CONTOH KASUS SHADOW PRICE Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ku liah Evaluasi Proyek
Kelompok 10 : Riztita Chairani Putri F0108111 Rudi Laksono F0108112 Rusminah F0108113 Taufiq Effendi F0108120 Wahyu Riyanto F0108123
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
SHADOW PRICE
Shadow price (accounting price) meliputi bermacam-macam barang dan jasa, baik
sebagai hasil produksi maupun sebagai sumber-sumber yang dipergunakan untuk produksi. Shadow price dapat diangggap sebagai suatu penyesuaian yang dibuat oleh si penilai proyek
terhadap harga-harga pasar beberapa faktor atau hasil produksi tertentu, berhubung harga-harga pasar itu dianggap tidak mencerminkan / mengukur biaya atau nilai sosial yang sebenarnya (social opportunity cost) dari unsur-unsur atau hasil produksi tersebut.
1. Tidak mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang diciptakan suatu proyek. 2. Tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan apabila sejumlah sumber-sumber atau hasil telah dipilih untuk dipakai dalam suatu proyek tertentu dan bukannya dipakai dalam penggunaan-penggunaan lain yang mungkin masih tersedia di dalam masyarakat. Penyimpangan-penyimpangan harga pasar dari social opportunity cost terutama disebabkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaa pemerintah yaitu berupa pajak, subsidi, maupun pengaturan harga dan upah. Bagi seorang pelaksana proyek, harga pasar suatu sumber yang dipakai dalam proyek itu adalah nalai riil sumber tersebut (biaya produksi) ditambah pajak penjualan. Nilai riil sumber tersebut adalah nilai sosial biaya yang diperlukan untuk memproduksinya. Nilai pajak tersebut tidak mempengaruhi nilai riil sumber yang dipakai. Pajak merupakan pemindahan uang kepada pemerintah dari piak konsumen maupun dari pihak produsen. Pemindahan uang semacam ini memang termasuk biaya financial yang langsung dirasakan sebagai beban oleh si pembayar. Dan ini bukan merupakan biaya riil , karena tidak ada tambahan sumber riil yang dihabiskan / dikorbankan dalam proses tersebut. Shadow price yang sering dipakai adalah dari faktor :
1.
Shadow
price modal
2.
Shadow
price tenaga kerja tak terdidik
3.
Shadow
price devisa
1. Shadow price modal Discount
rate sosial dapat dianggap sebagai biaya, yaitu berupa bunga yang harus
ditutupi oleh proyek sebelum proyek itu dianggap menguntungkan. Dalam bab ini, angka diberi definisi matematis lebih persis sebagai tingkat discount rate i yang membuat NPV investasi sama dengan nol, yaitu internal rate of return atau IRR. Di lain pihak, jika transaksi yang bersangkutan dipandang dari sudut pinjaman ± jadi bukan investasi ± artinya benefit tahunan merupakan pelunasan pinjaman beserta bunganya, maka nilai i adalah tingkat bunga yang sedemikian rupa yang sehingga pinjaman itu persis dilunasi ± tidak ada defisit, tidak ada sisa. Harga pasar yang ada hubungannya dengan opportunity cost faktor modal adalah tingkat bunga yang dibebani kepada penanam modal atau penyelenggara proyek sehubungan dengan pinjaman modal untuk investasi yang bersangkutan. Di lain pihak sebagian investasi dalam proyek biasanya dibiayai oleh instansi penyelenggara dengan dana tersendiri, ataupun oleh pemerintah dengan dana APBN, yang tidak dibebani bunga sama sekali. Walaupun demikian, jelas bahwa sumber-sumber tersebut mempunyai opportunity cost . Artinya dengan menanamkan sumber-sumber tersebut dalam proyek yang bersangkutan, benefit yang seharusnya dapat diperoleh menjadi dikorbankan. Begitu juga beban yang sehubungan dengan penggunaan dana pinjaman, bukanlah tingkat bunga finansial, melainkan benefit alternatif yang dikorbankannya. Ternyata faktor-faktor yang menentukan tingkat bunga finansial tidak erat hubungaanya dengan ukuran pengorbanan atau opportunity cost itu. Tingkat bunga yang dibebani lembaga kredit luar negeri, sebagian ditentukan oleh keadaan pasar modal di masing-masing negara dan sebagian lagi oleh semangat kerja yang berlaku pada pemerintah ataupun badan Legislatifnya. Seperti
halnya di pasar-pasar lain, diasumsikan bahwa harga (=tingkat suku bunga) yang
berlaku di suatu pasar modal yang bebas ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran. Titik potong kedua kurva sedemikian sehingga rate of time preference para penabung (jumlah kompensasi yang harus diterima penabung agar bersedia menunda satu satuan konsumsi) sama dengan produk marjinal dalam
penggunaan sumber-sumber tersebut, yaitu dalam investasi
swasta. Dengan demikian, suatu indeks umum tentang tingkat suku bunga pinjaman yang dibebankan oleh bank-bank di Indonesia dapat berlaku sebagai estimasi bruto tentang produk marjinal modal menurut harga yang berlaku. Padahal yang kita cari adalah discount rate yang dapat diterapkan terhadap arus-arus nilai yang diukur menurut harga konstan.
Misalnya Modal
:
Rp100 juta ditanam pada tanggal 1 Januari, dengan pengembalian sebesar Rp130 juta
tanggal 31 Desember, sedangkan indeks harga naik 15 % selama tahun tersebut. Berapakah hasil modal tersebut menurut harga yang berlaku pada awal tahun? Pokok investasi sebesar Rp100 juta ditambah rendemen nominal sebesar Rp30 juta perlu dibagi 1.0 ditambah laju inflasi. Jadi Rp130 juta / 1,15 = Rp113,04 juta dan setelah dikurangi pokok sebesar Rp100 juta memberikan rendemen sebesar Rp13,04 juta. Dengan kata lain, tingkat rendemen menurut harga konstan adalah sebesar 13,04 / 100 = 13%
Jika tingkat suku bunga i (= 0,30 dalam contoh di atas), laju inflasi f (=0,15) dan rendemen riil r (=?), maka:
2. Shadow price tenaga kerja tak terdidik (Shadow Wage)
Shadow wage atau social opportunity cost dari tenaga kerja yang dipekerjakan pada
proyek X adalah nilai produksi yang dikorbankan dalam kegiatan lain karena orang itu dipekerjakan dalam proyek X. Pada tahun 1950-an dikemukakan oleh beberapa ahli bahwa shadow wage untuk tenaga kerja tak terdidik sama dengan 0. Hal itu karena mempekerjakan seorang penganggur tidak mengorbankan produksi apapun ditempat lain.
Tahap selanjutnya dalam perkembangan teori shadow wage adalah social opportunity cost dalam penggunaan tenaga kerja tak terdidik tidak dibatasi pada produk marginal, melainkan juga berhubungan dengan tambahan konsumsi yang terjadi apabila buruh tani atau tenaga penganggur dipekerjakan pada proyek pembangunan. Contoh Penerapan Shadow Wage : Misalkan
sebuah proyek pembangunan jalan mempekerjakan tenaga tak terdidik dari
golongan buruh tani yang produk marginal dan konsumsinya waktu bekerja dipedesaan diperkirakan Rp 10.000,- /hari. Upah yang akan di bayar saat proyek pembangunan jalan sebesar Rp 50.000,-/hari, dimana Rp 45.000,- merupakan nilai konsumsi dan sisanya Rp 5.000,merupakan pajak. Jadi kenaikan konsumsi buruh jalan diatas sebesar Rp 35.000,-(45.00010.000).
Misalnya Simpanan
telah dihitung bernilai sosial sebesar 50% dari kenaikan konsumsi.
Nilai sosial kenaikan konsumsi diperoleh dari 0,5 dikali kenaikan konsumsi buruh Rp 35.000,sama dengan Rp 17.500,Shadow Wage dalam proyek pembangunan jalan ini adalah produk marginal dan
konsumsi waktu bekerja di desa ditambah dengan nilai sosial kenaikan konsumsi di kota. Jadi Shadow Wage dalam proyek pembangunan jalan ini Rp 10.000,- + Rp 17.500,- =Rp27.500,-.
Juga dapat disimpulkan bahwa shadow wage hanya mencerminkan
dari upah finansial.
3.
Shadow price devisa (Shadow Exchange Rate) Shadow
price factor devisa, yang disebut juga shadow exchange rate, merupakan suatu
nilai tukar implicit, misalnya harga satu dolar dalam rupiah. Langkah penerapan shadow exchange rate : 1.
Menilai
segala jenis sarana dan benefit yang bersifat tradable itu atas dasar harganya di pasar
dunia, tepatnya atas dasar border price-nya. 2.
Mengalikan
nilai-nilai sarana dan benefit itu dalam dolar (atas dasar border price) dengan
shadow exchange rate. Hasil perkalian ini memberikan nilai dalam rupiah yang kemudian
dimasukkan dalam arus pendapatan dan biaya proyek.
Misalnya Suatu
:
proyek pabrik tekstil direncanakan tiap tahun akan memproses 1.000 ton kapas yang
diimpor dari luar negeri dengan harga cif sebesar U.S.$3,50 per kilo. Misalkan shadow exchange rate diperkirakan sebesar Rp 700,- per dolar dibanding dengan nilai tukar resmi sebesar Rp 650,Jadi social opportunity cost penggunaan kapas dalam proyek : 1.000 ton × $3,50 × Rp 700,- = Rp 2,45 juta per tahun angka ini dimasukkan dalam arus biaya proyek.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kadariah, Gray Clive dkk. P engantar Evaluasi P royek . 1999. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta. 2. Gray Clive, Simanjuntak Payaman dkk. P engantar Evaluasi P royek Edisi Kedua. 2002. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.