IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BERDASARKAN SINGKAPAN BATUAN WILAYAH BANTARUJEG, KABUPATEN MAJALENGKA, PROVINSI JAWA BARAT
Oleh : Dwi Setyono
140710160031 Program Studi Geofisika, Universitas Padjadjaran 2017 Abstrak
Wilayah Bantarujeg, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat memiliki struktur geologi yang cukup lengkap. Batu lempung dan pasir mendominasi sepanjang Formasi Cantayan dan Formas Bantarujeg. Di selatan terdapat batuan basalt vulkanik zaman Kuarter yang merupakan hasil proses vulkanik Gunung Ciremai. Lapisan lempung dan pasir diperkirakan te rbentuk pada zaman Tersier yang terjadi karena proses anjakan Jawa pada kala Miosen akhir. Anjakan Jawa disebabkan pergerakan Lempeng Indo-Australis dengan lempeng Eurasia yang menyebabkan gaya Tekanan Kompresional (Compressional ( Compressional Stress). Stress). Gaya ini juga menyebabkan banyaknya struktur kekar pada lapisan batuan. Pada daerah ini juga terjadi Sesar Seret yang merupakan hasil sesar mendatar pada lapisan yang sebelumnya mengalami sesar naik. Sesar ini menimbulkan ketidaklarasan pada lapisan batuan. Aliran sungai Cijurei dan sungai Cilutung mengerosi pinggiran sungai dan membentuk struktur berlubang. Formasi Cantayan memiliki kecenderungan arah strike barat-timur dengan dip berkisar 25 2 5̊-40 -40̊ sedangkan Formasi Bantarujeg memiliki arah strike baratdaya-timurlaut dengan dip berkisar 30 30̊ dengan lebih didominasi batu lempung. Formasi Bantarujeg, Sesar Seret, Struktur Geologi K ata K unci unci : Formasi Cantayan, Formasi
I. Pendahuluan Struktur Geologi adalah arsitektur bentuk permukaan kulit bumi yang disebabkan oleh gaya setempat. Wilayah Bantarujeg, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat memiliki struktur geologi yang cukup lengkap terutama dari struktur lipatan. Secara regional wilayah ini termasuk ke dalam Cekungan Bogor bagian Timur (Djuri, 1995). Wilayah ini merupakan bagian dari anjakan Jawa yang disebabkan oleh pergerakan Lempeng Indo-Australis ke arah utara sehingga terbentuk pola lipatan dengan arah barattimur (Martodjojo, 1984). Selain itu, ada arah pelipatan yang mengarah baratdaya-
timurlaut. Struktur morfologi yang menunjukan hal ini terlihat dari morfologi perbukitan memanjang (Djuri, 1995). Persebaran singkapan batuan sedimen Tersier hingga batuan vulkanik Kuarter dapat dilihat sepanjang Sungai Cijurei. Dengan kondisi awal yang merupakan bagian laut dalam sehingga didominasi batuan lempung diselingi pasir. Sementara batuan Vulkanik kemungkinan berasal dari Gunung Ciremai yang berada di selatan. Formasi Cantayan dan Formasi Bantarujeg yang diidentifikasi memperlihat jenis sesar naik, dan mendatar sehingga memperlihatkan jenis sesar seret.
Proses tektonik ini masih berlangsung hingga sekarang. Formasi Cantayan didominasi batu pasir-lempung dengan beberapa batu vulkanik sedangkan formasi Bantarujeg lebih didominasi batu lempung dengan diselingi batu kapur dan beberapa batuan bentuk dalam bentuk Konglomerat dan Breksi yang komponennya di dominasi basalt. Morfologi perbukitan memanjang mendukung adanya aktivitas sesar sehingga pada wilayah ini terjadi kombinasi sesar naik dan sesar mendatar yang membuat bidang perlapisan sesar naik terseret (Handoyo, 2002). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran strike-dip dan koordinat titik ukur yang kemudian akan di plot dalam bentuk peta geologi. II. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian berlangsung pada hari Jum’at, 26 Mei 2017 dari pukul 10.00 WIB di Sungai Cijurei, Bantarujeg. Cuaca cerah dengan sungai cukup surut dengan mengunjugi 7 stasiun. III. Data dan Pembahasan Tabel 1. pengukuran Koordinat
Stasiun
Koordinat y ( mE)
x (mN)
1
9229317
195678
2
9229350
195763
3
9229447
195735
4
9229511
195721
5
9229563
195730
6
9229565
195668
7
9229588
195649
Tabel 2. Pengukuran Strike dan Dip
Stasiun
Strike
Dip
1
-
-
2
N 95 E
36
3
N 92 E
38
4
N 101 E
35
5
N 89 E
24
6
N 131 W
29
7
-
-
3.1 Stasiun 1 Stasiun 1 terletak pada koordinat 0195678mE, 9229317mN pada ketinggian 330 mdpl. Pada stasiun ini didominasi oleh batuan vulkanik hasil intrusi Gunung Ciremai yang berada di Selatan. Tidak terdapat perlapisan batuan di wilayah ini. Batuan basalt ekstrusif dapat terlihat dengan kekar yang terisi oleh mineral kalsit. Kekar ini terbentuk karena aktivitas tektonik dari lempeng Indo-Australis yang secara kontinyu masih terjadi hingga sekarang (Handoyo, 2002). Mineral kalsit yang ada berasal dari perbukitan memanjang di wilayah selatan. Batuan vulkanik ini diprediksi berumur Kuarter dan masih lebih muda dibandingkan batuan lain di sekitar. Beberapa batuan sudah tererosi oleh aliran sungai Cijurei. 3.2 Stasiun 2 Stasiun 2 berada di Utara stasiun 1 dengan koordinat 0195763mE, 9229447mN pada ketinggian 333 mdpl. Pada stasiun ini masih banyak terlihat batuan breksi ekstrusif dan sudah ada perlapisan batuan pasir diselingi batu lempung. Arah strike-dip sebesar N 95̊ E / 36̊ . Gaya tekanan kompresional yang lebih besar dari arah selatan menyebabkan kemiringan ke arah utara dengan arah strike barat-timur (Djuhaeni,1989).
Perlapisan ini berada di periode yang berbeda dengan bergantian lempung pasir. Sedimentasi ini diperkirakan berlangsung pada akhir tersier seiring dengan pendangkalan yang dialami Cekungan Bogor dan memuncaknya pengaruh anjakan Jawa (Martodjojo, 1984). Sesar yang berada di Stasiun ini merupakan jenis sesar naik dan kekar yang terisi kalsit. Wilayah ini merupakan batas singkapan batu beku vulkanik dengan batu sedimen Formasi Cantayan yang didominasi pasir-lempung. 3.3 Stasiun 3 Batu vukanik sudah mulai berkurang dan terdapat singkapan batu breksi yang cukup besar dengan batu penyusunnya didominasi basalt dan tuff. Stasiun ini berada di koordinat 0195735mE, 9229447mN. Stasiun ini termasuk Formasi Cantayan dengan batu sedimen pasir berselingan dengan lempung. Sesar yang terjadi masih merupakan sesar naik dengan arah yang sama. Terdapat pula kekar pada bidang perlapisan yang disebabkan karena gaya kompresi. Arah strike bidang perlapisan sebesar N 92̊ E dengan besar dip 38̊. Tidak ada berbedaan signifikan dengan stasiun sebelumnya. Batuan pasir dan lempung diperkirakan berasal dari pengangkatan laut dangkal yang terjadi pada kala Miosen pada puncak anjakan Jawa. Formasi Cantayan didominasi batu pasir-lempung dengan proporsi yang hampir sama. Formasi ini berumur Miosen akhir (Martodjojo, 1984). 3.4 Stasiun 4 Stasiun 4 didominasi dengan batuan sedimen pasir lempung. Titik ukur berada di koordinat 0195721mE,
9229511mN dengan besar strike-dip N 101̊ E / 35̊. Stasiun ini masih berada di Formasi Cantayan. Pada stasiun ini terlihat bidang perlipatan pada dinding sungai dan sudah tidak terlihat lagi batuan beku vulkanik. Di wilayah ini terjadi kombinasi antara sesar naik dengan sesar mendatar yang mengubah bidang perlipatan menjadi berkelok. Sesar ini disebur sesar seret. Sesar seret terjadi diawali dengan sesar naik hasil gaya tekan kompresional yang kemudian terjadi sesar mendatar yang disebabkan intensitas kekar yang tinggi sehingga bidang perlapisan terseret. Ketidakselarasan banyak terjadi karena pengaruh ini. Sesar seret ini didukung juga dengan struktur lempung yang mudah bergeser dan paduan pasir yang membuat banyak struktur kekar ketika diberi gaya tekan. Sesar seret ini menyebabkan arah pola perlapisan yang sedikit bergeser ke arah barat daya timur laut (Martodjojo,1984). 3.5 Stasiun 5 Stasiun 5 berada pada koordinat 0195730mE, 9229563mN . Stasiun ini berada di aliran sungai Cilutung. yang merupakan cabang sungai yang bertemu dengan sungai Cijurei pada Formasi Bantarujeg. Aliran sungai ini berasal dari arah tenggara ke barat laut. Erosi yang disebabkan aliran sungai menampakkan singkapan batuan lempung-pasir dengan struktur lipatan seretnya yang cukup jelas terlihat pada dinding utara sungai. Penyebab lipatan seret ini masih sama dengan lipatan seret pada stasiun 4. Dengan didahului sesar naik yang kemudian terjadi sesar mendatar. Geometri lipatan menjadi asimetris dan tidak selaras (unconformity). Pengukuran strike diperoleh sebesar N 89̊ E dengan dip 24̊.
stasiun ini masih berada di Formasi Cantayan karena pengukuran strike dan dip yang masih selaras. Batuan yang berada di stasiun ini masih di dominasi pasir lempung dengan dominasi lempung di bagian utara yang berarti menunjukan batas Formasi Cantayan dengan Formasi Bantarujeg. 3.6 Stasiun 6 Stasiun 6 berada di tepi barat sungai Cijurei yang sudah bertemu dengan sungai Cilutung. Arah jurus dan kemiringan lapisan batuan pada stasiun ini sudah terlihat berbeda namu masih dengan komponen batu lempung dan pasir. Perbedaan ini disebabkan karena periode pembentukan yang berbeda. Formasi Bantarujeg berumur sedikit lebih muda dengan aktivitas sesar pada saat pembentukan yang lebih tinggi. Arah strike dan dip N 131̊ W / 29̊. arah strike mengindikasikan perbedaan Formasi batuan dan kecenderungan arah pelapisan ke arah batuan yang lebih muda. Di stasiun ini batuan lempung lebih mendominasi dibandingkan pasir. Hal ini mengindikasikan posisi pada zaman laut daerah ini berada di laut dalam dan terangkat sesuai dengan penyebab pada lapisan batuan sebelumnya. Pada stasiun ini juga masih terdapat sesar seret dimana gaya lebih besar dari arah selatan. Selain itu, kekar masih banyak terlihat di stasiun ini. Erosi yang besar terjadi di daerah ini karena merupakan titik temu antara sungai Cijurei dan sungai Cilutung. 3.7 Stasiun 7 Berada di utara stasiun sebelumnya dengan koordinat 0195649mE, 9229588mN. Struktur unik yang terlihat di stasiun ini adalah proses pengikisan
lapisan lempung-pasir oleh aliran deras sungai Cilutung yang menyebabkan lubang menyerupai gua. Arah pengikisan pun sejajar dengan axial line pelapisan yang dipengaruhi sesar seret sehingga berbentuk tidak selaras (unconformity). Kecenderungan kemiringan ketidakselarasan ke arah utara menegaskan bahwa gaya dari selatan lebih besar dibanding dari utara. Stasiun ini masih berada di Formasi Bantarujeg dengan dominasi batu lempung diselingi batu pasir. Porositas lapisan batuan ini menyebabkan air dari permukaan tanah diatasnya dapat menembus lapisan batuan yang juga banyak terdapat kekar. Sehingga mineralmineral banyak terbawa oleh tetesan air. Formasi Bantarujeg diperkirakan terbentuk ketika aktivitas tektonik kembali memuncak setelah sebelumnya mereda dan sampai sekarang masih terjadi. Lipatan antiklin yang terbentuk dihasilkan oleh sesar naik sehingga erosi yang terjadi dapat membuat lubang menyerupai gua. IV. Kesimpulan Struktur geologi yang berada di sepanjang aliran sungai Cijurei yang disusur sejauh ±500 meter memiliki lapisan batuan utama batu lempung dan batu pasir berselingan. Batu vulkanik berupa basalt ditemukan dari stasiun 1 sampai stasiun 3 sejauh ±200 meter. Mulai dari stasiun 3 sudah termasuk Formasi Cantayan dengan batuan lempung-pasir dan terdapat jejak sesar mendatar yang terjadi setelah sesar naik (sesar seret). Pada stasiun 5 dapat terlihat jelas ketidakselarasan lipatan yang disebabkan sesar seret. Stasiun 5 merupakan batas akhir Formasi Cantayan yang diiperkiran sejauh ±200 meter.
Stasiun 6 dan 7 termasuk Formasi Bantarujeg dengan batu lempung mendominasi diselingi batu pasir dan banyak jejak erosi oleh sungai.
Secara keseluruhan wilayah amat memiliki lapisan batu pasir- batu lempung dengan sedikit batu basalt ekstrusif. Pada lapisan banyak terdapat kekar yang terisi mineral kalsit.
DAFTAR PUSTAKA
Djuhaeni dan S. Martodjojo. (1989). Stratigafi Daerah Majalengka dan Hubungannya dengan Tatanama Satuan Litostratigrafi di Cekungan Bogor, Geologi Indonesia, vol 12, hal 227-252. Djuri. (1995). Peta Geologi Lembar Arjawinangun. Bandung: Direktorat Geologi. Haryanto, I., Asikin, S., & Handoyo, A. (2002). Tektonik Sesar Baribis. Prosiding Tahunan IAGI 31. Martodjojo, S. (1984). Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat, Tesis Doktor, Pascasarjana ITB. (Tidak Dipublikasikan).
LAMPIRAN :
Stasiun 1
Stasiun 4
Stasiun 2
Stasiun 5
Stasiun 7
Stasiun 3
Stasiun 6