P1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan praktikum berjudul Kontrol Level yang disusun oleh: Kelompok
: 2 / Senin
Anggota
: Indah Try Lestari
NIM. 21030116130115 21030116130115
M Jiihaan Muqorrobiin
NIM. 21030116130178 21030116130178
Rico Febrianto
NIM. 21030116120015 21030116120015
Telah disetujui oleh dosen pembimbing pengampu materi Kontrol Level pada: Hari
:
Tanggal
:
Semarang, Mengetahui, Dosen Pengampu
Prof. Dr. M. Djaeni, S.T., M.Eng. NIP. 197102071995121001 197102071995121001
ii
P1
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah- Nya, Nya, Laporan Praktikum Proses Kimia yang berjudul “ Kontrol Level” Level” dapat diselesaikan dengan lancar. Laporan ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini terima kasih disampaikan kepada: 1.
Prof. Dr. Istadi, S.T., M.T. selaku penanggung jawab Laboratorium Proses Kimia
2.
Bayu Aji Pratama selaku koordinator asisten Laboratorium Proses Kimia
3.
Prof. Dr. M. Djaeni, S.T., M.Eng. selaku dosen pengampu materi Kontrol Level
4.
Annisa Ayu Marthasari selaku asisten pengampu materi Kontrol Level
5.
Orang tua yang telah memberikan dukungan materil maupun spiritual
6.
Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi
pembaca. Laporan ini disadari masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak diharapkan untuk menuju kesempurnaan laporan ini.
Semarang,
Februari 2018
Penyusun
iii
P1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii PRAKATA ............................................................................................................. iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v RINGKASAN ........................................................................................................ vi BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3
Tujuan Instruksional Umum ..................................................................... 2
1.4
Tujuan Instruksional Khusus .................................................................... 2
1.5
Manfaat Percobaan ................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 3 2.1
Teori Dasar ............................................................................................... 3
2.2
Perangkat Unit Pengendali ....................................................................... 4
2.3
Jenis Pengendali ....................................................................................... 6
BAB III PELAKSANAAN PERCOBAN............................................................... 8 3.1
Rancangan Percobaan ............................................................................... 8
3.2
Bahan dan Alat yang Digunakan .............................................................. 9
3.3
Variabel Operasi ....................................................................................... 9
3.4
Respon Uji Hasil .................................................................................... 10
3.5
Prosedur Percobaan ................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22
iv
P1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem pengendali umpan balik .........................................................3 Gambar 2.2 Sistem pengendali feedforward .......................................................... 4 Gambar 3.1 Rangkaian alat praktikum ...................................................................9 Gambar 3.2 Percobaan jejak titik set atau set point ..............................................11
v
P1
RINGKASAN
Pabrik kimia merupakan susunan atau rangkaian berbagai unit pengolahan yang terintegrasi satu sama lain secara sistematik dan rasional. Tujuan pengoperasian pabrik kimia secara keseluruhan adalah mengubah (mengkonversi) bahan baku menjadi produk yang lebih bernilai guna. Agar proses selalu stabil dibutuhkan instalasi alat-alat pengendalian. Untuk memenuhi persyaratan diatas diperlukan pengawasan (monitoring ) yang terus menerus terhadap operasi pabrik kimia dan intervensi dari luar (external intervention) untuk mencapai tujuan operasi. Hal ini dapat terlaksana melalui suatu rangkaian peralatan (alat ukur, kerangan, pengendali, dan komputer) dan intervensi manusia ( plant managers, plants operators) yang secara bersama membentuk control system. Sistem pengendalian proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam menjamin tingkat keberhasilan proses. Pengendalian proses memberikan kontribusi yang penting dalam safety, perlindungan lingkungan (menekan polusi/emisi bahan berbahaya), perlindungan peralatan. Dalam industrik kita mengenal setidaknya ada dua jenis sistem pengendali yang bekerja secara konvensional yaitu sistem pengendali umpan balik (Feedback Control) dan sistem pengendali umpan depan (Feedforward Control). Sistem pengendali memerlukan berbagai macam perangkat baik lunak maupun keras. Perangkat lunak berkaitan dengan model proses, korelasi input dan output, sistem manipulasi input, serta program-program lainnya berkaitan dengan pengolahan data karakteristik proses. Sedangkan perangkat keras melibatkan peralatan fisik yang diperlukan. Pada percobaan kali ini, bahan yang digunakan adalah air. Alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu CPU, monitor, electric heater, PID controller, thermocouple, reservoir, pompa, tangki proses, level sensor . Langkah yang dilakukan pada percobaan ini adalah Disturbance Rejection (penolakan gangguan) dan Set Point Tracking (jejak titik set) .
vi
P2
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pabrik kimia merupakan susunan / rangkaian berbagai unit pengolahan yang terintegrasi satu sama lain secara sistematik dan rasional. Tujuan pengoperasian pabrik kimia secara keseluruhan adalah mengubah (mengkonversi) bahan baku menjadi produk yang lebih bernilai guna. Dalam pengoperasiannya pabrik akan selalu mengalami gangguan (disturbance) dari lingkungan eksternal. Selama beroperasi,
pabrik
harus
terus
mempertimbangkan
aspek
keteknikan,
keekonomisan, dan kondisi sosial agar tidak terlalu signifikan terpengaruh oleh perubahan-perubahan eksternal tersebut. Agar proses selalu stabil dibutuhkan instalasi alat-alat pengendalian. Alatalat pengendalian dipasang dengan tujuan menjaga keamanan dan keselamatan kerja, memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan, menjaga peralatan proses dapat berfungsi sesuai yang diinginkan dalam desain, menjaga agar operasi pabrik tetap ekonomis dan memenuhi persyaratan lingkungan. Untuk memenuhi persyaratan diatas diperlukan pengawasan (monitoring ) yang terus menerus terhadap operasi pabrik kimia dan intervensi dari luar (external intervention) untuk mencapai tujuan operasi. Hal ini dapat terlaksana melalui suatu rangkaian peralatan (alat ukur, kerangan, pengendali, dan komputer) dan intervensi manusia ( plant managers, plants operators) yang secara bersama membentuk control system. Dalam pengoerasian pabrik diperlukan berbagai prasyarat dan kondisi operasi tertentu, sehingga diperlukan usaha-usaha pemantauan terhadap kondisi operasi pabrik dan pengendalian proses supaya kondisi operasinya stabil.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana cara pengoperasian suatu proses dengan system pengendali.
2.
Bagaimana proses evaluasi dengan variasi sistem pengendali umpan balik atau Feedback Controller (Proporsional (P), Integral (I), Derivatif (D), atau gabungan PI, PID, atau PD).
3.
Bagaimana perbandingan sistem performansi pengendali umpan balik dengan sistem pengendali on-off dalam menolak gangguan (disturbance rejection) maupun melakukan jejak titik set (set point tracking).
1
P2
1.3
Tujuan Instruksional Umum
1.
Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengoperasikan suatu proses dengan sistem pengendali.
2.
Mahasiswa akan mampu mengevaluasi proses dengan variasi sistem pengendali umpan balik atau Feedback Controller (Proporsional (P), Integral (I), Derivatif (D), atau gabungan PI, PID, atau PD).
3.
Membandingkan sistem performansi pengendali umpan balik dengan sistem pengendali on-off dalam menolak gangguan (disturbance rejection) maupun melakukan jejak titik set ( set point tracking ).
1.4
Tujuan Instruksional Khusus
1.
Mahasiswa mampu mengoperasikan peralatan proses (tangki dengan pemanasan) terutama melakukan kontrol tinggi level atau pun suhu cairan dengan pengendali on-off dan umpan balik ( Feedback).
2.
Mahasiswa mampu menghitung dan mengevaluasi besarnya kesalahan dalam sistem pengendali umpan balik dan on-off.
3.
Mahasiswa mampu membandingkan performansi sistem pengendali umpan balik dan on-off dalam menolak gangguan ataupun melakukan jejak titik set.
4.
Mahasiswa mampu membandingkan performansi dari alat proses (tangki dengan pemanasan) pada berbagai nilai konstanta pengendali umpan balik PID yaitu Kc, Time Integral , dan Time Derivative.
1.5
Manfaat Percobaan
1.
Mengetahui pengoperasian suatu proses dengan system pengendali.
2.
Mengetahui evaluasi proses dengan variasi sistem pengendali umpan balik atau Feedback Controller (Proporsional (P), Integral (I), Derivatif (D), atau gabungan PI, PID, atau PD).
3.
Mengetahui Perbandingan sistem performansi pengendali umpan balik dengan sistem pengendali on-off dalam menolak gangguan (disturbance rejection) maupun melakukan jejak titik set (set point tracking).
2
P2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Teori Dasar
Sistem pengendalian proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam menjamin tingkat keberhasilan proses. Dengan unit pengendali yang kuat maka
proses
dapat
dijalankan
pada
kondisi
optimalnya
dengan
cara
merejeksi/menolak segala macam gangguan seperti fluktuasi laju aliran umpan, suhu, aliran pendingin, ataupun gangguan lain yang tidak terprediksi. Pengendalian proses memberikan kontribusi yang penting dalam safety, perlindungan lingkungan (menekan polusi/emisi bahan berbahaya), perlindungan peralatan terutama dari over capacity/over heated , operasi pabrik yang lancar, menjamin kualitas produk, menjaga operasional pabrik pada keuntungan maksimumnya, dan berguna dalam monitoring dan diagnose proses (Marlin, 1995). Dalam industri kita mengenal setidaknya ada dua jenis sistem pengendali yang bekerja secara konvensional yaitu sistem pengendali umpan balik ( Feedback Control ) dan sistem pengendali umpan depan ( Feedforward Control ). Sistem pengendali umpan balik akan bekerja berdasarkan tingkat kesalahan yang terjadi pada produk yang dimonitor/dikontrol besarnya. Artinya jika variabel yang dikontrol nilainya (di-set) mengalami perubahan (error ) maka sistem pengendali ini akan bekerja memanipulasi input pasangannya (mengubah besarnya) sehingga nilai variabel yang dikontrol sebagai output akan sama dengan nilai yang diset (ditetapkan besarnya), seperti pada gambar 2.1 (Stephanopoulos, 1988; Coughannowr, 1991).
Gambar 2.1 Sistem pengendali umpan balik
Dalam feedforward controller , sistem yang terjadi adalah sebaliknya dimana gangguan yang ada diukur lebih dulu, kemudian baru nilai input nya diubah berdasarkan tingkat gangguan yang ada, sehingga harga output yang menjadi 3
P2
tujuan tidak mengalami perubahan atau pengaruh gangguan terhadap nilai output dapat dikurangi atau dihilangkan (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Sistem pengendali Feedforward
2.2
Perangkat Unit Pengendali
Sistem pengendali memerlukan berbagai macam perangkat baik lunak maupun keras. Perangkat lunak berkaitan dengan model proses, korelasi input dan output , sistem manipulasi input , serta program-program lainnya berkaitan dengan pengolahan data karakteristik proses. Sedangkan perangkat keras melibatkan peralatan fisik yang diperlukan, antara lain terdiri dari (Stephanopoulos, 1984): 1.
Proses adalah suatu sistem yang diamati / dikontrol. Proses ini bisa terdiri dari proses kimia seperti
reaksi kimia
(hidrolisa, penyabunan,
polimerisasi), fase reaksi (reaksi gas-gas, gas-padar, katalitis dan non katalitis), maupun fisika (pemanasan, pengisian tangki, pemisahan, ekstraksi,
destilasi,
pengeringan).
Dalam
sistem
pengendalian
konvensional seperti feedback dan feedforward ini proses sebagai suatu sistem harus diidentifikasi dahulu karakteristik prosesnya melalui permodelan
matematika
dalam
sistem
dinamik
tervalidasi,
diuji
karakteristikanya berdasarkan pengaruh input terukur terhadap output proses, serta hitung parameter proses yang penting dan digunakan untuk mendesain sistem pengendalinya seperti time delay, time constant, dan process gain. 2.
Alat ukur / sensor adalah perangkat yang digunakan untuk mengukur input maupun output proses, seperti rotameter dan flowmeter untuk mengukur laju alir, thermocouple untuk mengukur suhu, dan gas chromatography untuk mengukur komposisi. Alat ukur lainnya sepeti uji kelembaban udara dalam gas maupun padatan. Prinsipnya adalah apa yang terbaca dalam sensor ini harus dapat ditransmisikan, sehingga dapat dibaca oleh sistem pengolah data / pengendali, karena sensor ini memberi sinyal maka 4
P2
keberhasilan suatu sistem pengendali juga tergantung pada reliabilitas alat ini. 3.
Transducers merupakan alat yang digunakan supaya hasil pengukuran bisa dibaca oleh pengolah data, maka pengukuran ini harus diubah ke besaran fisik seperti tegangan listrik, tekanan udara. Transducer adalah alat yang digunakan untuk melakukan konversi ini.
4.
Transmission lines digunakan untuk mengirimkan sinyal dari alat ukur ke unit pengendali. Dulu model transmisi ini hanya menggunakan model penuematis (udara/cairan bertekanan), tapi dengan perkembangan model analog digital dan sistem komputer, sinyal yang dibawa sudah dalam bentuk aliran/sinyal listrik. Jika output sinyal listrik tidak mencukupi misalkan hanya beberapa milivolt untuk temperatur tertentu, maka digunakan amplifier , untuk menguatkan sinyalnya, sehingga dapat terdeteksi.
5.
Controller / Pengendali adalah element perangkat keras (hardware), yang memiliki intelegensi. Dia dapat menerima informasi dari alat ukur, dan menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk mengendalikan / mempertahankan nilai output . Dulu unit ini hanya dapat melakukan aksiaksi kontrol sederahana, namun sekarang dengan digital komputer maka kontrol yang rumit dapat dilakukan dengan perangkat ini.
6.
The final control element (elemen pengendali akhir). Alat ini akan menerima sinyal dari controller dan melakukan aksi sesuai dengan perintah. Sebagai contoh input cairan semakin besar, maka untuk mempertahankan tinggi cairan dalam tangki, valve pengeluaran harus dibuka lebih lebar. Maka unit pengendali ini akan membuka valve sehingga tinggi level cairan dapat sesuai dengan nilai set pointnya. Beberapa unit pengendali akhir adalah control valve, relay-switches untuk on-off controller, variabel- speed pump, dan variable- speed compressor.
7. Recording elements adalah perangkat yang men-display proses yang terjadi. Biasanya variabel yang direcord adalah variabel penting yang dikontrol (output), serta variabel yang digunakan untuk pengendali (manipulated variable). Variabel seperti komposisi, suhu, tinggi cairan, laju alir dan lain sebagainya dapat di-display dalam layar monitor, dan datanya dapat disimpan.
5
P2
2.3
Jenis Pengendali
Dalam materi ini disajikan dua jenis sistem pengendali yaitu on-off yang sangat sederhana, dan pengendali feedback (umpan balik). Sistem pengendali onoff bekerja pada rentang kesalahan (galat) tertentu. Misalkan suhu kita diset pada 100oC. Thermoregulator akan bekerja berdasarkan ketelitian dan kecepatan dalam mengukur suhu proses (sebagai contoh +/- 5). Jika suhu awal proses 60 oC, maka pemanas akan bekerja pada sistem proses, sehingga suhu tercapai 105oC. Pada kondisi 105 oC pemanas akan mati (off ), jika suhu proses turun mencapai 95 oC, pemanas akan menyala lagi. Kemudian seterusnya sehingga suhu real proses (95105oC). Sebagian alat-alat dalam laboratorium di Jurusan Teknik Kimia Undip bekerja dengan model on-off controller ini. Tentu saja besar galat total selama proses akan menjadi besar. A.
Sistem Pengendali Feedback Sistem pengendali feedback seperti dalam gambar 2.1 secara sistematis memiliki tahapan aksi seperti berikut ini : 1.
Sensor akan memonitor dan mengukur output yang dikontrol (contoh suhu, level, komposisi, dan sebagainya).
2.
Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan nilainya dengan nilai set point yang diinginkan / ditetapkan dalam komparator. Dari komparasi ini menghasilkan galat/error, dimana besarnya error ini akan dikirimkan ke unit pengendali akhir (controller ).
3.
Controller akan mengubah besarnya input , sehingga nilai output akan dipertahankan sesuai dengan set point -nya. Tergantung dari jenis feedback , dan besarnya konstanta kontroller
yang digunakan, hasil manipulasi ini ternyata memberikan performansi yang berbeda, terutama apabila diukur dari berapa lama nilai output dapat kembali ke kondisi set point , dan berapa nilai total error -nya selama ada gangguan. Bahkan jika kontrolnya terlalu lemah, bisa saja nilai set point tidak dapat dipertahankan, dan proses akan gagal dalam menolak pengaruh gangguan. Sehingga produk yang B.
dihasilkan tidak dapat dipakai.
Jenis Pengendali Feedback Jenis-jenis pengendali feedback yang umum dipakai adalah : 1. Proporsional : controller ini akan memanipulasi input proporsional dengan besarnya error (galat) yaitu:
() + () Dimana MV(t) adalah nilai input variable yang dimanipulasi, K c (Konstanta Proporsional Controller ), E adalah galat output, dan 6
P2
MV(s) adalah nilai input variable pada kondisi steady-statenya (atau nilai MV pada saat output pada kondisi set point-nya). Makin besar harga Kc, maka makin besar response yang ditimbulkan. 2. Proporsional Integral : controller ini akan memanipulasi input berkaitan dengan besarnya error (galat) mengikuti persamaan:
() + ∫=0 + () Dimana MV(t) adalah nilai input variable yang dimanipulasi, K c (Konstanta Proporsional Controller ), E adalah galat output, MV(s) adalah nilai input variable pada kondisi steady-statenya (atau nilai MV pada saat output pada kondisi set point -nya), t adalah waktu proses, dan TI adalah constant of times integral dari kontroler ini. T I ini biasanya bervariasi antara 0.1 sampai 50 menit. Makin besar harga T I maka, makin lambat response yang dihasilkan. Namun adanya T I ini akan menghilangkan harga off-set. 3. Proporsional Integral Derivative: controller ini akan memanipulasi input berkaitan dengan besarnya error (galat) mengikuti persamaan:
() + ∫=0 + () Dimana MV(t) adalah nilai input variable yang dimanipulasi, K c (Konstanta Proporsional Controller ), E adalah galat output , MV(s) adalah nilai input variable pada kondisi steady-statenya (atau nilai MV pada saat output pada kondisi set point-nya), t adalah waktu proses, dan TI adalah constant of times integral dari kontroler ini. Sedangkan TD adalah waktu derivative. Fungsi dari waktu / time derivative ini adalah untuk mempercepat response terhadap gangguan.
7
P2
BAB III PELAKSANAAN PERCOBAN
3.1
Rancangan Percobaan 3.1.1
Skema Rancangan Percobaan Menyimpan data percobaan dan menghitung sse pada Ms Excell. Mengulangi percobaan untuk berbagai variasi nilai konstanta kontroller (Kc, TI, TD). Dilanjut dengan membandingkan.
Lalu memilih menu PID dan memasukkan harga konstanta kontroller dan nilai set point. Alat dioperasikan sampai nilai set point tercapai. Kamudian memberikan gangguan di sistem
Pertama melakukan Disturbance Rejection / penolakan gangguan, dengan obyek percobaan adalah temperatur dan level kontroller. Dimulai dengan menjalankan alat sesuai petunjuk (lampiran)
Gangguan diberikan dengan cara mengubah valve yang keluar atau menambah cairan pada tangki dengan volume tertentu. Lalu mengamati respon yang terjadi dan menunggu sampai set point.
Perbandingan bertujuan membandingkan performansi pengendali/controller dalam menolak gangguan berdasarkan SSE. Lalu mengulangi percobaan dengan memilih menu on off.
Setelah itu menjalankan alat serta hitung SSE-nya. Dilanjutkan dengan percobaan untuk pengendali temperatur. Proses selanjutnya yaitu set point jejak titik set ) trakcing (
Menunggu 1-2 menit kondisi steady state dengan set point 1 berjalan. Melakukan pengubahan nilai set point 1 ke 2. Mengamati perubahan respon sampai nilai set point 2 tercapai.
Pertama alat dijalankan sesuai petunjuk operasi, memilih menu PID, lalu memasukkan harga konstanta pengendali dan nilai set point 1, menuggu sampai nilai set point 1 tercapai.
Kemudian membiarkan steady state selama 1-2 menit.. Menyimpan data percobaan dan menghitung SSE pada Excell serta mengulangi percobaan untuk berbagai variasi nilai.
Membandingkan controller berdasarkan nilai SSE. Dilanjutkan percobaan jejak titik set seperti gambar 3.2 lalu lanjutkan untuk on off serta respon nilai SSE dan mealakukan juga untuk pengendali tem eratur
8
P2
3.2
Bahan dan Alat yang Digunakan
3.2.1
Bahan yang Digunakan -
3.2.2
Air
Alat Percobaan
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Praktikum
3.3
-
CPU
-
Monitor
-
Electric Heater
-
PID Controller
-
Thermocouple
-
Reservoir
-
Pompa
-
Tangki Proses
-
Level Sensor
Variabel Operasi
a.
Pengendali on-off dan PID -
P=10
-
P=12
-
P=10 I=10
-
P=10 I=12
-
P=10 I=10
D=0,7
-
P=10 I=10
D=0,9
9
P2
b.
Disturbance Rejection Level 40 cm Buka Kran
t = 0 s - 55 s
Tutup Kran
t = 55 s - 65 s
Set P c.
3.4
Set Point Tracking Set Point = 20
t = 0 s - 30 s
Set Point = 40
t = 55 s - 65 s
Set Point = 60
t = 60 s - 80 s
Diamkan
t = 80 s - 100 s
Respon Uji Hasil
Kesalahan dalam sistem pengendali umpan balik dan on-off 3.5
Prosedur Percobaan
a. Disturbance Rejection (penolakan gangguan) Materi ini mempelajari pengaruh jenis pengendali on-off dan feedback , serta besarnya konstanta controller dalam merejeksi gangguan pada level dan temperatur kontrol (Djaeni, 1999). Sebagai obyek percobaan adalah temperature atau level controller. Cara yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Jalankan alat sesuai dengan petunjuk operasi (lampiran),
2.
Pilih menu PID dan masukkan harga Konstanta Controller dan nilai set point.
3.
Operasikan alat sampai nilai set point tercapai.
4.
Berikan gangguan pada sistem dengan mengubah valve yang keluar atau menambah cairan pada tangki dengan volume tertentu (misalkan 3 liter).
5.
Amati response yang terjadi dan tunggu sampai kondisi set point tercapai.
6.
Simpan data percobaan, dan hitung sum of square error -(SSE) nya dalam MSExcell.
7.
Ulangi percobaan untuk berbagai variasi nilai konstanta controller (K c, TI, dan T D).
8.
Bandingkan performansi pengendali/controller dalam menolak gangguan (disturance rejection) berdasarkan nilai SSE.
9.
Ulangi percobaan dengan memilih menu on-off , dan jalankan alat serta hitung SSE-nya.
10. Lakukan juga percobaan untuk pengendali temperature 10
P2
b. Set Point Tracking (Jejak Titik Set) Materi ini mempelajari pengaruh jenis pengendali on-off dan feedback , serta besarnya konstanta controller dalam melakukan pengubahan jejak titik set atau set point tracking (Djaeni, 1999). Artinya pada suatu saat / alasan tertentu nilai set point dari suatu alat dapat mengalami perubahan. Unit kontrol akan bekerja meresponse perubahan ini, sehingga set point segera dapat berubah sesuai dengan keinginan/tuntutan proses/operator. Cara yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1.
Jalankan alat dijalankan sesuai dengan petunjuk operasi (lampiran), pilih menu PID.
2.
Masukkan harga konstanta pengendalinya (sesuai point 2 section 5.1) dan nilai set point 1.
3.
Operasikan alat sampai nilai set point 1 tercapai.
4.
Tunggu sampai 1-2 menit kondisi steady state dengan set point 1 berjalan.
5.
Lakukan pengubahan nilai set point 1 ke set point 2.
6.
Amati perubahan response yang terjadi dan tunggu sampai set point 2 tercapai.
7.
Biarkan proses steady-state selama 1-2 menit.
8.
Simpan data percobaan, dan hitung sum of square error (SSE) nya dalam MSExcell.
9.
Ulangi percobaan untuk berbagai variasi nilai konstanta controller ( K c, TI, dan TD sesuai point 7 section 5.1).
10. Bandingkan performansi pengendali/controller berdasarkan nilai SSE. 11. Lakukan juga percobaan jejak titik set seperti pada gambar berikut untuk berbagai nilai konstanta kontroller-nya (K c, T I, dan T D) sesuai point 7. 12. Lakukan percobaan untuk on-off controller , dan bandingkan response serta nilai SSE. 13. Lakukan juga percobaan untuk pengendali temperature.
11
P2
Gambar 3.2 Percobaan jejak titik set atau set point tracking (Djaeni, 1999)
12
P2
BAB V PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pengendali Terhadap Respon Sistem
Dari data hasil percobaan, pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 , kita dapat mengetahui perbandingan kecepatan antara dua pengendali, on-off dan feedback, dalam menyesuaikan dengan set point yang telah ditentukan, yaitu 20 pada detik 0-30s, 40 pada detik 30-60s, dan 60 pada detik 60s-80s. Berdasarkan teori, sistem pengendali on off menunjukkan respon yang lebih cepat dalam mencapai keadaan steady steate dengan set point yang telah ditentukan dibandingkan dengan sistem pengendali feedback. Hal ini dikarenakan sistem pengendali on off saat memberikan sinyal error maka sistem akan langsung beroperasi dan menyesuaikan dengan set point. Karena proses kerja yang cepat maka nilai error pun dapat segera dikurangi dan setelah berada pada titik set point yang telah ditentukan. Sedangkan pada sistem feedback, sistem akan menilai terlebih dahulu melalui hasil yang kemudian diperiksa hasil tersebut menggunakan sensor. Setelah itu, sensor akan mengirim sinyal pada sistem untuk segera menyesuaikan dengan set point (Reynaldo dkk, 2014). Tabel 4.1 Sum Square Error (SSE) Tiap Variabel pada Set Point Tracking No
Variabel
SSE (Sum Square Error) Set Point Tracking
1
Sistem On-Off
30731,17
2
Sistem P
28710,14
3
Sistem P
29359,88
4
Sistem PI
30481,01
5
Sistem PI
29808,18
6
Sistem PID
47543,99
7
Sistem PID
53213,45
90
On-Off
80 KP = 10
70 60
KP = 12
) m50 c ( l e v 40 e L
KP = 10 KI = 10 KP = 10 KI = 12
30 20
KP = 10 KI = 10 KD = 0,7
10 0 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
KP = 10 KI = 10 KD = 0,9 Set Point
t (s)
13
P2
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Waktu dengan Level pada Sist em Pengendali OnOff dan Feedback Hasil percobaan, pada Gambar 4.1, menunjukkan bahwa sistem pengendali on off lebih cepat dari pada sistem pengendali feedback pada rentang waktu yang sama dimana pada set point 20; 40; 60, sistem pengendali on-off selalu mengikuti set point. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori dimana sistem pengendali on off akan memberikan sinyal error dan sistem akan langsung beroperasi dan memberikan respon yang tepat untuk mencapai set point. Sedangkan pada sistem pengendali feedback lebih lama karena untuk penyesuaian dengan set point harus berdasarkan nilai hasil sebelumnya yang kemudian diperiksa menggunakan sensor. 4.2.2 Pengaruh Jenis Pengendali Terhadap Menolak Gangguan
Dari hasil percobaan, pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2, kita dapat mengetahui perbandingan antara sistem pengendali on-off dan sistem pengendali feedback dalam melakukan penolakan gangguan. Berdasarkan teori, sistem pengendali on off menunjukkan respon yang lebih cepat dalam mencapai set point yang telah ditentukan dibandingkan dengan sistem pengendali feedback. Hal ini dikarenakan sistem pengendali on off saat memberikan sinyal error maka sistem akan langsung beroperasi dan menyesuaikan dengan set point. Karena proses kerja yang cepat maka nilai error pun dapat segera dikurangi dan setelah berada pada titik set point yang telah ditentukan. Sedangkan pada sistem feedback, sistem akan menilai terlebih dahulu melalui hasil yang kemudian diperiksa hasil tersebut menggunakan sensor. Setelah itu, sensor akan mengirim sinyal pada sistem untuk segera menyesuaikan dengan set point (Reynaldo dkk, 2014). Namun dalam melakukan perbaikan terhadap gangguan, sistem feedback mempunyai kerja lebih baik dalam menurunkan nilai error dari pada sistem on-off. Pada sistem feedback, konstanta proporsional mempunyai fungsi untuk memprediksi error dan menyesuaikan kembali sistem terhadap set point, konstanta integral mempunyai fungsi untuk mengatur error dan menguranginya dalam waktu tertentu, dan konstanta D berfungsi untuk menstabilkan sistem, mengurangi overshoot dan mempercepat respon (Panda, 2012). Sedangkan pada sistem on-off bekerja berdasarkan rentang poin tertentu pada kontak dengan proses dimana error akan langsung dinilai tanpa perbaikan input dalam menghasilkan output ( Hellgenhaus, 2010) Tabel 4.2 Sum Square Error (SSE) Tiap Variabel pada Disturbance Rejection No
Variabel
1 2 3 4 5 6 7
Sistem On-Off Sistem P Sistem P Sistem PI Sistem PI Sistem PID Sistem PID
SSE (Sum Square Error) Disturbance Rejection 9983,03 8524,84 11270,53 9042 8509,94 23771,37 30577,38 14
P2
70
On-Off
60
KP = 10
50
KP = 12
) m40 c ( l e v 30 e L
KP = 10 KI = 10 KP = 10 KI = 12
20 10
KP = 10 KI = 10 KD = 0,7
0
KP = 10 KI = 10 KD = 0,9
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
t (s)
Set Point
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Waktu dengan Level pada Sist em Pengendali OnOff dan Feedback Berdasarkan hasil, sistem feedback mempunyai respon yang lambat dalam terhadap gangguan, namun mempunyai kemampuan lebih baik dalam memperbaiki error yang timbul dari pada sistem on-off yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 dimana error pada sistem feedback mempunyai error yang sedikit. Hal ini karena sistem feedback bekerja menggunakan konstant proporsional, integral dan derivatif yang baik bekerja masing-masing ataupun secara bersamaan dimana ketiganya mempunyai fungsi untuk memstabilkan sistem proses dan mengurangi error dengan cara memperbaiki input yang diberikan agar sesuai dengan set point. Sedangkan pada sistem on-off, sistem bekerja berdasarkan error langsung tanpa adanya perbaikan input dalam menghasilkan output yang sesuai dengan set point. Sehingga, hasil terhadap penolakan gangguan pada sistem feedback mempunyai kemampuan lebih baik dari pada sistem on-off. Namun pada sistem feedback , pada saat konstanta P, I dan D bekerja bersama mempunyai nilai error yang paling tinggi dari semuanya. Hal ni dapat terjadi karena apabila konstanta P tinggi dapat menyebabkan sistem menjadi kurang stabil, kemudian apabila konstanta I tinggi, meskipun mengurangi error tetapi konstanta I yang tinggi dapat menyebabkan respon terhadap error menjadi lambat dan konstanta D tidak mempunyai efek dalam mengurangi error (Panda,2012). Sehingga untuk sistem feedback konstanta PID mempunyai nilai error yang paling tinggi. 4.2.3 Pengaruh Konstanta Proporsional Terhadap Respon Sistem
Dari hasil percobaan, kita dapat mengetahui perbandingan hasil antara sisstem feedback dengan konstanta proporsional pada nilai 10 dan 12 yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Dari perbandingan sistem feedback dengan konstanta proporsional pada nilai 10 dan 12, sistem dengan konstanta proporsional nilai 12 mempunyai kemampuan lebih cepat pada saat menyesuaikan dengan set point dari pada sistem dengan konstanta 15
P2
proporsional 10. Berdasarkan teori yang ada, konstanta proporsional bergantung pada error yang timbul. Konstanta proporsional berfungsi untuk memprediksi error dan mempercepat sistem untuk kembali pada set point. Semakin besar konstanta proporsional akan berdampak pada semakin cepat respon sistem dalam menghasilkan output yang sesuai dengan set point yang telah dtetapkan (Panda, 2012). 70 60 50 ) m40 c ( l e v 30 e L
KP = 10 KP = 12
20
Set Point
10 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
t (s)
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Waktu dengan Level pada Sist em Pengendali Feedback dengan Konstanta Proporsional Dari hasil percobaan, pada Gambar 4.3, sistem feedback dengan konstanta proporsional 12 lebih cepat dalam respon sistem dari pada sistem feedback dengan konstanta proporsional 10. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin besar nilai konstanta proporsional maka akan membuat semakin cepat respon sistem terhadap penyesuain output dengan set point. Karena pada konstanta proporsional yang besar akan memberikan hasil perubahan output yang besar dimana perubahan ini akan membuat sistem lebih cepat dalam menanggapi respon. Namun pada nilai konstanta proporsional yang kecil, perubahan ouput yang terjadi juga kecil sehingga menyebabkan waktu respon yang lebih lama untuk menyesuaikand dengan set point (Panda, 2012). 4.2.4 Pengaruh Konstanta Proporsional Terhadap Menolak Gangguan
Dari hasil percobaan, kita dapat mengetahui perbandingan hasil antara sistem feedback dengan konstanta proporsional pada nilai 10 dan 12 yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. Dari perbandingan sistem feedback dengan konstanta proporsional pada nilai 10 dan 12, sistem dengan konstanta proporsional nilai 12 mempunyai kemampuan lebih cepat pada saat menyesuaikan dengan set point dari pada sistem dengan konstanta proporsional 10. Namun, berdasarkan nilai SSE, sistem dengan konstanta proporsional 12 mempunyai nilai error yang lebih besar dari pada sistem yang konstanta proporsionalnya 10 saat menolak gangguan. Berdasarkan teori yang ada, konstanta proporsional bergantung pada error yang timbul. Konstanta proporsional berfungsi untuk memprediksi error dan 16
P2
mempercepat sistem untuk kembali pada set point. Semakin besar konstanta proporsional akan berdampak pada semakin cepat respon sistem dalam menghasilkan output yang sesuai dengan set point yang telah dtetapkan (Panda, 2012). 45 40 35 30
) m c 25 ( l e v 20 e L
KP = 10 KP = 12
15 Set Point
10 5 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
t (s)
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Waktu dengan Level pada Sistem Pengendali Feedback dengan Konstanta Proporsional Dari hasil percobaan, pada Gambar 4.4, sistem dengan konstanta proporsional 12 mempunyai nilai error SSE yang lebih tinggi dari pada sistem yang mempunyai konstanta proporsional 10. Hal ini dapat terjadi karena ssemakin tinggi nilai konstanta proporsional, maka sistem yang ada semakin tidak stabil (Panda, 2012). Sistem yang tidak stabil menyebabkan error yang dihasilkan oleh sistem akan meninggi dimana kostanta proporsional hanya bekerja untuk mempercepat respon sistem tanpa mengurangi nilai errornya. Sehingga hal ini menyebabkan sistem feedback dengan konstanta proporsional 12 mempunyai nilai error SSE yang lebih tinggi dalam menolak gangguan dari pada sistem feedback dengan konstanta proporsional 10. 4.2.5 Pengaruh Konstanta Proporsional Integral Terhadap Respon Sistem
Dari hasil percobaan, pada Gambar 4.5, kita dapat mengetahui perbandingan antara sistem feedback pada konstanta proporsional 10, konstanta integral 10 dengan sistem feedback pada konstanta proporsional 10, konstanta integral 12. Berdasarkan percobaan, kita dapat mengetahui bahwa sistem dengan menggunakan konstanta integral 10 memiliki respon lebih cepat dari pada sistem yang konstanta integralnya 12. Berdasarkan teori yang ada, pada sistem dengan menggunakan konstanta integral, konstanta integral akan bekerja dengan mengatur error yang kemudian memperbaiki error agar error dapat hilang dengan kecepatan waktu tertentu pada sistem. Semakin besar nilai konstanta integral maka semakin banyak error yang hilang (Panda, 2012).
17
P2
70 60 50 ) m40 c ( l e v 30 e L
KP = 10 KI = 10 KP = 10 KI = 12
20
Set Point
10 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100
t (s)
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Waktu dengan Level pada Sistem Pengendali Feedback dengan Konstanta Proporsional Integral Namun dari hasil yang diperoleh, pada Gambar 4.5, pada sis tem dengan konstanta integral 10 mempunyai respon yang lebih cepat dari pada sistem yang mempunyai nilai konstanta integral 12. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai konstanta integral maka respon sistem akan melambat (Panda, 2012). Respon ini melambat karena semakin besar error yang dihilangan oleh konstanta integral, maka kerja konstanta integral akan membutuhkan waktu yang lama untuk mengatur input agar sesuai dengan output yang telah ditetapkan sesuai dengan set point. Maka dari itu, sistem dengan konstanta integral 10 mempunyai respon yang lebih cepat dari pada dengan konstanta integral 12. 4.2.6
Pengaruh Konstanta Gangguan
Proporsional
Integral
Terhadap
Menolak
Dari hasil percobaan, pada Gambar 4.6, kita dapat mengetahui perbandingan antara sistem feedback pada konstanta proporsional 10, konstanta integral 10 dengan sistem feedback pada konstanta proporsional 10, konstanta integral 12. Berdasarkan percobaan, kita dapat mengetahui bahwa sistem dengan menggunakan konstanta integral 10 memiliki respon lebih cepat dari pada sistem yang konstanta integralnya 12. Selain itu, kita dapat mengetahui berdasarkan kemampuan menolak gangguan, sistem yang menggunakan konstanta integral 10 mempunyai nilai error SSE yang lebih besar dari pada sistem yang menggunakan konstanta integral 12. Berdasarkan teori yang ada, pada sistem dengan menggunakan konstanta integral, konstanta integral akan bekerja dengan mengatur error yang kemudian memperbaiki error agar error dapat hilang dengan kecepatan waktu tertentu pada sistem. Semakin besar nilai konstanta integral maka semakin banyak error yang hilang (Panda, 2012).
18
P2
45 40 35 30
) m25 c ( l e v 20 e L
KP = 10 KI = 10 KP = 10 KI = 12
15 Set Point
10 5 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100
t (s)
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Waktu dengan Level pada Sistem Pengendali Feedback dengan Konstanta Proporsional Integral Apabila dibandingkan antara hasil percobaan dan teori yang ada, keduanya mempunyai kesesuaian dimana semakin besar nilai konstanta integral maka semakin banyak error yang dapat dhilangkan. Berdasarkan hasil, sistem dengan konstanta integral 12 dapat menghilangkan error lebih banyak dimana error akan diatur melalui input untuk mengatur output agar sesuai dengan set point sehingga kemampuan menolak pada sistem yang konstantanya 12 lebih baik dari pada sistem yang konstanta integralnya 10. 4.2.7 Pengaruh Konstanta Proporsional Integral Derivatif Terhadap Respon Sistem
Dari hasil percobaan, pada Gambar 4.7, kita dapat mengetahui perbandingan antara dua sistem feedback yang memiliki konstanta proporsional sama, 10, konstanta integral sama, 10, namun memiliki konstanta derivatif yang berbeda yaitu masing-masing bernilai 0,7 dan 0,9. Berdassarkan respon terhadap sistem, sistem yang mempunyai konstanta derivatif 0,7 mempunyai respon yang lebih cepat dari pada sistem yang memiliki nilai konstanta derivatif 0,9. Berdasarkan teori yang ada, konstanta derivatif bekerja untuk memperbaiki kecepatan respon sistem terhadap set point yang telah ditetapkan dan menstabilkan sistem dengan frekuensi kompensasi yang tinggi tanpa mengurangi error (Panda, 2012). Semakin besar nilai konstanta derivatif maka akan berakibat pada semakin cepat waktu respon sistem dalam menyesuaikan dengan set point (Willis, 1998).
19
P2
90 80 70 60
) m50 c ( l e v 40 e L
KP = 10 KI = 10 KD = 0,7
30
KP = 10 KI = 10 KD = 0,9
20
Set Point
10 0 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
t (s)
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Waktu dengan Level pada Sistem Pengendali Feedback dengan Konstanta Proporsional Integral Derivatif Namun apabila dibandingkan dengan teori yang ada, pada Gambar 4.7, hasil percobaan mempunyai perbedaan yang menyimpang dari teori dimana sistem dengan konstanta derivatif 0,7 lebih cepat responnya dari pada sistem yang menggunakan konstanta derivatif 0,9. Hal ini dapat terjadi karena apabila sistem bekerja dengan konstanta Proporsional, Integral dan Derivatif secara bersamaan akan menyebabkan pada penonjolan salah satu elemen pada sistem (Permana, 2015). Penonjolan salah satu elemen dari sistem menyebabkan salah satu elemen akan memperlambat respon sistem dimana hal ini akan menghambat kerja dari konstanta derivatif dalam mempercepat sistem dalam menyesuaikan dengan set point. Sehingga, hasil yang didapat menyebabkan sistem dengan konstanta derivatif 0,7 lebih cepat responnya dari pada sistem dengan konstanta derivatif 0,9. 4.2.8 Pengaruh Konstanta Proporsional Integral Derivatif Terhadap Menolak Gangguan
Dari hasil percobaan, pada Gambar 4.8, kita dapat mengetahui perbandingan antara dua sistem feedback yang memiliki konstanta proporsional sama, 10, konstanta integral sama, 10, namun memiliki konstanta derivatif yang berbeda yaitu masing-masing bernilai 0,7 dan 0,9. Berdassarkan respon terhadap sistem, sistem yang mempunyai konstanta derivatif 0,7 mempunyai respon yang lebih cepat dari pada sistem yang memiliki nilai konstanta derivatif 0,9. Selain itu, untuk nilai error SSE, sistem dengan konstanta integral 0,7 memiliki nilai error SSE yang lebih kecil dari pada sistem yang mempunyai nilai konstanta integral 0,9. Berdasarkan teori yang ada, konstanta derivatif bekerja untuk memperbaiki kecepatan respon sistem terhadap set point yang telah ditetapkan dan menstabilkan sistem dengan frekuensi kompensasi yang tinggi tanpa mengurangi error (Panda, 2012). Semakin besar nilai konstanta derivatif maka akan berakibat pada semakin cepat waktu respon sistem dalam menyesuaikan dengan set point (Willis, 1998).
20
P2
70 60 50 ) m40 c ( l e v 30 e L
KP = 10 KI = 10 KD = 0,7 KP = 10 KI = 10 KD = 0,9
20
Set Point
10 0 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
t (s)
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Waktu dengan Level pada Sistem Pengendali Feedback dengan Konstanta Proporsional Integral Derivatif Namun apabila dibandingkan dengan teori yang ada, hasil percobaan pada Gambar 4.8 mempunyai perbedaan yang menyimpang dari teori dimana sistem dengan konstanta derivatif 0,7 lebih kecil errornya dari pada sistem yang menggunakan konstanta derivatif 0,9. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya konstanta derivatif tidak akan mengurangi error dalam menolak gangguan (Panda, 2012). Hal ini menyebabkan semakin tinggi nilai konstanta derivatif tidak akan berpengaruh terhadap kemampuan sistem dalam menolak gangguan.
21
P2
BAB V PENUTUP
5.2 Kesimpulan
1. Pada pengaruh tipe pengendali, sistem pengendali feedback mempunyai kemampuan respon yang lebih baik dari sistem pengendali on-off 2. Pada pengaruh tipe pengendali, sistem pengendali feedback mempunyai kemampuan menolak gangguan lebih baik dari pada on off karena error pada sistem feedback akan langsung diperbaiki pada input. 3. Pada sistem feedback dengan konstanta proporsional 12 lebih baik dari pada dengan konstanta 10 karena semakin besar
nilai konstanta akan
mempercepat respon. 4. Pada sistem feedback dengan konstanta proporsional 12 lebih buruk saat menolak gangguan dari pada dengan konstanta 10 karena semakin besar nilai konstanta akan membuat sistem tak stabil. 5. Pada sistem feedback dengan konstanta integral 12 lebih buruk saat merespon sistem dari pada dengan konstanta 10 karena semakin besar nilai konstanta akan membuat sistem lebih lambat. 6. Pada sistem feedback dengan konstanta integral 12 lebih baik saat menolak gangguan dari pada dengan konstanta 10 karena semakin besar
nilai
konstanta akan membuat semakin banyak error yang dihilangkan 7. Pada sistem feedback dengan konstanta derivatif 0,9 lebih buruk saat merespon sistem dari pada dengan konstanta 0,7 karena adanya penonjolan salah satu elemen konstanta. 8. Pada sistem feedback dengan konstanta derivatif 0,9 lebih buruk saat menolak gangguan dari pada dengan konstanta 0,7 karena konstanta derivatif tidak berpengaruh terhadap pengurangan error. 5.2 Saran 1. Komputer di-refresh terlebih dahulu sebelum digunakan. 2. Pengaturan waktu yang sesuai dengan set point 3. Pembersihan sensor secara rutin 4. Kran dibuka dengan aturan tertentu agar gangguan yang dihasilkan tiap percobaan tidak berubah
22
P2
DAFTAR PUSTAKA
Coughannowr, D.R. 1991. Process System Analysis and Control, 2
nd
Edition.
McGraw-Hill, Inc., USA Djaeni, M. 1999. Modelling and Control of Fuel Cell System. Master Thesis, UTM, Malaysia Hellgenhaus. 2010. Fundamental of Control Engineering . Munich: Elsag Bailey Process Automation. Hutagulung,
Michael.
2008. Pengendalian
Proses
(Bagian
1).
Dalam
http://majarimagazine.com/2008/02/pengendalian-proses-1/. Diakses pada 28 Maret 2013 pukul 05.35 WIB. Marlin, T.E. 1995. Process Control: Designing Process and Control Systems for Dynamic Performance. McGraw-Hill, Inc., USA Stephanopoulos, G. 1984. Chemical Process Control: An Introduction to Theory and Practice. Prentice-Hall, New Jersey, USA Willis. 1998. Proportional Integral Derivatif Control . Departement of Chemical and Process Engineering, University of New Castle, New Castle, England.
23