Dimensi Mukjizat Al Qur’an
1
Pendahuluan:
Selain sebagai kitab pedoman bagi umat manusia yang memiliki sederatan khsashaish seperti telah kita bahas sebagiannya pada pasal terdahulu, Alqur’an juga berfungsi sebagai mu’jizat yang akan menjadi bukti abadi kebenaran kenabian Nabi mulia Muhammad saw. Dan untuk mengethuai lebih lanjut masalah ini ada beberapa bahasan yang perlu disdusikan berikut ini.
Definisi I’jâz
Secara bahasa kata dasar i’jâz
berasal dari kata kerja a’jaza yang memiliki beberapa arti,
diantaranya, menetapkan kelemahan. Secara defenitif mu’jizat didefienisikan sebagai perkara yang menerobos kebiasaan, keluar dari batasan-batasan sebab musabab, yang diciptakan Allah melalui seorang yang mengklaim sebagai nabi yang menyertai pengakuannya itu dan menjadi bukti kebenaran kenabiannya.1
Kebutuhan akan Mu’jizat
Relasi antara kebutuhan seorang Nabi kepada mu’jizat sebgai bukti kenabian dan kebutuhan umat manusia kepada mu’jizat nabi untuk membuktikan kebenaran klaim kenabiannya sangatlah jelas. Tanpa mu’jizat seorang Nabi sulit mampu membuktikan kebenaran kenabiannya dan tanpa mu’jizat tidak mungkin umat manusia dapat membuktikan bahwa si pengaku kenabian itu benar dalam klaim pengakuannya. Kebutuhan manusia akan hidayah Tuhan adalah keniscayaan dan dharurat ciptaan manusia. Ia adalah kebutuhan yang bersifat fitrah. Pemberian petunjuk ini, seperti telah kita bahas bersama pada pasal satu adalah menjadi tanggung jawab Allah SWT. dan ia meniscayakan adanya seorang perantara yang menyampaikannya, dan perantara tersebut adalah Nabi dan Rasul. Jabatan kenabian dan kerasulan adalah jabatan yang agung dan mulia yang sering diklaim secara palsu orang para pemalsu dan pembohong. Akibatnya samarlah antara seorang Nabi utusan Allah dan pengaku-ngaku kenabian palsu. Oleh karena itu adalah niscaya bagi setiap Nabi untuk membutuhkan
1
Al-Zarqani. Manahil al-Irfaan. Vol.1,73.
2
mu’jizat sebagai bukti kebenaran klaim kenabiannya, karena menerima setiap klaim tanpa pembuktian adalah sebuah kebodohan dan penyimpangan dari fitrah kemanusian. Pada sisi lain, konsekuensi kenabian atas manusia adalah adanya sederetan keharusan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang mengikat. Mereka diminta meninggalkan sederatan aktifitas dan diperintah melaksanakan pekerjaan tertentu. Oleh karena itu, wajarlah apabila mereka meminta bukti kepada seorang yang datang dengan klaim kenabian.
Alqur’an adalah Mu’jizat Teragung Yang Abadi
Telah kita ketahui bahwa salah satu cara paling urgen mengenal kebenaran kenabian seorang nabi adalah mu’jizat yang dibawanya. Dan karena kenabian para nabi sebelum Rasulullah saw. bersifat terbatas baik dari sisi waktu dan sasaran dakwahnya, maka mu’jizat yang mereka bawa juga sesuai dengan tuntutan tersebut. Berbeda dengan kenabian Nabi Muhammad saw., dimana ia bersifat universal dan berlaku untuk sepanjang zaman hingga datang hari kiamat, oleh karena itu ia meniscayakan mu’jizat yang bersifat abadi dan dapat dinikmati manusia yang ingin mencari tahu tentang kebenaran kenabian Rasulullah Muhammad saw. di sepanjang zaman. Kalau tidak, maka membebani manusia yang hidup di akhir zaman, misalnya, untuk beriman dengan kenabian Nabi Muhammad saw., dan memberi mereka sangsi jika Kâfir kepadanya, sementara mereka tidak bisa mendapatkan mu’jizat yang membuktikan kebenaran kenabiannya adalah takliif fawqa maa yuthaaq (membebani taklif di luar kemampuan), dan itu artinya tidak bijaksana, Maha Tinggi Allah dari berlaku zalim. Alqur’an akan tegak sebagi mu’jizat bukti kebenaran kenabian Rasulullah saw. sepanjang masa.
Hikmah dibalik Beragamnya Mukjizat
Setiap Nabi dan Rasul akan dipersenjatai dengan mu’jizat yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dewasa itu, agar lebih dapat dimengerti dan kemudian dibuktikan sisi kemu’jizatannya. Nabi Musa as. diberi mu’jizat tongkat yang dapat berubah menjadi ular besar, karena di sama itu hal yang paling populer dan merakyat adalah sihir. Allah memberikan kepada Musa mu’jizat yang menyerupai sihir namun ia bukan sihir. Mereka yang mengerti liku-liku tekhnis sihir akan memahami bahwa apa yang dibawa Musa as. bukanlah sihir. Nabi Isa as. dipersenjatai dengan mu’jizat menyembuhkan orang buta, orang belang dan tuli, bahgkan menghidupkan kembali orang yang telah mati, karena di saat itu wilayah Palestina yang
3
merupakan salah satu daerah jajahan Romawi sangat dikenal dengan kemajuan ilmu kedokteran, namun demikian apa yang dibawa Nabi Isa as. bukanlah dari jenis ilmu kedokteran, ia adalah mu’jizat. Mereka yang menyelemi ilmu kedokteran, bahkan hingga hari ini dimana ilmu kedokteran telah mencapai kemajuannya yang sangat menakjubkan sekalipun tidak akan mampu mendatangkan seperti apa yang didatangkan Nabi Isa as. Demikian juga dengan Nabi Muhammad saw., di masa beliau, hal paling maju di kalnagn bnangsa Arab, khususnya suku Quraisy, adalah kesusastraan. Setiap orang Arab berlomba-lomba menyusun bait-bait syair ataupun prosa indah yang bernilai sastra tinggi. Efen-efen bergengsi adu kebolehan antara para pujangga Arab dari berbagai penjuru Jazirah Arab sering digelar. Dan dalam situasi seperti itu Nabi Muhammad saw. datang dengan kenabian dan kerasulan yang disenjatai dengan sebuah mu’jizat kalam indah yang mengungguli semua yang pernah mereka produk. Sisi kemu’jizatan Alqur’an walaupun tidak terbatas pada dimensi kesusastraan dan keindahan gaya bahasa yang memukau, akan tetapi yang jelas bahwa fashahah (kefasihan) Alqur’an adalah salah satu dimensi mu’jizat Alqur’an paling penting. Orang-orang Arab yang tekun tentang sastra memahami benar bahwa Alqur’an
bukan buatan
manusia, ia bukan susuan yang disusun Muhammad saw. Alqur’an diluar kemampuan manusia untuk menyusunnya.
Tantangan Alqur’an
Alqur’an
menantang bangsa Arab- secara khusus- dan umat manusia -secara umum- yang
meragukan kebenaran Al qur’an sebagai firman Allah SWT. agar mendatangkan seperti Alqur’an, akan tetapi mereka tidak sanggup mendatangkan apa yang diminta Alqur’an dan ditegaskan bahwa mereka tidak akan pernah mampu mendatangkan seperti Alqur’an, sebab Alqur’an itu unggul, tinggi dan tidak dapat diungguli oleh sesuatu apapun. Dalam menantang kaum Kâfir (baik Arab maupun non Arab), Alqur’an meminta mereka agar mendatangkan yang seperti Alqur’an dalam tiga tahap penantangan: Pertama, menantang agar mereka mendatangkan seperti total Alqur’an, seperti dalam ayat 88 surah Al Isra’ dan ayat 23-24 surah Ath Thur. Kedua, dan setelah mereka tidak sanggup melakukannya dan menyahuti tantangan Alqur’an, mereka ditantang agar mendatangkan sepuluh surah saja seperti surah-surah Alqur’an. Baca seperti dalam ayat 13-14 surah Huud.
4
Ketiga, dan setelah sepuluh surah pun mereka tidak mampu mendatangkan sepuluh surah Alqur’an , tantangan itu pun diturunkan menjadi satu surah saja. seperti dalam ayat 23-24 surah Al Baqarah. Kendati demikian mereka tidak mampu mendatangkannya dan tidak sanggup menyahuti tantangan Alqur’an, padahal tantangan itu disertai dengan kata-kata yang semestinya membangkitkan harga diri dan keangkuhan keKâfiran mereka. Dan selain itu, memang sejak pertama Alqur’an sudah menegaskan bahwa mereka tidak mungkin sanggup walaupun mereka bekerja sama dengan jin sekalipun.
Dimensi I’jaz Al qur’an
Alqur’an adalah mu’jizat Islam yang paling agung, awal yang turun darinya sama mutunya dengan akhir yang turun. Ia mu’jizat dalam berita yang dibawanya, perintah dan larangan yang ditetapkannya. Ia mu’jizat dalam sisi susunan dan keindahan sastranya. Alqur’an adalah mu’jizat yang tidak terbatas hanya pada masa tertentu, ia untuk semua masa dan untuk manusia dan jin. Di bawah ini mari kita ikuti sisi-sisi kemu’jizatan Alqur’an :
Sisi Kesusastraan Alqur’an
Keindahan susunan redaksi Alqur’an adalah hal yang telah diakui oleh para pakar bahasa dan kesustraan Arab, bahkan mereka yang masih Kâfir sekalipun. Memang untuk merasakan keindahan luar biasa sastra Alqur’an yang dimilikinya dibutuhkan keahlian yang mendalam tentang sastra Arab. Dan bagi yang tidak mampu merasakan keagungan sastra Alqur’an, maka cara paling praktis memahami puncak tingkat kefashihan susunan Alqur’an adalah menyimak komentar dan pengakuan para pakar, khususnya mereka yang Kâfir. Di bawah ini mari kita perhatikan komentar seorang tokoh Kâfir Quraisy, yaitu Al Walîd ibn Al Mughirah
Kisah al-Walîd ibn al-Mughirah
Sejarah mencatat bahwa Rasulullah saw. tidak henti-hentinya menegaskan kepalsuan akidah kemusyrikan dan bahwa berhala-berhala mereka tidaklah memberi manfa'at atau mudharrat barang sedikitpun. Al Walîd ibn Al Mughirah adalah salah satu tokoh penting benggolan Kâfir Quraisy, ia
5
ditokohkan dan dijadikan hakim dalam penyelesaian barbagai urusan penting mereka, dan juga juri dalam penilaian mutu syair-syair mereka. Ia adalah salah satu diantara yang getol mengganggu Rasulullah saw. Pada suatu hari ketika turun kepada Nabi surah Ghafir/Al Mu'min [ayat 1-6], beliau membacanya dipelataran Ka'bah, Al Walîd memperhatikan bacaan merdu lantunan ayat-ayat suci Alqur’an
yang
dilantunkan Nabi saw. Mengetahui hal itu beliaupun mengulangi bacaan ayat-ayat tersebut. Setelah selesai mendengarkannya ia bangkit menuju tempat pertemuan kaumnya Bani Makhzum dan berkata, “Demi Allah saya benar-benar baru mendengar dari Muhammad sebuah pembicaraan yang bukan pembicaraan manusia dan bukan juga omongan jin. Ucapan itu memiliki gaya tarik dan terhiasi oleh keindahan. Atasnya berbuah dan akarnya dalam dan sesungguhnya ia unggul dan tiada dikalahkan.” Kemudian setelah itu ia meninggalkan kaumnya dan kembali ke rumahnya.2 Dalam riwayat lain ditambahkan setelah pernyataan Al Walîd dialoq sebagai berikut: Maka Abu Jahal mendatanginya dan duduk di dekatnya dengan raut wajah penuh kesedihan, Al Walîd bertanya, “Wahai anak saudaraku, mengapakah aku melihatmu bersedih?” Abu Jahal berkata, “Kalangan Quraisy mengecammu dalam usiamu yang sepuh. Mereka menganggap Anda menghiasi ucapan Muhammad.” Maka Al Walîd bangkit bersama Abu Jahal mendatangi kaumnya dan berkata, “Apakah kalian menganggap Muhammad itu gila?! Pernahkah kalian menyaksikannya berlaku gila?” Mereka berkata, “Tidak.” Al Walîd, “Apakah kalian menganggapnya seorang dukun?! Pernahkah kalian menyaksikan sesuatu darinya? Mereka menjawab, “Tidak.” Al Walîd, “Apakah kalian menganggapnya seorang penyair?! Pernahkah kalian menyaksikannya menggubah syair?” Merekapun menjawab, “Tidak.” Al Walîd, “Apakah kalian menganggapnya seorang pembohong?! Pernahkah kalian menemukannya berbohong barang sekali saja?” Tidak. Jawab mereka. Lalu apa dia itu? Tanya mereka. Al Walîd berfikir sejenak, ia merenung dan cemberut, lalu berkata, “Ia adalah seorang penyihir. Tidakkah kalian menemukannya menceraikan antara seseorang dengan istri, anak dan keluarganya?
2
Majma' al-Bayaan:Vol:5, Juz:10, Hal:387.
6
Kalau begitu ia adalah tukang sihir dan apa yang ia ucapkan adalah sihir yang ia dapat dari orang lain.”3 Pernyataan Al Walid di atas adalah sebuah pengakuan dari seorang pakar bahasa yang anti dan memusuhi Nabi Muhammad saw. bahwa Alqur’an bukan sembarang pembicaraan. Ia adalah firman yang berbeda dengan yang biasa disusun oleh manusia berupa prosa indah ataupun sajak yang biasa diucapankan para dukun Arab yang mengklaim bahwa ia adalah ucapan jin. Alqur’an -dalam hemat Al Walîd- berbeda darinya. Ia memiliki keindahan yang luar biasa, sangat memikat jiwa pendengarnya, indah pilihan kata-kata dan susunannya ia bagaikan sebuah pohon besar yang dahan-dahan dan dedaunannya lebat nan rindang serta memiliki akar yang menghunjam kedalam.
Sisi Pengetahuan Alqur’an
Anda mendapatkan dalam Alqur’an pengetahuan keyakinan yang sesuai dengan logika sehat dan sejalan dengan bukti yang tegak. Alqur’an
berbicara tentang asma dan sifat-sifat Allah dengan
keterangan yang memuji dan mensucikan-Nya dari apa yang dinisbatkan kaum zalim dan Kâfir. Berbicara tentang para Nabi dan Rasul dan mensifati mereka dengan sifat-sifat yang indah dan penuh pengormatan. Dan Berbicara tangtang ma’ad (hari kembangkitan) dengan menegakan bukti tentangnya.
Sisi Mu’jizat Ilmiah
Selain dua sisi di atas, Alqur’an
juga sarat dengan ayat-ayat yang mengisyaratkan kepada
penemuan-penemuan ilmiah modern. Tentunya isyarat itu bukan menjadi tujuan utama, akan tetapi ia menyinggungnya ketika menegakkan bukti-bukti kebenaran dan keesaan Tuhan serta kebenaran risalah Allah SWT. Di antara isiyarat-isyarat Alqur’an
yang hingga waktu lama setelah penurunannya belum
terpecahkan dan baru ditemukan oleh para ilmuwan pada masa atom dan satelit ini adalah: 1.
Asal kejadian tata surya
2.
Berkurangnya bibir daratan (bumi).
3.
Perjalanan matahari.
4.
Perbedaan sidik jari manusia.
Sisi Mu’jizat tentang Berita Ghaib
3
Majma' al Bayân: Vol:5, Juz:10, Hal:387.
7
Alqur’an juga memuat berita tentang hal-hal ghaib. Ghaib yang dimaksud di sini dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian; ghaib hadhir (yang sudah ada), ghiab madhi (yang telah lampau) dan ghaib mustaqbal (yang akan datang).
Ghaib hadhir seperti pembertiaan Alqur’an tentang alam-alam yang tidak diketahui manusia; jin, malaikat, surga neraka dll. yang tidak dapat disaksikan manusia.
Ghaib madhi seperti pemberitaan Alqur’an tentang kisah-kisah para Nabi dan Rasul terdahulu, kisah umat-umat terdahulu, yang mana hal itu tidak mungkin diketahui dengan pasti dan detail kecuali melalui wahyu.
Ghaib muttaqbal, Alqur’an memberitakan banyak kejadian yang akan terjadi dengan penuh kepastian dan ketegasan, menyampaikan janji-janji yang akan terealisasi di masa akan datang. Dan kejadian yang akan terjadi di masa akan datang bukanlah dibawah kekuasaan manusia untuk mewujudkannya, dan juga di luar jangkauan pengertahuannya. Memang di sana ada ramalan-ramalan tentang masa depan namun ia didarasi pada rekaan dan bukan kepastian berbeda dengan pemberitaanAl qur’an.
Di bawah ini akan saya sebutkan beberapa contoh darinya: 1.
Kemenagnan Kerajaan Romawi atas Persia. Alqur’an mengabarkan bahwa pasukan Romawi
(yang notaben adalah penganut kitab suci/ Ahlulkitab) setelah mengalami kekalahan telak dari pasukan kerajaan Pesia yang musyrik, akan menag kembali dalam waktu kurang dari sembilan tahun. Padahal dalam perhitungan tidak ada yang membayangkan bahwa pasukan Ramawi akan bangkit kembali setelah kekalahan itu. Alqur’an mengabarkan dalam surah Ar Rûm:
“Alif Lâm Mîm. Telah dikalahkan kerajaan Rum di negri yang terdekat dan mereka sesudah kalah itu akan mrnang lagi dalam beberapa tahun. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenanan bangsa Ramawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (QS:30;1-5) Memang kerajan Ramawi di waktu turunnya ayat ini dalam keadaan sangat lemah sekali dan tidak mungkin akan bangkit lagi. Tetapi apa yang diberitakan Alqur’an benar-benar menjadi kenyataan dalam beberapa tahun, fi bidh’i siniin. Data bidh’i berartikan bilangan antara tiga hingga sembilan.
8
2.
Dan ayat di atas juga terdapat berita gembira akan kemenangan yang diperoleh kaum Muslim
atas musuh-musuh mereka. Ayat itu seperti disepakati turun pada periode Makkah, dan seperti diberitakan dalam ayat di atas, kaum Muslim mendapat kemenangan atas kaum musyrik bertepatan dengan kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Dua berita ghaib sekaligus disampaikan dan benar-benar menjadi kenyataan, umat Islam menang atas kaum musyrik dalam pertempuran Badar.
9