81
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN ANGGREK BULAN (Phalaenopsis sp.) DI BALAI PENELITIAN TANAMAN HIAS (BALITHI) CIANJUR, JAWA BARAT
Oleh:
Dyah Estriana P
NIM A1L011099
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN ANGGREK BULAN (Phalaenopsis sp.) DI BALAI PENELITIAN TANAMAN HIAS (BALITHI) CIANJUR, JAWA BARAT
Oleh:
Dyah Estriana P
NIM A1L011099
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian/Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN ANGGREK BULAN (Phalaenopsis sp.) DI BALAI PENELITIAN TANAMAN HIAS (BALITHI) CIANJUR, JAWA BARAT
Oleh:
Dyah Estriana P
NIM A1L011099
Diterima dan disetujui
Tanggal:
Mengetahui:
Pembantu Dekan I,
Dr. Ir. Heru Adi Djatmiko, M.P.
NIP. 19601108 198601 1 001
Pembimbing
Ir. Agus Sarjito, M. Sc.
NIP. 19601013 198703 1 007
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya, sehingga penulisan laporan praktik kerja lapangan ini yang berjudul "Teknik Budidaya Tanaman Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Cianjur, Jawa Barat berhasil diselesaikan. Penulisan laporan praktik kerja lapangan ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada.
Dr. Ir. Heru Adi Djatmiko, M.P., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto atas ijin praktik kerja lapangan.
Ir. Agus Sarjito, M. Sc., selaku pembimbing praktik kerja lapangan, yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan dalam penulisan laporan praktik kerja lapangan.
Dr. Ir. Suskandari Kartikaningrum., MP., selaku pembimbing di Balai Penelitian Tanaman Hias, yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam melaksanakan praktik kerja lapangan.
Kedua orang tua, yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam pelaksanaan dan penulisan laporan praktik kerja lapangan.
Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan maupun penulisan laporan praktik kerja lapangan.
Penulis menyadari bahwa laporan praktik kerja lapangan ini masih kurang sempurna. Meskipun demikian, penulis berharap agar laporan praktik kerja lapangan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Purwokerto, 5 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 4
Manfaat 5
TINJAUAN PUSTAKA 6
Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Anggrek Bulan 6
Syarat Tumbuh Anggrek Bulan 11
Teknik Budidaya Anggrek Bulan 14
Hama dan Penyakit Tanaman Anggrek Bulan 20
METODE PRAKTIK KERJA LAPANG 23
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan 23
Materi Praktik Kerja Lapangan 23
Metode Pelsaksanaan Praktik Kerja Lapangan 23
HASIL DAN PEMBAHASAN 25
Gambaran Umum Lokasi PKL 25
Budidaya Tanaman Anggrek Phalaenopsis di BALITHI 34
Permasalahan dan Evaluasi di Lokasi PKL 66
KESIMPULAN DAN SARAN 67
Kesimpulan 67
Saran 68
DAFTAR PUSTAKA 69
LAMPIRAN 72
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Perbedaan Kebutuhan Pupuk Setiap Fase Pertumbuhan 18
Struktur Organisasi BALITHI 29
Bahan Kimia untuk Larutan Stok Pembuatan Media Vacint and Went 38
Bahan Kimia untuk Larutan Stok Pembuatan Media MS 39
Kategori Karakterisasi pada Bagian Bunga 63
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Tanaman Anggrek Bulan 7
Bunga Anggrek Bulan 8
Buah Anggrek Bulan 9
Daun Anggrek Bulan 10
Diagram Data Pendidikan Sumber Daya Manusia di BALITHI 30
Persilangan Anggrek Phalaenopsis 36
Bahan-bahan untuk Pembuatan Media dan Campuran Semua Bahan 41
Botol Media dan Alat Autoclave 42
Pensterilan Alat dan Pembelahan Buah Anggrek Phalaenopsis 44
Pensterilan Tangkai Bunga dan Pencarian Mata Tunas 46
Jamur pada Pakis dan Proses Pembersihan Pakis 49
Pengeluaran Planlet dari Botol Media dan Perendaman dalam Dithane 50
Planlet Tanaman Anggrek Phalaenopsis dan Proses Pengompotan 51
Proses Pengompotan yang Telah Selesai dan Penempatan Kompotan 52
Proses Individu Tanaman Anggrek Phalaenopsis 53
Proses Penyiraman Tanaman 55
Jenis Pupuk, Pencampuran Pupuk dan Pemasukan Pupuk dalam Tangki 56
Jenis Pestisida, Pemasukan Larutan dalam Tangki dan Pengaplikasian 57
Hama dan Penyakit Tanaman Anggrek Phalaenopsis 60
Peralatan Karakterisasi 61
Tanaman Anggrek Phalaenopsis yang Dikarakterisasi 64
Buah Anggrek Phalaenopsis belum siap Panen dan Sudah Panen 65
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Foto Kegiatan PKL 73
Tabel Karakterisasi 76
Tabel Kegiatan Laporan Harian PKL 80
Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan PKL 84
Tabel Daftar Nilai 85
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal di seluruh dunia dengan kekayaan anggreknya yang mempunyai lebih dari 4000 spesies anggrek yang tersebar di pulau-pulau Indonesia. Hongkong, Singapura, dan Amerika Serikat merupakan negara yang cukup banyak meminta anggrek dari Indonesia. Hal ini menimbulkan tingginya minat masyarakat untuk memelihara dan mengelola tanaman anggrek sebagai tanaman komersil, karena peluang pasar di dalam dan luar negeri yang masih terbuka. Anggrek sebagai tanaman bunga potong yang mempunyai arti penting dalam dunia perdagangan bunga, sehingga bunga anggrek merupakan sumber devisa potensial bagi negara disamping dapat menjadi sumber penghasilan bagi petani yang membudidayakannya (Sutater, 1996 dalam Kartikaningrum et al., 2006).
Anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang mempunyai peranan penting dalam pertanian, khususnya tanaman hias. Warna bunganya yang beragam, bentuk dan ukurannya yang unik serta fase hidup yang panjang membuat anggrek memiliki nilai estetika tinggi dan daya tarik tersendiri dibandingkan tanaman hias lainnya sehingga banyak diminati oleh konsumen baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satu jenis anggrek yang paling banyak digemari dan dikembangkan oleh banyak orang yaitu anggrek Phalaenopsis. Anggrek Phalaenopsis secara alami tumbuh di Indonesia, Filipina, Thailand, Taiwan, Malaysia dan lain sebagainya, dimana 65% diantaranya asli Indonesia (Haryani dan Sayaka, 1993). Sebagai tanaman hias, anggrek Phalaenopsis mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Harga tanaman per pot berkisar antara Rp. 22.000,00 sampai dengan Rp. 60.000,00 untuk tanaman yang belum berbunga (Widyas, 2009).
Plasma nutfah anggrek bulan di Indonesia tersebar dan tumbuh alami di Maluku, Sulawesi, Ambon, Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Phalaenopsis sekarang sangat langka, jarang dijumpai karena plasma nutfahnya sudah banyak yang diambil untuk dijadikan indukan persilangan dengan jenis anggrek alam lainnya (Iswanto, 2001). Menurut Sutater dan Irawati dalam Muhit (2010) luas panen, produksi dan produktivitas anggrek di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Pada kenyataannya Industri anggrek di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Thailand, Taiwan, Singapura dan Australia. Penyebabnya antara lain adalah skala usaha yang relatif kecil, kurangnya ketersediaan bibit unggul yang relatif mahal, serta kurangnya informasi pasar dan permodalan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas anggrek adalah memproduksi tanaman anggrek sesuai dengan standar mutu internasional. Menurut Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2005) kriteria mutu tanaman anggrek Phalaenopsis dalam pot untuk ekspor dilihat dari diameter daun (10-12 cm, 16-18 cm, dan 25-30 cm), jumlah daun (3 helai, 3.5 helai, dan 4 helai), perakaran yang sehat, bentuk tanaman proporsional dengan daun tegak dan bebas OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) baik hama, penyakit maupun gulma. Kriteria yang tercantum pada mutu tanaman anggrek disesuaikan dengan permintaan tanaman pot pada anggrek Phalaenopsis dari ukuran pot 15 cm, 25 cm, dan 35 cm. Usaha untuk mempersiapkan anggrek Phalaenopsis kualitas ekspor dilakukan melalui pemeliharaan dan penanganan khusus.
Phalaenopsis dapat dibudidayakan dengan mudah dan sederhana, namun, diperlukan kesabaran, ketelatenan dan fokus. Point terpenting pada penanaman anggrek adalah perakarannya tidak rusak, tanaman tidak goyang dan drainase lancar. Penanaman yang benar dengan ditunjang pemeliharaan serta perawatan yang baik dan penempatan pada daerah yang sesuai dengan habitat hidup anggrek dipastikan akan memberikan pertumbuhan tanaman yang bagus dan bunga yang indah. Pemeliharaan dan perawatan yang baik dapat dilakukan dengan memperhatikan banyak atau tidaknya penerimaan sinar matahari, sirkulasi udara, penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama penyakit pada tanaman anggrek. Penanaman dapat dilakukan dengan cara ditanam dalam pot atau ditempelkan pada batang pohon, lempengan pakis, maupun kepingan kayu. Pot yang digunakan bisa berupa pot tanah liat atau pot plastik dengan memodifikasi media tumbuhnya. Pada prinsipnya, anggrek memerlukan kelembaban tinggi, namun tidak menyukai kadar air yang berlebihan. Media yang digunakan dapat berupa pecahan genting, arang, serabut kelapa, dan cacahan pakis. Media tersebut hanya digunakan untuk tempat menempel dan membantu berdirinya tanaman (Purwanti, 2012).
Tujuan pembudidayaan bunga anggrek berorientasi untuk ekspor sebagai sumber devisa negara, dan untuk memenuhi kebutuhan lokal. Selain itu, terdapat pula penggemar-penggemar anggrek yang membudidayakannya sebagai hobi atau kegemaran saja. Teknik budidaya yang baik pada anggrek akan memperbaiki produktivitas dan hasil yang diperoleh bagi petani anggrek.
Balai penelitian tanaman hias (Balithi) adalah instansi untuk pengembangan dan penelitian tanaman hias bermutu. Balai penelitian tanaman hias terletak di Cianjur, Jawa Barat. Balai Penelitian Tanaman Hias dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai unit pelaksana teknis berlokasi di Pasarminggu Jakarta, membawahi 2 (dua) instalasi yaitu Instalasi Tanaman Hias Cipanas dan Instalasi Tanaman Hias Segunung. Penelitian dan pengembangan tanaman hias didasarkan pada komoditas yang menjadi prioritas Balithi saat ini adalah anggrek, mawar, melati, sedap malam, tanaman hias pot, dan tanaman taman. Teknik-teknik bioteknologi dalam bidang pemuliaan dan pembibitan merupakan prioritas dalam penelitian. Anggrek Phalaenopsis merupakan salah satu tanaman hias yang di kembangkan dan diteliti di Balithi dan merupakan varietas unggul di Balithi.
Tujuan
Mempelajari kondisi lingkungan, sejarah, organisasi dan kegiatan utama di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur,
Mempelajari teknik budidaya tanaman anggrek bulan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur,
Mempelajari permasalahan teknik budidaya tanaman anggrek bulan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur.
Manfaat
Manfaat dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan ini antara lain:
Mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknik budidaya tanaman anggrek bulan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur, Jawa Barat,
Mendapatkan permasalahan dalam pembudidayaan tanaman anggrek bulan, agar dapat belajar untuk mengatasi permasalahan dalam pembudidayaan tanaman anggrek bulan.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Anggrek Bulan
Phalaenopsis adalah salah satu genus anggrek yang memiliki kurang lebih 2000 spesies dengan jumlah varietasnya sekitar 140 jenis dan 60 diantaranya terdapat di Indonesia. Nama Phalaenopsis berasal dari Yunani, yaitu Phalaenos yang berarti ngengat atau kupu-kupu dan opsis bentuk atau penampakan. Anggrek bulan merupakan tanaman anggrek yang termasuk dalam genus Phalaenopsis (Djaafarer, 2003). Kedudukan tanaman anggrek bulan dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Orchidales
Suku : Orchidaceae
Marga : Phalaenopsis
Jenis : Phalaenopsis sp.
Susunan tubuh tanaman anggrek bulan terdiri dari bunga, buah, biji, daun, batang, dan akar. Tanaman anggrek bulan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Anggrek Bulan.
Sumber : Dokumen Pribadi
Bunga Anggrek Bulan
Bunga anggrek bulan tersusun dalam tandan dan kadang-kadang bercabang dengan panjang karangan bunga mencapai 50 cm yang tumbuh menjuntai. Setiap tangkai mendukung 10-12 kuntum bunga dengan daun penumpu 5 mm berbentuk segitiga, bunganya cukup harum dan waktu mekarnya lama. Perhiasan bunga tersusun membulat dengan diameter 6-10 cm atau lebih dan mahkotanya bertumpang tindih dengan kelopak tersusun membundar (Puspitaningtyas, 2010).
Bentuk bunga anggrek Phalaenopsis ada dua, yaitu bulat (round shape) dan bintang (star). Bunga anggrek terdiri dari kelopak (sepal), mahkota (petal), dan lidah (labelum). Sepal yang dimiliki anggrek terdiri atas tiga helai dan tiga helai petal yang salah satu petal berubah menjadi bibir bunga atau labelum. Selain itu, terdapat bagian lain yang disebut tugu, yaitu perpanjangan gagang bunga (bakal buah), dibentuk oleh penyatuan putik dan benang sari (Kencana, 2007).
Warna bunga putih bersih dengan sedikit variasi kuning dan bintik kemerahan di bibir bunga. Bunga anggrek Phalaenopsis juga memiliki motif yang beragam diantaranya motif titik-titik, garis-garis, blok dan sembur (splash). Susunan bunganya sangat artistik, tersusun rapi, menjuntai ke bawah, dan berselang-seling (Setiawan, 2005). Bibir kedua cuping samping tegak melebar dan bagian tepi depannya berwarna kuning dengan garis kemerahan. Buah berbentuk bulat lonjong, berukuran 7,5 x 1,3 cm (Puspitaningtyas, 2010). Bunga anggrek bulan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bunga Anggrek Bulan.
Sumber : Dokumen Pribadi
Buah dan Biji Anggrek Bulan
Bentuk buah anggrek merupakan lentera atau capsular yang memiliki 6 rusuk. Tiga diantaranya merupakan rusuk sejati dan tiga rusuk yang lain merupakan tempat melekatnya dua tepi daun buah yang berlainan. Buah anggrek yang mencapai besarnya jari kelingking memiliki ratusan ribu bahkan jutaan biji anggrek yang sangat lembut dalam ukuran yang sangat kecil di dalamnya. Biji-biji anggrek tidak memiliki endosperm sebagai cadangan makanan, sehingga untuk perkecambahannya dibutuhkan nutrisi yang berfungsi membantu pertumbuhan biji. Buah anggrek dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Buah Anggrek Phalaenopsis
Sumber : dokumen pribadi
Daun dan Batang Anggrek Bulan
Anggrek bulan termasuk anggrek epifit monopodial yang tumbuh menjuntai. Batangnya sangat pendek dan terbungkus oleh seludang daun. Daunnya berjumlah kurang dari lima helai, berwarna hijau, tebal, berdaging, berbentuk lonjong bulat telur sungsang atau jorong, melebar di bagian ujungnya, berujung tumpul, atau sedikit meruncing, dengan panjang 20-30 cm dan lebar 5-8 cm. Daun anggrek bulan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Daun Anggrek Bulan.
Sumber : Dokumen Pribadi
Akar Anggrek Bulan
Akar anggrek bulan berbentuk bulat memanjang serta berdaging, bercabang, berwarna putih dan hijau di bagian ujungnya (Puspitaningtyas, 2010). Menurut Rukmana (2008), akar tanaman anggrek bulan terdiri dari dua macam yaitu akar lekat dan akar udara (aerial). Akar lekat berfungsi untuk melekat dan menahan keseluruhan tanaman agar tetap berada pada posisinya. Bagian ujung akar meruncing dan sedikit lengket, dalam keadaan kering, akar tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja berwarna hijau atau tampak keunguan. Akar yang sudah tua akan berwarna coklat tua dan kering. Akar udara atau akar aerial merupakan akar yang keluar dari batang atas. Akar udara atau akar aerial yang tidak melekat pada batang pohon tidak ditumbuhi rambut akar. Akar aerial yang masih aktif ujungnya berwarna hijau, hijau keputihan atau kuning kecoklatan, licin dan mengkilat. Akar aerial ini mempunyai lapisan sel atau jaringan yang disebut velamen yang bersifat spongy (berongga). Jaringan tersebut berfungsi untuk memudahkan akar menyerap air hujan yang jatuh pada kulit pohon inang dan membasahi akar udara. Akar udara berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena berkemampuan menyerap unsur hara dan sebagai alat pernafasan anggrek (Utami dkk, 2007).
Anggrek bulan memiliki karakter tumbuh monopodial, sehingga tidak menghasilkan anakan ke samping. Dalam hal ini, perbanyakan Phalaenopsis akan lebih efektif dilakukan secara generatif daripada vegetatif. Proses perkecambahan biji dilakukan di laboratorium, yaitu dalam medium agar buatan yang dilakukan secara steril (Puspitaningtyas, 2010).
Syarat Tumbuh Anggrek Bulan
Ketinggian Tempat dan Curah Hujan
Anggrek bulan dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan dan umumnya hidup pada ketinggian 50-600 m dpl, juga dapat berkembang dengan baik pada ketinggian 700-1.100 m dpl. Anggrek ini tumbuh epifit atau menempel di pohon yang cukup rindang dan menyukai tempat yang teduh serta lembab, terutama di hutan basah dengan curah hujan 1.500-2.000 mm/tahun.
Intensitas Cahaya
Cahaya optimum yang diperlukan oleh tiap tanaman berbeda-beda tergantung kebutuhan tiap tanaman, namun hal ini harus dipertahankan untuk menghasilkan tanaman yang mempunyai masa penampilan yang lebih baik, jumlah bunga maksimum, pembentukan daun yang sempurna, warna bunga indah, dan tinggi tanaman yang memadai. Umumnya tanaman pot berbunga indah akan membentuk bunga dalam jumlah maksimum dengan warna yang indah pada kondisi ruang bercahaya tinggi, meskipun cahaya matahari langsung dihindari.
Cahaya berperan penting dalam proses metabolisme tubuh tumbuhan. Menurut Fitter dan Hay (1981), secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh terhadap anggrek baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yaitu pada proses fotosintesis dan pengaruh secara tidak langsung yaitu pada proses respirasi. Cahaya matahari secara tidak langsung mempengaruhi proses respirasi karena tinggi rendahnya jumlah cahaya sangat berpengaruh terhadap suhu lingkungan tumbuh anggrek. Hal ini berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkecambahan dan pembungaan anggrek. Walau tumbuh di daerah tropis, anggrek ini membutuhkan sedikit cahaya matahari (12.000-20.000 lux) sebagai penunjang hidupnya karena tidak tahan terhadap sengatan matahari langsung. Kebutuhan cahaya untuk genus anggrek Phalaenopsis adalah cahaya teduh sampai sedang antara 20-25%. Apabila cahaya yang didapat anggrek lebih besar 25%, akan timbul kerusakan pada sebagian atau seluruh jaringan tanaman.
Suhu dan Kelembaban Udara
Tanaman anggrek umumnya membutuhkan kelembaban udara yang tinggi yang disertai dengan kelancaran sirkulasi udara. Kelembaban nisbi (RH) yang dibutuhkan tanaman anggrek rata-rata 70-80% dengan suhu udara hangat di bawah 29oC. Fungsi kelembaban yang tinggi antara lain untuk menghindari proses transpirasi atau penguapan yang berlebihan (Puspitaningtyas, 2010).
Sirkulasi udara harus baik, yakni udara yang berhembus lembut secara terus menerus sepanjang kehidupan anggrek. Sirkulasi atau aliran udara yang terus-menerus ini berguna untuk pergantian udara di permukaan daun dan akar. Ketidakadaan hembusan udara dapat membuat anggrek mudah terserang berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri (Siregar, 2009). Pot yang digunakan untuk penanaman anggrek harus diberi lubang pada bagian bawah dan samping agar tidak ada air yang tersimpan.
pH
Menurut Gunawan (2007), penyebaran anggrek pada umumnya terdapat pada kisaran pH 4-7, dimana idealnya adalah 5,5 – 5,6. Angka kemasaman tanah kadang-kadang di pengaruhi oleh kelembaban tanah. Tanah yang basah cenderung menunjukkan pH yang rendah, sedangkan tanah yang kering pHnya agak tinggi. Kemasaman tanah juga dipengaruhi oleh kadar bahan organik, mineral, dan kapur yang terkandung di dalamnya.
Teknik Budidaya Anggrek Bulan
Teknik budidaya anggrek bulan menurut Gunawan (2008) meliputi pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan panen anggrek.
Pembibitan
Phalaenopsis sp. tidak dikembangbiakkan menggunakan biji secara alamiah tetapi harus menggunakan mikoriza karena biji anggrek tidak mempunyai cadangan makanan. Perbanyakan anggrek secara alami menghasilkan persentase perkecambahan yang kurang memenuhi permintaan petani anggrek, hal tersebut dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode kultur jaringan. Metode ini dapat menghasilkan perkecambahan anggrek dalam jumlah dan waktu yang relatif singkat (Khasanah, 2011; Gunawan, 2007). Kutur jaringan adalah suatu teknik isolasi bagian-bagian tanaman seperti jaringan, organ, embrio yang dipelihara dan ditumbuhkan pada medium buatan yang steril, agar mempu beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (Zulkarnaen, 2009). Teknik kultur jaringan dilakukan untuk menghasilkan bibit tanaman yang steril, seragam, dan sehat.
Menurut Kuswandi (2012), alasan untuk mengecambahkan biji anggrek dengan cara in vitro yaitu :
Biji anggrek sangat kecil dan mengandung cadangan makanan yang sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Jika dikecambahkan secara in vivo kemungkinan besar bisa hilang atau cadangan makanan yang terkandung tidak mencukupi.
Perkecambahan dan perkembangan bibit sangat tergantung pada simbiosis dengan fungi. Jika ditumbuhkan tanpa fungi maka disebut perkecambahan asimbiotik.
Jika biji dihasilkan dari persilangan tertentu, maka perkecambhan secara invitro akan meningkatkan persentase keberhasilannya.
Perkecambahan secara in vitro dapat membantu perkecambahan embrio anggrek yang belum berkembang atau belum matang sehingga memperpendek siklus pemuliannya atau budidayanya.
Pembibitan dilakukan dengan menanam bibit dari botol ke dalam kompot. Proses ini dikenal sebagai aklimatisasi yaitu proses adaptasi tanaman dari lingkungan aseptik ke lingkungan non aseptik. Pertumbuhan akar didalam kompot terus berkembang, hal ini membuat tanaman berkompetisi dalam penyerapan air dan hara selama masih di dalam kompot sehingga pertumbuhan menjadi terhambat. Pamungkas (2006) menyatakan bahwa tanaman yang sudah agak dewasa atau tanaman remaja selama masih dalam kompot, harus segera dipindahkan ke dalam pot individu. Hal ini bertujuan agar tanaman memiliki ruang tumbuh yang lebih baik.
Pertumbuhan dan perkembangan anggrek sangat dipengaruhi oleh media tanamnya mulai dari pembibitan hingga ke pembungaan tanaman. Secara umum, media tumbuh harus dapat menjaga kelembaban di sekitar akar, menyediakan cukup udara dan dapat menahan hara yang diberikan. Jenis media yang digunakan tidaklah sama di setiap daerah. Di Asia Tenggara, misalnya, sejak tahun 1940 menggunakan media tumbuh berupa pecahan batu bata, moss, arang, sabut kelapa, atau batang pakis. Selain itu ada juga yang menggunakan serutan kayu (Purwanti, 2012). Media tanam anggrek yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu tidak lekas melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi dan drainase baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan, mudah ditangani dan relative murah harganya (Kencana, 2007).
Penanaman
Sarana penanaman untuk menanam anggrek berupa pot dan penopang. Penopang sangat diperlukan agar anggrek tidak mudah rebah. Pot yang digunakan adalah pot tanah, pot plastik atau kotak kayu, sedangkan untuk penopang yang digunakan biasanya kawat atau bambu.
Penanaman anggrek pada umumnya menggunakan pot yang berbahan dasar tanah liat. Pot tanah memiliki keunggulan yakni tidak panas dan dapat merembeskan air siraman anggrek, sedangkan pot plastik mudah panas jika hawa udara sedang panas, tidak bisa merembeskan air siraman kecuali diberi lubang. Dalam melakukan penanaman anggrek, media tanamnya bisa menggunakan arang kayu, pakis ataupun pecahan bata dan genting. Untuk penanaman bibit anggrek yang baru keluar dari botol, maka harus menggunakan pakis lembut dan arang kayu yang terlebih dulu dipanaskan biar steril dari bakteri dan hewan lainnya.
Bibit anggrek botolan yang telah berusia 1 tahun atau daunnya sudah mencapai 1 cm dan sudah muncul 2-3 buah akar dikeluarkan secara perlahan dari botol menggunakan kawat yang dibengkokkan ujungnya. Anggrek yang baru dikeluarkan di tanam dalam kompot dengan menggunakan media tanam bagian bawah arang kayu dan bagian atas pakis lembut. Tiga bulan kemudian, tanaman dipindahkan ke single pot yang lebih kecil yaitu ukuran 8 cm atau 10 cm dan ditanami 3-5 tanaman. Pot diisi media 2/3 bagian, kemudian dimasukkan larutan fungisida 2 ml/l dan larutan pupuk organik 2 ml/l. Setelah 3 bulan dilakukan pemindahan tanaman (repotting), ke dalam pot yang lebih besar yaitu ukuran 18 cm dan ditanami 1 tanaman saja. Setiap 6-8 bulan sekali media diganti dengan yang baru (Risa, 2007).
Pemeliharan
Pemeliharaan meliputi pemupukan, penyiraman dan pengendalian hama penyakit. Selain itu, agar anggrek dapat tumbuh dan berbunga memuaskan, cahaya dan lingkungannya juga harus diperhatikan.
Pemupukan
Pemupukan yang banyak dilakukan pada tanaman anggrek yaitu pemupukan lewat daun, karena lebih efektif dibandingkan cara lain. Alasan logisnya adalah daun mampu menyerap pupuk sekitar 90%, sedangkan akar hanya mampu menyerap 10% (Iswanto, 2001). Pemupukan yang dilakukan melalui daun, kandungan unsure hara dalam pupuk akan masuk ke dalam jaringan tubuh tanaman melalui pembuluh daun atau kutikula. Alat yang biasa digunakan untuk pemupukan melalui daun yaitu alat semprot. Umumnya konsentrasi larutan pupuk daun yang digunakan untuk tanaman anggrek sebanyak 2 g/liter air, namun keadaan tersebut bisa berubah tergantung kondisi tanaman (Fatmawati dan Susiyanti, 2004). Pemupukan dilakukan satu kali per minggu, waktu yang baik untuk menyemprotkan pupuk adalah antara pukul 07.00-09.00 atau pukul 15.00-17.00, sebab pada jam-jam tersebut penguapan yang terjadi sangatlah sedikit sehingga bahan makanan dapat lebih banyak diserap oleh daun (Iswanto, 2001).
Jenis pupuk yang dipakai untuk anggrek umumnya berupa pupuk majemuk, yaitu pupuk yang mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang banyak dibutuhkan tanaman contohnya C, H, K, N, P, S, Mg, dan Ca. Unsur hara mikro adalah unsur hara yang sedikit dibutuhkan tanaman contohnya Cu, Zn, Mo, Cl, dan Fe. Aplikasi pemberian pupuk harus menyesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman. Untuk membedakan kebutuhan pupuk dari setiap fase pertumbuhan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Perbedaan Kebutuhan Pupuk Setiap Fase Pertumbuhan.
Fase Pertumbuhan
N
P
K
Dosis Per Minggu
Seedling
60%
30%
10%
1 g/liter air
Tanaman muda
30%
30%
30%
2 g/liter air
Tanaman dewasa
10%
10%
10%
2 g/liter air
Sumber : Sandra, 2001
Penyiraman
Penyiraman merupakan hal yang sangat penting untuk segala jenis tanaman termasuk anggrek. Kebutuhan air sangat tergantung pada jenis tanaman, ukuran tanaman, jenis media, jenis pot, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Pemberian air yang berlebihan sering merugikan anggrek terutama di daerah yang lembab, kelebihan air adalah faktor utama penyebab kematian. Cara pemberian yang baik adalah melalui nozzle penyemprot. Penyiraman dengan alat ini dapat mempermudah pengaturan butiran air, sehingga tidak menghanyutkan media tumbuh atau merusak batang dan bunga. Penyiraman anggrek Phalaenopsis dilakukan sesuai dengan kondisi cuaca, jika matahari sedang terik sekali, maka penyiraman dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari, tetapi jika musim hujan, anggrek tidak perlu disiram.
Pengendalian Hama Penyakit
Kerusakan tanaman anggrek yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit dapat menimbulkan kerugian yang besar. Pengendalian yang tidak optimal, dapat menyebabkan kerusakan akar, batang, daun dan bunga tidak dapat dihindari lagi. Tindakan pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit dapat ditempuh dengan menjaga kebersihan area dan tanamannya, serta memeriksa tanaman setiap hari untuk mengetahui secara dini adanya tanda-tanda serangan hama atau penyakit (Deptan, 2005).
Panen Anggrek
Ciri dan Umur Tanaman Berbunga,
Umur tanaman anggrek berbunga, tergantung jenisnya. Umumnya tanaman anggrek dewasa berbunga setelah 1-2 bulan ditanam. Tangkai bunga yang dihasilkan kira-kira 2 tangkai dengan jumlah kuntum sebanyak 20-25 kuntum pertangkai.
Cara Pemetikan Bunga,
Panen bunga anggrek perlu diperhatikan cara pemotongan. Pemotongan dilakukan pada jarak 2 cm dari pangkal tangkai bunga dengan menggunakan alat potong yang bersih.
Hama dan Penyakit Tanaman Anggrek Bulan
Budidaya tanaman anggrek bulan tidak terlepas dari adanya kemungkinan serangan hama dan penyakit. Beberapa hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman anggrek, khususnya anggrek bulan, adalah kutu wol, keong atau bekicot, kumbang penggerek bunga, kumbang penggerek akar, tungau merah, dan kumbang penggerek batang.
Kutu Wol (Pseudococcus sp.) sering disebut pula sebagai kutu sisik. Tubuh kutu ditutupi bahan semacam lilin yang berwarna putih. Stadium nimfa biasanya hidup secara bergerombol dan mampu bergerak dengan cepat. Kutu wol biasanya hidup di ketiak daun dan ujung akar tanaman anggrek bulan. Serangan hama ini menyebabkan tanaman menjadi kurus dan kering, karena hama ini mengisap cairan tanaman dan mengganggu proses fotosintesis tanaman. Gejala visual yang dapat diamati akibat serangan kutu wol adalah tanaman menguning, kemudian berubah menjadi cokelat dan akhirnya mati.
Keong atau bekicot (Achantina fulica F.). Hama ini menyerang tanaman anggrek bulan dengan cara memakan tunas atau daunnya sehingga menyebabkan bagian tanaman menjadi rusak tidak beraturan. Misalnya, daun menjadi bolong-bolong atau tunasnya habis dimangsa.
Kumbang penggerek bunga (Lema sp.). Stadium hama yang merusak tanaman adalah larva. Larva bersembunyi pada daun atau kuntum bunga. Hama ini biasanya menyerang kuntum bunga, sehingga menyebabkan kuntum bunga menjadi rusak berlubang-lubang dan ditutupi dangan kotoran hama.
Kumbang penggerek akar (Diaxenes phalaenopsidis). Stadium hama yang merusak tanaman anggrek bulan adalah larva dan kumbang. Larva dan kumbang menyerang tanaman dengan membuat lorong pada akar udara, atau kadang-kadang dengan menggerek daun. Gejala serangan yang dapat diamati secara visual adalah adanya bekas gerekan tidak merata pada akar atau daun tanaman anggrek bulan.
Tungau merah (Tenuipalpus orchidarum). Tungau menyerang tanaman dengan cara mengisap cairan permukaan daun bagian bawah. pada awal serangan, timbul bercak-bercak kecil, yang kemudian berubah menjadi kemerah-merahan dan akhirnya kering.
Kumbang penggerek batang (Orchidophilus aterrimus). Kumbang penggerek batang yang memiliki panjang 3,5 mm – 7 mm, pada umumnya hidup bersembunyi di ketiak daun. Pada stadium larva, biasanya membuat lubang-lubang atau gerekan. Hama ini pada umumnya mengerek batang tanaman, walaupun kadang-kadang menggerek daun dan tangkai bunganya juga. Serangan hama ini menyebabkan batang atau tangkai bunga rusak, yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian tanaman.
Penyakit yang banyak menyerang tanaman anggrek bulan (Phalaenopsis sp.) yaitu bercak daun dan busuk daun.
Penyakit Bercak Daun. Kecambah tanaman anggrek Phalaenopsis sangat peka terhadap bakteri penyebab bercak daun, terutama pada cuaca sangat lembab. Gejala yang ditimbulkan yaitu terdapat bercak kecil bening pada pucuk daun. Bercak ini dalam beberapa hari dapat meluas ke seluruh kompot, kemudian daun kecambah anggrek menjadi rusak dan mati.
Penyakit Busuk Daun. Gejala penyakit busuk daun ini ditandai dengan timbulnya bercak yang berwarna lebih gelap dibandingkan dengan daun yang sehat. Daun menjadi lunak dan berair, turgornya hilang, dan mengeluarkan bau yang khas. Penyakit ini akan menjalar ke bagian pucuk tanaman (titik tumbuh) sehingga dalam waktu singkat tanaman akan mati.
METODE PRAKTIK KERJA LAPANG
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Praktik kerja lapangan dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur Jawa Barat dimulai pada tanggal 4 Agustus 2014 sampai dengan tanggal 4 September 2014.
Materi Praktik Kerja Lapangan
Materi dalam praktik kerja lapangan adalah teknik budidaya tanaman anggrek bulan.
Metode Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Metode yang digunakan adalah observasi partisipatif, yakni wawancara langsung, pengamatan dan pencatatan, serta partisipasi aktif.
Wawancara Langsung
Informasi diperoleh secara langsung dari karyawan dan petugas lapangan Balai Penelitian Tanaman Hias, khususnya informasi tanaman anggrek bulan.
Pengamatan dan Pencatatan
Memperoleh data primer dan data sekunder yang berhubungan dengan kajian praktik kerja lapangan. Data primer adalah data yang diambil melalui pengamatan langsung di lapangan tentang budidaya tanaman anggrek bulan, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur mengenai struktur organisasi, serta mengenai informasi atau data dari Balai setempat.
Partisipasi Aktif
Ikut serta secara aktif dalam kegiatan budidaya tanaman anggrek bulan di lokasi budidaya tanaman anggrek Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Praktik Kerja Lapangan
Sejarah Balai Penelitian Tanaman Hias
Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) merupakan lembaga yang dibentuk dan difungsikan oleh pemerintah pada tahun 1939 dengan aspek penelitian di bidang tanaman hias, umbi-umbian, obat-obatan dan tanaman industri. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) terjadi pengalihan hak milik, dengan tetap melanjutkan aspek penelitian yang sebelumnya dilakukan pada jaman pemerintahan Hindia-Belanda.
Pada tahun 1950-1960 didirikan Instansi Penelitian Tanaman Hias Cipanas di bawah pengawasan Perkebunan Rakyat Pasar Minggu. Mulai tahun 1963 sampai 1980 status tersebut diganti menjadi Kebun Percobaan Cipanas di bawah koordinasi Balai Penelitian Tanaman Pangan. Pada tanggal 16 Agustus 1984 terjadi perubahan menjadi Sub Balai Penelitian Hortikultura (Sub Balithor) Cipanas berdasarkan Surat Keputusan menteri Pertanian Nomor : 613/Kpts/OT.210/81/1984. Sub Balithor berfungsi sebagai unit pelaksana teknis Bidang Penelitian dan Pengembangan Khusus Tanaman Hias. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 796/Kpts/OT/210/12/1994 tanggal 13 Desember 1994, Sub Balithor Cipanas, Segunung, dan Pasar Minggu bergabung menjadi Balai Penelitian Tanaman Hias.
Balai Penelitian Tanaman Hias merupakan unit pelaksana teknis bidang penelitian tanaman hias di bawah koordinasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Hias sebagai unit pelaksana teknis berlokasi di Pasar Minggu, Jakarta dan membawahi dua instansi kebun percobaan yaitu Instasi Kebun Percobaan Tanaman Hias Cipanas dan Instansi Kebun Percobaan Tanaman Hias Segunung.
Kurun waktu tujuh tahun terhitung pada tahun 1995 sampai dengan 2001, Balai Penelitian Tanaman Hias telah menghasilkan varietas unggul tanaman hias antara lain krisan, mawar, dan gladiol. Tahun 2001 Balai Penelitian Tanaman Hias berpindah tempat dari Pasarminggu Jakarta ke Segunung, yaitu Jalan Raya Ciherang Pacet, Cianjur. Pada bulan Januari 2002 sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 63/Kpts/OT.210/2002 tanggal 22 Januari 2002 ditetapkan kembali tugas pokok dan fungsi Balai Penelitian Tanaman Hias yaitu sebagai unit pelaksana teknis di bidang penelitian dan pengembangan di bawah tanggung jawab langsung Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.
Lokasi Balai Penelitian Tanaman Hias
Balai Penelitian dibagi menjadi 2 bagian yaitu Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung dan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas. Sejak 2 tahun yang lalu, telah dibentuk pembagian kerja pada kedua balai ini. Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung lebih di khususkan pada kegiatan administrasi, jasa penelitian serta kegiatan agronomi dan koleksi plasma nutfah. Kegiatan pemuliaan tanaman dan penelitian difokuskan di kebun percobaan Cipanas.
Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung terletak di desa Ciherang Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Balai Penelitian Tanaman Hias berada sekitar 600 meter dari jalur propinsi yang menghubungkan Bogor dengan Cianjur tepatnya berjarak ± 15 kilometer dari kota Cianjur dan 3 kilometer dari Cipanas. Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung memiliki luas areal 10,6 ha yang meliputi areal perkantoran, perumahan dinas, laboratorium, guest house dan kebun percobaan. Luas kebun Balai Penelitian Tanaman Hias yaitu sekitar 7 ha.
Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas berlokasi di desa Sindanglaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang terletak 18 km dari kota Cianjur. Batas Wilayah Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas yaitu :
Sebelah Utara : Kampung Landbow
Sebelah Selatan : Kampung Sindanglaya
Sebelah Barat : Kampung Pasir Haur
Sebalah Timur : Kampung Sukasari.
Keadaan Tanah dan Iklim
Tinggi tempat : 1100 m dpl (sebelum proyek cirata)
900 m dpl (setelah proyek cirata)
Jenis tanah : Andosol
pH : 5,5 – 6
Suhu tanah : 21oC sampai 23oC
Struktur tanah : Remah dan gembur
Warna tanah : Hitam kelabu kecoklatan
Tekstur tanah : Debu atau lempung berdebu
Topografi : Berbukit
Tipe iklim : A C Alfa (Schmidt dan Ferguson)
Curah hujan rata-rata : 3042 mm/tahun
Suhu udara harian minimum : 16,2oC
Suhu udara harian maksimum : 24,9oC
Kelengasan udara : 88%
Penguapan : 3,2 mm/hari
Radiasi matahari : 246 kal/cm/hari
Keadaan iklim dan tanah diatas diambil dari dokumen-dokumen yang berada pada perpustakaan di Balai Penelitian Tanaman Hias.
Visi, Misi dan Struktur Organisasi Balai Penelitian Tanaman Hias
Visi
Balithi tahun 2010-2014 adalah "Menjadi lembaga penelitian tanaman hias berkelas dunia (2014) dalam menghasilkan teknologi inovatif mendukung industri florikultura yang berdaya saing, berkelanjutan, dan berbasis sumberdaya lokal".
Misi
Dalam upaya pencapaian Visi dan pelaksanaan tupoksi, Balithi menetapkan Misi sebagai berikut :
Menghasilkan, mendiseminasikan, dan merekomendasikan pengembangan teknologi inovatif yang berwawasan lingkungan dan berbasis sumberdaya lokal guna mendukung terwujudnya industri florikultura berkelas dunia,
Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumberdaya penelitian serta memanfaatkannya secara efisien dan efektif,
Mengembangkan jaringan kerjasama nasional dan internasional melalui pola kemitraan menuju kemandirian IPTEK florikultura.
Struktur Organisasi
Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 63/Kpts/OT.210/1/2002 tanggal 29 Januari 2002 Struktur Organisasi Balai Penelitian Tanaman Hias yaitu :
Tabel 2. Struktur Organisasi BALITHI
Berdasarkan data Sub Bag Tata Usaha Balithi, data pendidikan sumber daya manusia yang ada di Balai Penelitian Tanaman Hias per tanggal 31 Desember 2013 dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram data pendidikan sumber daya manusia di BALITHI
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI)
Sumber daya manusia di BALITHI terbagi dalam beberapa tugas fungsional, diantaranya sebagai berikut :
Fungsional Peneliti
Peneliti Utama : 04 orang
Peneliti Madya : 11 orang
Peneliti Muda : 8 orang
Peneliti Pertama : 13 orang
Peneliti non Klas : 1 orang
Fungsional Teknisi Litkayasa
Teknisi Litkayasa Penyelia : 9 orang
Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan : 8 orang
Teknisi Litkayasa Pelaksana : 8 orang
Teknisi Litkayasa Pemula : 1 orang
Teknisi Litkayasa non Klas : 12 orang
Tugas Pokok, Fungsi, Program dan Fasilitas Balai Penelitian Tanaman Hias
Tugas Pokok
Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No.63/Kptc/OT.210/1/2002, Balai Penelitian Tanaman Hias merupakan unit pelaksana teknis bidang penelitian dan pengembangan tanaman hias, di bawah koordinasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian.
Fungsi Balai Penelitian Tanaman Hias
Penelitian tanaman hias di bidang pemuliaan, fisiologi, agronomi, proteksi, agroekosistem, agroekonomi, pascapanen, mekanisasi untuk pengembangan produksi, lingkungan pola tanam, analisis komoditas, analisis residu pestisida dan pupuk
Penelitian komponen teknologi sistem usahatani tanaman hias.
Penelitian eksplorasi, evaluasi, pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah tanaman hias.
Pelayanan teknik, kerjasama dan penyebaran hasil penelitian.
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Hias didasarkan pada komoditas yang menjadi prioritas Balithi saat ini adalah Anggrek, Mawar, Melati, Sedap Malam, Tanaman Hias Pot, dan Tanaman Taman. Komoditas penting lainnya adalah Gladiol dan Krisan.
Program penelitian diarahkan untuk memecahkan berbagai masalah terutama peningkatan produktivitas, pengendalian hama dan penyakit, pembibitan, tata niaga dan faktor-faktor lain yang turut menentukan pencapaian sistem produksi yang berkelanjut.
Penelitian dan pengembangan teknik-teknik bioteknologi dalam bidang pemuliaan dan pembibitan merupakan prioritas dalam penelitian.
Hasil-hasil penelitian disalurkan melalui seminar-seminar ilmiah, simposium, jurnal hortikultura, forum komunikasi penelitian dan lain-lain. (sumber informasi Sub Bagian Tata Usaha Balithi)
Program Utama dan Prioritas Penelitian
Pengelolaan Plasma Nutfah
Perbaikan Potensi Genetik
Perbaikan Sistem Produksi Tanaman
Perbaikan Teknologi Benih Bebas Penyakit dan Konsep Standarisasi Mutu
Perbaikan Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit
Fisiologi Hasil dan Biokimia
Aplikasi Bioteknologi dalam Perbaikan Genetik dan Kualitas Benih
Analisis Komoditas dan Identifikasi Masalah Pelaku Bisnis Tanaman Hias
Fasilitas
Balai Penelitian Tanaman Hias mempunyai tiga Kebun Percobaan (KP) yaitu :
Kebun Percobaan Segunung, berlokasi di Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung – Pacet.
Kegiatan penelitian yang dilakukan di KP Segunung lebih diutamakan untuk koleksi plasma nutfah, hama dan penyakit tanaman serta pengembangan teknologi agronomi. Fasilitas yang tersedia yaitu rumah kaca, rumah sere, rumah paranet, dan rumah plastik.
Kebun Percobaan Cipanas, berlokasi di Cipanas sekitar 3 km dari kantor utama BALITHI.
Kegiatan penelitian yang dilakukan di KP Cipanas lebih diutamakan untuk pengembangan teknologi benih (perbenihan) dan pengembangan teknologi pemuliaan. KP Cipanas dilengkapi dengan fasilitas rumah kaca, rumah sere, laboratorium kultur jaringan.
Kebun Percobaan Pasarminggu, berlokasi di Pasarminggu, Jakarta.
Kegiatan yang dilakukan di KP Pasarminggu diutamakan untuk penelitian teknologi pascapanen dan tanaman hias dataran rendah. KP Pasarminggu dilengkapi dengan fasilitas rumah kaca, rumah sere, laboratorium kultur jaringan dan laboratorium pasca panen.
Fasilitas untuk kegiatan penelitian di BALITHI yaitu rumah kaca, rumah sere, laboratorium Ekofisiologi, Entomologi, Virologi, Biokontrol, Micologi, Nematologi dan Kultur Jaringan. Fasilitas pendukung yang ada di BALITHI yaitu ruang pertemuan (aula), guest house, mushola, dan perpustakaan. Fasilitas pendukung yang ada telah direnovasi dan diperbaharui pada tahun 2001.
Budidaya Tanaman Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Cianjur, Jawa Barat
Kegiatan budidaya anggrek Phalaenopsis di BALITHI meliputi perbanyakan anggrek Phalaenopsis, penanaman, pemeliharaan, dan panen.
Perbanyakan Anggrek Phalaenopsis
Cara perbanyakan anggrek Phalaenopsis di BALITHI terbagi menjadi dua yaitu secara in vivo dan in vitro.
Perbanyakan secara in vivo
In vivo menurut Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan (2013) merupakan suatu percobaan-percobaan yang mengetahui proses-proses biologi yang dilakukan di dalam organisme hidup. Perbanyakan secara in vivo dengan berpedoman pengertian menurut Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan (2013) merupakan suatu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan oleh tanaman itu sendiri atau dengan bantuan manusia.
Perbanyakan tanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI dilakukan dengan menggunakan biji. Biji Phalaenopsis didapat dengan cara melakukan penyerbukan dua induk tanaman anggrek Phalaenopsis yang berbeda. Penyerbukan dilakukan dengan bantuan manusia melalui teknik persilangan. Teknik persilangan anggrek Phalaenopsis yaitu dengan memindahkan pollinaria (tepung sari / pejantan) ke dalam kepala putik (stigma / betina). Dua induk tanaman anggrek Phalaenopsis yang disilangkan pada saat praktik kerja lapangan yaitu Phal. violacea x celebensis dan R903 yang berperan sebagai induk jantan atau yang diambil pollinarianya dan yang berperan sebagai induk betina atau stigma yaitu KHM 2230, KHM 2234, KHM 2157, KH42182, Phal. I. Hsin Gold Fancy, dan Phal. I. Hsin Venice. Persilangan yang dilakukan ini menggunakan tanaman anggrek Phalaenopsis dengan tipe bunga standar sebagai induk betina dan tipe premier sebagai induk jantan. Tujuan penyilangan kedua tetua anggrek Phalaenopsis bunga standar dengan bunga premier yaitu untuk mendapatkan varietas tanaman anggrek Phalaenopsis yang bunganya tidak terlalu besar dan memiliki corak warna yang bagus.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan persilangan anggrek menurut Wagiman dan Maloedyn Sitanggang yaitu :
Mengetahui sifat induk kedua tanaman yang akan disilangkan, agar memberikan hasil yang diharapkan.
Sebagai induk betina dipilih yang mempunyai bunga yang kuat dan tidak cepat layu.
Untuk induk jantan, pilih anggrek yang benang sarinya berwarna kuning tua, bunganya tebal dan berwarna cerah.
Pilih kuntum bunga yang masih segar dan telah membuka penuh.
Penyilangan sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah penyiraman.
Teknik yang dilakukan dalam menyilangkan dua tetua anggrek Phalaenopsis dengan tipe bunga yang berbeda di BALITHI adalah sebagai berikut:
Tetua tanaman anggrek Phalaenopsis disiapkan.
Dilakukan pengecekan reprensif atau tidaknya pada putik, dengan menggunakan pinset atau pakis kecil disentuhkan ke dalam putik, bila didalam putik masih terdapat cairan dan terasa lengket maka artinya induk betina tersebut masih reprensif.
Pollen pada bunga jantan dipilih dan diambil secara hati-hati seperti yang terlihat pada Gambar 6a.
Pollen dimasukkan kedalam putik secara hati-hati (Gambar 6b), kemudian bunga yang telah disilangkan diberi tanda atau kode untuk mempermudah pengenalan penyilang.
Tetua-tetua yang telah disilangkan dicatat dan diberi tanggal persilangan, untuk mempermudah pengamatan dan pengecekan hasil.
(a)
(b)
Gambar 6. (a) Pengambilan pollen pada indukan anggrek Phalaenopsis jantan. (b) Pemasukkan pollen dalam putik indukan Phalaenopsis betina.
Sumber : Dokumen pribadi
Kendala yang dihadapi disaat melakukan persilangan tersebut yaitu beberapa pollen yang diambil dari bunga jantan hilang karena terjatuh dan tidak banyaknya bunga premier yang tersedia sebagai induk jantan.
Perbanyakan secara in vitro
In vitro menurut Kamus Pemuliaan Pohon (2013) adalah suatu percobaan untuk mengetahui proses-proses biologi yang dilakukan di laboratorium atau biasa dilakukan dengan cara kultur jaringan. Perbanyakan secara in vitro merupakan suatu pengembangan teori yang menyatakan bahwa sel atau jaringan tanaman pada dasarnya dapat ditanam secara terpisah dalam suatu kultur.
Kegiatan yang dilakukan pada perbanyakan in vitro di BALITHI yaitu pembuatan media untuk kultur, kultur biji, kultur tangkai bunga, transfer protocorm, dan transfer planlet.
Pembuatan Media
Media yang digunakan pada kultur biji dan kultur tangkai bunga di Balai Penelitian Tanaman Hias adalah media VW (Vacint and Went) dan media MS (Murashige and Skoog). Menurut ibu Suskandari, penggunaan media VW dipilih sebagai media kultur biji di BALITHI karena media VW sesuai dengan standar perbanyakan tanaman anggrek dan tidak memerlukan bahan tambahan lagi untuk setiap perubahan fase perkembangan tanaman pada saat in vitro.
Sebelum media dibuat, kegiatan awal yang dilakukan adalah membuat larutan stok. Larutan stok merupakan larutan yang berisi satu atau lebih komponen media yang konsentrasinya lebih tinggi atau lebih pekat daripada konsentrasi komponen tersebut dalam formulasi media yang akan dibuat (Yusnita, 2003). Larutan stok terdiri dari larutan stok A, B, C, dan D. Tujuan dibuatnya larutan stok yaitu untuk memudahkan dalam pengambilan dan pengukuran pembuatan media dengan jumlah tertentu, serta untuk mencampurkan seluruh bahan-bahan yang dibutuhkan dalam suatu kandungan media tanam secara in vitro. Kandungan nutrisi atau bahan kimia yang ada didalam larutan stok berbeda-beda tergantung jenis media yang akan digunakan.
Tabel 3. Bahan kimia untuk larutan stok pembuatan media Vacint and Went.
Stok
Nama Bahan
mg/l
Stok untuk 20 liter (gram) dilarutkan dalam 200 ml akuades
A
KNO3
525
10.5
KH2 PO4
250
5
(NH4)2 SO4
500
10
MnSO4 4 H2O
15.0
0.15
B
Mg SO4 7 H2O
250
5
C
Na2EDTA
37.5
0.75
FeSO4 7 H2O
27.8
0.556
D
Ca3(PO4)2
200
-
Keterangan : Larutan stok D dibuat mendadak bila media akan dibuat, karena stok D bersifat tidak tahan lama jika sudah dilarutkan.
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI)
Langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat larutan stok yaitu:
Masing-masing bahan yang tercantum didalam tabel ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik,
Disiapkan 200 ml akuades didalam erlemeyer, kemudian diletakkan diatas magnetic stirrer,
Masing-masing bahan sesuai dengan jenis stok yang telah ditimbang, dilarutkan didalam akuades 200 ml, kemudian kecepatan berputar magnetic dipercepat agar larutan homogen,
Larutan yang mengandung bahan Fe, disiapkan 100 ml akuades panas, kemudian Fe yang telah ditimbang dilarutkan dalam akuades panas tersebut, hal ini bertujuan untuk memunculkan warna kuning pada Fe. Setelah warna tersebut muncul, ditambahkan lagi 100 ml akuades dingin,
Larutan stok yang telah dibuat disimpan didalam lemari pendingin (kulkas), dan untuk erlemeyer yang mengandung Fe, sebelum disimpan dalam kulkas erlemeyer dibungkus dengan menggunakan kertas alumunium foil.
Tabel 4. Bahan kimia untuk larutan stok pembuatan media MS.
Bahan
Stok
Pengambilan Stok
Keterangan
1 liter
2000 ml
Macro elements
NH4NO3
1.65 g
33 g
10 ml/l
Stok disimpan pada suhu 4oC
KNO3
1.9 g
38 g
CaCl2.2H2O
0.44 g
8.8 g
MgSO4.7H2O
0.37 g
7.4 g
KH2PO4
0.17 g
3.4 g
Micro elements
H3BO3
6.2 mg
124 mg
10 ml/l
Stok disimpan pada suhu 4oC
MnSO4.7H2O
16.8 mg
338 mg
ZnSO4.7H2O
10.6 mg
212 mg
Kl
0.83 mg
16.6 mg
Na2MoO4.7H2O
0.25 mg
5.0 mg
CuSO4.5H2O
0.025 mg
0.5 mg
CoCl2.6H2O
0.025 mg
0.5 mg
Fe-Chellate
Na2EDTA.2H2O
37.3 mg
746 mg
10 ml/l
Untuk melarutkan bahan yang mengandung Fe diperlukan air panas. Simpan pada suhu 4oC dalam kondisi gelap
FeSo4.7H2O
27.5 mg
550 mg
Vitamin
Nicotinic Acid
0.5 mg
10 mg
10 ml/l
Stok disimpan pada suhu 4oC
Pyridoxine HCl
0.5 mg
10 mg
Thiamine HCl
0.1 mg
2.0 mg
Glycine
2.0 mg
40 mg
Myo-inositol
100 mg
2000 mg
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI)
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan media VW adalah larutan stok A, B, C, D, pisang, agar, air kelapa, dan gula pasir. Arditti dan Ernst (1992) dalam Kasutjianingati (2013) menyatakan bahwa dalam buah pisang terdapat hormon auksin dan giberelin. Takaran untuk masing-masing bahan pada pembuatan media VW 1 liter yaitu :
Larutan stok A : 10 ml/liter
Larutan stok B : 10 ml/liter
Larutan stok C : 10 ml/liter
Larutan stok D : 0.2 gram dicampur dengan HCl 25% secukupnya
Pisang : 100 gram
Agar : 7.5 gram
Air kelapa : 150 ml
Gula pasir : 20 gram
Langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat media Vacint and Went yaitu :
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan media Vacint and Went disiapkan (Gambar 7a),
Pisang, gula pasir dan akuades secukupnya diblender sampai halus,
Disiapkan baskom sedang, sebagai tempat pencampuran agar, air kelapa, larutan stok A, B, dan C,
Pisang, gula pasir dan akuades yang sudah diblender, dimasukkan dalam baskom yang berisi bahan lainnya,
Larutan stok D dimasukkan ketika seluruh bahan telah tercampur dalam baskom,
(a)
(b)
Gambar 7. (a) Larutan stock, Gula, Agar, HCl, dan NaOH untuk pembuatan media tanam VW. (b) Campuran semua bahan untuk pembuatan media tanam VW.
Sumber : Dokumen Pribadi
Campuran bahan yang ada dibaskom (Gambar 7b), dimasak dan diaduk merata hingga mendidih,
Kompor dimatikan setelah campuran bahan mendidih, kemudian baskom berisi campuran bahan diangkat dan diletakkan kembali dimeja kerja,
Campuran bahan kemudian diberi NaOH secukupnya, tujuannya untuk menyesuaikan pH media VW. pH optimal yang dibutuhkan yaitu 6,
Disiapkan botol-botol untuk media. Bahan media dimasukkan dalam botol-botol dengan ukuran 1/6 botol atau setara dengan batas garis lingkar bawah pada botol,
Botol-botol yang telah diisi media, kemudian ditutup dengan penutup yang terbuat dari karet. Penutup sedikit ditekan agar kencang, kemudian botol ditutup kembali dengan kertas koran sebanyak 2 lapis dan diikat kencang dengan menggunakan karet gelang (Gambar 8a). Tujuannya adalah agar penutup botol yang terbuat dari karet tidak meleleh saat disterilkan dengan menggunakan autoclave (Gambar 8b),
(a)
(b)
Gambar 8. (a) Botol media tanam yang telah terisi media dan siap untuk disterilkan. (b) Autoclave yang digunakan untuk mensterilkan botol-botol media.
Sumber : Dokumen pribadi
Autoclave dipanaskan terlebih dahulu, agar udara atau uap kotor yang tertinggal pada pemanasan sebelumnya hilang. Setelah itu, botol-botol yang telah ditutup dimasukkan dalam autoclave, disusun dengan rapi agar pensterilan botol merata, kemudian autoclave ditutup dan dikencangkan kunci penutupnya. Pensterilan botol media ditunggu hingga terdengar bunyi hembusan uap dari autoclave,
Ketika hembusan uap pertama berbunyi, ditunggu selama 20 menit, setelah itu kompor dimatikan,
Autoclave didiamkan hingga jarum tekanan autoclave turun ke angka 0,
Setelah jarum tekanan autoclave berada di angka 0, buka saluran keluar uap pada autoclave, tujuannya agar uap yang tersisa keluar dan tidak menimbulkan ledakan pada saat tutup autoclave dibuka,
Kunci penutup autoclave dibuka, botol-botol yang berada didalam autoclave diambil dengan hati-hati,
Botol-botol yang telah diterilkan kemudian disusun rapi pada rak-rak penyimpan botol media (Gambar 23a). Botol diletakkan dalam posisi tidur.
Kultur Biji
Media yang digunakan untuk kultur biji anggrek Phalaenopsis di BALITHI adalah media VW. Biji yang akan dikulturkan berasal dari buah anggrek Phalaenopsis yang sudah tua, matang dan masih berwarna hijau.
Penyebaran biji pada media VW dimulai dengan menyalakan lampu dan blower Laminar Air Flow (LAF), kemudian buah anggrek Phalaenopsis direndam dalam alkohol 100% selama 3 menit, setelah itu buah dilap dengan kapas bersih agar buah steril. Buah yang sudah steril dimasukkan dalam cawan petri atau petridish dan dimasukkan dalam Laminar Air Flow (LAF) agar tidak terjadi kontaminasi. Alat-alat yang ada di LAF disterilkan dengan menyemprotkan alkohol 70% dan mengelapnya dengan kapas yang juga telah disemprot dengan alkohol (Gambar 9a). Alkohol 100% dimasukkan dalam botol, yang fungsinya untuk mencuci skalpel, pinset, penjepit panjang, dan pengaduk atau sendok panjang. Botol media VW yang sudah disiapkan dibuka penutup korannya, kemudian disemprot alkohol 70% dan dilap dengan menggunakan kapas sebelum dimasukkan kedalam LAF. Setelah itu dimasukkan dalam LAF, kemudian botol diflamir diatas api bunsen, tutup botol dibuka dan botol diletakkan dirak botol kecil yang tersedia di LAF. Alat-alat yang telah dicuci dengan menggunakan alkohol 100% diflamir diatas api bunsen dan diletakkan diatas petridish besar. Buah anggrek dalam cawan petri dipotong secara melintang dibagian ujung-ujungnya, kemudian dipotong membujur untuk membuka buah Phalaenopsis (Gambar 9b). Testa didalam buah diambil, dan diletakkan pada cawan petri steril lain. Botol media VW diambil dan mulut botol diflamir kembali, untuk memastikan tidak adanya kontaminasi. Pinset panjang dicelupkan lagi pada larutan alkohol 100% kemudian diflamir pada api bunsen, testa pada cawan petri diambil dan disebarkan diatas media VW. Botol diflamir kembali, kemudian tutup botol diambil dengan menggunakan penjepit dan diflamir sebentar. Botol ditutup kencang dan dilapisi dengan plastik skrep dengan rapat. Botol yang digunakan untuk menyemai biji anggrek diberi label sesuai dengan kode buah Phalaenopsis. Setelah penyemaian selesai, botol-botol semai diletakkan pada rak-rak khusus diruang suhu dingin dan steril (Gambar 25a).
(a)
(b)
Gambar 9. (a) Pensterilan alat dengan mengelap alat menggunakan kapas.
(b) Pembelahan buah anggrek Phalaenopsis.
Sumber : Dokumen pribadi
Kultur Tangkai Bunga
Kultur tangkai bunga pada tanaman anggrek di BALITHI dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Tangkai bunga anggrek Phalaenopsis dicelupkan pada alkohol 100%,
Semua alat-alat di LAF disterilkan dengan disemprot alkohol 75% kemudian dilap dengan menggunakan kapas bersih (Gambar 24),
Api bunsen dinyalakan dan alat-alat yang digunakan untuk kultur disterilkan kembali dengan dicelupkan alkohol 100%, kemudian di flamir pada api bunsen,
Botol media MS untuk kultur disterilkan dan dimasukkan dalam LAF,
Dua petridish diberi sedikit alkohol dan dibakar sebentar agar steril, setelah itu tangkai yang direndam alkohol diambil dan diflamir sebentar (Gambar 10a),
Tangkai diletakkan pada petridish, kemudian seludang dibuka pada tiap ruas-ruas tangkai secara perlahan agar tunas didalam seludang tidak rusak,
Dicari tunas yang masih hijau dan belum kering (Gambar 10b), setelah ditemukan, bagian atas dan bawah mata tunas tangkainya dipotong dengan sedikit meruncing di bagian potongan bawah mata tunas, tujuannya agar dalam penanaman dalam media MS mudah,
Potongan tunas ditanam dalam media MS,
Botol media tempat penanaman tangkai bunga ditutup plastik skrep, dan rekatkan hingga kencang, kemudian botol diberi tanda untuk mempermudah pengamatan.
Gambar 10. (a) Tangkai bunga Phalaenopsis diflamir pada api bunsen. (b) Proses pencarian mata tunas yang masih layak untuk ditanam.
Sumber : Dokumen Pribadi
Berdasarkan hasil pengamatan selama satu minggu, kultur tangkai bunga anggrek Phalaenopsis yang dilakukan gagal. 6 botol media kultur tangkai terkontaminasi oleh jamur. Penyebab gagalnya kultur yaitu tangkai bunga yang digunakan dari awal pengambilan tangkai tidak langsung digunakan dan didiamkan terlalu lama, umur tangkai bunga yang terlalu tua sehingga banyak tunas yang sudah kering dan rentan akan serangan jamur. Perbanyakan tanaman anggrek Phalaenopsis dengan menggunakan kultur tangkai bunga memang jarang dilakukan karena faktor keberhasilannya sangat kecil, selain itu untuk mendapatkan tangkai bunga yang masih segar dan tidak terlalu tua itu sangat sulit.
Transfer Protocorm
Protocorm merupakan suatu jaringan yang terdapat pada biji anggrek, dimana akar, tunas, dan batang tidak dapat dibedakan. Menurut Kasutjianingati (2013) protocorm adalah bentukan bulat yang siap membentuk pucuk dan akar sebagai awal perkecambahan anggrek. Transfer protocorm adalah suatu proses pemindahan protocorm atau calon tanaman ke media baru agar kebutuhan nutrisinya tercukupi dan agar tidak saling berebut nutrisi bila sudah tumbuh menjadi tanaman muda atau planlet.
Proses transfer protocorm diawali dengan memilih botol protocorm yang sudah padat dan masih berwarna hijau. Botol media VW yang baru disiapkan, kemudian UV pada LAF dinyalakan dan didiamkan kurang lebih satu jam, untuk mensterilkan ruang LAF. UV dimatikan, kemudian blower dan lampu LAF dinyalakan dan buka penutup LAF. Sebelum melakukan transfer, semua alat didalam LAF disterilkan dengan cara menyemprotkan alkohol 70% dan mengelapnya dengan kapas bersih, selanjutnya botol media dan botol protocorm juga disterilkan. Botol protocorm diflamirkan diatas api bunsen, buka penutup botol kemudian botol diletakkan pada meja botol, dilakukan hal yang sama pada botol media VW. Pinset panjang disterilkan dengan alkohol 100% kemudian diflamir diatas api bunsen, dinginkan sebentar kemudian protocorm dipindahkan secara perlahan ke botol media VW yang baru. Satu botol media diisi 20 protocorm, hal ini untuk menghindari pertumbuhan planlet yang padat sehingga planlet tidak tumbuh dengan optimal dan tidak sama besar. Setiap satu protocorm yang dipindah bisa menjadi beberapa planlet. Botol diflamir kembali diatas api bunsen, tutup botol diambil dan diflamir, kemudian botol ditutup. Botol yang sudah ditutup dilapisi dengan plastik skrep agar tutup botol tidak mudah terbuka dan mengantisipasi kontaminasi. Botol diberi tanda dengan menuliskan tanggal transfer dan kode anggrek Phalaenopsis (Gambar 25b). Botol diletakkan kembali dirak penyimpanan pada suhu dingin dan steril.
Transfer Planlet
Tujuan dari transfer planlet sama halnya dengan transfer protocorm yaitu memindahkan tanaman pada media baru agar tanaman dapat berkembang lebih optimal dan tidak saling berdesakan. Cara kerja transfer planlet sama seperti transfer protocorm. Setiap botol diisi 20 planlet agar pertumbuhan dan perkembangannya optimal.
Penanaman Anggrek Phalaenopsis
Tahapan dalam penanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI meliputi penyiapan media tanam, aklimatisasi, individu, dan repotting.
Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang akan dipakai pada penanaman dipersiapkan dan di cek ketersediaannya di greenhouse. Media tanam yang digunakan di BALITHI untuk penanaman yaitu pakis dan sterofoam. Sebelum pakis digunakan untuk penanaman, pakis disterilkan terlebih dahulu dari kotoran dan jamur-jamur yang ada di pakis (Gambar 11a). Pakis yang tidak disterilkan terlebih dahulu cenderung tidak tahan lama, menurut bapak Ace selaku pengelola kebun anggrek untuk pemakaian pakis yang tidak disterilkan terlebih dahulu hanya bertahan selama 2-3 bulan, kemudian didalam media pakis yang digunakan ditemukan banyak jamur pada akar tanaman atau dibawah tanaman. Pensterilan pakis dilakukan dengan cara merendam pakis menggunakan air bersih selama 15 menit. Pembersihan pakis dilakukan 4 kali dengan tujuan agar jamur-jamur pada pakis hilang (Gambar 11b). Setelah bersih pakis ditiriskan, kemudian pakis direndam kembali dalam fungisida dithane. Tujuannya agar pakis benar-benar bersih dari jamur. Pakis yang direndam dalam dithane didiamkan selama 24 jam, setelah itu pakis ditiriskan dan dikering anginkan. Pakis yang siap digunakan untuk penanaman adalah pakis yang steril dan sudah kering.
(a)
(b)
Gambar 11. (a) Butir-butir jamur yang terdapat dipakis. (b) Proses pembersihan pakis agar jamur yang terdapat di pakis hilang.
Sumber : Dokumen Pribadi
Aklimatisasi
Proses aklimatisasi anggrek Phalaenopsis di BALITHI diawali dengan proses hardening. Hardening merupakan tahap pemindahan bibit embrio somatik dari ruang dengan kondisi in vitro (aseptik) ke ruang dengan kondisi non aseptik dalam keadaan bibit masih berada dalam botol kultur. Langkah selanjutnya yaitu dilakukan pemilihan planlet yang siap diaklim, planlet dikeluarkan dari dalam botol secara hati-hati agar tidak rusak (Gambar 12a), kemudian planlet dicuci bersih agar tidak ada sisa media agar VW yang menempel. Sebelum planlet dikompot, planlet direndam fungisida dithane kurang lebih 5 menit (Gambar 12b), setelah itu planlet dikering anginkan. Hal ini bertujuan agar saat pengompotan tidak mudah terserang jamur.
(a)
(b)
Gambar 12. (a) Proses pengeluaran planlet dari dalam botol media. (b) Proses perendaman planlet dalam dithane selama 5 menit.
Sumber : Dokumen pribadi
Pengompotan tanaman merupakan suatu proses penanaman dimana beberapa tanaman sejenis ditanam dalam satu pot yang sama. Pengompotan dilakukan di greenhouse khusus yang digunakan untuk penanaman, hal yang dilakukan pertama kali yaitu menyiapkan pot-pot ukuran sedang yang berasal dari tanah liat. Pot-pot tersebut kemudian diisi media sterofoam dan pakis. Penggunaan sterofoam bertujuan untuk mengurangi penggunaan pakis terlalu banyak dan membantu untuk menyimpan cadangan air. Tanaman yang sudah direndam fungisida dan sudah dikering anginkan (Gambar 13a), disusun pada pot-pot yang telah diisi media. Penyusunan yang dilakukan harus bisa serapat mungkin agar penggunaan satu pot dapat maksimal (Gambar 13b).
(a)
(b)
Gambar 13. (a) Planlet tanaman anggrek Phalaenopsis yang siap untuk di kompot. (b) Proses pengompotan tanaman anggrek Phalaenopsis.
Sumber : Dokumen pribadi
Kompotan tanaman anggrek Phalaenopsis yang telah selesai disusun, diletakkan dibawah meja agar tidak terkena sinar matahari (Gambar 14). Tujuan peletakkan dibawah meja yaitu untuk menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam greenhouse dan agar tanaman tidak cepat layu karena terkena sinar matahari langsung. Pot diletakkan dibawah meja selama satu minggu, setelah itu pot diambil dan diletakkan pada meja yang sudah dibuat untuk meletakkan pot-pot kompot.
(a)
(b)
Gambar 14. (a) Tanaman anggrek Phalaenopsis yang telah selesai dikompot.
(b) Penempatan tanaman anggrek Phalaenopsis di bawah meja.
Sumber : Dokumen pribadi
Individu
Individu merupakan penanaman yang dilakukan dengan cara memisahkan tanaman pada kompotan, dengan menanam satu tanaman pada satu pot. Tujuan dilakukannya individu yaitu untuk menyediakan ruang tumbuh tanaman agar tidak saling bersaing seperti pada kompotan.
Pot yang digunakan untuk individu anggrek Phalaenopsis di BALITHI adalah pot ukuran kecil dengan berbahan plastik. Pot individu ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan pot yang digunakan untuk pengompotan karena tanaman yang ditanam pada individu anggrek Phalaenopsis hanyalah satu tanaman, sedangkan pada pengompotan beberapa tanaman di tanam pada satu pot sehingga membutuhkan pot dengan ukuran yang lebih besar dari pot individu.
Langkah-langkah pada individu anggrek Phalaenopsis, sama seperti langkah-langkah yang dilakukan pada pengompotan. Perbedaannya pada individu satu pot ditanam satu tanaman anggrek Phalaenopsis. Hasil satu pot kompot bisa menjadi beberapa pot individu (Gambar 15). Pot-pot individu diletakkan di greenhouse yang berbeda, atau greenhouse khusus untuk tanaman-tanaman anggrek yang sudah di individu.
(a)
(b)
Gambar 15. (a) Proses individu tanaman anggrek Phalaenopsis. (b) Tanaman anggrek Phalaenopsis yang sudah di individu.
Sumber : Dokumen Pribadi
Repotting
Repotting adalah proses penggantian media tanam sekaligus potnya dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi media tanam. Penggantian pot dan media tanam yang baru bertujuan untuk memberikan ruang yang lebih besar sesuai dengan perkembangan tanaman anggrek Phalaenopsis. Ciri tanaman anggrek Phalaenopsis yang harus di repotting yaitu :
Pot tanaman sudah tertutup dengan lumut dan rusak,
Pot terlalu kecil dibandingkan dengan tanaman anggrek,
Akar anggrek Phalaenopsis yang sudah memenuhi pot (perakaran padat), sehingga media dalam pot habis,
Adanya jamur pada media tanam dalam pot.
Langkah repotting yang dilakukan di BALITHI yaitu membongkar media tanaman anggrek Phalaenopsis secara hati-hati, agar akar tanaman tidak rusak atau patah, akar tanaman dibersihkan dari media tanam (pakis) yang masih menempel dan terselip di sela-sela akar tanaman, pot dan bahan media tanam baru disiapkan seperti sterofoam dan pakis. Sterofoam dimasukkan dalam pot dengan ketentuan mengisi ¼ tinggi pot, akar tanaman anggrek ditata rapi diatas sterofoam, kemudian ditutup dengan pakis hingga penuh agar tanaman tidak tanaman kokoh.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan merupakan kegiatan penting dalam budidaya. Kegiatan pemeliharaan pada budidaya anggrek Phalaenopsis di BALITHI mencakup penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit.
Penyiraman
Penyiraman tanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI dilakukan di pagi hari dengan rentan waktu 2 hari sekali yaitu pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan selang panjang yang dialiri air dari tempat penampung air (Gambar 16). Air yang digunakan untuk penyiraman merupakan air yang berasal dari sumur bor. Idealnya penyiraman tanaman anggrek dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore. Menurut bapak Ace selaku pengelola greenhouse tanaman anggrek, penyiraman tidak dilakukan pada sore hari karena akibatnya tanaman mudah terserang penyakit, sehingga untuk penyiraman cukup dilakukan di pagi hari.
(a)
Gambar 16. (a) Proses Penyiraman Tanaman.
Sumber : Dokumen pribadi
Pemupukan
Kegiatan pemupukan di BALITHI dilakukan satu kali dalam satu minggu yaitu pada hari Kamis di pagi hari. Pupuk yang digunakan yaitu Grow more untuk daun, Grow more untuk bunga dan pupuk organik cair yang digunakan untuk memperbaiki media tanam pada anggrek (Gambar 17a). Dosis yang digunakan pada ketiga pupuk tersebut untuk setiap liternya yaitu 0,8 gram : 0,8 gram : 0,8 gram. Pemberian pupuk di BALITHI dilakukan dengan cara mencampurkan ketiga pupuk tersebut menjadi satu larutan yang kemudian diaplikasikan pada semua tanaman anggrek Phalaenopsis yang ada di seluruh greenhouse anggrek (Gambar 17b dan c). Menurut bapak Ace selaku pengelola greenhouse tanaman anggrek Phalaenopsis hal tersebut dilakukan karena untuk mengefektifkan waktu, bila perlakuan pupuk dilakukan satu per satu, maka akan cukup memakan banyak waktu untuk pengaplikasiannya. Pemberian pupuk yang dilakukan di BALITHI juga tidak menyesuaikan dengan kebutuhan unsur hara pada tiap fase pertumbuhannya. Hal tersebut, berbeda dengan pernyataan Sandra (2001) yang menyebutkan bahwa aplikasi pemberian pupuk harus menyesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman.
(a)
(b)
Gambar 17. (a) Jenis pupuk yang digunakan untuk pemupukan anggrek Phalaenopsis. (b) Pencampuran ketiga pupuk dan pemasukan larutan dalam tangki knapsack.
Sumber : Dokumen pribadi
Pengendalian Hama Penyakit
Pengendalian hama penyakit di BALITHI dilakukan dengan cara teknis dan pestisida. Pengendalian secara teknis dilakukan dengan cara membunuh secara langsung hama-hama yang ditemukan di tanaman anggrek, membuang daun tanaman yang terkena busuk daun serta warna daun telah menguning, dan membuang tangkai bunga anggrek yang telah kering dengan cara dipotong memakai gunting tanaman. Pengendalian dengan menggunakan pestisida dilakukan setiap satu minggu sekali yaitu pada hari Selasa. Pestisida yang digunakan yaitu DursbanTM 200 dan Agrept 20 WP (Gambar 18a).
Kegunaan DursbanTM 200 adalah sebagai pengendalian insekta dan Agrept 20 WP digunakan untuk mencegah terjadinya serangan bakteri yang merugikan tanaman. Dosis yang digunakan pada kedua jenis pestisida per satuan liternya yaitu 0,8 gram. Kedua jenis pestisida diaplikasikan dengan cara dicampur, kemudian disemprotkan ke tanaman anggrek (Gambar 18b). Menurut bapak Ace, penggunaan pestisida yang dicampur menjadi satu yaitu agar tidak memakan banyak waktu. Efektifnya penyemprotan pestisida dilakukan secara terpisah untuk setiap jenis pestisida yang digunakan, agar setiap kandungan dan fungsi yang terdapat pada masing-masing pestisida dapat bekerja secara optimal.
(a)
(b)
Gambar 18. (a) Jenis pestisida yang digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman anggrek. (b) Penuangan larutan pestisida dalam tangki knapsack dan penyemprotan pestisida pada tanaman anggrek.
Sumber : Dokumen pribadi
Hama dan penyakit yang ditemukan pada greenhouse anggrek Phalaenopsis di BALITHI yaitu siput tanpa cangkang, kutu putih dan busuk daun.
Siput tanpa cangkang
Siput tanpa cangkang merupakan hama utama yang menyerang tanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI. Siput tanpa cangkang aktif menyerang pada malam hari. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan siput tanpa cangkang yaitu daun tanaman anggrek menjadi berlubang dan sobek. Pengendalian dilakukan dengan membuat perangkap siput menggunakan minuman beralkohol bermerek Bintang. Hal ini dilakukan untuk mengalihkan siput agar tidak menyerang tanaman, dan siput tertarik dengan aroma dari minuman tersebut. Perangkap diletakkan di sela-sela pot tanaman anggrek, kemudian didiamkan satu malam, dan dilihat hasilnya pada keesokan paginya. Hasil yang didapat cukup memuaskan, siput banyak yang terperangkap dan mati (Gambar 19a), namun cara ini masih menjadi perdebatan antara pihak budidaya dan pihak hama penyakit. Alasannya bila menggunakan perangkap minuman beralkohol siput yang terperangkap akan mati dan hal ini akan merusak keseimbangan ekosistem, namun pihak budidaya pun tidak mau rugi dengan membiarkan siput merusak tanaman anggrek. Menurut ibu Susi selaku peneliti tanaman anggrek, pengendalian siput pernah dilakukan dengan menggunakan mentimun dengan tujuan agar tidak membunuh siput secara langsung. Hasilnya kurang memuaskan, karena siput yang memakan mentimun tidak dapat ditangkap secara langsung dan masih dapat lolos dari perangkap, sehingga siput masih menjadi ancaman untuk tanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI.
Kutu putih
Hama kutu putih juga merupakan hama yang merugikan bagi tanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI. Kutu putih banyak ditemukan bersarang di bunga anggrek yang telah kering (Gambar 19b). Serangan kutu putih membuat tanaman layu, kering dan mati, karena kutu putih menghisap nutrisi pada tanaman anggrek Phalaenopsis. Menurut bapak Ace selaku pengelola greenhouse tempat budidaya anggrek Phalaenopsis, pengendalian yang bagus untuk kutu putih yaitu dengan repotting, pembersihan tanaman dan membunuh secara langsung agar kutu putih hilang.
Busuk daun
Menurut bapak Ace, penyakit busuk daun pada tanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI disebabkan oleh bakteri. Penyakit busuk daun bisa menyerang tanaman anggrek Phalaenopsis karena kondisi tanaman yang terlalu lembab. Gejala yang ditimbulkan penyakit busuk daun yaitu munculnya bercak-bercak hitam kecoklatan dan busuk pada daun (Gambar 19c). Pengendalian yang dilakukan di BALITHI untuk penyakit busuk daun pada tanaman anggrek Phalaenopsis yaitu dengan cara menyobek dan membuang daun yang terkena busuk daun secara langsung. Pencegahan yang dilakukan agar tanaman anggrek Phalaenopsis lain tidak terkena penyakit busuk daun yaitu dengan mengurangi kelembaban pada tanaman anggrek, dan tidak menyentuh daun tanaman anggrek yang sehat setelah tangan memegang daun tanaman anggrek yang terkena penyakit busuk daun.
(a)
(b)
(c)
Gambar 19. (a) Siput tanpa cangkang yang telah mati terperangkap pada minuman beralkohol. (b) Kutu putih pada sela-sela bunga. (c) Busuk daun yang disebabkan oleh bakteri.
Sumber : Dokumen pribadi
Karakterisasi Tanaman
Karakterisasi tanaman di BALITHI dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi seluruh bagian tanaman secara detail dengan pendataan sesuai dengan kebutuhan informasi dari keperluan pengidentifikasian sebelum akhirnya tanaman tersebut dirilis. Kegiatan karakterisasi yang dilakukan di BALITHI meliputi pengukuran, pencocokan warna dan pencocokan karakter dari setiap bentuk bagian tanaman yang disesuaikan dengan buku panduan karakterisasi untuk tanaman khususnya tanaman anggrek.
Syarat tanaman anggrek yang akan dikarakterisasi yaitu bunganya harus sudah mekar, agar keseluruhan bagian tanaman dapat didata. Alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi tanaman anggrek di BALITHI yaitu jangka sorong, color chart, penggaris, alat tulis, dan meteran yang digunakan untuk mengukur baju (Gambar 20). Pencatatan informasi yang diperlukan untuk kebutuhan karakterisasi beracuan pada lembar data tabel karakterisasi tanaman anggrek yang telah ditentukan oleh pihak BALITHI. Sikap yang perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan karakterisasi yaitu kecermatan, ketelitian dan kesabaran dalam mengidentifikasi tanaman.
(a)
(b)
Gambar 20. Gambar a dan b merupakan peralatan yang digunakan untuk kegiatan karakterisasi.
Sumber : Dokumen pribadi
Tanaman yang dikarakterisasi saat praktik kerja lapangan di Balai Penelitian Tanaman Hias yaitu tanaman anggrek Phalaenopsis bunga berwarna kuning lidah merah (Gambar 21a) dan tanaman anggrek Phalaenopsis bunga berwarna ungu (Gambar 21b). Kedua tanaman anggrek Phalaenopsis yang dikarakterisasi mempunyai beberapa kesamaan diantaranya tinggi tanaman yang sama yaitu 7 cm dengan tipe pertumbuhan monopodial, bentuk penampang melintang daun yaitu bilaterarly compressed atau tipe simetri ditekan, pada kedua bunga phalaenopsis yang dikarakterisasi tidak memiliki spur atau taji, bentuk tonjolan/callus pada bibir komplek dengan jumlah polinia dua, posisi pembungaan kedua tanaman anggrek Phalaenopsis yaitu diantara dua ketiak daun, dan mempunyai bentuk buah menyerupai kapsul.
Perbedaan dari kedua tanaman anggrek Phalaenopsis yang dikarakterisasi yaitu pada daun, tangkai bunga, bunga, dan akarnya.
Daun
Karakterisasi yang dilakukan pada bagian daun meliputi ukuran panjang dan lebar daun, bentuk daun, bentuk ujung daun, tekstur permukaan daun, susunan daun, simetri daun dan warna daun. Ukuran panjang dan lebar daun pada tanaman anggrek Phalaenopsis bunga berwarna ungu yaitu 11 cm dan 7,4 cm; bentuk daun ovate atau bulat telur, bentuk ujung daun acuminate (meruncing dengan sisi-sisi yang tajam), tekstur permukaan daun glabrous (gundul), susunan daun rangkap, mempunyai ujung yang simetri dengan warna daun sesuai dengan nomor pada color chart yaitu 61B.
Ukuran panjang dan lebar daun pada tanaman anggrek Phalaenopsis bunga berwarna kuning lidah merah yaitu 34 cm dan 14 cm. bentuk daun lanceolate (berbentuk lanset), bentuk ujung daun truncate (memotong), tekstur permukaan daun glabrous (gundul), susunan daun rangkap, mempunyai ujung yang simetri dengan warna daun sesuai dengan nomor pada color chart yaitu 137A.
Tangkai Bunga
Karakterisasi yang dilakukan pada tangkai bunga meliputi ukuran panjang tangkai, panjang rangkaian bunga dan diameter tangkai. Panjang tangkai, panjang rangkaian bunga dan diameter tangkai pada tanaman anggrek Phalaenopsis berbunga ungu yaitu 28,5 cm, 18 cm dan 0,215 cm. Pada tanaman anggrek Phalaenopsis berbunga kuning lidah merah ukuran panjang tangkai, panjang rangkaian bunga dan diameternya yaitu 55, 3 cm, 24,4 cm dan 0,45 cm.
Bunga
Tabel 5. Kategori Karakterisasi pada Bagian Bunga.
Kategori
Bunga Berwarna Ungu
Bunga Berwarna Kuning Lidah Merah
Tipe Pembungaan
racemose
Racemose
Jumlah Kuntum
4
7
Lebar Bunga
9,8 cm
9,7 cm
Panjang Bunga
7,2 cm
8 cm
Bentuk Braktea
V
V
Panjang Braktea
0,4 cm
0,4 cm
Bentuk Sepal
Elliptic (bujur telur)
Ovale (bulat telur)
Panjang Sepal
4,8 cm
4,7 cm
Lebar Sepal
3,3 cm
4 cm
Bentuk Ujung Sepal
Obtuse (tumpul)
Obtuse (tumpul)
Penampang Sepal
Cembung
Cekung
Corak Warna Sepal Dorsal
Bercorak, Bergaris
Bergaris
Warna Dasar Sepal Dorsal
N132C
2B
Warna Sekunder Dorsal Sepal
73A
51A
Corak Warna Sepal Lateral
Bercorak, Bergaris
Bercorak, Bergaris
Bentuk Petal
Semi-circular
Semi-circular
Panjang Petal
5,3 cm
5,4 cm
Lebar Petal
4,1 cm
4,5 cm
Bentuk Ujung Petal
Obtuse
Obtuse
Penampang Melintang Petal
Cembung
Cekung
Jumlah Warna Petal
Lebih dari tiga
Dua
Susunan Petal
Terbuka
Bersentuhan
Letak Lekuk Bibir
Tengah
Tengah
Bentuk Keping Tengah
Rhombic (Belah Ketupat)
Rhombic (Belah Ketupat)
Ada / Tidaknya Callus
Tidak Ada
Tidak Ada
Warna Dasar Keping Sisi
N39C
60A
Warna Sekunder Keping Sisi
-
77A
Akar
Karakterisasi yang dilakukan pada bagian akar yaitu warna akar, warna ujung akar dan tipe akar. Pada tanaman anggrek Phalaenopsis bunga berwarna ungu warna akar menurut RHS color chart yaitu 152 B, warna ujung akar 161 D dan tipe akar pada tanaman ini yaitu akar udara. Karakterisasi akar pada tanaman anggrek Phalaenopsis bunga berwarna kuning lidah merah yaitu warna akar N 137 B, warna ujung akar 142 B dan termasuk tipe akar udara.
Kendala yang ditemui dalam kegiatan karakterisasi saat praktik kerja lapangan yaitu tidak mengetahui maksud dari isi tabel informasi karena menggunakan istilah-istilah ilmiah, dan ragu dalam menentukan nilai warna pada bagian-bagian tanaman yang diamati.
(a)
(b)
Gambar 21. (a) Tanaman anggrek Phalaenopsis kuning lidah merah. (b) Tanaman anggrek Phalaenopsis ungu dengan kode EXO 45.
Sumber : Dokumen pribadi
Panen
Panen yang dilakukan pada budidaya anggrek Phalaenopsis di BALITHI yaitu memanen buah anggrek Phalaenopsis yang sudah masak atau memenuhi kriteria untuk persebaran biji anggrek secara in vitro. Perbedaan buah anggrek Phalaenopsis yang belum siap dipanen dengan yang siap dipanen dapat dilihat pada Gambar 22. Kriteria buah anggrek yang sudah dapat dipanen yaitu kulit buah berwarna hijau-kekuningan, ukuran buah besar, dan empuk seperti terlihat pada Gambar 22b. Buah yang telah dipanen kemudian dibawa ke laboratorium untuk ditanam secara in vitro.
(a)
(b)
Gambar 22. (a) Buah anggrek yang belum siap untuk dipanen. (b) Buah anggrek matang yang telah dipanen.
Sumber : Dokumen pribadi
Permasalahan dan Evaluasi di Lokasi Praktik Kerja Lapangan
Permasalahan yang didapat ketika melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di BALITHI yaitu minimnya tempat untuk penempatan anggrek Phalaenopsis, karena greenhouse untuk anggrek Phalaenopsis sudah penuh. Kurangnya tenaga kerja menjadi faktor utama pada permasalahan ini, karena tenaga kerja yang ada banyak diperkerjakan untuk merawat kebun bukan greenhouse atau rumah kaca. Hal ini menyebabkan tanaman anggrek khususnya anggrek Phalaenopsis kurang terawat dan tidak terkontrol. Fasilitas untuk budidaya masih kurang memadai, seperti alat untuk penyiraman yang mengandalkan aliran air dari sumur bor yang dikendalikan melalui salah satu greenhouse dari 3 greenhouse untuk penempatan tanaman anggrek dan tidak bekerja secara otomatis, kemudian kurang tersedianya tempat untuk pengoleksian tanaman hias. Hal ini kurang sesuai dengan isi SOP yang ada di BALITHI.
Solusi yang dapat diajukan untuk permasalahan yang ada diatas yaitu dilakukannya pendataan secara rutin untuk setiap fasilitas yang dibutuhkan dan digunakan untuk keperluan budidaya tanaman, khususnya tanaman anggrek agar tanaman yang dikembangkan di BALITHI tidak rusak dan terbengkalai. Adanya penambahan tenaga kerja atau pemanfaatan tenaga kerja yang ada untuk mengelola tanaman yang ada di greenhouse khususnya tanaman anggrek.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Kegiatan utama yang dilakukan pada Balai Penelitian Tanaman Hias yaitu para peneliti berusaha untuk meneliti, mengembangkan dan mempertahankan plasma nutfah berbagai jenis tanaman hias untuk mencapai visi dan misi BALITHI. Dilihat dari kondisi instansi, struktur organisasi, sistem budidaya dan pemasarannya cukup baik dan terorganisir. Produk-produk tanaman hias yang dihasilkan memiliki kualitas baik.
Teknik budidaya tanaman anggrek Phalaenopsis di BALITHI meliputi:
Perbanyakan anggrek Phalaenopsis
Penanaman anggrek Phalaenopsis
Pemeliharaan
Karakterisasi
Panen
Permasalahan yang dihadapi di BALITHI yaitu kurangnya tenaga kerja yang mengelola greenhouse, fasilitas yang ada masih kurang memadai kegiatan pengembangan tanaman hias di BALITHI, dan kurangnya tempat untuk penyimpanan atau pengoleksian tanaman hias.
SARAN
Mengingat pentingnya hasil budidaya tanaman anggrek Phalaenopsis, maka perlu adanya pelatihan khusus untuk para pengelola kebun dan greenhouse, dengan tujuan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai teknik budidaya anggrek Phalaenopsis.
DAFTAR PUSTAKA
Arditti, J. and R. Ernst. 1992. Micropropagation of Orchids. Departemen of Horticulture. Second Edition. Butterworth-Heinemann Ltd. Jordan Hill. P.38. dalam Kasutjianingati. 2013. Media Alternative Perbanyakan In-Vitro Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis). Jurnal Agroteknos. Departemen Produksi Pertanian, Politeknik Negeri Jember, Jember. Vol. 3 No 3. Hal 184-189.
Damayanti, E. 2006. Budidaya Tanaman Anggrek. Penerbit Araska. Yogyakarta. Hal 24.
Departemen Pertanian. 2005. Budidaya Tanaman Anggrek (On-line). http://www.deptan.go.id diakses 1 Juni 2014.
Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Anggrek. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Jakarta. 27 hal.
Djaafarer, Rizal. 2003. Phalaenopsis Spesies: Jenis dan Potensi untuk Silangan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Fatmawati, A.A., dan Susiyanti. 2004. Aklimatisasi tanaman anggrek Dendribium dengan pemberian beberapa konsentrasi larutan pupuk Hyponex dan beberapa media tanam. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Serang.
Fitter , A. H dan Hay, R. K. M. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Diterjemahkan oleh Sri Andani dan E. D. Purbayanti. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gunawan, Livy Wirata. 2007. Budidaya Anggrek. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Haryani dan B. Sayaka. 1993. Anggrek Phalaenopsis. Penebar Swadaya, Jakarta. 187 hal.
Iswanto , H. 2001. Anggrek Phalaenopsis. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Kasutjianingati. 2013. Media Alternative Perbanyakan In-Vitro Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis). Jurnal Agroteknos. Departemen Produksi Pertanian, Politeknik Negeri Jember, Jember. Vol. 3 No 3. Hal 184-189.
Kartikaningrum, S, Dyah Widastoety & Kusumah. 2006. Panduan Karakterisasi Tanaman Anggrek (On-line). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Komisi Nasional Platma. Jurnal Ilmiah dari pertanian, 10(2): http://indoplasma.or.id/publikasi/pdf/guidebook_hs.pdf diakses 1 Juni 2014.
Kementerian Kehutanan. 2013. Kamus Pemuliaan Pohon. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan, Kementerian Kehutanan, Jakarta.
Kencana, I. P. 2007. Cara cepat Membungakan Anggrek. Gramedia, Jakarta. 64 hal.
Khasanah U. 2011. Pemanfaatan Pupuk Daun, Air Kelapa, dan Bubur Pisang sebagai Kombinasi Medium Kultur Jaringan untuk Mengoptimalkan Planlet Anggrek Dendrobium kelemense. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Kuswandi, Paramita C. 2012. Menumbuhkan Semangat Berwirausaha dengan Memanfaatkan Bioteknologi melalui Pengenalan Aklimatisasi Anggrek Hasil Kultur Jaringan. Makalah PPM. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Muhit, A. 2010. Teknik Penggunaan Beberapa Jenis Media Tanam Alternatif dan Zat Pengatur Tumbuh pada Kompot Anggrek Bulan. Buletin Teknik Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Hias, Cianjur. Vol. 15, No 2. 60-62
Pamungkas, H. 2006. Anggrek Bulan (Phalaenopsis) (On-line). http://www.kebonkembang.com diakses 18 Juni 2014.
Poehlman. J.W. and J.S. Quick. 1983. Crop Breeding In Hungry World, In K.M. Rawal and M.N. Wood (Eds.) Crop Breeding. The American Society of Agronomy, Inc. and The Crop Science of Society, Inc. Madison Wisconsin. USA.
Purwanti, P. 2012. Pengaruh Macam Media dalam Keberhasilan Aklimatisasi Anggrek Phalaenopsis amabilis (Anggrek Bulan). Laporan Penelitian. Program Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik Negeri Lampung, Lampung.
Puspitaningtyas, D.M. 2010. Phalaenopsis amabilis, Bunga Nasional Indonesia (On-line). http://pai.or.id/artikel/6-spesies/6-phalaenopsis-amabilis-bunga-nasional-indonesia.html diakses 30 Mei 2014.
Risa. 2007. Budidaya Anggrek Bulan (On-line). http://www2.bbpplembang.info/index.php?option=com_content&view=article&id=157&Itemid=304 diakses 1 Juni 2014.
Rukmana, H. R. 2008. Budi Daya Anggrek Bulan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Sandra,E. 2001. Membuat anggrek rajin berbunga. Agro Media Pestaka, Jakarta.
Setiawan, H. 2005. Usaha Pembesaran Anggrek. Penebar Swadaya, Jakarta. 88 hal.
Siregar, Emma F. T. 2009. Analisis Usahatani Tanaman Hias Anggrek dan Anthurium. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sutater, T. 1996. Pengembangan Teknologi Budidaya Menuju Usaha Anggrek Berciri Indonesia. Rangkuman hasil seminar anggrek PAI. Yayasan Anggrek Indonesia. P53-66.
Utami, E. S. W. I, Sumardi. Taryono. E, Semiarti. 2007. Pengaruh α-Napthaleneacetic Acid (NAA) Terhadap Embriogenesis Somatik Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) BI. Biodiversitas. Vol 8, No 4 hal 295-299.
Wagiman dan Maloedyn Sitanggang. Menanam dan Membungakan Anggrek di Pekarangan Rumah (On-line). Agromedia. http://books.google.co.id/books?id=Uj1lhZENcK4C&pg=PA42&dq=hal+yang+perlu+diperhatikan+sebelum+menyilangkan+anggrek&hl=id&sa=X&ei=Fq6EVP3GF5WVuAS1joI4&ved=0CCEQ6AEwAQ#v=onepage&q=hal%20yang%20perlu%20diperhatikan%20sebelum%20menyilangkan%20anggrek&f=false diakses 5 Desember 2014.
Widyas, S. 2009. Analisis Risiko Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Zulkarnaen. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.