33
Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI, dan World Food Programme. 2009. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia.
KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA
Makalah
( Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Ekologi Pangan dan Gizi)
Kelas D
Disusun Oleh :
Linda Syahadhatun (132110101035)
Nervian Yustiana (132110101042)
Marga Retta Kurnia B (132110101079)
Endah Azmi (132110101081)
Fitra Malaningsi (132110101136)
Emiliatul M (132110101137)
Avelioni Cahya L (132110101151)
Fahrur Rozzi (132110101168)
Muhammad Khumaidi (132110101171)
Atikah Maulidiana (132110101189)
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul "KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA".
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah ekologi pangan dan gizi. Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan ini kami juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
Ibu Sulistiyani, S.KM., M.Kes. selaku dosen mata kuliah Ekologi Pangan dan Gizi.
Teman-teman mahasiswa yang telah membantu memberikan masukan dalam penyusunan makalah ini.
Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ejaan, penulisan nama atau gelar dan lain-lain, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Suatu hal yang tidak kalah penting adalah kritik, koreksi, dan saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini, selanjutnya senantiasa akan penulis terima dengan tangan terbuka. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Jember,10 Mei 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Makalah 2
BAB 2. TINJUAN PUSTAKA 3
2.1 Definisi Ketahanan Pangan 3
2.2 Sistem Ketahan Pangan 5
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan 9
2.4 Konsep dan Indikator Ketahanan Pangan 12
BAB 3. PEMBAHASAN 15
3.1 Kondisi Ketahanan Pangan Indonesia 15
3.2 Ketahanan Pangan Pada Saat Ini 17
3.3 Kendala dan Tantangan dalam Ketahanan Pangan di Indonesia 19
3.4 Upaya Untuk Mewujudkan Ketahanan Nasionnal 26
BAB 4. PENUTUP 29
4.1 Kesimpulan 29
4.2 Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Di antara kebutuhan yang lainnya, pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup seseorang dapat terjamin. Pangan juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu yang aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau menurut kemampuan mereka untuk membeli. Ketahanan pangan merupakan kondisi yang terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial,dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi, dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang hingga saat ini masih terkenal dengan sebagian besar mata pencaharian penduduknya yaitu sebagai petani atau bercocok tanam. Kondisi ketahanan pangan di Indonesia pada saat ini semakin memburuk, dikarenakan lahan pertanian di Indonesia sudah beralih fungsi dan kualitas para petani untuk mengolah sumber daya alam yang ada mengalami penurun. ketahanan pangan menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia. Selain itu, Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Maka dari permasalahan tersebut keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh performa salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian sinergi antarsektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha), merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.
Kebutuhan pangan akan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesempatan kerja bagi penduduk. Hal itu dikarenakan agar penduduk memperoleh pendapat yang layak untuk mengakses pangan sebagai komponen utama dalam perwujudan ketahanan pangan. Permasalahan utama yang di alami Indonesia saat ini ialah fakta bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediannya. Permintaan yang mengalami peningkatan disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat dan perubahan selera. Sementara itu kapasitas produksi pangan nasional pertumbuhannya tergolong lambat dikarenakan adanya kompetisi pemanfaatan sumber daya, baik dari segi lahan, air, stagnannya pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Ketidakseimbangan antara tingkat pertumbuhan permintaan pangan dan tingkat pertumbuhan produksi pangan nasional tersebut menyebabkan adanya kecenderungan meningkatnya penyediaan pangan nasional yang berasal dari impor.
Tujuan Makalah
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan
Untuk mengetahui bagaimana perubahan ketahanan pangan di Indonesia dari tahun ke tahun
Untuk mengetahui bagaimana ketahanan pangan di Indonesia saat ini
Untuk mengetahui kendala dan tantangan dalam ketahanan pangan di Indonesia
Mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mewujudkan ketahanan nasional.
TINJUAN PUSTAKA
Definisi Ketahanan Pangan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, Ketahanan Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau. Menurut definisi tersebut maka ketahanan pangan sebagai pemenuhan kondisi-kondisi sebagai berikut :
Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaanpangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak,vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari gangguan biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.
Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
Menurut FAO tahun 1992 Ketahanan Pangan adalah situasi di mana semua orang dalam segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman (safe) dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif. Secara umum, ketahanan pangan adalah adanya jaminan bahwa kebutuhan pangan dan gizi setiap penduduk adalah sebagai syarat utama dalam mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan yang tercukupi (SitanggangdanMarbun, 2007).
Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlahyang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik.Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor (LitbangDeptan, 2005).
Berikut adalah kerangka konsep ketahanan pangan internasioal :
Ketahanan pangan merupakan isu stategis yang dicanangkan secara nasional dan merupakan kewajiban negara untuk mewujudkannya. Ketahanan pangan termasuk dalam prioritas nasional pada RPJMN untuk tahun 2010-2014. Ada tiga alasan penting yang melandasi kesepakatan tersebut :
Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi terpenuhinya hak asasi atas pangan setiap penduduk;
Konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas; dan
Ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional. Pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat melaksanakan pembangunan dengan baik sebelum mampu mewujudkan ketahanan pangan terlebih dahulu.
Ketahanan pangan di setiap negara dibangun diatas tiga pilar utama yaitu:
Ketersediaan Pangan, adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau tingkat masyarakat.
Akses Pangan, adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman, dan bantuan pangan maupun kombinasi di antara kelimanya. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas.
Pemanfaatan Pangan,merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi.
Sistem Ketahan Pangan
Secara umum, ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu Kecukupan (sufficiency), akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time) (Baliwaty, 2004). Dengan adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi suatu sistem, yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability and stability), kemudahan memperoleh pangan (food accessibility) dan pemanfaatan pangan.
Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem yang terdiri dari berbagai sub sistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah produksi, stok, impor dan ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dariwaktu ke waktu.
Sementara itu subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar proses peredaran pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan daya akses masyarakat terhadap pangan yang cukup. Surplus pangan tingkat wilayah, belum menjamin kecukupan pangan bagi individu atau masyarakatnya.
Sub sistem konsumsi menyangkut pendidikan masyarakat agar mempunyaipengetahuangizidankesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Konsumsi pangan tanpa memperhatikan asupan zat gizi yang cukup dan berimbang tidak efektif bagi pembentukan manusia yang sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan produktif (Thaha, dkk, 2000).
Apabila ketiga subsistem diatas tidak tercapai, maka ketahanan pangan tidak mungkin terbangun dan akibatnya menimbulkan kerawanan pangan (Suryana, 2003).
Secara rinci penjelasan mengenai sub sistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Sub sistem ketersediaan (food availability) : yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat.
Akses pangan (food access) :
Yaitu kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian atau pun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan.
Penyerapan pangan (food utilization) :
Yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumah tangga atau individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita. (Rielyet.al , 1999).
Stabiltas (stability) :
Merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang terbagi dalam kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity) dan kerawanan pangan sementara (transitory food insecurity). Kerawanan pangan kronis adalah ketidak mampuan untuk memperoleh kebutuhan pangan setiap saat, sedangkan kerawanan pangan sementara adalah kerawanan pangan yang terjadi secara sementara yang diakibatkan karena masalah kekeringan banjir, bencana, maupun konflik sosial. (Maxwell and Frankenberger 1992).
Status gizi (Nutritional status) adalah outcome ketahanan pangan yang merupakan cerminan dari kualitas hidup seseorang. Umumnya satus gizi ini diukur dengan angka harapan hidup, tingkat gizi balita dan kematian bayi.
Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan
Lahan
Menurut Badan Pertanahan Nasional, tiap tahun terjadi konversi lahan sawah sebesar 100.000 ha (termasuk 35.000 hektare lahan beririgasi). Masalah lahan pertanian akibat konversi yang tidak bisa dibendung menjadi tambah serius akibat distribusi lahan yang timpang. Ini ditambah lagi dengan pertumbuhan penduduk di perdesaan akan hanya menambah jumlah petani gurem atau petani yang tidak memiliki lahan sendiri atau dengan lahan yang sangat kecil yang tidak mungkin menghasilkan produksi yang optimal, akan semakin banyak. Lahan pertanian yang semakin terbatas juga akan menaikan harga jual atau sewa lahan, sehingga hanya sedikit petani yang mampu membeli atau menyewanya, dan akibatnya, kepincangan dalam distribusi lahan tambah besar. Selain konversi lahan dan distribusinya yang pincang, tingginya laju degradasi lahan juga merupakan masalah serius. Hasil penghitungan dari Deptan menunjukkan bahwa luas lahan kritis meningkat hingga 2,8 juta ha rata-rata per tahun. Sehingga membuat semakin banyak lahan yang kritis dan semakin berkurang suplai air irigasi. Hal ini disebabkan kerusakan fungsi daerah tangkapan air, untuk memberikan suplai air yang seimbang, baik pada musim kemarau maupun hujan. Saat ini, dari 62 waduk besar dan kecil di seluruh Jawa, hanya 3 yang volume airnya melebihi ambang batas.
Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur pertanian menjadi syarat penting guna mendukung pertanian yang maju. Contohnya di Jepang, survei infrastruktur selalu dilakukan untuk menjamin kelancaran distribusi produk pertanian. Perbaikan infrastruktur di negara maju ini terus dilakukan sehingga tidak menjadi kendala penyaluran produk pertanian, yang berarti juga tidak mengganggu atau mengganggu arus pendapatan ke petani. Irigasi (termasuk waduk sebagai sumber air) merupakan bagian terpenting dari infrastruktur pertanian. Ketersediaan jaringan irigasi yang baik, dalam pengertian tidak hanya kuantitas tetapi juga kualitas, dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian, terutama tanaman pangan, secara signifikan. Jaringan irigasi yang baik akan mendorong peningkatan indeks pertanaman.
Teknologi, keahlian dan wawasan
Ada sejumlah indikator atau semacam proxy untuk mengukur tingkat penguasaan teknologi oleh petani. Salah satunya adalah pemakaian traktor. Sebenarnya, laju pertumbuhan pemakaian traktor untuk semua ukuran, baik yang dua maupun empat ban (diukur dalam tenaga kuda yang tersedia), di Indonesia pernah mengalami suatu peningkatan dari sekitar 7,5% per tahun sebelum era revolusi hijau (pra 1970-an) ke sekitar 14,3% per tahun selama pelaksanaan strategi tersebut. Namun demikian, pemakaian input ini per hektarnya di Indonesia tetap kecil dibandingkan di negara-negara Asia lainnya tersebut; terkecuali China yang kurang lebih sama seperti Indonesia. Hal ini bisa memberi kesan bahwa tingkat mekanisasi dari pertanian Indonesia masih relatif rendah, walaupun pemerintah telah berupaya meningkatkannya selama revolusi hijau. Pemakaian traktor yang tumbuh sangat pesat adalah Vietnam yang laju pertumbuhannya mengalami suatu akselerasi tinggi menjelang pertengahan dekade 90an. Pemerintah sangat menyadari bahwa salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan produktivitas pertanian adalah lewat peningkatan mekanisasi dalam proses produksi dan salah satunya dengan menggantikan tenaga binatang dengan traktor. Di sektor pertanian di India dan Thailand, traktorisasi juga sangat konsisten dengan perluasan lahan irigasi teknis. Maka dapat dikatakan bahwa semakin berpendidikan petani-petani di suatu wilayah semakin banyak penggunaan traktor (dan alat-alat pertanian modern lainnya) di wilayah tersebut, ceteris paribus, faktor-faktor lainnya mendukung. Dalam kata lain, tingkat pengetahuan petani, selain faktor-faktor lain seperti ketersedian dana, merupakan suatu pendorong penting bagi kelancaran atau keberhasilan dari proses modernisasi pertanian.
Energy
Energi sangat penting untuk kegiatan pertanian lewat dua jalur, yakni langsung dan tidak langsung. Jalur langsung adalah energi seperti listrik atau bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya dalam menggunakan traktor. Sedangkan lewat jalur tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik pupuk dan pabrik yang membuat input-input lainnya dan alat-alat transportasi dan komunikasi.
Dana
Penyebab lainnya yang membuat rapuhnya ketahanan pangan di Indonesia adalah keterbatasan dana. Diantara sektor-sektor ekonomi, pertanian yang selalu paling sedikit mendapat kredit dari perbankan (dan juga dana investasi) di Indonesia. Bahkan kekuranganmodal juga menjadi penyebab banyak petani tidak mempunyai mesin giling sendiri. Padahaljika petani punya mesin sendiri, berarti rantai distribusi tambah pendek yang berarti juga kesempatan lebih besar bagi petani untuk mendapatkan lebih banyak penghasilan.
Lingkungan fisik atau iklim
Pertanian, terutama pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan musim kering berkepanjangan, mengingat pertanian pangan di Indonesia masih sangat mengandalkan pada pertanian sawah yang berarti sangat memerlukan air yang tidak sedikit. Dampak langsung dari pemanasan global terhadap pertanian di Indonesia adalah penurunan produktivitas dan tingkat produksi sebagai akibat terganggunya siklus air karena perubahan pola hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim yang mengakibatkan pergeseran waktu, musim, dan pola tanam.
Relasi kerja
Relasi kerja akan menentukan proporsi nisbah ekonomi yang akan dibagi kepada para pelaku ekonomi di pedesaan, dalam kata lain, pola relasi kerja yang ada di sektor pertanian akan sangat menentukan apakah petani akan menikmati atau tidak hasil pertaniannya. Salah satu indikator atau proxy yang dapat digunakan untuk mengukur hasil yang dinikmati oleh petani adalah nilai tukar petani (NTP), yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (IT) terhadap indeks harga yang dibayar petani (IB).
Ketersediaan input lainnya
Keterbatasan pupuk dan harganya yang meningkat terus merupakan hambatan serius bagi pertumbuhan pertanian di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini dilihat dari ketersediaan input lainnya. Walaupun niatnya jelas, namun dalam implementasi di lapangan, pemerintah selama ini kelihatan kurang konsisten dalam usahanya memenuhi pupuk bersubsidi untuk petani agar ketahanan pangan tidak terganggu. Tanpa ketersediaan sarana produksi pertanian, termasuk pupuk dalam jumlah memadai dan dengan kualitas baik dan relatif murah, sulit diharapkan petani, yang pada umumnya miskin, akan mampu meningkatkan produksi komoditas pertanian.
Konsep dan Indikator Ketahanan Pangan
Seringkali ketahanan pangan diidentikkan dengan suatu keadaan dimana pangan tersedia bagi setiap individu dimana saja baik secara fisik, maupun ekonomi. Ada tiga aspek yang menjadi indikator ketahanan pangan suatu wilayah, yaitu sektor ketersediaan pangan, stabilitas ekonomi (harga) pangan, dan akses fisik maupun ekonomi bagi setiap individu untuk mendapatkan pangan. Definisi mengenai ketahanan pangan (food security) memiliki perbedaan dalam tiap konteks waktu dan tempat. Istilah ketahanan pangan sebagai sebuah kebijakan ini pertama kali dikenal pada saat World Food Summit tahun 1974 . Setelah itu, ada banyak sekali perkembangan definisi konseptual maupun teoritis dari ketahanan pangan dan hal-hal yang terkait dengan ketahanan pangan. Diantaranya, Maxwell , mencoba menelusuri perubahan-perubahan definisi tentang ketahanan pangan sejak World Food Summit tahun 1974 hingga pertengahan dekade 1990-an. Menurutnya, perubahan yang terjadi yang menjelaskan mengenai konsep ketahanan pangan, dapat terjadi pada level global, nasional, skala rumah tangga, dan bahkan individu. Perkembangannya terlihat dari perspektif pangan sebagai kebutuhan dasar (food first perspective) hingga pada perspektif penghidupan (livelihood perspective) dan dari indikator-indikator objektif ke persepsi yang lebih subjektif.
Maxwell dan Slatter pun turut menganalisis diskursus mengenai definisi ketahanan pangan tersebut. Mereka menemukan bahwa ketahanan pangan berubah sedemikian cepatnya dari fokus terhadap ketersediaan-penyediaan (supply and availability) keperspektif hak dan akses (entitlements). Sejak tahun 1980-an, diskursus global ketahanan pangan didominasi oleh hak atas pangan (food entitlements), resiko dan kerentanan (vulnerability). Secara formal, setidaknya ada lima organisasi internasional yang memberikan definisi mengenai ketahanan pangan.
Ketahanan pangan harus dilihat sebagai suatu sistem. Dari segi ekonomi, ketahanan pangan terdiri dari tiga subsistem yang saling terkait. Tiga subsistem tersebut, yaitu pasokan, distribusi, dan konsumsi. Dari segi kelembagaan, ketahanan pangan tercapai melalui sinergi antara subsistem individu atau keluarga, subsistem masyarakat, dan subsistem pemerintah. Mekanisme subsistem ini dihubungkan dengan berbagai aspek pembangunan lain seperti pertanian, transportasi, teknologi, sumberdaya alam dan lingkungan, perdagangan, kesehatan, dan pendidikan. Oleh karena itu, ketahanan pangan bukan hanya sekedar pemenuhan produksi makanan, tetapi merupakan persoalan yang lebih kompleks, yang memiliki perspektif pembangunan dan ekonomi politik. Maxwel pun mengemukakan bahwa setidaknya terdapat empat elemen ketahanan pangan berkelanjutan (sustainable food security) di level keluarga, yaitu:
Kecukupan pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan unutk kehidupan yang aktif dan sehat.
Akses atas pangan, yang didefinisikan sebagai hak (entitlements) untuk berproduksi, membeli atau menukarkan pangan ataupun menerima sebagai pemberian.
Ketahanan yang didefinisikan sebagai keseimbangan antara kerentanan, resiko, dan jaminan pengaman sosial.
Fungsi waktu manakala ketahanan pangan dapat bersifat kronis/kritis, transisi, dan/atau siklus. Pencapaian ketahanan pangan pun bisa diukur dengan menggunakan dua indikator yang dirumuskan oleh Maxwell dan Frankenberger , yaitu:
Indikator Proses
Indikator ketersediaan, yaitu indikator yang berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses terhadap sumberdaya alam, praktik pengelolaan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional, dan kerusuhan sosial.
Indikator akses pangan, yaitu indikator yang meliputi sumber pendapatan, akses terhadap kredit modal, dan strategi rumah tangga unutk memenuhi kebutuhan pangan.
Indikator Dampak
Indikator langsung, yaitu konsumsi dan frekuensi pangan.
Indikator tidak langsung, yaitu penyimpangan pangan dan status gizi.
Ketahanan pangan suatu negara sangat erat kaitannya dan berpengaruh besar terhadap sektor produksi yang kemudian berpengaruh pada devisa negara, yang akan dimanfaatkan dalam sektor ekspornya, dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Selain itu, ketahanan pangan pun sangat erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan politik suatu negara, tentang persetujuan kerja sama antar aktor dalam sektor pangan, kebijakan-kebijakan pembangunan, dan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan dalam suatu sistem.
Dalam bidang ekonomi politik, konsep ketahanan pangan diharapkan menjadi suatu solusi kemiskinan. Kemiskinan kini telah menjadi perhatian utama dunia internasional, bisa dibuktikan dari dijadikannya semangat "pemberantasan kemiskinan" sebagai target utama Millenium Development Goals (MDGs).
PEMBAHASAN
Kondisi Ketahanan Pangan Indonesia
Berdasarkan data yang dihimpun dari World Food Programme, diperoleh informasi sebagai berikut:
Ketersediaan Pangan
Hasil pertanian meningkat (laju peningkatan sekitar 3,5% per tahun selama 2004-2007) dan mencapai 4,8% pada tahun 2008. Produksi padi dan jagung meningkat, sedangkan produksi ubi kayu dan ubi jalar relatif stabil.
Namun demikian, beberapa kabupaten di provinsi Papua dan provinsi Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, sebagian provinsi Maluku dan Maluku Utara mengalami kekurangan serealia.
Akses terhadap Pangan
Akses terhadap pangan untuk penduduk miskin merupakan gabungan dari kemiskinan, kurangnya pekerjaan tetap, pendapatan tunai yang rendah dan tidak tetap serta terbatasnya daya beli. Pada tahun 2008, terdapat 34,96 juta orang (15,42%) hidup di bawah garis kemiskinan nasional (US $1,55 PPP). Hampir 64% penduduk miskin tinggal di pedesaan, dan lebih dari 57% total pendudk miskin tinggal di Pulau Jawa.
Sejak tahun 2003, 26 provinsi telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinannya. Akan tetapi, terdapat 5 provinsi yang tingkat kemiskinannya tetap yaitu provinsi Sulawesi Utara, Papua, DKI Jakarta, Sumatera Barat, dan Jawa Barat.Pada tahun 2007, penduduk miskin terkosentrasi di 6 provinsi (Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, Gorontalo, dan NAD).
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2007 mengalami penurunan hampir 2% dibandingkan tahun 2003. Namun penurunan TPT tersebut tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan bervariasi antar wilayah.
Lebih dari 12% dari semua desa di Indonesia tidak memiliki akses jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda empat.
Hampir 10% rumah tangga di Indonesia tidak memiliki akses listrik. Akses listrik yang terbatas (>30%) terdapat di empat provinsi (NTT, Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Barat).
Ketahanan Pangan Pada Saat Ini
Kondisi ketahanan pangan indonesia pada saat ini semakin memburuk, dikarenakan beralih fungsinya lahan pertanian di indonesia. pemerintah indonesia seharusnya lebih sensitif terhadap kondisi ini, bukan hanya permasalahan lahan, seperti yg diposting FAO (Food and Agriculture Organisation), Indonesia berada di level serius dalam indeks kelaparan global. Hal ini diprediksi akan terus memburuk dengan terus bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Di masa depan diprediksi akan terjadi kelangkaan pangan yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti kerusakan lingkungan, konversi lahan, tingginya harga bahan bakar fosil, pemanasan iklim dan lain-lain. Belum lagi adanya Washington Consensus yang kini menjadi boomerang bagi Indonesia. Selama Indonesia masih berkiblat pada Konsensus Washington, selama itu juga Indonesia tidak bisa mandiri secara pangan. Menurut Herry Priyono, Konsensus Washington membuat Rakyat Indonesia tak leluasa bergerak dalam menentukan nasib produktivitas pertaniannya. Maka, tak heran jika ketahanan pangan Indonesia lemah. Tidak heran jika rakyat yang miskin di Indonesia malah semakin miskin dan akan ada banyak yang kehilangan pekerjaan. Akibat Konsensus Washington, liberalisasi pasar akan menguasai cara pasar Indonesia. Akibat Konsensus Washington, privatisasi beberapa perusahaan Negara diberlakukan sebagai jalan untuk mengatasi krisis Negara. Ironis. Menurut situs web resmi Serikat Petani Indonesia, Kedaulatan pangan merupakan prasyarat dari ketahanan pangan (food Security). Mustahil tercipta ketahanan pangan kalau suatu bangsa dan rakyatnya tidak memiliki kedaulatan atas proses produksi dan konsumsi pangannya. Oleh karena itu merupakan suatu keharusan bagi setiap bangsa dan rakyat untuk dapat mempunyai hak dalam menentukan makanan yang dipilihnya dan kebijakan pertanian yang dijalankannya, kapasitas produksi makanan lokal di tingkat lokal dan perdagangan di tingkat wilayah.
Pangan merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Di antara kebutuhan yang lainnya, pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup seseorang dapat terjamin. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dulu hingga sekarang masih terkenal dengan mata pencaharian penduduknya sebagia petani atau bercocok tanam. Luas lahan pertanianpun tidak diragukan lagi. Namun, dewasa ini Indonesia justru menghadapi masalah serius dalam situasi pangan di mana yang menjadi kebutuhan pokok semua orang.
Masalah komoditi pangan utama masyarakat Indonesia adalah karena kelangkaan beras atau nasi. Sebenarnya dulu kelangkaan ini tidak terjadi karena tiap semua daerah di Indonesia tidak mengonsumsi beras. Makanan utama di beberapa daerah di Indonesia juga berbeda-beda. Bahan makanan utama masyarakat Madura dan Nusa Tenggara adalah jagung. Masyarakat Maluku dan Irian Jaya mempunyai makanan utamanya sagu. Dan beras adalah makanan utama untuk masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sualwesi walaupun ada juga yang menjadikan singkong, ubi dan sorgum sebagai bahan makanan utama. Tetapi seluruh hal tersebut berubah total setelah pemerintah orde baru dengan Swasembada Berasnya secara tidak langsung memaksa orang yang bisaa mengkomsumsi bahan makanan non beras untuk mengkonsumsi beras. Yang terjadi selanjurnya adalah muncul lonjakan konsumsi/kebutuhan beras nasional sampai sekarang sehingga memaksa pemerintah untuk impor beras. Padahal jika tiap daerah tetap bertahan dengan makanan utama masing-masing maka tidak akan muncul kelangkaan dan impor bahan makanan pokok beras. Efek lainpun muncul akibat perubahan pola makan masyarakat Indonesia. Keberagaman komoditi pertanian yang menjadi unggulan setiap daerah di Indonesia terlenyapkan demi progran Swasembada Beras. Mungkin sulit untuk mengerem laju penduduk yang terjadi di Indonesia dan juga menambah jumlah lahan pertanian yang ada karena berbagai faktor dan konversi besar-besaran yang terjadi. Namun yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti dari kondisi pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia antara lain adalah langkah strategi penerapan dalam menyelesaikan ketahanan pangan pada total luas lahannya, upaya untukfertilizer/pemupukan dan bibit unggulnya. Luas lahan yang merupakan konversi dari sawah harus diperhatikan masalah tata ruangnya. Sementara itu, pada sistem pemupukannya harus menggunakan bahan organik dan harus diperhatikan formulanya.Selain itu perlu diperhatikan mengenai pengelolaan kualitan serta kuantitas sumber daya manusia dan teknologi untuk kemajuan pengan dan pertanian Indonesia. Teknologi jadi bagian penting dalam pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan. Teknologi memang hanya tools atau alat tetapi perlu dipikirkan bagaimana kita dapat membantu para petani kita dapat meningkatkan kualitas produk-produk mereka. Teknologi perlu diperhatikan mengingat untuk mengimbangi berkurangnya lahan pertanian. Dengan melihat contoh-contoh Negara lain yang belahan sempit namun teknologinya mampu menolong masalah tersebut dapat memberikan motivasi bagi Indonesia. Kualitas para petani perlu juga perhatian untuk mengolah sumber daya alam yang ada. Para petani tersebut perlu diberikan pengetahuan agar mampu memajukan jumlah komoditi pertanian. Seperti contohnya diberikan pelatihan bagi para petani agar mereka dapat memberi perlindungan lebih aman dan efektif tanaman mereka dari serangan hama, penyakit, dan lainnya. Semua upaya untuk menangani permasalahan ketahanan pangan ini harus melibatkan semua pihak. Hal ini dimaksudkan agar seluruh rencana penanganan ini dapat terlaksana dengan baik sehingga tidak ada lagi masalah pangan.
Kendala dan Tantangan dalam Ketahanan Pangan di Indonesia
Penilaian eksternal sangat penting untuk mengevaluasi peluang dan ancaman terhadap ketahanan pangan Indonesia yang dilihat dari faktor-faktor sebagai berikut:
Ekonomi
Sistem Perdagangan Pangan Dunia/Pasar Bebas
Sistem perdagangan pangan dunia yang semakin terbuka atau pasar bebas menyebabkan harga produk pangan di dalam negeri ikut terpengaruh oleh situasi dan kondisi harga internasional. Kondisi pasar bebas tersebut dan berbagai masalah ketersediaan dan distribusi, menyebabkan harga komoditas pangan, terutama pangan strategis seperti beras, kedelai, daging sapi, cabai dan bawang merah menjadi berfluktuasi.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Indonesia adalah negara yang mampu mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi di tingkat 6% saat negara-negara Eropa dan/atau Asia lainnya menderita krisis ekonomi global di tahun 2008. Perekonomian Indonesia saat ini 20 kali lebih besar dari tahun 1994. Indonesia memiliki laju perputaran keuangan tercepat dibandingkan negara-negara anggota ASEAN. Pertumbuhan Indonesia adalah yang terbaik kedua di forum G20. Citra perekonomian Indonesia cukup baik di mata internasional. Namun, yang patut menjadi kekhawatiran adalah laju pertumbuhan tersebut didominasi oleh konsumsi rumah tangga dibandingkan produksi, terutama apabila dikaitkan dengan produksi pangan dalam negeri.
Peningkatan Harga Pangan Global
Dalam publikasi terbaru yang diterbitkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) PBBmengenai "indeks harga makanan", indeks yang mengukur perubahan harga sekeranjang komoditas pangan dunia secara bulanan, secara jelas menunjukkan bahwa harga komoditas tersebut mengalami kenaikan terus-menerus dalam beberapa tahun terakhir di berbagai belahan dunia. Harga pangan dianggap sebagai "tsunami bisu" yang akan mempengaruhi kehidupan jutaan orang, karena tampaknya era makanan murah telah berakhir dan beban dari harga-harga baru ini akan semakin membuat dunia "tenggelam" seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia.
Inflasi pada Hari-hari Besar Keagamaan
Masalah kelangkaan bahan pokok selalu mengancam masyarakat mendekati hari-hari besar keagamaan yang mengakibatkan kenaikan harga pangan di atas rata-rata, seperti yang terjadi pada hari raya Idul Fitri tahun 2013 yakni inflasi mencapai 1,12 % (Data BPS, Agustus 2013). Sumbangan inflasi tertinggi masih pada bahan makanan dengan andil sebesar 0,45 %, dan berefek domino karena mengakibatkan kenaikan hampir seluruh produk, baik pangan (seperti bawang, daging, dan kedelai)maupun non pangan. Inflasi ini dapat disebabkan baik oleh sistem ekonomi yang wajar (demand > suppy), ataupun spekulasi pihak-pihak tertentu.
Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak
Kenaikan harga bahan bakar minyak adalah sumber utama dari kenaikan harga bahan pangan akibat bertambahnya hargapokok produksi yang secara otomatis memberikan multiplier effects pada rantai distribusi, asupan pangan warga miskin pun bisa semakin melorot per harinya.Hal ini menyangkut kebijakan pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak melalui penetapan APBN-P tahun 2013.Oleh karena itu, untuk mencegah adanya dampak negatif kenaikan BBM, pemerintah menyalurkan BLSM.
Fluktuasi Nilai Tukar Mata Uang
Berkurangnya aliran dana dari The Fed kepada sistem pasar uang dunia untuk mendorong kemandirian dari bergantungnya sistem pasar Amerika pada insentif fiskal adalah salah satu sebab terjadinya kenaikan nilai US Dollar terhadap Rupiah. Melemahnya nilai Rupiah disebabkan oleh ditariknya dana-dana segar berupa investasi asing di Indonesia yang menyebabkan jumlah US Dollar yang beredar menipis. Melemahnya nilai Rupiah ini memberikan gejala baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kenaikan harga barang pangan, terutama yang bersumber dari impor.
Berkembangnya Berbagai Bentuk Pasar
Berbagai bentuk pasar di Indonesia yang berkembang selain pasar tradisional, pasar swalayan, dan pasar modern lainnya membuka berbagai jaringan pemasaran terhadap produk-produk pertanian lokal dan menghindari monopoli produsen-produsen tertentu. Sistem ini juga mampu meningkatkan kompetisi dan kualitas bahan pangan.
Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan
Jumlah Penduduk yang Besar
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 di dunia (pada tahun 2010 berjumlah 239,871 juta jiwa) dengan laju pertumbuhan penduduk di kisaran 1,2 atau 1,3%. Indonesia dianalogikan sebagai "negara yang tidak pernah tua" dan dikaruniai kekayaan demografis. Penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 246,5 juta jiwa pada tahun 2015 dan berjumlah 337 juta jiwa di tahun 2050, sehingga upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan tantangan yang harus mendapatkan prioritas untuk kesejahteraan bangsa. Produksi pangan nasional perlu secara signifikan ditingkatkan agar kebutuhan domestik dapat dipenuhi.
Penduduk Di Bawah Garis Kemiskinan
Pada dekade yang lalu, Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya yang berarti untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan garis kemiskinan dunia (US$1 – PPP), sejak tahun 2000 Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan dalam MDGsuntuk mengurangi jumlah penduduk miskin menjadi setengahnya pada tahun 2015 yaitu sebesar 10,3% dari penduduk nasional. Namun, ada 34,96 juta orang (15,42%) yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional (US$1,55 PPP) pada tahun 2008 yang kurang lebih setara dengan angka sebelum krisis pada tahun 1996 (34,01 juta orang). Hampir 64% dari penduduk miskin tinggal di daerah pedesaan. Dan dari seluruh masyarakat miskin tersebut lebih dari 57% tinggal di pulau Jawa. Ketahanan pangan merupakan hal yang harus diperhatikan pemerintah agar kebutuhan masyarakat penduduk di golongan ini dapat tetap terpenuhi.
Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia
Tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang semakin membaik mempengaruhi perubahan pola konsumsinya. Kecenderungan tersebut menjadi gaya hidup dimana masyarakat kelas menengah ke atas sudah tidak bergantung pada nasi sebagai pangan, dan lebih memilih untuk melakukan diversifikasi terhadap kualitas dan kuantitas pangan. Berikut adalah proyeksi pola konsumsi pangan untuk tahun 2014 yang ditampilkan dalam lampiran 1.
Letak Geografis Indonesia
Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan ribuan pulau dan luas daratan sekitar 1.922.570 km persegi memiliki potensi pengembangan lahan pangan yang sangat besar dan sangat banyak wilayah yang belum dieksplorasi dengan baik yang dapat dijadikan potensi sumber keamanan pangan di masa depan. Potensi sumber pangan yang beragam dan letak geografis Indonesia di jalur khatulistiwa menyebabkan Indonesia relatif aman dari dampak global climate change, merupakan opportunity yang tidak boleh dilewatkan.
Citra Indonesia Sebagai Negara Agraris
Citra Indonesia sebagai negara agraris dapat mengembalikan semangat dan ingatan bangsa Indonesia bahwa bangsa ini dikaruniai oleh negeri yang makmur – "gemah ripah loh jinawi" dan pernah dibesarkan dari hasil-hasil pertanian sendiri. Hal itu yang memicu Indonesia untuk optimis melakukan swasembada pangan di tahun 2014, dan berusaha mengikis cap sebagai "negara agraris yang aktif mengimpor pangan", bahkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Tingkat Kesehatan dan Kesadaran Gizi
Secara nasional, sebanyak 21,08 % rumah tangga masih tidak mempunyai akses terhadap air bersih (data tahun 2007) dan 13% perempuan dinyatakan buta huruf. Perbaikan di tingkat kesehatan dan kesadaran gizi terutama untuk perempuan baik dalam memberdayakan sumber pangan maupun gizi keluarga sangat penting untuk membangun kesadaran ketahanan pangan Indonesia.
Menurunnya Tren Profesi di Bidang Pertanian
Meningkatnya lulusan perguruan tinggi Indonesia terutama dari fakultas pertanian tidak sebanding dengan profesi di bidang pertanian yang digeluti. Masyarakat cenderung menilai profesi "petani" sebagai profesi yang tidak bernilai dan tidak menjanjikan. Oleh karena itu, sektor pertanian semakin ditinggalkan dan inovasi di bidang pertanian juga tertinggal. Sektor pertanian Indonesia masih didominasi oleh masyarakat pedesaan, yang mewariskan lahannya secara turun temurun – dan pada suatu kondisi akan tetap berbenturan pada pilihan apakah generasinya akan melanjutkan atau beralih ke jalur lain.
Lemahnya Infrastruktur Pertanian
Kurangnyaakses terhadap infrastruktur menyebabkan "kemiskinan lokal", dimana masyarakat yang tinggal di daerah terisolir atau terpencil dengan kondisi geografis yang sulit dan ketersediaan pasar yang buruk, sehingga kurang memiliki kesempatan ekonomi dan pelayanan jasa yang memadai, serta harus menanggung harga yang lebih besar untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Lemahnya infrastruktur pertanian pasca era otonomi daerah karena pertanian saat ini menjadi kewenangan dari pemerintah daerah.Kajian kebijakan pertanian Indonesia (Review of Agricultural Policies: Indonesia) menyatakan bahwa mendorong penanaman modal swasta berkelanjutan pada sektor pertanian merupakan hal penting untuk mendukung infrastruktur daerah.
Bencana Alam
Bencana alam merupakan salah satu sebab utama kerawanan pangan sementara. Indonesia adalah salah satu negara yang paling rawan terhadap bencana alam di dunia, berdasarkan pada kejadian besar yang didominasikan oleh Center for Research on the Epidemology of Disasters (CRED), Brussel, Belgia. Berdasarkan data dari BNPB terjadi lebih dari 4.500 kejadian bencana alam selama periode tahun 2000-2007 yang telah menyebabkan lebih dari 141.000 orang meninggal dunia. Data bencana alam nasional tersebut memiliki lebih banyak jenis kejadian bencana daripada database CRED dan termasuk kejadian tingkat besar kecilnya bencana yang meliputi angin topan, banjir, kekeringan, letusan gunung berapi, gempa bumi, Tsunami, tanah longsor, abrasi pantai, epidemik, hama tanaman, kebakaran hutan dan pemukiman. Kejadian bencana Tsunami di Aceh pada 2004 telah menyebabkan lebih dari 128.000 orang meninggal serta menyebabkan kerugian yang sangat besar pada sektor ekonomi. Kejadian bencana alam paling sering terjadi di Jawa Tengah, kemudian diikuti oleh Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
Fluktuasi Curah Hujan
Variasi curah hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik global, regional maupun lokal. Faktor global antara lain adalah fenomena El Nino, La Nina, dan Dipole Mode, sedangkan faktor regional antara lain Sirkulasi Monsun, Madden Julian Oscillation (MJO), dan suhu muka laut perairan Indonesia. Sementara itu faktor lokal yang berpengaruh adalah ketinggian tempat, posisi bentangan suatu pulau, sirkulasi angin darat dan angin laut, serta tutupan lahan suatu wilayah.Pengaruh dari iklim yang ekstrim pada musim hujan menyebabkan banjir dan pada musim kemarau menyebabkan kekeringan. Iklim juga dapat menyebabkan perkembangan organisasi pengganggu tanaman secara eksplisit (OPT). Dengan adanya banjir, kekeringan dan OPT dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak sempurna dan mungkin menyebabkan gagal panen. Daerah puso didefinisikan sebagai suatu daerah produksi pangan yang rusak karena disebabkan oleh bencana alam (banjir, kekeringan, longsor) dan penularan hama oleh OPT. Secara nasional kerusakan tanaman padi akibat banjir sebesar 1,17% di tahun 2006 dan 0,82% di tahun 2007. Pada periode yang sama secara nasional kerusakan tanaman padi akibat kekeringan sebesar 0,68% di tahun 2006 dan 0,48% di tahun 2007. Selama periode dua tahun tersebut, Jawa Barat merupakan daerah yang paling banyak mengalami kerusakan.
Deforestasi Hutan
Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversiti yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia dan Australia serta daratan Wallacea. Indonesia memiliki hutan tropis ketiga terluas di dunia sehingga sangat penting peranannya sebagai bagian dari paru-paru bumi serta menstabilisasi iklim global. Luas kawasan hutan Indonesia termasuk perairan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan serta Tata Guna Kesepakatan (TGHK) adalah sebesar 137,09 juta ha. Ketergantungan masyarakat terhadap hutan masih cukup tinggi terutama masyarakat yang berada di dalam dan sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan akan lahan pertanian dan sumber penghidupan lainnya. Perkembangan pembangunan meningkatkan laju deforestasi hutan dimana hutan mulai beralih fungsi akibat adanya isu pembalakan liar dan pembukaan lahan kelapa sawit yang semakin luas sebagai salah satu ancaman dalam keanekaragaman hayati dan ketahanan pangan.
Upaya Untuk Mewujudkan Ketahanan Nasionnal
Beberapa upaya dalam mewujudkan ketahan pangan nasional :
Diversifikasi pangan,
adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras.Sudah umum diketahui bahwa masyrakat Indonesia sangat bergantung pada konsumsi beras sampai pemerintah harus mengimpor beras karena kurang tersediannya beras di Indonesia. Makanan pokok di Indonesia sebenarnya sudah sangat beragam seperti jaging, ketela, ubi, kentang, sagu dll namun yang membuat nya tidak terlaksannya program diserfikasi pangan adalah budaya masyrakat dan mindset masyrakat yang suka makan nasi atau tidak puas jika belum makan nasi. Perlunya pendidikan dan pengatahuan kepada masyrakat untuk membiasakan mengkonsumsi makanan pokok lain selain nasi untuk mendukung ketahanan pangan di Indonesia.
Peningkatan pendapatan berbasis sumberdaya local.
Peningkatan pendapatan ini bertujuan meningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pertanian berbasis sumber daya local. Dalam pengembangan program atau tehnologi pertanian masyrakat perlu turut dilibatkan agar masyrakat misalkan para petani dapat mengembangkan usahanya dari program yang telah didapatkan dan meningkatkan pendapatan mereka juga. Dalam mengembangakan usaha atau produk lokalhasil-hasil pertanian dari petani local perlu diutamakan agar produk petani dapat dimanfaatkan dengan baik dan terdapat kelangsungan penjualan hasil-hasil pertanian local karena sering sekali para petani sulit menjual hasil panen mereka dan kalah dengan produk impor. Kegiatan ini dipusatkan pada daerah asal dengan memanfaatkan sumber daya lokal setempat.Diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan di Indonesia dalam waktu jangka panjang.
Meningkatkan sektor agribisnis dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Peranan agribisnis sektor pertanian misalnya dalam penyediaan bahan pangan. Ketersediaan berbagai ragam dan kualitas pangan dalam jumlah pada waktu dan tempat yang terjangkau masyarakat merupakan prasyarat penting bagi keberhasilan pem-bangunan di Indonesia.Pada dasarnya tidak perlu diragukan lagi, bahwa pembangunan ekonomi yang berbasiskan kepada sektor pertanian (agribisnis), telah memberikan bukti dan dan peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian bangsa, dan tentunya lebih dari itu.
Pengembangan teknologi,
Yaitu dalam meningkatkan efisiensi akan mencakup teknologi pengembangan sarana produksi (pupuk, benih, insektisida), teknologi pengolahan lahan (traktor), teknologi pengendalian hama terpadu (PHT), teknologi pengenlolaan air (irigasi grafitasi, irigasi pompa, efisiensi dan konservasi air), teknologi budidaya (cara tanam, jarak tanam, pemupukan berimbang, pola tanam, pergiliran varietas), dan teknologi pengelolaan hasil. Pengembangan tehnologi ini sangat berguna untuk meningkatkan produksi misalkan pengembangan benih padi baru yang dapat menghasilkan lebih banyak produk beras dari pada produk yang lama serta penggunaan pupuk alami yang lebih aman bagi kesehatan dan dapat mempercepat proses pertumbuhan dari padi itu tersendiri. Pengembanagn tehnologi pengairan dan irigasi juga di perlukan agar pada musim kemarau para petani tidak kekurangan air dan pada musim hujan lahan mereka tidak tergenang banjir yang dapat menyebabkan kegagalan panen.
Pengembangan teknologi pasca panen.
mempunyai peranan penting dalam mengembangkan produk (product development), dimana bahan pangan yang mempunyai nilai tambah rendah dapat diolah menjadi berbagai produk olahan yang bernilai tambah tinggi. Pengembangan tehnologi pasca panen ini sangat penting seperti menciptkan produk-produk makanan pokok baru yang lebih di sukai masyrakat atau produk hasil olahan baru dari makanan yang memiliki nilai jual rendah menjadi produk yang memiliki nilai jual yang tinggi. Pengembangan produk dari jagung,ketela,kentang dan ubi perlu di tingkatkan agar produk tersebut lebih di gemari masyrakat sehingga masyrakat dapat beralih dari beras ke hasil olahan baru karena minat dan ktertarikan mereka tersendiri. Pengemabangan ini juga di butuhkan untuk menambah daya simpan dari suatu produk dengan mengolah terlebih dahulu suatu produk dari produk awal nya menjadi produk lain sehingga hasil panen tidak ada yang terbuang sia-sia karena busuk atau tidak dapat terjual.
Peranan Badan Litbang Pertanian.
Peran badan ini penting dalam meningkatkan produktivitas, peningkatan efisiensi, perbaikan mutu dan peningkatan nilai tambah disektor pertanian. Peran badan litbang disini juga sebagai fasilitator kepada para petani dan mensosialisakan kepada petani tentang pengembangan terbaru produk pertanian. Akademisi juga memiliki peran penting dalam penelitian dan pengembangan produk pertanian oleh karena itu mereka perlu difasilitasi dan didukung agar penemuan mereka dapa t dikembangkan dan diimplementasikan lagi.
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, Ketahanan Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Menurut FAO tahun 1992 Ketahanan Pangan adalah situasi di mana semua orang dalam segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman (safe) dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif. Secara umum, ketahanan pangan adalah adanya jaminan bahwa kebutuhan pangan dan gizi setiap penduduk adalah sebagai syarat utama dalam mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan yang tercukupi (SitanggangdanMarbun, 2007).
Berdasarkan data yang dihimpun dari World Food Programme mengenai ketersediaan pangan diperoleh informasi yaitu hasil pertanian meningkat (laju peningkatan sekitar 3,5% per tahun selama 2004-2007) dan mencapai 4,8% pada tahun 2008. Produksi padi dan jagung meningkat, sedangkan produksi ubi kayu dan ubi jalar relatif stabil. Namun demikian, beberapa kabupaten di provinsi Papua dan provinsi Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, sebagian provinsi Maluku dan Maluku Utara mengalami kekurangan serealia.
Akses terhadapa pangan dipengaruhi oleh kemiskinan, kurangnya pekerjaan tetap, pendapatan tunai yang rendah dan tidak tetap serta terbatasnya daya beli. Pada tahun 2008, terdapat 34,96 juta orang (15,42%) hidup di bawah garis kemiskinan nasional (US $1,55 PPP). Hampir 64% penduduk miskin tinggal di pedesaan, dan lebih dari 57% total pendudk miskin tinggal di Pulau Jawa.
Kondisi ketahanan pangan Indonesia pada saat ini semakin memburuk, dikarenakan beralih fungsinya lahan pertanian di Indonesia. Hal ini diprediksi akan terus memburuk dengan terus bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Di masa depan diprediksi akan terjadi kelangkaan pangan yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti kerusakan lingkungan, konversi lahan, tingginya harga bahan bakar fosil, pemanasan iklim dan lain-lain. Belum lagi adanya Washington Consensus yang kini menjadi boomerang bagi Indonesia. Selama Indonesia masih berkiblat pada Konsensus Washington, selama itu juga Indonesia tidak bisa mandiri secara pangan sebab Konsensus Washington membuat Rakyat Indonesia tak leluasa bergerak dalam menentukan nasib produktivitas pertaniannya.
Faktor utama kendala dan tantangan dalam Ketahanan Pangan di Indonesia yaitu ekonomi yang terdiri dari Sistem Perdagangan Pangan Dunia/Pasar Bebas, Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Peningkatan Harga Pangan Global, Inflasi pada Hari-hari Besar Keagamaan, Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak, Fluktuasi Nilai Tukar Mata Uang, Berkembangnya Berbagai Bentuk Pasar dan faktor utama lainnya yaitu Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan yang terdiri dari Jumlah Penduduk yang Besar, Penduduk Di Bawah Garis Kemiskinan, Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia, Letak Geografis Indonesia, Citra Indonesia Sebagai Negara Agraris, Tingkat Kesehatan dan Kesadaran Gizi, Menurunnya Tren Profesi di Bidang Pertanian, Lemahnya Infrastruktur Pertanian, Bencana Alam, Fluktuasi Curah Hujan, Deforestasi Hutan.
Upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional yaitu dengan cara Diversifikasi pangan, Peningkatan pendapatan berbasis sumberdaya lokal, Meningkatkan sektor agribisnis dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional, Pengembangan teknologi, Pengembangan teknologi pasca panen, Peranan Badan Litbang Pertanian.
Saran
Ketahanan pangan di Indonesia harus ditingkatkan dan dimantapkan karena pangan merupakan salah satu pengukur tingkat kesejahteraan bagi Indonesia, oleh karena itu solusi dan saran dari kelompok kami adalah :
Mengembangkan pangan lokal sebagai pengganti beras yang merupakan kebutuhan pokok.
Petani sebagai jantung dari ketahanan pangan harus mendapat fasilitas dan dukungan dari pemerintah sehingga dapat menghasilkan produk yang kualitas dan kuantitasnya selalu mengalami peningkatan.
Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat harus semakin kondusif sehingga mendukung ketahanan pangan.
Ketahanan pangan harus dimulai dari tingkat rumah tangga sehingga harus dilakukan dari tingkat rumah tangga.
Diharapakan bagi pembaca untuk membiasakan untuk melakukan diversivikasi pangan di lingkungan rumah mereka seperti mengurangi konsumsi beras dan menggantinya dengan makanan pokok lain seperti jagung,ketela,ubi-ubian,roti dll untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia dan tidak terlalu bergantung pada nasi.
DAFTAR PUSTAKA
Baliwati, Yayuk dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya
Khumaidi, M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor : IPB
Tambunan, Tulus. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia.Jakarta : Ghalia Indonesia.
Suhardjo. 1989. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bogor: IPB
http://www.academia.edu/8345749/MAKALAH_KETAHANAN_PANGAN_DI_INDONESIA
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2014/05/18/kondisi-ketahanan-pangan-indonesia-saat-ini-657635.html
http://www.academia.edu/8345927/ANALISIS_STRATEGI_KETAHANAN_PANGAN_INDONESIA_DAN_RENCANA_STRATEGI_SWASEMBADA_BERAS
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=134451&val=5639