KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA TEAM KESEHATAN
OLEH : TINGKAT 2.2 1. AGUNG MAS HENDYRAYANI KUSUMA (P07120015041) 2. NI MADE SURYA DHARMA YUNI (P07120015061) 3. MADE ARYA YUNDA CAHYANI (P07120015064) 4. I MADE DWI ARIANTA (P07120015068)
(01) (21) (24) (28)
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III 2016-2017 KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Komunikasi Antar Anggota Team Kesehatan ini dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang Komunikasi Antar Anggota Team Kesehatan. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Manajemen Patient Safety. Selain itu, kami berharap semoga makalah ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi semua pembaca. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun dan dapat menjadikan Makalah ini jauh dan lebih baik lagi. Kami mohon maaf atas kesalahan maupun kekurangan di dalam penyusunan makalah ini.
Denpasar, 19 September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................i Daftar Isi..............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................2 C. Tujuan..................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN A. B. C. D. E. F. G. H. I. J.
Pengertian Komunikasi........................................................................4 Prinsip-prinsip Komunikasi..................................................................4 Komponen-komponen Dalam Komunikasi..........................................4 Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi.............................................5 Jenis Komunikasi Antar Anggota Team Kesehatan..............................6 Komunikasi Dalam Tim Kesehatan dan Keperawatan.........................11 Membangun Hubungan.........................................................................12 Resolusi Konflik...................................................................................20 Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan..........................25 Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan............................................27
BAB III PENUTUP A. Simpulan...............................................................................................30 B. Saran.....................................................................................................31 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya selalu berhubungan dengan orang lain. Entah itu pasien, sesama teman, dengan atasan, dokter dan sebagainya. Maka komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik. Komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan terapeutik karena komunikasi mencakup pencapaian informasi,
pertukaran pikiran dan perasaan. Proses komunikasi terapeutik sering kali meliputi kemampuan dan komitmen yang tulus pada pihak perawat untuk membantu klien mencapai keberhasilan keperawatan bersama. Setiap hari kerja, perawat berkomunikasi dengan penyedia asuhan kesehatan lainnya, termasuk perawat, asisten perawat, dokter, sekretaris dan terapis. Perawat memenuhi peranan unik didalam asuhan kesehatan sebagai koordinator pelayanan bagi pasien disamping sebagai pemberi advokasi pasien. Kadang-kadang komunikasi dengan penyedia asuhan kesehatan lainnya dapat menjadi hal yang menantang. Sama seperti setiap pasien yang membawa seperangkat kebutuhan, pengalaman dan emosi masing-masing kedalam suatu hubungan, demikian pula setiap penyedia asuhan kesehatan. Hubungan yang berhasil dengan rekan kerja bergantung pada keterampilan komunikasi yang baik. Prinsip etis penghargaan terhadap manusia juga relevan dengan hubungan dengan asuhan kesehatan lainnya. Dalam hubungan manusia tentu saja konflik tidak dapat dihindarkan dan sering kali membuat tidak nyaman. Dalam asuhan kesehatan, kemungkinan konflik dipertinggi dengan adanya kompleksitas peran dan isu. Keputusan yang mengubah hidup sering kali dibuat dan mempengaruhi pasien, keluarganya, dan staf. Tetapi konflik tidak selalu buruk, dan tidak seharusnya dihindari. Walaupun konflik sering kali menimbulkan rasa tidak nyaman, bingung, dan setres, konflik juga mendatangkan kesempatan untuk hal positif, memperkuat hubungan antarpekerja, dan meningkatkan kepuasan kerja. Pada ahkirnya resolusi konflik yang berhasil akan menghasilkan kualitas asuha yang baik bagi pasien. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengertian komunikasi ? 2. Bagaimanakah prinsip-prinsip komunikasi ? 3. Bagaimanakah komponen-komponen dalam komunikasi ? 4. Bagaimanakah faktor yang mempengaruhi komunikasi ? 5. Bagaimanakah jenis-jenis komunikasi antar anggota tim kesehatan? 6. Bagaimanakah komunikasi dalam tim kesehatan dan keperawatan ? 7. Apakah yang dimaksud dengan membangun hubungan ? 8. Bagaimanakah resolusi konflik komunikasi ? 9. Bagaimanakah pentingnya komunikasi dalam pelayanan kesehatan? 10. Bagaimanakah komunikasi dalam pelayanan kesehatan ?
C. Tujuan 1. Tujuan Umum: Untuk mengetahui lebih dalam tentang komunikasi antar anggota tim kesehatan 2. Tujuan Khusus: Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi Untuk mengetahui prinsip-prinsip komunikasi Untuk mengetahui komponen-komponen dalam komunikasi Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi komunikasi Untuk mengetahui jenis-jenis komunikasi antar anggota tim
kesehatan Untuk mengetahui komunikasi dalam tim kesehatan dan
keperawatan Untuk mengetahui pengertian membangun hubungan Untuk mengetahui resolusi konflik komunikasi Untuk mengetahui pentingnya komunikasi dalam pelayanan
kesehatan Untuk mengetahui komunikasi dalam pelayanan kesehatan
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi pesan. (Nursalam, 2007). Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Sedangkan komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien. proses memfokuskan pada klien namun direncanakan dan dipimpin oleh seorang profesional. (Potter & Perry, 2009).Stuart,G.W., & Laraia, 2005
mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi terapeutik perawat dan klien menjadi penting dalam mengeksplorasi kebutuhan klien. B. Prinsip-prinsip Komunikasi Adapun prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers yaitu : 1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri 2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,percaya,dan menghargai 3. Kejujuran dan terbuka 4. Mampu sebagai role model 5. Bertanggung jawab C. Komponen-komponen dalam komunikasi 1. Sender (pemberi pesan) : individu yang bertugas mengirimkan pesan 2. Receiver (penerima pesan) : seseorang yang menerima pesan. Bisa berbentuk pesan yang diterima maupun pesan yang sudah diinterpretasikan. 3. Pesan : informasi yang diterima, bisa berupa kata, ide atau perasaan. Pesan akan efektif bila jelas dan terorganisir yang diekspresikan oleh si pengirim pesan. 4. Media : metode yang digunakan dalam pesan yaitu kata, bisa dengan cara ditulis, diucapkan dan diraba 5. Umpan balik : penerima pesan memberikan informasi/ pesan kembali kepada pengirim pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Umpan balik merupakan proses yang kontinue karena memberikan respons pesan dan mengirimkan pesan berupa stimulus yang baru kepada pengirim pesan. D. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi 1. Situasi atau Suasana Situasi/suasana
yang
hiruk
pikuk
atau
penuh
kebisingan
akan
mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum proses komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa supaya tenang dan nyaman. Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang tepat mungkin diterima dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat memberikan penjelasan kepada orang tua tentang cara menjaga kesterilan luka pada saat orang tua sedang sedih,
tentu saja pesan tersebut kurang diterima dengan baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak berfokus pada pesan yang disampaikan perawat, melainkan pada perasaan sedihnya. 2. Kejelasan Pesan Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas. E. Jenis Komunikasi Antar Anggota Tim Kesehatan Berbagai jenis komunikasi antar petugas dapat terjadi di fasilitas kesehatan, bergantung pada besar dan struktur organisasi fasilitas tersebut. Komunikasi dalam satu puskesmas kelurahan akan sangat berbeda dengan komunikasi dalam puskesmas kecamatan. Komunikasi dalam klinik 24 jam akan sangat berbeda dengan rumah sakit daerah tingkat II, lebih-lebih bila di bandingkan dengan rumah sakit rujukan. Secara umum, jenis komunikasi antar petugas yang dapat terjadi di suatu organisasi layanan kesehatan antara lain: (1) Komunikasi antara perawat dengan perawat, (2) Komunikasi antara dokter dengan perawat, (3) Komunikasi antara perawat dengan ahli terapi, (4) Komunikasi antara perawat dengan ahli farmasi, (5) Komunikasi antara perawat dengan ahli gizi. Jenis-jenis komunikasi tersebut tentunya bisa lebih banyak lagi bergantung kepada besarnya organisasi dan banyaknya jenis pelayanan yang diberikan. Semakin banyak jenis komunikasi yang ada pada suatu organisasi tersebut, kemungkinan terjadinya gangguan komunikasi juga lebih besar. Pemahaman terhadap jenis komunikasi di organisasi layanan kedokteran, bagaimana
komunikasi
dilaksanakan,
identifikasi
masalah
komunikasi,
penyebab hambatan komunikasi dan bagaimana mengatasi hambatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan. 1. Komunikasi Perawat Dengan Perawat Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan
informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural dan hubungan intrapersonal. Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama
dalam
memberikan
pelayanan
keperawatan.Hubungan
sturktural
merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau struktur masingmasing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruang kepada perawat
pelaksana
merupakan
contoh
hubungan
struktural.Hubungan
interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. 2. Komunikasi Perawat dengan Dokter Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat bekerja sama dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di lingkungan di mana kebanyakan asuhan keperawatan bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan yang mengizinkan perawat bertindak lebih mandiri. Perawat dapat bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan dokter.Contoh : Ketika perawat menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa diabetes pulang kerumah, perawat dan dokter bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga begaimana perawatan diabetes di rumah.Selain itu komunikasi antara perawat dengan dokter dapat terbentuk saat visit dokter terhadap pasien, disitu peran perawat adalah memberikan data pasien meliputi TTV, anamnesa, serta keluhankeluhan dari pasien,dan data penunjang seperti hasil laboraturium sehingga
dokter dapat mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit pasien.Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan istilah-istilah medis, disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis sehingga tidak terjadi kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan baik serta mencapai tujuan yang diinginkan. Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi yang baik pula antara perawat dengan dokter.
Tips untuk permintaan kejelasan kepada dokter: a. Mengidentifikasi semua nama (Sebutkan nama dokter, sebutkan nama dan posisi, mengidentifikasi
klien dan diagnosis klien atau orang-
orang lain yang terlibat dalam masalah dengan nama. b. Meringkas masalah (data faktual singkat tentang masalah), c. Menyatakan tujuan , d. Menyarankan solusi pemecahan masalah yang relevan sesuai dengan praktek klinik, e. Menulis kesimpulan (menjelaskan siapa yang akan bertanggung jawab untuk pelaksanaan, mengklarifikasi informasi terutama jika ini percakapan telepon, menentukan kerangka waktu pelaksanaan). (Arnold & Boogs, 2007). 3. Komunikasi Perawat dengan Ahli Terapi Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.Perawat bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-sama
dan mengembangkan tujuan dan rencana pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh. Contoh : Perawat merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru berat dan merujuk klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk belajar latihan untuk menguatkaan otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana menghemat energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. 4. Komunikasi Perawat dengan Ahli Farmasi Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian obat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya. Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat dan efek smaping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam buku referensi standar seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat harus berkonsultasi pada ahli farmasi. Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat diberikan secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat yang dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat berinteraksi merugikan, sehingga informasinini dapat dimasukkan dalam rencana persiapan pulang. Seorang ahli farmasi adalah seorang
profesional
yang
mendapat
izin
untuk
merumuskan
dan
mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi
atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian obat. 5. Komunikasi Perawat dengan Ahli Gizi Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan
yang
bermutu.
Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang – obatan yang digunakan pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat terjadi pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari obat tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara kedua belah pihak. F. Komunikasi Dalam Tim Kesehatan dan Keperawatan Ada berbagai cara untuk menentukan informasi mengenai klien diantara anggota tim perawatan dan kesehatan, antara lain adalah reporting dan recording. 1. Report (pelaporan) Yaitu pertukaran informasi secara lisan ataupun tertulis antara tim kesehatan Contoh : - Perawat memberi laporan verbal kepada perawat lain yang bekerja -
pada shift berikutnya Seorang dokter dapat meminta laporan tentang kemajuan kesehatan
-
klien kepada perawat Bagian laboratorium
menyampaikan
laporan
tertulis
hasil
pemeriksaan laboratorium untuk dimasukan kedalam catatan medis yang permanen ( the permanent medical record ) Proses report (pelaporan) dapat berlangsung pada saat : a. Diskusi diantara anggota tim kesehatan Baik secara formal maupun informal, untuk mengkaji kembali informasi yang ada sehingga masalah dapat diidentifikasi dan ditemukan penyelesaiannya. b. Konsultasi Merupakan suatu bentuk diskusi dimana seorang profesional memberikan saran formal kepada orang lain mengenai perawatan klien.
Contoh : perawat spesialis memberi saran tentang terapi yang terbaik untuk mengontrol efek samping kemoterapi atau seorang dokter konsultasi kepada ahli gizi untuk memilih terapi diet yang paling baik untuk kliennya. Hasil diskusi dan konsultasi sebaiknya didokumentasikan dalam catatan permanen klien sehingga semua anggota tim perawat kesehatan dapat mengambil manfaat dari informasi dan rencana perawatan yang sesuai. 2. Record (catatan) Adalah pencatatan yang permanen yang mendokumentasikan informal yang relevan untuk menajemen perawatan kesehatan klien. Contoh : pencatatan setelah tiap kunjungan klinik mengenai proses perawatan klien. Pencatatan yang baik harus dapat berguna bagi seluruh tim keperawatan dan anggota tim kesehatan lainnya. Pencatatan pada pendokumentasian perawatan ini merupakan laporan yang berkelanjutan mengenai status kesehatan dan kebutuhan klien selama rawat inap. G. Membangun Hubungan Baik berbicara diruang perawat, bekerja di sisi ranjang, maupun mengirim surat elektronik, kolega berkomunikasi satu sama lain untuk memberikan asuhan yang baik bagi pasien mereka. Seperti di lingkungan kerja lainnya, akan lebih baik menciptakan hubungan yang kuat dengan rekan kerja sebelum muncul kebutuhan atau masalah. Maka usahakan agar suara di telepon yang meminta persediaan atau menubah pesanan adalah orang yang kita kenal. Lingkungan kerja yang terbaik mendukung rekan kerja untuk mengenal satu sama lain. Seperti semua hubungan baik lainnya, hubungan dengan kolega di tempat kerja bergantung pada perilaku dan keterampilan komunikasi yang baik. Rasa hormat, perlakuan adil bagi orang lain, kompromi yang menjaga-integritas, kolaborasi, dan mendengarkan aktif merupakan balok bangunan bagi hubungan profesional yang kuat. 1. Peran Keperawatan
Pengambaran peran perawat di dalam sistem asuhan kesehatan diperlukan untuk mengidentifikasi sifat dan kolaboratif pada praktik keperawatan. Terdapat beberapa tanggung jawab yang tumpang tindih antara profesi keperawatan dengan profesi asuhan kesehatan lainnya. Walaupun kolaborasi merupakan bagian penting dari semua pekerjaan asuhan kesehatan, perawat memiliki beberapa peran khusus saat berkomunikasi atas nama pasiennya. Hal ini mencakup: a. b. c. d. e.
Advokasi pasien Koordinasi asuhan Delegasi dan supervisi Konsultasi Kolaborasi dengan rekan
a. Advokasi Pasien Perawat memiliki sejarah dalam mengadvokasi kebutuhan dan minat pasiennya.kata “advokacy” berasal dari akar bahasa Latin yang berarti “memanggil suara”. Mengadvokasi berarti membela minat seseorang atau membela atas nama perkara orang lain, tetapi perawat sebenarnya memiliki peranan ganda dalam istilah advokasi pasien. Mereka bekerja atas nama minat pasiennya, dan mereka juga mengajar pasien untuk mengadvokasi diri mereka sendiri Mengemudikan sistem asuhan kesehatan dapat rumit dan membingungkan. Pasien seringkali memerlukan bantuan dalam membuat keputusan terinformasi mengenai asuhan kesehatannya, dan hal ini memerlukan pemahaman akan banyak sekali informasi medis. Perawat berada dalam posisi untuk membantu pasien menemukan informasi menganai kesehatannya, membuat keputusan terinformasi, berurusan dengan atasan, dan bernegosiasi dengan agen pengganti biaya pengobatan. Peran perawat memerlukan pemahaman keterampilan komunikasi yang pasien butuhkan untuk mengemudikan sistem pelayanan asuhan kesehatan yang kompleks dan penggantian biaya.
Beberapa fasilitas telah mengintegrasikan peran perawat sebagai navigator untuk membantu pasien melewati kompleksitas asuhan kesehatan. Mempertahankan hak-hak pasien telah lama menjadi bagian dari peran keperawatan. Perawat menyuarakan kebutuhan dan masalah pasien. Di bagian terdahulu dari buku ini, telah didiskusikan Bill of Rights Pasien sebagai suatu cara untuk mengkomunkasikan hak-hak pasien di dalam institusi asuhan kesehatan, atau saat bekerja dengan perusahaan asuransi. Perawat membantu pasien menegosiasikan sistem dengan berbagai cara, seperti memberikan informasi asuhan kesehatan dan menginterpretasikan istilah medis. Perawat, seringkali bekerja dengan pekerja sosial, dapat mengajar pasien untuk advokasi-diri di dalam sistem asuhan kesehatan dan dengan asuransi. Hal ini sangat menguatkan
pasien
dan
keluarganya
untuk
mengetahui
cara
mendapatkan informasi yang relevan dengan kesehatan dan pengobatan mereka bernegosiasi dengan penyedia dan pihak asuransi, dan membuat keputusan yang tepat secara pribadi, budaya, dan medis. b. Koordinasi Asuhan Dalam merawat pasien, seringkali berbagi agensi asuhan kesehatan perlu bekerja sama untuk menyediakan asuhan yang sempurna. Koordinasi asuhan antara dua agensi atau lebih memerlukan komunikasi terus-menerus mengenai kebtuhan pasien. Selama penilaian pasien, perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan asuhan kesehatan yang meluas di luar lingkup asuhannya. Contohnya, seorang wanita berusia lanjut dipulangkan dari fasilitas keperawatan terlatih, setelah rehabilitas dari pembedahan penggantian panggulnya. Perawat menyadari bahwa pasien hidup sendiri dan membuat rujukan kepada perawat kunjungan untuk memberikan bantuan kesehatan di rumah dan membantunya dengan asuhan diri. Pada kesempatan lain, rujukan dibuat oleh dokter untuk pelayanan lain di luar agensi atau institusi.
c. Delegasi dan Supervisi Berkolaborasi dengan penyedia asuhan kesehatan lainnya seringkali mancakup mendelegasikan asuhan kepada personel lain. Asisten perawat dan personel asisten yang tak berlisensi melakukan tugas keperawatan yang didelegasikan sehingga perawat profesional memiliki lebih banyak waktu untuk aktivitas lain. Delegasi adalah transfer tanggung jawab agar suatu tugas dilakukan oleh orang lain. Perawat profesional mendelegasikan aktivitas tertentu kepada asisten perawat, tetapi ia harus mengetahui kemampuan personel lain sebelum mendelegasikan
suatu
aktivitas.
Demikian
pula,
perawat
perlu
menciptakan suatu metode untuk mengkomunikasikan ( baik tertulis maupun verbal ) penyelesaian tugas dan informasi pasien lainnya yang relevan. Contohnya, seorang perawat mengawasi shift sore di suatu fasilitas asuhan berbantuan dan perlu medelegasikan asuhan dan pemberian obat sore hari sehingga ia dapat mengurus seorang residen yang sakit. Perawat supervisor harus memahami Nurse Practice Act di negaranya dan peran yang tepat dari personel asisten lainnya. Ia bertanggung jawab untuk menilai tingkat pengetahuan dari personel tak berlisensi, mendidiknya jika perlu, mendelegasikan tugas mengawasi aktivitas sesuai kebutuhan, dan mengevaluasi serta mendokumentasikan hasil akhirnya (Boucher, 1998). Perawat dapat dengan aman dan legal mendelegasikan aktivitas yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien di unit tersebut.
d. Konsultasi Profesi keperawatan menghargai kontribusi profesi lain dalam membantu memberikan asuhan dan hasil terbaik bagi pasien. Kerja sama dengan penyedia asuhan kesehatan lain dapat mencakup konsultasi, kolaborasi, delegasi, dan kadang – kadang, negosiasi dan resolusi
konflik. Konsultasi dan kolaborasi mengoptimalkan intervensi dan hasil akhir pasien dan memperkaya hubungan professional. Konsultasi dapat mencakup memanggil terapis fisik untuk latihan range of motion bagi seorang pasien setelah kecelakaan serebral vascular atau merujuk seorang pasien rawat jalan dengan kebutuhan perawatan luka ke perawat yang berkunjung. Ahli diet dapat membantu penilaian asupan dan mengajar pasien yang baru didiagnosis diabetes. Menggunakan keahlian profesi lainnya penting dalam memberikan asuhan yang optimal bagi pasien. e. Kolaborasi dengan Rekan Hubungan dengan rekan memberikan kesempatan bagi dukungan dan pertumbuhan di lingkungan kerja. Kolaborasi di dalam keperawatan penting untuk memenuhi kebutuhan pasien dan komunitas. Perawat, dengan bekerja sama selama pertemuan staf dan perputaran pasien, berbagi persepsi dan kebijaksanaannya untuk meningkatkan pengambilan keputusan secara tim, memberikan asuhan pasien yang optimal, dan juga mendukung koleganya. Kadang – kadang kolaborasi terjadi secara informal di sisi ranjang pasien, seperti saat dua perawat bekerja untuk memindahkan pasien. Pada keadaan yang lebih formal, seperti saat visite keliling pasien dan konferensi keperawatan, perawat bekerja sama dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman klinis, memperluas pengetahuan seluruh staf atau bahkan seluruh profesi keperawatan. Walaupun banyak orang mengasumsikan bahwa keperawatan berarti asuhan pasien klinis, perawat dalam pendidikan, administrasi, dan penelitian semua memainkan peran penting dalam mengarahkan dan meningkatkan asuhan keperawatan. Perawat pendidik tidak hanya melatih perawat masa depan, mereka juga secara langsung terlibat dalam memajukan asuhan profesional melalui interaksi siswa dan staf. Perawat administrator memberikan hubungan yang penting antara administrasi rumah sakit dengan asuhan klinis langsung dengan cara menyediakan pelayanan pendukung dan perlengkapan yang dibutuhkan perawat di sisi
ranjang pasien. Sebagian besar administrator telah terlihat dalam merawat pasien dan memahami kebutuhan staf perawat serta lingkungan asuhan pasien. Perawat yang terlibat dalam penelitian membantu memperluas
pengetahuandasar
tentang
keperawatan
dan
asuhan
kesehatan yang menghasilkan hasil akhir pasien yang lebih baik. 2. Keterampilan Asertif Asertivitas adalah keterampilan yang digunakan untuk secara efektif mengkomunikasikan pikiran dan perasaan. Kadang – kadang kata sifat “asertif” dihubungkan dengan perilaku megatif seperti menjadi “pemaksa” atau “tinggi hati”. Isu gender, kekuasaan, dan hak – hak pribadi dapat membingungkan baik pengirim maupun penerima pesan asertif. Untuk menyampaikan point – point penting, pengirim harus memiliki rasa mengenai dirinya sendiri dan juga memahami penerima pesan (pendengar) sehingga pesan diberikan dengan kombinasi kejujuran dan taktik. Berbicara secara asertif tidak melanggar hak – hak atau integritas orang lain. Asertivitas
tidak
boleh
dikacaukan dengan agresivitas, di mana pesan dapat diterima sebagai kemarahan, permusuhan, atau penyerangan. Pernyataan agresif sering dimulai dengan “Anda”, melanggar hak – hak orang lain, dan seringkali keras dan mengintimidasi. Demikian pula asertivitas bukan pasivitas, di mana pengirim mungkin merendahkan kontribusinya atau dirinya. Gaya komunikasi pasif meletakkan kebutuhan orang lain terlebih dahulu, digunakan untuk menghindari konflik, dan seringkali dikombinasikan dengan syarat dan permintaan maaf. Asertivitas adalah :
Pernyataan jelas dan langsung Menggunakan pernyataan “saya” – “saya perlu.., Saya rasa…” Penghargaan hak – hak orang lain dan diri sendiri Jujur dan sungguh – sungguh Tegas dan positif Tidak bersifat meminta maaf Spesifik untuk situasi tersebut
Menggunakan keterampilan asertivitas memungkinkan ekspresi fakta, pemikiran, dan kepercayaan kepada orang lain dengan percaya diri. Keterampilan ini bermanfaat baik secara professional dan personal. Pasien akan menganggap pesan tersebut lebih jelas dan dapt dipahami. Komunikasi asertif juga melahirkan rasa hormat dari penyedia asuhan kesehatan lainnya dan meningkatkan nilai pesan dan pemberi pesan. Secara pribadi, prinsip yang sama dapat diaplikasikan dalam percakapan social.
Belajar
besikap asertif memerlukan kesadaran diri dan penerimaan strategi baru dalam pendekatan terhadap situasi. Hal ini awalnya mungkin tidak mudah. Banyak siswa merasa tidak yakin akan diri mereka sendiri dan pengetahuan klinisnya, tetapihal ini akan berubah sejalan dengan waktu dan praktik. Kadang – kadang komentar dari orang lain menyakitkan atau meningkatkan kemarahanatau membuat pesawat enggan untuk merespons. Selalu ingat hal – hal berikut ini saat mencoba memahami komentar orang lain.
Setiap orang merespon berbagai situasi dengan berbeda.hal yang membuat satu orang marah mungkin membuat orang lain menjadi pasif atau defensive. “Berjuanglah untuk memahami, kemudian untuk
dipahami” (Covery, 1989) Beberapa orang akan menyalahkan kegagalan terhadap kekuatan yang
tidak dapat dikontrol seperti “system”. Keterampilan asertif dapat dipelajari dan akan memungkinkan anda berkomunikasi dengan lebih efektif dan menyelesaikan konflik tanpa membahayakan integritas orang lain maupun diri sendiri. Berbicara secara asertif berarti meninggalkan generalitas dan
menunjukkan pada isu spesifik. Tujulah rincian situasi secara spesifik, hindari peryataan yang berdasarkan – emosi. Bertahan pada fakta – fakta dari persoalan yang dibahas akan memungkinkan deskripsi masalah secara objektif. Anda dapat bersikap jelas dan factual tanpa menyakiti orang lain. Reaksi dan opini harus dimulai dengan pernyataan “Saya”. Bower dan Bower (1976) mendeskripsikan format DESK untuk menyusun respon asertif. Gunakan pernyataan “Saya” untuk menyampaikan sudut pandang secara factual. Dibandingkan dengan pernyataan “Anda”, yang dapat terasa
menuduh, pernyataan “Saya” menyiratkan bahwa pembicara mengambil tanggung jawab penuh pada posisinya.
Deskripsikan situasinya : “Pasien mengatakan bahwa dia tidak
menerima…” Ekspresikan pernyataan anda mengenai situasi tersebut : “Saya merasa
bahwa” Spesifikasikan perubahan atau tindakan yang anda inginkan: “Saya
ingin Anda..” Konsekuensi,
identifikasikan
hasil yang
diinginkan: “Dengan
demikian..” Diperlukan praktik untuk mengunakan pernyataan “Saya” secara rutin. Seiring dengan berjalannya waktu dan pengalaman, berbicara secara asertif muncul secara alami dan membantu komunikasi yang lebih efektual. Asertif adalah atribut yang melahirkan rasa hormat dari orang lain karena memungkinkan komunikasi yang terbuka dan jujur mengenai isu – isu penting. H. Resolusi Konflik Jenis konflik yang paling umum di asuhan kesehatan adalah konflik interpersonal: konflik antar individu. Individu-individu tersebut mungkin merupakan rekan kerja atau mungkin pasien dan perawat. Pada studi kasus, dan dua rekan kerja, perawat dan ahli bedah, tidak berkomuikasi dengan baikmengenai pasien mereka, Tn . R. Perawat menggunakan perannya untuk mengadvokasi pasien, dan ahli bedah tidak memandang rencana kepulangan sebagai prioritas. Resulosi konflik antara rekan kerja merupakan bagian penting dalam mempertahankan dan memperkuat hubungan kolaboratif. Penting untuk diingat bahwa sebagian besar konflik tidak muncul tiba-tiba. Contohnya, perawat
mungkin
diminta
untuk
melakukan
sesuatu
yang
dirasakan
membahayakan atau diajak bicara dengan sikap yang merendahkan atau bermusuhan. Periode “ pendinginan” memungkinkan hilangnnya beban emosional akibat konflik dan ditemukannya pendekatan logis terhadap konflik. Kadang-kadang pendekan yang paling tepat adalah “Saya akan menemui Anda lagi nanti, setelah saya memiliki waktu untuk memikirkannya.” Konflik
interpersonal perlu diatasi dengan sikap yang efektif untuk mencegah persaan yang terus melekat yang dapat mempengaruhi komunikasi selanjutnya. Seringkali, berhadapan dengan figur otoritas terasa mengancam bagi perawat. Figur otoritas yang sebenarnya, seperti manajer perawat, atau figur yang dirasa sebagai otoritas, seperti ahli bedah pada studi kasus ini, dapat mengintimidasi perawat yang lebih muda atau tidak percaya diri. Perawat perlu memiliki kesadaran mengenai perasaan pribadinya tentang otoritas sebelum berkonfrontasi dengan figur otoritas yang memiliki masalah. Waspadalah akan “ suara hati”, yang merupakan bagian dari diri yang bereaksi secara emosisonal, karena hal ini memungkinkan pengakuan akan reaksi pribadi tetapi tidak perlu mencampuri resolusi konflik yang
efektif. Contohnya, jika dokter
mengintimidasi perawat, maka mengakui hal ini boleh-boleh saja, tetapi di saat yang sama, sadarilah bahwa hal ini tidak perlu menghambat pembicaraan dengan dokter mengenai masalah pasien. Berhadapan dengan konflik interpersonal dalam hubungan perawatperawat dapat menjadi tantangan dan seringkali memberi kejelasan. Contohnya, seorang pasien, pria berusia 52 tahun, tidak meminum obat antihipertensinya, dan tekanan darahnya tetaptinggi untuk tiga kali kunjungan berturut-turut. Perawat merasa frustasi karena mereka telah
berulangkali
mendiskusikan
mengenai kebutuhannya akan obat tersebut, dan pada kunjungan kali ini tekanan darahnya cukup tinggi. Dulu, pasien seperti inisering kali dicap “ nonkomlinasi” atau “non-adherensi”, tetapi yang sebenranya terjadi adalah kesenjangan dalam komunikasi. Perawat perlu mengevaluasi alasan pasien tidak meminum obatnya dan bukan memberinya cap. Pada tanya jawa lebih lanjut, perawat mengetahui bahwa pasien ini tidak meminum obatnya karena masalah impotensi dan dia takut untuk mendiskusikannya dengan perawat perempuan. Saat sumber masalahnya teridentifikasi, diberikan satu obat baru, dengan lebih sedikit efek sampng pada fungsi seksual. Komunikasi terbuka memungkinkan fleksibilitas dalam mengeksplorasi masalah dan menemukan solusi. Identifikasi masalah yang sebenarnya merupakan awal dari penyelesaian masalah yang kreatif dan resolusi konflik. Secara umum, kedua pihak
memerlukan waktu untuk mengungkapkan ide mereka, termasuk solusi yang mungkin. Saat pihak yang terlibat merasa “ didengar”, maka lebih kecil kemungkinan muncul perasaan tertolak atau dicirangi yang menetap. Kadangkadang, menuliskan isu tersebut dikartu atau melakukan skenario dengan kolega yang dipercaya akan membantu identifikasi masalah dan melepaskan kandungan emosional sebelum diskusi dengan pihak yang terlibat
1. Keterempilan Negosiasi Menggunakan strategi yang efektif untuk berhadapan dengan konflik akan meningkatkan hasil akhir yang positif dan mempertahankan integritas partisipan. Keterampilan negosiasi bermanfaat dalam meresolusi konflik dan memenuhi kebutuhan pihak yang terlibat. Jones, Bushardt, dan Caldenhead (1990) menjelasakan penggunaan konfrontasi untuk meresolusi konflik. Ini bukan merupakan konfrontasi secara agresif tetapi indentifikasi maslah sebagai cara membangun untuk mencapai solusi. Empat langkah konfrontasi yang dijelaskan oleh Jones et al. Adalah: a. b. c. d.
Identifikasi masalah dari pihak-pihak yang terlibat. Klarifikasi asumsi Identifikasi maslah sebenarnya yang sedang dikonfrontasikan. Bekerja secara kolaboratif untuk sampai solusi yang dapat disetujui bersama. Untuk mengidentifikasi masalah yang relevan, pihak-pihak yang
terlibat memerlukan waktu untuk mengorganisasikan pemikiran mereka dalam bentuk yang logis. Orang-orang memiliki gaya komunikasi yang berbeda, dan beberapa orang dapt menangani interaksi secara langsung dan memutuskan saat juga bagaimana menyelesaikan suatu masalah. Yang lain memerlukan waktu untuk memproses informasi sebelum percakapan dapat berlanjut. Kedua pihak membawa asumsi masing-masing ke dalam konflik. Pada studi kasus di awal bab ini, perawat mengasumsikan bahwa ahli bedah tertarik untuk berpatisipasi dalam rencana kepulangan. Ahli bedah mengasumsikan bagian asuhan keperawatan ini berada di dalam wewenang
perawat dan berharap ia tidak harus menghadapi masalah tersebut saat itu. Asumsi dpat dibakar oleh emosi, maka klarifikasi asumsi
membantu
menciptakan tidak hanya perbedaan tetapi juga mendefikasikan latar yang sama untuk memulai negosiasi. Pada studi kasus, perawatmengasumsikan ahli bedah berbicara dengan cara merendahkan kepadanya, dan ia juga menyimpulkan
bahwa
sikapnya
kepada
pasien
tidak
perduli.
Mengidentifikasi dan melepaskan asumsi memungkinkan munculnya masalah pasien tidak perduli. Mengidentifikasi dan melepaskan asumsi memungkinkan munculnya masalah yang aktual sebagai fokus. Kepercayaandirian sangat diperlukan dalm memajukan maslah pasien. Mengetahui peran perawat, baik didalam fasilitas asuhan kesehatan dan dalam profesi, membantu menentukan tindakan perawat. Jika tidak yakin mengenai lingkup praktik keperawatan, perawat harus merujuk pada panduan tertulis
(seperti kebijakan dan petunjut prosedur atau standar
praktik) atau mendiskusikan situasi tersebut dengan supervisor. Memahami mentsimulasi kepercayandirian. Diperlukan keberanian untuk berkonfrontasi dengan orang yang memiliki otoritas atau orang yang menggunakan pernyataan agresif atau paduan profesional dan integritas pribadi memungkinkan presentasi faktual dalam sikap yang dapat dipahami dan percaya diri. Penyelesaian masalah memerlukan negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat. Strategi negosisasi digunakan dalam bisnis dan asuhan kesehatan untuk sampai pada solusi yang dapat disetujui bersama. Fisher, Ury, dan Patton (1991) menjelaskan empat pokok yang harus dipertimbangkan sebelum memasuki negosiasi: a. Pisahkan orang dari masalah – depersonal negosiasi dari anda dan lawan anda. b. Fokuskan pada keinginan – hal yang ingin anda capai, bukan posisi c. Ciptakan pilihan untuk bersama – suatu solusi yang saling menguntungkan ( “win –win” solution ) d. Perjuangkan kriteria yang objektif – bukan emosional.
Negosiasi biasanya merupakan kombinasi dari komunikasi empatik dan kerja sama kreatif. Covey (1989) menjelasakan proses mencoba untuk “ memahami dulu dan kemudian dipahami” sebagai komunikasi empatik. Menggunakan proses ini selama negosiasi memungkinkan pihak-pihak yang terlibat untuk didengar dan sampai pada solusi yang dapat disetujuai bersama. Covey juga mengemukakan bahwa negosiasi “ dimulai dari akhir pikiran”. Contohnya, jika tujuan akhir dari perawat dalam studi kasus adalah utuk memiliki kepastian asuhan rumah yang memandai sebelum kepulangan pasein, maka tujuan itu harus menjadi fokus diskusi. Jarang seseorang mau memiliki “ akhir” yang melibatkan kata-kata kasar mengenai kepribadian orang lain. Negosiasi adalah proses di mana berbagai sudut pandang disatukan untuk membuat satu hasil akhir yang dapat disetujui bersama. 2. Kritik Membangun Atau Umpan Balik Memberi dan menerima kritikan membangun seringkali sulit, sehingga hal ini sering dihindari. Kata “umpan balik” sringkali digunakan untuk menghilangkan beberapa konotasi negatif. Umpan balik memebrikan kesempatan untuk pertukaran dan meningkatkan kesempatan pertumbuhan. Bebrapa strategi untuk memberi dan menerima umpan balik membuat komunikasi menjadi pengalaman yang lebih positif. Jika diberi lingkungan yag tidak mengancam dan positif, sebagian besar orang dapatberkomunikasi secara terbuka dengan mempertahankan harga diri dari pihak-pihak yang terlibat. Kotak di atas ini memberikan beberapa saran untuk memeberi dan menerima kritikan membangun. 3. Bekerja Dalam Kelompok Kecil Perawat sering kali bekerja dalam kelompok kecil, baik dengan kolega, siswa lain, atau pasien dan keluarga. Kelompok kerja kecil mengumpulkan kearifan para partisipan dan dapat memiliki berbagai tujuan. Perawat dapat memiliki peran yang berbeda dalam kelompok kecil, mencakup sebagai partisipan, seperti saat visite pasien keliling,
atau sebagai moderator pada kelompok pendukung pasien atau kelompok fokus. Contohnya, seorang perawat bekerja dalam visite kasus keliling multidisipliner mengenai pasien yang rumit akan tergerak untuk membantu menciptakan rencana asuhan kohesif dengan memasukkan persepektifanya dan mengakuikontribusi dari partisipan lain. Pada kesempatan lain, siswa keperawatan berpartisipan dalam kelompok kerja kecil untuk membantu pendidikan mereka, suatu cara yang sangat berguna dalam mempelajari komunikasi. Kelompok kerja siswa keperawatan dapat mencakup presentasi studi kasus, diskusi mengenai situasi sulit, dan dukungan bagi siswa lain. Situasi sulit, dan dukungan bagi siswa lain. Tujuan dari kelompok kerja kecil dapat spesifik untuk suatu topik atau lebih terbuka untuk membantu diskusi masalah dan atau isu. Perawat, dalam peran sebagai moderator atau fasilitator, membantu partisipan di dalam kelompok berbagai perspektif dan pengetahuannya serta dukungan satu sama lain. Moderator menentukan aturan dasar bagi kelompok (misalnya, rasa hormat, kerahasian, dll.), mendukung partisipan, mengarahkan diskusi, dan meringkas ide yang ada (Morgan, 1998). Kelompok fokus, jenis spesifik kelompok kerja kecil, biasanya memiliki agenda spesifik dan pertanyaan wawancara untuk mengarahkan percakapan. I. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang lain akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya. Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi. Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial. Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak yang sangat penting
dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok. Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi. Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara horizontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim multidisiplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur adminitrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun masyarakat yang ada di rumah sakit. Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut. Ellis (2000) menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres, pada umumnya yang
ditunjuk
sebagai
penyebabnya
adalah
komunikasi
yang
buruk.
Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan pelayanan dalam hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatian terhadap buruknya komunikasi juga terjadi pada tim keperawatan. Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah: 1. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat melakukan intraksi dengan klien. 2. Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi dua arah secara terapeutik. 3. Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual yang berdampak terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi pada komunikasi yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya. Modifikasi
yang perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah melakukan pendekatan dengan berlandaskan pada model konseptual sebagai dasar ilmiah dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah melakukan komunikasi dengan menggunakan pendekatan model konseptual proses interpersonal yang dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau. J. Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didenifisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam konteks perawatan kesehatan. Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk berkolaborasi dengan dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih kurang berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasama dan kolaborasi dengan dokter perlu pengetahuan, kemauan, dan keterampilan, maupun sikap yang professional mulai dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, maupun dengan mitra kerjanya, sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan. Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan pada pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah dimensi kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk dokter) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan secara medis saja, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan
melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan.
BAB III PENUTUP A. SIMPULAN 1 Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Sedangkan komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien. proses memfokuskan pada klien namun direncanakan dan dipimpin oleh seorang profesional. (Potter & Perry,
2009).Stuart,G.W., & Laraia, 2005 mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi terapeutik perawat dan klien menjadi penting dalam 2
mengeksplorasi kebutuhan klien. Adapun prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers yaitu : a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri b. Komunikasi harus ditandai dengan
3
4 5
6 7
sikap
saling
menerima,percaya,dan menghargai c. Kejujuran dan terbuka d. Mampu sebagai role model e. Bertanggung jawab Komponen-komponen yang mempengaruhi komunikasi : a. Sender b. Receiver c. Pesan d. Media e. Umpan balik Faktor yang mempengaruhi komunikasi : a. Situasi atau suasana b. Kejelasan pesan Jenis Komunikasi Antar Anggota Team Kesehatan : a. Komunikasi perawat dengan perawat b. Komunikasi perawat dengan dokter c. Komunikasi perawat dengan ahli terapi d. Komunikasi perawat dengan ahli farmasi e. Komunikasi perawat dengan ahli gizi Komunikasi Dalam Tim Kesehatan dan Keperawatan a. Pelaporan (report) b. Catatan (record) Membangun Hubungan Baik berbicara diruang perawat, bekerja di sisi ranjang, maupun mengirim surat elektronik, kolega berkomunikasi satu sama lain untuk memberikan asuhan yang baik bagi pasien mereka. Seperti di lingkungan kerja lainnya, akan lebih baik menciptakan hubungan yang kuat dengan
8
9
rekan kerja sebelum muncul kebutuhan atau masalah. Resolusi Konflik Cara mengatasi : a. Keterampilan negosiasi b. Kritik membangun atau umpan balik c. Bekerja dengan kelompok kecil Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada
konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara horizontal ataupun hubungan secara vertikal. 10 Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan pada pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah dimensi kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk dokter) dengan pasien. B. SARAN Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan mengenai Komunikasi Antar Anggota Team Kesehatan bagi para pembaca dan untuk menunjang makalah ini agar lebih baik lagi diharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Arnold,E.C,&Boggs.K.U.2007.Interpersonal Communication skills
Relationship:
Professional
for Nurses.(5 th ed.). St Louis : Elseiver.
Basuki.2008.Komunikasi Antar Petugas Kesehatan.PDF File Mundakir.2006.Komunikasi Keperawatan.Yogyakarta : Graha Ilmu Perry, AN. And Potter.2005.Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC Potter & Perry. 2009. Fundamental keperawatan (7 th ed.).(vols 2.). dr Adrina &marina, (penerjemah). Jakarta : Salemba Medika. Suryani.2006.Komunikasi Terapeutik.Jakarta : EGC Tamsuri,Anas.2005.Buku Saku Komunikasi Dalam Keperawatan.Jakarta : EGC