BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perawakan Pendek ( S S hor t S tature) tature)
Prevalensi perawakan pendek di seluruh dunia sudah mencapai angka yang patut dipertimbangkan, berkisar 5% sampai 65% terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. 7 Di Indonesia sendiri, perawakan pendek masih terhitung masalah kesehatan yang berat yaitu dengan prevalensi nasional pada tahun 2013 sebesar 37,2% pada balita, 30,7% pada usia 5 sampai 12 tahun, 35,1% usia 13-15 tahun, dan 31,4% pada usia 16-18 tahun. Prevalensi anak pendek terendah berada di D.I. Yogyakarta sedangkan prevalensi tertinggi berada di provinsi Papua. 8 Selain itu, pravalensi yang tinggi 37,2% juga
ditemukan pada daerah pesisir, jika
dibandingkan dengan daerah perkotaan 10,9%. 9 Berdasarkan etiologinya, 46,7% perawakan pendek tidak disebabkan oleh kelainan endokrin. Di negara-negara berkembang, selain genetik, malnutrisi adalah penyebab terbanyak perawakan pendek pada anak. 13 Berdasarkan jenis kelamin, menurut penelitian di Saudi pada anak dan remaja usia sekolah, prevalensi laki-laki yang mencari bantuan medis akibat perawakan pendek lebih banyak 9,2% daripada perempuan 7,3%. 14 2.1.1. Pertumbuhan Normal
Pola pertumbuhan pertumbuhan normal adalah bukti bahwa seorang anak atau remaja mempunyai kesehatan yang baik. Sebaliknya, anak yang menderita penyakit 6
kronik maupun subakut dapat mengalami pertumbuhan yang terhambat. 1
Pertumbuhan somatik normal merupakan hasil interaksi kompleks dari faktor
genetik,
nutrisi,
dan
hormonal.
Dalam
memeriksa
penyebab
pertumbuhan yang buruk dan perawakan pendek, perlu diperhatikan kebutuhan dasar pertumbuhan normal yaitu nutrisi (kalori, protein, kalsium, mineral, vitamin), oksigen, hormon, absennya paparan toksin, dan komponen umum lainnya yang dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi seorang anak maupun remaja seperti kecukupan tidur, olahraga dan faktor-faktor psikososial. 15 Faktor hormonal, khususnya, dibutuhkan dalam jumlah yang tepat dan waktu yang tepat untuk pertumbuhan yang optimal. Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH) dan Insulin-like growth factor-I (IGF-I) memainkan peranan penting. Hormon lain (seperti hormon tiroid, insulin, steroid, dan glukokortikoid) juga mempengaruhi pertumbuhan, melalui interaksinya dengan aksis hipotalamus-hipofisis-GH-IGF. 15
Perubahan sesuai perkembangan
Peran faktor hormonal pada pertumbuhan bergantung pada usia dan fase perkembangan. Walaupun GH dan hormon tiroid adalah yang utama dalam proses pertumbuhan normal pada anak, peran mereka dalam kontrol pertumbuhan janin relatif sedikit. Hal ini digambarkan secara klinis oleh bayi-
7
bayi dengan defisiensi GH dan hipotiroid kongenital yang memiliki berat badan dan panjang badan yang normal saat lahir. Faktor yang penting dalam pertumbuhan janin meliputi fungsi dan ukiran uterus, nutrisi ibu, insulin dan IGF.16 Pertumbuhan merupakan proses yang berkesinambungan. Terdapat tiga fase pertumbuhan setelah lahir: fase infantil, childhood dan pubertal. Setiap fase mempunyai polanya tersendiri. Perempuan dan laki-laki mempunyai fase yang sama, namun waktu dan kecepatan pertumbuhannya berbeda, terutama saat pubertas. 16 1.
Fase Infantil: fase ini ditandai oleh pertumbuhan yang cepat namun mengalami
deselerasi
dalam
dua
tahun
pertama
kehidupan;
pertumbuhan secara keseluruhan selama periode ini sekitar 30 sampai 35 cm. Bayi sering melewati garis persentil pada 24 bulan pertama ketika mereka tumbuh sesuai potensial genetik mereka. 16 2.
Fase childhood atau kanak-kanak: fase ini ditandai oleh pertumbuhan yang relatif konstan sekitar 5 sampai 7 cm per tahunnya. Selama masa kanak-kanak, GH dan hormon tiroid merupakan pemeran utama dalam
proses
pertumbuhan
normal.
Nutrisi
dan
insulin
juga
memainkan peranan penting. 16 3.
Fase pubertal: fase ini ditandai oleh percepatan pertumbuhan sebesar 8 sampai 14 cm per tahun akibat efek yang sinergis dari peningkatan steroid
gonadal
dan
sekresi
hormon
pertumbuhan.
Namun,
8
percepatan pertumbuhan ini lebih dulu sekitar dua tahun dialami pada perempuan dibandingkan laki-laki. Puncak kecepatan pertumbuhan lebih rendah pada perempuan (8,3 cm/tahun) jika dibandingkan dengan pria (9,5 cm/ tahun). Faktor ini, berkombinasi dengan faktor percepatan pada laki-laki yang dua tahun lebih lama menyebabkan perbedaan tinggi dewasa rata-rata 13 cm pada kedua jenis kelamin. Pertumbuhan biasanya berhenti seiring pubertas, akibat dari maturasi dan penutupan lempeng epifise yang diinduksi oleh estrogen. 16
Target Tinggi Badan
Anak pendek dapat dikatakan normal jika tinggi badan mereka sesuai dengan potensial genetiknya. Salah satu metode sederhana dalam menentukan hal ini adalah dengan menghitung target tinggi badan anak dengan menggunakan rumus berikut: 1,2,15 - PTG laki-laki
: Tinggi ayah + ( tinggi ibu + 13 cm) ± 8,5 cm 2
- PTG Perempuan
: Tinggi ibu + ( tinggi ayah – 13 cm) ± 8,5 cm 2
Menghitung target tinggi badan dapat menginformasikan indeks pertumbuhan potensial genetik anak dengan cepat dan akurat. Seorang anak yang tinggi badannya secara persentil jauh berbeda dari target 9
persentilnya dapat dikategorikan pendek yang “tidak sesuai” dengan genetik
potensialnya
dan
membutuhkan
evaluasi
yang
berkelanjutan
untuk
menyingkirkan adanya penyakit yang mendasari. 1,2,15
Maturasi Tulang
Selama masa kanak-kanak yang normal, proses pertumbuhan meliputi penambahan panjang tulang, yang sejalan dengan pematangan (maturasi) tulang. Usia tulang atau bone age (BA) adalah metode radiografi untuk
menilai
maturasi
tulang.
Tampilan
dari
central epifise
akan
dibandingkan dengan epifise pada tulang yang standar sesuai usianya. Metode yang sering digunakan untuk menilai BA adalah Greulich dan Pyle, yang menilai maturasi epifise pada tangan dan pergelangan tangan. 5,15,16 Kebanyakan kondisi yang menyebabkan pertumbuhan linear yang jelek juga akan menyebabkan keterlambatan dalam maturasi tulang dan retardasi BA. Namun, ditemukannya BA yang tidak sesuai belum tentu menyatakan diagnosis pasti. BA yang terlambat biasanya mengindikasikan bahwa perawakan pendek yang dialami anak tersebut merupakan sesuatu yang “reversibel” karena pertumbuhan linearnya akan terus terjadi sampai
lempeng epifisenya menutup sempurna. 5,15,16
10
Proporsi Tubuh
Rasio segmen tubuh bagian atas-bawah atau upper-to-lower (U/L) mengindikasikan apakah perawakan pendek yang dialami anak proporsional (melibatkan baik badan maupun eksterimas bawah) atau disproporsional (melibatkan hanya satu bagian). Bagian bawah tubuh dihitung berdasarkan jarak antara pinggir atas simfisi pubis hingga lantar tempat pasien berdiri (tidak memakai sepatu). Bagian atas dihitung dengan mengurangi tinggi badan dengan tinggi bagian bawah tubuh. Rasio U/L yang didapat kemudian dibandingkan sesuai usia dan jenis kelamin. 15 Rasio U/L normalnya menurun secara progresif sejak kelahiran, dan mencapai puncaknya pada pubertas awal. Pada onset pertumbuhan pubertas, rasio U/L meningkat sedikit sampai menutupnya epifise. Skeletal dysplasia adalah penyakit yang melibatkan tulang belakang sehingga sering kali didapati U/L yang lebih rendah dari usia mereka. Sebaliknya dysplasia yang melibatkan tulang panjang (misalnya akondroplasia) mempunyai rasio U/L yang meningkat. Selain itu, peningkatan rasio U/L juga sering ditemukan pada anak dengan pubertas prekoks, hal ini dikarenakan selama pubertas terjadi pertumbuhan lengan dan tungkai yang lebih besar.
15
2.1.2. Etiologi Perawakan Pendek ( S hort S tature)
Berbagai pendekatan etilogi dilakukan oleh para ahli, akan tetapi pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu
1-3,15,16
:
11
a. Variasi normal Pertumbuhan yang normal menggambarkan kesehatan anak yang baik. Pertumbuhan tinggi badan merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Perawakan pendek yang dikategorikan sebagai variasi normal adalah:
Familial short stature (perawakan pendek familial)
Perawakan pendek familial ditandai oleh: pertumbuhan tulang yang selalu berada dibawah persentil 3, kecepatan pertumbuhan normal, tinggi badan kedua atau salah satu orang tua yang pendek, tinggi akhir dibawah persentil 3.
Constitutional delay of growth and puberty (CDGP)
Perlambatan
pertumbuhan
linear
pada
3
tahun
pertama
kehidupan, pertumbuhan linear normal atau hampir normal pada saat prapubertas dan selalu berada dibawah persentil 3, usia tulang terlambat, tinggi akhir biasanya normal.
b. Kelainan patologis Anak dengan perawakan pendek patologis dapat dibedakan menjadi proporsional dan tidak proporsional. Perawakan pendek proporsional meliputi: malnutrisi, Intrauterine Growth Restriction (IUGR), pyschosocial dwarfism, penyakit konik, kelainan endokrin seperti defisiensi hormon
pertumbuhan, hipotiroid, sindrom Cushing, serta resistensi hormon pertumbuhan, defisiensi IGF-1. 12
Sedangkan perawakan pendek tidak proporsional disebabkan oleh kelainan tulang seperti kondrodistrofi, displasia tulang, sindrom Kallman, sindrom Marfan, serta sindrom Klinefelter.
2.1.3. Diagnosis
Evaluasi anak dengan perawakan pendek dimulai dari anamnesis yang teliti dan fokus terhadap penyebab patologis perawakan pendek (Tabel 1). Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan meliputi pemeriksaan yang sistematis terhadap seluruh sistem tubuh (Tabel 2), termasuk gambaran dismorfik serta perhitungan rasio U/L untuk menyingkirkan perawakan pendek yang disproporsional. 2,15 Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik selesai dilakukan, kurva pertumbuhan harus dianalisis, termasuk penilaian reliabilitas pengukuran, perhitungan kecepatan pertumbuhan, dan analisis berat badan-sesuai-tinggi badan dalam konteks target tinggi badan.
2,15
13
Tabel 1. Anamnesis Riwayat Medis 15 Riwayat Keluarga Tinggi badan orang tua dan saudara kandung, usia onset pubertas, usia mencapai tinggi badan dewasa Masalah Medis Riwayat keturunan dan anomali kongenital Riwayat Kelahiran
Masalah ibu selama selama kehamilan Berat badan dan panjang badan lahir Masalah persalinan: prematur, sulit bersalin, persalinan sunsang Masalah dan komplikasi postnatal Perkembangan
Developmental milestone Usia erupsi gigi Performa akademik
Nutrisi Kalsium Protein Kalori Vitamin Medikasi
Metylphenidate atau stimulant lainnya Antikonvulsan Antidepressan Kesehatan Umum
Infeksi telinga berulang Infeksi saluran kemih berulang Konstipasi Nafsu makan yang jelek Diare Aktivitas
Aktivitas Fisik Toleransi olahraga Stamina Usia perkembangan pubertas
Bau badan dan penggunaan deodorant Jerawat 14
Perkembangan payudara Perkembangan genital Perkembangan rambut pubis dan aksila Kejadian medis signifikan
Misalnya: trauma kepala, pembedahan, penyakit
Tabel 2. Pemeriksaan Fisik 15
Tampilan wajah dan kematangan : abnormal facies
Gambaran dismorfik: bentuk palatum, posisi telinga, ukuran dan bentuk tangan dan kaki
Kulit: jerawat, rambut wajah, temperature kulit,
Proporsi tubuh: rasio U/L, lingkar kepala
Tangan: metacarpal pendek, bantalan kuku <80% dari lebar fingertip, palmar creases, clinodactaly
Dada: widely spaced nipple, pectus excavatum
Perkembangan payudara: breast buds atau breast stage
Pemeriksaan umum: jantung, paru-paru, abdomen, genitalia
Genitalia:
-
Wanita: fase rambut pubis, genital stage, labia, vagina, efek estrogen
-
Laki-laki: fase rambut pubis, genital stage, phallic dan testical length
15
2.1.4. Dampak Perawakan Pendek pada Anak dan Remaja Psikososial/ kehidupan sosial
Terdapat teori bahwa tampilan fisik akan mempengaruhi lingkungan sosial seseorang yang selanjutnya dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan kepribadiannya. Hal ini juga dialami oleh anak dengan perawakan pendek. Berdasarkan laporan dari orang tua, anak dengan perawakan pendek mempunyai kompetensi sosial dan menunjukkan masalah sosial yang lebih sering dibandingkan dengan anak normal.
11
Biasanya, kadar interaksi anak-anak ditentukan oleh penilaian berdasarkan usia mereka. Pada anak pendek, usia sering kali menjadi hal yang “disepelekan” dan hal ini akan menimbulkan perilaku “selalu diangga p
anak-anak” oleh teman sebaya, guru maupun orangtua mereka. Sebagai respons, sang anak dapat mengadopsi perilaku “bayi” atau “kekanak kanakan” atau menjadi
figure “maskot”. Depresi, kepercayaan diri yang
rendah, poor social coping, dan peningkatan keluhan somatic sering dilaporkan. 11 Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang pada tahun 2013, anak dengan perawakan pendek sering menunjukkan gangguan perilaku seperti immaturitas, inhibisi dan ansietas, serta di- bully oleh temantemannya.17 Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di sebuah institusi di Arizona yang menyatakan bahwa anak dengan perawakan pendek mejadi korban ejekan yang lebih sering oleh teman-
16
temannya dibandingkan anak normal. 18 Selain itu, sama seperti yang dijelaskan sebelumnya, karena di “proteksi” secara berlebihan oleh keluarga dan adanya pengalaman dimusuhi sosial, anak tersebut juga sering terganggu secara emosional dan kualitas hidup.
17,19,20
Remaja mungkin mengalami hal yang lebih buruk dibandingkan anak dengan usia yang lebih muda karena secara psikologi remaja cenderung memperhatikan
tampilan
mereka.
Beberapa
penelitian
menunjukkan
insidensi gangguan kepribadian dan perilaku yang lebih tinggi pada remaja wanita, sementara sebuah pendekatan psikoanalitik menunjukkan masalah ini lebih buruk dialami oleh remaja laki-laki. Pernyataan ini kemudian didukung oleh pola rujukan yang sesuai. 11,21 Faktor risiko dan faktor protektif mempengaruhi adaptasi psikososial pada anak perawakan pendek termasuk karakteristik anak dan faktor lingkungan. Faktor risiko meliputi parameter kondisi, independensi fungsional dan stress psikososial (stress terkait penyakit, kejadian besar dalam hidup, perkelahian sehari-hari). Faktor protektif meliputi faktor intrapersonal (karakteristik kepribadian dan temperamental, intelegensia, jenis kelamin), faktor sosioekologi (status sosioekonomi, fungsi keluarga). Dampak dari faktor risiko diringankan oleh adanya faktor protektif.
11,21
Intelegensia rendah dan sosioekonomi yang rendah adalah risiko bagi segala jenis masalah psikososial, termasuk perawakan pendek. Laki-laki dengan perawakan pendek mempunyai masalah sosial yang lebih banyak
17
dibandingkan perempuan, karena adanya stigma laki-laki lebih dihargai jika lebih tinggi. Faktor risiko mempunyai adik yang lebih tinggi dan sering dianggap anak kecil karena berpostur pendek merefleksikan bahwa anak tidak suka diperlakukan demikian sehingga berkembang menjadi masalah perilaku. Seringnya dibanding-bandingkan dengan saudara kandung yang lebih tinggi juga menjadi faktor risiko.
11,21
Ketika menghadapi stress psikososial yang tinggi, faktor protektif diperlukan untuk memicu mekanisme adaptasi yang baik. Contohnya, penerimaan yang baik oleh orang-orang disekitarnya tentu akan memberi kepercayaan diri dan penyesuaian diri yang positif. 11,21
Fungsi Intelektual
Pada beberapa kondisi, dimana perawakan pendek merupakan bagian dari suatu penyakit, Intelegensia Quotient (IQ) yang rendah dan perkembangan yang terhambat merupakan tampilan yang muncul. 11
2.1.5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan rasional pada anak dengan perawakan pendek meliputi meningkatkan tinggi badan dan meringankan efek keterbatasan psikososial. Berikut ini adalah beberapa pilihan tatalaksana pada anak dengan perawakan pendek. 22 A. Observasi dan Pemahaman tanpa pengobatan
18
Observasi adalah strategi yang paling beralasan pada anak dengan familial short stature atau CDGP. Walaupun anak sedih dan diejek karena
perawakannya pendek, namun tidak ada kelainan yang mendasari jika dibandingkan teman sebayanya yang bertubuh tinggi. Tatalaksana yang paling tepat pada kasus ini adalah pemahaman mengenai kondisi tubuhnya sehingga tidak muncul masalah akibat stress psikososial yang dihadapi. 22
B. Human Growth Hormone
Data dari sebuah studi randomized control trial mengungkapkan bahwa terapi hormon pertumbuhan pada anak perawakan pendek meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan tinggi badan rata-rata dewasa sekitar 1 cm per tahun. Respons ini bervariasi dan positif pada anak dengan usia dasar yang lebih muda, keterlambatan maturasi tulang dan mempunyai orang tua yang lebih tinggi. 22 Hormon pertumbuhan diberikan secara subkutan pada dosis 0,2 sampai 0,375 mg per kilogram berat badan per minggu. Pemberian harian dari hormon pertumbuhan superior dibandingkan pemberian yang lebih jarang. Penyesuaian dosis dibutuhkan untuk mencapai kadar IGF-I yang tinggi-normal. Pada sebuah studi control trial, penggandaan dosis hormon pertumbuhan selama pubertas sampai penutupan epifise lebih lanjut akan meningkatkan tinggi akhir. Penatalaksanaan dilanjutkan
19
hingga pertumbuhan selesai atau sampai tinggi anak yang dicapai telah 22
memuaskan.
C. Tatalaksana Lain Untuk
anak
laki-laki
peripubertal,
alternative
lain
dari
hormon
pertumbuhan adalah terapi dosis rendah androgen dengan testosterone secara injeksi dan terapi dosis rendah andogen dengan oxandrolone oral. Kedua regimen relatif murah, dan walaupun tidak diterima-FDA untuk akselerasi
pertumbuhan,
regimen
ini
meningkatkan
kecepatan
pertumbuhan sebesar 3 sampai 5,1 cm per tahun. Untuk menghindari percepatan maturasi lempeng epifise yang dimediasi oleh estrogen, oxandrolone secara teori lebih disukai dari testosterone jika usia tulang kurang dari 11 tahun. Oxandrolone biasanya diberhentikan setelah tercatat peningkatan testosterone endogen. Follow-up jangka panjang melaporkan bahwa penatalaksanaan ini diikuti oleh pertumbuhan pubertal normal dan pencapaian tinggi badan dewasa yang sama atau bahkan lebih tinggi dari tinggi badan prediksi sebelum terapi. Berdasarkan pengalaman klinis yang luas risiko yang timbul akibat terapi androgen dosis rendah ini (misalnya efek samping pada hepar) tergolong rendah. 22 Aromatase inhibitor
(yang mengurangi produksi estrogen dan
menunda maturasi tulang) telah digunakan secara eksperimental pada anak
laki-laki
untuk
memperlama
pertumbuhan
pubertas
dan
meningkatkan tinggi badan, tapi terapi ini lebih mahal dan mempunyai
20
efek percepatan pertumbuhan yang lebih sedikit dibandingkan androgen. 22
2.2. Kesehatan Mental
Telah disebutkan sebelumnya bahwa perawakan pendek dapat menimbulkan efek bagi kehidupan psikososial anak. Jika anak tidak mampu menghadapi stress psikososial yang dihadapinya, dapat timbul gangguan terhadap kesehatan mentalnya.
2.2.1. Definisi Kesehatan Mental
Kesehatan mental didefinisikan sebagai suksesnya pelaksanaan fungsi mental, sehingga tercapai kegiatan yang produktif, terpenuhi hubungan dengan orang lain, dan adanya kemampuan untuk berubah dan mengatasi kesulitan. Pada anak, definisi ini mencakup berbagai masalah emosional dan perilaku yang dalam istilah awam tidak termasuk masalah mental maupun gangguan psikiatri. 12,23 Menurut WHO (2007), kesehatan mental didefinisikan sebagai tahap kesejahteraan dimana setiap individu menyadari potensi dirinya, dapat mengatasi stressor kehidupan normal, dapat bekerja secara produktif, dan mampu berkontribusi terhadap komunitasnya. 23
21
2.2.2. Prevalensi Gangguan Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja
Beberapa survey diseluruh dunia telah dilakukan untuk mendapatkan prevalensi kesehatan mental. Angka prevalensi gangguan kesehatan mental pada anak maupun remaja yang paling sering disebutkan adalah 20% atau 1 dari 5. Penelitian yang ada sering menggaris bawahi adanya perbedaan status sosioekonomi maupun ras dan etnik yang signifikan, dengan angka prevalensi yang lebih tinggi dialami pada anak yang kurang mampu dan rasetnik minoritas. Sebuah review melaporkan 8% usia pra-sekolah, 12% usia sekolah dan 15% remaja memiliki masalah kesehatan mental. 24 Berdasarkan penelitian di Bangladesh, 15% anak berusia 5 sampai 10 tahun menunjukkan prevalensi untuk gangguan kesehatan mental yang didiagnosis berdasarkan ICD-10. Studi lain di India menggambarkan prevalensi gangguan mental emosional pada anak usia 0 sampai 16 tahun sebesar 12,5%. Di Indonesia sendiri, menurut penelitian yang dilakukan di Denpasar pada anak berusia 3 sampai 6 tahun, nilai emosional dan tingkah laku abnormal paling banyak ditemukan pada anak berusia 6 tahun yaitu 83% dan 20%, sementara usia ini adalah usia yang lazim ditemukan ketika anak Indonesia memulai pendidikan dasarnya. Data ini menunjukkan bahwa prevalensi gangguan kesehatan mental dapat ditemukan bahkan pada usia dini.25 Data
dari
National
Health
and
Nutrition
Examination
Survey
(NHANES) menunjukkan bahwa 13,1% anak dan remaja berusia 8 sampai
22
15 tahun mempunyai satu gejala yang sesuai dengan masalah psikiatrik (selain penyalahgunaan obat) jika menggunakan kriteria DSM-IV. Prevalensi terbanyak adalah ADHD. Empat belas persen dari anak yang sesuai dengan kritria diagnosis salah satu gangguan, juga menunjukkan sekurangkurangnya satu gejala tambahan gangguan psikiatri lainnya ( conduct, ansietas, gangguan makan atau gangguan mood).
24
2.2.3. Faktor Risiko
Survey yang dilakukan pada anak berusia 5 sampai 16 tahun oleh Office for National Statistics (ONS) menemukan bahwa 11 % anak laki-laki mengalami
gangguan kesehatan mental dibandingkan anak perempuan sebesar 8%. Gangguan conduct dan hiperkinetik lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sementara anak perempuan lebih rentan mengalami gangguan emosi. Anak yang lebih tua dan remaja ditemukan lebih rentan mengalami gangguan kesehatan mental jika dibandingkan dengan anak dengan usia yang lebih muda. 26 Survei ONS menemukan bahwa 54% anak dengan gangguan emosi adalah anak perempuan dan 62% berusia 11 sampai 16 tahun. Anak dengan gangguan emosi lebih sering dialami oleh anak dengan orang tua tunggal sebanyak 31% dan 54% berasal dari keluarga yang kurang mampu. Survei ini juga menemukan bahwa anak dengan gangguan emosi lebih sering memiliki masalah fisik yang jelek. Tidak terdapat perbedaan etnik yang signifikan pada kelompok dengan gangguan emosi. 26-30
23
Kualifikasi pendidikan orang tua, terutama ibu, mempunyai dampak yang kuat terhadap prevalensi gangguan kesehatan mental. Survei menunjukkan 17% anak memiliki orang tua dengan kualitas pendidikan yang kurang baik. 26 Tatanan
keluarga
juga
mempengaruhi.
Prevalensi
gangguan
kesehatan mental lebih tinggi pada anak dengan orang tua tunggal 16%. Anak laki-laki yang tinggal dengan orang tua tunggal memiliki masalah kesehatan mental sebesar 18%, jika dibandingkan dengan anak perempuan sebesar 13%. Keluarga yang rekonstusi, misalnya pada keluarga yang mempunyai anak tiri, juga meningkatkan prevalensi gangguan kesehatan mental 14% dibandingkan 9% pada keluarga tanpa anak tiri. 26,30 Masih banyak faktor-faktor lain yang meningkatkan kerentanan anak maupun remaja untuk mengalami gangguan kesehatan mental. Seperti yang telah dipaparkan diatas, “kehilangan” adalah faktor risiko yang penting.
Faktor lainnya meliputi pendidikan dan pekerjaan yang buruk, hubungan pertemanan dan kekeluargaan yang buruk, kaum minoritas, mengalami kondisi fisik yang buruk, mengalami atau saksi pada kekerasan rumah tangga, serta mempunyai orang yang menderita penyalahgunaan obat atau penyakit mental lainnya. 26-30
24
2.2.4. Tipe Gangguan Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja
A. Gangguan Depresi Depresi adalah salah satu konsisi kesehatan mental yang sering dipelajari karena efeknya yang besar terhadap individu, keluarga dan masyarakat dan keterkaitannya dengan bunuh diri. Depresi adalah gangguan yang sering dilaporkan, dengan hampir seperempat remaja mengalami sekurangkurangnya satu gejala depresi ringan. Depresi lebih banyak dialami wanita. Prevalensi wanita beruisa 15 sampai 20 tahun, hampir lebih dari dua kali lipat dibandingkan pria dengan usia yang sama Pada anak berusia 4 sampai 11 tahun, depresi mayor dialami pada 1,1% anak laki-laki dan 1,2% pada anak perempuan. 31,32 Gangguan depresi mayor ditandai dengan mood depresi, hilangnya minat atau kesenangan, mudah teriritasi dan mood yang jelek. Kriteria DSMIV mengspesifikkan sekurang-kurangnya lima gejala depresi harus muncul selama minimal dua minggu, dan gejala ini menimbulkan gangguan yang signifikan terhadap anak atau remaja tersebut, dan mengganggu fungsi normal mereka di sekolah. Gejala gangguan depresi mayor meliputi kehilangan berat badan yang signifikan, insomnia atau hypersomnia, gelisah, mudah capek, adanya perasaan diri tidak berharga, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. 31
25
B. Gangguan Ansietas Gangguan
ansietas
lebih
ditujukan
terhadap
sekumpulan
kondisi.
Karakteristik yang paling sering yang termasuk kategori ini adalah individu yang dipengaruhi pengalaman yang menetap, kecemasan atau ketakutan yang berlebihan, yang secara tipikal mempengaruhi kemampuan mereka dalam menjalani dan menikmati kehidupan sehari-hari. Merupakan hal yang lumrah jika anak dan remaja untuk takut dan cemas. Namun, ada anak yang lebih cemas dibandingkan anak-anak lain seusianya. Hal ini dapat membuat mereka
berhenti
berpartisipasi
terhadap
aktivitas
di
sekolah
atau
masyarakat, atau mempengaruhi kemampuan mereka dalam melakukan halhal yang dapat dilakukan oleh anak-anak lain seusia mereka. 31 Gangguan
ansietas
memiliki
sub
bagian
yang
dikategorikan
berdasarkan tipe kecemasan yang dialami: 31 i.
Fobia Sosial Gangguan ini ditandai oleh ketakutan atau penghindaran yang bermakna dan persisten terhadap masyarakat atau kondisi yang memungkinkan hal yang memalukan dapat terjadi. Menurut kriteria DSM-IV, ketakutan atau penghindaran harus menghalangi secara signifikan rutinitas normal anak atau remaja tersebut., fungsi akademik, atau aktivitas dan hubungan sosial.
ii.
Gangguan Ansietas Perpisahan
26
Gangguan ini ditandai dengan kecemasan yang berlebihan terhadap perpisahan baik ketika keluar rumah atau terhadap orang terdekat anak dan remaja tersebut. Menurut kriteria DSM-IV, kecemasan yang dialami harus sesuai usia dan perkembangan anak tersebut dan menimbulkan gangguan yang signifikan terhadap akademik, sosial maupun fungsinya sehari-hari. iii.
Gangguan Ansietas Menyeluruh Gangguan ini ditandai oleh kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan terhadap sejumlah kejadian atau aktivitas yang berbeda. Kriteria DSM-IV mengspesifikkan untuk anak dengan ansietas harus mempunyai sekurang-kurangnya satu gejala berikut: gelisah atau perasaan tegang, mudah capek, susah berkonsentrasi atau pikiran terasa kosong, teriritasi, otot tegang atau mengalami gangguan tidur. Kekhawatiran yang konstan ini akan menimbulka tekanan dan menganggu kesehariannya.
iv.
Gangguan Obsesi-Kompulsi Kata kunci dari gangguan ini adalah obsesi dan/atau kompulsi yang berulang yang cukup berat untuk mengakibatkan waktu terbuang dan gangguan yang bermakna. Obsesi adalah ide yang persisten, pikiran, impuls atau ganmbara yang sangat mengganggu dan sulit dikontrol dan menimbulkan ansietas.
27
C. Gangguaan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit and Hyperkinetic Disorder (ADHD) adalah pola persisten gangguan
perhatian dan/atau impuls hiperaktivitas yang lebih sering dan lebih berat dibandingkan anak seusianya. Anak dan remaja tersebut sulit memusatkan perhatian dan mengerjakan tugas atau aktivitas hingga selesai atau sering kali membuat kesalahan ceroboh saat beraktivitas. Anak atau remaja dengan masalah hiperaktivitas, akan bicara berlebihan dan tidak bisa diam pada kondisi-kondisi yang seharusnya. Menurut DSM-IV, gejala ini harus dialami sekurang-kurangnya 6 bulan. Gejala harus muncul minimal pada dua tempat (rumah dan sekolah). 31
D. Gangguan Conduct Gangguan conduct didefinisikan sebagai perilaku yang berulang-ulang dan menetap sampai derajat yang merugikan hak dasar orang lain, kebanyakan norma sosial dan peraturan seperti: perilaku agresi terhadap manusia atau binatang, merusak property, tidak jujur atau mencuri, dan pelanggaran peraturan
serius
lainnya.
Anak
dengan
gangguan
conduct
akan
menunjukkan serangkaian perilaku seperti mem- bully , berkelahi, merusak barang orang lain, pulang larut malam tanpa permisi, lari dari rumah, dan seringnya membuat kekacauan di sekolah. Menurut kriteria DSM-IV, hal ini harus dialami sekurang-kurangnya dalam 12 bulan terakhir dan ganggua
28
perilakunya akan menyebabkan gangguan terhadap fungsi sosial maupun akademiknya sehari-hari. 31 2.2.5. Identifikasi Dini Gangguan Kesehatan Mental
Deteksi dini gangguan kesehatan mental anak sangat penting dilakukan. Dengan deteksi dini, waktu merujuk atau “time referral” tentu dapat lebih
cepat sehingga baik gejala gangguan kesehatan mental maupun performa akdemik anak dapat tertangani dengan lebih baik. 33,34 Berbagai macam alat telah didesain untuk mendeteksi dini gangguan kesehatan mental pada anak maupun remaja. Namun, setiap alat mempunyai keunggulan dan kekurangan yang berbeda-beda serta nilai sensitivitas, spesifisitas, dan rentang usia yang bervariasi. Tabel berikut ini mencantumkan alat yang biasa digunakan. 33
29
Tabel 3. Alat Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Mental 33
30
2.3. S treng ths and Diffi culties Ques tionnaire (S DQ) Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) adalah serangkaian kuesioner yang
digunakan untuk mendeteksi dini masalah kesehatan mental. Kuesioner ini dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit oleh orangtua ataupun anak berusia 4 hingga 17 tahun. SDQ menanyakan 25 pertanyaan, yang terdiri dari 5 subskala yang masingmasing mempunyai 5 item penilaian meliputi gejala emosional, masalah conduct, gangguan pemusatan perhatian dan hiperkinetik, masalah teman sebaya dan perilaku prososial. Masing-masing subskala SDQ terdiri dari lima item. Masingmasing item diskor dalam kriteria tiga poin yaitu 0=tidak benar, 1=agak benar, 2=sangat benar. Skor dari masing-masing subskala dapat dihitung dengan menjumlahkan skor dari masing-masing item yang relevan pada subskala tersebut. Skor tertinggi dari masing-masing subskala adalah 10 dan skor terendah adalah 0 . Skor total kesulitan didapat dari menjumlahkan seluruh skala, kecuali skala perilaku prososial 33,34 Keunggulan SDQ adalah dapat mencakup rentang usia yang luas, yaitu 4 sampai 17 tahun. Selain itu SDQ dapat dilaporkan oleh anak maupun remaja itu sendiri dan tersedia dalam banyak bahasa. SDQ mempunyai sensitivitas sebesar 85% dan spesifisitas sebesar 80%. 33,34
31
Tabel 4. Interpretasi Strenght and Difficulties Questionnaire (SDQ) 34 Normal
Perbatasan
Tidak normal
Skor Total Kesulitan
0 -15
16-19
20 – 40
Skor Gejala Emosional
0 – 5
6
7 – 10
Skor Masalah Perilaku
0 – 3
4
5 – 10
Skor Hiperaktifitas
0 – 5
6
7 – 10
Skor Masalah Teman Sebaya
0 – 3
4-5
6 - 10
Skor Prososial
6 - 10
5
0-4
32
2.4. Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat digambarkan kerangka teori sebagai berikut: Perawakan Pendek / S hort S tature
Gangguan Kesehatan Mental
Masalah Emosional Familial Short Stature
Masalah Conduct Non- Familial Short Stature
Masalah Hiperaktivitas Masalah Teman Sebaya Perilaku Prososial
Faktor Risiko: a.
b.
c.
Keterangan
Tekanan Psikososial - diejek mempunyai adik yang lebih tinggi Faktor Intrapersonal - laki-laki intelegensia rendah Faktor Sosioekologi
:
Mempengaruhi
Gambar 1. Kerangka Konsep Penilitian
33