HEPATITIS C Bpk. Kusdarmadi
Disusun Oleh : 1. Benny Arief Sulistyanto (05.0009.S) 2. Nur Adhimah (05.0028.S)
STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PRODI S1 KEPERAWATAN 2007
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis C saat ini menjadi perhatian tersendiri dalam masalah kesehatan masyarakat karena paling sering menyebabkan gejala sisa berupa hepatitis kronik, sirosis hati dan kanker hati primer. Dibandingkan dengan hepatitis B, virus hepatitis C lebih ganas dan lebih sering menyebabkan penyakit hati menahun. Replikasi virus ini sangat cepat dan dapat mencapai 10 triliun kopi sehari. Infeksi Virus Hepatitis C (HCV) didapatkan diseluruh dunia. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 3% atau 170 juta orang di seluruh dunia terinveksi Virus Hepatitic C (HCV). Penderita hepatitis C akan terus bertambah seiring bertambahnya infeksi baru yang setiap tahunnya mencapai 3 - 4 juta orang. Hal ini menyebabkan hepatitic C merupakan salah satu penyebab dari 10 besar penyebab kematian umat manusia. Angka pasti prevalensi hepatitis C di Indonesia belum diketahui. Namun bila memakai acuan angka kejadian rata-rata dunia yang 3% bila dikalikan penduduk Indonesia sebanyak 220 juta, akan diperoleh angka 6,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap virus berbahaya ini.
B. MAKSUD DAN TUJUAN Hepatitis C adalah penyakit yang sama bahayanya dengan Hepatitis A maupun Hepatitis B yang transmisinya tidak hanya dengan jalan parental tetapi juga menurun dari ibu ke anak. Oleh karena itu tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengenal mengenai penyebab, tanda dan gejala, cara penularan hingga pengobatan penyakit ini sehingga dapat menambah wawasan pembaca mengenai penyakit Hepatitis C.
ISI
Sebelum ditemukan virus hepatitis C (HCV), dunia medis mengenal 2 virus sebagai penyebab hepatitis, yaitu : virus hepatitis A (VHA) dan virus hepatitis B (HVB). Namun demikian terdapat juga peradangan hati yang tidak disebabkan oleh kedua virus ini dan tidak dapat dikenal pada saat itu sehingga dinamakan hepatitis Non-A, Non-B (hepatitis NANB) dan akhirnya pada tahun 1988 para peneliti Chiron Corporation di California telah menemukan virus hepatitis baru yang disebut virus hepatitis C (HCV), ditemukan pada penderita HNANB yang transmisinya melalui darah atau produk. Genom virus ini merupakan untuaian RNA tunggal, yang panjangnya 10.000 nuklotida. HCV mengandung selubung lipid dengan diameter 50-60 nm dan sensitif terhadap pelarut organik misalnya kloroform. Antigen Virus mengandung 363 asam amino. Anti HCV telah ditemukan pada serum penderita HNANB pasca-tranfusi sebanyak 60-90%. Dengan demikian sejak saat ini HNANB yang transmisinya parental, disebut HCV.
A. ETIOLOGI Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV= Hepatitis C virus). HCV adalah virus RNA yang digolongkan dalam Flavivirus bersama-sama dengan virus hepatitis G, Yellow fever, dan Dengue. Virus ini umumnya masuk kedalam darah melalui tranfusi atau kegiatan-kegiatan yang memungkinkan virus ini langsung terpapat dengan sirkulasi darah.
Gambar 1. Virus Hepatitis C
Kecepatan replikasi HCV sangat besar, melebihi HIV maupun HBV. Virus ini bereplikasi melalui RNA-dependent RNA polimerase yang akan menghasilkan
salinan
RNA virus
tanpa
mekanisme
proof-reading
(mekanisme yang akan menghancurkan salinan nukleotida yang tidak persis sama dengan aslinya). Kondisi ini akan menyebabkan timbulnya banyak
salinan-salinan RNA HCV yang sedikit berbeda namun masih berhubungan satu sama lain pada pasien yang disebut quasispecies. Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan lebih dari 50 subtipenya. Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.
B. GEJALA KLINIS Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau hanya bergejala minimal. Hanya 20-30% kasus yang menunjukkan tanda-tanda hepatitis akut 7 – 8 minggu (berkisar 2 – 26 minggu) setelah terjadinya paparan. Tanda dan gejala : • Malaise. •
Jaundice (kulit atau mata menjadi kuning), jarang terjadi.
•
Fatigue (lelah).
•
Loss of appetite (anorexia/hilang selera makan).
•
Nausea and vomiting (mual dan muntah).
•
Low-grade fever (demam rendah).
•
Pale or clay colored stools (pucat).
•
Dark urine (urine menjadi gelap).
C. CARA PENULARAN Pada umumnya cara penularan HCV adalah parental. Semula penularan HCV dihubungkan dengan transfusi darah atau produk darah, melalui jarum suntik. Tetapi setelah ditemukan bentuk virus dari hepatitis, makin banyak laporan mengenai cara penularan lainnya, yang umumnya mirip dengan cara penularan HBV. 1. Penularan horizontal Penularan HCV terjadi terutama melalui cara parental, yaitu tranfusi darah atau komponen produk darah, hemodialisa, dan penyuntikan obat secara intravena. 2. Penularan vertikal Penularan vertikal adalah penularan dari seseorang ibu pengidap atau penderita Hepatitis C kepada bayinya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau beberapa saat persalinan.
D. KELOMPOK RESIKO TINGGI Angka kejadian HCV akan lebih tinggi pada kelompok resiko tinggi. Berdasar
laporan hasil penelitian, diperoleh dara mereka yang dapat
digolongkan kelompok resiko tinggi ialah 1. Penerima tranfusi darah atau produk darah (resipen). 2. Yang sering menggunakan obat-obat intravena (intravena drug users/ab-users). 3. Tenaga medis/paramedis yang sering kontak dengan darah atau komponen darah. 4. Penderita yang mendapat hemodialisa dan anggota staf ruang hemodialisis.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis hepatitis virus C dikenal mulai dari hepatitis akut, fulminan, kronis, yang dapat berkembang menjadi serosis atau kanker hati.
Gmb.1. Normal liver histologi
Gmb. 2. Awal HCVmenyebabkan fibrosis
Gmb. 3. Stadium lanjut sirosis
Gambar 2. Histologic views of progression to cirrhosis
Hepatitis C akut Umumnya secara klinik gejala HCV akut lebih ringan daripada hepatitis virus akut lainnya. Masa inkubasi HCV terletak anatar HAV dengan HBV, yaitu sekitar 2 – 26 minggu, dengan rata-rata 8 minggu. Pada penderita hepatitis akut ditemukan Anti HCV positif pada 75,5% HNANB pasca-tranfusi, 35% pada HNANB sporadik dan hanya 2,4 pada HBV. Sebagian besar penderita yang terserang HCV akan menjurus jadi kronis.
Hepatitis C kronis Infeksi akan menjadi kronik pada 70 – 90% kasus dan sering kali tidak menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan hati erjalan terus. Hilangnya HCV setelah terjadinya hepatitis kronis sangat jarang terjadi. Diperlukan waktu 20 – 30 tahun untuk terjadinya serosis hati yang sering tejadi pada 15 – 20% pasien hepatitis C kronis. Progresivitas hepatitis kronik menjadi sirosis hati tergantung bebrapa faktor resiko yaitu : asupan alkohol, ko-infeksi dengan virus hepatitis B atau Human Immunodeficiency Virus (HIV), jenis kelamin laki-laki dan usia tua saat terjadinya infeksi. Setelah terjadi sirosis hati, maka dapat timbul kanker hati dengan frekuensi 1 – 4% tiap tahunnya. Kanker hait dapat terjadi tanpa melalui sirosis hati walaupun hal ini amat jarang terjadi.
Gambar 3. Perkembangan Hepatitis C kronik
Hepatitis C Fulminan Hepatitis fulminan jarang terjadi. ALT (alanine amino - transferase) meninggi sampai beberapa kali diatas batas atas normal tetapi umumnya tidak sampai lebih dari 1000 U/L.
F. PENCEGAHAN Penyakit ini belum ada vaksin untuk pencegahannya, tetapi dapat disembuhkan asalkan diperiksa secara dini. Vaksinasi Hepatitis C belum bisa dilakukan karena virus hepatitis C bervariasi secara genetic. Selain itu, virus ini juga memiliki angka mutasi yang tinggi sehingga sering kali menghindari antibody tubuh. Dengan tingginya angka replikasi dapat dipastikan akan munculnya generasi HCV yang beraneka ragam dan mampu menghindari sistem kekebalan tubuh penderitanya.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Beberapa jenis pemeriksaan utama yang biasa dilakukan untuk mendiagnosa dan memantau infeksi hepatitis C yaitu Uji Elisa anti-HCV, HCV Kualitatif, Tes Genotipe dan Tes Kesehatan Hati. 1. Uji HCV Kualitatif yaitu jika tes ELISA menunjukkan seseorang telah terpapar HCV, dokter akan melakukan pemeriksaan HCV PCR (Polymerase Chain Reaction) kualitatif. Pemeriksaan ini secara khusus memeriksa ada tidaknya RNA HCV. 2. Tes Genotipe yaitu untuk menentukan jenis HCV yang menginfeksi seseorang. Hasil tes ini akan menentukan lama pengobatan yang akan diberikan dokter. 3. Tes Kesehatan Hati, meliputi ALT yaitu tes darah yang mengukur ensim alanine amino - transferase yang biasanya terdapat di dalam hati. Peningkatan ALT menandakan adanya suatu infeksi di hati. Biopsi hati (dianjurkan, tetapi tidak wajib), pemeriksaan yang dilakukan dengan mengangkat sedikit jaringan hati untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui tingkat kerusakan hati dan/atau menemukan bentuk penyakit hati yang lainnya. Tes umum lainnya, meliputi kimiawi darah, mengukur kadar trombosit dan waktu protrombin.
H. PENGOBATAN Diagnosa dan pengobatan awal sangatlah mendesak dan penting. Persentase yang signifikan dari orang yang melakukannya dapat sembuh dari Hepatitis C dan menunjukan perbaikan hatinya. Tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh anda sedini mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati. Pengobatan hepatitis C kronik adalah dengan menggunakan infterferon alfa dan ribafirin. Umumnya disepakati bila genotipe HCV adalah genotipe 1 dan 4, maka terapi perlu diberikan selama 48 minggu dan bila genotipe 2 dan 3, terapi cukup diberikan selama 24 minggu. 1. Interferon alfa. Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh
tubuh manusia untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya. Obat yang direkomendasikan untuk penyakit Hepatitis C kronis adalah dari inteferon alfa bisa dalam bentuk alami ataupun sintetisnya. 2. Pegylated interferon alfa. Dibuat dengan menggabungkan molekul
yang larut air yang disebut "polyethylene glycol (PEG)" dengan molekul interferon alfa. Modifikasi interferon alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan penelitian menunjukkan lebih efektif dalam
membuat respon bertahan terhadap virus dari pasien Hepatitis C kronis dibandingkan interferon alfa biasa. 3. Ribavirin. Adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon
alfa untuk pengobatan Hepatitis C kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif melawan virus Hepatitis C, tetapi dengan kombinasi interferon alfa, lebih efektif daripada inteferon alfa sendiri. Kontra indikasi terapi adalah berkaitan dengan penggunaan Interferon dan Ribavirin tersebut. Pasien yang berumur lebih dari 60 tahun, Hb < 10 g/dl, leukosit darah < 2500/ul, trombosit < 100.000/uL, adanya ganggguan jiwa yang berat dan adanya hipertiroid tidak diindikasikan untuk terapi Iinterferon dan Riabvirin. Pasien dengan gangguan ginjal juga tidak diindikasikan menggunakan Ribavirin karena dapat memperberat gangguan ginjal yang terjadi. Untuk Interveron alfa yang konvensional, diberikan seriap 2 hari atau 3 kali seminggu dengan dosis 3 juta unit subkutan setiap kali pemberian. Interveron yang telah diikat dengan poly-ethylen glycol (PEG) atau dikenal dengan Peg-Interferon, diberikan setiap minggu dengan dosis 1,5 ag/kgBB/kali (untuk Peg-Interferon 12 KD) atau 180 ug (untuk PegInterveron 40 KD). Pemberian Interferon diikuti dengan pemberian
Ribavirin dengan dosis pada pasien dengan berat badan < 50 kg 800 mg setiap hari, 50 – 70 kg 1000 mg setiap hari, dan > 70 kg 1200 setiap hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
PENUTUP Sampai saat ini vaksin Hepatitis C belum ditemukan oleh karena itu langkah yang terbaik untuk menangulanginya adalah dengan langkah pencegahan. Kita dapat mencegah penularan Hepatitis C. Cara penyebaran yang paling efesien Hepatitis C adalah melalui suntikan yang terkontaminasi oleh darah, misalnya di saat memakai obat suntik. Jarum suntik dan alat suntik sebelum digunakan harus steril dengan demikian menghentikan penyebaran penyakit Hepatitis C di antara pengguna obat suntik. Meskipun resiko penularan melalui hubungan seksual kecil, anda seharusnya menjalankan kehidupan seks yang aman. Penderita Hepatitis C yang memiliki lebih dari satu pasangan atau berhubungan dengan orang banyak harus memproteksi diri (misalnya dengan kondom) untuk mencegah penyebaran Hepatitis C.
DAFTAR PUSTAKA Burnner & Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah (Alih bahasa oleh:Yasmin Asih). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Hadi, Sujono. 1999. Gastroenterologi. Bandung: P.T. ALUMNI. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius FKUI. Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tanbayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC). ULR: http://www.depkes.go.id ULR: http://www.medicastore.com/ ULR: http://www.uihealthcare.com news/currents/vol3issue3/1hepatology.html (last modification date: Thu Aug 3 15:36:17 2006)