Published on Jurnal Demografi Aceh, Vol. 2, 23-47, ISSN: 2460-7061
November 2015
BONUS DEMOGRAFI DI KOTA BANDA ACEH: PELUANG DAN TANTANGAN KETENAGAKERJAAN T. Zulham1 (
[email protected]) Teuku Bahran Basyiran2 (
[email protected]) Abstrak Kependudukan memiliki peranan tersembunyi dalam meningkatkan perekonomian, yaitu dengan kemunculan bonus demografi. Kota Banda Aceh sudah mulai menjalani era bonus demografi sejak tahun 2010. Sehingga Banda Aceh memiliki pertumbuhan ekonomi yang potensial dalam beberapa tahun ke depan. Namun, bonus demografi tidak dapat menjadi acuan dasar dalam pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan. Untuk mewujudkan implementasi positif dari keuntungan demografi ini, ada beberapa kondisi yang harus terpenuhi, salah satunya terserapnya penduduk golongan muda saat ini dalam pasar kerja. Analisis deskriptif kualitatif merupakan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Bonus demografi akan terjadi dalam rentang tahun 2010-2020 di kota ini dan tingkat persiapan dalam sektor ketenagakerjaan sejauh ini belum optimal. Ini mengancam Banda Aceh tidak dapat merasakan manfaat dari windows of opportunity ini. Sehingga diperlukan adanya kebijakan dan program pemerintah kota dalam mempersiapkan penduduk usia produktif yang dapat menyongsong tantangan ekonomi daerah di masa depan, terutama dengan memperkuat sektor ketenagakerjaan dan kualitas pendidikan. Kata Kunci: Bonus Demografi, Penduduk, Peluang, Tantangan, Ketenagakerjaan
1
Dr. T. Zulham, S.E., M.Si. adalah Staf Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia. 2 Teuku Bahran Basyiran, S.E. adalah alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia
Abstract Demography has a hidden role in enhanching the economic development. Banda Aceh City has been benefited from demographic dividend era since 2010. It will contribute to the city’s economic growth for the coming years. However, this demographic dividend could not be referable for the development and welfare enchancement. To implementing this benefit, there are several conditions to be achieved, one of which is the absorption of the working-age population in the labor market. Decriptive-qualitative statistics is an analysis method used in this research. which analyse the expansion dan readiness to cope with the demographic dividend in Banda Aceh. Demographic dividend in this city will be happened in the year 20102020 and the readiness in employment sector is less encouraging. This lead to threatening Banda Aceh in gaining benefit from this windows of opportunity. So that, the policy and program from its government regarding the preparation of workingage population for coming year’s economic challenges are a must, particularly in generating employment sector and the quality of education. Keywords: Demographic Dividend, Population, Opportunity, Challenge, Employment
2
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam jangka pendek, semakin cepat laju pertumbuhan penduduk, maka akan semakin besar pula proporsi penduduk usia belum produktif dalam populasi keseluruhan dan berlanjut pada semakin berat pula beban yang ditanggung oleh penduduk usia produktif. Akan tetapi, terdapat kesempatan atau momentum pertumbuhan populasi yang tersembunyi (hidden momentum of population growth) – istilah ini digunakan oleh Todaro (2006) – untuk dapat dipetik di dalam jangka panjang. Selanjutnya, hal ini dikenal luas di bidang kependudukan dan ekonomi sebagai bonus demografi (demographic dividend). Bonus demografi dapat diperoleh melalui berbagai mekanisme. Beberapa yang paling penting adalah dengan meningkatkan labor supply atau jumlah angkatan kerja usia produktif (15-64 tahun), tabungan masyarakat dan sumberdaya manusia atau human capital (Bloom, 2002). Indikator bonus demografi yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah dari sisi suplai tenaga kerja. Transisi demografi mempengaruhi labor supply dalam dua metode. Pertama, terdapat efek mekanisme yang sangat penting, yang didasari dengan adanya penuaan yang tidak dapat terelakkan dan pasti terjadi dari penduduk usia anak-anak (baby-boom generation). Ketika generasi tersebut memasuki umur 15 sampai 64 tahun, maka mereka akan cenderung bekerja, sehingga mengecilkan beban penduduk yang non-produktif. Hal ini disebut sebagai rasio ketergantungan (dependency ratio), yang akan menunjukkan kapan bonus demografi tersebut muncul. Bonus demografi dapat dirasakan ketika rasio ketergantungan wilayah yang bersangkutan di bawah 50 persen. Setiap wilayah memiliki momentum bonus demografi yang berbeda karena rasio ketergantungannya berbeda-beda. Sehingga semakin banyak penduduk usia produktif yang bekerja, maka semakin kecil rasio ketergantungan dan semakin besar pula peluang bonus demografi. Kedua, wanita lebih cenderung untuk memasuki dunia kerja, sehingga family size akan menurun. Terutama jika wanita dewasa tersebut banyak dari keluarga sederhana atau kaya yang telah memberikan pendidikan yang cukup bagi 3
mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas para wanita di dalam pasar kerja, sehingga mendorong kondisi angkatan kerja yang lebih kuat dan mengecilkan ukuran rumah tangga. Wilayah yang sedang berkembang, seperti Kota Banda Aceh, umumnya memiliki tingkat kelahiran yang tinggi, tren pertumbuhan populasi yang positif dan penduduknya dominan berusia muda. Hal ini akan dapat membentuk piramida penduduk yang “gemuk” di bagian tengah (Gambar 2), yang berarti akan tersedianya penduduk usia produktif yang lebih dominan dibandingkan penduduk non-produktif dan pada akhirnya dapat disebut sebagai keuntungan kependudukan atau windows of opportunity. Kesempatan yang akan dinantikan di masa yang akan datang tersebut, akan menggeser perekonomian ke arah pertumbuhan yang lebih agresif dan positif. Berdasarkan proyeksi penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), bonus demografi di Banda Aceh sudah dimulai sejak tahun 2010 dan titik terendah rasio ketergantungan terjadi pada tahun 2020. Dengan kata lain, pemerintah
dan
penduduk
setempat
sudah
dapat
menikmati
manfaat
perekonomian dan sosial selama 5 tahun terakhir ini. Akan tetapi, dalam kenyataannya masih terdapat angka pengangguran terbuka (TPT) yang relatif tergolong tinggi di mana menurut BPS tahun 2014 rata-rata di Aceh mencapai 9,02 persen, dan bahkan untuk usia 15-19 tahun mencapai 36,81 persen. Jumlah remaja berdasarkan sensus penduduk 2010 adalah kurang lebih 64 juta atau sekitar 27,6 persen dari total penduduk Indonesia. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam sejarah demografi Indonesia dan terus akan meningkat sampai dengan tertutupnya bonus demografi (Hartanto, 2015). Sedangkan Kota Banda Aceh, di tahun yang sama, memiliki penduduk usia produktif sebesar 71 persen dari total populasi kota, yang menjadi bonus bagi demografi Banda Aceh dalam sisa 5 tahun ke depan, yang sudah dimulai sejak 2010. Peluang dan tantangan akan menantikan para remaja di masa depan, sehingga terdapat tanggung jawab besar bagi mereka terhadap diri sendiri, keluarga dan negara mereka.
4
Selain itu, pemerintah Kota Banda Aceh juga bertanggung jawab untuk mempersiapkan penduduk usia produktif tersebut untuk meraup keuntungan strategis pada saat terjadi bonus demografi. Jika pemerintah daerah setempat gagal dalam hal tersebut, maka yang akan terjadi malah sebaliknya, kekacauan dan beban daerah itu sendiri. Tingkat partisipasi dan kualitas pendidikan mencerminkan kesiapan pemerintah dalam ‘mempersenjatai’ penduduk usia muda untuk menghadapi tantangan bonus demografi. Hasil sensus penduduk tahun 2010 tercatat sekitar 11 persen penduduk usia muda di Indonesia (7-24 tahun) tidak atau belum sekolah. Di Banda Aceh, angka tersebut jauh lebih baik, tercatat sebanyak 2,14 persen yang tidak/belum sekolah di tahun sensus yang sama, tetapi terdapat sekitar 2.500 penduduk usia di bawah 18 tahun yang tidak bersekolah lagi. Meskipun demikian, jumlah penduduk usia muda yang tidak/belum sekolah ini naik hampir dua kali lipat menjadi 3,31 persen di tahun 2014. Itu artinya bidang pendidikan memburuk selama 2010-2014. Hal ini merupakan kontras dengan status Kota Banda Aceh di rentang tahun tersebut yang sedang mendapatkan peluang bonus demografi. Kualifikasi pendidikan menjadi salah satu syarat penting dalam memperoleh pekerjaan. Penduduk yang bekerja berarti ikut menghasilkan barang/jasa di dalam perekonomian, yang selanjutnya disebut sebagai produktivitas. Pertumbuhan ekonomi akan meningkat jika produktivitas meningkat. Sehingga partisipasi penduduk usia muda di suatu wilayah tertentu dalam dunia ketenagakerjaan, akan meningkatkan perekonomian wilayah tersebut. Semakin besar produktivitas penduduk, maka akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Sehingga keuntungan dari bonus demografi akan dapat dirasakan. Sebaliknya, jika penduduk usia muda tersebut tidak memiliki pekerjaan dan tidak produtif, maka yang terjadi adalah pengangguran, yang secara luas dipahami sebagai variabel berpengaruh negatif dalam perekonomian. Jika hal ini terjadi, maka bonus demografi tidak bisa disebut sebagai bonus, tetapi akan menjadi bencana yang potensial. Oleh karena itu, ini menjadi tantangan penduduk usia muda Kota Banda Aceh yang menjadi harapan ke depannya untuk dapat berkontribusi terhadap 5
ekonomi daerah atau malah menjadi beban daerah. Deskripsi berikut akan menguraikan tentang bonus demografi dan variabel terkait lainnya secara lebih detail yang terjadi di Banda Aceh. Apakah positif atau negatif bonus demografi di masa yang akan datang mengacu pada kondisi perekonomian dan sosial di wilayah tersebut saat ini. Serta akan menjelaskan peluang dan tantangan yang akan dihadapi oleh warga dan pemerintah kota dalam dunia ketenagakerjaan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Berapa besar jumlah dan laju pertumbuhan penduduk serta bagaimana bentuk piramida penduduk di Kota Banda Aceh ? b. Seberapa besar perkembangan empiris Bonus Demografi dan Dependency Ratio Kota Banda Aceh ? c. Bagaimana peluang dan tantangan ketenagakerjaan di Kota Banda Aceh ? 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui sebagai berikut: a. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk serta bagaimana bentuk piramida penduduk di Kota Banda Aceh b. Perkembangan empiris Bonus Demografi dan Dependency Ratio Kota Banda Aceh c. Peluang dan tantangan ketenagakerjaan di Kota Banda Aceh 1.4. Kegunaan Tulisan ini berguna bagi para pengambil kebijakan terutama pemerintah Kota Banda Aceh untuk dapat memanfaatkan bonus demografi yang sekarang ini sudah memasuki Kota Banda Aceh, agar kaum muda (usia produktif) dapat bekerja sehingga beban ketergangunan semakin menurun.
6
Di samping itu penulisan ini juga berguna bagi pelajar, mahasiswa, dinas/instansi terkait terutama bidang ketenagakerjaan, untuk dapat menambah perbendaharaan pengetahuan khususnya di bidang demografi. 1.5. Studi Kepustakaan a. Bonus Demografi Organisasi kependudukan di PBB, United Nations Population Fund (UNFPA) menyatakan bahwa bonus demografi atau demographic dividend merupakan suatu periode yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari pergeseran pada struktur umur penduduk, umumnya ketika populasi usia produktif (15-64 tahun) lebih besar daripada usia non-produktif (14 tahun ke bawah dan 65 tahun ke atas). Dengan kata lain, bonus demografi adalah sebuah pendorong produktivitas perekonomian yang terjadi dengan perbandingan antara peningkatan jumlah angkatan kerja dengan penduduk dependan (yang ditanggung secara finansial). Sehingga suatu negara yang memiliki peningkatan pada penduduk usia remaja dan penurunan fertilitas akan berpotensi untuk memperoleh bonus demografi. BkkbN mendefinisikan bonus demografi sebagai bonus atau peluang yang dinikmati suatu negara atau daerah sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (interval usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Di Indonesia, fenomena ini terjadi karena proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun lalu dipercepat oleh keberhasilan kita menurunkan tingkat fertilitas, meningkatkan kualitas kesehatan dan suksesnya program-program pembangunan sejak era Orde Baru hingga sekarang. Namun bonus demografi tidak dapat menjadi acuan dasar pada sumberdaya pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan. Untuk mewujudkan implementasi positif dari bonus demografi, ada beberapa kondisi yang harus terpenuhi seperti penduduk yang berkualitas (terutama para remaja saat ini), terserap dalam pasar kerja atau angka pengangguran yang rendah, meningkatnya tabungan rumah tangga, serta bertambahnya
angkatan
pembangunan
yang
kerja
perempuan.
dilaksanakan
pemerintah
Sehingga setempat
terdapat
prioritas
untuk
berupaya 7
meningkatkan
kualitas
sumber
daya
manusia
termasuk
pengembangan
kemampuan iptek serta penguatan daya saing perekonomian. Menghitung rasio ketergantungan (dependency ratio) untuk beberapa tahun ke depan merupakan cara mengetahui kapan bonus demografi akan dapat dirasakan oleh suatu wilayah. Rumus dari dependency ratio (DR) adalah sebagai berikut: x 100%
DR = b. Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Penduduk menurut BPS didefinisikan dalam dua pendekatan. Secara de jure, penduduk adalah seseorang yang tinggal dan menetap di suatu wilayah administratif dan mempunyai surat resmi identitas kependudukan untuk tinggal di wilayah
tersebut.
Sedangkan
melalui
pendekatan
de
facto,
seseorang
dikategorikan sebagai penduduk ketika tinggal dan menetap di suatu wilayah selama minimal enam bulan atau lebih, atau kurang dari enam bulan, tetapi berniat untuk bertempat tinggal di wilayah tersebut selama enam bulan atau lebih. Isu kependudukan menjadi sangat penting pada saat sekarang ini, karena manusia didefinisikan sebagai pelaku utama dalam perekonomian, salah satunya berperan di dalam ketenagakerjaan. Berdasarkan konsep dasar ekonomi, faktor tenaga kerja, yang meliputi variabel produktivitas pekerja, motivasinya, keterampilannya, tingkat kesehatannya, modal/kecakapan manajemen dan lain sebagainya, merupakan salah satu variabel dalam faktor produksi yang selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah bersangkutan. Jika penduduk usia produktif dan yang belum produktif (di bawah 14 tahun) dipersiapkan dengan baik dan diiringi dengan kebijakan serta kebijakan pemerintah yang mendukung kemajuan produktivitas mereka, maka keuntungan dari pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan ekonomi daerah akan terlihat nyata dan dapat dirasakan. Akan tetapi sebaliknya, menurut Todaro (2006), ada tujuh konsekuensi negatif yang potensial yang ditimbulkan oleh salah satu variabel kependudukan yang berpengaruh dalam perekonomian, pertumbuhan populasi, terhadap 8
pembangunan ekonomi, yakni akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi; kemiskinan dan ketimpangan pendapatan; pendidikan; kesehatan; ketersediaan bahan pangan; lingkungan hidup; dan migrasi internasional. Lebih jauh lagi, Mankiw (2010) juga menyatakan bahwa pertumbuhan populasi memiliki efek yang bervariasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Di satu sisi,
pertumbuhan
populasi
yang
cepat
berkemungkinan
memperkecil
produktivitas dengan merenggangkan penawaran dari sumberdaya alam dan mengurangi jumlah modal yang tersedia untuk setiap pekerja. Di sisi lain, populasi yang besar akan meningkatkan kemajuan teknologi karena akan tersedia lebih banyak tenaga kerja ahli di bidang-bidang yang diperlukan suatu wilayah tertentu, seperti pertambahan jumlah ilmuwan dan insinyur. 1.6. Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Rimbawan (2014) membahas tentang bonus demografi di Provinsi Bali. Bali diproyeksikan mengalami bonus demografi puncak periode 2020 sampai 2030, dengan dependency ratio antara 42,2 sampai 43,3 persen. Manfaat bonus demografi tidak langsung dapat dirasakan, sehingga diperlukannya kebijakan pemerintah seperti memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan maupun ketenagakerjaan. Bonus demografi akan menjadi bencana jika penduduk usia produktif dalam kondisi pendidikan rendah, keahlian rendah,
serta
kondisi
kesehatan
buruk,
yang
menyebabkan
minimnya
produktivitas. Persyaratan untuk memanfaatkan bonus demografi sebagai engine of economic growth nampaknya belum bisa dilakukan secara optimal. Hal ini disebabkan kualitas SDM-nya relatif masih rendah. Human investment bersifat jangka panjang sedangkan bonus demografi sudah di depan mata. Di sisi lain investasi yang dilakukan pemerintah setempat relatif rendah karena sebagian besar dana APBD dialokasikan untuk biaya rutin sebagai konsekwensi dari birokrasi yang gemuk. Sebaliknya, peluang investasi swasta tidak banyak karena Bali miskin sumber daya alam. Hal ini mengakibatkan penduduk usia produktif yang melimpah karena terjadinya bonus demografi puncak tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
9
Maryati melalui artikelnya di tahun 2014 mencatatkan bahwa Indonesia saat ini menghadapi permasalahan serius ketenagakerjaan yakni masih besarnya angka pengangguran
terdidik.
Jumlah
pengangguran
terdidik
setiap
tahunnya
dikhawatirkan akan terus meningkat karena lulusan dari perguruan tinggi juga terus bertambah, akan tetapi tidak semua di antaranya dapat tertampung di dunia kerja, sehingga berimbas pada peningkatan jumlah pengangguran terdidik. Sehingga diperlukan langkah-langkah oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam menghadapi era bonus bonus demografi agar momen ini tidak menjadi gelombang pengangguran massal. Artikel yang disusun oleh Noor (2015) menambahkan tentang kualitas pendidikan Indonesia saat ini dan tantangan ketenagakerjaan di masa depan dalam menghadapi bonus demografi. Penulis menyatakan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak dapat mengenyam pendidikan tinggi secara yang merupakan syarat untuk memperoleh pekerjaan yang baik. Sebahagian besar dari rakyat Indonesia belum mampu untuk mengukuti sekolah terutama karena alasan finansial atau peluang yang diberikan, akses dan juga fasilitas yang memadai, terutama pada daerah-daerah terpencil atau perbatasan. Dengan demikian, ketika bonus demografi adalah pembicaraan akan peluang yang dapat diambil dari penduduk yang hanya satu kali dimiliki suatu bangsa, maka perlu dukungan dari berbagai pihak yang terkait lainnya, seperti masalah kependudukan, kesehatan, pendidikan, tenaga kerja bahkan agama. Selain itu, penelitian oleh Zhang, Hongliang dan Junsen (2013) mengkaji tentang implikasi ekonomi dari transisi demografi pada konteks pembangunan regional di provinsi-provinsi yang ada di China. Ditemukan bahwa perubahan pada struktur umur, yang direfleksikan dari pergeseran ukuran dan komposisi demografi internal dari penduduk usia produktif, memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi setiap provinsi. Selama periode penelitian 1990 sampai 2005, perubahan struktur umur memiliki pengaruh lebih dari 15 persen terhadap pertumbuhan GDP per kapita, yang mana setengah dari pengaruh tersebut diakibatkan oleh pergeseran komposisi demografi internal penduduk usia produktif. Pernyataan ini diperkuat oleh Lee dan Mason (2007) 10
melalui penelitiannya yang memprediksikan bahwa, secara rata-rata, penuaan usia penduduk akan memberikan dampak negatif terhadap pendapatan per kapita Taiwan untuk beberapa dekade yang akan datang. Di sisi lain, Mason dan Kinugasa (2008) melakukan penelitian yang menganalisis tentang hubungan dua tahapan bonus demografi dan pembangunan ekonomi di Asia Timur. Penelitian ini mengacu pada kontribusi tingkat tabungan dan dana pensiunan yang besar di Asia Timur untuk menangani beban penduduk tua terhadap negara, sehingga mereka menyimpulkan bahwa asumsi yang tersebar luas yang menyatakan bahwa penduduk usia tua berdampak buruk terhadap perekonomian adalah keliru. Lebih jauh lagi, tingkat pertumbuhan ekonomi akan menurun dengan adanya bonus demografi tahap pertama. Beberapa negara yang bergantung pada sistem pembayaran untuk membiayai kebutuhan penduduk tua tidak akan mendapatkan manfaat dari bonus demografi tahap kedua. Dalam artikel yang disusun oleh Fadayomi (2011), diutarakan tentang sejauh mana persiapan negara-negara sub-sahara afrika dalam menghadapi bonus demografi. Didapatkan bahwa negara-negara pada regional tersebut perlu untuk mengurangi pengeluaran konsumsi dalam upaya peningkatan tabungan serta penguatan investasi pendidikan dan juga merangsang pengeluaran bidang kesehatan. Di samping itu, dominan negara sub-sahara terlalu lamban dalam implementasi perubahan struktur umur dengan kebijakan dan program pembangunan sumberdaya manusia. Variabel penting lainnya untuk diterapkan adalah seperti memperbanyak investasi infrastruktur, jasa dan produk industri, yang penting bagi generasi ketenagakerjaan di dalam perekonomian.
II. METODE PENELITIAN Penelitian ini sepenuhnya menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif. Jenis data yang digunakan seluruhnya merupakan data sekunder yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pembangunan dan Perencanaan Daerah (Bappeda), Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional (Bappenas), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Pemerintah 11
Kota Banda Aceh, kolom berita daerah maupun nasional, beberapa artikel ilmiah dan sumber-sumber lainnya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Banda Aceh merupakan salah satu ibu kota provinsi yang terletak di sudut paling barat Indonesia. Luasnya merupakan yang paling sempit di Provinsi Aceh, yaitu sekitar 61,36 km2. Jumlah penduduknya merupakan salah satu yang terbesar yaitu sebanyak 267.340 jiwa pada tahun 2014, dengan kepadatan penduduk paling tinggi di antara kabupaten/kota lainnya, 4.357 jiwa per km2. Jumlah penduduk tersebut dan angka pertumbuhannya sebesar 7,24 persen di rentang tahun 20132014 merupakan yang terbanyak sepanjang sejarah. Hal ini dapat dilihat pada kurva tren populasi penduduk di Gambar 1. Gambar 1. Jumlah Penduduk Kota Banda Aceh, 2001-2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah)
Dalam satu dekade terakhir, jumlah penduduk di Kota Banda Aceh terus meningkat, dengan rata-rata pertambahan populasi sebanyak 9.940 per tahun dan rata-rata laju pertumbuhannya sebesar 4,73 persen per tahun. Sehingga, dapat diproyeksikan bahwa populasi kota ini akan terus bertambah untuk beberapa
12
tahun ke depan. Hal ini juga didukung oleh kondisi perekonomian Banda Aceh yang terus membaik (Tabel 1). Di dalam perkembangan jangka panjang, laju pertumbuhan ekonomi Kota Banda Aceh meningkat signifikan dari 3,35 persen di tahun 2005 menjadi hampir dua kali yaitu sebesar 6,12 persen (tahun 2014). Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) dan Angka Harapan Hidup Kota Banda Aceh, 2005 dan 2011-2014 Tahun
Pertumbuhan PDRB
AHH
2005 2011 2012 2013 2014
3,35 5,94 6,02 6,17 6,12
68,70 70,88 71,15 71,42 71,72
Sumber: Banda Aceh dalam Angka BPS, 2014
Di sisi lain, Gambar 1 juga menunjukkan bahwa Banda Aceh pernah mengalami penurunan populasi yang sangat dramatis dari tahun 2004 sebanyak 239.146 orang menjadi 177.881 orang di tahun berikutnya, di mana pertumbuhan penduduk pada saat itu tercatat sebesar minus (-) 25,62 persen. Ini dikarenakan terjadinya bencana gempa dan tsunami di akhir tahun 2004, yang merenggut nyawa warga Kota Banda Aceh – yang merupakan salah satu wilayah yang paling dekat dengan pusat gempa – sebanyak 61.265 jiwa (Kompas, 2014) atau sebesar 26 persen dari jumlah penduduk di tahun tersebut. Selain disebabkan oleh angka kematian yang meningkat drastis, tetapi juga diduga dipengaruhi oleh arus migrasi warga keluar dari Kota Banda Aceh untuk berbagai tujuan seperti mengungsi, menghilangkan trauma sesaat, berpindah domisili secara permanen dan lainnya. Lalu, tren populasi pascatsunami dari tahun 2005 sampai 2007 meningkat dengan pesat. Hal ini dapat disebabkan oleh angka kelahiran yang tinggi (TFR), di mana terdapat banyak rumah tangga baru yang pasangan dan/atau anggota keluarganya menjadi korban meninggal saat bencana. Selanjutnya, secara perlahan, pertambahan jumlah penduduk menemui titik balik peningkatan populasi dari jumlah penduduk pra-tsunami, sebanyak 249.282 jiwa (tahun 2013).
13
Perbedaan struktur demografi antara pra-tsunami dan pasca tsunami terhadap proporsi penduduk menurut kelompok usia produktif dan non-produktif juga menunjukkan perbedaan yang signifikan. Penduduk usia produktif digolongkan berdasarkan usianya yang berkisar antara 15 sampai 64 tahun. Penduduk di kelompok yang tergolong masih muda tersebut mendominasi share jumlah penduduk di Kota Banda Aceh. Seperti yang diperlihatkan oleh piramida penduduk tahun 2014 (Gambar 2), penduduk yang tergolong umur 20 sampai 29 tahun, laki-laki dan perempuan, tercatat sekitar 70 ribu jiwa atau seperempat dari total penduduk Banda Aceh di tahun tersebut. Salah satu penyebab Banda Aceh memiliki proporsi penduduk usia produktif yang tinggi karena merupakan ibukota provinsi dengan sarana dan prasarana yang lebih baik daripada kabupaten/kota lain sebagai daya tarik penduduk muda untuk berdomisili. Gambar 2. Piramida Penduduk Kota Banda Aceh, 2014
Sumber: Indikator Kesejehteraan Masyarakat Kota Banda Aceh BPS, 2015
Selain itu, dalam 5 tahun terakhir, populasi usia produktif ini cenderung stabil sekitar 70 persen. Meskipun terjadi penurunan dari tahun 2010 sampai 2013, populasi usia produktif kembali meningkat di angka 73,04 persen pada tahun 2014 (Gambar 3). Memiliki
lebih
banyak
penduduk
usia
produktif
dan
juga
tren
pertumbuhannya yang positif, Banda Aceh memiliki kesempatan besar untuk memaksimalkan manfaat bonus demografi dalam pembangunan perekonomian 14
sejak sekarang ini. Di sisi lain, kondisi ini juga memberikan implikasi bahwa terdapat tantangan sosial yang baru ke depan, khususnya bidang ketenagakerjaan. Oleh karena itu, diperlukannya pengembangan potensi para remaja dan penduduk golongan muda sehingga mampu menjadi tenaga kerja yang terampil dan kompetitif, sehingga siap untuk memetik momentum bonus demografi. Gambar 3. Persentase Penduduk Usia Produktif (15-64 tahun), 2010-2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah)
3.2. Perkembangan Empiris: Bonus Demografi dan Dependency Ratio Provinsi Aceh belum menikmati bonus demografi, karena mayoritas kabupaten/kota di provinsi tersebut memiliki rasio ketergantungan lebih dari 50 persen. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukkan rasio ketergantungan kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Hanya tiga kabupaten/kota yang akan menikmati bonus demografi, jika dilihat dalam periode 2010 sampai 2020. Salah satunya adalah Kota Banda Aceh, yang dapat merasakan bonus demografi sepanjang tahun 2010 sampai 2020. Selain itu, Kota Banda Aceh juga merupakan wilayah yang memiliki rasio ketergantungan (dependency ratio) paling kecil dan terus menurun secara perlahan dari tahun ke tahun hingga titik terendah sebesar 36,38 persen. Interpretasi dari angka bonus demografi tersebut bermakna bahwa setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan dapat menanggung beban
15
ekonomi sebanyak 36 orang penduduk usia non-produktif (di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas). Tabel 2. Rasio Ketergantungan Provinsi Aceh, 2010-2020
Sumber: Proyeksi Penduduk Provinsi Aceh 2010-2020 BPS, 2015.
Banda Aceh saat ini sedang mengalami bonus demografi yang dimulai sejak tahun 2010 sampai 2020. Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa dependency ratio terus mengecil di titik terendah sebesar 36,38 persen. Ini menunjukkan bahwa Banda Aceh akan mendapatkan manfaat bonus demografi yang semakin besar dari tahun ke tahun di masa yang akan datang. Oleh karena itu, untuk menyongsong masa tersebut perlu dilakukan berbagai persiapan terutama yang dapat mendorong peningkatan human capital investment bagi penduduk usia produktif yang memasuki era tersebut. Selanjutnya juga diperlukan adanya peningkatan kesempatan kerja sebagai antisipasi dari pertambahan penduduk golongan muda tersebut, serta kebijakan investasi yang lebih ramah untuk mendorong penciptaan lapangan kerja yang tersedia di masa bonus demografi berlangsung.
16
Gambar 3. Perkembangan Dependency Ratio Banda Aceh, 2010-2020
Sumber: Proyeksi Penduduk Provinsi Aceh 2010-2020 BPS, 2015
Angka kelahiran yang tinggi di tahun 1999 ke bawah, jauh sebelum munculnya bonus demografi juga merupakan variabel pengaruh dalam peningkatan penduduk usia produktif saat ini (dan di masa depan). Lalu, dengan tingkat fertilitas secara perlahan mengalami penurunan di tahun berikutnya, dependency ratio usia balita juga akan turun dan semakin berkurang. Serta pertumbuhan penduduk usia produktif akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan total populasi, berujung pada penurunan rasio dependensi, seperti yang digambarkan Gambar 3. Di samping itu, pertumbuhan populasi yang cenderung meningkat dalam dekade terakhir, terutama pada tahun 2006 dan 2007 (12,01 dan 10,25 persen), juga akan menambah jumlah penduduk usia produktif di masa yang akan datang. Sehingga pertambahan populasi golongan produktif inilah yang menjadi faktor utama yang mempengaruhi kemunculan bonus demografi saat ini. Selain menjadi potensi bonus demografi dan pendorong perekonomian, jumlah penduduk produktif yang besar juga berkemungkinan melahirkan bayi dalam jumlah banyak kalau implementasi kebijakan jumlah dan jarak kelahiran tidak efektif. Akibatnya, mengancam terjadinya baby boom tahap lanjut, sehingga dependency ratio pun kembali meningkat. Oleh karenanya, salah satu hambatan dalam memetik manfaat bonus demografi ini juga perlu diperhatikan, melalui efektivitas penerapan program keluarga berencana.
17
3.3. Peluang dan Tantangan Ketenagakerjaan Hubungan pengaruh pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi kerap dibahas oleh para ekonom. Salah satu teori yang remarkable ditemukan oleh Thomas Malthus yang mengemukakan teori tentang masalah kependudukan yang terkait dengan kebutuhan manusia dan keterbatasan sumber daya alam sekitar dua abad yang lalu. Meskipun demikian, pandangan para pesimistik telah terbukti tidak nyatanya teori tersebut di negara maju, di mana mereka memperoleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan populasi dan pendapatan per kapita yang juga dapat meningkat. Debat antara kubu negatif dan positif dari pertumbuhan populasi masih berlangsung sampai saat ini. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menimbulkan masalah pangan dan juga menjadi hambatan dalam perkembangan saving, neraca perdagangan luar negeri dan sumber daya manusia. Namun di sisi positif, pertumbuhan penduduk dapat memperbesar angkatan kerja, tentunya dengan adanya transisi demografi yang menghasilkan lebih banyak penduduk usia produktif. Selanjutnya, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pertumbuhan populasi juga akan merangsang kompetisi dalam kemajuan dan inovasi teknologi. Gambar 4. Diagram Ketenagakerjaan Kota Banda Aceh, 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah)
Uraian dari pandangan positif yang demikian diharapkan akan terjadi, dengan adanya peningkatan penduduk usia produktif dan munculnya momentum 18
bonus demografi di Banda Aceh. Hal tersebut harus dibarengi dengan peningkatan kualitas golongan umur produktif tersebut, agar mereka dapat memperoleh kesempatan kerja yang tersedia atau bahkan mampu menciptakan kesempatan kerja. Oleh sebab itu, objektivitas utamanya adalah optimalisasi sektor ketenagakerjaan. Berdasarkan diagram ketenagakerjaan yang diperlihatkan oleh Gambar 4, penduduk usia produktif dibagi ke dalam dua golongan, yaitu kelompok angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk yang bekerja dan pengangguran masuk ke dalam ke golongan angkatan kerja. Sedangkan, penduduk yang termasuk kelompok bukan angkatan kerja adalah penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan penerima pendapatan lainnya. Menurut indikator ketenagakerjaan di Kota Banda Aceh dalam 5 tahun terakhir (Tabel 3), jumlah penduduk yang bekerja, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran mengalami fluktuasi. Penduduk yang bekerja mengalami peningkatan yang tajam dari 2010 sampai 2014, yang bertambah sekitar 25 persen atau sebanyak 20.263 orang. Sehingga TPAK Banda Aceh juga naik dari 53,7 persen (2010) menjadi 59,58 persen (2014). Namun, pencapaian ini masih tergolong rendah, masih lebih rendah dibandingkan dengan angka Provinsi Aceh yang tercatat sebesar 63,06 persen dan nasional (66,9 persen). Tabel 3. Indikator Ketenagakerjaan Kota Banda Aceh, 2010-2014 Uraian Penduduk yang Bekerja Penduduk bukan angkatan kerja Pengangguran TPAK** TPT**
2010 80.335 78.472 10.505 53,7 11,6
2011 95.686 46.285 8.916 61,7 8,5
2012 90.944 73.728 7.029 57,06 7,17
2013* 2014 N/A 100.592 N/A 83.198 N/A 11.475 N/A 59,58 N/A 10,24
Keterangan: *)Menurut BPS, data tahun 2013 tidak tersedia karena ada kendala saat survei **)TPAK = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPT = Tingkat Pengangguran Terbuka Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah)
19
Di
samping
peningkatan
penduduk
bekerja
dan
TPAK,
jumlah
pengangguran juga bertambah banyak, dari 7.029 orang dengan di tahun 2012 menjadi 11.475 dalam dua tahun berikutnya. Meskipun mengalami penurunan dari tahun 2010 sampai 2012, dalam jangka waktu 5 tahun jumlah ini tetap tercatat meningkat dari kondisi di tahun 2010 sampai tahun 2014, dengan pertambahan penduduk menganggur sekitar 900-an orang. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pun dapat dilihat mengalami hal yang sama. TPT Banda Aceh lebih tinggi dibandingkan persentase Provinsi Aceh yang memiliki TPT sebesar 9,02 persen dan juga jauh dari angka nasional, di mana TPT Indonesia tercatat sebesar 6,25 persen. Besar dugaan bahwa buruknya kondisi ketenagakerjaan di Banda Aceh karena minimnya investasi swasta di bidang industri dan juga intensifikasi bidang pariwisata yang belum maksimal, yang merupakan sektor unggulan di kota ini. Oleh karena itu, catatan yang kurang baik dari sektor ketenagakerjaan ini mengancam peluang manfaat ekonomi dari bonus demografi di masa depan, yang ditandai dengan besarnya jumlah penduduk usia produktif dan dependency ratio yang rendah, menjadi sia-sia. Jika masih besar jumlah penduduk usia produktif Banda Aceh yang kesulitan dalam mendapatkan kesempatan kerja, tidak memiliki penghasilan atau bahkan menganggur, akan menjadi beban dan hambatan bagi perekonomian. Sehingga terdapat tantangan besar bagi pemerintah dan penduduknya dalam memperkuat agresivitas sektor ketenagakerjaan kota ini. Serta penurunan yang terjadi pada dependency ratio menjadi harapan dalam peningkatan angka partisipasi kerja ke depan, termasuk di antaranya merupakan kelompok perempuan. 3.4. Peran Pendidikan terhadap Ketenagakerjaan dan Bonus Demografi Untuk dapat memanfaatkan bonus demografi secara optimal pemerintah harus mulai bergerak dari sekarang agar bonus demografi tidak menjadi sia-sia. Menurut Ross (2004) ada tiga bidang lain yang perlu mendapat perhatian untuk dapat memanfaatkan bonus demografi selain dari sektor ketenagakerjaan yaitu kesehatan, keluarga berencana dan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu
20
indikator yang fundamental dalam konteks persiapan penduduk usia produktif menuju era bonus demografi yang maksimal. Tabel 4 memperlihatkan persentase partisipasi sekolah di Kota Banda Aceh tahun 2012 dan 2013 menurut 4 kelompok umur sekolah. Partisipasi usia sekolah interval 7-12 tahun, yang umumnya merupakan usia sekolah dasar (SD), meningkat dari 99,24 persen di 2012 menjadi 99,42 persen di tahun berikutnya. Sedangkan partisipasi sekolah pada usia 13-15 tahun (umumnya tingkat SMP) mengalami penurunan sebesar 2,54 persen dalam rentang tahun 2012 sampai 2013. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok umur sekolah 16-18 tahun – secara umum merupakan tingkat SMA – yang mengalami degradasi dalam keikutsertaan pendidikan, bahkan penurunannya lebih besar yaitu 12,05 persen. Berikutnya dalam perguruan tinggi yang umumnya merupakan tingkat pendidikan untuk usia sekolah 19-24 tahun, peningkatan partisipasi sekolah usia tersebut mengalami sedikit peningkatan (sebesar 0,65 persen) di 2012-2013. Secara garis besar, partisipasi sekolah di Banda Aceh tidak bisa dianggap baik. Ini diduga karena masih rendahnya serapan APBK dan kurang efektifnya program atau kebijakan pemerintah kota di sektor pendidikan. Oleh karena itu, wilayah ini terancam kehilangan momentum bonus demografi, bila peningkatan kualitas sumber daya manusia para remaja diabaikan. Kualitas dan ketersediaan pendidikan bagi remaja sangat fundamental dalam peningkatan sumber daya manusia dan karakter mereka. Tabel 4. Persentase Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok Umur Sekolah di Kota Banda Aceh, 2012-2013 Kelompok Umur 7 – 12 13 – 15 16 – 18 19 – 24
2012 99,24 98,11 89,34 59,34
2013 99,42 95,57 77,29 59,99
Sumber: Banda Aceh dalam Angka BPS, 2014
21
Kualifikasi pendidikan yang lebih baik dan skill yang memadai akan menjadi modal dalam mendapatkan pekerjaan dengan lebih mudah dan tepat. Di sisi lain, Pemerintah Kota Banda Aceh juga perlu memperhatikan masalah progresivitas lapangan kerja terhadap kualifikasi pendidikan. Karena yang banyak terjadi saat ini, penduduk kota yang termasuk sebagai tenaga kerja terdidik mencari pekerjaan di kota lain (brain drain), bahkan di luar Provinsi Aceh, yang umumnya ke Medan, Jakarta, Bandung, Malaysia dan kota-kota lainnya. Tentu ini secara ekonomi, merugikan Banda Aceh dan sebaliknya, menguntungkan kota di tempat mereka bekerja. Kebijakan untuk menarik investor baik lokal maupun luar negeri akan membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja usia produktif. Penguatan jiwa entrepreneurship bagi penduduk golongan muda di Kota Banda Aceh juga sangat penting dalam penyediaan kesempatan kerja. Di samping itu, problematika para remaja di saat sekarang yang dapat menjadi hambatan terwujudnya bonus demografi seperti seks pranikah (kehamilan remaja dan pernikahan dini), tawuran, rokok, minuman keras, dan narkoba. Problematika tersebut berdampak negatif pada terputusnya pendidikan dan pada akhirnya akan menjadi penduduk berproduktivitas rendah, pengangguran, bahkan menjadi beban keluarga dan negara. Sehingga perlu ada pencegahan dan persiapan yang efektif sejak saat sekarang untuk implementasi bonus demografi di masa mendatang. IV. KESIMPULAN dan REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan Bonus demografi akan terjadi dalam rentang tahun 2010-2020 di Kota Banda Aceh, karena pertumbuhan penduduk yang terus meningkat di satu dekade terakhir dan juga semakin dominannya porsi penduduk usia produktif dibandingkan penduduk non-produktif. Akan tetapi, tingkat persiapan dalam sektor ketenagakerjaan sejauh ini belum optimal. Kondisi tersebut mengancam Banda Aceh tidak dapat merasakan 22
manfaat dari windows of opportunity ini. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingginya tingkat pengangguran. Selain itu, banyak penduduk golongan muda yang belum terserap ke dunia kerja, minimnya jumlah dan variasi kesempatan kerja yang tersedia, rendahnya intensitas kewirausahaan dan investasi swasta yang kurang. Tantangan ketenagakerjaan juga diperburuk dengan sektor pendidikan yang belum cukup baik. 4.2. Rekomendasi Perlu adanya kebijakan dan program pemerintah kota dalam mempersiapkan penduduk usia produktif yang dapat menyongsong tantangan ekonomi daerah di masa depan, terutama dengan memperkuat sektor ketenagakerjaan dan kualitas pendidikan formal Perlu dilakukan pendidikan keterampilan kepada kaula muda agar mereka dapat menyiapkan dirinya menuju kewirausahaan (entrepreurship) yang handal. Pendidikan informal merupakan jawaban yang harus ditempuh oleh kaula muda yang berkeingan untuk maju. Tentunya pemerintah dapat menyediakan atau memberikan dana yang lebih banyak untuk kaum muda yang potensial dalam rangka meningkatkan kapasitas diri untuk menghadapi masa globalisasi di masa mendatang.
23
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), dkk., 2013. Proyeksi Penduduk 2010-2035. Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS), 2015. Jakarta. (http://www.bps.go.id) Badan Pusat Statistik (BPS), 2014. Banda Aceh dalam Angka. Banda Aceh. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 2015. Jakarta. Bloom, David E., David Canning dan Jaypee Sevilla, 2002. The Demographic Dividend: A New Perspective on the Economic Consequences of Population Change. A RAND Program of Policy-Relevant Research Communication, Pittsburgh, USA. Borjas, George J., 2005. Labor Economics. 3rd Edition, McGraw Hill-Irwin, New York, USA. Direktorat Analisis Dampak Kependudukan, 2011. Pembangunan Kualitas Penduduk Menuju Bonus Demografi 2015-2040. BkkbN, Jakarta. Fadayomi, T.O., 2011. The Demographic Bonus: How Prepared is Africa for the Gains. UAPS UEPA, African Population Studies Vol 25: 2, Nigeria. Feng, Wang dan Andrew Mason, 2005. Demographic Dividend and Prospects for Economic Development in China. Paper prepared for UN Expert Group Meeting on Social and Economic Implications of Changing Population Age Structures, Mexico City. Hermanto, 2014. Data Strategis Kependudukan Aceh. Badan Pusat Statistik, Banda Aceh. Hartanto, Wendy, 2015. Pendewasaan Usia Perkawinan sebagai Upaya Membangun Keluarga Indonesia yang Berkarakter, Berkualitas dan Mandiri. Disampaikan pada kuliah umum bagi mahasiswa Unsyiah dan UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Lee, King Fuei, 2011. Demographics and the Long-Horizon Returns of Dividend-Yield Strategies in the US. Munich Personal RePEc Archive (MPRA) Paper No. 46350, Muenchen, Germany. Lee, Ronald, 2003. The Demographic Transition: Three Centuries of Fundamental Change. Journal of Economic Perspectives 17(4): 167-190, California, USA. 24
Lee, Sang-Hyop dan Andrew Mason, 2007. Who Gains from the Demographic Dividend? Forecasting Income by Age. Int J Forecast, 23(4): 603–619, Honolulu, USA. Mankiw, N.G., 2010. Principles of Economics. International Edition, 6th Edition, South-Western Cengage Learning, Canada. Maryati, Sri, 2013. Dinamika Pengangguran Terdidik: Tantangan Menuju Bonus Demografi di Indonesia. Journal Of Economic and Economic Education Vol.3 No.2 (124 - 136), ISSN : 2302 – 1590, Padang. Mason, Andrew dan Tomoko Kinugasa, 2008. East Asian Economic Development: Two Demographic Dividends. J Asian Econ., 19(5-6): 389– 399, Honolulu, USA. Noor, Munawar (2015). Kebijakan Pembangunan Kependudukan dan Bonus Demografi. Jurnal Ilmiah UNTAG Vol 4, No 1, Semarang. Rimbawan, Nyoman Dayuh, 2014. Bali Diproyeksikan Mengalami Bonus Demografi Puncak 2020-2030: Peluang atau Bencana. Piramida Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Vol. X No. 1 : 37 – 44, ISSN : 1907-3275, Bali. Ross, John. 2004. Understanding the Demographic Dividend. The Policy Project, Future Group, Washington DC, USA. Savas, Bilal, 2008. The Relationship Between Population and Economic Growth: Empirical Evidence from The Central Asian Economies. OAKA, Cilt: 3, Sayı: 6, P. 161-183, Aksaray, Turkey. Todaro, M.P. dan S.C. Smith, 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan Jilid 1 , Erlangga, Jakarta. United Nations Population Fund (UNFPA), PBB, 2015. Demographic Dividend. (http://www.unfpa.org/demographic-dividend). Zhang, Haifeng, Hongliang Zhang dan Junsen Zhang, 2013. Demographic Transition and Economic Growth: Evidence from Chinese Provinces. Natural Science Foundation of China (Nos. 70903044 and 70933001) and CUHK Research Committee Funding (SS11721), China.
25