Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
Co-Housing, Alternatif Konsep Perumahan Latar belakang
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang signifikan, ratusan perumahan baru bermunculan di Jakarta dan sekitarnya. Perumahan yang bergenre rumah sederhana untuk kelas menengah ke bawah sampai rumah mewah ini hadirnya bak jamur di musim hujan, menyebar begitu cepatnya. Semuanya menawarkan berbagai kelebihan, seperti harga murah, lokasi strategis dekat tol, bebas banjir, serta desain yang mengimitasi bentuk-bentuk rumah di Amerika atau Eropa. Belum lagi dilengkapi dengan fasilitas olahraga dan rekreasi keluarga, fasilitas perkantoran, sekolah, rumah sakit serta pusat perbelanjaan yang mudah dijangkau. Belakangan pasar properti bahkan diramaikan oleh proyek hunian baru yang mengklaim dirinya merupakan perumahan dengan konsep ‘green’ yang nampaknya akhir-akhir ini menjadi primadona dalam dunia marketing. Perumahan-perumahan baru tersebut secara umum Perumahan-perumahan memiliki karakter barang industri yaitu dibuat secara massal (mass production mass production) oleh karena itu terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan penggunanya dan iklim Indonesia. Karakter lainnya adalah pada perumahan-perumahan tersebut, penyediaan jalan untuk mobil seakan mengalahkan penyediaan fasilitas untuk pejalan kaki, ini menyebabkan penghuni merasa tidak aman membiarkan anaknya bermain di luar rumah dan menjadikan lingkungan rumah mereka seperti hostile environmen e nvironment t . Selain karakter tersebut, hal umum yang banyak terjadi di perumahanperumahan tersebut adalah tingginya sifat individual warganya. Hal ini karena minimnya interaksi sosial antar warga di perumahan tersebut. Karakter-karakter perumahan seperti yang disebutkan di atas sebenarnya tidak sejalan dengan karakter umum warga Indonesia yang senang bersosialisasi dan bergotong-royong. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah berkaitan dengan sebab-akibat, apakah desain perumahan yang menyebabkan hal tersebut (gaya hidup individualistik)? atau perubahan karakter
1
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
warga kota yang menyebabkan desain perumahan mengakomodir hal tersebut (gaya hidup individualistik)? “Permukiman “Permukiman yang ditawarkan oleh para pengembang hingga hari ini didominasi didominasi oleh jalan mobil,. walau berbentuk cluster sekalipun. Konsep cohousing menawarkan hal yang berbeda. Parkiran mobil diletakkan di pinggir lahan permukiman, sementara di antar rumah cukup disediakan jalan setapak untuk berjalan kaki atau bersepeda. Dengan begitu saya tidak perlu merasa khawatir meninggalkan anak saya bermain. Selain itu dengan berjalan kaki kemungkinan interaksi antar warga juga jadi meningkat. ” 1
Didasari oleh pemikiran-pemikiran tersebut, sekelompok orang yang menamai diri mereka Komunitas Rumah Bersama berinisiatif untuk mengembangkan konsep co-housing, sebuah konsep perumahan yang berbasis komunitas sebagai salah satu jawaban atas berbagai permasalahan yang berkaitan dengan perumahan dewasa ini.
Apa itu co-housing?
Co-housing adalah konsep perumahan dimana partisipasi warga sangat kental terasa mulai dari tahap mencari anggota komunitas, tahap desain, sampai tahap operasional komunitas mereka. Konsep ini tentunya akan menjadikan antar warga komunitas tersebut saling mengenal dan memiliki ikatan batin yang kuat.2
Perumahan dengan konsep cohousing ini mendorong warganya untuk hidup sebagai sebuah komunitas ketimbang sebagai individu. Hal tersebut ditandai dengan fisik 1
Shanty Syahril, Koordinator Komunitas Rumah Bersama, pada acara diskusi
yang bertemakan Gambar 1 Konsep ”Co-housing: Membangun Perumahan, Merealisasikan Perumahan Berbasis Mimpi” 2
http://www.cohousing.org/what_is_cohousing
2
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
bangunan yang mendorong adanya kontak sosial disamping adanya ruang-ruang individu. Ruang-ruang sosial tersebut diwujudkan dengan adanya fasilitas-fasilitas yang digunakan bersama, seperti adanya ruang serbaguna yang diantaranya berguna sebagai tempat berkumpul anggota komunitas, tempat bermain anak, perpustakaan, ruang ibadah, gudang, dan parkir mobil guna menghemat lahan. Kebersamaan inilah yang kini mulai jarang terlihat pada masyarakat yang tinggal di perumahan-perumahan di kota besar. Perumahan co-housing biasanya didesain sebagai kumpulan rumah yang mengelilingi sebuah halaman tengah (courtyard ). ). Jumlah keluarga yang dapat membentuk co-housing ini mulai 7 keluarga ke luarga sampai 67 keluarga, namun pada umumnya co-housing yang sudah ada berjumlah 20-40 keluarga. Jumlah ini dirasa yang paling ideal karena masih memungkinkan adanya kontak sosial antar warga. Pada perumahan co-housing ini, tiap warga komunitas harus memiliki kesadaran untuk memelihara fasilitas bersama. Hal ini secara tidak langsung akan menumbuhkan (kembali) sikap gotong royong antar warga. One for all, all for one. Dalam komunitas co-housing ini setiap keputusan yang menyangkut kepentingan komunitas diputuskan melalui sebuah konsensus sebagai dasar pengambilan keputusan bersama.
Gambar 2 Suasana Taman pada Co-housing
Faktor keamanan warga menjadi point penting pada konsep co-housing ini. Faktor keamanan ini menjadi nilai lebih dari konsep ini, salah satu contohnya adalah warga dengan tenang bisa meninggalkan anaknya yang masih kecil untuk dijaga oleh anggota komunitas lainnya. Selain itu, karena pada halaman tengah tidak terdapat mobil yang lalu lalang, maka
3
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
anak-anak juga menjadi lebih aman untuk bermain tanpa khawatir akan gangguan mobil. Faktor keamanan ini juga didukung keberadaan taman di tengah yang secara visual memudahkan pengawasan anggota komunitas terhadap anakanak yang bermain di taman tersebut.
Sejarah Co-housing
Konsep perumahan co-housing ini berawal di Denmark pada tahun 1960an. Konsep ini berkembang pada komunitas yang merasa tidak puas dengan perumahan yang mereka tinggali saat itu karena tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Hingga pada akhirnya Bodil Graae menulis sebuah artikel berjudul "Children Should Have One Hundred Parents” 3. Artikel ini menjadi dasar ‘pergerakan’ sekitar 50 keluarga untuk membentuk sebuah komunitas pada tahun 1967. Komunitas ini lalu mengembangkan perumahan co-housing di Sættedammen. Orang yang mempunyai pengaruh besar di sini adalah Jan Gudmand Høyer yang mendapat inspirasi dari studi arsitekturnya di Harvard dan pada proyek eksperimen co-housing di USA. Di Amerika sendiri, konsep co-housing ini dipopulerkan dan dikembangkan oleh Kathryn McCamant and Charles Durrett pada awal tahun 1980. Dari Amerika, konsep ini mulai merambah ke belahan dunia lain hingga saat ini sudah mencapai ratusan (bahkan ribuan) perumahan berkonsep co-housing muncul di dunia. Negara-negara yang sudah familiar dengan konsep cohousing ini diantaranya Canada, Australia, Sweden, New Zealand, the Netherlands, Germany, France, Belgium, Austria, dan terakhir sedang dikembangkan di Indonesia oleh Komunitas Rumah Bersama.
Prinsip dan karakteristik
Konsep co-housing ini memiliki karakter sebagai berikut 4:
3
Graae, Bodil. "Børn skal have Hundrede Foraeldre", "Politiken" [Copenhagen], 5 April 1967. 4 http://www.cohousing.org/node/35
4
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
1. Proses partisipatif . Calon penghuni terlibat sejak awal
dalam membentuk komunitas, mendesain perumahan serta bentuk komunitas yang sesuai dengan kebutuhan, sampai menjalankan komunitas/perumahan yang telah terbentuk tersebut. Pada beberapa kasus, komunitas cohousing ini dibentuk oleh developer. Peran developer disini sebagai fasilitator yang menampung kebutuhan pada calon penghuni. 2. Desain perumahan harus mendukung kehidupan
berkomunitas. Biasanya berbentuk cluster, bebas kendaraan bermotor dan memudahkan tiap anggota untuk selalu berinteraksi satu sama lainnya. Penerapan pada sisi desain rumah adalah dengan mengomposisikan massa bangunan rumah mengelilingi sebuah open space sehingga setiap rumah memiliki kesamaan view. 3. Adanya fasilitas bersama yang dirancang untuk
digunakan sehari-hari untuk menghemat lahan & pengeluaran. Fasilitas bersama ini biasanya berupa common house yang memiliki dapur bersama, tempat makan, tempat duduk, tempat bermain anak, tempat mencuci. Pada beberapa co-housing, common house ini bahkan dilengkapi dengan workhop, perpustakaan, ruang olahraga, dan ruang tamu. Jika memungkinkan, fasilitas bersama ini juga dapat diwujudkan dalam bentuk playground untuk anak-anak dan kebun.
Gambar 3 Playground untuk anak-anak pada common house
4. Dikelola oleh penghuni , ada pembagian tugas di antara
sesama penghuni untuk mengelola perumahan. Partisipasi warga komunitas ini dapat berupa penyiapan makan bersama dan mengadakan pertemuan rutin membahas permasalahan yang ada.
5
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
Gambar 4 Suasana saat makan bersama
5. Pengambilan keputusan harus dilakukan secara
konsensus, bukan berdasarkan hierarki. 6. Sistem ekonomi tidak komunal , di mana tiap penghuni
mempunyai sumber penghasilannya sendiri yang tidak berasal dari komunitas.
Co-housing sebagai alternatif perumahan informal
Perkembangan konsep perumahan co-housing yang mulai menggeliat di Indonesia bisa dijadikan salah satu alternatif perumahan informal. Jika pemerintah belum dapat memenuhi semua kebutuhan perumahan bagi warganya, maka dengan inisiatif sendiri warga akan tetap dapat memenuhi kebutuhan mereka akan perumahan. Konsep perumahan co-housing ini cukup menjanjikan karena secara kultur masyarakat kita sudah terbiasa dengan kehidupan bersosial seperti ini. Jadi konsep ini dirasa cocok diterapkan di Indonesia. Perumahan berkonsep co-housing ini dapat diklasifikasikan sebagai perumahan informal didasari oleh prinsip dasar perumahan informal yaitu: Freedom to Build, Self determination, Self – help, Locally self governing, dan Autonomous Housing System. Regulator/Pub lic Sector Supplier/ Private Sector
6
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
User/ Popular Sector Plan
Constru ct
Manag e
Gambar 5. Autonomous Housing System
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sesuai dengan prinsip perumahan informal, peran pengguna sangat besar pada semua tahap. Bahkan pengguna juga yang memilih siapa yang akan menjadi tetangganya kelak. Peran pemerintah dalam perumahan co-housing dapat berupa penyediaan sistem pembiayaan perbankan yang sesuai dan sebagai enabler . Enabler disini berarti memfasilitasi masyarakat untuk menyelenggarakan perumahan secara mandiri, menciptakan peluang-peluang perumahan co-housing, merangsang motivasi membangun dari dalam masyarakat, serta membantu komunitas co-housing agar dapat membantu diri mereka sendiri. Di samping peran pemerintah dan peran pengguna, peran sektor swasta sebagai penyedia bangunan juga penting dalam kasus ini. Sektor informal berperan untuk ‘merealisasikan mimpi’ para calon pengguna menjadi fisik bangunan. Dalam beberapa kasus, swasta dapat berperan sebagai developer yang mencari anggota komunitas dan mefasilitasi keinginan para calon anggota hingga perumahan tersebut dibangun. Namun, peran calon penggunalah yang tetap signifikan dalam skema ini. Dalam mewujudkan perumahan berkonsep co-housing ini, ada beberapa kendala diantaranya adalah: 1) Belum menemukan skema pembiayaan bank yang sesuai, 2)Sulitnya mencari calon anggota komunitas yang sesuai, 3)Proses pembentukan dan desain relatif lama karena melibatkan banyak pihak.
Cara pembentukan
Cara pembentukan perumahan berkonsep co-housing ini dapat dijelaskan melalui diagram di bawah ini:
Tahap persiapan
7
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
1. Pembentuka Pembentukan n komunitas. komunitas. Tahap Tahap ini merupak merupakan an tahap yang yang unik dalam perumahan co-housing. Berbeda dengan konsep perumahan lain yang mencari lahan dahulu, konsep co-housing membentuk komunitas dahulu. Hal ini karena memang konsep co-housing adalah berbasis komunitas. Tentunya agar lebih mudah menyamakan visi dan misi, anggota komunitas ini biasanya dicari yang memiliki beberapa kesamaan, seperti kesamaan background ataupun kesamaaan lainnya. 2. Mencari Mencari lahan. lahan. Dari hasil hasil diskusi diskusi dan konsensu konsensus s para anggota komunitas maka dapat ditentukan kriteria lokasi lahan dan selanjutnya dapat segera mencari lahan yang sesuai. 3. Proses desain dengan melibatkan semua calon pengguna.
Pada proses ini peran swasta mulai masuk dengan adanya campur tangan arsitek. Peran arsitek diperlukan di sini karena desain yang diperlukan memerlukan penanganan desain yang ‘serius’. Proses ini diyakini cukup lama karena cukup sulit untuk menyatukan pendapat dari sejumlah orang. 4. Proses Proses pembanguna pembangunan n melibatkan melibatkan pihak pihak swasta swasta yaitu yaitu kontraktor yang dalam pekerjaannya tetap diawasi oleh calon pengguna. 5. Penggunaan Penggunaan dan dan pengelolaan pengelolaan bangu bangunan nan setelah setelah selesai selesai sepenuhnya diserahkan kepada warga komunitas. Pengguna akan memiliki otonomi dalam mengelola lingkungan perumahannya sesuai yang mereka kehendaki bersama. Skema co-housing
8
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
Berikut ini akan dijelaskan gambaran singkat mengenai skema umum perumahan berkonsep co-housing.
Rumah
Taman Rumah
Lahan Parkir Common
Skema ini tentunya fleksibel tergantung dari kebutuhan penggunanya. Misalnya dapat ditambahkan Mesjid atau Chapel sebagai sarana peribadatan. Gambar 6 www.ecocityusa.org/8-loanfu www.ecocityusa.org/8-loanfund.htm nd.htm
Contoh kasus
Komunitas Rumah Bersama
A.
5
Data Komunitas: •
Terdiri dari 9 rumah tangga dengan latar belakang berbeda
•
Terdiri dari 19 orang dewasa dan 7 anak-anak
•
•
Domisili saat ini di Jabotabek Kepemilikan rumah saat ini: 50% milik sendiri, 50% dengan orangtua, kontrak, dan pinjaman
Tahap yang dilakukan dalam usaha pembentukan co-housing: 1. Taha Tahap p per persi siap apan an 2. Tahap penyusuna penyusunan n rencana rencana pengembang pengembangan an 5
rumahbersama.multiply.com 9
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
3. Taha Tahap p des desai ain n 4. Taha Tahap p kons konstr truk uksi si 5. Pind indahan ahan Penjelasan dari masing-masing tahap adalah sebagai berikut: 1. Taha Tahap p Pers Persia iapa pan n a. Membentuk Membentuk komunitas komunitas dengan dengan nama nama Rumah Rumah Bersama pada tanggal 25 November 2007 b. Menyamaka Menyamakan n visi/tuju visi/tujuan an umum umum dan prosedur prosedur pengambilan keputusan c. Menghitung Menghitung kemampuan kemampuan finansial finansial anggota anggota 2. Tahap Tahap Renca Rencana na Penge Pengemb mbang angan an a. Merinci Merinci kebutuhan kebutuhan ruang ruang private private dan dan fasilitas fasilitas bersama b. Mengidenti Mengidentifikas fikasii alternatif alternatif lokasi lokasi (dekat (dekat stasiun stasiun KA Sudimara, Bintaro) c. Mengidenti Mengidentifikas fikasii alternatif alternatif pembiayaan pembiayaan d. Menyusun Menyusun skema skema legal legal berkait berkaitan an dengan dengan bentuk bentuk kepemilikan e. Memilih Memilih bantuan bantuan profesio profesional nal arsitek(n arsitek(namun amun belum belum menemukan lokasi, menjadi tantangan sendiri bagi arsitek). 3. Langka Langkah h taha tahap p desa desain in Dalam tahap desain ini sempat bekerjasama dengan Jurusan Arsitektur Universitas Pelita Harapan, namun karena belum menemukan lahan yang sesuai maka perlu ada evaluasi lanjutan terhadap hasil kerjasama tersebut. Hingga tulisan ini dibuat, melalui website komunitas ini (rumahbersama.multiply.com) (rumahbersama.multiply.com) didapat informasi bahwa dari tanggal didirikannya komunitas ini 25 November 2007 sampai saat ini sudah dilakukan pertemuan 10 kali, yang terakhir adalah
10
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
tanggal 8 November 2009 (hampir 2 tahun). Terlihat disini bahwa dalam tahap awal saja sudah memakan waktu begitu lama. Hal ini dikarenakan banyaknya keinginan yang harus dipenuhi. Apalagi jika melihat latar belakang anggota komunitas ini yang beragam maka akan memerlukan waktu yang lama untuk menyatukan pendapat tersebut. Selain itu, skema pembiayaan tetap menjadi kendala utama disini. Fakta bahwa kemampuan finansial semua anggota tidak sama menjadikan ada anggota yang siap dan ada yang belum siap.
Mosaic Commons Cohousing Sawyer Hill Development Berlin, Massachusetts6,
B.
Co-housing yang terdiri dari 20-35 rumah tangga ini tetap menerapkan prinsip-prinsip co-housing pada lingkungannya. Di bagian tengah terdapat common house sebagai pusat komunitas. Halaman tengah perumahan didesain agar bebas kendaraan untuk membuat lingkungan yang aman bagi anak-anak.
6
http://www.mosaic-commons.org
11
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
Kelebihan dan kekurangan
Perumahan berkonsep co-housing ini memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: Kelebihan: 1. Mendapatk Mendapatkan an hunian hunian yang yang sesuai sesuai dengan dengan kebutuhan kebutuhan penghuninya. 2. Mendukung konsep green environment dengan adanya
sharing fasilitas bersama. 3. Menghemat Menghemat biaya biaya operasion operasional al per rumah rumah tangga tangga karena karena ada fasilitas bersama. 4. Dapat memilih memilih lokasi lokasi yang yang paling sesuai sesuai dengan dengan kebutuhan kebutuhan warganya.
Kekurangan 1. Dibutuhkan waktu yang lama bagi calon penghuni pada
tahap persiapan hingga penempatan. 2. Skema Skema kepemilikan kepemilikan yang yang belum belum lazim untuk untuk fasilit fasilitas as bersama. 3. Belum menemu menemukan kan dukunga dukungan n lembaga lembaga keuangan keuangan untuk untuk skema pembiayaan yang sesuai. 4. Perlu lahan lahan yang yang luas luas untuk untuk menampung menampung seluru seluruh h rumah dan fasilitas bersama
Saran dan kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa cohousing dapat menjadi salah satu alternatif solusi perumahan di
12
Aryo Hendrawan W.K. (0906 651 271)
Indonesia. Hal ini karena sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia yang senang bersosialisasi dan bergotong royong. Bahkan ada pepatah yang mengatakan “makan ngga makan yang penting kumpul”. Selain itu, perumahan dengan konsep cohousing ini juga merupakan jawaban atas perumahan yang sustainable, dilihat dari penggunaan fasilitas bersama yang dapat mengurangi penggunaan material dan penggunaan energi. Hal yang menjadi kendala pada pengadaan rumah co-housing ini terutama adalah waktu yang lama dari proses inisiasi sampai dengan terbangunnya perumahan tersebut. Jalan yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini adalah dengan cara meminta pendampingan dari arsitek profesional yang juga berperan sebagai fasilitator dalam mewujudkan perumahan berkonsep co-housing ini. Pemerintah sebaiknya lebih aktif dalam mendorong timbulnya perumahan jenis ini karena perumahan jenis ini dapat mengurangi beban pemerintah dalam memenuhi kebutuhan perumahan. Peran pemerintah dapat berupa pembuatan kebijakan yang bisa memberi kemudahan terhadap perumahan seperti ini.
13