OBSERVASI DAN ANALISIS KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI INDUSTRI BENGKEL LAS
DISUSUN OLEH :
Tanty Elnera
(04021481518006)
Indah Oktarita
(04021481518009)
Mithy Putri Gusemi
(04021481518013)
Burman Hedi
(04021481518018)
ALIH PROGRAM 2015 DOSEN PEMBIMBING : PUTRI WIDITA MUHARYANI, S.Kep., Ns., M.Kep
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT. Atas rahmat dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami tidak lupa untuk menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Itusemua karena keterbatasan kami. Untuk itu, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat.
Inderalaya, November 2015
Kelompok
1
DAFTAR ISI
A. KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1 B. DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2 C. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang.................................................................................................. 3 2. Tujuan ............................................................................................................... 4 3. Manfaat ............................................................................................................. 4 D. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ................................................................... 6 2. Indikator-indikator dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja ......................... 7 3. Aspek dan Faktor yang mempengaruhi K3 ...................................................... 7 4. Manajemen K3 ................................................................................................. 8 5. Kecelakaan Kerja.............................................................................................. 9 6. Penyakit Akibat Kerja. ..................................................................................... 10
E. BAB III TINJAUAN LAPANGAN 1. Gambaran lokasi ................................................................................................ 13 2. Kondisi Lingkungan Kerja ................................................................................ 14 3. Program Ergonomi di Bengkel Las .................................................................... 17 4. Penggunaan APD di bengkel las ........................................................................ 23 5. Intervensi yang dilakukan kelompok di bengkel las .......................................... 29 6. BAB IV PENUTUP 1. . Kesimpulan ....................................................................................................... 30 2. . Saran ................................................................................................................. 30 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 31
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan dunia industri di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan industri ini tidak dapat dilepaskan dari peran penting industri pengelasan. Pengelasan adalah penyambungan setempat antara dua buah logam atau lebih dengan memanfaatkan energi panas. Penggunaan pengelasan mulai dari penyambungan pada konstruksi bangunan, perakitan otomotif dan penambangan. Pesatnya industri pengelasan mengakibatkan semakin tingginya dampak resiko pada kesehatan kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja di bengkel las (Widharto, 2007). Industri pengelasan merupakan industri informal yaitu industri yang memiliki pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan maupun penerimaannya serta pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang ditetapkan. Kondisi informal dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih sangat kurang memadai dan juga kurang mendapat perhatian dari instansi terkait. Pekerjaan di industri informal kurang mendapat promosi dan pelayanan kesehatan yag memadai, tidak sesuai rancangan tempat kerja, kurang baiknya prosedur atau pengorganisasian kerja dan kurangnya peralatan pelindung bagi pekerja (Prihantoyo, 2003). Keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. Tujuan 2 tersebut dapat dicapai dengan usaha preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap penyakit-penyakit akibat kerja atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja serta penyakit umum. Kesehatan kerja dapat dicapai secara optimal jika tiga komponen kerja berupa kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja dapat berinteraksi secara baik (Suma’mur, 2009). Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan
kerja.
PAK
sering
dianggap
sebagai
the
silent
killer,tidak saja merugikan pekerja yang tanpa sadar telah mengidap penyakit akibat pekerjaan/lingkungan kerja, melainkan juga mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi serta menurunnya produktivitas. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari, pekerja di berbagai sektor akan terpajan dengan resiko PAK. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya (Suardi, 2005). 3
Kondisi lingkungan kerja yang dapat menyebabkan resiko bahaya merupakan kondisi lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja (K3), proses kerja tidak aman, dan sistem kerja yang semakin komplek dan modern dapat menjadi ancaman tersendiri bagi keselamatan dan kesehatan pekerja (Tarwaka, 2008). Kondisi lingkungan kerja pada industri bengkel las merupakan yang berpotensi menimbulkan dampak resiko terhadap pekerja las, salah satunya adalah cahaya atau sinar yang ditimbulkan oleh proses pengelasan. Organ tubuh yang sangat sensitif dalam menanggapi respon dari sekitarnya terutama dalam menanggapi rangsangan intensitas cahaya yang terlalu lemah atau pun terlalu kuat adalah mata, sehingga sinar tersebut dapat berdampak pada sistem kerja mata. Dampak dari intensitas cahaya dapat mengganggu dan merusak penglihatan mata pada pekerja di bengkel las yang tidak teratur menggunakan alat pelindung diri yang berupa kacamata las. Salah satu kerusakan yang diakibatkan proses pengelasan adalah ketajaman penglihatan (Ilyas, 2004). Pada proses pengelasan sebagian besar para pekerja tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) sepertisarung tangan dan sepatukarena sebagian besar tenaga kerja tidak nyaman memakai sarung tangan dan sepatu, sudah biasa tidak memakai sarung tangan dan
sepatu
saat
melakukan
pengelasan
dan
pekerja
las
merasa
tidak
menimbulkankeluhan.
B. Tujuan 1. Untuk mengurangi biaya pengobatan dan mengetahui cara pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. 2. Untuk mengetahui pentingnya Alat Pelindung Diri 3. Untuk mengetahui masalah kesehatan apa saja akibat kerja
C. Manfaat 1. Bengkel pengelasan dan Tenaga kerja Sebagai informasi dan evaluasi mengenai manfaat penggunaan pemakaian alat pelindung diri,serta dapat melakukan pencegahanuntuk meminimalisir penyakit akibat kerja dari pekerjaan pengelasan.
4
2. Bagi Mahasiswa Mengetahui kondisi yang sebenarnya dilapangan kedisplinan pemakaian alat pelindung diri serta dapat mengaplikasikan teori dan pengalaman belajar yang telah didapatkan selama perkuliahan.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 dalam (Budiono, 2003) menerangkan bahwa keselamatan kerja yang mempunyai ruang lingkup yang berhubungan dengan mesin, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, memberikan perlindungan sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas. Menurut Suma’mur, (1996), keselamatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum. Melihat beberapa uraian di atas mengenai pengertian keselamatan dan pengertian kesehatan kerja di atas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya. Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu keilmuwan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja. Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a. Agar setiap pegawai/tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dankesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, selektif mungkin. c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
6
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai/tenaga kerja. e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. f. Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. g.Agar setiap pegawai/tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
2. Indikator-indikator dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja Budiono dkk (2003) mengemukakan indikator Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), meliputi: a. Faktor manusia/pribadi (personal factor) Faktor manusia disini meliputi, antara lain kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya pengetahuan dan keterampilan/keahlian, dan stress serta motivasi yang tidak cukup. b. Faktor kerja/lingkungan Meliputi, tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, rekayasa, pembelian/pengadaan barang, perawatan, standar-standar kerja dan penyalahgunaan. Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai indikator tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi: faktor lingkungan dan faktor manusia.
3. Aspek-aspek
dan
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Keselamatan
dan
Kesehatan Kerja (K3) Menurut Anoraga (2005) mengemukakan aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi: a. Lingkungan kerja Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan dalam beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja, seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya. b. Alat kerja dan bahan Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-alat kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan kegiatan proses produksi dan disamping itu adalah bahan-bahan utama yang akan dijadikan barang. c. Cara melakukan pekerjaan Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktifitas pekerjaan, 7
misalnya menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat danmematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara mengoperasionalkan mesin. Menurut Budiono dkk (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain: a. Beban kerja Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan. b. Kapasitas kerja Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. c. Lingkungan kerja Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun psikososial. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Aspek dan Faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain lingkungan kerja, alat kerja dan bahan, cara melakukan pekerjaan, beban kerja, kapasitas kerja, dan lingkungan kerja.
4. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen sebagai satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan eksak tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik dari segi perencanaan maupun pengambilan keputusan dan organisasi. Manajemen seharusnya menyadari (Silalahi, 1995): 1. Adanya biaya pencegahan 2. Kerugian akibat kecelakaan menimpa karyawan dan peralatan 3. Antara
biaya
pencegahan
dan
kerugian
akibat
kecelakaan
terdapat
selisih
yangsukarditetapkan 4. Kecelakaan kerja selalu menyangkut manusia, peralatan, dan proses. 5. Manusia merupakan faktor dominan dalam setiap kecelakaan. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting dalam setiap masalah operasional, baik di sektor tradisional maupun sektor modern. Masalah yang terjadi khususnya dalam masyarakat yang sedang beralih dari satu kebiasaan kepada kebiasaan
lain,
perubahan-perubahan
pada
umumnya
menimbulkan
beberapa
permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara cermat dapat membawa berbagai akibat buruk bahkan fatal. Permasalahan yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja memerlukan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja komprehensif antara lain dengan (Simajuntak, 1994): 8
a. Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan secara periodic b. Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja c. Menganalisa dampak kecelakaan kerja bagi pekerja sendiri, bagi pengusaha dan bagi masyarakat pada umumnya. d. Merumuskan saran-saran bagi pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk menghindari kecelakaan kerja. e. Memberikan saran mengenai sistem kompensasi atau santunan bagi mereka yang menderita kecelakaan kerja. f. Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengaman lingkungan kerja, pengukuran tingkat bahaya, serta kampanye menumbuhkan kesadaran dan penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja. Pemerintah mengajak pengusaha dan serikat pekerja untuk menyusun kebijaksanaan dan program yang melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan dari kecelakaan kerja. Pengusaha diwajibkan menyusun sistem pencegahan kecelakaan kerja termasuk identifikasi dan analisis sumber kecelakaan, cara mengurangi akibat kecelakaan, perencanaan dan pemasangan instalasi pengaman, penugasan tenaga khusus dan ahli di bidang keselamatan kerja, melaksanakan inspeksi secara regular, serta menyusun program penyelamatan darurat bila terjadi bencana atau kecelakaan kerja.
5. Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah kecelakaan atau penyakit yang diderita oleh seseorang akibat melakukan suatu pekerjaan atau ditimbulkan oleh lingkungan kerja (Simajuntak, 1994). Terdapat banyak faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja. Kecelakaan dan penyakit kerja dapat terjadi pada saat seseorang mengoperasikan alat kerja atau produksi, antara lain karena: a. Pekerja yang bersangkutan tidak terampil atau tidak mengetahui cara mengoperasikan alat-alat tersebut. b. Pekerja tidak hati-hati, lalai, terlalu lelah atau dalam keadaan sakit. c. Tidak tersedia alat-alat pengaman. d. Alat kerja atau produksi yang digunakan dalam kesedaan tidak baik atau tidak layak pakai lagi. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat pula terjadi karena kondisi dan lingkungan kerja yang tidak aman, misalnya dalam bentuk ledakan, kebakaran, dan kebocoran atau
9
perembesan unsur-unsur kimia berbahaya. Bencana kecelakaan kerja tersebut dapat menimbulkan korban dan kerugian dalam bentuk: a. Pekerja dan atau orang lain meninggal atau luka b. Alat-alat produksi rusak c. Bahan baku dan bahan produksi lainnya rusak d. Bangunan terbakar atau roboh e. Proses produksi terhenti atau terganggu Kecelakaan kerja dapat dikategorikan dalam beberapa akibat yang ditimbulkannya seperti (Simajuntak, 1994): 1. Meninggal dunia, termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan penderita meninggal dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan perawatan sebelumnya. 2. Cacat permanen total adalah cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen tidak mampu lagi melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh, seperti: kedua mata, satu mata dan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas tubuh. 3. Cacat permanen sebagian adalah cacat yang mengakibatkan satu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi. 4. Tidak mampu bekerja sementara, dimaksudkan baik ketika dalam masa pengobatan maupun karena harus beristirahat menunggu kesembuhan, sehingga ada hari-hari kerja hilang dalam arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja produktif. 6. Penyakit Akibat Kerja (PAK) a. Definisi Penyakit Akibat Kerja (PAK) Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artificial atau man made disease. WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja (Depkes RI, 2006): 1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya pneumoconiosis. 2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma bronkhogenik. 3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktorfaktor penyebab lainnya, misalnya bronchitis kronis. 4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma. 10
b. Faktor penyebab penyakit akibat kerja Dalam ruang atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi sebab penyakit akibat kerja, antara lain (Notoatmodjo, 2007): 1. Golongan fisik, seperti:
Suara, yang bisa menyebabkan pekak/tuli.
Radiasi sinar-sinar radioaktif dapat menyebabkan penyakit susunan darah dan kelainan kulit.
Suhu, apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat cramps, atau hyperpyrexia. Sedangkan suhu-suhu yang rendah dapat menimbulkan frostbite, trenchfoot, dan hypothermia.
Tekanan tinggi dapat menyebabkan caisson disease.
Penerangan lampu yang kurang baik misalnya dapat menyebabkan kelainan pada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
2. Golongan kimia (chemis), yaitu:
Debu yang menyebabkan pneumoconioses, diantaranya silicosis, asbestosis, dan lainnya.
Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever, dermatitis atau keracunan.
Gas, misalnya keracunan oleh CO dan H2S.
Larutan yang dapat menyebabkan dermatitis.
Awan atau kabut, misalnya racun serangga, racun jamur dan lainnya yang dapat menimbulkan keracunan.
3. Golongan infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax, brucella, AIDS, dan lainnya. 4. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh keselahan-kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang kurang baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan dan lain-lain yang kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja. 5. Golongan mental-psikologis, yang terlihat misalnya pada hubungan kerja yang tidak baik, atau keadaan pekerjaan yang monoton yang menyebabkan kebosanan.
11
Sedangkan upaya untuk mencegah penyakit akibat kerja ada bermacammacam, yakni:
substitusi,
ventilasi umum, ventilasi keluar setempat,
isolasi, pakaian pelindung,
pemeriksaan kesehatan,
penerangan, dan pendidikan kesehatan.
BAB III TINJAUAN LAPANGAN 12
1. Gambaran lokasi a. Sejarah Pendirian Industri sektor informal yang diteliti yakni usaha Bengkel Las Yakin yang terletak di Indralaya di samping Universitas Sriwijaya. Pemilik dari usaha bengkel las ini bernama bu Tini. Usaha tersebut sudah didirikan sejak bulan september tahun 2007 lalu.Luas tempat kerja tersebut adalah 10 x 6 meter, tidak ada dinding dan hanya ada atap namun terdapat sebuah ruangan kecil dibelakang untuk menyimpan alat-alat las. Usaha ini beroperasi pada pukul 08.00 – 17.00 wib.
b. Tenaga kerja Usaha bengkel las ini memiliki 3 pekerja tetap dengan sistem borongan yaitu pegawai bekerja sesuai borongan yang mereka ambil dan diupah sesuai borongan c. Proses produksi Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, dana, mesin, bahan, prosedur pekerjaan dan pemasaran) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa. Berikut ini adalah proses pembuatannya: 1. Dana Dana yang dikeluarkan untuk usaha ini tidak disebutkan karena ibu tini sudah tidak bisa mengingatnya lagi 2. Mesin
13
Mesin yang digunakan untuk mengelas ialah las listrik dan argon. Namun saat menggunakan mesin tersebut pekerja hanya menggunakan kacamata hitam saat mengelas besi menggunakan las listrik dan memakai welding helmets saat mengelas stainless menggunakan argon. 3. Bahan Bahan yang digunakan ialah besi dan stainless. 4. Proses pembuatan a. Penyediaan bahan Bahan yang dibutuhkan untuk mengelas adalah besi atau stainless. Pencarian dan pemilihan bahan dilakukan sendiri oleh pemilik usaha. Ada beberapa tempat penyediaan bahan yang sudah bekerja sama dengan pemilik usaha. b. Pengelasan Bahan disambung dengan cara dilas yaitu melebur besi ataupun stainless dan dibentuk sesuai dengan pesanan. Pengelasan menggunakan alat las listrik dan argon. c. Pengecatan Setelah bahan dibentuk maka dilakukan lah pengecatan. Pengecatan dilakukan secara manual dan menghabiskan waktu sekitar 45 menit 5. Pemasaran Pemasaran dilakukan di bengkel las tersebut. Pengelasan yang dilakukan sesuai dengan order pembeli. Jadi saat bengkel mendapat order maka pengelasan baru akan dilakukan.
2. Kondisi Lapangan Kerja Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di bengkel las tersebut ialah dapat terlihat kondisi pekerja serta fasilitas kerja masih belum memadai dan belum menerapkan sistem keselamatan kesehatan kerja atau K3. Berbagai alasan yang menyebabkan pengrajin tidak memakai alat pelindung diri seperti panas, akan menyulitkan pekerjaan, repot, risih ataupun tidak memiliki alat – alat pelindung diri. 1. Hazard di bengkel las Potensi bahaya (Hazard) ialah suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan
kecelakaan/kerugian
berupa
cedera,
penyakit,
kerusakan
atau
kemampuan melaksakan fungsi yang telah ditetapkan (P2K3 Depnaker RI, 2000).
14
Bahaya merupakan sumber energi: yakni segala sesuatu yang memiliki potensi untuk menyebabkan cedera pada manusia, kerusakan pada equipment dan lingkungan sekitar (Bakhtiar, 2008). Berdasarkan observasi yang dilakukan, bahaya yang terdapat di bengkel las yang kami amati adalah sebagai berikut : a. Gangguan pernafasan Terdapat beberapa segi negatif dari pekerjaan ”Tukang Las” diantaranya adalah berasal dari faktor zat kimia yang terdiri dari elektroda, asap, debu dan gas. Menurut teori penimbunan debu dalam paru-paru adalah sebagai berikut: Debu ukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh saluran pernafasan bagian atas,debu ukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah pernafasan,debu ukuran 13 mikro ditempatkan dalam permukaan alveoli,debu ukuran 0,1-1 mikron bermasa terlalu kecil sehingga mengikuti gerak brown keluar masuk alveoli. Dari hasil pengamatan kami tidak semua karyawan menggunakan masker sebagai APD, apabila karyawan terpapar secara terus menerus tanpa menggunakan APD akan berakibat gangguan saluran pernafasan seperti batuk kering,sesak nafas,kelelahan umum,BB berkurang dll. b. Dari sisi Ergonomi Bahaya selanjutnya pada tukang las dari sisi ergonomic yaitu para pekerja mengalami sakit punggung karena pada saat bekerja selalu membungkuk, sehingga mengalami sakit punggung. Berdasarkan hasil wawancara, dalam melakukan pekerjaan para pekerja
tidak memiliki jadwal tertentu melainkan berdasarkan
dengan jumlah pesanan, jika jumlah pesanan banyak maka waktu istirahat mereka sedikit bahkan tidak memiliki waktu istirahat. Hal tersebut berakibat pada kondisi tubuh pekerja mudah merasa lelah setelah pekerjaan selesai, hal tersebut juga
15
c. Kebisingan Dari hasil wawancara penulis dengan pekerja. Pada saat bekerja pertama kali, pekerja merasakan kebisingan. Namun seiring waktu hal ini sudah menjadi hal yang biasa bagi pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas pendengaran pekerja berkurang seiring dengan waktu yang telah dihabiskan dalam pekerjaan ini. Efek yang ditimbulkan oleh kebisingan di lingkungan kerja ini selain penurunan intensitas pendengaran, yaitu efek psikologis yang terjadi seperti kehilangan konsentrasi yang dapat mengganggu pekerjaan. Selain itu gangguan komunikasi juga dapat terjadi yang dapat mengganggu kinerja dan keamanan pekerja.Para pekerja tidak memakai APD(aer muft dan aer plug) dengan alasan tidak nyaman. Pengaruh kebisingan secara keseluruhan adalah:
Kerusakan pada indera pendengaran
Gangguan komunikasi dan timbulnya salah pengertian
Pengaruh faal seperti gangguan psikomotor, gangguan tidur dan efek-efek saraf otonom
Efek psikologis
Kelelahan yang patologis
Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya muncul tibatiba dan berat gejalanya.
Psikologis dan emotional fatique
Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis “mekanisme melarikan diri dari kenyataan” pada penderita psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi kerja akan mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.
d. Kebutaan Dari hasil wawancara kami dampak bahaya dari pengelasan selain kebisingan juga menyebabkan kebutaan,karena pekerja pada saat mengelas tidak selalu memakai kaca mata.Para pekerja memakai kaca mata hanya pada saat mereka mengelas listrik saja karena pada saat mengelas listrik percikan api ke mata tajam dan terasa panas.sedangkan pada saat mengelas karbit pekerja sudah biasa tidak memakai kaca mata karena sudah terbiasa dan tidak menghiraukan akan bahaya dari percikan api kemata yang dapat menyebabkan kebutaan.
16
e. Luka bakar Dari hasil observasi kami dampak dari mengelas selain kebisingan dan kebutaan juga bisa mengakibatkan Luka bakar. Area yang sering terkena ialah telapak tangan karena pekerja tidak memakai APD berupa sarung tangan dan area kaki karena tidak menggunakan sepatu yang cocok digunakan untuk mengelas.
3. Program Ergonomi di Bengkel Las Dari hasil pengamatan kami, maka beberapa hal yang menimbulkan
ketidak
ergonomisan dalam lingkungan kerja di bengkel las yaitu ruangan yang sempit yang memicu pekerja bekerja dalam kondisi yang tidak nyaman seperti terpaksa berjongkok, membungkuk, memiringkan badan dan sebagainya. Hal ini selain mempengaruhi fisik pekerja juga mempengaruhi konsentrasi pekerja yang dibutuhkan saat mengelas. Selain itu penyebab lainnya adalah cara kerja yang salah yakni umumnya pekerja las ini hanya mengandalkan insting kenyamanan mereka dan tidak mau ambil repot untuk membentuk prosedur kerja yang benar. Seringkali mereka juga harus membolak-balikkan benda kerja sehingga beban yang mereka tanggung selain ketidak nyamanan kerja akibat posisi kerja juga posisi membawa beban. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah tata letak ruang kerja, menambah alat bantu serta prosedur kerja yang baik dan benar. Contoh : suatu perusahaan kerajinan mengubah cara kerja duduk di lantai dengan bekerja di meja kerja, mengatur tata ruangan menjadi lebih baik, mengadakan ventilasi, menambah penerangan, mengadakan ruang makan, mengorganisasi waktu istirahat, menyelenggarakan pertandingan olahraga, dan lain-lain. Dengan usaha ini, keluhankeluhan tenaga kerja berkurang dan produksi tidak pernah terganggu oleh masalahmasalah ketenagakerjaan. Dengan begitu, produksi dapat mengimbangi perluasan dari pemasaran. 17
1. Penerapan Ergonomi Adapun tujuan penerapan ergonomic adalah sebagai berikut : Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental dengan meniadakan beban kerja tambahan(fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan meningkatkan kepuasan kerja Meningkatkan kesejahteraan social dengan jalan meningkatkan kualitas kontak sesame pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan menghidupkan system kebersamaan dalam tempat kerja. Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik, ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin 2. Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi: Tehnik Fisik Pengalaman psikis Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian Sosiologi Fisiologi, kaitanya dengan temperature tubuh, oxygen up take, dan aktifitas otot Desain, dll 3. Manfaat Ergonomi Menurunnya angka kesakitan akibat kerja. Menurunnya kecelakaan kerja. Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang. Stress akibat kerja berkurang. Produktivitas membaik. Alur kerja bertambah baik. Rasa aman karena bebas dari gangguan cedera. Kepuasan kerja meningkat 4. Metode-metode Ergonomi a. Diagnosis Dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi tempat kerja, penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomi checklist dan pengukuran 18
lingkungan kerja lainnya. variasi akan sangat luas mulai dari yang sederhana sampai kompleks. b. Treathment Dapat dilakukan dengan cara perubahan posisi meubel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai, Membeli furniture sesuai dengan dimensi fisik pekerja c. Follow up Bisa dilakukan dengan cara menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan siku, keletihan, sakit kepala dan lain-lain. 5. Pengembangan penerapan ergonomi a. Pengorganisasian kerja
Semua sikap tubuh membungkuk atau sikap tubuh yang tidak alamiah harus dihindari. Fleksi tubuh atau kepala ke arah samping lebih melelahkan dari sedikit membungkuk ke depan. Sikap tubuh yang disertai paling sedikit kontraksi otot statis dirasakan paling nyaman.
Posisi ekstensi lengan yang terus-menerus baik ke depan, maupun ke samping harus dihindari. Selain menimbulkan kelelahan, posisi lengan seperti itu sangat mengurangi ketepatan kerjadan ketrampilan aktivitas tangan.
Selalu diusahakan agar bekerja dilakukan sambil duduk. Sikap kerja dengan kemungkinan duduk dan berdiri silih berganti juga dianjurkan.
Kedua lengan harus bergerak bersama-sama atau dalam arah yang berlawanan. Bila hanya satu lengan saja yang bergerak terus-menerus, maka otot-otot tubuh yang lainnya akan berkontraksi statis. Gerakan berlawanan memungkinkan pula pengendalian saraf yang lebih cermat terhadap kegiatan pekerjaan tangan.
b. Bangku atau meja kerja
Pembuatan bangku dan meja kerja yang buruk atau mesin sering-sering adalah penyebab kerja otot statis dan posisi tubuh yang tidak alamiah. Maka syarat-syarat bangku kerja yang benar adalah sebagai berikut :
Tinggi area kerja harus sesuai sehingga pekerjaan dapat dilihat dengan mudah dengan jarak optimal dan sikap duduk yang enak. Makin kecil ukuran benda, makin dekat jarak lihat optimal dan makin tinggi area kerja.
19
Pegangan, handel, peralatan dan alat-alat pembantu kerja lainnya harus ditempatkan sedemikian pada meja atau bangku kerja, agar gerakan-gerakan yang paling sering dilakukan dalam keadaan fleksi.
Kerja otot statis dapat dihilangkan atau sangat berkurang dengan pemberian penunjang siku, lengan bagian bawah, atau tangan. Topangan-topangan tersebut harus diberi bahan lembut dan dapat di stel, sehingga sesuai bagi pemakainya.
c. Sikap kerja
Tempat duduk Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga orang yang bekerja dengan sikap duduk mendapatkan kenyamanan dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi darah.
Meja kerja Tinggi permukaan atas meja dibuat setinggi siku dan disesuaikan dengan sikap tubuh pada saat bekerja.
Luas pandangan Daerah pandangan yang jelas bila pekerja berdiri tegak dan diukur dari tinggi mata adalah 0-30° vertical kebawah, dan 0-50° horizontal ke kanan dan ke kiri
d. Proses kerja Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur. e. Tata letak tempat kerja Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada katakata. f.Mengangkat beban Bermacam cara dalam mengangkat beban yakni dengan kepala, bahu, tangan, punggung , dll. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
20
1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan mengangkat dan mengangkut adalah sebagai berikkut :
Beban yang diperkenakan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun dll.
Keterampilan bekerja
Peralatan kerja beserta keamanannya
2.
Cara-cara mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi 2 prinsip kinetis yaitu :
Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang keluar dan sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan
Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan. a. Penerapan :
Pegangan harus tepat
Lengan harus berada sedekatnya pada badan dan dalam posisi lurus
Punggung harus diluruskan
Dagu ditarik segera setelah kepala bisa di tegakkan lagi seperti pada permulaan gerakan
Posisi kaki di buat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi
momentum
yang
terjadi
dalam
posisi
mengangkat
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertical yang melalui pusat grafitas tubuh.
menjinjing beban
21
Tabel 1 beban yang diangkaat tidak melebihi aturan yang ditetapkan Jenis
Umur(th)
kelamin Laki-laki
Wanita
Beban yang disarankan (kg)
16-18
15-20
>18
40
16-18
12-15
>18
15-20
6. Waktu bekerja dan istirahat yang baik bagi pekerja a. Lama bekerja Lamanya pekerja dalam sehari yang baik pada umumnya 6 – 8 jam sisanya untuk istirahat atau kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. Dalam hal lamanya kerja melebihi ketentuan-ketentuan yang ada, perlu diatur istirahat khusus dengan mengadakan organisasi kerja secara khusus pula.pengaturan kerja demikian bertujuan agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani serta rohani dapat dipertahankan. b. Istirahat Terdapat 4 jenis istirahat yaitu :
istirahat secara spontan adalah istirahat pendek setelah pembebanan
istirahat curian terjadi jika beban kerja tidak di imbangi oleh kemampuan kerja.
Istirahat yang ditetapkan adalah istirahat atas dasar ketentuan perundangundangan
Istirahat oleh karena proses kerja tergantung dari bekerjanya mesin peralatan atau prosedur-prosedur kerja
7. Penerangan dan dekorasi Penerangan dan dekorasi yaitu keserasian fungsi mata terhadap pekerjaan dan kegairahan atas dasar faktor kejiwaan.
22
Tabel 2 Pedoman intensitas penerangan Pekerjaan
Contoh-contoh
Tingkat
penerangan
yang perlu Tidak
Penimbunan
teliti
barang
Agak
Pemasangan (tidak
teliti
teliti)
Teliti
Membaca,
80 – 70 lux 170 – 350 lux 350 – 700 lux
menggambar Sangat
Pemasangan(teliti)
700– 10.000 lux
teliti
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri atau APD adalah kelengkapan wajib yang digunakan saat bekerja sesuai dengan bahaya dan resiko untuk menjaga keselamatan tenaga kerja itu sendiri ataupun orang lain di tempat kerja. Pada pekerja bengkel las penggunaan alat pelindung diri sangat perlu untuk di perhatikan. Pekerja hanya sesekali menggunakan alat pelindung diri seperti masker. Sarung tangan, sepatu tidak pernah digunakan oleh pekerja di sebabkan karena repot untuk menggunakannya dan menyulitkan saat bekerja walaupun pekerjaan yang dilakukan sangat beresiko untuk menciderai tubuh mereka khususnya tangan, dan alat pelindung diri untuk kebisingan tidak pernah digunakan karena pekerja tidak memiliki alat untuk digunakan. Penggunaan alat pelindung diri harus diterapkan oleh pekerja karena dengan adanya alat pelindung diri dapat meminimalkan resiko yang akan terjadi pada pekerja. APD adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Upaya mencegah penyakit khususnya pada tenaga kerja dapat dilakukan dengan berbgai cara pengendalian secara teknik, administrasi, dan penggunaan alat pelindung diri. Penggunaan atau pemakaian alat pelindung diri merupakan cara terakhir guna menanggulangi bahaya yang terjadi di tempat kerja. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja untuk mencapai produktifitas kerja yang optimal. Pengendalian secara teknologis terhadap potensi bahaya atau penyakit akibat kerja merupakan pengendalian 23
yang efektif dalam usaha pencegahan kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja. Namun karena berbagai hambatan upaya tersebut belum dapat dilakukan secara optimal. Tujuan penggunaan alat pelindung diri adalah untuk melindungi tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat menyebabkan kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja. Sehingga penggunaan alat pelindung diri bermanfaat bukan hanya untuk tenaga kerja tetapi juga bagi perusahaan. Pemilihan penggunaan alat pelindung diri harus dilakukan secara baik dan bijaksana serta disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada, guna keefektifan alat pelindung diri yang akan digunakan oleh pekerja. Alat pelindung diri yang telah dipilih hendaknya memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya. 2. Berbobot ringan. 3. Dapat dipakai secara fleksibel (tidak membedakan jenis kelamin). 4. Tidak menimbulkan bahaya tambahan. 5. Tidak mudah rusak. 6. Memenuhi standar yang ada. 7. Pemeliharaan mudah. 8. Penggantian suku cadang mudah. 9. Tidak membatasi gerak. 10. Rasa “tidak nyaman” tidak berlebihan (rasa “tidak nyaman” tidak mungkin hilang sama sekali, namun diharapkan masih dalam batas toleransi). 11. Bentuk cukup menarik
Alat pelindung diri untuk pekerja las listrik dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: 1. Alat Pelindung Kepala Alat pelindung kepala digunakan untuk melindungi rambut terjerat oleh mesin yang berputar dan untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur bendatajam atau keras, bahaya kejatuhan benda atau terpukul benda yang melayang, percikan bahan kimia 24
korosif, panas sinar matahari, dan lain sebagainya. Jenis alat pelindung kepala antara lain: a. Topi pelindung
Topi ini digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya kejutan benda, terbentur, terpukul benda keras atau tajam.
b. Tudung kepala
Tudung kepala untuk melindungi kepala dari bahaya terkena atau kontak dengan bahan kimia, api, panas radiasi. Tudung kepala biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan api atau korosi, kulit, dan kain tahan air. c. Penutup Rambut (Hair Cup) atau Pengaman Rambut (Hair Guard)
Digunakan untuk melindungi kepala dan rambut dari kotoran, serta untuk melindungi rambut dari bahaya terjerat mesin yang berputar. Biasanya terbuat dari kain katun.
2.
Alat Pelindung Mata Alat ini digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia korosif, debu dan partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elektromagnetik, panas radiasi sinar matahari.
25
3.
Alat Pelindung Wajah Pekerjaan pengelasan memerlukan alat pelindung wajah yang bergunakan sebagai alat perlindungan untuk mata dan muka dari kemungkinan adanya potensi bahaya yang ditimbulkan. Tameng wajah atau topeng las, alat ini berfungsi untuk melindungi mata dan muka (Alat Pelindung Wajah). Alat ini dapat dipasang pada helm (welding helmet) atau langsung pada kepala, dapat juga dipegang dengan tangan, dan banyak digunakan pada pekerjaan pengelasan. Sinar las yang terang tidak boleh dilihat dengan mata secara langsung sampai jarak 15 meter. Kaca untuk tameng wajah adalah kaca khusus yang dapat mengurangi sinar las tersebut. Manfaat penggunaan tameng wajah atau topeng las yaitu digunakan untuk melindungi wajah dari bahaya sinar las (sinar tampak, sinar ultra violet, inframerah), radiasi panas las serta percikan bunga api las yang tidak dapat dilindungi dengan hanya menggunakan alat pelindung mata saja. Apabila wajah pekerja pengelas tidak dilindungi dengan alat ini maka kulit wajah akan terasa terbakar dan sel kulit wajah akan rusak. Pekerja pengelas perlu memperhatikan beberapa hal dalam memilih tameng wajah (Face Shield) yaitu: (1) Tameng wajah harus mempunyai daya penerus yang tepat terhadap cahaya tampak; (2) Tameng wajah harus mampu menahan cahaya dan sinar yang berbahaya; (3) Tameng wajah harus tahan lama dan mempunyai sifat tidak mudah berubah; (4) Tameng wajah harus memberi rasa nyaman pada pemakai.
26
4.
Alat Pelindung Pernafasan Masker berguna untuk melindungi masuknya debu atau partikel yang lebih besar ke dalam saluran pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran tertentu.
5.
Alat Pelindung Tangan Fungsi alat ini adalah untuk melindungi tangan dan jari tangan dari pejanan api, panas, dingin, radiasi elektromagnetik, sengatan listrik, bahan kimia, benturan, pukulan, tergores, dan terinfeksi. Alat pelindungan tangan biasa disebut dengan sarung tangan.
6.
Alat Pelindung Kaki Alat pelindung kaki atau safety shoes berfungsi melindungi kaki dari tertimpa benda berat, tertuang logam panas, bahan kimia korosif, kemungkinan tersandung, terpeleset dan tergelincir.
27
7.
Pakaian Pelindung Alat pelindung jenis ini digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia, dan lain sebagainya. Pakaian pelindung dapat berbentuk apron yang menutupi sebagian tubuh pemakainya yaitu mulai dari daerah dada sampai lutut, atau juga menutupi seluruh bagian tubuh.
Kaitanya dengan penggunaan atau pemakainan alat pelindung diri terdapat tiga hal penting yang perlu diketahui atau dipertimbangkan sebelumnya, yaitu: (1) Apakah ditempat kerja ditemukan bahaya yang mengharuskan pekerja memakai alat pelindung diri? Bila ya, sejauh manakah tingkat dari bahaya tersebut? Untuk itu perlu identifikasi bahaya melalui pengukuran di tempat kerja dan analisis dilaboratorium; (2) Sejauh mana perlindungan dibutuhkan oleh pekerja atau alat pelindung diri apa yang harus dipakai oleh pekerja?; (3) Bagaimana seseorang dapat menjamin bahwa alat pelindung diri tidak hanya dipakai, tetapi digunakan secara tepat oleh pekerja? Dalam hal ini, masalah kenyamanan dan kepercayaan pekerja terhadap alat pelindung diri yang disediakan oleh perusahaan akan menentukan dipakai tidaknya alat pelindung tersebut.
28
5. Intervensi di Bengkel Las Ditempat kerja bengkel las yang kita amati kemungkinan terdapat beberapa sumber utama Hazard/bahaya potensial yang berhubungan dengan kesehatan pekerja, yaitu perilaku
hidup
pekerja
dan
perilaku
kerja,
lingkungan
kerja,
pekerjaan,serta
pengorganisasian pekerja dan budaya kerja akibat manajemen yang belum terlatih tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sehingga organisasi kerja dan budaya kerja tidak kondusif bagi K3. Apabila kondisi bahaya potensial dari sumber utama tersebut dapat diminimalkan, apalagi dieliminasi, maka pekerja dapat lebih leluasa mewujudkan tanggung jawabnya masing-masing dan untuk melakukan perawatan diri menuju tingkat kesehatan dan kapasitas kerja yang setinggi-tingginya. Intervensi yang dilakukan kelompok kepada pekerja bengkel las yaitu penyuluhan mengenai pentingnya penerapan sistem keselamatan kesehatan kerja berupa penggunaan alat pelidung diri untuk meminimalkan bahaya yang terjadi pada pekerja. Kelompok memberikan intervensi mengenai bahaya – bahaya yang dapat terjadi apabila tidak mengunakan alat pelindung diri, dan manfaat penggunaan alat pelindung diri bagi kesehatan tubuh. Intervensi mengenai manajemen waktu dan posisi duduk yang benar juga diberikan kepada pekerja agar para pekerja juga tetap memelihara kesehatan mereka. Intervensi tersebut dilakukan dengan memberikan penjelasan mengenai posisi mengelas yang baik agar terhindar dari hazard, menjelaskan pentingnya dalam menggunakan APD dalam mengelas, menjelaskan penyebab PAK, menjelaskan PAK apa saja yang akan terjadi akibat tidak menggunakan APD, memberikan leafleat berisi gambar-gambar serta penjelasan singkat tentang APD dan PAK serta posisi yang baik, pemasangan poster mengenai APD, PAK dan posisi yang baik,serta membagikan masker untuk APD saat mengelas kepada para pekerja di bengkel las tersebut.
29
BAB 4 PENUTUP
1. Kesimpulan Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu keilmuwan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja. Dari hasil observasi kelompok hazard di bengkel las meliputi gangguan pernafasan, masalah fisik dari sisi ergonomi, kebisingan, kebutaan, dan luka bakar.
2. Saran a. Bagi pemilik usaha bengkel las dan pekerja
Melakukan identifikasi bahaya secara rutin dan berkala atau pada saat ketika terjadi kecelakaan kerja dan atau apabila ada perubahan dalam poses kegiatan sehingga program pemantauan dan pengawasan serta keselamatan dapat ditingkatkan.
Sebaiknya dalam melakukan identifikasi bahaya tidak hanya melihat dari keselamatan tetapi kesehatan kerja tetap perlu dilakukan identifikasi bahaya.
Tetap dilakukan pemantauan dan pengawasan terhadapa peralatan kerja secara rutin sehingga dapat diketahui peralatan yang dapat dipakai maupun tidak dapat lagi dan dapat segera diperbaiki atau diganti.
Penggunaan APD tetap dilakukan pemantauan agar pencegahan terhadap potensi bahaya dapat dihindari.
b. Bagi mahasiswa Agar mahasiswa lebih memahami keselematan dan kesehatan kerja terutama penerapan K3 untuk pekerja bengkel las guna dapat memberi manfaat saat menjadi perawat professional nanti
30
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar A. 2008. Job Safety Analysis (Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko). PT Upaya Riksa Patra; Jakarta Susanto, Arif. 2006. KEBISINGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAPKESEHATAN DAN LINGKUNGAN. Binary moon: Bandung Welding Guideline – Manitoba Labour Workplace Safety and Health – Juni 2000 Tarwaka, 2008, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja, Surakarta: HARAPAN PRESS. Wahyu Adi Bintoro, 2009, Faktor yang berhubungan dengan Pemakaian Alat Pelindung Muka pada Pengelas di Bengkel Las Listrik Kawasan Barito Kota Semarang, Semarang: Skripsi IKM UNNES. Gempur Santoso, 2004, Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Jakarta: Prestasi Pustaka. Darmini, 2007, Analisis Faktor yang berhubungan terhadap Ketajaman Penglihatan pada Pekerja Bengkel Bagian Pengelasan Karbit, Semarang: Skripsi IKM UNNES. Anisa Melati Farida, 2006, Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Pemakaian Alat Pelindung Masker pada Tenaga Pengelas di Wilayah Karangrejo Kota Semarang, Semarang: Skripsi FKM UNDIP. Albertus Ari Eka P., 2007, Faktor yang berhubungan dengan Pemakaian Alat Pelindung Masker pada Tenaga Pengelas di Wilayah Karangrejo Kota Semarang, Semarang: Skripsi FKM UNDIP.
31