Muhammad Toharoh T.Nuklir/33780
CONTOH KASUS GEOPOLITIK DI INDONESIA
Geopolitik berasal dari kata Geo atau bumi dan politik. Geopolitik berarti kekuatan yang di dasarkan pada pertimbangan dasar atau geografi dalam menentukan alternative kebijaksanaan nasional untuk mewujuudkan tujuan nasional. Ilmu geopolitik adalah pengetahuan yang mempelajari tentang potensi, yang dimiliki oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan merupakan kekuatan serta kemampuan untuk ketahanan nasional. Ada beberapa teori mengenai geopolitik ini salah satunya adalah dari Frederriech Ratzel , isi teorinya adalah: o
o
o
o
Pertumbuhan Negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang hidup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan mempertahankan hidup, menyusut dan mati. Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang tersebut makin besar kemungkinan politik itu tumbuh. Suatu Negara dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul saja yang dapat bertahan hidup. Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhan akan sumberdaya alam. Apabila ruang tidak mendukungnya, bangsa tersebut dapat mencari kekayaan alam diluar wilayahnya (expansi). Hal ini melegitimasi hukum ekspansi, batas suatu Negara pada hakekatnya bersifat sementara, apabila kurang dapat mengubah batas Negara baik secara damai maupun dengan kekerasan atau perang.
Sebenarnya banyak contoh kasus geopolitik yang terjadi di Indonesia, mungkin yang paling sering adalah kasus menganai perbatasan dengan Negara tetangga tetangga seperti seperti Malaysia.mulai dari kasus yang sudah sudah terjadi seperti Sipadan dan Ligitan atau kasus yang sampai sekarang yang belum terselesaikan seperti kasus Ambalat. Saya ambil kasus Sipadan dan Ligitan yang pernah terjadi. Bagi Indonesia dan Malaysia, dua pulau ini punya arti penting, yakni batas wilayah antardua Negara. Sengketa pemilik Sipadan dan Ligitan sebenarnya
sudah terjadi sejak masa kolonial antara pemerintah Hindia Belanda dan Inggris. Sengketa Sipadan dan Ligitan kembali muncul ke permukaan pada 1967. Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, yang mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya. Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997, sementara pihak mengkaitkan dengan kesehatan Presiden Soeharto dengan akan dipergunakan fasilitas kesehatan di Malaysia Pemerintah IndonesiaMalaysia akhirnya sepakat membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional pada tahun 1997.
Kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.