HEPATITIS B PADA KEHAMILAN
Oleh: Nancy Edison 030.11.0! 030.11.0!
Pe"#i"#in$: d%. Pa%d&i'o S(.O)
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Kardinah
Tegal, Tegal, Periode 7 Maret !"# $ "% Mei !"#
2
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Kardinah
Tegal, Tegal, Periode 7 Maret !"# $ "% Mei !"#
2
HALAMAN PEN)ESAHAN
&'M'
(
&an)* +dison
F'KUT'S
(
Kedokteran
-UDU
(
.epatitis / pada kehamilan
/'0I'&
(
Ilmu Kebidan danan dan Pen*a n*akit Kandung ungan
P+M/IM/I&0
(
dr1 Pard2ito, Sp30
Dia2ukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi Salah Satu S*arat Menempuh Program Pendidikan Pro4esi Dokter /agian Ilmu Kebidanan dan Pen*akit Kandungan
Di RSUD Kardinah tegal Tegal, 'pril !"#
Pe"#i"#in$
1
* d%. Pa%d&i'o+ S(O) ,
2
KATA PEN)ANTA-
Segala pu2i dan s*ukur penulis pan2atkan atas kehadirat Tuhan 5ang Maha +sa, karena atas rahmat dan i6in&*a penulis dapat men*elesaikan re4erat *ang ber2udul 8.epatitis / pada kehamilan9 tepat pada :aktun*a1 Re4erat ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Pen*akit Kandungan di RSUD Kardinah Tegal1
Penulis mengu)apkan terima kasih *ang sebesar $ besarn*a kepada dr1 Pard2ito, Sp30 *ang telah membimbing penulis dalam men*usun re4erat ini, serta kepada seluruh dokter *ang telah membimbing penulis selama di kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Pen*akit Kandungan di RSUD Kardinah Tegal1 U)apan terima kasih 2uga ditu2ukan kepada semua pihak *ang telah membantu, baik se)ara langsung maupun tidak langsung dalam proses pen*usunan re4erat ini1
Penulis men*adari masih terdapat ban*ak kekurangan dalam re4erat ini1 'khir kata, penulis mengharapkan semoga re4erat ini dapat memberikan man4aat1
Tegal, 'pril !"#
&an)* +dison
2
DATA- ISI HALAMAN PEN)ESAHAN11111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111i KATA PEN)ANTA- 111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111ii DATA- ISI11111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111iii BAB I PENDAH/L/AN1111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111" BAB II TINA/AN P/STAKA111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111
1" .epatitis /11111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111 1"1" +tiologi111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111 1"1 Siklus Replikasi ;./1111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111 % 1"1< +pidemiologi111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111# 1"1% =ara Penularan111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111> 1"1? Patogenesis111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111> 1"1# Mani4estasi klinis11111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111"! 1"17 Diagnosis111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111" 1"1> Pen)egahan111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111"% 1"1@ Penanganan11111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111"? 1 .epatitis / pada kehamilan11111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111"# 11" Pengaruh In4eksi ;./ pada kehamilan1111111111111111111111111111111111111111111111"# 11 Pengaruh Kehamilan pada In4eksi ;./111111111111111111111111111111111111111111111"7 11< Transmisi ;./ Perinatal1111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111 1"> 11% Penanganan In4eksi ;./ saat Kehamilan111111111111111111111111111111111111111111! 11? Imunopro4ilaksis111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111 11# Penanganan 'nak dan Ibu dengan ./s'g ABC11111111111111111111111111111111111% BAB III KESIMP/LAN1111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111? DATA- P/STAKA1111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111# 1
BAB I PENDAH/L/AN
Pen*akit hepatitis merupakan masalah kesehatan mas*arakat di negara berkembang di dunia, termasuk di Indonesia1 ;irus hepatitis / A;./C telah mengin4eksi se2umlah mil*ar orang di dunia dan sekitar %! 2uta merupakan pengidap virus hepatitis / kronis1 Indonesia merupakan negara dengan pengidap .epatitis / nomor terbesar sesudah M*anmar diantara negaranegara anggota .3 S+'R ASouth East Asian RegionC1 Sekitar < 2uta penduduk Indonesia telah terin4eksi .epatitis /1 Menurut hasil Riskesdas !!7, hasil pemeriksaan /iomedis "!1<@" sampel serum *ang diperiksa, prevalensi ./s'g positi4 @1%E *ang berarti diantara "! penduduk di Indonesia terdapat seorang penderita .epatitis / virus1 ", 'ngka penularan se)ara vertikal dari ibu pengidap .epatitis / kepada ba*in*a )ukup tinggi1 /erdasarkan penelitian beberapa rumah sakit di Indonesia, prevalensi ./s'g pada ibu hamil berkisar ," $ ,"E1 Resiko tinggi terhadap .epatitis / terdapat pada anak *ang dilahirkan dari ibu penderita .eptitis /, pasangan penderita .epatitis /, orang *ang sering berganti pasangan se, injection drug user , kontak serumah dengan penderita, penderita hemodialisis, peker2a kesehatan, petugas laboratorium dan berkun2ung ke :ila*ah dengan endemisitas tinggi1" Penanganan Hepatitis B di Indonesia adalah masalah yang rumit dan membutuhkan koordinasi dari banyak pihak. Sulitnya penanganan ini antara lain disebabkan karena tingginya prevalensi Hepatitis B di Indonesia, sifat virus Hepatitis B yang sangat infeksius, dan kurangnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang Hepatitis B. Penanganan Hepatitis B di Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi upaya memutus rantai penularan virus Hepatitis B dan penanganan secara tepat penderita Hepatitis B. Pemutusan rantai penularan virus Hepatitis B bisa dilakukan secara vertikal maupun horizontal. Penanganan penderita Hepatitis B secara tepat, selain berguna untuk menekan angka kejadian sirosis dan kanker hati, juga berguna untuk mencegah penularan dengan cara mengurangi tingkat infeksiusitas penderita. 1
1
BAB II TINA/AN P/STAKA .1 He(a'i'is B .1.1 E'iolo$i
Pen*ebab pen*akit adalah virus .epatitis / A;./C *ang termasuk 4amil* .epadnavirus dan berukuran sangat ke)il A%nmC1 ;./ merupakan virus D&' dan sampai saat ini terdapat > genotip ;./ *ang telah teridenti4ikasi, *aitu genotip '.1 ;./ memiliki < mor4ologi dan mampu mengkode % 2enis antigen, *aitu ./s'g, ./e'g, ./)'g, dan ./'g1",
)a"#a% 1. i%2s He(a'i'is B
/agian luar ;irus ini terdiri dari ./s'g sedangkan bagian dalam adalah nukleokapsid *ang terdiri dari ./)'g1 Dalam nukleokapsid didapatkan kode genetik ;./ *ang terdiri dari
2
D&' untai ganda Adouble stranded C dengan pan2ang <!! nukleotida1 Ketiga mor4ologi dari ;./ *aitu(", "1 Partikel s4eris AbulatC ke)il *ang pleomor4ik berdiameter nm1 1 Partikel berbentuk tubuler atau 4ilament berdiameter nm dengan berbagai ma)am pan2ang antara ?!?! nm <1 Partikel virus hepatitis / sendiri berdiameter % nm, berbentuk s4eris, berkulit rangkap *ang disebut partikel Dane1 Partikel ini dianggap sebagai bagian virus hepatitis *ang in4eksius1
)a"#a% . Ti$a Mo%olo$i HB
Struktur dan organisasi genetik ;./ tersusun dengan kompak1 0enom ;./ merupakan genom ke)il *ang berupa sepasang rantai D&' *ang berbentuk lingkaran dengan pan2ang rantai *ang tidak sama A partially double stranded C1 0enom tersebut mempun*ai % 3pen Reading Frame A3RFC, *aitu gen S dan preS *ang mengkode ./s'g A./s, M./s, dan S./sC, gen pre= dan gen = *ang mengkode ./e'g dan ./)'g dan gen P *ang mengkode D&' pol*merase serta gen G *ang mengkode ./'g1
3
)a"#a% 3. S'%24'2% )eno"e HB 0en G tersebut ber4ungsi mema)u ekspresi seluruh genom virus dengan )ara
berinteraksi pada daerah gen tertentu pada genom inang1 Dengan demikian, ./'g mempun*ai si4at transakti4ator *ang mungkin penting untuk e4isiensi replikasi ;./1 In4eksi ;./ ter2adi bila partikel utuh ;./ berhasil masuk ke dalam hepatosit, kemudian kode genetik ;./ akan masuk ke dalam inti sel hati dank ode genetik itu akan memerintahkan sel hati untuk membuat proteinprotein *ang merupakan komponen ;./1 -adi, sebenarn*a virus *ang ada di dalam tubuh penderita itu dibuat sendiri oleh hepatosit penderita *ang bersangkutan dengan genom ;./ *ang pertama masuk sebagai )etak biru1 .1. Si4l2s -e(li4asi HB
Replikasi adalah suatu bentuk aktivitas perkembangan virus di dalam sel hati *ang terin4eksi *ang dapat berupa bahanbahan genom dan protein virus, *ang men*usun progen* virus dan mengeluarkann*a dari sel1 Replikasi ;./ ter2adi di dalam sel hati dan berlangsung melalui suatu perantara R&'1 Siklus replikasi ;./ dibagi men2adi beberapa tahap, *aitu( a1 Penempelan Aattachment C ;./ pada sel hepatosit1 Penempelan tersebut dapat ter2adi dengan perantaraan protein preS", protein preS, dan pol* .'S A Polymerized Human Serum AlbuminC serta dengan perantara S./s1
4
)a"#a% 5. i%2s He(a'i'is B "ene"(el (ada sel ha'i den$an (e%an'a%aan (oly HSA b1 ;./ masuk ApenetrasiC ke dalam hepatosit dengan mekanisme endositosis1 )1 Pelepasan partikel )ore *ang terdiri dari ./)'g, en6im pol*merase dan D&' ;./
ke dalam sitoplasma1 Partikel )ore tersebut selan2utn*a ditransportasikan menu2u nu)leus hepatosit1 d1 Karena ukuran lubang pada dinding nu)leus lebih ke)il dari partikel )ore, sebelum masuk nu)leus akan ter2adi genome uncoating Alepasn*a ./)'gC, dan selan2utn*a genom ;./ *ang masih terbentuk partially double stranded masuk ke dalam nu)leus Apenetrasi genom ke dalam nu)leusC1 e1 Selan2utn*a partially double stranded D&' tersebut akan mengalami proses D&' repair men2adi double stranded covalently close circle D&' A))) D&'C 41 Transkripsi )))D&' men2adi pregenom R&' dan beberapa messenger R&' AmR&' ./s, mR&' M./s dan mR&' S./sC1 g1 Pregenom R&' dan messenger R&' akan keluar dari nu)leus melalui nucleus pore1 Translasi pregenom R&' dan messenger R&' akan menghasilkan protein )ore A./)'gC, ./e'g dan en6im pol*merase, sedangkan translasi mR&' ./s, mR&' M./s dan mR&' S./s akan menghasilkan komponen protein ./s'g, *aitu large protein A./sC, middle protein AM./sC dan small protein AS./sC1 h1 +nkapsidasi pregenom R&', ./)'g dan en6im pol*merase men2adi partikel )ore1 i1
Proses ini disebut 2uga proses assembly dan ter2adi di dalam sitoplasma1 Proses maturasi genom di dalam partikel )ore dengan bantuan en6im pol*merase berupa transkripsi balik pregenom R&'1 Proses ini dimulai dengan proses priming sintesis untai D&' AC *ang ter2adi bersamaan dengan degradasi pregenom R&',
21
dan akhirn*a sintesa untai D&' ABC1 Karena masa paruh hidup )))D&' di dalam nu)leus han*a < hari, untuk mempertahankan persistensi perlu suplai genom terus menerus1 Suplai D&' 5
tersebut bisa berasal dari in4eksi baru hepatosit oleh ;./ atau proses re-entry partikel )ore *ang dihasilkan di dalam sitoplasma1 k1 Selan2utn*a ter2adi proses coating partikel )ore *ang telah mengalami proses maturasi genom oleh protein ./s'g1 Proses coating tersebut ter2adi di dalam reti)ulum endoplasmi)1 Disamping itu di dalam reti)ulum endoplasmi) 2uga ter2adi sintesa partikel ;./ lainn*a partikel tubuler dan partikel s4erik *ang han*a l1
mengandung ./s, M./s, S./s Atidak mengandung partikel )oreC1 Selan2utn*a melalui apparatus 0olgi disekresi partikelpartikel ;./ *aitu partikel Dana, partikel tubuler, dan partikel s4erik1 .epatosit 2uga akan men*ekresikan ./e'g langsung ke dalam sirkulasi darah karena ./e'g bukan merupakan bagian struktural partikel ;./1
)a"#a% 6. Si4l2s -e(li4asi HB .1.3 E(ide"iolo$i
Hepatitis B tersebar di seluruh dunia, WHO memperkirakan lebih dari 2 milyar orang terinfeksi HBV (termasuk 240 juta dengan infeksi kronis). Setiap tahun diperkirakan sekitar 6
1.000.000 orang meninggal akibat infeksi HBV. Pada negara dengan VHB endemis tinggi (prevalensi HBsAg berkisar di atas 8%), infeksi dapat terjadi pada semua golongan usia. Prevalensi terjadinya infeksi Hepatitis B kronik pada anak-anak jauh lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa. Penularan Hepatitis B terutama terjadi selama masa kehamilan dari ibu dengan Hepatitis B ke anak (penyebaran perinatal). 1,2,3 Menurut tingginya prevalensi infeksi VHB, WHO membagi dunia menjadi 3 macam daerah yaitu daerah dengan endemisitas tinggi, sedang, dan rendah. 2 a1 Daerah +ndemisitas Tinggi Di daerah dengan endemisitas tinggi, penularan utama ter2adi pada masa perinatal dan kanakkanak1 /atas terendah 4rekuensi ./s'g dalam populasi berkisar "!"?E1 Daerah *ang termasuk kelompok ini adalah '4rika, negara 'sia sebelah timur India termasuk =ina, pulaupulau di autan Pasi4ik, embah 'ma6on, daerah pesisir 'rti), sebagian negara Timur Tengah dan 'sia ke)il serta kepulauan Karibia1 b1 Daerah +ndemisitas Sedang Di daerah dengan endemisitas sedang penularan ter2adi pada masa perinatal dan kanakkanak 2arang ter2adi1 Frekuensi ./s'g dalam populasi berkisar "!E1 Daerah dengan endemisitas sedang adalah +ropa Selatan, +ropa Timur, sebagian Rusia, sebagian negara Timur Tenga, 'sia /arat, India, -epang, 'merika Tengah, 'merika Selatan1 )1 Daerah +ndemisitas Rendah Di daerah dengan endemisitas rendah penularan utama ter2adi masa de:asa1 Penularan pada masa perinatal masa perinatal dan kanakkanak sangat 2arang1 Frekuensi ./s'g dalam populasi berkisar kurang E1 Daerah ini meliputi 'merika Utara, dan +ropa /arat, sebagian Rusia, dan sebagian '4rika Selatan, 'ustralia dan Selandia /aru1 TABEL 1. Pola $eo$%ai4 (%e7alensi ine4si he(a'i'is B di d2nia
7
Pada negara dengan endemisitas Hepatitis B rendah (prevalensi HBsAg kurang dari 2%), sebagian besar infeksi terjadi pada dewasa muda, khususnya pada kelompok berisiko. Tingkat prevalensi Hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi yaitu berkisar dari 2,5% di daerah Banjarmasin hingga 25,61% di Kupang, sehingga Indonesia termasuk dalam kelompok negara dengan endemisitas sedang hingga tinggi. 1 Sebelum kebijakan skrining terhadap darah donor ditetapkan, penderita yang menerima darah dari donor carrier Hepatitis B mempunyai risiko tinggi tertular penyakit ini. Namun saat ini sebagian besar negara di dunia menyediakan fasilitas skrining untuk HBsAg terhadap darah donor sebelum diberikan kepada penderita yang memerlukan. 1 .1.5 8a%a (en2la%an
'da golongan )ara penularan in4eksi ;./, *aitu penularan hori6ontal dan penularan vertikal1 =ara penularan hori6ontal ter2adi dari seorang pengidap in4eksi ;./ kepada individu *ang masih rentan di sekelilingn*a1 Penularan hori6ontal dapat ter2adi melalui kulit atau melalui selaput lender, sedangkan penularan vertikal ter2adi dari seorang pengidap *ang hamil kepada ba*i *ang dilahirkann*a1 'da ma)am penularan melalui kulit, *aitu penularan melalui kulit *ang disebabkan tusukan *ang 2elas Apenularan parenteralC, misaln*a melalui suntikan, trans4usi darah atau pemberian produk berasal dari darah, dan tato1 Kelompok kedua adalah penularan melalui 8
kulit tanpa tusukan *ang 2elas, misaln*a masukn*a bahan in4ekti4 melalui goresan atau abrasi kulit dan radang kulit1 Selaput lender *ang dapat men2adi tempat masuk in4eksi ;./ adalah selaput lender mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian ba:ah dan selaput lender genitalia1 Penularan in4eksi dari ibu hamil kepada ba*i *ang dilahirkann*a1 Dapat ter2adi pada masa sebelum kelahiran atau prenatal AinuteroC, selama persalinan atau perinatal dan setelah persalinan atau postnatal1 Dulu diperkirakan bah:a penularan inutero han*a ter2adi pada ? "?E ba*i *ang dilahirkan oleh ibu ./s'g dan ./e'g positi41 &amun, teradapat bukti bah:a sebenarn*a penularan inutero ter2adi lebih tinggi dari angkaangka tersebut1 Penelitian menun2ukkan bah:a sebagian besar ba*i *ang tertular ;./ se)ara vertikal mendapat penularan pada masa perinatal *aitu pada saat ter2adi proses persalinan1 Karena itu ba*i *ang mendapat penularan vertikal sebagian besar mulai terdeteksi ./s'g positi4 pada usia <# bulan *ang sesuai dengan masa tunas in4eksi ;./ *ang paling sering didapatkan1 Penularan *ang ter2adi pada masa perinatal dapat melalui )ara maternofetal micro infusion *ang ter2adi pada :aktu ter2adi kontraksi uterus, tertelann*a )airan amnion *ang ban*ak mengandung ;./ serta masukn*a ;./ melalui lesi *ang ter2adi pada kulit ba*i :aktu melalui 2alan lahir1 Penularan in4eksi ;./ vertikal 2uga dapat ter2adi setelah persalinan1 ", .1.6 Pa'o$enesis
Penelitian menun2ukkan bah:a ;./ bukanlah suatu virus *ang sitopatik1 Kelainan sel hati *ang diakibatkan oleh in4eksi ;./ disebabkan oleh reaksi imun tubuh terhadap hepatosit *ang terin4eksi ;./ dengan tu2uan akhir untuk mengeliminasi ;./ tersebut1 Pada kasuskasus .epatitis / akut respons imun tersebut berhasil mengeliminasi selsel hepar *ang terkena in4eksi ;./ sehingga ter2adi nekrosis selsel *ang mengandung ;./ dan ter2adi ge2ala klinik *ang diikuti dengan kesembuhan1 Pada sebagian penderita respons imun tersebut tidak berhasil menghan)urkan selsel hati *ang terin4eksi sehingga ;./ tersebut tetap mengalami replikasi1 Pada kasuskasus dengan .epatitis / kronik, respons imun tersebut ada, tetapi tidak sempurna sehingga han*a ter2adi nekrosis pada sebagian sel hati *ang mengandung ;./ dan masih tetap ada sel hati *ang terin4eksi *ang tidak mangalami nekrosi1 Dengan demikian in4eksi ;./ dapat men2alar ke sel lainn*a1 Pada pengidap ./s'g
9
asimptomatik respons imun tersebut sama sekali tidak e4ekti4 sehingga tidak ada nekrosis sel hati *ang terin4eksi dan virus tetap mengadakan replikasi tanpa adan*a ge2ala klinik1 Setelah ;./ masuk dalam tubuh dan akhirn*a masuk ke dalam sel hati ;./ akan mengalami replikasi1 Pertama kali ;./ akan berhubungan dengan respons imun nonspesi4ik *ang mampu beker2a dalam :aktu beberapa menit atau 2am *ang kemudian diikuti oleh naikn*a kadar IF&1 Proses eliminasi nonspesi4ik ini tidak disertai restriksi .' dan melibatkan &K dan KT *ang dirangsang oleh IF&1 Selan2utn*a akan ter2adi respons imun spesi4ik, baik *ang bersi4at seluler maupun humoral1 Respons imun seluler berupa proses sitolitik *ang akan men*ebabkan pe)ahn*a selsel hati *ang terin4eksi1 Proses sitolitik tersebut disebabkan oleh aktivitas sel T sitolitik *ang telah diakti4kan1 Di samping itu, 2uga ter2adi eliminasi virus intraseluler tanpa menimbulkan pe)ahn*a selsel *ang terin4eksi1 Proses itu disebut proses eliminasi nonsitolitik *ang ter2adi karena aktivitas sitokin1 Respons imun humoral ter2adi melalui proses terbentukn*a anti./s *ang ikut membantu eliminasi ;./1 /ila proses *ang ter2adi pada .epatitis / akut tidak e4ekti4 sehingga sel *ang terin4eksi tidak berhasil dihilangkan seluruhn*a, akan ter2adi in4eksi .epatitis / kronik1 Pada .epatitis / kronik antigen viral *ang diekspresikan pada membran hepatosit adalah ./)'g dan ./e'g1 Perlu diketahui bah:a antara ./)'g dan .be'g ter2adi reaksi imunologik silang pada tingkat sel T1 Proses eliminasi ;./ oleh respons imun *ang tidak e4isien dapat disebabkan oleh 4aktor viral ataupun 4aktor inang1 Faktor viral antara lain( • • • •
Ter2adin*a toleransi imun terhadap produk ;./ .ambatan terhadap =T *ang ber4ungsi melakukan lisis selsel terin4eksi Ter2adin*a mutan ;./ *ang tidak memproduksi ./e'g Integrasi genom ;./ dalam genom sel hati1
Faktor inang antara lain( • • • •
Faktor genetik Kurangn*a produksi IF& 'dan*a antibod* terhadap antigen nukleokapsid Kelainan 4ungsi lim4osit 10
• •
Respons antiidiotipe Faktor kelamin atau hormonal
Perbedaan respons sitolitik sel T terhadap protein ;./ sangat menentukan mani4estasi klinik *ang timbul1 /ila respons sel T )ukup kuat, akan timbul hepatitis akut dan tubuh dapat men*ingkirkan virus1 /ila respons sel T ini sangat hebat dapat timbul .epatitis / akut 4ulminant1 &amun, hubungan antara respons sel T dan mani4estasi klinik rupan*a tidak mutlak1 Sebagai )ontoh, pada penderita *ang mengidap in4eksi ;./ dengan mutan precore karena tidak ter2ad penampilan antigen nukleokapsid pada membran sel *ang terin4eksi, respons sel T berkurang1 &amun, 2ustru pada kasuskasus tersebut sering ter2adi .epatitis berat dan bahkan .epatitis 4ulminant1 Diduga dalam keadaan ini 4aktor *ang berpengaruh adalah patogenesitas ;./1 Pentingn*a 4aktor patogenesitas virus 2uga tampak pada in4eksi ;./ bersamaan dengan ;.D A;irus .epatitis DeltaC1 0e2ala klinik pada in4eksi ;./ dan ;.D lebih hebat dibandingkan dengan in4eksi ;./ sa2a :alaupun respons sel T pada in4eksi ;./ dan ;.D tidak ban*ak berbeda dengan in4eksi ;./ sa2a1 .1.9 Manies'asi 4linis
Mani4estasi klinis in4eksi ;./ pada :anita hamil tidak berbeda dengan in4eksi ;./ pada umumn*a1 Teradapat % ma)am gambaran klinik in4eksi ;./, *aitu ( asimtomatik, akut, kronis dan karsinoma hepatoseluler1 a1 'simtomatik 0ambaran klini pada pengidap asimtomatik tidak menun2ukkan ge2ala klinik *ang khas1 Penderita tampak sehat han*a sa2a dalam darahn*a didapati ./s'g positi41 /ila dalam tubuhn*a terdapat ./e'g makan pengidap ini tergolong in4eksius sebab ./e'g positi4 menggambarkan proses replikasi *ang masih akti4 beker2a1 b1 .epatitis / akut Per2alanan klinis pen*akit hepatitis akut dibagi men2adi % tahap *aitu( "1 Masa inkubasi Masa inkubasi adalah masa antara penularan in4eksi dengan ter2adin*a ge2ala1 Masa inkubasi ;./ berkisar ! hari dengan ratarata #!@! hari1 ama masa inkubasi tergantung ban*akn*a virus *ang ada dalam tubuh penderita, )ara penularan dan 4aktor pe2amu1 -umlah virus dan usia merupakan 4aktor penting *ang berhubungan dengan keparahan akut atau kronik .epatitis /1 1 Fase praikterik
11
Fase praikterik adalah :aktu antara timbuln*a ge2ala pertama dengan timbuln*a ikterus1 Keluhan paling a:al adalah lemas, malas, anoreksia, mual, muntah, panas dan rasa tidak enak daerah perut kanan atas1 Muntah pada kehamilan muda dapat dibedakan dengan muntah pada hepatitis dari a:al ter2adin*a1 Pada hepatitis, semakin sore hari muntah semakin berat sedangkan pada kehamilan muda muntah paling sering dirasakan pada pagi hari1 Pada akhir masa inkubasi, beberapa individu berkembang ge2ala seperti hipersensitivitas *ang berupa atralgia, ruam kulit dan vaskulitis1 Keadaan ini ter2adi karena kompleks antigenantibodi *ang ikut dalam sirkulasi darah1 <1 Fase ikterik I)terus akan timbul dan ter2adin*a berkisar antara "< minggu tetapi dapat pula ter2adi beberapa hari atau bahkan sampai # bulan1 Fase ikterik berakhir antara # minggu1 Ketika ge2ala ikterus tampak makan demam dan malaise akan menghilang1 Pada 4ase ini pada pemeriksaan 4isik terapa hepar dan lien membesar dan akan menetap beberapa :aktu setelah i)terus hilang1 /ila ikterus ini berlangsung dengan hebat makan akan ter2adi hepatitis 4ulminant *ang dapat men*ebabkan kematian1 Pada hepatitis 4ulminant *ang ter2adi kegagalan 4ungsi hati progresi4 *ang ditandai dengan ense4alopati, koagulopati dan koma1 .epatitis 4ulminant mempun*ai resiko kematian 7!@?E1 Selain itu ?!E penderita hepatitis 4ulminant mengalami perdarahan gastrointestinal,
12
0ambaran klinis pada .epatitis / kronis dapat berma)amma)am, mulai dari tanpa ge2ala sampai ge2ala *ang khas1 0e2ala tersebut se)ara klinis sering kali sulit dibedakan apakah seseorang menderita hepatitis kronis persisten A.KPC atau hepatitis kronis akti4 A.K'C1 Keluhan *ang sering ter2adi pada .K' adalah mudah lelah, na4su makan menurun dan berat badan turun, kadangkadang terdapat panas sub4ebril1 d1 Karsinoma .epatoseluler primer AK.PC 0e2ala klinis K.P akan timbul dan perlu di)urigai bila penderita sirosis memburuk1 Keluhan umum berupa malaise, rasa penuh daerah perut, anoreksia, berat badan menurun dan panas sub4ebril1 Pada pemeriksaan terlihat perut *ang membengkak karena asites dan pembesaran hepar1 0ambaran *ang men)urigakan ke arah kanker hati adalah bila pembesaran hepar ke atas dank e ba:ah disertai ben2olan keras tak teratur di daerah kuadran kanan atas1 Kadangkadang teraba tidak n*eri atau bahkan n*eri tekan dengan keadaan umum parah1 .1. Dia$nosis
Diagnosis pen*akit hepatitis / ditegakkan berdasarkan ge2ala klinis, pemeriksaan laboratorium klinik, pemeriksaan serologis hepatitis /, dan pemeriksaan penun2ang berupa US01 .epatitis kronis umumn*a tidak menimbulkan ge2ala atau tidak menun2ukka ge2ala *ang khas berupa tidak ada na4su makan, kelelahan, mual, muntahmuntah, n*eri daerah perut sebelah kanan atas dan ikterus1 /agaimanapun 2uga anamnesis *ang teliti seperti lahir dan hidup didaerah endemis, keluargan*a ada *ang sakit hepatitis / dan sebagain*a akan membantu tegakn*a diagnosis hepatitis /1 Pemeriksaan en6im transaminase seperti S0PT dan S03T akan meningkat *ang menun2ukka ter2adi kerusakan dan nekrosis sel hati1 Pada kerusakan hepatosis 2uga didapatkan gama 0T meningkat disamping peningkatan bilirubin1 Petanda serum merupakan kun)i dalam menegakkan diagnosis hepatitis /1 Tiga petanda *ang penting untuk diagnosis, *aitu( "1 Petanda in4eksi ( ./s'g adalah sebagai tanda ada in4eksi hepatitis / dan bila dalam # bulan tidak hilang berarti men2adi kronis1 IgM anti./) adalah salah satu antibod* *ang terlihat selama masa akut sedangkan Ig0 anti./) tetap positi4 seumur hidup1
13
1 Petanda replikasi ( petanda untuk mengetahui adan*a replikasi virus adalah ./e'g dan D&' ;./ <1 Petanda untuk mengetahui pen*akit akut atau kronis, *aitu IgM anti./) *ang menun2ukkan adan*a kerusakan hati pada hepatitis akut1
)a"#a% 9. Pe'anda se%olo$is He(a'i'is B
Sampai saat ini terdapat beberapa indikator laboratoris *ang bisa digunakan untuk menilai in4eksi .epatitis /1 pada in4eksi akut, antibod* terhadap ./)'g adalah *ang paling pertama mun)ul, diikuti dengan mun)uln*a ./s'g dan ./e'g serum1 /ila penderita mengalami kesembuhan spontan setelah .epatitis / akut, maka akan ter2adi serokonversi ./s'g dan ./e'g, *ang ditandai kadar kedua penanda tersebut tidak akan dapat terdeteksi lagi di serum sementara anti./s dan anti./e 2ustru mulai terdeteksi1 Sebalikn*a, pada .epatitis / kronik, ./s'g dan ./e'g akan terus terdeteksi di serum penderita1 Pada penderita dengan .epatitis / kronik, D&' ;./ sebaikn*a diperiksa untuk memantau per2alanan pen*akit1 Pada beberapa 2enis virus mutan, ./e'g bisa tidak terdeteksi di serum :alaupun proses peradangan hati masih ter2adi dan kadar D&' ;./ serum masih tinggi1 " Pada pemeriksaan US0 akan tampak pembesaran hati serta bertambah densitas gema dari parenkim hati pada hepatitis akutkronis1
14
.1.! Pence$ahan
Seperti pada pen*akit in4eksi lainn*a, pen)egahan in4eksi .epatitis / bisa berupa pen)egahan nonspesi4ik maupun pen)egahan spesi4ik1 " Pen)egahan nonspesi4ik in4eksi .epatitis / dapat dilakukan dengan menerapkan pen)egahan universal *ang baik dan melakukan penapisan pada kelompok resiko tinggi1 Prinsipprinsip ke:aspadaan universal, seperti menggunakan sarung tangan ketika beker2a dengan )airan tubuh penderita, penanganan limbah 2arum suntik *ang benar, sterilisasi alat dengan )ara *ang benar sebelum melakukan prosedur invasi4, dan men)u)i tangan sebelum menangani penderita dapat mengurangi risiko penularan, terutama pada tenaga medis, salah satu kelompok *ang paling berisiko tertular .epatitis /1 Selain itu, penapisan pada kelompok risiko tinggi Aorang *ang lahir di daerah dengan endemisitas ;./ tinggi, orang dengan pasangan seksual multipel, homoseksual, semua :anita hamil, penderita .I; dan .epatitis =, pengguna 2arum suntik, penderita hemodialisis, penderita dengan terapi imunosupresan, serta orang dengan kadar 'TH'ST *ang tinggi dan menetapC sebaikn*a dilakukan1 Penderita *ang terbukti menderita .epatitis / sebaikn*a diberi edukasi perubahan perilaku untuk memutus rantai in4eksi .epatitis /1" Bagi orang yang tidak diimunisasi dan terpajan dengan Hepatitis B, pencegahan postexposure berupa kombinasi HBIG (untuk mencapai kadar anti-HBs yang tinggi dalam
waktu singkat) dan vaksin Hepatitis B (untuk kekebalan jangka panjang dan mengurangi gejala klinis) harus diberikan. Untuk pajanan perinatal (bayi yang lahir dari ibu dengan Hepatitis B), pemberian HBIG single dose, 0,5 mL secara intra muskular di paha harus diberikan segera setelah persalinan dan diikuti 3 dosis vaksin Hepatitis B (imunisasi), dimulai pada usia kurang dari 12 jam setelah persalinan. Pemberian HBIG dan Vaksin Hepatitis B dilakukan pada paha yang berbeda. Untuk mereka yang mengalami inokulasi langsung atau kontak mukosa langsung dengan cairan tubuh penderita Hepatitis B, maka profilaksis yang digunakan adalah HBIG single dose 0,06 mL/kg BB, yang diberikan sesegera mungkin. Penderita lalu harus menerima imunisasi Hepatitis B, dimulai dari minggu pertama setelah pajanan. Bila pajanan yang terjadi adalah kontak seksual, maka pemberian dosis HBIG 0,06 mL/kg BB harus diberikan sebelum 14 hari setelah pajanan, dan tentu diikuti dengan imunisasi. Pemberian vaksin Hepatitis B dan HBIG bisa dilakukan pada waktu bersamaan, 15
namun di lokasi injeksi yang berbeda. 1 Pencegahan spesifik pre-exposure dapat dilakukan dengan memberikan vaksin Hepatitis B pada kelompok risiko tinggi. Vaksin Hepatitis B yang tersedia saat ini merupakan vaksin rekombinan HBsAg yang diproduksi dengan bantuan ragi. Vaksin diberikan sebanyak 4 kali dengan cara injeksi intra muskular (di deltoid, bukan gluteus) pada 0, 2, 3 dan 4 bulan. (program imunisasi nasional). Indonesia telah memasukkan imunisasi Hepatitis B dalam program imunisasi rutin Nasional pada bayi baru lahir pada tahun 1997. 1 Imunisasi Hepatitis B mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi Hepatitis B selama lebih dari 20 tahun. Keberhasilan imunisasi dinilai dari terdeteksinya anti-HBs di serum penderita setelah pemberian imunisasi Hepatitis B lengkap (3-4 kali). Tingkat keberhasilan imunisasi ditentukan oleh faktor usia penderita, dengan lebih dari 95% penderita mengalami kesuksesan imunisasi pada bayi, anak dan remaja, kurang dari 90% pada usia 40 tahun, dan hanya 65-70% pada usia 60 tahun. Penderita dengan sistem imun yang terganggu juga akan memberikan respons kekebalan yang lebih rendah. Bayi dari ibu dengan HBsAg (-) tidak akan terpajan virus Hepatitis B selama proses persalinan, namun risiko bayi tersebut untuk terpajan virus Hepatitis B tetap tinggi, mengingat endemisitas penyakit ini di Indonesia. Seperti telah disebutkan di atas, infeksi virus Hepatitis B pada anak memiliki risiko perkembangan kearah Hepatitis B kronis yang lebih besar. Maka setiap bayi yang lahir di Indonesia diwajibkan imunisasi Hepatitis B. Vaksin yang digunakan adalah vaksin rekombinan yang mengandung HBsAg yang diproduksi ragi. 1 Vaksin ini diberikan secara intramuskular pada saat bayi lahir dan dilanjutkan minimal pada bulan ke-1 dan ke-6. Namun panduan imunisasi yang berlaku di Indonesia menyarankan pemberian imunisasi pada saat bayi lahir, pada bulan ke-2, bulan ke-3, dan bulan ke-4. Pemberian imunisasi dilakukan oleh tenaga medis terlatih di masing-masing daerah.1 2.1.9 Penanganan
Orang yang tidak memiliki kekebalan terhadap Hepatitis B atau tidak diketahui status imunitasnya dan terpajan cairan tubuh penderita Hepatitis B, baik secara perkutan maupun secara seksual harus mendapatkan profilaksis pasca pajanan secepatnya. Pada kasus pajanan pada cairan tubuh penderita yang tidak diketahui status HBsAg-nya, sebaiknya sumber 16
pajanan diperiksa dahulu status HBsAg-nya. Apabila sumber pajanan tidak mengidap Hepatitis B (HBsAg negatif), maka profilaksis pasca pajanan tidak diperlukan, namun apabila status HBsAg sumber pajanan (+) atau tidak dapat diketahui, maka profilaksis wajib diberikan. Profilaksis yang digunakan adalah HBIG single dose 0,06 mL/kg BB, yang diberikan sesegera mungkin (maksimal 48 jam setelah pajanan). Penderita lalu harus menerima imunisasi Hepatitis B, paling lambat pada minggu pertama setelah pajanan. Bila pajanan yang terjadi adalah kontak seksual, maka pemberian dosis HBIG 0,06 mL/kg BB harus diberikan sebelum 14 hari setelah pajanan, dan tentu diikuti dengan imunisasi. Pemberian vaksin Hepatitis B dan HBIG bisa dilakukan pada waktu bersamaan, namun di lokasi injeksi yang berbeda. Status HBsAg dan anti-HBs penderita lalu diperiksa kembali 1 bulan setelah pajanan. Apabila orang yang terpajan terbukti memiliki kadar anti-HBs > 10 IU/L, maka profilaksis pasca pajanan tidak perlu diberikan.1 Penderita dengan HBsAg (+) harus segera dikonsultasikan dengan dokter untuk evaluasi lebih lanjut. Penderita juga harus diperiksakan status HBeAg, anti-HBe, DNA VHB, SGOT, dan SGPT-nya untuk menentukan tingkat keparahan penyakit dan saat terapi yang tepat. Pilihan terapi yang bisa digunakan mencakup Interferon, Lamivudin, Adefovir, Telbivudin, Entecavir, atau Tenofovir. 1 2.2 Hepatitis B pada Kehamilan 2.2.1 Pengaruh infeksi VHB pada kehamilan
Infeksi VHB kronis atau akut pada kehamilan sama dengan populasi pada umumnya. Infeksi VHB tidak menyebabkan peningkatan mortalitas maupun menyebabkan efek teratogenik. Namun, pada infeksi VHB akut insidensi untuk terjadinya berat bayi lahir rendah dan prematur lebih tinggi. Dimana diabetes gestasional, perdarahan antepartum dan persalinan prematur lebih sering terjadi pada infeksi VHB kronik. 3 Kelahiran prematur meningkat sebesar 15-35%, yang kemungkinan disebabkan karena keadaan penyakitnya yang berat, pengaruh virus pada janin atau plasenta. Diperkirakan bahwa kenaikan kadar asam empedu dan asam lemak bebas bersama dengan timbulnya ikterus dapat meningkatkan tonus otot uterus dan memulai persalinan. 3 17
Tidak didapatkan adanya efek teratogenik maupun kondisi akut pada janin, sehingga dianggap outcome bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi VHB sama dengan bayi yang dilahirkan dari ibu yang tidak terinfeksi. Pada umumnya yang menjadi permasalahan di sini adalah penularan vertikalnya saja. Bila ibu hamil terinfeksi VHB pada kehamilan trimester I dan II maka penularan vertikal hanya kurang dari 10%. Tetapi bila infeksi VHB terjadi pada kehamilan trimester III, penularan vertikal menjadi lebih tinggi yaitu 76%. 3 Infeksi
akut
VHB
pada
kehamilan
trimester
III
sering
berkembang
menjadi/menyebabkan hepatitis fulminant dan persalinan prematur sedangkan pada persalinan dapat menyebabkan perdarahan postpartum terutama bila terjadi gangguan fungsi hati. Dikarenakan adanya gangguan pada fungsi hati maka terjadi perpanjangan waktu protrombin
dan
waktu
aktivasi
parsial
tromboplastin
yang
dapat
menyebabkan
kecenderungan perdarahan, terutama perdarahan post partum. 3 2.2.2. Pengaruh kehamilan pada infeksi VHB
Pada ibu hamil normal sering terlihat tanda-tanda seperti yang kita dapatkan pada penderita sirosis hati misalnya spider angioma dan eritema palmaris. Hal ini wajar pada kehamilan sebagai akibat meningkatnya kadar estrogen. Selama kehamilan masih dalam batas normal, fungsi hati tidak akan terganggu. Pada tes laboratorium faal hati sering didapatkan nilainya yang berubah pada kehamilan trimester III. Hal ini mungkin disebabkan karena meningkatnya volume plasma darah sehingga terjadi hemodilusi yang digambarkan dengan menurunnya protein total, albumin, gama globulin dan asam urat. Plasenta yang sedang berkembang menghasilkan alkali fosfatase sehingga kadar alkali fosfatase meningkat dalam darah. Demikian juga kolesterol, globulin dan fibrinogen akan meningkat. Bilirubin, transaminase, asam empedu tidak berubah atau bila berubah meningkat sedikit dan akan menurun lagi pada saat aterm. 3 Resiko infeksi VHB pada kehamilan adalah sama dengan pada wanita yang tidak hamil. Bahaya infeksi tersebut adalah sama pada semua trimester kehamilan. Pada masyarakat dengan gizi yang baik, angka kematian dari infeksi VHB pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil adalah sama. Tetapi pada masyarakat dengan masalah malnutrisi, angka kematiannya adalah lebih tinggi tetapi tetap sama pada wanita hamil maupun tidak. Bila 18
infeksi VHB terjadi pada kehamilan trimester I atau permulaan trimester II, maka gejalagejalanya akan sama dengan gejala infeksi VHB pada wanita tidak hamil. Sedangkan infeksi VHB yang terjadi pada ibu hamil trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat bahkan dapat menunjukkan gejala-gejala hepatitis fulminant. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan trimester III terdapat defisiensi faktor lipotrofik disertai kebutuhan janin akan nutrisi yang meningkat. Hal ini menyebabkan ibu mudah jatuh ke dalam akut hepatic nekrosis. Angka kejadian hepatitis fulminant pada wanita hamil berkisar 10-20%, terutama terjadi pada kehamilan trimester III. Selama kehamilan terjadi beberapa perubahan pada sistem imun ibu, seperti pergeseran pada keseimbangan Th1-Th2 ke respon Th2, peningkatan jumlah dari regulator sel T, dll, yang berkontribusi terhadap penurunan respon imun terhadap HBV. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk mencegah terjadinya penolakan terhadap fetus yang sebagian bersifat alogenik terhadap sistem imun ibu. Perubahan ini menyebabkan peningkatan DNA HBV dan penurunan level aminotransferase. Setelah persalinan terjadi perbaikan kembali sistem imun yang menyebabkan hal yang sebaliknya. Terjadi peningkatan alanine aminotransferase (ALT) yang signifikan dan penurunan DNA HBV pada saat itu. 3 2.2.3 Transmisi VHB perinatal
Transmisi perinatal merupakan cara yang paling umum terjadi pada transmisi HBV. Sekitar sepertiga infeksi HBV didapatkan melalui transmisi perinatal. Infeksi HBV pada neonatus di definisikan sebagai didapatkan HBsAg positif 6 bulan setelah lahir. Antibodi untuk anti-HBe dan anti-hepatitis B core antigen dapat melewati sawar plasenta dan menghilang sebelum usia 12 dan 24 bulan. Jadi, itu merupakan antibodi ibu transplasenta dan bukan merupakan indikator infeksi HBV. 3,4 Infeksi perinatal dimediasi melalui tiga cara utama: 1) transmisi intrauterine; 2) transmisi intrapartum atau labor; 3) transmisi postnatal. Mekanisme transmisi intrauterine masih belum banyak diketahui tapi terdapatnya infeksi intrauterine diperlihatkan dalam beberapa studi, diindikasikan dengan ditemukannya HBsAg dan HBV DNA pada bayi baru lahir dan dari plasenta dan studi PCR. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi intrauterine adalah ibu dengan HBeAg positif, DNA HBV yang terdeteksi, mutasi spesifik allel pada 19
HBV ibu, riwayat partus prematurus iminens, dan infeksi hepatitis B akut didapat saat hamil, terutama saat trimester akhir. HBeAg negatif pada ibu dengan viral load yang tinggi (DNA HBV load >10 8 IU/mL) merupakan resiko yang tinggi untuk terjadinya transmisi virus kepada janin di intrauterine. 3,4 Sejak lama para ahli berpendapat bahwa partikel VHB utuh (partikel Dane) dalam keadaan biasa tidak dapat menembus plasenta. Dahulu diduga lewatnya partikel Dane melalui plasenta hanya terjadi bila terdapat kebocoran plasenta, misalnya bila terjadi robekan dan lain-lain. Namun, banyak bukti menunjukka bahwa dalam keadaan tertentu tanpa kebocoran plasenta juga dapat terjadi perpindahan virus. Bukti-bukti tersebut antara lain 43,8% dari jaringan hati dan serum bayi yang dilahirkan oleh ibu HBsAg positif yang mengalami abortus ternyata menunjukkan DNA VHB yang positif dan bahkan 33,3% bayi-bayi tersebut telah mengalami integrasi DNA VHB dalam genom sel hati. Disamping itu, banyak neonatus yang menunjukka HBsAg positif dengan titer yang sangat tinggi pada darah tali pusat ataupun darah bayi yang diambil pada hari-hari pertama setelah lahir. Hal ini menunjukkan bahwa VHB telah mengalami replikasi sebelum bayi dilahirkan. Sampai saat ini seorang bayi dikatakan telah mendapat infeksi VHB inutero bila dalam jangka waktu kurang dari 6 minggu (yang merupakan masa tunas terpendek VHB) bayi tersebut telah menunjukkan HBsAg yang positif. Untuk mudahnya bila seorang bayi sudah HBsAg positif pada usia 1 bulan, bayi tersebut telah mendapat infeksi VHB inutero. Sampai sekarang belum diketahui bagaimana VHB dapat melewati plasenta. Salah satu teori mengatakan bahwa pada keadaan tertentu yang menyebabkan kontraksi uterus terjadi maternofetal micro perfusion. Hal ini dapat terjadi pada trimester 2 dan 3.
Transmisi intrapartum atau labor dapat terjadi jika terdapat transfusi darah ibu ke fetus saat kontraksi; akibat dari ketuban pecah; dari darah ibu yang terkontaminasi HBV atau cairan ketuban atau cairan vagina yang tertelan bayi atau masuk ke sirkulasi darah bayi melalui ruptur plasenta; atau melalui kontak langsung fetus dengan darah atau cairan yang terinfeksi melalui jalan lahir ibu. Jumlah HBV sebanyak 10 8 IU/mL dari darah ibu yang masuk ke janin dapat menyebabkan infeksi HBV pada janin. 3,4 Transmisi postpartum terjadi dalam jumlah yang sedikit dan mekanismenya masih 20
belum diketahui dengan jelas. Mekanisme yang mungkin terjadi adalah terdapat kontak langsung dari bayi terhadap sekret ibu yang terkontaminasi infeksi HBV. Dapat juga terjadi melalui: kontak langsung dari ibu ke bayi sepertu mencium bayi dengan mulut ke mulut, selain itu juga dapat terjadi akibat infeksi nosocomial yaitu kurangnya higenitas tenaga kesehatan yang berhubungan dengan bayi dan ibu. 3,4 Tanpa profilaksis resiko transmisi ibu ke bayi sangat tinggi. Bervariasi tergantung dari status HBeAg/anti-HBe ibu. 70%-90% pada ibu dengan HBeAg positif, 25% pada ibu dengan HBeAg negatif/HBeAb negatif, dan 12% pada ibu dengan HBsAg negatif/anti-HBe positif. Program skrining pada ibu hamil bertujuan untuk mengidentifikasi HBsAg positif pada ibu merupakan pemeriksaan yang umumnya di lakukan pada kehamilan di kebanyakan negara. Saat HBsAg positif teridentifikasi maka bayi akan mendapatkan imunoprofilaksis aktif dan pasif untuk mencegah penularan secara vertikal dari ibu ke bayi. Imunoprofilaksis pasif adalah dengan memberikan imunoglobulan Hepatitis B (HBIG) dan imunoprofilaksis aktif adalah dengan memberikan vaksin hepatitis B. 3,4 Meskipun dengan pemberian profilaksis ini efektif dalam mencegah penularan HBV melalui ibu, namun beberapa anak (3%-13%) yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, terutama dengan HBeAg akan menjadi karier HBsAg meskipun telah diberikan imunoprofilaksis baik secara aktif maupun pasif. 3,4 HBeAg ibu dapat melewati plasenta dari ibu ke fetus dan merangsang toleransi sel T dalam uterus. Mekanisme infeksi HBV intrauterine masih belum diketahui dengan jelas namun penyebab utamanya adalah gagalnya blockade imun. Serum DNA HBV yang tinggi pada wanita hamil merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya infeksi HBV intrauterine, berhubungan dengan kadar DNA HBV dalam darah umbilical dan titer HBsAg. HBV dapat menginfeksi semua sel pada plasenta (desidua, trofoblastik, mesenkimal villi, sel endotel kapiler vili) dan DNA HBV terdapat pada semua generasi sel spermatogenik dan sperma pada laki-laki dengan infeksi HBV, cairan folikular dan pada ovarium. Adanya virus pada sel sperma dapat menjadi salah satu penyebab transmisi infeksi HBV pada neonatus. 3,4 2.2.4 Penanganan infeksi VHB saat kehamilan
Penanganan infeksi VHB pada kehamilan harus mempertimbangan semua resiko dan 21
keuntungan pada ibu dan fetus. Masalah utama pada fetus adalah mengenai bahaya teratogenik dari obat saat embryogenesis. Tujuh obat yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan hepatitis B adalah PEG-interferon alpha 2a,
Interferon alpha 2b, lamivudine, adefovir, entecavir, telbivudine dan tenofovir. 5,6 Interferon kontraindikasi diberikan saat hamil, dapat digunakan pada wanita usia subur karena biasanya diberikan pada periode tertentu (48-96 minggu). Pemberian interferon direkomendasikan diberikan bersama penggunaan kontrasepsi selama pengobatan. 5,6 Agen antivirus oral seperti nukleosida atau anolog nukleosida bekerja dengan menginhibisi polymerase virus, biasanya digunakan dalam jangka waktu yang lama. Obat ini dapat mempengaruhi replikasi DNA mitokondria sehingga berpotensi untuk menyebabkan toksisitas pada mitokondria yang berpengaruh terhadap perkembangan fetus. 5,6 Tabel 2. Kategori obat antiviral untuk hepatitis B pada kehamilan Obat
Kategori kehamilan
Lamivudin
C
Entecavir
C
Telbivudin
B
Adefovir
C
Tenofovir
B
Interferon alpha 2a
C
Pegylated-Interferon alpha 2a
C
FDA mengklasifikasi obat menjadi 5 kategori (A,B,C,D dan X) tergantung dari kemungkinan efek teratogenik pada manusia maupun hewan. 5 obat oral analog nukleotida untuk terapi HBV diklasifikasikan sebagai kategori B atau kategori C. Obat yang tergolong dalam kategori C adalah lamivudine, adefovir, dan entecavir merupakan obat yang memperlihatkan efek teratogenik atau embriosidal pada binatang percobaan dan tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil. 5,6
22
Obat yang tergolong dalam kategori B adalah telbivudine dan tenofovir dimana obat ini tidak memperlihatkan adanya resiko pada janin pada studi terhadap binatang percobaan dan tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil atau pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping yang tidak terjadi pada studi terkontrol terhadap wanita hamil trisemester 1 dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trisemester selanjutnya.
5,6
Pemilihan terapi anti-HBV pada wanita hamil sangat sulit. Terdapat beberapa parameter yang biasanya digunakan untuk menentukan terapi pada hepatitis B (usia, stadium penyakit, komobiditas, jumlah virus, genotype, kekuatan dari agen, barrier genetik, dll), pemilihan obat pada wanita usia subur dipertimbangkan juga keamanan obat selama kehamilan, menyusui dan lamanya terapi.
5,6
Pada kasus dimana perempuan yang tidak mendapat pengobatan HBV dan berencana untuk hamil, maka terapi dapat ditunda setelah persalinan. Contohnya, jika perempuan tersebut berada pada fase imuntoleransi saat infeksi (tingginya kadar DNA HBV dengan ALT normal dan biopsi hepar inaktif) terapi dapat ditunda setelah persalinan. Namun, perempuan dengan HBeAg positif dan viral load yang tinggi maka profilaksis harus diberikan pada trisemester ketiga untuk mengurangi transmisi. 5,6 Pada perempuan yang dalam pengobatan dan hamil, jika terdapat fibrosis yang signifikan makan terapi harus tetap dilanjutkan untuk mengurangi resiko terjadinya dekompensasio dari penyakit hepar. Ini memiliki efek yang negatif terhadap kesehatan fetus. Jika memungkinkan dapat diganti dengan agen antiviral yang lebih aman untuk kehamilan. Kesimpulannya, pemilihan terapi anti-HBV pada perempuan hamil tergantung dari tujuan pengobatan apakah untuk menangani penyakit hepat akut dimana terapi tidak dapat ditunda atau untuk mencegah transmisi infeksi pada fetus dari tingginya viremia pada ibu tanpa kelainan hepar yang signifikan. Pada perempuan yang sedang dalam pengobatan dan hamil makan obat dapat dilanjutkan atau dihentikan atau diganti dengan obat kategori B. 5,6 Semua perempuan hamil pada trisemester pertama harus melakukan skrining terhadap infeksi HBV. Jika hasilnya negatif, tidak diperlukan vaksinasi yang rutin selama hamil, meskipun aman dan harus diberikan pada mereka dengan resiko tinggi: berganti-ganti pasangan (lebih dari dua dalam waktu 6 bulan terakhir), riwayat penyakit menular seksual 23
atau terinfeksi penyakit menular seksual, Intravenous drug users, tinggal di daerah endemik HBV, dan mereka dengan pasangan HBsAg positif. Pada bayi diberikan vaksinasi terhadap hepatitis B dan vaksinasi lainnya. Jika pada perempuan hamil didapatkan hasil yang positif pada awal kehamilan, perlu diketahui status dari penyakit tersebut. Jika perempuan tersebut didapatkan infeksi HBV yang sangat aktif (peningkatan ALT yang signifikan dengan viral load yang tinggi), atau dengan suspek sirosis, terapi harus diberikan tanpa melihat usia gestasi. Jika perempuan tersebut terinfeksi dalam keadaan yang inaktif (ALT rendah dan Viral load rendah) terapi tidak diperlukan dan pengawasan berlanjut tetap dilakukan untuk mencegah resiko terjadi peningkatan VHB nantinya pada kehamilan dan beberapa bulan setelah postpartum. 5,6 Kuantitas dari DNA HBV direkomendasikan pada semua perempuan yang terinfeksi pada akhir trisemester kedua (usia kehamilan 26-28 minggu) : jika viral load >10 6 kopi/mL, profilaksis antiviral untuk transmisi HBV pada neonatus dapat diberikan pada awal trisemester ketiga (28-30 minggu). 5,6
Gambar 7. Algoritma penangangan infeksi VHB saat kehamilan 2.2.5 Imunoprofilaksis
Pada juli 2004, WHO merekomendasikan vaksin HBV dimasukkan dalam program imunisasi nasional dan neonatus pada daerah endemik HBV untuk diberikan vaksin HBV saat 24
lahir dan diikuti 2-3 dosis selanjutnya. Pemberian vaksin dalam 3 dosis memperlihatkan konsentrasi antibody proteksi pda 95% bayi dan anak dan 90% pada masa dewasa. 5,6 Di Australia di rekomendasikan untuk memberikan dosis awal vaksin HBV dalam waktu 24 jam setelah lahir, di ikuti dengan 3 dosis berturut-turut pada bulan ke 2, 4, dan 6 atau 12 bulan. Pada bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi HBV kronik diberikan imunoprofilaksis secara aktif dan pasif yaitu satu dosis awal vaksin HBV dan satu dosis HBIG segera setelah lahir, dan diikuti dengan 3 dosis vaksin HBV pada dalam tahun pertama kehidupan. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mengurangi transmisi dari ibu ke bayi saat masa nifas, infeksi akut pada usia ini dapat menyebabkan resiko tinggi untuk menjadi infeksi kronik karena toleransi imun pada sistem imun bayi yang imatur. Setelah serangkaian vaksin lengkap diberikan maka pemeriksaan terhadap HBsAG dan antibody terhadap HBsAg (antiHBs) harus dilakukan pada usia 9 sampai 18 bulan. HBsAg negatif dengan kadar anti-HBs lebih dari 10 mIU/mL dianggap sebagai imun dan tidak diperlukan managemen terapi lanjutan. Jika anti-HBs kurang dari 10mIU/mlL maka perlu dilakukan vaksin ulang (3 dosis) diikuti dengan pemeriksaan ulang dalam waktu 1 sampai 2 bulan setelah dosis akhir. 5,6 Adanya anti-HBs ibu pada bayi yang lahir dari ibu dengan imunitas terhadap hepatitis B (melalui plasenta dan ASI) walaupun dalam konsentrasi yang besar, tidak menunjukkan efek yang panjang terhadap HBV. Pemberian vaksin HBV tetap harus diberikan. 5,6
25
Gambar 8. Algoritma pencegahan transmisi infeksi HBV prenatal 2.2.6 Penanganan anak dan ibu dengan HBsAg (+)
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, penularan virus Hepatitis B secara vertikal masih memegang peranan penting dalam penyebaran virus Hepatitis B. Selain itu, 90% anak yang tertular secara vertikal dari ibu dengan HBsAg (+) akan berkembang mengalami Hepatitis B kronis. Maka pencegahan penularan secara vertikal merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam memutus rantai penularan Hepatitis B. 1 26
Langkah awal pencegahan penularan secara vertikal adalah dengan mengetahui status HBsAg ibu hamil. Langkah ini bisa dilakukan dengan melakukan penapisan HBsAg pada setiap ibu hamil. Metode penapisan HBsAg bisa menggunakan pemeriksaan cepat (rapid test). Penapisan ini sebaiknya diikuti oleh semua wanita hamil pada trimester pertama kehamilannya. Hal ini dimaksudkan agar ibu, keluarga, dan tenaga medis memiliki kesempatan untuk mempersiapkan tindakan yang diperlukan apabila ibu memiliki status HBsAg (+). Pelayanan pemeriksaan penapisan Hepatitis B ini dapat dilaksanakan dan disediakan pada sarana pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan yang telah dilatih. 1 Apabila ibu yang akan melahirkan memiliki status HBsAg (+) dan HBeAg (+), maka persalinan ibu tersebut wajib dilakukan/didampingi oleh tenaga medis yang terlatih. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg (+) dan HBeAg (+) disarankan segera mendapat suntikan HBIG 0,5 mL dan vaksin Hepatitis B. Kedua suntikan ini diberikan segera setelah bayi dilahirkan (kurang dari usia 12 jam). Pemberian imunisasi selanjutnya sesuai Program Imunisasi Hepatitis B Nasional (pada bulan ke-2, 3 dan 4). Selanjutnya perlu diketahui status HBsAg dan anti HBsnya pada saat bayi berusia 9-12 bulan. 1 Ibu dengan HBsAg (+) dan HBeAg (+) harus dirujuk ke dokter ahli untuk berkonsultasi mengenai kemungkinan terapi penyakitnya. Penderita juga sebaiknya diperiksakan status, anti-HBe, DNA VHB, dan ALTnya. Ibu yang positif Hepatitis B disarankan untuk tetap menyusui bayinya. 1 Apabila ibu yang akan melahirkan memiliki status HBsAg (+) dan HBeAg (-), maka persalinan ibu tersebut wajib dilakukan/didampingi oleh tenaga medis yang terlatih. Sesuai anjuran program imunisasi, bayi segera mendapatkan imunisasi HB0, sedangkan ibunya sebaiknya mendapat konseling dari dokter ahli Penyakit Dalam atau dokter yang telah dilatih tentang Hepatitis B virus. 1
BAB III 27
KESIMP/LAN
Infeksi VHB tidak menyebabkan peningkatan mortalitas maupun menyebabkan efek teratogenik. Namun, pada infeksi VHB akut insidensi untuk terjadinya berat bayi lahir rendah dan prematur lebih tinggi. Transmisi perinatal merupakan cara yang paling umum terjadi pada transmisi HBV. Sekitar sepertiga infeksi HBV didapatkan melalui transmisi perinatal. Infeksi HBV pada neonatus di definisikan sebagai didapatkan HBsAg positif 6 bulan setelah lahir. Pemeriksaan ./s'g dian2urkan pada semua perempuan hamil, baik *ang sudah pernah melakukan
pemeriksaan
sebelumn*a
maupun
*ang
telah
melakukan
vaksinasi1
Mengidenti4ikasi ;./ positi4 pada perempuan hamil merupakan )ara *ang paling e4ekti4 untuk men)egah transmisi pada ba*i baru lahir dengan pemberian pro4ilaksis se)ara akti4 maupun pasi4 segera setelah lahir1 Pada perempuan dengan kadar viremia *ang sangat tinggi tetap dapat men*ebabkan ba*i baru lahir tertular in4eksi se)ara in utero meskipun telah diberikan pro4ilaksis se)ara akti4 maupun pasi41 Untuk itu, dian2urkan pemberian terapi antiviral pada trimester ketiga1
28