Mata Kuliah : Kesehatan dan Keselamatan Kerja Dosen : Dr. dr. Syamsiar S. Russeng, MS
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
WA ODE DITA ARLIANA P1807214003
KONSENTRASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN KELUARGA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karuniaNyalah sehingga penulisan makalah yang berjudul Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Pertanian dan Perkebunan dapat terselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaannya. Harapan saya, kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Makassar, November 2014
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................
ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................
2
C. Tujuan ...................................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN A. Kondisi Kualitas Kesehatan Kerja Petani ..............................................
4
B. Upaya Hygiene dan Kesehatan ..............................................................
5
C. Faktor Resiko Kesehatan Kerja Petani ...................................................
5
D. Aspek Kesehatan Kerja yang Berhubungan dengan Penggunaan Agrokimia ..............................................................................................
11
E. Jenis Racun di Sektor Pertanian Dan Perkebunan ................................
12
F. Pelaksanaan K3 di Pertanian Dan Perkebunan ......................................
16
G. Upaya Preventif Dalam Pertanian Dan Perkebunan ..............................
17
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................
25
B. Saran .......................................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada
kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian, masih berjumlah 42 juta orang atau sekitar 40% dari angkatan kerja. Banyak wilayah kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan daerah. Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi pertanian adalah helth risk. Oleh karena itu ketika terjadi sebuah pemilihan teknologi, secara implicit akan terjadi sebuah perubahan faktor resiko kesehatan. Teknologi mencangkul kini digantikan dengan traktor, hal ini jelas mengubah faktor resiko kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi oleh petani. (dikutip dari blog K3 Pertanian oleh Faridwin) Yang menjadi soal pokok pedesaan adalah kesehatan lingkungan seperti halnya yang dihadapi dari waktu ke waktu oleh petani pada umumnya. Di samping itu tenaga kerja di bidang pertanian, perkebunan juga menghadapi berbagai penyakit akibat dari pekerjaannya, antara lain keracunan oleh zat kimia pembasmi hama atau racun kimia lain yang digunakan. Demikian pula tenaga kerja yang mengolah hasil pertanian, perkebunan dapat dihinggapi penyakit akibat kerja. Seperti misalnya tabakosis pada pekerja yang oleh karena pekerjaannya menghirup debu tembakau, bagassosis pada pekerja yang terpapar debu bagasse di tempat penggilingan tebu, dan lain-lain.. Hal ini memerlukan perhatian khusus dari segi keselamatan dan kesehatan kerja serta juga ergonomi. Di samping itu, dalam pertanian, perkebunan perlu dikembangkan upaya, agar kecelakaan kerja dapat ditekan menjadi minim. Dalam jangkauan pandangan jauh ke depan, perubahan dari dari masyarakat agraris kepada masyarakat industri agraris harus disertai persiapan penyesuaian mental-psikologis yang mantap, sehingga dicapai
1
keseimbangan yang kondusif bagi berlangsungnya proses transformasi ke arah kemajuan yang positif dan dinamis. Penerapan teknologi baru di pertanian memerlukan adaptasi sekaligus keterampilan. Demikian pula dengan penggunaan pestisida, seperti indikasi hama, takaran, teknik penyemprotan, dan lain-lain. Ironisnya teknologi baru ini memiliki potensi bahaya khususnya pada saat kritis pencampuran. Akibatnya, korban berjatuhan tanpa intervensi program pencegahan dampak kesehatan yang seyogianya dilakukan Dinas Kesehatan tingkat lokal maupun tingkat pusat. Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga usaha-usaha kesehatan pun harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat demikian, dalam arti menyelenggarakan sendiri dan untuk kebutuhan sendiri. Melihat begitu pentingnya kondisi lingkungan yang ada di kalangan masyarakat petani maka diperlukan pembahasan mengenai pentingnya penerapan K3 di sektor pertanian dan perkebunan demi menjaga kondisi para petani dan juga masyarakat sekitar. (Suma’mur: 2009)
B.
Rumusan Masalah Adapun masalah yang akan dibahas melalui makalah ini yakni : 1. Bagaimana kondisi kualitas kesehatan kerja petani dalam sektor pertanian dan perkebunan sekarang ini? 2. Apa faktor risiko kesehatan kerja petani? 3. Apa jenis racun yang ada petani dalam pekerjaannya? 4. Apa aspek Kesehatan Kerja Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Agrokimia? 5. Bagaimana pelaksanaan K3 di sektor pertanian dan perkebunan? 6. Apa upaya preventif yang bisa dilakukan dalam sektor pertanian dan perkebunan?
2
C. Tujuan
Adapaun tujuan dari pembuuatan makalah ini adalah untuk mengetahui kondisi kualitas kesehatan kerja petani dalam sektor pertanian dan perkebunan saat ini, mengetahui faktor risiko kesehatan kerja petani, jenis racun yang ada petani dalam pekerjaannya, aspek Kesehatan Kerja Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Agrokimia, pelaksanaan K3 di sektor pertanian dan perkebunan, upaya preventif yang bisa dilakukan dalam sektor pertanian dan perkebunan.
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Kondisi Kualitas Kesehatan Kerja Petani Persoalan utama higiene perusahaan dan kesehatan kerja di bidang pertanian adalah perkebunan adalah lokasi dan beroperasinya perusahaan yang biasanya berada di daerah rural (pedesaan), sehingga higiene dan kesehatan pedesaan langsung mempengaruhi keadaan higiene dan kesehatan masyarakat petani dan pekebun. Selain itu tenaga kerja menghadapi risiko aneka penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja serta perlunya penyesuaian terhadap perkembangan cara kerja dan proses produksi dengan menggunakan teknologi baru. (Suma’mur: 2009) Kualitas petani, langsung maupun tidak, berhubungan dengan indeks perkembangan manusia (IPM). Dalam IPM kesehatan petani harus dilihat dalam dua aspek. Yakni, kesehatan sebagai modal kerja dan aspek penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, khususnya faktor resiko akibat penggunaan teknologi baru dan agrokimia. Bekerja sebagai petani memerlukan modal awal. Selain stamina, kondisi fisik harus mendukung pekerjaan tersebut. Seorang petani jangan sampai sakit-sakitan. Kemudian tingkat pendidikan dan kesehatan awal. Kesehatan petani diperlukan untuk mendukung produktivitas. Secara teoritis apabila seseorang bekerja, ada tiga variabel pokok yang saling berinteraksi. Yakni, kualitas tenaga kerja, jenis atau beban pekerjaan dan lingkungan pekerjaannya. Akibat hubungan interaktif berbagai faktor resiko kesehatan tersebut, apabila tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan. Gangguan kesehatan akibat atau berhubungan dengan pekerjaan dapat bersifat akut dan mendadak, kita kenal sebagai kecelakaan, dapat pula bersifat menahun. Berbagai gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan misalnya para petani
4
mengalami keracunan pestisida dari tingkat sedang hingga tingkat tinggi. (dikutip dari blog K3 Pertanian oleh Faridwin)
B. Upaya Higiene Dan Kesehatan Perkebunan dapat dianggap sebagai suatu masyarakat tertutup (close community) antara lain oleh karena lokasi perusahaan yang terpencil dan luasnya wilayah kerja perusahaan, sehingga upaya higiene dan kesehatan harus disesuaikan dengan keperluan masyarakat demikian, dalam arti menyelenggarakan sendiri upaya kesehatan termasuk pengadaan rumah sakit dan semua fasilitas kesehatan lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dan hal ini sesuai pula dengan banyaknya pekerja yang tersebar luas di daerah perkebunan, yang sudah sepatutnya diadakan upaya demikian. Program kesehatan perkebunan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, baik terhadap penyakit yang biasa terdapat dalam masyarakat pada umumnya, maupun terhadap kecelakaan kerja, ataupun penyakit akibat kerja. Konsep demikian berlaku bagi kegiatan pertanian yang bukan perkebunan tetapi aktivitasnya dilakukan secara besar-besaran seolah-olah mirip suatu perkebunan. Adapun pengusaha hutan pada umumnya tidak berada pada lokasi yang permanen, melainkan berpindah-pindah sehingga fasilitas kesehatan lebih diutamakan kepada upaya yang bersifat pelayanan sesuai dengan tuntutan kebutuhan operasi pengelolaan hutan.
C. Faktor Resiko Kesehatan Kerja Petani Gabungan konsep kualitas keesehatan tenaga kerja sebagai modal awal untuk bekerja dengan resiko bahaya lingkungan pekerjaannya. Petani Indonesia pada umumnya tidak memerlukan transportasi menuju tempat pekerjaannya, namun bagi petani perkebunan apalagi yang tinggal diperkotaan yang memerlukan waktu lama menuju tempat kerjanya maka kualitas dan kapasitas kerjanya akan berkurang. Terlebih lagi bagi petani yang menggunakan sepeda motor yang harus exposed terhadapt pencemaran udara dan kebisingan jalan raya. Tentu akan menimbulkan beban yang lebih berat.
5
Mengacu pada teori kesehatan kerja maka resiko kesehatan petani yang ditemui di tempat kerjanya adalah sebagai berikut : 1. Mikroba : faktor resiko yang memberikan konstribusi terhadap kejadian penyakit
infeksi,
parasit, kecacingan, maupun malaria.
Penyakit
kecacingan dan malaria selain merupakan ancaman kesehatan juga merupakan faktor resiko pekerjaan petani karet, perkebunan lada, dan lainlain. Berbagai faktor resiko yang menyertai leptospirosis, gigitan serangga, dan binatang yang berbisa. 2. Faktor lingkungan kerja fisik : sinar ultraviolet, suhu panas, suhu dingin, cuaca, hujan, angin, dan lain-lain. 3. Ergonomi ; kesesuaian alat dengan kondisi fisik petani seperti cangkul, traktor, dan alat-alat pertanian lainnya. 4. Bahan kimia toksik : agrokimia seperti pupuk, herbisda, akarisda dan pestisida. (Suma’mur: 2009)
Adapun beberapa penyakit endemik yang menjadi faktor resiko dalam sektor pertanian dan perkebunan antara lain ; 1. Malaria Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemic malaria, habitat utama di persawahan dan perkebunan. Parasit malaria akan menyerang dan berkembang biak dalam butir darah merah sehingga seseorang yang terkena malaria akan menderita demam dan anemia sedang hingga berat. Anemia dan kekeurangan hemoglobin dapat mengganggu kesehatan tubuh serta stamina petani. Seseorang yang menderita anemia akan memiliki stamina yang rendah, loyo, cepat lelah, dan tentu saja tidak produktif. 2. Tuberkulosis Penyakit yang sering diderita oleh angkatan kerja Indonesia termasuk petani adalah tuberculosis (TBC). Kelompok yang terkena resiko penyakit TBC adalah golongan ekonomi lemah khususnya petani dengan kondisi ekonomi lemah tersebut. TBC diperburuk dengan kondisi perumahan yang buruk, rumah tanpa ventilasi dengan lantai tanah akan menyebabkan
6
kondisi lembab, pengap, yang akan memperpanjang masa viabilitas atau daya tahan kuman TBC dalam lingkungan. Penderita TBC akan mengalami penurunan penghasilan 20-30%, kinerja dan produktivitas rendah, dan akan membebani keluarga. 3. Kecacingan dan Gizi Kerja Untuk melakukan aktifitas kerja membutuhkan tenaga yang diperoleh dari pasokan makanan, namun makanan yang diperoleh dengan susah payah dan seringkali tidak mencukupi masih digerogoti oleh berbagai penyakit menular dan kecacingan. Masalah lain yang dihadapi angkatan kerja petani adalah kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat berupa kekurangan kalori untuk tenaga maupun zat mikronutrien lainnya, akibat dari tingkat pengetahuan yang rendah dan kemiskinan. 4. Sanitasi Dasar Sanitasi dasar merupakan salah satu faktor resiko utama timbulnya penyakit-penyakit infeksi baik yang akut seperti kolera, hepatitis A, disentri, infeksi bakteri coli maupun penyakit kronik lainnya. Tidak mungkin petani bekerja dengan baik kalau sedang menderita malaria kronik
atau
diare
kronik.
Apalagi
TBC.
Untuk
meningkatkan
produktivitas, seorang petani harus senantiasa mengikuti pengembangan diri. Lalu tidak mungkin mengikuti pelatihan dengan baik kalau tidak sehat. Untuk itu diperlukan khusus kesehatan dan keselamatan kerja petani sebagai modal awal seseorang atau kelompok tani agar bisa bekerja dengan baik dan lebih produktif. (dikutip dari blog K3 Pertanian oleh Faridwin)
Selain itu, penyakit akibat kerja yang dapat kapan saja menyerang para pekerja sektor pertanian dan perkebunan adalah : 1. Tabakosis. Tabakosis ini adalah penyakit sebagai akibat pengaruh debu tembakau kepada para pekerja. Debu tersebut dihirup oleh pekerja, ketika dilakukan pengolahan daun tembakau yang kering terutama pada pekerjaan perajangan. Daun tembakau yang telah lama disimpan lama dan
7
lapuk meninggalkan banyak debu. Gangguan kesehatan pada tabakosis mungkin disebabkan jamur yang tumbuh pada daun tembakau, tapi mungkin pula sebagai akibat nikotin atau zat kimia lain yang dikandungnya. Penelitian mengenai pengaruh debu tembakau kepada pekerja yang oleh karena pekerjaan menghirupnya semakin banyak dilakukan. Apapun hasil penelitian namun sebagai pegangan sebaiknya segala kelainan paru pada pekerja yang mengolah daun tembakau diobati semestinya, sedangkan upaya pencegahan terhadap efek debu tembakau lebih ditingkatkan lagi dengan penggunaan tutup hidung untuk mengurangi jumlah debu tembakau yang terhirup masuk ke dalam paru, pemasangan alat ventilasi yang menangkap dan mengeluarkan debu dari tempat kerja (local exhauster), isolasi proses yang menimbulkan debu ke udara dan upaya terakhir memindahkan pekerja ke tempat kerja yang kurang atau tidak berdebu. Terbukti kelainan tabakosis meghilang bila kadar debu tembakau diturunkan serendah mungkin. Debu tembakau masih dianggap debu yang hanya mengganggu kenyamanan kerja dengan NAB 10 mg per meter kubik udara. Diusulkan NAB-nya diturunkan menjadi 3 mg berat debu total per meter kubik udara. 2. Bissinosis. Penyakit ini selain terdapat di perusahaan pemintalan dan penenunan ternyata menghinggapi pula pekerja perkebunan kapas, yang memisahkan biji dari serat kapas. Kadang-kadang pada pekerja yang disebut ginning prevalensi sakit oleh karena debu kapas tinggi pula. Tapi pada umumnya ahli sependapat bahwa bahaya penyakit bissinosis pada pekerja perkebunan tidak begitu berbahaya mengingat sifat pekerjaan yang biasanya tidak menetap dan terputus-putus, musiman, dikerjakan di tempat terbuka di luar rumah, dan udara pada pekerjaan demikian relatif tidak berdebu. 3. Bagassosis adalah penyakit paru oleh karena menghirup debu bagasse, yaitu ampas tebu sesudah tebu diperas diambil kandungan gulanya. Bagasse yang lama ditimbun, kering, rapuh, dan padanya tumbuh jamur yang merupakan penyebab terjadinya penyakit. Tanda-tanda penyakit
8
bagassosis serupa dengan penyakit radang alat pernapasan akut, dan sebabnya diduga jamur yang tumbuh pada bagasse. Pencegahan dilakukan dengan upaya agar bagasse tidak menimbulkan debu ke udara, misalnya dibasahi, dan diupayakan jangan sampai terlalu lama ditimbun sebelum digunakan atau dibuang. 4. Penyakit radang akut alat pernapasan terjadi pada pekerja yang membuat kasur dari bahan kapas yang berkualitas rendah. Radang ini disebabkan oleh Aerobacter cloacae yang hidup pada kapas lembab pada musim penghujan. Bakteri tersebut biasa terdapat banyak di tanah, mungkiin berasal dari kotoran manusia atau hewan. 5. Penyakit asma. Penyakit akibat kerja ini dapat timbul pada pekerja yang mengerjakan biji-bijian atau hasil pertanian atau perkebunan lainnya. Grain asthma adalah penyakit asma yang dikarenakan menghirup debu beras arau gandum. Tamarind asthma adalah penyakit allergi alat pernapasan yang penyebabnya debu buah tamarind. Asma juga terjadi pula oleh karena penghirupan bahan halus, seperti tepung, misalnya flour asthma, yang disebabkan alergi kepada protein yang berasal dari kutu tepung, atau kepada tepungnya itu sendiri. 6. Dermatosisi oleh karena jamur adalah khas sifatnya yaitu menahun, dibagian tengah kelainan menyembuh sedangkan pada bagian pinggir proses justru aktif; kelainan disertai perasaan gatal dan panas. Obatnya baik dalam atau pun luar adalah anti jamur. Jamur biasanya tumbuh pada bahan organis yang membusuk, apabila bahan tersebut diangkat atau diangkut, debu yang mengandung jamur bebas masuk kedalam udara dan terhirup pada pekerja dapat menyebabkan penyakit jamur paru seperti misalnya pernah dilaporkan tentang penyakit Aspergillosis paru pada pekerja yang mengolah gandum. Dalam hal ini masker sangat membantu sebagai salah satu upaya pencegahan.
Kecelakaan kerja terjadi pada pengambilan hasil dari pohon, seperti pemetik pala, kelapa, kenari dan lain-lain. Terutama harus mendapatkan cukup
9
perhatian ialah kecelakaan pada kegiatan pengambilan kayu hasil hutan dari penebangan hingga pengangkutannya sampai ke tempat tujuan. Cara penebangan kayu harus disertai upaya sungguh-sungguh ke tempat tujuan. Penempatan kayu dilokasi penebangan atau tempat-tempat sementara harus dilakukan dengan cara yang memenuhi persyaratan keselamatan. Demikian pula pengangkutannya harus mengikuti standar prosedur yang menjamin keselamatan dan mencegah terjadinya kecelakaan. Sedangkan pekerja diwajibkan memakai pakaian kerja dan alat pelindung diri yang cukup, antara lain; topi keselamatan, sepatu keselamatan, sarung tangan dan lainlain.perlatan dan perkakas kerja harus selalu berada dalam kondisi baik dan aman untuk digunakan. Gergaji listrik yang digunakan untuk penebangan dan pemotongan kayu sangat rawan bagi timbulnya kecelakaan. Hanya pekerja yang kompeten yang diperbolehkan menggunakannya. Pekerjaan pertanian dan perkebunan dibeberapa daerah menghadapi resiko gigitan kalajengking atau ular. Racun dari hewan berbisa itu dapat digolongkan menjadi racun : 1. Hemotoksis, yang meracuni darah dengan menghancurkan butir sel darah merah dan pembuluh darah 2. Nerotoksis, yang meracuni saraf.
Bila terjadi gigitan ular atau kalajengking atau binatang berbisa lainnya biasanya sulit dibedakan oleh jenis ular atau kalajengking atau hewan lainnya, kecuali jika hewannya dapat ditangkap. Umumnya harus segera diupayakan, agar racun tidak menjalar ke seluruh badan dengan mengikat bagian atas dari tubuh yang luka, mengeluarkan darah dari luka dengan melebarkannya
memakai
pisau
steril
atau
bersih.
Ikatan
pencegah
menyebarnya racun paling lama 30 menit, dan selalu dibuka untuk jangka waktu selama 1 menit, bila tidak, jaringan bagian bawah ikatan atau rusak oleh karena terganggu peredaran darahnya. Di kota besar, atau klinik khusus sering tersedia antivenom, ialah obat untuk menetralisasi bisa hewan. Pakaian
10
pelindung dan alat pelindung diri sangat berguna untuk pencegahan antara lain memakai celana panjang dan sepatu bot. (Suma’mur: 2009)
D. Aspek Kesehatan Kerja Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Agrokimia Agrokimia merupakan salah satu masalah utama kesehatan petani berkenaan dengan pekerjaannya. Agrokimia meliputi semua bahan kimia sintetik yang digunakan untuk kepentingan dan keperluan luas produksi pertanian. Bahan tersebut meliputi hormon pemacu pertumbuhan, pupuk, pestisida, antibiotika dan lain-lain. Pengaruh atau dampak penggunaan agrokimia terhadap kesehatan kerja adalah sebagai berikut : a. Tergantung bahan kimia b. Tergantung besar kecilnya dosis c. Cara aplikasi, bagaimana agrokimia tersebut digunakan di lapangan.
Pestisida digunakan karena daya racunnya (toksisitas) untuk membunuh hama. Oleh sebab itu penggunaan pestisida dilapangan memiliki potensi bahaya kesehatan kerja. Dalam melakukan penilaian terhadap aspek kesehatan kerja dengan pestisida, ada dua hal yang harus diperhatikan : a. Toksisitas, sifat dan karakteristik pestisida Tiap jenis pestisida memiliki sifat, karakteristik, dan toksisitas yang berbeda. Oleh sebab itu harus dipelajari. Disamping itu, pestisida yang ada di pasaran dalam bentuk kemasan ada tiga komponen bahan kimia yaitu ; 1. Active Ingredient (a.i) 2. Stabilizer 3. Pewarna, pembau, pelarut, dan lain-lain.
Masing-masing Bahan kimia tersebut memiliki potensi bahaya kesehatan. Namun,
toksisitasnya
diperhitungkan
terhadap
active
ingredient.
Sedangkan ketiga bahan kimia tersebut saling berpotensi membentuk
11
toksisitas baru. Dampak patofisiologi keracunan pestisida tergantung jenis dan sifat pestisida tersebut. Misalnya golongan organochlorine dapat mengganggu fungsi susunan syaraf pusat. Golongan karbanat dan organofospat menimbulkan gangguan susunan syaraf pusat dan perifer melalui ikatan cholinesterase. b. Aspek Penggunaan Semua aspek yang berhubungan dengan penggunaan serta aspek manusia pekerja itu sendiri seperti, pendidikan, keterampilan, perilaku umur, tinggi tanaman, pakaian pelindung dan lain-lain. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah alat pelindung diri, faktor yang mempengaruhi perilaku pemajanan. Apabila seseorang bekerja menyemprot pestisida dilapangan maka jumlah pestisida yang kontak dengan badan akan dipengaruhi oleh : 1. Tinggi tanaman 2. Umur 3. Pengalaman 4. Pendidikan dan keterampilan 5. Arah dan kecepatan angin Sedangkan fase kritis yang harus diperhatikan adalah : 1. Pencampuran 2. Penyemprotan/penggunaan 3. Pasca penyemprotan
E. Jenis Racun Di Sektor Pertanian Dan Perkebunan 1. RACUN HAMA (PESTISIDA) Racun hama atau pestisida adalah bahan kimia yang dipergunakan untuk
membasmi hama, seperti serangga ,tikus,jamur, dan tumbuhan.
Racun serangga disebut insektisida, yang terdiri atas tiga golongan ialah golongan halogen hidrokarbon, golongan esterfosfat, dan golongan racun serangga lainnya. Racun tikus disebut rodentisida, yakni bahan kimia yang dapat membunuh tikus. Fungisida adalah nama lain untuk racun jamur.
12
Racun tanaman atau disebut pula herbisida antara lain di pergunakan untuk membasmi
alang-alang.
Pestisida
sangat
penting
dalam
pertanian,perkebunan,dan kehetunan untuk mencegah atau memberantas pengaruh
buruk
dari
hama,sehingga
dapat
di
peroleh
hasil
pertanian,perkebunan dan kehetunan yang sebaik-baiknya, dalam hal kualitas maupun kuantitas. Selanjutnya mengenai racun hama akan diuraikan dibawah ini secara berurutan.
2. RACUN SERANGGA ( INSEKTISIDA) Keracunan oleh racun serangga hidrokarbon terjadi oleh karena terminum, atau terhirup melalui pernafasan atau terserat melalui kulit, khusus mengenai penyerapan kulit, pekerja tentunya harus terlindung dari kemungkinan kontak kulit dengan racun serangga hidrokarbon. Banyak dari persenyawaan hidrokarbon terbukti karsinogen pada hewan percobaan dan juga menganggu fungsi reproduksi manusia. Klorhidrokarbon tidak atau lambat terurai, lama menetap dalam lingkungan dan tejadi penimbunan dalam lemak mahluk hidup. Alasan ini yang terutama menyebabkan pengunaan klorhidrokarbon kemudian di tinggalkan. NAB untuk racun serangga tergolong kepada klohidrokarbon adalah sebagai berikut: Aldrin
0,25 mg per meter kubik
Benzan heksaklorida
tidak di tetapkan
DDT
1 mg per meter kubik;
Dieldrin
0,25 mg per meter kubik;
Endrin
0,1 mg per meter kubik
Klordan
0,5 mg per meter kubik;
Lindan (gamma isomer Benzen
0,5 mg per meter kubik;
heksaklorida) Toksafen
10 mg per meter kubik;
Metoksiklor
0,5 mg per meter kubik;.
13
NAB untuk racun serangga yang tergolong ester fosfat adalah sebagai berikut: EPN
0,1 mg per meter kubik;
Malation
10 mg per meter kubik
OMPA
15 mg per meter kubik
Paration
0,1 mg per meter kubik
Sistoks
0,047 mg per meter kubik
DDVD (dimetil-diklorovinil-fosfat)
1 mg per meter kubik;
TEPP
0,11 mg per meter kubik
3. RACUN JAMUR (FUNGISIDA) Istilah racun jamur menunjukkan giolongan zat kimia yang heterogen seperti formaldehida, furfural, fenol, tetrametiltiuran disulfida, dan persenyawaan-persenyawaan boron, krom, tembaga, air raksa, timah putih, dan seng. Suatu racun jamur mungkin pula berkhasiat sebagai racun tanaman atau racun serangga. Persenyawaan-persenyawaan tiokarbamat (thiocarbamate) juga berkhasiat sebagai racun jamur antara lain febran, ziram, maneb, nabam, dan zineb,. Perlu diperhatikan bahwaa formaldehida merupakan zat kimia yang suspek karsinogen bagi manusia ( suspected human carcinogen), sedangkan PCP karsinogen bagi mata, dan alat pernafasan bagian atas: NAB untuk fungisida sebagai berikut: Ferbam
10 mg per meter kubik
Formaldehid
0,37 mg per meter kubik
Senyawa alkil air raksa
0,01 mg per meter kubik
Pentaklorfenol (PCP)
0,5 mg per meter kubik
Natrium dikromat
0,05 mg per meter kubik
14
4.
RACUN TIKUS (RODENTISIDA) Sebagai racun tikus banyak dipakai zat kimia seperti natriumfluroasetat (persenyawaan 1080), strikhnin (strychnin), talium sulfat ( thalilium sulfate), warangan, dan warfarin. Keracunan mungkin terjadi secara kebetuulan, antara lain dengan tidak sengaja menelannya. NAB racun tikus adalah:
5.
Persenyawaan 1080
0,05 mg per meter kubik
Strikhnin
0,15 mg per meter kubik
Tallium Sulfat
0,1 mg per meter kubik
Warfarin
0,1 mg per meter kubik
RACUN TANAMAN (HERBISIDA) Racun tanaman atau herbisida adalah zat kimia yang dengan bersentuhan dengan tanaman menyebabkan matinya tanaman yang bersangkutan. Zat kimia yang biasa dipergunakan sebagai racun tanaman adalah ammonium sulfamat dalapon, fenoksi-asetat (phenoxy-acetate) dan derivatnya, derivate karbamat, dll. Racun-racun tanaman tersebut daya racunnya berbahaya, sehingga tidak menimbulkan persoalan. Lain halnya racun tanaman seperti maleik hidrazid yang menimbulkan kerusakan kepada susunan saraf pusat, natrium klorat yang menyebabkan methemoglobinemi dan depresi saraf pusat, pentaklorfenol
yang
merangsang metabolism tubuh sehingga terjadi hipertermi (suhu meninggi) dan kerusakan sel pada tempat terjadinya kontrak, dan aminotriazol yang merupakan karsinogen pada hewan percobaan. Selain itu tanaman yang berbahaya tersebut mngakibatkan dermatosis yang sangat berat. NAB untuk racun tanaman : Amonium sulfamat
10 mg per meter kubik;
2,4 D (asam 2,4-dikloro-fenoksi-asetat)
10 mg per meter kubik;
Pentaklorfenol (PCP)
0,5 mg per meter kubik
15
Fenil-air raksa asetat (PMA)
0,1 mg per meter kubik
2,4,5 T (asam 2,4,5-trikloro-fenoksi
6,7 mg per meter kubik
asetat) (Suma’mur: 2009)
F. Pelaksanaan K3 Di Pertanian Dan Perkebunan Berikut
terdapat
beberapa
cara
strategis
yang
menyangkut
pembangunan kesehatan dan keselamatan kerja petani yang merupakan tugas pemerintah, apalagi yang mengandalkan pertanian dan perkebunan sebagai sumber pendapatan asli daerahnya. Komitmen terhadap kualitas kesehatan petani dalam hal ini pemerintah harus memiliki komitmen yang cukup terhadap permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja petani serta penyakit penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan petani. Komitmen terhadap masalah kesehatan petani sangat penting untuk mendukung perekonomian wilayah maupun regional. Keberpihakan terhadap permasalahan petani perlu ditumbuhkan untuk membangun komitmen ini. Sebagai contohnya adalah program sanitasi dasar untuk rumah tangga penduduk miskin, petani sebagai sektor informasi harus dianggap sebagai investasi daerah untuk mendukung investasi perekonomian. Perencanaan K3 meliputi antara lain : 1. Sasaran penerapan K3 harus jelas 2. Pengendalian terhadap resiko 3. Peraturan, undang-undang dan standar harus sesuai Adapun untuk Penerapan K3yang dilakukan adalah : 1. Pelayanan Kesehatan & keselamatan kerja 2. Penyuluhan tentang kesehatan dan penyakit akibat kerja yang terkait dengan pekerjaan petani
Upaya Kesehatan Kerja (UKK) memberikan penyuluhan seperti bagaimana menggunakan pestisida secara aman, bagaimana menggunakan bahan kimia berbahaya secara benar agar tidak membahayakan diri petani dan
16
lingkungannya. Serta upaya pencegahan dan pengobatan penyakit yang berkaitan dengan pekerjaannya. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja petani bukan hanya memperhatikan factor risiko yang ada dalam pekerjaannya, namun juga harus menjangkau tingkat kesehatan sebagai modal awal untuk bekerja. Untuk itu program penyediaan air bersih, perumahan sehat juga mendukung tingkat kesehatan dan kesejahteraan petani.
1. Pengukuran dan Evaluasi Pengukuran dan evaluasi meliputi pemeriksaan kesehatan petani, utamanya yang terpapar dengan agrokimia atau pestisida dan memeriksa apakah terjadi perubahan anatomi tubuh akibat dari factor ergonomic kerja yang tidak diperhatikan.
2. Kapasitas Pengelolaan Program Untuk membangun kualitas kesehatan dan produktivitas petani diperlukan kemampuan atau kapasitas pengelolaan program. Kemampuan pemerintah dalam mengelolah tenaga kerja khususnya petani perlu melibatkan kemampuan profesionalisme tenaga ahli seperti dokter, perawat, dan petugas kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelatihan dan pemahaman terhadap masalah kesehatan sebagai modal awal maupun kesehatan yang berkenaan dengan pekerjaan harus dikelola secara tepat. (dikutip dari blog K3 Pertanian oleh Faridwin)
G. Upaya Preventif Dalam Pertanian Dan Perkebunan Agar pekerja sehat dan selamat saat menjalankan pekerjaannya maka perlu diperhatikan upaya-upaya pencegahan untuk menghindari kemungkinan terburuk. Adapun dalam hal ini pekerja yang dimaksud adalah para petani. 1. Sarapan
17
Seorang petani perlu sarapan atau makan sebelum mulai bekerja. Makanan merupakan sumber tenaga. Makan bergizi juga mencegah kita dari penyakit. 2. Makan Siang Bila akan bekerja dari pagi hingga sore, makan siang juga sangat penting untuk mengganti tenaga yang sudah dipakai. Siapkan dan bawa bekal makan siang. Atau minta keluarga mengantarkannya. 3. Macam Makanan Makanan yang dimakan hendaknya mengandung bahan bergizi. Makanan bergizi terdiri dari: a) Sumber tenaga seperti nasi, jagung, ubi, dan lain-lain b) Bahan pembangun tubuh berupa ikan, tahu, tempe, telur, atau daging c) Bahan penunjang berupa sayur mayur dan buahbuahan. Lauk dan sayur yang beraneka ragam lebih baik dari pada lauk dan sayur yang sama setiap kali makan. 4. Pakaian sewaktu bekerja Seorang petani PIR hendaknya menggunakan pakaian yang dapat menjaga keselamatannya sewaktu bekerja. a) Celana dan baju lengan panjang. Gunanya adalah: 1. Untuk menjaga tubuh dari sinar matahari langsung atau 2. menghindarkan diri dari udara yang dingin 3. menjaga kulit dari bulu ulat, miang, atau getah tanaman, dan gigitan binatang berbisa 4. Topi. Gunakan
topi jika bekerja di terik matahari. Topi juga
bermanfaat untuk menghindari bahaya tanaman dan binatang berbisa. 5. Sepatu lars ( sepatu bot) dari karet. Sepatu yang dapat menutup kaki sampai betis ini berguna untuk: 6. menghindarkan kaki dari benda tajam 7. menjaga kaki dari gigitan ular dan binatang berbisa 8. menghindarkan diri dari penyakit cacing tambang.
18
5. Istirahat Istirahatlah sejenak setelah bekerja 2 jam terusmenerus. Gunanya untuk memulihkan tenaga dan menjaga kesehatan. 6. Bekerja sewaktu matahari bersinar terik Lakukan pekerjaan ringan sewaktu matahari bersinar terik sekitar tengah hari. Misalnya mencabut rumput, mengasah pisau, pacul, atau parang. 7. Bekerja dengan benda tajam. Bekerja dengan benda tajam perlu hati-hati. Jika pacul, parang atau pisau sedang tidak digunakan, letakan ditempat yang aman. 8. Mengangkat dan mengangkut beban. a) Mengangkat dan mengangkut beban seperti pupuk, benih atau hasil pertanian harus disesuaikan dengan kemampuan, jangan paksakan diri. b) Mengangkat barang harus dengan cara yang benar agar tidak mencederai otot dan tulang. c) Cara terbaik mengangkut barang yang beratnya lebih dari 25 kg adalah dengan membagi dua beban,dan mengangkutnya dengan pemikul. Perhatikan cara memanggulnya. 9. Hal mengenai kesehatan a) Menjaga kebersihan Mandi setelah bekerja dapat mencegah timbulnya penyakit pada keluarga. Mandi juga akan membuat badan terasa segar. b) Penyakit Penyakit yang sering dialami adalah ISPA, Malaria, Cacing 1. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) seperti batuk,pilek, demam. Bila sedang pilek atau masuk angin, hindari pekerjaan berat. Batuk, pilek dan demam yang ringan dapat diobati sendiri. Untuk menurunkan demam atau panas dan menghilangkan rasa sakit minumlah obat penurun panas. 2. Penyakit Malaria. Penyakit ini menyebabkan demam dan kurang darah. Malaria ditularkan oleh nyamuk. Karena itu pakailah
19
kelambu bila tidur. Jika badan panas dingin, periksakan ke puskesmas agar bila menderita malaria segera diobati. 3. Cacingan. Orang dewasa juga dapat menderita penyakit cacingan. Penyakit
cacing
gelang dan
cacing tambang mengurangi
kemampuan badan karena cacing tersebut menyerap makanan yang kita butuhkan. Pakailah sepatu karet bila ke kebun dan selalu gunakan sandal jika keluar rumah. Buang air harus selalu di kakus. Cuci tangan sebelum makan Jika badan lesu, pucat, dan kurus, tetapi makan banyak, segera periksakan diri ke puskesmas. Mungkin penyebabnya adalah cacingan.(Kesehatan dan Keselamatan Kerja Untuk Petani: Depkes RI) Adapun upaya pencegahan terhadap keracunan oleh pestisida yang terjadi pada pekerja pertanian dan perkebunan meliputi hal-hal berikut : 1. Penyimpanan pestisida a) Pestisida harus disimpan dalam wadah yang diberi tanda, sebaiknya tertutup dan dalam lemari terkunci; b) Campuran pestisida dengan tepung atau makanan tidak boleh disimpan dekat makanan. Campuran yang rasanya manis biasanya paling berbahaya. Tanda-tanda harus jelas biar untuk yang buta hurup sekaIipun c) Tempat bekas menyimpan pestisida yang telah tidak dipakai lagi harus dibakar, agar sisa racun musnah sama sekali
d) Penyimpanan di dalam wadah untuk makanan atau minuman seperti di dalam botol sangat besar bahayanya.
2. Pemakaian alat pelindung a) Masker harus dipakai dan ventilasi keluar setempat harus dihidupkan selama melakukan pencampuran kering bahan pestisida;
20
b) Pakaian kerja dan alat pelindung diri kaca mata dan sarung tangan yang terbuat dari neopren harus dipakai, jika pekerjaan dimaksudkan untuk mencampur pestisida dengan minyak atau pelarut organis. Pakaian pelindung harus dibuka dan kulit dicuci sempurna sebelum makan; c) Respirator, kaca mata, baju pelindung, dan sarung tangan harus dipakai selama menyiapkan dan menggunakan semprotan kabut atau erosol, jika kulit mungkin kontak dengan racun ham a dan panl mungkin menghirup bahan tersebut. Alat-alat pelindung harus terbuat dari karet, apabila yang dikerjakan klorhidrokarbon dan dari neopren atau bahan yang tahan gemuk/minyak, apabila digunakan pelarut organ,is. Ester fosfat dan derivat indan sangat beracun. 3. Upaya pencegahan lainnya a) Menyemprot
harus
ke
arah
bertiupnya
angin
yang
tidak
memungkinkan angin membawa pestisida ke arah penyemprot, sehingga pestisida tidak terhirup atau tidak mengenai kulit pekerja yang bersangkutan; b) Harus dihindarkan waktu kerja lebih dari 5 (lima) jam sehari bekerja di tempat tertutup dengan memakai penguap termis; juga alat tersebut tidak boleh digunakan di tempat kediaman penduduk atau di tempat pengolahan bahan makanan; c) Jangan disemprot tempat-tempat yang sebagian tubuh manusia akan bersentuhan dengan pestisida. Pada pekerjaan yang menggunakan pestisida telah ada ketentuan yang merupakan pedoman dan petunjuk bagaimana mencegah keracunan pestisida sebagai berikut: 1. Semua pestisida adalah racun, tetapi bahayanya dapat diperkecil bila diketahui cara-cara bekerja dengan am an agar tidak mengganggu kesehatan; 2. Bahaya pestisida terhadap pekerja lapangan ialah: a) Pada waktu memindahkan pestisida dari wadah (tempat) yang besar 21
kepada wadah yang lebih kecil untuk diangkat dari gudang ke tempat bekerja (waktu memindahkan); b) Pada waktu mempersiapkan larutan atau campuran sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan; c) Pada waktu dan selama menyemprot; d) Kontaminasi karena kecelakaan, yang dapat terjadi pada setiap tingkat pekerjaan tersebut di atas (waktu memindah-mindahkan, bongkar muat, peredaran dan transportasi, penyimpanan, pengaduk, menyemprot atau pemakaian pestisida lainnya). 3. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka perlu mendapat perhatian intensif: a) Pekerja yang bekerja dengan pestisida harus diberitahu akan bahaya yang dihadapinya atau mungkin terjadi dan menerima serta memperhatikan pedoman dan petunjuk tentang cara bekerja yang aman sehingga pestisida tidak mengganggu kesehatan; b) Harus ada pengawasan teknis dan medis yang cukup; c) Harus tersedia fasilitas untuk PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) mengingat efek keracunan pestisida yang dapat berbahaya kepada para pekerja. Bila dipakai pestisida golongan organofosfor atau karbamat, maka harus tersedia atropin, baik dalam bentuk tablet, maupun untuk disuntikkan. Untuk itu perlu adanya seorang pengawas yang terlatih; 4. Penyemprot diharuskan memakai tutup kepala atau masker yang tidak tembus pestisida, dan alat per/indungan keselamatan tersebut dicuci dengan baik secara berkala; 5. Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat yang mungkin terkena pestisida, dalam hal ini yang bersangkutan tidak diperkenankan bekerja dengan pestisida, karena keadaan seperti itu akan mempermudah masuknya pestisida tersebut ke dalam tubuh; 6. Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit atau mandi dan mencuci pakaian harus tersedia cukup. Mandi setelah menyemprot
22
merupakan keharusan yang perlu mendapat pengawasan; 7. Pekerja tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4 (empat)-5 (lima) jam dalam satu hari kerja, bila aplikasi dari pestisida oleh pekerja yang sarna berlangsung dari hari ke hari (kontinyu dan berulang kali) dan untuk waktu lama; 8. Harus dipakai pakaian kerja yang khusus dan tersendiri; pakaian kerja demikian harus diganti dan dicuci setiap hari; bila pestisida yang dipakai golongan klorhidrokarbon, maka sekali-kali harus dibilas dengan kerosen; sedangkan untuk organofosfor perlu dicuci dengan sabun; 9. Di samping memperhatikan keadaan lainnya, pekerja tidak boleh merokok, minum atau makan sebelum mencuci tangan dengan bersih memakai sabun dan air; 10. Bahaya terbesar terdapat pada waktu bekerja dengan konsentrat, karenanya perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan berikut: a) Dalam mempersiapkan konsentrat dari bubuk dispersi dalam air, harus dipakai bak pencampur yang dalam, serta alat pengaduk yang cukup panjangnya untuk mencegah percikan; dan dapat bekerja sambil berdiri. Demikian pula untuk mencairkan pasta yang padat; b) Mengisi bak pencampur harus sedemikian, sehingga bahaya percikan dapat ditiadakan atau hanya terjadi seminim mungkin; c) Pekerja selain memakai alat pelindung seperti paaa penyemprot, harus pula memakai skort dan sarung tangan yang tidak dapat tertembus pestisida; d) Memindahkan konsentrat dari satu tempat atau wadah ke tempat yang lain harus memakai alat yang cukup panjang; e) Konsentrat cair harus ditempatkan dalam wadah yang cukup kuat, tidak mudah rusak di waktu dalam pengangkutan dan ditutup rapat; 11. Alat-alat penyemprot harus memenuhi ketentuan-ketentuan keselamatan kerja; 12. Semua wadah pestisida harus mempunyai etiket yang memenuhi syarat, mudah dibaca dan dimengerti baik oleh para pekerja maupun pengawas;
23
13. Harus dipenuhi ketentuan tentang wadah pestisida yang telah kosong atau hampir kosong, yaitu: a) Wadah harus dikembalikan ke gudang selanjutnya dibakar atau dirusak dan kemudian dikubur; b) Wadah dapat pula didekontaminasikan dengan memenuhi persyaratan tertentu; 14. Sedapat mungkin diupayakan, agar terhadap tenaga kerja pertanian yang bersangkutan dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala; terhadap yang mempergunakan pestisida organofosfat dilakukan setiap bulan sekali pemeriksaan kesehatan berkala. (Suma’mur: 2009)
24
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Pekerjaan di sektor pertanian dan perkebunan biasanya berlokasi dan beroperasi di daerah rural (pedesaan), sehingga higiene dan kesehatan pedesaan langsung mempengaruhi keadaan higiene dan kesehatan masyarakat petani dan pekebun. Masalah pokok pedesaan adalah kesehatan lingkungan seperti halnya yang dihadapi dari waktu ke waktu oleh petani pada umumnya. Disamping itu tenaga kerja di bidang pertanian dan perkebunan juga menghadapi berbagai penyakit akibat dari pekerjaannya, antara lain keracunan oleh zat kimia pembasmi hama atau racun kimia lain yang digunakan, gangguan kulit akibat sinar ultraviolet dan gangguan agrokimia. Untuk mencegah timbulnya bahaya di tempat kerja pertanian dan perkebunan, maka perlu diadakan program kesehatan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, baik terhadap penyakit yang biasa terdapat dalam masyarakat pada umumnya, maupun terhadap kecelakaan kerja, ataupun penyakit akibat kerja. Pengukuran dan evaluasi meliputi pemeriksaan kesehatan petani, utamanya yang terpapar dengan agrikimia atau pestisida dan memeriksa apakah terjadi perubahan anatomi tubuh akibat dari factor ergonomic kerja yang tidak diperhatikan. Adapun Upaya Kesehatan Kerja (UKK) memberikan penyuluhan seperti
bagaimana
menggunakan
pestisida
secara
aman,
bagaimana
menggunakan bahan kimia berbahaya secara benar agar tidak membahayakan diri petani dan lingkungannya. Serta upaya pencegahan dan pengobatan penyakit yang berkaitan dengan pekerjaannya.
25
B. Saran Masih diperlukan peningkatan kesadaran masyarakat, khususnya pekerja dan ketegasan serta penegakan hukum yang kuat dari pemerintah dalam penerapan K3 di lapangan kerja. Kemampuan pemerintah dalam mengelolah tenaga kerja khususnya petani perlu melibatkan kemampuan profesionalisme tenaga ahli seperti dokter, perawat, dan petugas kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelatihan dan pemahaman terhadap masalah kesehatan sebagai modal awal maupun kesehatan yang berkenaan dengan pekerjaan harus dikelola secara tepat.
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
Analisis
Kasus
Kecelakaan
Kerja
Di
Perkebunan.
http://www.kpsmedan.org/index.php?view=article&catid=49%3Aartikelumum&id=159%3Aanalisis-kasus-kecelakaan-kerja-diperkebunan&format=pdf&option=com_content&Itemid=58&lang=en
.
(diakses tanggal 3 November 2014)
Depkes RI. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Untuk Petani (Perkebunan Inti Rakyat). http://www.depkes.go.id/downloads/KesKerPetani.PDF. (diakses 3 November 2014)
Faridwin.2011. K3 Pertanian.
http://faridwin.wordpress.com/2011/02/13/k3-
pertanian/. (diakses 3 November 2014) Suma’mur. 2009. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja. Jakarta : CV. Sagung Seto
Rafika,
Husni.
2013.
K3
Sektor
Pertanian.
http://husnirafikha.blogspot.com/2013/11/k3-di-sektor-pertanian.html. (diakses tanggal 3 November 2014)
27