1. Definisi Mengajar
Definisi mengajar dari beberapa ahli :
Nasution (1986)
Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan di ruang ini tidak hanya ruang kelas (ruang belajar), tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa.
Tardif (1989)
Mengajar adalah any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating lerning in another individual (the learner ) artinya yaitu perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini guru) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini siswa) melakukan kegiatan belajar. Kata the teachar dan the learner dalam definisi tersebut dapat diartikan sebagai proses interaksi dua individu dalam proses pengajaran, baik antara orang tua dengan anak atau antara kiai dengan santri.
c. Seorang pakar psikologi kognitif masa kini yaitu Biggs (1991), membagi konsep mengajar dalam tiga macam pengertian :
1. Kuantitatif (Menyangkut jumlah pengetahuan yang diajarkan )
Mengajar berarti the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studynya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebaik-baiknya. Jadi, kalau perilaku siswa tidak memadai atau gagal mencapai hasil yang diharapkan maka dianggap kegagalan tersebut karena siswa sendiri yang kurang kemampuan, kurang motivasi, atau kurang persiapan.
2. Institusional (Menyangkut kelembagaan atau sekolah )
Mengajar berarti the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasi berbagai teknik mengajar untuk macam-macam siswa yang berbeda bakat, kemampuan, dan kebutuhannya.
3. Kualitatif (Menyangkut mutu hasil yang ideal)
Mengajar berarti the facilitation of learning yakni upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa karena proses pengajaran lebih terpusat kepada siswa. Dalam hal ini, ada keterlibatan antara guru dan siswa yaitu siswa belajar dalam membentuk pemahamannya sendiri dan guru tidak menjejelkan pengetahuan kepada murid sehingga terjadi aktivitas belajar yang efisien dan efektif.
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mengajar pada initinya mengarah kepada perilaku siswa, guru dianggap sebagai manager of learning (Pengelola belajar) yang perlu siap senantiasa membimbing dan membantu para siswa dalam menempuh perjalanan menuju kedewasaan mereka sendiri yang utuh dan menyeluruh .
2. Contoh Mengajar
Guru sebagai pengelola kegiatan siswa, sangat diharapkan menjadi pembimbing dan pembantu para siswa bukan hanya ketika mereka berada dalam kelas saja melainkan ketika mereka berada di luar kelas, seperti berada di lingkungan sekolah (perpustakaan, laboratorium, guru, pensiil, buka) dan sebagainya.
Dalam hal menjadi pembimbing, guru perlu mengaktualisasikan (mewujudkan) kemampuannya dalam kegiatan sebagai berikut :
Membimbing kegiatan belajar siswa
Dalam membimbing kegiatan belajar siswa , khususnya ketika mengajar tidak hanya berarti berceramah di muka kelas, tetapi juga memberikan peluang seluas-luasnya kepada siswa tersebut untuk melakukan aktivitas belajarnya.
Contoh : Jika siswa sedang diajari menulis, maka para siswa itulah yang seharusnya lebih banyak mendapat peluang menulis, sedangkan tugas guru yaitu memberikan contoh dan dorongan persuasive kepada siswa serta menata lingkungan sebaik-baiknya, sehingga menciptakan proses belajar dan mengajar dengan mudah.
Membimbing pengalaman belajar siswa
Dalam membimbing pengalaman siswa, guru dituntut untuk menghubungkan siswa dengan lingkungannya. Hal ini penting karena dalam pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya itulah sesengguhnya para siswa mengalami proses belajar. Jadi, hal-hal yang mendukung terjadinya proses belajar mengajar seperti ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, alat-alat peraga, dan kompenen kependidikan lainnya harus dijaga dan dirawat agar tetap dalam kondisi yang baik dan siap pakai.
Membantu siswa agar berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya
Kegiatan mengajarkan sebuah materi pelajaran bukan semata-mata agar siswa menguasai pengetahuan/materi pelajaran tersebut, lalu naik kelas, akan tetapi agar siswa bisa memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam kehidupan sehari-hari.
.
C. PANDANGAN-PANDANGAN POKOK MENGENAI MENGAJAR
Ada dua macam aliran pandangan yang berbeda dalam melihat profesi mengajar. Yaitu aliran pertama yang menganggap mengajar sebagai "ilmu" dan aliran kedua yang menganggap mengajar sebagai "seni".
Mengajar SebagaiIlmu
Guru merupakan sosok pribadi manusia yang sengaja dibangun untuk menjadi tenaga profesional yang memiliki pengetahuan dan kemampuan tinggi dalam dunia pendidikan yang berkompeten untuk melakukan tugas mengajar.
Siapa pun, asal memiliki pengetahuan dan kemampuan tinggi dalam bidang ilmu pendidikan akan mampu melakukan perbuatan mengajar dengan baik. Penguasaan seorang guru atas materi pelajaran bidang tugasnya juga penting. Akan tetapi yang lebih penting adalah penguasaannya atas ilmu-ilmu yang berhubungan dengan tugas mengajarnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami sekaligus menerapkan sebuah teori proses mengajar, guru hendaknya pandai-pandai menyimpan perasaan dan harapan emosinal dalam tempat penyimpanan yang dingin. Kemudian hendaknya ia berusaha mengahadapi kenyataan dengan akal terbuka. Meskipun guru harus berani mengahadapi kenyataan, ia tidak perlu mengorbankan diri menjadi hamba sahaya kenyataan itu sendiri.
Aliran pandangan yang menganggap sekolah sebagai ilmu ini menimbulkan konotasi bahwa seseorang yang dikehendaki menjadi guru, misal oleh orang tuanya sendiri, akan dapa tmenjadi guru yang baik asal ia dididik di sekolah atau fakultas keguruan.
Menurut teori John Locke (1632-1704) perkembangan klasik yang disebut empirisme yaitu pembawaan dan bakat yang diturunkan oleh orang tua tidak berpengaruh apa-apa terhadap perkembangan kehidupan seseorang, karena pada dasarnya setiap manusia pasti lahir dalam keadaan kosong. Hendak menjadi apa manusia itu kelak setelah dewasa, tergantung pada lingkungan dan pengalamannya, terutama lingkungan dan pengalaman belajarnya. Jadi, seorang anak manusia yang memperoleh peluang yang baik untuk belajar ilmu pendidikan/keguruan, tentu ia akan menjadi seoranga guru yang profesional dalam mengajar, bukan menjadi petani walaupun kedua orangtuanya petani sejati.
Mengajar SebagaiSeni
Sebagian ahli lainnya memandang bahwa mengajar adalah seni (art), bukan ilmu. Karena tidak semua orang berilmu (termasuk orang yang berilmu pendidikan) bias menjadi guru yang piawai dalam hal mengajar.
Untuk menjadi seorang guru yang profesional,orang harus belajar dan berlatih di lingkungan instansi pendidikan keguruan selam bertahun-tahun. Namun, kenyataannya dalam mengajar terdapat faktor tertentu yang abstrak dan hampir mustahil dipelajari.
Contohnya, seorang guru agama dan bahkan terlanjur berpredikat seorang ulama yang sama sekali tidak menarik dan membosankan ketika ia berceramah mengenai masalah keagamaan. Namun sebaliknya, ada pula seorang seorang pelajar madrasah diniyah yang hanya berpredikat santri biasa dan tidak pernah mengikuti sekolah keguruan tetapi ternyata berhasil menjadi guru agama yang baik. Santri itu cukup piawai dalam mentransfer pengetahuan, sikap, dan keerampilannya kepada murid-muridnya. Setiap mengajar, ia selalu berpenampilan menarik dan selalu berbeda dalam gaya dan cara penyampaian aneka ragam pokok bahasan pelajaran yang menjadi tugasnya. Sehingga murid-muridnya tidak pernah merasa bosan atau terpaksa mengikuti proses belajar yang dipimpin oleh "guru santri" itu.
Berdasarkan kenyataan yang ada, maka cukup kuatlah aliran yang memandang bahwa mengajar adalah seni, dan kecakapan mengajar yang notabene artistik itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang berbakat. Dengan demikian, menurut aliran ini seseorang dapat mengajar dengan baik semata-mata karena bakat yang dimilikinya. Dengan kata lain, orang itu menjadi guru (yang kompeten dan profesional) karena ia telah ditakdirkan lahir sebagai seorang guru.
Selain itu mengajar secara ilmiah (scientific teaching) juga tidak akan pernah memadai selama guru dan siswa masih sama-sama berstatus manusia yang tentu memiliiki perasaan dan nilai di luar jangkauan ilmu. Mengajar menurut guru besar sastra Gilbert Hight….teaching is an art, not a science yakni mengajar adalah sebuah seni, bukan sebuah ilmu itu seperti membangkitkan reaksi kimiawi, melainkan seperti menggambar sebuah lukisan, atau menata sebuah musik, atau menanami kebun bunga, atau menulis sepucuk surat yang bersahabat. Ilmu memang perlu, namun dalam mengajar seperti kegiatan tadi, memerlukan lebih banyak seni (art) daripada ilmu (science).
Perbandingan aliran yang pertama dengan yang kedua yaitu:
Pertama, menganggap mengajar sebagai ilmu itu sama dengan gagasan sekelompok orang yang berusaha meyakinkan kita bahwa guru-guru itu dibangun bukan dilahirkan. Dalam aliran ini semua kecakapan manusia muncul dan dikuasai hanya karena proses belajar dan pengalaman interaksi dengan lingkungannya dan pembawaan atau bakat bukanlah apa-apa.
Kedua, menganggap mengajar sebagai seni yang mengacu pada bakat sejak lahir tak berbeda dengan gagasan bahwa para guru itu dilahirkan bukan dibangun atau dibuat. Dalam hai ini seseorang menjadi guru yang baik atau guru yang buruk bukan karena hasil belajarnya melainkan karena kedua potensi yang ia bawa sejak lahir. Aliran pandangan ini sama dengan aliran nativisme yang melahirkan "pesimisme pedagogis" yang mengesampingkan arti penting upaya pendidikan.
Untuk menjadi guru yang kompeten, orang perlu belajar dan berlatih secara sungguh-sungguh selama kurun waktu tertentu. Akan tetapi, kenyataannya tidak semua orang (mahasiswa) yang mengikuti pendidikan dan pelatihan keguruan berhasil mencapai kinerja akademik keguruan yang memadai, meskipun mereka telah menunjukkan usaha yang terkadang melebihi rekan sejawatnya yang ternyata lebih berhasil.
Ada kemungkinan mengapa mahasiswa yang berkinerja tidak memuaskan tersebut bisa muncul:
Pertama, Mungkin upaya dan strategi mereka dalam belajar tidak tepat dengan tuntutan bidang studi kependidikan, padahal secara umum mereka memiliki potensi kognitif yang memadai.
Kedua, Ada kemungkinan masuknya mahasiwa yang tidak memuaskan tersebut ke fakultas keguruan hanya karena terpaksa atau karena pelarian karena tidak diterima di fakultas lain yang menjadi cita-cita dan sesuai dengan jenjang pendidikan menengahnya.
Alhasil, antara mengajar sebagai ilmu dengan mengajar sebagai seni itu terdapat benang merah yang membuat keduanya saling terikat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan demikian, hubungan bakat keguruan dengan proses belajar yang sesuai dengan bakat itu, ibarat hubungan antara dua sisi mata uang logam yang berfungsi saling melengkapi.
D. MODEL DAN METODE POKOK MENGAJAR
1. MODEL POKOK MENGAJAR
Model-model mengajar (teaching models) adalah blue print mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pelajaran. Cetak biru (blue print) di jadikan pedoman perencanaan dan pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar. Dalam sebuah model mengajar biasanya terdapat tahapan-tahapan atau langkah-langkah yang relatif tetap dan pasti untuk menyajikan materi pelajaran secara berurutan.
Kumpulan atau set model yang dianggap komprehensif, menurut Tadrif (1989) adalah set model yang dikembangkan oleh Brunce Joyce dan Marsya Weil dengan katagorisasi sebagai berikut:
Model Information Processing ( Tahap Pengolahan Informasi)
Information Processing adalah istilah kunci dalam psikologi kognitif yang akhir-akhir ini semakin mendominasi sebagian besar upaya riset dan pembahasan psikologi pendidikan. Information processing sebagai sebuah rumpun model-model mengajar perlu dipelajari dan diterapkan sebaik-baiknya dalam proses belajar mengajar agar ranah cipta siswa dapat berkembang dan berfungsi seoptimal mungkin.
Model peningkatan kapasitas berpikir
Peningkatan kapasitas berpikir diarahkan pada pengembangan-pengembangan sebagai berikut: 1. daya cipta akal siswa, 2. berpikir kritis siswa, 3. penilaian mandiri siswa/ dan juga pengembangan, 4. sosio-emosional siswa sebagai salah satu fenomena ranah rasa siswa.
Langkah-langkah dalam mempersiapkan model
langkah konfrontasi (situasi yang menantang, penuh teka-teki, dan terkadang tak masuk akal),
langkah inquiri (menggunakan inteleks siswa untuk memperoleh pengetahuan),
langkah transfer (pengetahuan yang didapatkan dapat mempermudah penyelesaian tugas-tugas pembelajaran selanjutnya.
Model Personal (PengembanganPribadi)
Model Personal berorientasi pada pengembangkan kepribadian siswa dengan lebih banyak memperhatikan kehidupan ranah rasa terutama fungsi emosionalnya. Model personal ini lebih ditekankan pada pembentukan dan perorganisasian realitas kehidupan lingkungan dan kehidupan yang khas/unik.
Model Nondirektif
model ini dirancang secara sederhana untuk membantu mempermudah proses belajar pada siswa secara umum. Dalam artian ditunjukan pada aktivitas belajar materi tertentu. Didukung juga dengan teknik wawancara yang memudahkan siswa menuangkan ide, dan dibebaskan dalam menjawab .
Langkah-langkah dalam model Nondirektif menurut Carl Rogers yang pendapatnya dikutip Dahlan (1990),
Pertama, menentukan situasi yang membantu (melakukan wawancara masalah materi yang diajarkan).
Kedua, mendorong/ memotivasi siswa (mengemukakan sendiri masalah yang dihadapi siswa dan guru mengetahui dan membantu).
Ketiga, mengembangkan insight (tikikan) dalam siswa diharapkan dapat menampakkan personal dalam arti mengerti dan menyadari kesalahan dan ketidaktahuan dalam materi.
Keempat, memotivasi siswa dan memecahkan masalah yang dihadapi siswa, Kelima, mengambil keputusan jawaban-jawaban jenis tindakan positif.
Model Sosial (HubunganBermasyarakat)
Model Sosial adalah model mengajar yang menitik beratkan pada proses interaksi antarindividu yang terjadi dalam kelompok individu atau tesebut. Oleh karena itu, rumpun model ini lazim disebut sebagai interactive model (model yang berisifat hubungan antar-individu).
Aplikasi model sosial diprioritaskan untuk mengembangkan kecakapan individu siswa dalam berhubungan dengan orang lain atau masyarakat di sekitarnya.
Model Role Playing (bermain peran)
Berfungsi penyuluhan bersifat edukatif, prosedur terapi kejiwaan dan penyuluhan bersifat industrial (Reber, 1988).
Langkah-langkahnya: Pertama, memotivasi kelompok, merangsang minat siswa terhadap kegiatan bermain peran. Kedua, memilih pemeran semuanya melakukan pemilihan peran, mendiskusikan gambar karakter yang akan diperankan. Ketiga, mempersiapkan pengamatan yang dilakukan para siswa. Keempat, mempersiapkan tahapan peranan, memerlukan dialog-dialog yang digunakan untuk tampil bermain peran. Kelima, pemeran semuanya sudah yang siap mulai para aktor memainkan perannya. Keenam, diskusi dan evaluasi setelah semunya selesai diadakan diskusi dan evaluasi yang saling bertukar pikiran supaya lebih baik. Ketujuh, pengulangan pemeran sesudah adanya diskusi dan evaluasi muncul gagasan baru yang memperbaiki peran berikutnya. Kedelapan, diskusi dan evaluasi ulang mengkaji kembali hasil pemeranan ulang pada langkah ketujuh tadi. Kesembilan, memberi pengalaman dan menarik generalisasi untuk menarik faidah pokok yang terkandung dalam bermain peran.
Model Behavioral (PengembanganPrilaku)
Model Behavioral direkayasa atas dasar kerangka teori perilaku yang dihubungkan dengan kegiatan belajar-mengajar. Aktivitas mengajar, menurut teori ini harus di tunjukkan pada timbulnya perilaku baru atau berubahnya perilaku siswa kearah yang sejalan dengan harapan.
Dalam rumpun model mengajar behavioral terhadap banyak model mengajar. Model mengajar Mastery Learnin.
Model Mastery Learning (belajar tuntas)
Menurut Benjamin Bloom pada dasarnya merupakan pendekatan mengajar mengacu pada penetapan kriteria hasil belajar, yaitu: pengetahuan, konsep, keterampilan, sikap dan nilai.
Langkah-langkah: Pertama, langkah orientasi menyusun kerangka kerja pengajaran.
Kedua, langkah penyajian guru menjelaskan konsep-konsep yang terdapat dalam pokok bahasan, diselingi dengan peragaan atau demonstarasi keterampilan yang berhubungan dengan materi pelajaran. Ketiga, strukturisasi latihan guru memperlihatkan contoh-contoh mempraktikan keterampilan sesuai dengan urutan yang telah dijelaskan pada waktu penyajian materi. Keempat, langkah praktik guru member peluang yang cukup luas kepada para siswa untuk mempraktikan ketrampilan yang telah mereka dengar pada tahap-tahap sebelumnya. Kelima, langkah praktik bebas, tahapan terakhir guru dapat member kebebasan kepada para siswa untuk mempraktikan sendiri ketrampilan yang sudah siswa kuasai.
METODE POKOK MENGAJAR
Definisi Metode Mengajar
Metode secara harfiah berarti " cara ".Metode mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pendidikan. Metode mengajar berbeda dengan strategi mengajar (teaching strategy).Metode melajar tidak berhubungan langsung dengan hasil belajar yang diehendaki.Artinya metode merupakan konsep yang lebih luas daripada strategi. Strategi mengajar itu ada dan berlaku dalam kerangka metode mengajar. Contoh : Metode ceramah yang digunakan guru, strategi untuk mendapatkan perhatian murid-muridnya ia dapat menyampaikan dengan lucu atau sedih.
Ciri Khas Metode Mengajar
Pada prinsipnya, tidak satupun metode mengajar yang dapat dipandang sempurna dan cocok dengan semua pokok bahasan yang ada dalam setiap bidang studi. Karena, setiap metode mengajar pasti memiliki keunggulan dan kelemahan yang khas.
Ragam Metode Mengajar
Ada 4 metode yang dipandang representatif dan dominan dalam arti digunakan secara luas sejak dahulu hingga sekarang pada jenjang pendidikan formal.
1. Metode Ceramah
Ceramah adalah sebuah metode ceramah yang paling klasik, tetapi masih dipakai orang di mana-mana hingga sekarang. Metode ceramah ialah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Metode caramah atau kuliah sebuah cara melaksanakan pengajaran yang dilakukan guru secara monolog dan hubungan satu arah.
Dalam metode ini perhatian terpusat pada guru, sedangkan siswa hanya menerima secara pasif, mirip dengan anak balita yang disuapi. Dalam pengajaran yang menggunakan metode ini terdapat unsur paksaan. Metode ini juga mengalami hambatan daya kritis siswa karena segala informasi yang disampaikan guru biasanya ditelan mentah-mentah tanpa dibedakan apakah informasi itu salah atau benar, dipahami atau tidak.
2. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan belajar memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai metode kelompok dan resitasi bersama (socialized recitation). Aplikasi metode ini biasnya melibatkan seluruh siswa atau sejumlah siswa tertentu yang diatur dalam bentuk kelompok-kelompok. Tujuan metode ini ialah untuk memotivasi (mendorong) dan memberi stimulasi (memberi rangsangan) kepada siswa agar berpikir dengan renungan yang dalam.
Metode diskusi diaplikasikan dalam proses mengajar-belajar untuk:
mendorong siswa berpikir kritis.
mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama.
mengambil satu alternative jawaban atau beberapa alternative jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.
Ragam diskusi di tinjau dari sudut formalitas dan jumlah peserta yang mengikiti :
Dikusi Informal
Aturan dalam diskusi ini lebih longgar dari pada aturan yang dipakai dalam diskusi lainya. Sifatnya tidak resmi, jumlah pesertanya tidak dibatasi dan hanya merupakan kelompok kecil.
Diskusi Formal
Aturan yang di pakai sebagai tata tertib biasanya ketat dan rapi. Jumlah siswa yang menjadi pesertapun umunya lebih banyak bahkan dapat melibatkankan seluruh siswa kelas.
Dikusi Panel
Diikuti seluruh siswa kelas. Kata "panel" berarti sekelompok pembicara yang dipilih untuk berbicara. Tugas utama meraka adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta. Aturan dan tata tertib yang dipakai dalam diskusi panel jalas ketat dan rapi.
Diskusi Simponsium
Penyelanggaraan diskusi simponsium secara umum sama dengan penyelenggaraan diskusi formal lainnya. Perbedaannya, angenda masalah dalam symposium disampaikan oleh pemrasaran atau lebih. Dalam diskusi ini setiap peserta berhak berbicara dan memberi kontribusi secara aktif.
Ditinjau dari sudut pola pemusatan orang yang berperan dalam diskusi di sekolah, metode diskusi terbagi menjadi dua golongan :
Pola diskusi yang berpusat pada guru (teacher centrality)
Peran guru adalah sebagai :
Indicator, yakni peserta yang menyampaikan agenda masalah yang akan dijadikan topik diskusi.
Direktur, yakni peserta yang mengarahkan pembicaraan pada agenda masalah yang harus di bicarakan.
Moderator, yakni peserta yang diberi wewenang yang mengatur lalulintas pembicaraan para partisipan.
Evaluator, yakni penilai kemajuan dari para partisipan baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Sedangakn siswa adalah sebagai:
Contributor, yakni sebagai penyumbang saran dan pemikiran, pembanding dan penyanggah.
Evaluator, yakni penilai taraf keberhasilan upaya pemecahan masalah yang dilakukan lewat diskusi yang ia ikuti itu.
Pola diskusi yang berpusat pada siswa (student centrality)
Pemusatan kegiatan pada siswa, keterlibatan guru tidak langsung tetapi perannya tetap penting karena ia harus menjalankan fungsinya sebagai:
indikator, konsultan (penasihat), pendorong semangat, observer dan evaluator (peninjau dan penilai aktivitas partisipan).
Peran siswa adalah sebagai:
moderator, yakni salah seorang partisipan yang layak memimpin diskusi
kontibutor, yakni pemberi kontribusi berupa pertanyaan, sangahan, saran dll
pendorong semangat, yakni pemberi dorongan dan kesempatan kepada sesama pertisipan untuk turut aktif memberi kontribusi
evaluator, yakni penilai jalannya pembahasan dan keputusan atau kesimpulan yang berhubungan dengan pemecahan masalah yang disodorkan oleh guru sebagai moderator.
Peran guru sebagai dorongan semangat bagi anak sangat diperlukan terutama oleh peserta yang tergolong kurang pintar atau pendiam.
3. Metode Demonstrasi
Demonstrasi dalam hubungannya dengan penyajian informasi dapat diartikan sebagai upaya peragaan atau pertunjukan tentang cara melakukan atau mengerjakan sesuatu. Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.
Tujuan pokok penggunaan metode demonstari dalam proses belajar mengajar ialah untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu.
4. Metode ceramah plus.
Metode ceramah plus sering dianggap biang keladi yang menimbulkan penyakit bungkam dikalangan pelajar, namun kenyataannya metode ini masih popular dikalangan guru dimana-mana. Hanya sebelum metode itu digunakan guru tentu perlu melakukan modifikasi atau penyesuain seperlunya.
Metode ceramah plus tersebut dapat terdiri atas banyak metode campuran.
1. Metode Ceramah Plus Tanya Jawab dan Tugas (CPTT).
Penyampaian uraian materi oleh guru, pemberian peluang bertanya jawab antara guru dan siswa, pemberian tugas kepada para siswa.
2. Metode ceramah plus diskusi dan tugas (CPDT).
Memberi informasi atau penjelasan mengenai pokok bahasan dan topik atau agenda masalah yang akan didiskusikan. Jadi setiap guru menjelaskan fungsinya sebagai indikator (pemberi masalah yang harus dibicarakan dalam forum diskusi.
Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL).
Aplikasi metode ini kurang lebih sama dengan aplikasi metode CPDT, yaitu harus dilakukan secara tertib sesuai dengan urutannya. Tujuan ini untuk menjelaskan konsep-konsep keterampilan jasmaniah yang terdapat dalam materi-materi pelajaran keterampilan tertentu. Tujuan metode ini untuk memperagakan atau mempertunjukan kiat dan proses melakukan keterampilan yang telah diuraikan sebelumnya, yakni pada tahapan ceramah tadi.
E. Strategi Mengajar
Secara harfiah kata "strategi" dapat diartikan sebagai seni (art) melaksanakan stratagem yakni siasat atau rencana (McLeod, 1989).
Dalam perspektif psikologi, kata strategi yang berasal dari bahasa Yunani itu, berarti memecahkan masalah atau mencapai tujuan (Reber, 1988). Seorang pakar psikologi pendidikan Australia, Michael J. Lawson (1991) mengartikan strategi sebagai prosedur mental yang berbentuk tatanan langkah yang menggunakan upaya ranah cipta untuk mencapai tujuan tertentu.
Sebuah strategi mengajar dapat berlaku umum bagi semua guru bidang studi selama orientasi sasarannya sama. Sebagai contoh, untuk memeroleh perhatian siswa yang sedang mengikuti uraian pelajaran secara lisan (metode ceramah) guru dapat melakukan peragaan.
Dibandingkan dengan metode mengajar, strategi mengajar sebenarnya masih relatif baru dalam dunia pengajaran. Strategi mengajar, seperti yang telah penyususn singgung sebelum ini, tidak terlepas dari metode mengajar.
Strategi Mengajar SPELT
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran modern terdapat cukup banyak strategi yang khusus dirancang untuk mengajar dengan materi tertentu hingga pada pencapaian yang diinginkan. Strategy Program for Effective Learning/Teaching (SPELT) ini dirancang dan diuji cobakan Robert F. Mulcahy, seorang guru besar yang mengepalai The Cognitive Education Project (Proyek Pendidikan Ranah Cipta) pada Jurusan Psikologi Pendidikan, Universitas Alberta
SPELT disengaja direkayasa untuk memperbaiki dan meningkatkan keefektifan belajar dan bepikir siswa, terutama pada kelas akhir sekolah dasar dan kelas sekolah menengah. Secara eksplisit tujuan strategi ini ialah membuat siswa menjadi :
Penuntut ilmu yang aktif sebagai pemikir dan pemecah masalah;
Penuntut ilmu yang mandiri, memiliki rencana dan strategi sendiri yang efisien dalam mendekati belajar;
Penuntut ilmu yang lebih sadar akan kemampuan pengendalian proses berpikirnya sendiri (metacognitive awareness).
Dalam melaksanakan strategi SPELT, guru perlu mengikuti tiga macam langkah panjang dan terpisah dalam arti mengambil waktu yang berbeda tetapi berurutan, yakni :
direct strategy instruction (pengajaran dengan strategi langsung);
teaching for transfer ( mengajar mentransfer strategi);
generating elaborative strategies (pembagian strategi belajar siswa yang luas dan terperinci).
Tahapan-tahapan ini diberlakukan untuk semua program pengajaran, khususnya program pengajaran yang pelaksanaanya menggunakan metode ceramah dan ceamah campuran. Menurut Mulcahy, et. al. (1991)tahapan pelaksana strategi tersebut tercermin dalam Model 10 berikut ini.
Model 10
Tahapan Pengajaran Strategi
Tujuannya:Memperkuat metacognitive awareness caranya:Bangkitkanlah kesadaran siswa bahwa ia memiliki strategi;Gambarkan bahwa penggunanaa strategi secara sistematis itu meningkatkan kualitas belajar;Tingkatkanlah partisipasi dan interaksi siswa dalam proses belajar.Tahap IPengajaran StrategiLangsungTujuannyaagar siswa:Menggunakan strategi yang diperoleh dari tahap I;Mampu menilai penggunaan strategi;Memperluas strategi untuk tempat dan situasi belajar lain;Terlibat secara aktif dalam proses belajar.Tahap IIPengajaran TransferStrategiTujuannya agar siswa:Membantu, menilai dan mengembangkan sendiri strategi yang efisien untuk meningkatkan kualitas belajar;Ter;ibat secara aktif dalam proses belajarnya sendiri.Tahap IIIPembangkitan StrategiSiswa Sendiri
Tujuannya:
Memperkuat metacognitive awareness caranya:
Bangkitkanlah kesadaran siswa bahwa ia memiliki strategi;
Gambarkan bahwa penggunanaa strategi secara sistematis itu meningkatkan kualitas belajar;
Tingkatkanlah partisipasi dan interaksi siswa dalam proses belajar.
Tahap I
Pengajaran Strategi
Langsung
Tujuannyaagar siswa:
Menggunakan strategi yang diperoleh dari tahap I;
Mampu menilai penggunaan strategi;
Memperluas strategi untuk tempat dan situasi belajar lain;
Terlibat secara aktif dalam proses belajar.
Tahap II
Pengajaran Transfer
Strategi
Tujuannya agar siswa:
Membantu, menilai dan mengembangkan sendiri strategi yang efisien untuk meningkatkan kualitas belajar;
Ter;ibat secara aktif dalam proses belajarnya sendiri.
Tahap III
Pembangkitan Strategi
Siswa Sendiri
MENGAJAR
Dosen pengampu Mutmainah, M. Si.
Oleh :
Annisaul Mufidatus Sani (130611100086)
Rohmatul Ainia (130611100092)
Ria Puspita Rani (130611100093)
PROGRAM STUDI PGSD
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2014-2015