BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1HEMODIALISA 2.1.1Definisi Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end-stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau
permanen (Suharyanto, 2009). Hemodialisa adalah suatu metode terapi dialisis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakanproses tersebut (Arif & Kumala, 2011). Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam tubuh pasien. Hemodialisa memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme untuk membawa darah pasien ke dan dari dializen (tempat terjadi pertukaran cairan, elektrolit, dan zat sisa tubuh), serta dialiser (Baradero, 2008). Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat (Nursalam & Baticaca, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Indikasi Hemodialisa
Hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun di bawah 10 mL/menit, yang biasanya sebanding dengankadar kreatinin serum 8-10 mg/dL. Namun demikian, yang lebih penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-gejala uremia (Tisher & Craig, 1997). Indikasi dilakukan terapi dialisis, yaitu : a. Relatif : Azotemia simtomatis berupa ensefalopati, toksin yang dapat didialisis (keracunan obat). b. Absolut : Perikarditis uremia, Hiperkalemia berat, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (edema pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi (Tisher & Craig, 1997; Arif & Kumala, 2011). 2.1.3
Prinsip Hemodialisa
Tujuan Hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien (Suharyanto, 2009; Arif & Kumala, 2011). Ada tiga prinsip yang mendasari kerja Hemodialisa, yaitu: difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat
Universitas Sumatera Utara
dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Baradero et al., 2008; Suharyanto, 2009; Arif & Kumala, 2011). 2.1.4
Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi yang terjadi ketika menjalani terapi dialisis, mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Hipotensi, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan. b. Emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskular pasien. c. Nyeri dada, dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh. d. Pruritus, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit. e. Gangguan keseimbangan dialisis, terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat. f. Kram otot yang nyeri, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel.
Universitas Sumatera Utara
g. Mual dan muntah, merupakan peristiwa yang sering terjadi (Tisher & Craig, 1997; Ashley & Morlidge, 2008; Suharyanto, 2009; Sudoyo, 2010). 2.2KONSEP DIRI 2.2.1
Definisi Konsep Diri
Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual (Sunaryo, 2004). Konsep diri merupakan seperangkat keyakinan tentang diri individu (Taylor & Shelley et al., 2009). Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia (Stuart, 2006). 2.2.2Teori Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman pribadi individu berhubungan dengan orang lain, dan interaksi dengan dunia diluar dirinya. Konsep diri berkembang terus mulai dari bayi hingga lanjut usia. Pengalaman dalam keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri karena keluarga dapat memberikan perasaan mampu dan tidak mampu,
perasaan
diterima atau ditolak dan dalam keluarga individu mempunyai kesempatan untuk mengidentifikasi dan meniru perilaku orang lain yang diinginkannya serta merupakan pendorong yang kuat agar individu mencapai tujuan yang sesuaiatau pengharapan yang pantas. Dengan demikian jelas bahwa kebudayaan dan
Universitas Sumatera Utara
sosialisasi mempengaruhi konsep diri dan perkembangan kepribadian seseorang (Suliswati et al, 2005). Dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari hubungan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif (Dalami, 2009; Riyadi, 2009). Karakteristik individu dengan konsep diri yang positif, yaitu : 1. Mampu membina hubungan pribadi, mempunyai teman dan mudah menjalin persahabatan. 2. Mampu berpikir dan membuat keputusan. 3. Dapat beradaptasi dan mengusai lingkungan (Suliswati et al., 2005). Karakteristik individu dengan konsep diri yang negatif, yaitu : 1. Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu. 2. Menghindari diskusi tentang topik dirinya. 3. Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat. 4. Mengingkari perubahan pada dirinya. 5. Peningkatan ketergantungan pada orang lain dan kurang bertanggung jawab. 6. Tanda dari keresahan, seperti marah, keputusasaan dan menangis. 7. Menolak
berpartisipasi
dalam
perawatan
dirinya dan
menolak usaha
rehabilitasi. 8. Menghindari kontak sosial.
Universitas Sumatera Utara
9. Tingkah laku yang merusak, seperti : penggunaan obat-obatan dan alkohol (Carpenito, 1995 dalam Tarwoto & Wartonah, 2010). 2.2.3
Komponen Konsep Diri
Menurut Stuart (2006), Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini, yaitu : a. Gambaran diri adalah kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. b. Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. c. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan tetap merasa sebagai individu yang penting dan berharga (Stuart, 2006). Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (NANDA, 2012). Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungan. d. Peran diri adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kel ompok sosial.
Universitas Sumatera Utara
e. Identitas diri adalah prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Konsep diri terdiri dari 5 komponen, yaitu gambaran diri (body-image), ideal diri (self-ideal), harga diri (self-esteem), peran diri (self-role), dan identitas diri (self-identity)(Sunaryo, 2004; Suliswati et al., 2005; Dalami, 2009: Riyadi & Purwanto, 2009). a. Gambaran diri (body-image) adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi: performance, potensi tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh. b. Ideal diri (self-ideal) adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang ingin dicapai. c. Harga diri (self- esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri. d. Peran diri (self-role) adalah pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang diharapkan individu berdasarkan posisinya di masyarakat. e. Identitas diri (self-identity) adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Ciri-ciri individu dengan identitas diri yang jelas, yaitu : 1. Mengenal diri sebagai individu yang utuh terpisah dari orang lain. 2. Mengakui jenis kelamin sendiri.
Universitas Sumatera Utara
3. Memandang perlu aspek diri sebagai suatu keselarasan. 4. Menilai diri sesuai dengan penilaian masyarakat. 5. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang. 6. Mempunyai tujuan dan nilai yang disadari. 2.2.4
Rentang Respon Konsep Diri
Adaptif
Maladaptif
Aktualisasi Konsep Diri Diri Positif
Harga Diri Kerancuan RendahIdentitas
Depersonalisasi
Skema 2.2.4: Rentang Respon Konsep Diri Klien (Sumber :Townsend, 1996 ; Stuart& Sundeen 1998 dalam Dalami, 2009). Setiap individu dalam kehidupannya tidak terlepas dari berbagai stressor, dengan adanya stressor akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri. Dalam usaha mengatasi ketidakseimbangan tersebut individu menggunakan koping yang bersifat membangun (konstruktif) ataupun koping yang bersifat merusak (destruktif). Koping yang konstruktif akan menghasilkan respon yang adaptif yaitu aktualisasi diri dan konsep diri yang positif, sedangkan koping yang destruktif akan menimbulkan respon yang maladaptif berupa kekacauan identitas, harga diri yang rendah dan depersonalisasi.
Universitas Sumatera Utara
1. Respon adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi suatu masalah dapat menyelesaikannya secara baik antara lain :
a. Aktualisasi diri Aktualisasi diri merupakan respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya. Kesadaran akan diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk persepsi masa lalu akan diri dan perasaannya. b. Konsep diri positif Menunjukkan individu akan sukses dalam menghadapi masalah. 2. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah dimana individu tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Respon maladaptif gangguan konsep diri adalah : a. Gangguan harga diri Transisi antara respon konsep diri positif dan mal-adaptif. b. Kekacauan identitas Identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan. c. Depersonalisasi (tidak mengenal diri) Tidak mengenal diri yaitu suatu perasaan tidak realistis dan merasa asing dengan diri sendiri. Individu mengalami kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata atau merasa asing baginya, mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak ada rasa percaya
Universitas Sumatera Utara
diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain (Suliswati et al, 2005 ; Stuart & Sundeen 1998 dalam Dalami, 2009). 2.2.5
1.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Tingkat perkembangan dan kematangan Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan, dan pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya.
2. Budaya Pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompok, dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat pada lingkungannya. 3. Sumber eksternal dan internal. Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri. Pada sumber internal, misalnya orang yang humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternal, misalnya adanya dukungan dari masyarakat dan ekonomi yang kuat. 4.Pengalaman sukses dan gagal Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian pula sebaliknya. 5. Stressor Stressor dalam kehidupan, misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian dan ketakutan. Jika koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan depresi, menarik diri dan kecemasan.
Universitas Sumatera Utara
6. Usia, keadaan sakit dan trauma Usia tua dan keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi dirinya (Kozier, 2004 ;Tarwoto& Wartonah, 2010). 2.2.6
Kriteria Kepribadian Yang Sehat
Bagaimana individu berhubungan dengan orang lain adalah inti dari kepribadian. Kepribadian tidak cukup diuraikan melalui teori perkembangan dan dinamika diri sendiri. Pengalaman individu yang mempunyai kepribadian sehat, meliputi : 1. Gambaran diri positif dan akurat Kesadaran diri berdasarkan observasi mandiri dan perhatian yang sesuai dengan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan yang lalu, akan diri sendiri dan perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. 2. Ideal diri realistis Mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai. 3. Konsep diri positif Menunjukkan individu akan sukses dalam hidupnya atau sesuai dengan apa yang diharapkan. 4. Harga diri tinggi Individu akan memandang dirinya sebagai individu yang berarti dan bermanfaat. Individu memandang dirinya sesuai dengan apa yang diinginkan. 5. Kepuasan penampilan peran Individu dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan, dapat mempercayai, terbuka pada orang lain dan membina hubungan interdependen.
Universitas Sumatera Utara
6. Identitas jelas Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan dalam mencapai tujuan (Riyadi& Purwanto, 2009). 2.2.7
Gangguan Konsep Diri
A. Gangguan gambaran diri adalah persepsi negatif tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan obyek yang sering berhubungan dengan tubuh. Perilaku yang berhubungan dengan gangguan gambaran diri, yaitu: 1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah. 2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau akan terjadi. 3. Menolak penjelasan perubahan tubuh. 4. Persepsi negatif terhadap tubuh. 5. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang. 6. Mengungkapkan keputusasaan dan ketakutan. B. Gangguan Ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistis, ideal diri yang samar dan tidak jelas dan cenderung menuntut. Perilaku yang berhubungan dengan gangguan ideal diri, yaitu: 1. Mengungkapkan keputusasaan akibat penyakitnya. 2. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi. C.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan atau harapan dalam kehidupan.
Universitas Sumatera Utara
Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah, yaitu: 1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan pengobatan, misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi botak setelah mendapatkan terapi sinar kanker. 2. Merasa bersalah terhadap diri sendiri, menyalahkan, mengejek dan mengkritik diri sendiri. 3. Merendahkan martabat, misalnya saya orang bodoh dan tidak tahu apaapa, merasa tidak mampu serta pesimis menghadapi hidup. 4. Gangguan hubungan sosial, misalnya tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri dan menarik diri dari realita. 5. Percaya diri kurang, menunda keputusan dan sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif tindakan, pesimis menghadapi hidup. 6. Mencederai diri atau merusak diri akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, perasaan negatif terhadap tubuh, keluhan fisik dan penyalahgunaan zat. Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara: 1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba) dll.
Universitas Sumatera Utara
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena: a. Privasi yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran rambut pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal). b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit. c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan. 2. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama yaitu sebelum sakit dan dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif, ditambah jika klien mengalami kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya (Dalami, 2009). D. Gangguan identitas diri adalah kekaburan atau ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh dengan keraguan. Sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan. Perilaku yang berhubungan dengan gangguan identitas diri, yaitu: 1. Tidak ada percaya diri, sukar mengambil keputusan. 2. Ketergantungan, kepribadian yang bertentangan. 3. Masalahdalam hubungan interpersonal dan tidak mampu berempati terhadap orang. 4. Ragu atau tidak yakin terhadap keinginan, kecemasan yang tinggi. 5. Perasaan mengambang tentang diri, perasaan hampa.
Universitas Sumatera Utara
6. Kekacauan identitas seksual, ideal diri tidak realistis. E. Gangguan peran diri adalah berubahnya atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja. Klien tidak dapat melakukan peran yang biasa dilakukan selama dirawat di Rumah Sakit atau setelah kembali dari Rumah Sakit, klien tidak mampu melakukan perannya yang biasa. Perilaku yang berhubungan denga gangguan peran diri, yaitu : 1. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran. 2. Ketidakpuasaan peran. 3. Kegagalan menjalankan peran yang baru. 4. Ketegangan menjalankan peran yang baru. 7. Apatis, putus asa dan kurang tanggung jawab (Suliswati et al., 2005; Dalami, 2009; Riyadi & Purwanto, 2009). 2.2.8
Konsep Diri Klien yang Menjalani Hemodialisa
Perubahan yang terjadi dalam kesehatan fisik, spiritual, emosional, seksual, kekeluargaan, dan sosiokultural dapat menyebabkan stress. Stressor konsep diri adalah segala perubahan nyata atau yang mengancam identitas, gambaran diri, harga diri, atau peran (Potter & Perry, 2010). Setiap
perubahan
dalam
kesehatan
dapat
menjadi
stressor
yang
mempengaruhi konsep diri. Perubahan fisik dalam tubuh menyebabkan perubahan gambaran diri, dimana identitas dan harga diri juga dapat dipengaruhi. Penyakit kronis sering mengganggu peran, yang dapat mengganggu identitas dan harga diri seseorang.Dampak pada psikososial yang ditimbulkan akibat penyakit kronis
Universitas Sumatera Utara
adalah kehilangan dan perubahan dimana kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Kehilangan dan perubahan ini bervariasi, berat dan lamanya kehilangan
mempengaruhi
kemampuan
seseorang
dan
keluarga
dalam
penyesuaiannya untuk mencapai fungsi yang optimal dan kel angsungan hidupnya. Kehilangan yang dapat ditimbulkan akibat penyakit kronis diantaranya adalah kehilangan konsep diri, hal ini terjadi karena adanya perubahan persepsi pada dirinya akibat gejala dan perawatan yang diberikan akan mempengaruhi bodyimage (Dalami, 2009).
Klien yang menjalani Hemodialisa mengalami banyak perubahan yang nyata secara fisik maupun psikologis. Perubahan fisik yang dapat terlihat salah satunya penurunan berat badan, gatal-gatal pada kulit, badan mudah lelah dan lemah, rambut tipis, pucat serta kram otot pada kaki dan tangan (Suharyanto, 2009). Perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan pada komponen konsep diri (gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ideal diri) pada klien yang menjalani Hemodialisa. Perubahan psikologis klien yang menjalani Hemodialisa yang mungkin terjadi diantaranya menolak, takut, cemas, depresi, frustasi, marah, gangguan gambaran diri (merasa dirinya tidak lagi menarik), gangguan harga diri, krisis bunuh diri, pembatasan kegiatan sosial dan hiburan, perubahan peran karena klien yang sakit tidak mampu memainkan perannya seperti dalam keadaan sehat sewaktu dulu, klien mungkin kehilangan pekerjaan karena kekuatan fisik banyak berkurang akibat dari dialisis yang berlangsung terus menerus, dan kemampuan kognitif berkurang (Baradero, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Klien yang menjalani Hemodialisa harus menjalani terapinya sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali dalam seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil serta efek samping yang ditimbulkan selama terapi diantaranya mual atau muntah, penurunan kekuatan otot, kelemahan, oedema, kulit gatal , tidak nafsu makan, ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, penglihatan kabur yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup klien yang menjalani Hemodialisa (Suharyanto, 2009). Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup, sehingga mereka akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya serta mudah menyerah. Sebaliknya, seseorang yang mempunyai konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu termasuk terhadap kegagalan yang dialaminya, mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang (Suliswati et al., 2005). Konsep diri lebih berupa penerimaan diri, dimana seseorang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, serta dapat menerima dirinya sendiri apa adanya. Proses yang berkesinambungan dari perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan
Universitas Sumatera Utara
kultural yang memberikan perasaan positif, memahami kompetensi pada area yang bernilai bagi individu dan dipelajari melalui kontak-kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Individu dengan konsep diri positif dapat berfungsi lebih efektif, terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan, sedangkan konsep diri negatif dapat dilihat dari hubungan dan sosial yang maladaptif (Riyadi & Purwanto, 2009 ; Dalami, 2009). Individu yang memiliki konsep diri positif akan memiliki penerimaan diri dan harga diri yang tinggi. Mereka akan menganggap dirinya berharga dan cenderung menerima diri sendiri sebagaimana adanya, sedangkan individu yang memiliki konsep diri negatif akan cenderung merendahkan harga dirinya sehingga menyebabkan individu tidak mampu menerima keadaan dirinya yang dapat mengakibatkan terjadinya frustasi hingga depresi. Sangat penting bagi penderita gagal ginjal yang menjalani Hemodialisa memiliki konsep diri positif karena dapat membuat individu memiliki penerimaan diri dan harga diri yang tinggi sehingga individu akan menganggap dirinya berharga dan dapat menerima diri sendiri sebagaimana adanya, akan membuat individu tidak mudah merasa putus asa, sedih yang berkepanjangan serta bersikap pesimis dengan keadaan yang dialaminya dan akan menjauhkan individu dari gangguan depresi (Azahra, 2012).
Universitas Sumatera Utara