ZAKAT Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Fiqh, Ushl Fiqh, Dosen Pengampu Dr. Asep Sulaiman, M.Pd.
.
Oleh: Kelompok VI
: Ibnu Siri Jawad Mughofar KH
Kelas
(1145010059) (1145010071)
: SPI/1B
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2014
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim, Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah Fiqh, Ushl Fiqh yang berjudul “Zakat” Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, pemimpin para Nabi dan panutan bagi umat Islam di dunia yang beriman dan bertaqwa, begitu juga dengan para keluarga dan sahabat yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang-benderang “Ila Dzulumati Ilannur” serta kepada pengemban risalah mulia yang selalu mengikuti metode serta langkah beliau yang menjadikan “Al-Qur‟an” sebagai pedoman sekaligus sumber hukum. Penyusun sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan, demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga amal kebaikan dan aktivitas yang kita lakukan selalu ada dalam rahmat dan ampunannya, Aamiin.
Bandung, 12 September 2014
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... B. Rumusan Masalah .......................................................................... C. Tujuan . ..........................................................................................
1 2 2
BAB II PEMBAHASAN A. B. C. D. E. F.
Defini Zakat ................................................................................... Sejarah Zakat .................................................................................. Kedudukan Zakat ........................................................................... Macam-Macam Zakat. ................................................................... Kelompok Penerima Zakat. ............................................................ Hikmah Zakat . ...............................................................................
3 4 5 6 9 13
BAB III PENUTUP A. Simpulan ........................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah sebuah sistim yang sempurna dan komprehensif. Dengan Islam, Allah memuliakan manusia, agar dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di muka bumi ini. Allah menyempurnakan kenyamanan kehidupan manusia, pada awalnya dengan memberi petunjuk kepadanya tentang identitas dirinya yang sesungguhnya. Allah mengajarkan kepadanya bahwa ia adalah seorang hamba yang dimiliki oleh Tuhan yang maha Esa dan bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan. Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah. Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan jalan saling tolong menolong antar sesama atas dasar saling menghormati, dan menjaga hak dan kewajiban sesama. Diantara sarana-sarana menuju kebahagian hidup manusia yang diciptakan Allah melalui agama Islam adalah disyariatkannya Zakat. Zakat disyariatkan dalam rangka meluruskan perjalanan manusia agar selaras dengan syarat-syarat menuju kesejahteraan manusia secara pribadi dan kesejahteraan manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Zakat berfungsi menjaga kepemilikan pribadi agar tidak keluar dari timbangan keadilan, dan menjaga jarak kesenjangan sosial yang menjadi biang utama terjadinya gejolak yang berakibat runtuhnya ukhuwah, tertikamnya kehormatan dan robeknya integritas bangsa Polemik zakat memang tidak asing dikalangan masyarakat muslim, zakat sebagai salah satu hukum islam, tepatnya rukun islam yang keempat adalah sangat penting. Ada 82 tempat di dalam Al-Qur‟an yang menyebutkan tentang zakat beriringan dengan shalat. Kedudukan antara zakat dan shalat sering di kaitkan di beberapa ayat di dalam Al-Qur‟an yang menunjukan bahwa zakat dari segi keutamaan hampir sama seperti halnya shalat. Shalat dikatakan sebagai ibadah badaniah dan zakat di katakana sebagai ibadah maliyah yang paling utama.
1
2
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut; a. Apa pengertian zakat? b. Bagaimana sejarah zakat? c. Bagaimana kedudukan zakat? d. Apa macam-macam zakat? e. Kelompok penerima zakat? f. Apa hikmah mengeluarkan zakat?
C. Tujuan Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk: a. Mengetahui pengertian Zakat b. Mengetahui sejarah zakat c. Mengetahui kedudukan zakat d. Mengetahui macam-macam zakat e. Mengetahui hikmah mengeluarkan zakat
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Zakat Zakat adalah kata bahasa Arab “az-zakâh”. Ia adalah masdar dari fi‟il madli “zakâ”, yang berarti bertambah, tumbuh dan berkembang. Ia juga bermakna suci. Dengan makna ini Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (QS. Asy Syams [91]: 9).
Sedangkan arti zakat menurut istilah adalah kadar harta tertentu yang di berikan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat terntentu.1 Dalam pengertian istilah syara‟, zakat mempunyai banyak pemahaman, diantaranya: a.
Menurut Yusuf al-Qardhawi, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
b.
Abdurrahman al-Jaziri berpendapat bahwa zakat adalah penyerahan pemilikan tertentu kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu pula.
c.
Muhammad al-Jarjani dalam bukunya al-Ta’rifat mendefinisikan zakat sebagai suatu kewajiban yang telah ditentukan oleh Allah bagi orangorang Islam untuk mengeluarkan sejumlah harta yag dimiliki.
d.
Wahbah
Zuhaili
dalam
karyanya al-Fiqh
al-Islami
wa
Adillatuhu mendefinisikan dari sudut empat mazhab, yaitu:
1 M Ali Hasan. Masail Fiqhiyah Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan (Jakarta: Rajawali Pers, 1997). Hal. 1
3
4
-
Madzhab Maliki, zakat adalah mengeluarkan sebagian yang tertentu dari harta yang tertentu pula yang sudah mencapai nishab (batas jumlah yang mewajibkan zakat) kepada orang yang berhak menerimanya, manakala kepemilikan itu penuh dan sudah mencapai haul (setahun) selain barang tambang dan pertanian.
-
Madzhab Hanafi, zakat adalah menjadikan kadar tertentu dari harta tertentu pula sebagai hak milik, yang sudah ditentukan oleh pembuat syari‟at senata-mata karena Allah SWT.
-
Madzhab Syafei, zakat adalah nama untuk kadar yang dikeluarkan dari harta atau benda dengan cara-cara tertentu.
-
Madzhab Hambali, memberikan definisi zakat sebagai hak (kadar tertentu) yang diwajibkan untuk dikeluarkan dari harta tertentu untuk golongan yang tertentu dalam waktu tertentu pula.
Dari beberapa pendapat diatas dapat dipahami bahwa zakat adalah penyerahan atau penunaian hak yang wajib yang terdapat di dalam harta untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak seperti tertulis dalam Surat atTaubah ayat 60 yaitu:
(ل
ةب:
ب
Artinya: “Sesungguhnya shadaqah-shadaqah itu, hanyalah untuk orangorang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 60) B. Sejarah Zakat Pada dasarnya, kewajiban zakat bukan khususiah ummat Islam. Zakat telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu. Dalam Islam, pensyariatan zakat
5
dilakukan dalam beberapa fase. Pada periode Mekah, sebenarnya telah turun ayatayat tentang perintah zakat, diantaranya adalah firman Allah:
Artinya: “dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (QS. Al-Ma‟arij: 24-25) Ibnu Hajar Al-„Asqalani mengatakan bahwa mengenai awal turunya perintah zakat terdapat perselisihan pendapat dikalangan ulama. Ibnu Huzaimah dalam shahihnya mengatakan bahwa kewajiban zakat turun sebelum hijrah. Menurut pendapat yang shahih, dan menjadi pendapat mayoritas ulama, pensyariatan zakat terjadi pada tahun ke-8 setelah Rasulullah SAW melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah, sebelum diturunkannya kewajiban puasa ramadhan.
C. Kedudukan Zakat Zakat merupakan salah satu rukun islam yang lima. Zakat juga merupakan salah satu kewajiban yang ada di dalamnya. Zakat di wajibkan di Madinah pada bulan syawal tahun kedua hijriah. Pewajibannya terjadi setelah pewajiban puasa ramadhan. Tetapi, zakat tidak di wajibkan atas para nabi. Pendapat yang terakhir ini disepakati oleh para ulama karena zakat dimaksudkan sebagai penyucian untuk orang-orang yang berdosa, sedangkan para nabi terbebas dari hal demikian. Lagipula, mereka mengemban titipan-titipan Allah; disamping itu mereka tidak memiliki harta, dan tidak di warisi. Dalam Al-Qur‟an, zakat di gandengkan dengan kata “shalat” dalam 82 tempat. Hal ini menunjukan bahwa keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Zakat di wajibkan dalam Al-Qur‟an, Sunnah dan „Ijma ulama. Seperti dalil yang terdapat dalam Al-Qur‟an yang artinya sebagai berikut:
6
“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. (QS. Al-Baqarah: 43)
Dalil-dalil zakat dalam hadits juga sangat banyak, diantaranya adalah sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Islam dibangun di atas lima perkara: Bersaksi tiada Tuhan selan Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, menunaikan haji dan puasa ramadhan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits yang disepakati keshahihannya (al-muttafaq alaih) disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Mu‟adz ketika ia diutus ke Yaman: “Jika mereka taat, maka kabarkanlah bahwa Allah mewajibkan mereka shadaqah yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang faqir mereka”.
Disamping ayat al-Quran dan hadits, kewajiban zakat juga disokong dengan konsensum ulama (ijma‟ . Ulama Islam dalam setiap masa hingga saat ini sepakat akan kewajiban zakat ini. Para sahabatpun sepakat bahwa orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat boleh diperangi.
D. Macam – Macam Zakat Macam-macam zakat secara garis besar ada dua macam yaitu zakat harta benda atau maal dan zakat fitrah. Ulama madzhab sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan zakat kecuali dengan niat: a. Zakat Mal Maal sendiri menurut bahasa berarti harta. Jadi, zakat maal yaitu zakat yang harus dikeluarkan setiap umat muslim terhadap harta yang dimiliki, yang telah memenuhi syarat, haul, dan nishabnya. Dan syaratsyaratnya diantaranya:
7
Pertama, menurut Imamiyah syaratnya adalah baligh dan berakal. Jadi, orang gila dan anak-anak tidak wajib mengeluarkan zakat. Kalau dalam madzhab Syafi‟i, berakal dan baligh tidak menjadi syarat. Bahkan orang gila dan anak-anak, wali mereka harus yang mengeluarkan zakat atas nama mereka.
Kedua, menurut madzhab Syafi‟i, syarat wajib zakat yang kedua adalah muslim.
Ketiga, syarat berikutnya yaitu milik penuh. Disini berarti orang yang mempunyai harta itu menguasai sepenuhnya terhadap harta bendanya, dan dapat mengeluarkan sekehendaknya. Maka harta yang hilang tidak wajib dizakati, juga harta yang dirampas—dibajak dari pemiliknya, sekalipun tetap menjadi miliknya.
Keempat, cukup satu tahun berdasarkan hitungan tahun qomariyah untuk selain biji-bijian, buah-buahan, dan barang-barang tambang.
Kelima, sampai kepada nishab (ketentuan wajib zakat) ketika harus mengeluarkan. Setiap harta yang wajib dizakati jumlah yang harus dikeluarkan berbeda-beda dan keterangan lebih rinci akan dijelaskan nanti.
Keenam, orang yang punya utang, dan dia mempunyai harta yang sudah mencapai nishab. Menurut Imamiyah dan Syafi‟i, jika berhutang maka harus tetap wajib mengeluarkan zakat. Menurut Hambali harus melunasi hutangnya terlebih dahulu. Menurut Maliki, jika berhutang tetapi memiliki emas dan perak maka harus melunasi hutang terlebih dahulu. Dan jika yang dimiliki selain emas dan perak maka tetap wajib zakat. Dan menurut Hanafi, jika berhutang dimana utangnya itu menjadi hak Allah untuk dilakukan oleh seorang manusia dan manusia lain tidak menuntutnya seperti haji dan kifarat-kifaratnya, maka tetap harus berzakat. Tetapi jika berhutangnya itu untuk manusia dan Allah, serta manusia memiliki
8
tuntutan atau tanggung jawab untuk melunasinya, maka tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali zakat tanaman dan buah-buahan.2
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Zakat mal adalah zakat kekayaan yang harus dikeluarkan dalam jangka satu tahun sekali yang sudah memenuhi nishab mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi). Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri.3
b. Zakat Fitrah Zakat fitrah dilihat dari komposisi kalimat yang membentuknya terdiri dari kata “zakat” dan “fitrah”. Zakat secara umum sebagaimana dirumuskan oleh banyak ulama‟ bahwa dia merupakan hak tertentu yang diwajibkan oleh Allah terhadap harta kaum muslimin menurut ukuranukuran tertentu (nishab dan khaul) yang diperuntukkan bagi fakir miskin dan para mustahiq lainnya sebagai tanda syukur atas nikmat Allah swt. Dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya. Dengan kata lain, zakat merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang berkelebihan rizki untuk menyisihkan sebagian dari padanya untuk
diberikan
kepada
saudara-saudara
mereka
yang
sedang
kekurangan. Sabda Rasulullah saw:
َّ ص َد قَتٌ ِكنَ ال َّ صالَ ِة فَهَ َى َز َكا ةٌ َم ْقبُىْ لَتٌ َو َم ْن أَ َّد هَا بَ ْع َد ال َّ َم ْن اَ َّدا هَا قَب َْل ال ث َ صالَ ِة فَهَ َى ِ ص َد قَا Artinya: “Barang siapa membayar fitrah sebelum shalat, maka itu adalah zakat yang makbul, akan tetapi barang siapa membayarnya sesudah shalat Id maka merupakan shadaqah biasa.”
2 M. Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (cet 12; Jakarta: Lentera, 2004) hal 177-
178
3 Dr. Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat : Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal 3
9
Sementara itu, fitrah dapat diartikan dengan suci sebagaimana hadits Rasul “kullu mauludin yuladu ala al fitrah” (setiap anak Adam terlahir dalam keadaan suci) dan bisa juga diartikan juga dengan ciptaan atau asal kejadian manusia.
Dari pengertian di atas dapat ditarik dua pengertian tentang zakat fitrah. Pertama, zakat fitrah adalah zakat untuk kesucian. Artinya, zakat ini dikeluarkan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan atau perilaku yang tidak ada manfaatnya. Kedua, zakat fitrah adalah zakat karena sebab ciptaan. Artinya bahwa zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap orang yang dilahirkan ke dunia ini. Oleh karenanya zakat ini bisa juga disebut dengan zakat badan atau pribadi.
Zakat fitrah ialah zakat pribadi yang harus dikeluarkan pada hari raya fitrah. Seperti hadits Nabi saw: ْ ِصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَ ّم َم َز َكا ةَ ْالف َّ ط ِر طُ ْه َرةً لِل ث َوطُ ْع َمتً لِ ْل َم َسا َ ِض َرسُىْ ُل هللا َ فَ َر ِ َصا ىِ ِم ِمنَ اللَّ ْغ ِى َوال َّر ف ِك ْي ِن Artinya:“Rasulullah
saw.
mewajibkan
zakat
fitrah
guna
menyucikan orang yang berpuasa dari ucapan dan perbuatan yang tidak baik dan guna makanan bagi para miskin.”
E. Kelompok Penerima Zakat Agama Islam memberi petunjuk siapa orang yang pantas dan perlu di bantu dan di perhatikan menurut keadaan yang sebenarnya. Di bawah ini akan di jelaskan orang-orang yang berhak menerima zakat (mutahiqq al-zakat) sesuai petunjuk Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 60 adalah sebagai berikut: a. Orang Fakir (al-Fuqara‟
10
Al-fuqara‟ adalah kelompok pertama yang menerima bagian zakat. Al-fuqara‟ adalah bentuk jama‟ dari kata al-faqir. Al-faqir menurut madzhab syafi‟I dan hambali adalah orang yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Dia tidak memiliki suami, ayah, ibu, dan keturunan yang dapat membiayainya baik untuk membeli pakaian, makanan dan sebagainya. Misalnya, kebutuhannya berjumalah 10 tetapi dia hanya mendapatkan tidak lebih dari 3 , sehingga meskipun dia sehat dia meminta-minta kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal serta pakaianya. b. Orang Miskin (al-Masakin) Al-masakin adalah bentuk jama‟ dari kata al-miskin. Orang miskin ialah orang yang memiliki pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat di pakai untuk memenuhi hajat hidupnya. Orang fakir menurut madzhab syafi‟I dan hambali, lebih sengsara dibandingkan dengan orang miskin. Orang fakir ialah orang yang tidak memiliki harta benda dan tidak memiliki perkerjaan sedangkan orang miskin ialah orang yang memiliki pekerjaan atau mampu bekerja tetapi penghasilannya hanya mampu memenuhi lebih dari sebagian hajat kebutuhannya. (QS. 18:79) c. Panitia Zakat (Al-„Amil Panitia zakat adalah orang yang bekerja memungut zakat. Panitia ini di syaratkan harus memiliki sifat kejujuran dan menguasai hukum zakat. Yang boleh di kategorikan sebagai panitia zakat ialah orang yang di tugasi mengambil zakat sepersepuluh (Al-„asyr ; penulis (al-Katib); pembagi zakat untuk para mustahiqqnya;
penjaga harta yang di
kumpulkan; Al-hasyir; yaitu orang yang di tugasi untuk mengumpulkan pemilik harta kekayaan / orang-orang yang di wajibkan mengeluarkan zakat; al-„arif (orang yang di tugasi menaksir orang yang telah memilik kewajiban untuk zakat); penghitung binatang ternak; tukang takar, tukang tumbang dan pengemabala; dan setiap orang yang menjadi panitia selain ahli hukum (islam) atau al-qadhi, dan penguasa, karena mereka tidak boleh mengambil dari Bayit Almal. Upah menakar dan menimbang dilaksanakan
11
pada saat harta itu hendak di keluarkan zakatnya. Adapun ongkos pembagiannya kepada penerima zakat di bebankan kepada panitia atau al„amil. Bagian yang di berikan kepada para panitia di kategorikan sebagai upah atas kerja yang dilakukannya. Panitia masih tetap di beri bagian zakat, meskipun dia orang kaya. Karena jika hal itu di kategorikan sebagai zakat atau sedekah dia tidak boleh mendapatkannya. d. Mu‟allaf Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain orang-orang yang lemah niatnya untuk masuk islam. Mereka di beri bagian dari zakat agar niat mereka memasuki islam menjadi kuat. Mereka terdiri dari atas dua macam: kafir dan muslim. Kelompok kafir terdiri atas dua bagian. Yaitu orang-orang yang di harapkan kebaikannya bisa muncul, dan orang-orang yang di takuti kejelekannya. Disebutkan bahwa Nabi SAW pernah memberikan sesuatu kepada orang kafir, untuk menundukan hatinya agar mereka mau masuk islam. Di dalam kitab sahih muslim, di sebutkan bahwa Nabi SAW pernah memberi „Alqomah bin „Allatsah harta benda yang di peroleh dari rampasan perang hunayin.4 Adapun mu‟allaf yang sudah muslim boleh di beri bagian zakat, karena kita perlu menarik perhatiian mereka, dengan alasan- alasan berikut; Mereka adalah orang-orang yang lemah niatnya untuk memeluk islam. Kepala suku yang muslim yang di hormati oleh kaumnya. Orang-orang muslim yang bertempat tinggal di wilayah kaum muslim yang berbatasan dengan orang-orang kafir untuk menjaga agar orang-orang kafir tidak memerangi kita. Orang yang memungut zakat dari suatu kaum yang tidak memungkinkan pengiriman pengambil zakat itu sampai kepada mereka,
meskipun
mengeluarkan zakat. 4 Nayl al-awthar. IV, hlm 166
pada
dasarnya
mereka
tidak
enggan
12
e. Para Budak Para budak yang di maksud disini, para budak yang di maksud di sini, menurut jumhur uama, ialah para budaak muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya (al-mukatabun)5. Oleh karena itu sangat di anjurkan untuk memberikan zakat kepada para budak itu agar dapat memerdekakan diri mereka. Syarat pembayaran zakat budak yang di janjikan untuk di merdekakan adalah budak itu harus muslim dan memerlukan bantuan seperti itu f. Orang yang memiliki hutang Mereka adalah orang-orang yang memiliki hutang, baik hutang itu untuk dirinya sendiri maupun bukan. Jika hutang itu di lakukannya untuk kepentingannya sendiri, dia tidak berhak mendapatkan bagian dari zakar kecuali dia adalah seorang yang di anggap fakir. Tetapi, jika utang itu untuk kepentingannya orang banyak yang berada di bawah tanggung jawabnya, untuk menebus denda pembunuhan atau menghilangkan barang orang lain, dia boleh di beri bagian zakat, meskipun sebenarnya dia itu kaya. g. Orang yang berjuang di jalan Allah (Fi Sabilillah) Yang termasuk dalam kelompok ini adalah para pejuang yang berperang di jalan Allah yang tidak di gaji oleh markas komando mereka karena yang mereka lakukan hanyalah berperang. Abu hanifah berpedapat bahwa orang-orang yang berperang di jalan Allah tidak perlu di beri bagian zakat, kecuali jika mereka ialah orang-orang fakir. h. Orang yang sedang dalam perjalanan Orang yang sedang melakukan perjalanan
adalah orang-orang
yang berpergian atau musafir untuk melaksanakan suatu hal yang baik tidak termasuk maksiat. Dia diperkirakan tidak akan mencapai maksud dan tujuannya jika tidak di bantu. Sesuatu yang termasuk perbuatan baik ini 5 Al-mukatab ialah budak yang di Janjikan oleh tuannya yang di merdekakan bila dia telah membayar sejumlah uang.agar mereka dapat merdeka.
13
antara lain, ibadah haji, berperang di jalan Allah, dan ziarah yang di anjurkan. F. Hikmah Zakat Kesenjangan penghasilan rezeki dan mata pencaharian di kalangan manusia merupakan kenyataan yang tidak bisa di pungkiri. Kefarduan zakat merupakan jalan yang paling utama untuk menyelesaikan kesenjangan tersebut. Juga, ia bisa merealisasikan sifat gotong royong dan tanggung jawab sosial di kalangan masyarakat islam. Adapun hikmah zakat itu sebagai berikut: 1. Zakat dapat membiasakan muzakki (pemberi zakat) untuk bersifat dermawan, dan melepaskan dirinya dari sifat-sifat bakhil, apalagi jika ia mampu merasakan manfaatnya, serta menyadari bahwa zakat mampu mengembangkan harta yang dimiliki. 2. Zakat dapat memperkuat jalinan ukhuwah dan mahabbah antara diri muzakki dan orang lain. Jika kepopuleran zakat dapat tergambarkan, hingga setiap muslim sadar diri untuk menunaikannya, maka tergambarkan pula nuansa kasih sayang, kuatnya persatuan, dan teguhnya persaudaraan. 3. Zakat mampu memperkecil jarak kesenjangan sosial, menghilangkan kecemburuan sosial dan meredam tingkat kejahatan. 4. Zakat mampu mengentaskan kemiskinan yang pada akhirnya memperkecil angka pengangguran dan membangkitkan geliat perekonomian. 5. Zakat adalah sarana yang paling manjur dalam mensucikan hati dari sifatsfat dengki, hasud dan dendam, dimana ketiga sifat ini adalah penyakit utama masyarakat yang paling mematikan. Dalam hal ini Allah berfirman: Artinya: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. (QS. At-Taubah: 103)
6. Zakat menghilangkan sifat cinta dunia, yang merupakan sumber segala kesalahan 7. Zakat adalah pelebur dosa dan penyembuh berbagai macam penyakit.
BAB III PENUTUP A. Simpulan Kewajiban zakat adalah keajaiban Islam. Uraian-uraian di atas adalah diantara bukti-bukti akan hal itu. Tidak ada satu pun syariat Islam yang tidak memberikan kesejahteraan kepada umat, tidak terkecuali zakat, disamping ia sebagai modal dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan mendapatkan ridhoNya, yang selanjutnya mendapatkan rahmatNya di Surga. Dari defenisi, sejarah, hukum dan hikmah dan fungsinya, jelas zakat meyakinkan sebuah janji, akan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, terpupuknya
rasa
persatuan,
dan
wujudnya
kesejahteraan
dan
keberuntungan di dunia dan akhirat. Sungguh Allah maha kuasa, maha sempurna dan maha mengetahui atas keadaan hambaNya. Alangkah meruginya mereka yang tidak mau menyadari dan tidak mau melihat keajaiban zakat ini.
14
DAFTAR PUSTAKA Abiadati, Hamumudah, Islam Suatu Kepastian, Jakarta; Media Dakwah 1983. Ashshiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang; PT. Pustaka Rizki Pers, 1987. Hasan, M Ali, Masail Fiqhiyah Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, Jakarta; Rajawali Pers, 1997. Al-Zuhayly, Wahab, Zakat: Kajian Berbagai Madzhab. Bandung; Jalaludin Rakhmat, 1995.