang hemat biaya. Oleh karena efek samping obat ini yang dapat menginduksi depresi mental dan efek samping lainnya seperti sedasi, hidung tersumbat, gangguan tidur, dan ulkus peptikum, menyebabkan obat ini tidak popular digunakan, meskipun masalah ini tidak biasa terjadi pada dosis yang rendah.
2.9 Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Hipertensi (Sosial, Ekonomi, dan Budaya)
Faktor sosial merupakan penentu utama terjadinya penyakit dan kelangsungan hidup. Secara garis besar, faktor sosial mencakup status sosioekonomik, budaya dan akulturasi/penyesuaian diri, agama dan faktor psikososial (misalnya peristiwa hidup, mobilitas sosial dan jaringan sosial), dan juga aspek lingkungan yang perupakan hasil dari aktivitas manusia. Hubungan antara ras dan hipertensi bukan sesuatu yang dapat dijelaskan secara medis dan/atau psikologis. Warga Afrika-Amerika merupakan kelompok dengan angka kasus hipertensi tertinggi di dunia. Dibandingkan dengan orang kulit putlh. orang kulit hitam berisiko lebih tinggi menderita tekanan darah tinggi, mengalami kegemukan atau obesitas, kurang gerak, menderita diabetes, dan merokok. Diperkirakan sekitar 30% orang Amerika kulit putih non-Hispanik dan 24% wanita kulit putih non-Hispanik menderita penyakit kardiovaskular. Di kalaangan kulit hitam non-Hispanik, angka itu melompat menjadi 41% pria dan 40% wanita. Statistik orang Amerika keturunan Meksiko berada di tengah-tengah: sekitar 29% pria dan 27% wanita menderita penyakit kardiovaskular. Makanan juga merupakan masalah kritis di kalangan warga Afrika-Amerika. Secara tradisional, hidangan mereka adalah makanan yang tinggi garam. Padahal orang kulit hitam cenderung peka terhadap garam, inilah yang membuat risiko terjadinya hipertensi menjadi tinggi. Oleh karena itu, obat pilihan pertama yang biasa diberikan kepada kalangan ini adalah diuretik yang berfungsi untuk menyinkirkan kelebihan cairan dan natrium. Mengganti kehilangan kalium adalah hal yang penting, idelanya dengan mngonsumsi makanan kaya kalium dan menggunakan produk pengganti garam untuk mengganti natrum klorida dengan kalium klorida. Prevalensi hipertensi yang disesuikan dengan umur pada orang Amerika asal Afrika adalah dua sampai empat kali daripada orang kulit putih. Faktor lain yang juga memainkan suatu peranan dalam pathogenesis hipertensi pada orang kulit hitam, dalam hal suatu derajat tinggi stress social, ketidakstabilan, dan ketidakpastian pekerjaan dapat memperburuk hipertensi. Perbedaan etnik dalam pengendalian tekanan darah mencakup korelasi antara resistensi insulin atau hiperinsulinemia dan hipertensi pada orang kulit putih tetapi tidak orang kulit hitam atau orang Indian Pima yakni suatu kelompok dengan insidensi hiperinsulinemia yang sangat tinggi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI
KASUS:
Tn AM berusia 48 tahun, menikah mempunyai dengan seorang anak yang berumur 10 tahun. Bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang outomotif. Tn AM menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi dan riwayat merokok sejak SMP kelas satu dan senang mengkonsumsi makan – makanan yang berlemak. Saat ini Tn AM tidak mengkonsumsi obat – obatan hipertensi secara teratur. Sampai saat ini masih sering mengkonsumsi makanan yang berlemak dan jarang mengkonsumsi buah – buahan. Kondisi lingkungan bekerja mempunyai tingkat stress yang tinggi. Tn AM senang berolah raga namun sangat jarang melakukan olah raga. Berat badan saat ini 95 kg dengan tinggi badan 179 cm. Tekanan darah saat ini 160/90 mmHg. Pemeriksaan lab menunjukkan triglyceride 200 mg/dL, kolesterol total 210 mg/dL dan LDL: 130 mg/dL.
Pengkajian
Identitas Pasien
Data Objektif
Data Subjektif
Nama : Tn. AM
Usia : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Menderita hipertensi sejak 10 tahun
Memiliki riwayat keluarga hipertensi
BB = 95 kg, TB = 179 cm, TD = 160/90 mmHg
Kolesterol total 210 mg/dL, LDL: 130 mg/dL, dan triglyceride 200 mg/dL
Klien bekerja di lingkungan kerja yang memiliki tingkat stress yang tinggi
Klien mengaku merokok sejak SMP
Mengaku Senang mengkonsumsi makanan berlemak
Jarang berolahraga, jarang makan buah – buahan
Klien mengaku tidak minum obat hipertensi secara teratur
Rencana Asuhan Keperawatan3
No
Data / Pengkajian
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Rasional
Tujuan/Evaluasi
1.
DO :
BB = 95 kg, TB = 179 cm
Kolesterol total 210 mg/dL, LDL: 130 mg/dL, dan triglyceride 200 mg/dL
DS :
Senang mengkonsumsi makanan berlemak
Jarang mengkonsumsi buah
Jarang berolahraga
Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan dengan kebutuhan metabolik dan pola hidup monoton
Independen:
Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan kegemukan
Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi
Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan
Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet
Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan pasien, mis., penurunan berat badan 0,5 kg per minggu
Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan longkungan dan perasaan sekitar saat makanan dimakan
Instruksikan dan bantu untuk memilih makanan yang tepat, hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan)
Kolaborasi
Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi
Kegemukan adalah risiko tambahan pada tekanan darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh.
Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis dan kegemukan, yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasi, mis., stroke, penyakit ginjal, gagal jantung. kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intravaskylar dan dapat merusak ginjal, yang lebih memperburuk hipertensi.
Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkepentingan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil.
Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk penyesuaian/penyuluhan.
Penurunan masukkan kalori seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5kg/minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah kebiasaan makan.
Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan, dan kondisi emosi saat makan. Membantu untuk memfokuskan perhatian pada factor mana klien telah/dapat mengontrol perubahan.
Menghindari konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual
Kolaborasi
Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual
Hasil yang diharapkan klien akan:
Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan
Menunjukkan perubahan pola makan (mis, pilihan makanan, kuantitas, dan sebagainya), mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal
Melakukan atau mempertahankan program olahraga yang tepat secara individual.
2.
DO :
TD = 160/90 mmHg
Kolesterol total 210 mg/dL, LDL: 130 mg/dL, dan triglyceride 200 mg/dL
DS :
Klien bekerja di lingkungan kerja yang memiliki tingkat stress yang tinggi
Minum obat tidak teratur
Jarang berolahraga
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan hidup beragam, sedikit atau tak pernah olah raga, kerja berlebihan, dan nutrisi buruk
Independen:
Kaji keefektifan srategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk mengatasi/ menyelesaikan masalah.
Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya.
Libatkan klien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
Dorong klien untuk mengevaluasi perioritas/tujuan hidup. Tanyakan pertanyaan seperti: "apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda inginkan?".
Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan tujuan diri/keluarga.
Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik,dan mengitegrasikan terapi yang diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Manifestasi mekanisme koping maladaktif mungkin merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama tekanan darah diastolik.
Pengenalan terhadap stresor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stresor.
Keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping dan dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik.
Fokus perhatian klien pada realitas situasi yang ada relatif terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras, kebutuhan untuk "kontrol" dan fokus keluar dapat mencegah pada kurang perhatian pada kebutuhan – kebutuhan personal
Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistik untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya.
Hasil yang diharapkan klien akan:
Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
Menyatakan kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadi
Mengidentifikasi potensial situasi stres dan mengambil langka untuk menghindari atau mengubahnya
Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/metode koping efektif.
Pengkajian:
Identitas Pasien
Data Objektif
Data Subjektif
Nama : Tn AM
Usia : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Menderita hipertensi sejak sejak 10 tahun yang lalu
Memiliki riwayat keluarga hipertensi
Pola hidup yang kurang baik
BB = 95 kg, TB = 179 cm, TD = 160/90 mmHg
Triglycerida 200 mg/Dl, kolesterol total 210 mg/Dl, LDL 130 mg/Dl
Klien merokok sejak SMP kelas satu
Klien senang mengkonsumsi makan-makanan yang berlemak
Klien tidak mengkonsumsi obat-obatan hipertensi secara teratur
Klien jarang mengkonsumsi buah-buahan
Klien bekerja di lingkungan yang mempunyai tingkat stres yang tinggi
Klien jarang melakukan olahraga
Rencana Asuhan Keperawatan
Data/Pengkajian
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Rasional
Tujuan/ Evaluasi
DO:
Menderita hipertensi sejak sejak 10 tahun yang lalu
Memiliki riwayat keluarga hipertensi
Pola hidup yang kurang baik
BB = 95 kg, TB = 179 cm, TD = 160/90 mmHg
Triglycerida 200 mg/Dl, kolesterol total 210 mg/Dl, LDL 130 mg/Dl
DS:
Klien merokok sejak SMP kelas satu
Klien senang mengkonsumsi makan-makanan yang berlemak
Klien tidak mengkonsumsi obat-obatan hipertensi secara teratur
Klien jarang mengkonsumsi buah-buahan
Klien bekerja di lingkungan yang mempunyai tingkat stres yang tinggi
Klien jarang melakukan olahraga
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan rencana pengobatan
Kaji kesiapan klien dan hambatan dalam belajar
Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal, dan otak.
Hindari menyatakan TD 'normal' dan gunakan istilah 'terkontrol dengan baik' saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular yang dapat diubah, mis., obesitas, diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol, merokok, dan pola hidup stres.
Atasi masalah dengan pasien untuk mengidentifikasi cara dimana perubahan gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi faktor-faktor diatas.
Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien dalam membuat rencana untuk berhenti merokok.
Beri penguatan pentingnya kerja sama dalam regimen pengobatan dan mempertahankan perjanjian tindak lanjut.
Bantu pasien untuk mengembangkan jadwal yang sederhana, memudahkan untuk minum obat.
Jelaskan tentang obat yang diserap bersamaan dengan rasional, dosis, efek samping yang diperkirakan serta efek yang merugikan, dan idiosinkrasi, mis.,Antihipertensi: minum dosis yang diresepkan pada jadwal teratur, hindari melalaikan dosis, mengubah atau melebihi dosis, dan jangan menghentikan tanpa memberitahu pemberi asuhan kesehatan
Instruksikan pasien tentang peningkatan masukan makanan/ cairan tinggi kalium, mis., jeruk, pisang, tomat, kentang, aprikot, kurma, buah ara, kismis, gatorade, sari buah jeruk, dan minuman yang mengandung tinggi kalsium, mis., susu rendah lemak, yoghurt, atau tambahan kalsium sesuai indikasi.
Jelaskan rasional regimen diet yang diharuskan (biasanya diet rendah natrium, lemak jenuh, dan kolesterol)
Tekankan pentingnya perencanaan/ penyelesaian periode istirahat harian.
Dorong pasien untuk membuat program olahraga sendiri seperti olahraga aerobik (berjalan, berenang) yang pasien mampu lakukan. Tekankan pentingnya menghindari aktivitas isometrik.
Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan dukungan pasien dalam membuat perubahan pola hidup. Lakukan untuk rujukan bila ada indikasi.
Kesalahan konsep dan menyangka diagnosa karena perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/ orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis. Bila pasien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahanperilaku tidak akan dipertahankan.
Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan TD dan mengkarifikasi istilah medis yang sering digunakan. Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah untuk memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat dan untuk menghindari terjadinya komplikasi lainnya.
Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan, maka dengan penyampaian ide 'terkontrol' akan membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan atau merubah pola pengobatan/ medikasi menjadi lebih baik untuk mempertahankan TD.
Faktor-faktor risiko ini telah menunjukkan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular, ginjal, serta komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Faktor-faktor resiko dapat meningkatkan proses penyakit, memperburuk gejala, atau timbul penyakit lainnya. Dukungan, petunjuk dan empati dapat meningkatkan keberhasilan pasien dalam perubahan pola perilaku yang lebih baik.
Nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin, mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung, TD, dan vasokontriksi, mengurangi oksigenasi jaringan, dan meningkatkan beban kerja miokardium.
Kurangnya kerja sama adalah alasan umum kegagalan terapi antihipertensif. Oleh karenanya, evaluasi yang berkelanjutan untuk kepatuhan pasien adalah penting untuk keberhasilan pengobatan.
Dengan mengindividualisasikan jadwal pengobatan sehingga sesuai dengan kebiasaan/ kebutuhan pribadi pasien dapat memudahkan kerja sama dengan regimen jangka panjang.
Penghentian obat mendadak menyebabkan rebounnd hipertensi yang dapat mengarah pada komplikasi berat.
Penggantian diet lebih baik daripada obat dan semua ini diperlukan untuk memperbaiki kekurangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi kalsium 400-200 mg perhari dapat menurunkan TD sistolik dan diastolik. Memperbaiki kekurangan mineral dapat juga mempengaruhi TD.
Kelebihan lemak jenuh, kolesterol, natrium, dan kalori telah didefinisikan sebagai risiko nutrisi dalam hipertensi. Diet rendah lemak dan tinggi lemak poli-takjenuh rnenurunkan TD, kemungkinan melalui keseimbangan prostaglandin, pada orang-orang normotensif dan hipertensi.
Dengan menyelingi istirahat dan aktivitas akan meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas.
Selain membantu menurunkan TD, aktivitas aerobik merupakan alat rnenguatkan sistem kardiovaskular. Latihan isometrik dapat meningkatkan kadar katekolamin serum, akan lebih meningkatkan TD.
Sumber-Sumber di masyarakak seperti Yayasan Jantung Indonesia, "coronary club", klinik berhenti merokok, program penurunan berat badan, kelas penanganan stres, dan pelayanan konseling dapat membantu pasien dalam upaya mengawali dan mempertahankan perubahan pola hidup.
Hasil yang diharapkan:
Klien dapat menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan
Klien dapat mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan
Klien dapat mempertahankan TD dalam parameter normal
Kesimpulan Asuhan Keperawatan Hipertensi
Dari data yang diperoleh diatas, dapat disimpulkan bahwa klien tersebut di diagnosa menderita hipertensi. Hipertensi yang diderita oleh klien pada kasus diatas disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya jenis konsumsi makanan yang kurang baik, merokok, stress, pola hidup kurang baik, dan juga faktor usia. Sehingga, evaluasi yang dapat dicapai oleh tenaga kesehatan yang menangani klien diatas bisa berbuah berhasil apabila klien dapat mencapai target yang diharapkan atau mencapai hasil tujuan intervensi yang diberikan. Sedangkan, proses perawatan akan dikatakan gagal apabila tujuan yang ditetapkan sebelumnya tidak tercapai sehingga perlu dilakukan proses asuhan keperawatan ulan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hipertensi merupakan gangguan tekanan darah yaitu peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi menjadi salah satu penyebab kematian dini karena berkaitan dengan resiko penyakit kardiovaskuler. Hipertensi berkaitan dengan pola hidup yang kurang baik seperti makan makanan berlemak, jarang mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang kaya akan zat gizi, jarang berolahraga, merokok sejak usia dini, sering minum minuman beralkohol, sering mengalami stres berat, ataupun penderita hipertensi yang tidak rutin meminum obat. Hipertensi juga dapat menyebabkan komplikasi penyakit lain seperti stroke, penyakit jantung, gagal ginjal, dan penyakit arteri koronaria. Bedasarkan hal-hal tersebut sangat diperlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk para penderita hipertensi. Dan juga penatalaksanaanya meliputi terapi medis maupun non medis.
4.2 Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi bahan bacaan untuk penulis maupun para pembacanya.
Kritik dan masukan yang membangun dari pembimbing juga sangat diharapkan agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
REFERENSI
Aaronson P. I. Ward J. P. T. (2010). At a Glance: Sistem Kardiovaskular 3rd Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga
Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah dengan Ganguan Sistem Pernapsan. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabrth J. (2007). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed, 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ganong W.F. (2008). Fisiologi Kedokteran 22nd Ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Gunawan, Lany. (2001). Hipertensi. Yogyakarta: Kanisius
Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. 1999. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Vol I Ed. 13. Jakarta: EGC.
Kozier B., Erb G. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis, Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Lumenta, Noco A, dkk. 2006. Kenali Jenis Penyakit dan Cara Penyembuhannya: Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Price & Lorraine. (2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Vol 1. Jakarta : EGC
Ronny, Setawan, Sari Fatimah. (2008). Fisiologi Kardiovaskular: Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta: EGC
Sandjaja, Atmarita. 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Soenardi, T., Soetardjo, S. 2005. Hidangan Sehat untuk Penderita Hipertensi. Jakarta: Gramedia.
Tambayong, Jan (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan; Editor Monica Ester. Jakarta: EGC.
Tierney, L.M. McPhee, S. Papadakis, M. (2002). Diagnosis Dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam). Jakarta : Salemba Medika.