KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
NASKAH PUBLIKASI
GEOKIMIA TANAH UNTUK EKSPLORASI ENDAPAN EMAS EM AS EPITERMAL DALAM WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN PERT AMBANGAN EKSPLORASI PT. ANEKA TAMBANG (Tbk) DI BLOK BL OK SOMPOK, KECAMATAN CIMANGGU, KABUPATEN PANDEGLANG, PROPINSI BANTEN
Disusun oleh : Helmy Gito Raditya 08/268721/TK/34018
YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2013
Geokimia Tanah Untuk Eksplorasi Endapan Emas Epitermal Dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi PT. Aneka Tambang (Tbk) di Blok Sompok, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten 1
HELMY GITO RADITYA DAN ARIFUDIN IDRUS
2
1) Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada;
[email protected] 2) Dosen Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No. 2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281;
[email protected]
Abstract A recent discovery (in 1992) is the low-sulfidation type epithermal gold deposit in the Cibaliung area, about 70 km west of the Bayah Dome Complex (Harijoko et al., 2004). Research area located south of The Cibaliung Project where discovered two shoots quartz veins bearing Au-Ag mineralisation (Cikoneng and Cibitung shoots (Angeles et al., 2002)), therefore it suppose available prospect mineralisation in research area. This research head for detecting soil geochemical’s behavior and dispersion then understanding its prospect and probable mineralization type based on soil geochemical data processing in research area. Univariate and multivariate method used in processing data. Based on the output then characteristic geochemical behavior is spotting or grouping forms borders area inside it and secondary dispersed in surficial environment. Prospect mineralization area characterized by anomaly Au, Ag, and relationship between Au and Ag. Probable type mineralization is low-sulphidation epithermal.
Keywords: epithermal, dispersion, geochemical, anomaly, mineralization 1. Pendahuluan Pada tahun 1992 ditemukan endapan emas baru dengan tipe endapan epitermal sulfidasi rendah (low sulphidation epithermal ) di Cibaliung yang terletak 70 km ke arah barat dari kompleks Bayah Dome (Harijoko et al ., 2004). Baik Bayah Dome dan Cibaliung tersusun oleh andesit basaltik berumur Oligosen-Pleistosen yang diterobos oleh dike dan secara tidak selaras ditumpangi oleh Cibaliung Tuf (Angeles et al ., 2002). Cibaliung terletak pada bagian tengah busur magmatik Neogen SundaBanda (Carlile dan Mitchell, 1994 dalam Angeles et al ., 2002). Keterdapatan mineralisasi endapan emas epitermal di Cibaliung dicirikan oleh keberadaan uraturat kuarsa pembawa bijih emas (Harijoko et al ., 2007). Daerah penelitian terletak tepat di sebelah selatan Proyek Cibaliung di
mana terdapat dua jalur urat kuarsa pembawa mineralisasi Au-Ag (jalur urat Cikoneng dan Cibitung (Angeles et al ., 2002)), sehingga dimungkinkan adanya kemenerusan mineralisasi serupa di daerah penelitian. Penelitian bertujuan untuk mengetahui perilaku dan dispersi geokimia unsur pada tanah di daerah penelitian serta mengetahui daerah prospek dan kemungkinan tipe mineralisasi emas berdasarkan pengolahan data geokimia tanah. Penelitian ini mencakup pengambilan perconto geokimia tanah tersistem dan studi geokimia tanah berdasarkan analisis AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometry) dan ICP mengenai informasi kandungan unsur bijih utama yang bertujuan untuk menentukan daerah prospek mineralisasi emas.
Daerah penelitian meliputi tiga desa dari Kecamatan Cimanggu yaitu Desa Keramat Jaya, Desa Tugu, dan Desa Batuhideung. Kesampaian daerah penelitian dapat diakses menggunakan jalur darat dengan jarak tempuh ± 230 km dari Jakarta (Carlile et al ., 2005) dengan rute Jakarta – Serang – Pandeglang – Cibaliung – Sompok yang membutuhkan waktu kurang lebih 6-7 jam. Berdasarkan pembagian peta dasar rupa bumi skala 1:25.000, daerah penelitian meliputi Lembar Cibaliung (1109-232), Lembar Tamanjaya (1109-213) dan Lembar Cinyurup (1109-214). Luasan daerah penelitian ini mencakup 1.123,5 Ha atau 17,32 % dari luasan keseluruhan IUP Eksplorasi 6.488 Ha. 2. Metode Penelitian 2.1. Tahap Penelitian Penelitian yang dilakukan dengan tujuan mengetahui perilaku dan dispersi geokimia unsur serta mengetahui daerah prospek mineralisasi emas ini melalui tahapan kerja sebagai berikut: 2.1.1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan membaca literatur yang berkaitan dengan topik dan judul penelitian yang diambil meliputi geologi regional Cibaliung, sistem epitermal, dan studi tentang eksplorasi geokimia. 2.1.2. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang didapatkan dari PT. Aneka Tambang (Tbk) yang meliputi data geokimia percontoan tanah, peta geologi faktual dan peta geologi korelasi blok Sompok, peta alterasi hidrotermal faktual blok Sompok, dan koordinat titik pengambilan sampel geokimia tanah. 2.1.3. Pengolahan Data Geokimia Percontoan Tanah
Pengolahan data geokimia percontoan tanah dilakukan dengan pendekatan analisis statistika. Kegiatan analisis statistika ini menerapkan dua metode yang paling umum digunakan dalam geokimia yaitu analisis univariat dan multivariat. Analisis statistik univariat dilakukan dengan program SPSS dan Ms. Excel, sedangkan pengeplotan data untuk peta sebaran unsur tunggal menggunakan program komputer MapInfo. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antar unsur sehingga dapat ditentukan daerah target mineralisasi. Metode yang digunakan dalam analisis multivariat yaitu metode analisis gugus dan analisis faktor. Analisis multivariat menggunakan program komputer SPSS. Pengeplotan data untuk peta geokimia kekerabatan antar unsur menggunakan program komputer MapInfo. 2.1.4. Pembuatan Peta Geokimia Pembuatan peta geokimia berdasarkan hasil pengolahan data geokimia percontoan tanah dan ditampilkan dalam bentuk gradasi diameter dan kontras warna titik sampel dengan menggunakan program komputer MapInfo. Diameter dan warna titik sampel mewakili kisaran dari nilai background dan anomali. Peta geokimia yang dibuat dapat ditampalkan dengan peta alterasi hidrotermal faktual dan peta geologi faktual dengan maksud untuk mempermudah dalam proses analisis dan interpretasi. 2.1.5. Interpretasi Interpretasi terhadap perilaku dan dispersi geokimia unsur pada tanah di daerah penelitian dan penentuan daerah prospek
mineralisasi emas juga mineralisasi lainnya berdasarkan hasil pengolahan data geokimia tanah dengan metode analisis univariat dan multivariat. 2.2. Data Penelitian Data geologi dan geokimia tanah blok Sompok merupakan data sekunder berupa laporan akhir dan hasil analisa laboratorium seluruh conto tanah. Kegiatan pemetaan berupa peta geologi faktual, peta geologi korelasi, dan peta alterasi hidrotermal faktual blok Sompok serta data titik pengambilan sampel tanah dari soil sampling . Kegiatan pemetaan geologi dan alterasi dilakukan dengan skala ketelitian 1:1000 dengan menyusuri semua sungai yang ada di daerah penelitian menggunakan metode tali dan kompas dengan tujuan memastikan penyebaran mineralisasi ke arah lateral maupun interpretasi dan kemungkinan penyebaran vertikalnya. Sedangkan kegiatan soil sampling dilakukan dengan menyusuri semua punggungan yang ada di daerah penelitian menggunakan peralatan bor berjenis hand auger , metode ridge and spurs, jarak antar lintasan berupa punggungan satu dengan punggungan lainnya, dan spasi tiap titik 25 m, dengan tujuan melokalisir indikasi dan ekstensi mineralisasi yang tidak tersingkap dengan prinsip menangkap mobil ion (Au, Ag, Cu, Pb, Zn, As, Sb, dan Hg). Zona yang diambil adalah zona peralihan antara horizon B ke horizon C. Berikut merupakan ulasan dari geologi dan geokimia tanah blok Sompok. 2.2.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Kemiringan lereng pada daerah Sompok berkisar antara 1o-10o, di beberapa tempat memiliki o kemiringan 18 . Berdasarkan kelas lerengnya daerah Sompok termasuk dalam satuan bergelombang lemah denudasional. Penamaan satuan geomorfologi tersebut didasarkan
karena roman muka daerah Sompok didominasi oleh kontrol proses eksogenik yaitu pelapukan dan erosi meskipun roman awal dikontrol oleh struktur (Kurniawan et al., 2013). 2.2.2. Stratigrafi Daerah Penelitian Kurniawan et al . (2013) di dalam laporannya membagi blok Sompok ke dalam 7 (tujuh) satuan batuan secara berurutan dari tua ke muda yaitu andesit afanitik (merah), tuf litik (pink), andesit porfiritik (merah tua), breksi andesit (coklat), batugamping (biru), tuf kristal (pink pudar), dan batupasir (kuning). Ketujuh satuan batuan tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Peta geologi korelasi blok Sompok.
2.2.3. Struktur Geologi Daerah Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, interpretasi SRTM, dan peta geologi regional, daerah
Sompok dikontrol oleh sesar utama berarah baratlaut-tenggara dan sesar penyertanya berarah timurlaut-baratdaya (lihat gambar 2). Pola kemenerusan sungaisungai di blok Sompok pada umumnya dikontrol oleh sesar utama yang berarah baratlauttenggara terutama pada bagian utara blok. Sesar tersebut memiliki orientasi sama dengan sesar Citeluk yang mengontrol mineralisasi vein CikonengCibitung (Kurniawan et al., 2013).
daerah penelitian didominasi oleh alterasi propilitik. Selain itu alterasi propilitik juga terdapat di tenggara dan baratdaya daerah penelitian. Sedangkan bagian selatan tidak dijumpai alterasi tersebut. Alterasi propilitik ditandai dengan munculnya mineral klorit pada andesit porfiritik, andesit afanitik, tuf litik, dan tuf kristal. Sementara itu, alterasi argilik pada peta alterasi hidrotermal faktual blok Sompok (gambar 2) hanya terlihat pada daerah utara penelitian dan terletak di antara alterasi propilitik. Alterasi ini ditandai dengan munculnya illit-smektit pada batuan tuf litik dan andesit afanitik.
Gambar 2. Peta geologi faktual blok Sompok.
2.2.4. Alterasi dan Mineralisasi Daerah Penelitian Menurut Kurniawan et al. (2013), alterasi yang berkembang di daerah penelitian didominasi oleh alterasi argilik dan propilitik. Sebagaimana yang tergambar pada peta alterasi hidrotermal faktual blok Sompok (gambar 2) sebagian besar bagian utara sampai tengah
Gambar 3. Peta alterasi hidrotermal faktual blok Sompok.
Mineralisasi yang ada dalam blok Sompok dapat diamati pada prospek Sompok serta daerah lainnya di dalam blok Sompok
yang ditandai dengan munculnya mineral sulfida (pirit), vein kuarsa, veinlet kuarsa; kalsit, float-float kuarsa dan float-float silisifikasi. Mineral pirit muncul pada batuan teralterasi argilik dan propilitik baik tersebar merata 0,5-1 % ataupun mengisi rekahan. 2.2.5. Geokimia Daerah Penelitian 2.2.5.1. Univariat Kandungan unsur Au dalam endapan mempunyai kisaran antara <5-80 ppb, nilai rata-rata aritmatiknya 2,57 ppb, median 1 ppb, dan simpangan bakunya 4,95 ppb. Hasil penormalan data menunjukkan rata-rata logaritmik 0,933, median 0,935, dan simpangan baku 0,094. Berdasarkan analisis data yang terdistribusi normal maka titik dengan nilai unsur Au yang lebih besar dari 16,41 ppb merupakan anomali 1 ( probable anomalous). Selanjutnya, titik dengan nilai antara 13,21-16,41 ppb dianggap sebagai nilai anomali 2 ( possible anomalous) dan nilai antara 10,64-13,21 ppb dianggap sebagai nilai anomali 3. Nilai 10,64 ppb merupakan nilai background sehingga nilai yang kurang dari 10,64 ppb dianggap tidak mengalami gangguan. 2.2.5.2. Multivariat Pada analisis multivariat diperoleh keterkaitan antar variabel- variabel atau unsurunsur melalaui analisis faktor dan gugus. Berdasarkan analisis gugus pengelompokan unsur terbagi menjadi tiga yaitu kelompok Au-Hg-Sb-Ag-PbAs, Pb-Cu, dan Zn. Sedangkan dengan analisis faktor didapatkan 4 komponen kekerabatan unsur. Komponen 1 yaitu unsur dengan nilai
terbesar yang mendekati 1 terdiri unsur Pb-As-Sb-Hg, komponen 2 yaitu unsur dengan nilai terbesar yang mendekati 1 terdiri atas unsur Au-Ag. Kemudian, pada komponen 3 variabel atau unsur dengan nilai terbesar yang mendekati 1 adalah unsur Cu dan komponen 4 variabel atau unsur dengan nilai terbesar yang mendekati 1 ialah Zn. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Univariat Titik-titik sampel dengan kadar unsur Au tinggi diwakili oleh titik-titk sampel yang termasuk dalam kelas anomali 1, 2, dan 3 yang bersifat menyebar ( spotting ) hampir merata di seluruh bagian daerah penelitian. Namun di bagian timurlaut, tengah, dan tenggara daerah penelitian titik-titik sampel yang termasuk dalam nilai anomali berkelompok sehingga dapat dibuat suatu batasan area. Distribusi titiktitik sampel dengan nilai kadar unsur Au yang termasuk kelas anomali sebagian besar berkelompok di bagian bagian timurlaut, tengah, dan tenggara daerah penelitian. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses dispersi unsur Au bersifat dispersi sekunder di mana proses tersebut dipengaruhi oleh faktor mekanis dan lingkungan geokimianya. Meski adanya pengaruh air permukaan yang intensif namun mengingat unsur Au mempunyai mobilitas sedang pada lingkungan oksidasi dan terendapkan sebagai endapan residu, maka pola dispersinya akan cenderung tersebar tidak jauh dari sumbernya. Dengan demikian adanya ekspresi anomali di permukaan diduga berhubungan dengan adanya mineralisasi pada singkapan tubuh batuan teralterasi yang dijumpai pada saat pemetaan di dinding dan dasar sungai. Singkapan batuan teralterasi tersebut diduga terdapat kemenerusannya sampai bawah punggungan. Mineralisasi Au terutama
terjadi pada urat kuarsa dan veinlet kuarsa termineralisasi. Hal itu dibuktikan adanya float-float urat kuarsa sampai berukuran bongkah yang menandakan float-float urat kuarsa tersebut tidak jauh dari sumbernya. Selain itu, adanya kelompok-kelompok anomali ini diduga akibat pengaruh kelurusan mineralisasi pada vein cikoneng-cibitung yang terletak di utara daerah penelitian. Adanya anomali unsur Au merupakan penunjuk dalam prospeksi mineralisasi Au mengingat unsur Au merupakan unsur target dalam kegiatan eksplorasi ini. Sehingga kemungkinan adanya anomali Au di tempat tersebut bisa jadi semakin dekat dengan tubuh bijih. 3.2. Multivariat Kekerabatan unsur komponen 2 mengelompok di tengah daerah penelitian di mana hal tersebut menunjukkan perbedaan dengan sebaran unsur tunggalnya salah satunya yang ditandai oleh pola dispersi unsur Au yang cenderung tersebar membentuk kelompok kecil ( spotted ) daerah anomali. Adanya pola hubungan positif unsur Au dan Ag ditafsirkan dengan adanya mineralisasi logam mulia. Pada umumnya unsur Au dan Ag pada endapan epitermal sebagai endapan primer yang akan terbentuk bersama-sama. Walaupun keduanya tertransport bersama-sama sebagai bisulfida kompleks namun unsur Au dan Ag terendapkan pada lingkungan yang berbeda. Unsur Ag terendapkan lebih dahulu pada saat fluida kehilangan volatil akibat peristiwa boiling . Sementara itu, unsur Au akan terendapkan sesaat setelah unsur Ag pada bagian atas tempat terjadinya percampuran antara air magmatik dengan air meteorik yang mengakibatkan penurunan pH dan temperatur fluida. Adanya pengaruh dari lingkungan sekunder dapat menyebabkan terjadinya pencucian atau pengkayaan terhadap unsur-unsur menyebabkan kekerabatan unsur Au dan Ag agak lemah. 3.3. Daerah prospek mineralisasi
Seperti yang nampak pada gambar 4, area prospek 1 merupakan area prospek utama yang ditentukan berdasarkan interpolasi kadar unsur Au sebagai unsur target di atas 10 ppb dengan kadar unsur As sebagai pathfinder element di atas 116 ppm. Kedua nilai tersebut masingmasing merupakan batas ambang terbawah dari unsur Au dan As. Interpolasi dilakukan dengan perangkat lunak MapInfo menghasilkan area yang digambarkan dengan warna merah. Area tersebut merupakan area prospek yang diduga terdapat mineralisasi emas berdasarkan keterdapatan unsur As sebagai pathfinder element . Selain itu juga, keberadaan sesar yang ada di sebelah tenggara area hasil interpolasi bisa menjadi jalur fluida hidtrotermal sehingga kemungkinan adanya mineralisasi di sekitar zona sesar tersebut yang belum tersingkap. Area prospek 2 merupakan area prospek mineralisasi kedua yang berada di bagian timurlaut daerah penelitian tepatnya berada di utara desa Keramat Jaya. Area prospek 2 ini ditentukan berdasarkan peta anomali geokimia unsur Au yang menunjukkan adanya titik-titik sampel dengan kadar Au tinggi berkelompok yang membentuk batasan area anomali dan juga didukung dengan keterdapatan zona alterasi yang berada di sungai. Diduga kemenerusan alterasi tersebut sampai pada bawah punggungan karena singkapan batuan teralterasi selain berada di dasar juga pada dinding sungai. Selain itu, dijumpai pula float urat kuarsa yang berukuran kerakal sampai bongkah di sepanjang sungai. Ditinjau dari segi ukuran float tersebut maka memperkuat dugaan bahwa daerah ini dekat dengan tubuh bijih. Area prospek 3 merupakan area prospek mineralisasi ketiga yang berada di bagian selatan Desa Keramat Jaya. Area prospek terdiri dari 2 area yang ditandai oleh warna merah. Area prospek 3 ditentukan berdasarkan peta skor
faktor 2 yang menunjukkan kekerabatan erat antara unsur Au dan Ag. Area dengan warna merah tersebut menyatakan eratnya hubungan unsur Au dan Ag. Oleh karena area tersebut menyatakan adanya hubungan yang kuat antara unsur Au dan Ag, maka dapat diduga adanya indikasi mineralisasi bijih di bawahnya. Hal ini disebabkan unsur Au dan Ag dapat terbentuk bersamasama sebagai endapan primer.
Gambar 4. Peta daerah prospek mineralisasi blok Sompok.
3.4. Tipe mineralisasi bijih Penentuan tipe mineralisasi bijih yang berkembang di daerah penelitian ditekankan pada interpretasi berdasarkan analisis statistik multivariat (analisis faktor) dengan didukung data geologi serta alterasi daerah penelitian. Adanya pengelompokkan unsur-unsur seperti Pb, As, Sb, dan Hg serta Au dan Ag dengan ditunjang oleh kondisi geologi yang memungkinkan terjadinya mineralisasi seperti alterasi hidrotermal
yang berkembang di daerah penelitian yang didominasi oleh propilitik dan argilik dengan mineral penciri berupa klorit dan illit-smektit. Selain itu, mineralisasi pirit banyak dijumpai pada alterasi propilitik dan argilik secara diseminasi ataupun mengisi rekahan ( filling fracture) dan berukuran fine grain. Keberadaan urat kuarsa, veinlet kuarsa/kalsit, float-float kuarsa dan float float silisifikasi sebagai penanda adanya mineralisasi. Float-float silisifikasi kuarsa berukuran kerakal sampai bongkah yang dijumpai sebagian besar mempunyai struktur masif dengan tekstur colloform bending (Kurniawan et al., 2013). Berdasarkan analisis statistik multivariat (analisis faktor) yang meliputi kekerabatan kuat antara unsur Sb, As, dan Hg pada faktor 1 dan kekerabatan antara unsur Au dan Ag pada faktor 2, serta ditunjang oleh kondisi geologi daerah penelitian yang meliputi asosiasi mineral alterasi, mineral bijih, mineral gangue, dan tekstur urat, maka sistem alterasi dan mineralisasi yang terdapat di blok Sompok digolongkan sebagai sistem epitermal sulfidasi rendah. 4. Kesimpulan Perilaku geokimia unsur ditandai adanya anomali unsur-unsur (Au, As, Cu, Pb, dan Zn) di daerah penelitian yang sifatnya menyebar ( spotting ) atau berkumpul membentuk batasan area pada bagian tertentu di daerah penelitian. Dispersi geokimia unsur bersifat dispersi sekunder karena terjadinya proses pendistribusian kembali unsur-unsur yang bersifat mobil disebabkan dominasi proses eksogenik di daerah penelitian yang terjadi di lingkungan permukaan yang dipengaruhi oleh mobilitas masing-masing unsur, berat jenis unsur, waktu, dan kondisi topografi daerah penelitian. Daerah prospek mineralisasi emas ditandai oleh adanya anomali geokimia
unsur Au sebagai unsur target dan anomali unsur As sebagai unsur penunjuk ( pathfinder element ) yang berasosiasi dalam endapan emas epitermal. Selain itu adanya asosiasi unsur Au dengan unsur Ag sebagai unsur yang memiliki kekerabatan relatif kuat (faktor 2) yang mana kedua unsur dapat terbentuk bersama dalam endapan primer pengisi urat-urat sebagai precious metal . Kemungkinan tipe mineralisasi emas yang berkembang di daerah penelitian dengan didasarkan pada asosiasi geokimia unsur (Au, As, Cu, Pb, Zn, Ag, Sb, dan Hg) dan ditunjang oleh kondisi geologi yang meliputi alterasi hidrotermal berupa alterasi propilitik dan argilik, tekstur float urat silisifikasi kuarsa yang berupa colloform bending , dan mineral bijih yang terbentuk pada batuan teralterasi berupa pirit, maka sistem mineralisasi yang terdapat di blok Sompok digolongkan sebagai sistem epitermal sulfidasi rendah.
Sulphidation-Type Epithermal Gold Deposit in Western Java, Indonesia, Resource Geology, vol. 57, no. 2, 114-123. Harijoko, A., Sanematsu, K., Duncan, R. A., Prihatmoko, S., dan Watanabe K., 2004, Timing of The Mineralization and Volcanism at Cibaliung Gold Deposit, Western Java, Indonesia, Resource Geology, vol. 54, no. 2, 187-195 2004. Angeles,C. A., Prihatmoko, S., dan Walker, J. S., 2002, Geology and Alteration Mineralization Characteristics of The Cibaliung Epithermal Gold Deposit, Banten, Indonesia, Resource Geology, vol. 52, no. 4, 329-339 2002. White, N. C. dan Hedenquist, J. W., 1995, Epithermal Gold Deposits: Styles, Charactersitics, and Exploration, Published in SEG Newsletter No. 23, pp. 1, 9-13.
Daftar Pustaka - Artikel dalam Jurnal, Makalah, Seminar, atau Buku Kumpulan Artikel: Harijoko, A., Ohbuchi, Y., Motomura, Y., Imai, A., dan Watanabe, K., 2007, Characteristics of The Cibaliung Gold Deposit: Miocene Low-
- Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Laporan Penelitian: Kurniawan, A., Fauzi, M. F., dan Mahardinata, D. B., 2013, Laporan Akhir Cibaliung 2012, PT. Aneka Tambang (Tbk), Jakarta: tidak dipublikasikan.