1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai Negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 13.000 pulau (KP3K. 2010) memiliki kekayaan sumberdaya hayati ( biodiversity ) yang tinggi. Namun lemahnya perlindungan terhadap keberadaan keanekaragaman hayati di Indonesia, yang merupakan negara terkaya nomor dua dalam hal keanekaragaman hayati di dunia, menjadikan keterancaman biodiversitas tersebut juga makin menggejala. Untuk mencegah makin banyak keanekaragaman hayati yang punah, perlu pengelolaan konservasi yang lebih menitikberatkan pada nilai kualitas, ketimbang kuantitas. Wilayah konservasi laut merupakan wilayah intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang-surut) beserta flora fauna, sejarah dan corak budaya dilindungi sebagai suaka dengan melindungi sebagian atau seluruhnya melalui peraturan per-Undang-Undang-an (IUCN, 1995). Namun sayangnya, kurangnya tanda-tanda luasan wilayah atau lebih dikenal dengan tapal batas membuat bias antara wilayah konsrvasi laut dengan daerah pemfaatan. Hal ini kemudian berimplikasi pada suatu alat yang digunakan d igunakan sebagai alat bantu penentu tapal batas atau sering juga disebut alat bantu navigasi agar semua pihak mengetahui dan dapat menjaga wilayah konservasi ini.
1.2 Alat Bantu Navigasi Navigasi adalah suatu proses mengendalikan gerakan alat angkutan baik di udara, di laut, atau sungai maupun di darat dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan lancar,aman dan efisien. Seiring dengan perkembangan zaman, modernisasi peralatan navigasi sangat membantu akurasi penentuan posisi kapal di permukaan bumi, sehingga dapat menjamin terciptanya aspek-aspek ekonomis dalam asas Bussines to
Bussines.
Sistem navigasi di laut pada merupakan perpaduan antara
teknologi dan seni mencakup beberapa kegiatan pokok, antara lain:
1. Menentukan tempat kedudukan (posisi), dimana kapal berada di permukaan bumi. 2. Mempelajari serta menentukan rute/jalan yang harus ditempuh agar kapal dengan aman, cepat, selamat, dan efisien sampai ke tujuan. 3. Menentukan haluan antara tempat tolak dan tempat tiba yang diketahui sehingga jauhnya/jaraknya dapat ditentukan. 4. Menentukan tempat tiba bilamana titik tolak haluan dan jauh diketahui. Pengaturan navigasi menyangkut keamanan, komunikasi dan peralatan navigasi atau sarana bantu navigasi lainnya diatur oleh negara yang bersangkutan juga oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tergabung dalam IMO (International Maritime Organization). Untuk mendukung semua aturan-aturan yang berlaku baik Hukum International maupun Hukum Negara Republik Indonesia maka ada larangan (yaitu tindakan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan/atau hambatan pada sarana bantu navigasi pelayaran,telekomunikasi pelayaran dan fasilitas alur pelayaran), kewajiban (yaitu kewajiban memperbaiki dan/atau mengganti sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran dan fasilitas alur pelayaran) dan sanksi (akibat dari kelalaian yang menyebabkan tidak berfungsinya sarana bantu navigasi dan fasilitas alur pelayaran). Pengaturan navigasi menyangkut keamanan, komunikasi dan peralatan navigasi atau sarana bantu navigasi lainnya diatur oleh negara yang bersangkutan juga oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tergabung dalam IMO (International Maritime Organization ). Untuk mendukung semua aturan-aturan yang berlaku baik Hukum International maupunHukum Negara Republik Indonesia maka ada larangan (yaitu tindakan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan/atau hambatan pada sarana bantu navigasi pelayaran,telekomunikasi pelayaran dan fasilitas alur pelayaran), kewajiban (yaitu kewajiban memperbaiki dan/atau mengganti sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran dan fasilitas
alur pelayaran) dan sanksi (akibat dari kelalaian yang menyebabkan tidak berfungsinya sarana bantu navigasi dan fasilitas alur pelayaran). Benda-benda pembantu navigasi adalah benda-benda yang berada di luar kapal (di dalam air dan di darat) yang dapat dilihat dan berfungsi sebagai ramburambu. Mempunyai bentuk atau sifat tertentu yang membantu pelaut dalam menemukan daratan pada waktu datang dari laut lepas serta mengarahkannya ketempat tujuannya. Benda-benda navigasi dimaksud meliputi, antara lain: mercu suar, kapal suar, rambu radio, isyarat-isyarat kabut, pelampung-pelampung, ramburambu serta alat-alat elektronik misalnya pemancar-pemancar/stasiun-stasiun, decca, loran, dan lain-lain. Benda-benda pembantu navigasi meliputi pelampung ( buoy ) berfungsi sebagai tanda bahaya, hambatan-hambatan, perubahan-perubahan countour dasar laut serta merupakan penunjuk jalan yang aman ke pelabuhan/berbagai tempat, dengan menggunakan sistem Lateral (dipakai di perairan sempit) dan s istem Kardinal (dipakai di laut lepas). Mercu suar (dibangun di pantai) dan kapal suar (digunakan apabila tidak terdapat mercu suar).
1.3 Pelampung sebagai pembantu dalam tanda batas wilayah konservasi Pelampung yang digunakan untuk berbagai tujuan di KKL, termasuk tambatan perahu untuk mencegah kerusakan pada dasar laut dan terumbu dari jangkar. Semua pelampung memerlukan instalasi berhati-hati dan perawatan yang tepat untuk menjamin kehidupan yang panjang.
Gambar 1. Pelampung
Gambar 2. Disain pelampung
Fungsi utama dari pelampung yaitu: a. Menandai saluran navigasi, dan batas dan zona MP A; b. Menandai suatu lokasi tertentu (misalnya kecelakaan a) ; c. Tambatan perahu dan sehingga menghilangkan kebutuhan untuk drop dan menyeret jangkar Warna yang sering digunakan untuk menunjukkan tujuan pelampung, dan harus sesuai dengan Asosiasi Internasional Mercusuar (IALA) sistem. Warna dan bentuk juga dapat memperlihatkan jenis dari pelayanan, misalnya untuk tetap pendek, penggunaan sehari saja atau tambatan semalam, dengan tiang atau tiang pelampung untuk menunjuk tapal batas atau halangan. Tambatan sangat penting dalam KKL untuk melindungi dasar laut dari jangkar kerusakan, terutama di daerah karang, dan untuk mengurangi kepadatan penduduk (misalnya pada lokasi penyelaman populer mana anchoring dilarang dan jumlah pelampung dapat dibatasi). Nelayan dapat menggunakan tambatan serta wisata perahu dan persaingan atas pelampung bisa dikurangi dengan mengharuskan pengguna yang berbeda untuk menggunakan pelampung yang berbeda atau
berbeda kali dalam sehari.
The
Great Barrier Reef Marine Park memiliki baik dan
swasta tambatan publik, yang terakhir untuk reguler dan dijamin akses oleh pengguna seperti operator selam. Sebelum instalasi, itu adalah demikian penting untuk memperkirakan frekuensi yang diharapkan dan jenis penggunaan dan untuk melaksanakan sebuah situs Survei (kedalaman, kondisi dasar laut, kisaran pasang surut, arus, gelombang dan factor angin). Mooring buoy adalah pelampung yang ditambatkan pada dasar perairan,
dihubungkan dengan menggunakan tali pada pelampung. Lokasi-lokasi yang akan dijadikan titik pemasangan dipilih dengan dengan pertimbangan kebutuhan akan mooring
buoy
di
suatu
daerah.
Kegiatan
ini
dilakukan
dengan
mengkoordinasikan terlebih dahulu dengan tokoh masyarakat sekitar yang mengetahui secara mendalam kondisi perairan di daerah tersebut. Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan penelitian ini yaitu besi sebagai rangka bagian dalam konkret, drum sebagai rangka bagian luar, ban bekas mobil berfungsi untuk penambat tali yang dihubungkan ke pelampung ( buoy), buoy berbentuk bundar dengan diameter 8-10 inch, pisau untuk memotong tali, perkakas seperti palu, pemotong besi, cangkul, dan pahat untuk membuka tutup drum, semen, batu gunung, pasir, dan kerikil untuk mengecor konkret, tali untuk mengikat buoy, dan kili-kili untuk menguatkan ikatan buoy. Selain itu dibutuhkan juga perahu angkut seperti perahu ponton untuk mengangkut unit mooring buoy ke lokasi pemasangan. Tahapan pengerjaan mooring buoy adalah 1). Dibuat prototipe mooring buoy . 2). Drum diisi semen yang dicampur kerikil ; pada pusat drum yang akan diisi
semen dibuat cetakan bulat dari kayu supaya ada lubang vertikal untuk mengikat tali tambang atau dengan cara memasang besi yang dibengkokkan ke dalam konkret ; 2). Dilakukan uji coba pengangkutan drum yang telah dicor dengan menggunakan perahu ponton yang ditarik oleh kapal dan diletakkan di perairan ; 3). Mooring
diturunkan perlahan-lahan ke dalam air ; 4). Tali tambang diikatkan pada mooring. Panjang tambang sebelumnya sudah diukur sesuai dengan kedalaman pasang surut ; 5). Pada bagian ujung tali tambang dipasang pelampung ( buoy ). Mooring buoy ditambatkan pada titik tertentu dengan menggunakan
pemberat berupa konkret semen yang diisi di dalam drum, pemberat dihubungkan ke pelampung dengan menggunakan tali tambang. Dalam pembuatan mooring buoy , faktor yang harus diperhatikan adalah selisih ketinggian pasang-surut air laut dan arus air laut. Panjangnya tali tambang yang dipakai harus menyesuaikan pasang surut air laut. Sementara massa pemberat (konkret) harus menyesuaikan arus air laut. Pelampung penambat (mooring buoy ) merupakan alat penambat kapal yang mudah dibuat, murah, sederhana, dan ramah lingkungan. Pemasangan mooring buoy dapat mengurangi tekanan-tekanan jangkar kapal secara langsung terhadap ekosistem terumbu karang. Setelah semua barang-barang yang di butuhkan untuk membuat konkret tersedia, Kegiatan ini berlanjut pada tahap pembuatan. Rangkaian proses pembuatan
konkret mooring,
antara
lain:
Membuka
tutup
drum
dengan
menggunakan pahat dan palu, agar bisa di masukkan batu, adonan semen, besi, dan ban mobil. Dilanjutkan dengan membuat adonan semen dan pasir dengan komposisi, satu sak semen bercampur dua belas karung. Kemudian mengaduk adonan tersebut yang terlebih dahulu di campur air tawar, dengan menggunakan sekop. Lalu, memotong dan membengkokkan besi cor yang digunakan untuk menahan ban mobil agar tidak terlepas dari drum. Selanjutnya, menuangkan adonan semen, dan batu gunung ke dalam drum sampai berisi setengah drum, kemudian memasang besi cor dan ban mobil ke dalam drum, lalu di tuangkan kembali adonan semen dan batu gunung, sampai memenuhi drum.
Gambar 3. Pembuatan konkret Konkret mooring yang sudah terselesaikan, kemudian dipasang di lokasi yang sudah di tentukan. Dalam program ini, mooring buoy atau tambatan kapal, di pasang di pantai Teupin Layeu dan pantai barat Pulau Rubiah. M ooring buoy yang terpasang di Pantai Teupin Layeu sebanyak 10 titik/buoy, ditujukan untuk kapal-kapal nelayan dan kapal wisata, dengan dua buah konkret mooring di tiap titik/buoynya. Sementara untuk pantai barat Pulau Rubiah, terpasang sebanyak 3 titik/buoy, dimana tiap titik berisikan 4 buah konkret mooring, yang ditujukan untuk perahuperahu besar (biasanya datang dari pelayaran luar negeri di Selat Malaka). Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 1-10 Agustus, dimana (seharusnya) dalam satu harinya sebanyak empat konkret mooring yang terpasang. Namun dalam pelaksanaannya, tidak setiap hari dapat dilakukan pemasangan konkret mooring, hal itu di karenakan perahu yang dipakai untuk pemasangan, hanya bisa di gunakan bila tidak mengangkut para penyelam ke lokasi/tempat penyelaman. Karena perahu tersebut memiliki
tugas
utama,
yakni
mengangkut
penyelam,
bukan
mengangkut
konkret mooring. Langkah pertama dalam proses pemasangan konkret mooring adalah, konkret yang sudah siap, di angkut dengan perahu ponton yang besar. Kedalaman
pemasangan bervariasi. Konkret mooring dijatuhkan di wilayah ekosistem terumbu karang, namun di bagian dasar perairan yang tidak terdapat terumbu karang agar tidak terjadi kerusakan terumbu karang.
Gambar 4. Pemasangaaan Mooring buoy Langkah selanjutnya adalah proses pengikatan konkret mooring dengan menggunakan tali tambang 18mm, lalu di hubungkan dengan kili-kili ( swapel ) agar tersambung dengan buoy yang diikat menggunakan tali 12mm.
Gambar 5. Moorings buoy yang telah terpasang Sesuai dengan peraturan menteri kehutanan tentang pedoman zonasi taman nasional (2006) penulisan inisial/kode pada tanda batas zona sebagai berikut : a) Zona Inti: Mooring Buoys diberi cat warna merah keliling selebar 10 em.
Tulisan berwarna hitam
Inisial/kode yang digunakan ZI, dengan nomor berurutan
Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
b) Zona Perlindungan Bahari
Mooring Buoys diberi eat warna biru tua keliling selebar 10 cm.
Tulisan warna hitam
Inisial/kode yang digunakan ZB, dengan n omor berurutan
Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
c) Zona Pemanfaatan Mooring Buoys diberi cat warna hijau tua keliling selebar 10 cm Tulisan warna hitam Pada bagian atas mooring buoys di beri tambahan ring sebagai tambat perahu
Inisial/kode yang digunakan ZP
Mooring buoys berfungsi pula sebagai tempat tambat perahu wisatawan
Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
d) Zona Tradisional
Mooring Buoys diberi cat warna coklat tua keliling selebar 10 cm.
Tulisan berwarna hitam
Pada bagian atas mooring buoys di beri tambahan ring sebagai tambat perahu
Inisial/kode yang digunakan ZTr
Mooring buoys berfungsi pula sebagai tempat tambat perahu masy arakat
Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
e) Zona khusus
Mooring Buoys diberi cat warna abu-abu tua keliling selebar 10 cm.
Tulisan berwarna hitam
Inisial/kode yang digunakan ZKh
Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
f) Zona Rehabilitasi
Mooring Buoys diberi cat dasar warna biru muda keliling selebar 10 cm.
Tulisan berwarna hitam
Inisial/kode yang digunakan Zre.
Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
g) Zona Religi, Budaya dan Sejarah
Plat seng diberi cat warna ungu tua keliling selebar 10 cm.
Tulisan warna hitam.
Inisial/kode yang digunakan ZBS.
Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
1.3.1
Persyaratan pemasangan mooring buoy
Karena kurangnya data tentang pemasngan buoy, berikut ini adalah pemasangan atlas buoy. Tambatan dikerahkan di kedalaman air antara tahun 1500 dan 6000m. Untuk memastikan bahwa bagian atas mooring ini hampir vertikal lingkup nominal 0,985 (rasio panjang tambatan kedalaman air) yang digunakan pada tambatan di kedalaman laut 1800m atau lebih. Di beberapa situs, slack tambatan dengan lingkup 1,35 telah dikerahkan karena baik batimetri dangkal atau rezim saat ini parah. Dalam kasus ini, bagian atas mooring adalah menjaga cukup vertikal (tetapi kurang daripada tambatan kencang-line) dengan menggunakan desain catenary terbalik.
Gambar 6. Atlas buoy
Keberadaan mooring buoy memiliki dampak postif bagi ekosistem terumbu karang serta kehidupan ikan disekitarnya. Hal ini terlihat dari berkurangnya ancaman terhadap kerusakan terumbu karang akibat jangkar dan ditemukannya berbagai spesies ikan-ikan karang yang berada di sekitar lokasi pelampung penambat yang dibenamkan di dasar (pantai) laut.
Referensi: http://www.siej.or.id/?w=article&nid=259 http://www.antaranews.com/berita/1282043158/hasil-survei-terbaru-jumlahpulau-indonesia http://muislife.com/tag/benda-benda-pembantu-navigasi http://compasiana.com http://www.pmel.noaa.gov/tao/proj_over/mooring.shtml