TUGAS MAKALAH DURABILITAS BAHAN KOROSI PADA ATAP ZI NC OAT I NG
“
Amalia Nurul F
”
Oleh: 16/404753/PTK/11170 16/404753/PTK/11170
MAGISTER TEKNIK SARANA PRASARANA DAN TEKNOLOGI BANGUNAN (MTSB) PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GADJAH MADA 2017
A. Pengertian Pengertian Korosi
Korosi merupakan salah satu hal yang sangat dihindari dalam industri konstruksi karena dinilai memberikan banyak kerugian dan memiliki dampak yang berjangka waktu panjang. Berbagai macam pencegahan dan perawatan dilakukan agar tidak terkena serangan korosi, untuk itu perlu adanya suatu literature literature yang digunakan sebagai panduan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan korosi serta bagaimana pencegahan serta perbaikan apabila bangunan sudah mengalami korosi. korosi. Pengertian korosi menurut (Martanto,2014) adalah suatu proses degradasi atau deteriorasi atau kerusakan material yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan di sekitarnya, atau beberapa pakar mengatakan bahwa: 1. Korosi merupakan perusakan material tanpa perusakn material 2. Korosi adalah kebalikan dari metalurgi ekstraktif 3. Korosi adalah system termodinamika logam dalam lingkungan (udara, air, tanah) yang berusaha mencapai kesetimbangan. Korosi menurut (Sidiq, 2013) merupakan penurunan kualitas yang diakibatkan adanya reaksi kimia antara logam dengan unsur lain yang terdapat di alam. Korosi yang didasarkan pada proses elektro-kimia terdiri dari 4 komponen utama: a. Anoda Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan electron-elektron dari atom-atom logam netral untuk membentuk ion-ion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut. Reaksi pada anoda dapat dituliskan dengan persamaan :
b. Katoda Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun dimungkinkan mengalami kerusakan pada kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaksi reduksi. Reaksi pada katoda tergantung pada pH lauran yang bersangkutan, seperti:
c. Elektrolit Elektrolit adalah larutan yang memiliki sifat menghantarkan listrik. Elektrolit dapat berupa larutan asam, basa, dan larutan garam. Larutan elektrolit memiliki posisi penting dalam korosi logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak listrik antara anoda dan katoda. d. Anoda dan Katoda harus terhubung secara elektris Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus dalam sel korosi dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika anoda dan katoda merupakan bagian dari logam yang sama.
Pada
peristiwa
korosi,
logam
mengalami oksidasi,
sedangkan
oksigen
(udara)
mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah. Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi. Fe(s)
Fe2+(aq) + 2e
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak sebagai katode, di mana oksigen tereduksi. O2(g) + 4H+(aq) + 4e
2H2O(l)
atau O2(g) + 2H2O(l) + 4e
4OH-(aq)
Ion besi (II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi. Mengenai bagian mana
dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu. B. Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi
Laju korosi tidak hanya dipengaruhi oleh air, berikut adalah beberapa hal yang ikut mempengaruhi laju korosi (Sidiq,2013). 1. Faktor gas terlarut
Oksigen, adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan korosi pada mild steel alloys akan bertambah dengan meningkatnya kandungan oksigen.
Karbondioksida, jika karbondioksida dilarutkan dalam air maka akan terbentuk asam karbonat (H2CO3) yang dapat menurunkan pH air dan meningkatkan korosifitas.
2. Faktor temperatur Penambahan temperature umumnya menambah laju korosi walaupun kenyataannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya temperature. Apabila metal pada temperature yang tidak uniform, maka akan besar kemungkinan terbentuk korosi. 3. Faktor pH pH dikatan netral apabila nilainya 7, sedangkan pH < 7 bersifat asam dan korosif, sedangkan untuk pH >7 bersifat basa juga korosif. Tetapi untuk besi, laju korosi rendah pada pH antara 7 – 13. Laju korosi akan meningkat pada pH < 7 dan pada pH > 13. 4. Faktor bakteri pereduksi atau sulfat reducing bacteria Adanya bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi ion sulfat menjadi gas H2 S, yang mana jika gas tersebut kontak dengan besi akan menyebabkan terjadinya korosi. 5. Faktor padatan terlarut
Klorida (Cl), klorida menyerang lapisan mild steel dan lapisan stainless steel. Padatan
ini
menyebabkan
terjadinya
menyebabkan pecahnya alooys.
pitting,
crevice
corrosion,
dan
juga
Karbonat (CO3), kalsium karbonat sering digunakan sebagai pengontrol korosi dimana film karbonat diendapkan sebagai lapisan pelindung permukaan metal, tetapi dalam produksi minyak hal ini cenderung menimbulkan masalah scale.
Sulfat (SO4), ion sulafat ini biasanya terdapat dalam minyak. Dalam air, ion sulfat juga ditemukan dalam logam atau paduan dalam suatu lingkungan korosif tertentu untuk mengurangi resiko terjadinya korosi.
C. Jenis-Jenis Korosi
Jenis kerusakan yang terjadi tidak hanya tergantung pada jenis logam, keadaan fisik logam dan keadaan penggunaan-penggunaannya, tetapi juga tergantung pada lingkungannya. Ditinjau dari bentuk produk atau prosesnya, menurut Setyowati tahun 2008 korosi dapat dibedakan dalam beberapa jenis (Sidiq,2013), diantaranya: a.
Korosi merata (uniform corrosion) Korosi merata merupakan korosi yang terjadi secara bersamaan diseluruh permukaan logam, akibatnya terjadi pengurangan dimensi tampang yang relatif besar per satuan waktu. Penyebab dari korosi seragam adalah terjadinya reaksi kimia karena pH air yang rendah serta udara yang lembab, sehingga semakin lama logam akan semakin menipis. Benda-benda yang mengalami korosi jenis ini antara lain baja atau profil dan logam homogen.
Gambar 1. Korosi seragam pada pipa ballast (sidiq,2013) b.
Korosi celah (crevice corrosion) Korosi celah terjadi apabila terdapat 2 logam yang berdempetan atau berdekatan dan diantaranya terdapat celah yang dapat menahan kontoran dan air. Mekanisme terjadinya korosi celah ini diawali dengan terjadi korosi merata diluar dan didalam celah, sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada suatu saat oksigen (O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen (O2) diluar celah masih banyak, akibatnya permukaan logam
yang berhubungan dengan bagian luar menjadi katoda dan permukaan logam yang didalam celah menjadi anoda sehingga terbentuk celah yang terkorosi. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah korosi celah adalah dengan menambahkan isolator, dikeringkan bagian yang basah, dan membersihkan kotoran yang ada.
Gambar 2. Korosi celah pada sambungan pipa (Martanto,2014) c.
Korosi galvani (galvanic corrosion) Korosi galvanik terjadi apabila dua logam yang tidak sama dihubungkan dan berada di lingkungan korosif. Mekanisme korosi jenis adalah apabila 2 macam metal yang bersifat beda potensial dihubungkan secara langsung pada elektrolit yang sama, electron pada metal yang kurang mulia (anoda) akan mengalir ke metal yang lebih mulia (katoda), sehingga anoda akan berubah menjadi ion-ion positif karena kehilang elektronnya dan akan terbentuk sumur-sumur karat pada anoda.
Gambar 3. Korosi galvanic pada sambungan baut (Martanto,2014) d.
Korosi selektif (selective leaching) Selective leaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam karena pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang biasa terjadi pada paduan tembaga-seng. Mekanisme terjadinya korosi selective leaching diawali dengan terjadi pelarutan total terhadap semua unsur. Salah satu unsur pemadu yang potensialnya lebih tinggi akan
terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih rendah akan larut ke elektrolit. Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan tersebut. Contoh lain selective leaching terjadi pada besi tuang kelabu yang digunakan sebagai pipa pembakaran. Berkurangnya besi dalam paduan besi tuang akan menyebabkan paduan tersebut menjadi porous dan lemah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pecah pada pipa. e.
Korosi antar kristal (intergranular corrosion) Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan logam akibat terjadinya reaksi antar unsur logam tersebut di batas butirnya. Seperti yang terjadi pada baja tahan karat austenitik apabila diberi perlakuan panas. Pada temperatur 425 – 815oC karbida krom (Cr23C6) akan mengendap di batas butir. Dengan kandungan krom dibawah 10 %, didaerah pengendapan tersebut akan mengalami korosi dan menurunkan kekuatan baja tahan karat tersebut. Korosi batas butir dapat dikendalikan dengan cara menurunkan kadar karbon hingga dibawah 0,03%, penambahan paduan yang dapat mengikat karbon,
pendingan cepat dari temperature tinggi pelarutan karbida melalu
pemanasan, dan menghindari pengelasan. f.
Korosi Retak Tegang (stress corrosion cracking) Korosi retak tegang (stress corrosion cracking), korosi retak fatik (corrosionfatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidrogen (corrosion inducedhydrogen) adalah bentuk korosi dimana material mengalami keretakan akibatpengaruh lingkungannya. Korosi ini dapat terjadi apabila terjadat 3 unsur yaitu (1) Bahan logam rentan terhadap korosi, (2) Adanya elektrolit (3) adanya tegangan, contohnya: tembaga dan paduan rentan terhadap senyawa ammonia, baja ringan rentan terhadap larutan alkali, dan baha tahan karat rentan terhadap klorida.
Gambar 4. Korosi SCC pada logam (Martanto,2014)
Gambar 5. Proses korosi retak tegang (Martanto,2014) g.
Korosi erosi Korosi ini terjadi apabila terdapat keausan suatu logam sehingga terdapat bagian-bagian yang kasar sehingga bagian tajam inilah yang mudah mengalami korosi atau korosi dapat terjadi akibat adanya aliran fluida yang deras hingga dapat mengikis lapisan film dari suatu logam. Korosi jenis ini dapat dicegah melalu beberapa cara, antara lain: a. Memilih bahan yang homogeny, pemberian coating, pemberian inhibitor, dan menghindarkan logam dari aliran yang terlalu keras.
Gambar 5. Korosi erosi pada pipa (Sidiq,2013)
h.
Korosi lelah Merupakan kegagalan logam akibat aksi gabungan beban dinamik dan lingkungan korosif. Korosi ini dapat terjadi apabila logam mendapatkan beban siklik yang berulang sampai mengalami patah karena logam kelelahan. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan penggunaan inhibitor dan pemilihan bahan yang tahan korosi.
i.
Pitting corrosion Korosi sumuran (pitting corrosion), korosi ini terjadi akibat adanya sistem anoda pada logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl – yang tinggi. Korosi jenis ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya lubang kecil, sedangkan pada bagian dalamnya terjadi proses korosi membentuk “sumur” yang tidak tampak. Mekanisme dari korosi ini adalah klorida akan merusak lapisan pasif (oksida) sehingga pitting dapat terjadi pada dudukan oksida. Lingkungan juga dapat mengatur perbedaan sel aerasi (tetesan air pada permukaan baja) dan pitting akan mulai pada daerah anodic (pusat tetesan air)
Gambar 6. Mekanisme korosi sumuran (Martanto,2014) Macam-macam bentuk pitting. Berikut ini adalah macam-macam bentuk dari korosi sumuran:
Gambar 7. Macam-macam bentuk korosi sumuran. (Martanto,2014) Cara mencegah agar tidak terjadi proses korosi sumuran (pitting corrosions), yaitu: 1.
Meletakkan material tegak berdiri sehingga tidak akan terjadi genangan air pada permukaan logam
2.
Melapisi permukaan logam dengan pelindung atau lazim disebut coating baik organic maupun yang organic
j.
3.
Penambahan inhibitor yang sesuai dengan lingkungannya
4.
Merubah lingkungan dengan mengurangi faktor utama penyebab dampak korosi
5.
Pemasangan seng anode yang sesuai dengan kondisi dimana korosi tersebut terjadi
Korosi mikrobiologi Korosi yang terjadi adanya pengaruh mikroba seperti bakteri, jamur, alga dan protozoa. Korosi ini bertanggung jawab terhadap degradasi material di lingkungan. Mekanisme korosi jenis ini yaitu mikroorganisme umumnya berhubungan dengan permukaan korosi kemudian menempel pada permukaan logam dalam bentuk lapisan tipis atau biodeposit.
Gambar 8. Korosi mikrobiologi (Martanto,2014) Fenomena korosi yang terjadi dapat disebabkan adanya keberadaan dari bakteri. Jenis jenis bakteri yang berkembang yaitu : 1.
Bakteri reduksi sulfat Bakteri ini merupakan bakteri jenis anaerob membutuhkan lingkungan bebas oksigen atau lingkungan reduksi, bakteri ini bersirkulasi di dalam air aerasi termasuk larutan klorin dan oksidiser lainnya, hingga mencapai kondisi ideal untuk mendukung metabolisme. Bakteri ini tumbuh pada oksigen rendah. Bakteri ini tumbuh pada daerah-daerah kanal, pelabuhan, daerah air tenang tergantung pada lingkungannya. Bakteri ini mereduksi sulfat menjadi sulfit, biasanya terlihat dari meningkatnya kadar H2S atau Besi sulfida.Tidak adanya sulfat, beberapa turunan dapat berfungsi sebagai fermenter menggunakan campuran organik seperti pyruvnate untuk memproduksi asetat, hidrogen dan CO2, banyak bakteri jenis ini berisi enzim hidrogenase yang mengkonsumsi hidrogen.
2.
Bakteri oksidasi sulfur-sulfida Bakteri jenis ini merupakan bakteri aerob yang mendapatkan energi dari oksidasi sulfit atau sulfur. Bebarapa tipe bakteri aerob dapat teroksidasi sulfur menjadi asam sulfurik dan nilai pH menjadi 1. bakteriThiobaccilus umumnya ditemukan di deposit mineral dan menyebabkan drainase tambang menjadi asam.
3.
Bakteri besi mangan oksida Bakteri memperoleh energi dari osidasi Fe2+ Fe3+ dimana deposit berhubungan dengan bakteri korosi. Bakteri ini hampir selalu ditemukan di Tubercle (gundukan Hemispherikal berlainan ) di atas lubang pit pada permukaan baja. Umumnya oksidaser besi ditemukan di lingkungan dengan filamen yang panjang.
D. Dampak Korosi
Dampak yang ditimbulkan korosi sungguh luar biasa. Berdasarkan pengalaman pada tahuntahun sebelumnya, Amerika Serikat mengalokasikan biaya pengendalian korosi sebesar 80
hingga 126 milyar dollar per tahun. Di Indonesia, dua puluh tahun lalu saja biaya yang ditimbulkan akibat korosi dalam bidang indusri mencapai 5 trilyun rupiah. Nilai tersebut memberi gambaran kepada kita betapa besarnya dampak yang ditimbulkan korosi dan nilai ini semakin meningkat setiap tahunnya karena belum terlaksananya pengendalian korosi secara baik bidang indusri. Dampak yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan atau stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya aktifitas produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak akibat korosi, terjadinya kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer, tanki bahan bakar atau jaringan pemipaan air bersih atau minyak mentah, terakumulasinya produk korosi pada alat penukar panas dan jaringan pemipaannya akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain sebagainya. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh korosi diantaranya adalah: 1.
Penurunan kekuatan material
2.
Penipisan
3.
Downtime dari equipment
4.
Retak dan pitting
5.
Kebocoran fluida
6.
Embrittlement
7.
Penurunan sifat permukaan material
8.
Penuruan nilai
E. Pencegahan Korosi
Terdapat beberapa usaha dalam mencegah korosi (Sidiq,2013), antara lain: 1.
Mencegah kontak dengan oksigen dan/atau air Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Bila salah satu tidak ada, maka peristiwa korosi tidak dapat terjadi. Korosi dapat dicegah dengan melapisi besi dengan cat, oli, logam lain yang tahan korosi (logam yang lebih aktif seperti seng). Penggunaan logam lain yang kurang aktif (timah dan tembaga) sebagai pelapis pada kaleng bertujuan agar kaleng cepat hancur di tanah. Timah atau tembaga bersifat mampercepat proses korosi.
2.
Seleksi material Pemilihan material logam atau paduan yang tahan terhadap lingkungan korosif tertentu. Membuat alloy atau paduan logam yang bersifat tahan karat, misalnya besi dengan logam Ni dan Cr menjadi baja stainless (72% Fe, 19%Cr, 9%Ni).
dicampur
3.
Proteksi katodik Pencegahan korosi dengan menghubungkan logam yang mempunya potensial lebih tinggi ke struktur logam sehingga tercipta suatu sel elektrokimia dengan logam berpotensial rendah bersifat katodik dan terproteksi, missal: impressed current, galvanic sacrificial anode, galvanic zinc application, zinc metallizing, zinc-rich paints, hot-dip galvanizing.
4. Proteksi anodic Arus anodic akan meningkatkan laju ketidak-larutan logam dan menurunkan laju pembentukan hydrogen. Jika arus yang lewat logam dikontrol seksama, maka logam akan bersifat pasif dan pembentukan logam-logam tak terlarut akan berkurang. 5. Inhibitor korosi Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya korosi adalah dengan penggunaan inhibitor korosi. Secara umum suatu inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Sedangkan inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan itu terhadap suatu logam. Mekanisma penghambatannya terkadang lebih dari satu jenis. Sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara adsorpsi untuk membentuk suatu lapisan tipis yang tidak 12a nad dengan ketebalan beberapa molekul saja, ada pula yang karena pengaruh lingkungan membentuk endapan yang 12a nad dan melindungi logam dari serangan yang mengkorosi logamnya dan menghasilkan produk yang membentuk lapisan pasif, 12a nada pula yang menghilangkan konstituen yang agresif. 6. Pelapisan Melapisi logam induk dengan suatu bahan atau material pelindung. Jenis-jenis coating : metallic coating, paint/organic coating, chemical conversion cotings, miscellaneous coatings (enamel thermoplastic)
F. Kasus Korosi ANALISA KERUSAKAN PADA ATAP ZINCOATING DI LINGKUNGAN ATMOSFER INDUSTRI Moch. Syaiful Anwar, Cahya Sutowo, Andika Widya Pramono, Budi Priyono, Ronald Nasoetion
1. Pendahuluan
Salah satu pabrik di Kawasan Industri di kota Bekasi selesai dibangun pada bulan Desember 2008. Bangunan tersebut menggunakan atap yang terlapisi oleh material zinc (seng). Pada bulan April 2010 telah ditemukan adanya kerusakan pada atap bangunan pabrik. Bentuk kerusakannya adalah deposit berwarna kecoklatan tebal dan tipis yang menempel pada atap tersebut. Analisa kerusakan yang dilakukan antara lain pemeriksaan visual, SEM-EDAX, metalografi, uji kerapatan deposit, dan analisa laju korosi. 2. Prosedur Percobaan Material
Material substrat yang digunakan pada atap ini adalah baja karbon rendah. Komposisi kimia material ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Titik pengambilan sampel
Titik pengambilan sampel atap yang rusak adalah di titik VII sampel 1 (satu) dan titik VII sampel 2 (dua) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.
Prosedur pengujian
Berdasarkan pengamatan visual, titik pengamatan berada pada titik VII sampel 1 diambil pada bagian warna kecoklatan tebal dan tipis, sedangkan titik VI I sampel 2 hanya diambil pada bagian warna kecoklatan tipis. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada titik VII sampel 1 (satu) dan sampel 2 (dua) masing-masing dipotong sesuai ukuran standard uji kemudian dilakukan pengujian sebanyak 3 (tiga) kali pengulangan. Pengujian tersebut antara lain: uji SEM-EDAX dan XRD dilakukan pada penampang permukaan sampel, uji mikroskop optik[4-5] pada penampang melintang sampel, uji kerapatan zinccoating (lapis seng)[6-7], dan laju korosi pada penampang permukaan sampel. 3. Hasil dan Pembahasan Uji SEM-EDAX
Gambar 3 menunjukkan hasil uji SEM ( scanning electron microscope) pada sampel 1 kecoklatan tebal dan tipis. Pada sampel 1 kecoklatan tebal memiliki deposit lebih rapat daripada sampel 1 kecoklatan tipis. Adanya deposit tersebut disebabkan karena adanya pengotor dari udara yang menempel di atas atap.
Gambar 3c menunjukkan hasil uji SEM pada sampel 2 kecoklatan tebal. Sampel 2 kecoklatan tebal memiliki bentuk deposit berbeda dengan bentuk deposit sampel 1 kecoklatan tebal. Hal ini disebabkan karena perbedaan lokasi antara sampel 1 dan 2. Pada Tabel 2 menunjukkan hasil uji EDAX dari unsur-unsur yang terkandung di dalam deposit sampel 1 dan 2. Pada tabel tersebut menunjukkan adanya unsur pengotor yang berasal dari udara. Pada sampel 1 unsur pengotornya adalah C, O, Al, Si, Na, S, K, P, Ca, Mn, dan Mo dan Fe. Pada sampel 1 deposit tebal unsur dominan adalah Fe=28,76%, O=29,60% dan Zn=16,26%, sedangkan pada sampel 1 deposit tipis unsur yang dominan adalah Fe=12,38%, O=33,96%, dan Zn=34,32% (Tabel 2). Pada sampel 2 unsur pengotornya adalah C, O, Al, Si, S, Ca, dan Fe. Sampel 2
(dua) deposit tebal unsur yang dominan adalah Fe=34,55%, O=27,60% dan Zn=27,91% (Tabel 2). Karena relatif banyaknya unsur-unsur pengotor yang berasal dari udara mengakibatkan terjadinya deposit di atas permukaan atap yang didominasi oleh besi oksida dengan tingkat oksidasi yang berbeda-beda sehingga menjadikan degradasi perubahan warna pada atap dan hal ini dapat menginisiasi terjadinya kerusakan lapisan Zn yang ditunjukkan dengan adanya penurunan kadar Zn pada sampel deposit tebal dibandingkan dengan sampel deposit tipis (Tabel 2).
Uji XRD (Xray-Diffaction)
Gambar 4 menunjukkan hasil uji XRD pada sampel atap yang terdeposit. Pada gambar tersebut menunjukkan intensitas senyawa didominasi oleh senyawa ZnO, FeO, dan Zn. Adanya senyawa besi oksida yang berdeposit di atas permukaan atap tersebut mengakibatkan terjadinya korosi galvanik. Korosi galvanik ini dapat terjadi ketika ZnO dan Zn yang memiliki potensial lebih negatif dari pada besi oksida saling kontak di udara mengakibatkan Zn terkorosi.
Hasil metalografi
Gambar 5 menunjukkan struktur mikro pada sampel atap baru dan sampel atap yang rusak (sampel 1 deposit tebal dan tipis, dan sampel 2 deposit tebal). Pada gambar tersebut, sampel atap baru menunjukkan lapisan zinc yang merata, sedangkan pada sampel atap rusak menunjukkan lapisan zinc yang tidak rata lagi.
Berdasarkan Gambar 5, lapisan zincoated pada sampel baru memiliki ketebalan rata – rata 16 µm. Sampel 1 deposit tebal dan tipis menunujukkan ketebalan minimal 5 µm dan 10 µm. Dan pada sampel 2 deposit tebal menunjukkan ketebalan minimal 7 µm. Sehingga pada sampel 1 deposit tebal mempunyai ketebalan lapisan zinccoating paling tipis dibandingkan dengan sampel 1 deposit tipis dan sampel 2 deposit tebal. Penipisan pada lapisan zinccoating ini disebabkan karena terkikisnya lapisan zinc oleh proses korosi galvanis antara ZnO dengan FeO. Uji kerapatan atap zincoating
Tabel 3 menunjukkan hasil uji kerapatan zinccoating pada sampel atap baru dan sampel atap yang terdeposit. Nilai kerapatan zinccoating pada sampel atap baru sebesar 184 g/m2. Sampel
1 deposit tebal mengalami penurunan berat lapisan sebesar 10 % dari sampel baru. Sampel 1 deposit tipis mengalami penurunan berat lapisan sebesar 4 % dari sampel baru. Sampel 2 deposit tebal mengalami penurunan berat lapisan sebesar 7 % dari sampel baru. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel 1 deposit tebal terjadi penipisan lapisan zinccoating lebih besar daripada sampel lainnya.
Laju korosi atap zincoating
Tabel 4 menunjukkan hasil perhitungan laju korosi atap zinccoating . Dengan waktu pemakaian atap selama 16 bulan maka laju korosi mulai terbesar sampai terkecil ditemukan pada sampel 1 deposit tebal sebesar 13,5 g/m2/years, sampel 2 sebesar 9,75 g/m2/years, dan sampel 1 deposit tipis sebesar 5,25 g/m2/years. Menurut ISO 9223 laju korosi yang dialami oleh atap zinccoating masuk kedalam kategori ‘moderate’[8].
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Penyebab utama warna kecoklatan pada atap zinccoating adalah adanya pengotor atau deposit yang didominasi oleh besi oksida. Besi oksida yang berasal dari udara memiliki tingkat oksidasi yang berbeda-beda ketika menempel pada permukaan atap. b. Kandungan deposit didominasi oleh senyawa besi oksida. c. Adanya senyawa besi oksida di dalam kandungan deposit mengakibatkan terjadinya korosi galvanik pada permukaan atap yang terekspos udara, yang mengakibatkan lapisan zinccoating terkorosi. d. Laju korosi lapisan zinccoating yang terjadi pada sampel 1 deposit tebal, sebesar 13,5 g/m2/years, lebih tinggi dari pada sampel 1 deposit tipis (5,25 g/m2/years) dan sampel 2 deposit tebal (9,75 g/m2/years). 5. Solusi
1. Penambahan lapisan coating agar logam Zn tidak semakin terkorosi 2. Apabila atap akan diganti maka terdapat 2 pilihan solusi a. Pemilihan materil pelapis yang lebih tahan karat dibanding Zn, mengingat atap digunakan pada daerah industri b. Penambahan inhibitor korosi pada campuran logam pembuat atap sehingga terbentuk lapisan pasif yang akan melindungi atap dari serangan korosi
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M. S., Sutowo, C., Pramono, A. W., Priyono, B., & Nasoetion, R. (2012). Analisa Kerusakan
Pada Atap Zincoating Di Lingkungan Atmosfer Industri. Majalah Metalurgi V27.3, 225 - 230. Martanto, D. (2014). Jenis-Jenis Korosi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Sidiq, M. F. (April 2013). Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1, 25-30.