18
2010
Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Sedangkan kuantitas menyangkut jumlah air yang dibutuhkan manusia dalam kegiatan tertentu. Air adalah materi esensial didalam kehidupan, tidak ada satupun makhluk hidup di dunia ini yang tidak membutuhkan air. Sebagian besar tubuh manusia itu sendiri terdiri dari air. Tubuh manusia rata-rata mengandung air sebanyak 90 % dari berat badannya. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60%, berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80% . Air bersih dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia untuk melakukan segala kegiatan mereka. Sehingga perlu diketahui bagaimana air dikatakan bersih dari segi kualitas dan bisa digunakan dalam jumlah yang memadai dalam kegiatan sehari-hari manusia. Ditinjau dari segi kualitas, ada bebarapa persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya kualitas fisik yang terdiri atas bau, warna dan rasa, kulitas kimia yang terdiri atas pH, kesadahan, dan sebagainya serta kualitas biologi diman air terbebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Agar kelangsungan hidup manusia dapat berjalan lancar, air bersih juga harus tersedia dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktifitas manusia pada tempat tertentu dan kurun waktu tertentu. Kata Kunci : Kualitas, Air, Manusia Air sebagai materi esensial dalam kehidupan tampak dari kebutuhan terhadap air untuk keperluan sehari-hari di lingkungan rumah tangga ternyata berbeda-beda di setiap tempat, setiap tingkatan kehidupan atau setiap bangsa dan negara. Semakin tinggi taraf kehidupan seseorang semakin meningkat pula kebutuhan manusia akan air. Jumlahpenduduk dunia setiap hari bertambah, sehingga mengakibatkan jumlah kebutuhan air (Suriawiria,1996: 3). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapatdiminum apabila dimasak.
Bagi manusia kebutuhan akan air sangat mutlak karena sebenarnya zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air yang jumlahnya sekitar 73% dari bagian tubuh. Air di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pengangkut dan pelarut bahan-bahan makanan yang penting bagi tubuh. Sehingga untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya manusia berupaya mendapatkan air yang cukup bagi dirinya (Suharyono, 1996). Dalam menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari manusia amat tergantung pada air, karena air dipergunakan pula untuk mencuci, membersihkan peralatan, mandi, dan lain sebagainya. Manfaat lain dari air berupa pembangkit tenaga, irigasi, alat transportasi, dan lain sebagainya yang sejenis dengan ini. Semakin maju tingkat kebudayaan masyarakat maka penggunaan air makin meningkat. Kebutuhan air yang paling utama bagi manusia adalah air minum. Menurut ilmu kesehatan setiap orang memerlukan air minum hidup 2-3 minggu tanpa makan tetapi hanya dapat bertahan 2-3 hari tanpa air minum (Suripin, 2002). Air merupakan faktor penting dalam pemenuhan kebutuhan vital bagi mahluk hidup diantaranya sebagai air minum atau keperluan rumah tangga lainnya. Air yang digunakan harus bebas dari kuman penyakit dan tidak mengandung bahan beracun. Sumber air minum yang memenuhi syarat sebagai air baku air minum jumlahnya makin lama makin berkurang sebagai akibat ulah manusia sendiri baik sengaja maupun tidak disengaja. Upaya pemenuhan kebutuhan air oleh manusia dapat mengambil air dari dalam tanah, air permukaan, atau langsung dari air hujan. Dari ke tiga sumber air tersebut, air tanah yang paling banyak digunakan karena air tanah memiliki beberapa kelebihan di banding sumber-sumber lainnya antara lain karena kualitas airnya yang lebih baik serta pengaruh akibat pencemaran yang relatif kecil. Akan tetapi air yang dipergunakan tidak selalu sesuai dengan syarat syarat kesehatan, karena sering ditemui air tersebut mengandung bibit ataupun zat-zat tertentu yang dapat menimbulkan penyakit yang justru membahayakan kelangsungan hidup manusia. Berdasarkan masalah di atas, maka perlu diketahui kualitas air yang bisa digunakan untuk kebutuhan manusia tanpa menyebabkan akibat buruk dari penggunaan air tersebut. Kebutuhan air bagi manusia harus terpenuhi baik secara kualitas maupun kuantitasnya agar manusia mampu hidup dan menjalankan segala kegiatan dalam kehidupannya. Ditinjau Dari Segi Kualitas (Mutu) Air Secara langsung atau tidak langsung pencemaran akan berpengaruh terhadap kualitas air. Sesuai dengan dasar pertimbangan penetapan kualitas air minum, usaha pengelolaan terhadap air yang digunakan oleh manusia sebagai air minum berpedoman pada standar kualitas air terutama dalam penilaian terhadap produk air minum yang dihasilkannya, maupun dalam merencanakan sistem dan proses yang akan dilakukan terhadap sumber daya air (Razif, 2001:4).
Parameter Kualitas Air yang digunakan untuk kebutuhan manusia haruslah air yang tidak tercemar atau memenuhi persyaratan fisika, kimia, dan biologis.
1. Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisika sebagai berikut: berikut: 1. Jernih atau tidak keruh Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari tanah liat. Semakin banyak kandungan koloid maka air semakin keruh. 1.
Tidak berwarna
Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan. 1.
Rasanya tawar
Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit atau asin menunjukan air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik. 1.
Tidak berbau
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air. 1.
Temperaturnya normal
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa, yang dapat membahayakan kesehatan dan menghambat pertumbuhan mikro organisme. 1.
Tidak mengandung zat padatan
Air minum mengandung zat padatan yang terapung di dalam air. 1. Kandungan zat atau mineral yang bermanfaat dan tidak mengandung zat beracun. 1) pH (derajat keasaman) Penting dalam proses penjernihan air karena keasaman air pada umumnya disebabkan gas Oksida yang larut dalam air terutama karbondioksida. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari pada penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH yang lebih kecil 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan tetapi dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang sangat mengganggu kesehatan. 2) Kesadahan
Kesadahan ada dua macam yaitu kesadahan sementara dan kesadahanvnonkarbonat (permanen). Kesadahan sementara akibat keberadaan Kalsium dan Magnesium bikarbonat yang dihilangkan dengan memanaskan air hingga mendidih atau menambahkan kapur dalam air. Kesadahan nonkarbonat (permanen) disebabkan oleh sulfat dan karbonat, Chlorida dan Nitrat dari Magnesium dan Kalsium disamping Besi dan Alumunium. Konsentrasi kalsium dalam air minum yang lebih rendah dari 75 mg/l dapat menyebabkan penyakit tulang rapuh, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/l dapat menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air. Dalam jumlah yang lebih kecil magnesium dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang, akan tetapi dalam jumlah yang lebih besar 150 mg/l dapat menyebabkan rasa mual. 3) Besi Air yang mengandung banyak besi akan berwarna kuning dan menyebabkan rasa logam besi dalam air, serta menimbulkan korosi pada bahan yang terbuat dari metal. Besi merupakan salah satu unsur yang merupakan hasil pelapukan batuan induk yang banyak ditemukan diperairan umum. Batas maksimal yang terkandung didalam air adalah 1,0 mg/l 4) Aluminium Batas maksimal yang terkandung didalam air menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 82 / 2001 yaitu 0,2 mg/l. Air yang mengandung banyak aluminium menyebabkan rasa yang tidak enak apabila dikonsumsi. 5) Zat organik Larutan zat organik yang bersifat kompleks ini dapat berupa unsur hara makanan maupun sumber energi lainnya bagi flora dan fauna yang hidup di perairan 6) Sulfat Kandungan sulfat yang berlebihan dalam air dapat mengakibatkan kerak air yang keras pada alat merebus air (panci / ketel)selain mengakibatkan bau dan korosi pada pipa. Sering dihubungkan dengan penanganan dan pengolahan air bekas. 7) Nitrat dan nitrit Pencemaran air dari nitrat dan nitrit bersumber dari tanah dan tanaman. Nitrat dapat terjadi baik dari NO2 atmosfer maupun dari pupuk-pupuk yang digunakan dan dari oksidasi NO2 oleh bakteri dari kelompok Nitrobacter. Jumlah Nitrat yang lebih besar dalam usus cenderung untuk berubah menjadi Nitrit yang dapat bereaksi langsung dengan hemoglobine dalam daerah membentuk methaemoglobine yang dapat menghalang perjalanan oksigen didalam tubuh. 8) Chlorida
Dalam konsentrasi yang layak, tidak berbahaya bagi manusia. Chlorida dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfektan namun apabila berlebihan dan berinteraksi dengan ion Na+ dapat menyebabkan rasa asin dan korosi pada pipa air. 9) Zink atau Zn Batas maksimal Zink yang terkandung dalam air adalah 15 mg/l. penyimpangan terhadap standar kualitas ini menimbulkan rasa pahit, sepet, dan rasa mual. Dalam jumlah kecil, Zink merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena kekurangan Zink dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak. 1. Persyaratan mikrobiologis yangn harus dipenuhi oleh air adalah sebagai berikut: 1.
Tidak mengandung bakteri patogen, missalnya: bakteri golongan coli; Salmonella typhi, Vibrio cholera dan lain-lain. Kuman-kuman ini mudah tersebar melalui air.
2.
Tidak mengandung bakteri non patogen seperti: Actinomycetes, Phytoplankton colifprm, Cladocera dan lain-lain. (Sujudi,1995) 1.
COD (Chemical Oxygen Demand)
COD yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air (Nurdijanto, 2000 : 15). Kandungan COD dalam air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air minum golongan B maksimum yang dianju rkan adalah 12 mg/l. apabila nilai COD melebihi batas dianjurkan, maka kualitas air tersebut buruk. 1.
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Adalah jumlah zat terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah bahan – bahan buangan didalam air (Nurdijanto, 2000 : 15). Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya tetepi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan. Penggunaan oksigen yang rendah menunjukkan kemungkinan air jernih, mikroorganisme tidak tertarik menggunakan bahan organik makin rendah BOD maka kualitas air minum tersebut semakin baik. Kandungan BOD dalam air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air dan air minum golongan B maksimum yang dianjurkan adalah 6 mg/l Adanya penyebab penyakit didalam air dapat menyebabkan efek langsung dalam kesehatan. Penyakitpenyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikro penyebabnya dapat masuk ke dalam air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
( Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1990 )
No Parameter
Satuan
FISIKA 1 Bau 2 Jumlah zat padat terlarut 3 Kekeruhan 4 Rasa 5 Warna 6 Suhu
Mg/L Skala NTU Skala TCU o C
7
Umhos/cm
Daya Hantar Listrik
KIMIA anorganik 1 Air raksa 2 Aluminium 3 Arsen 4 Barium 5 Besi 6 Florida 7 Kadmium 8 Kesadahan CaCO3 9 Klorida 10 Kromium valensi 6 11 Mangan 12 Natriun 13 Nitrat sebagai N 14 Nitrit sebagai N 15 Perak 16 .pH 17 Selenium 18 Seng 19 Sianida 20 Sulfat 21 Sulfida sebagao H2S 22 Tembaga 23 Timbal 24 Oksigen terlarut (DO) 25 Nikel 26 SAR (Sodium Absortion
Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt
Kadar Maksimum Golongan Golongan Golongan Golongan A B C D
1000 5
1000
1000
1000
15 Suhu udara 2250
0.001 0.001 0.2 0.005 0.05 1 1 0.3 5 0.5 1.5 0.005 0.01 500 250 600 0.005 0.05 0.1 0.5 200 10 10 1.0 1 0.05 6.5 – 8.5 5 – 9 0.01 0.01 5 5 0.1 0.1 400 400 0.05 0.1 1.0 1 0.05 0.01 >=6 -
0.002
0.005
1
1
1.5 0.01
0.01
0.003 0.05
1 2 60
0.06 6 – 9 0.05 0.02 0.02 0.002 0.02 0.03 >3
5 – 9 0.05 2
0.1 1 0.5 1.5 – 2.5
Ratio) Kimia Organik 1 Aldrin dan dieldrin 2 Benzona 3 Benzo (a) Pyrene 4 Chlordane (total isomer) 5 Chlordane 6 2,4 D 7 DDT 8 Detergent 9 1,2 Dichloroethane 10 1,1 Dichloroethane 11 Heptachlor heptachlor epoxide 12 Hexachlorobenzene 13 Lindane 14 Metoxychlor 15 Pentachlorophenol 16 Pestisida total 17 2,4,6 Trichlorophenol 18 Zat Organik (KMnO4) 19 Endrin 20 Fenol 21 Karbon kloroform ekstrak 22 Minyak dan lemak 23 Organofosfat dan carbanat 24 PCD 25 Senyawa aktif biru metilen 26 Toxaphene 27 BHC
Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt
0.0007 0.01 0.00001 0.0003 0.03 0.10 0.03 0.5 0.01 0.0003 0.003
Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt Mg/lt
0.00001 0.004 0.03 0.01 0.1 0.01 10 -
Mikrobiologik 1 Koliform tinja 2 Total koliform
Jml/100ml 0 Jml/100ml 3
2000 10000
Radioaktivitas 1 Gross Alpha activity 2 Gross Beta activity
Bq/L Bq/L
0.1 1.0
0.1 1.0
0.017
0.003 0.042
0.002
0.018
0.056 0.035
0.001 0.002 0.05 Nihil 0.1 Nihil 0.5 0.005
0.004 0.001 1 0.1 0.2 0.21
0.1 1.0
0.1 1.0
Golongan A : air untuk air minum tanpa pengolahan terlebih dahulu Golongan B : air yang dipakai sebagai bahan baku air minum melalui suatu pengolahan Golongan C : air untuk perikanan dan peternakan Golongan D : air untuk pertanian dan usaha perkotaan, industri dan PLT A. Kualitas air yang digunakan masyarakat harus memenuhi syarat kesehatan agar dapat terhindar dari berbagai penyakit maupun gangguang kesehatan yang dapat disebabkan oleh air. Untuk mengetahui kualitas air tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yang mencakup antara lain pemeriksaan bakteriologi air, meliputi Most Probable Number (MPN) dan angka kuman. Pemeriksaan MPN dilakukan untuk pemeriksaan kualitas air minum, air bersih, air badan, air pemandian umum, air kolam renang dan pemeriksaan angka kuman pada air PDAM. Khusus untuk air minum, disyaratkan bahwa tidak mengandung bakteri patogen, misalnya bakteri golongan E. coli, Salmonella typhi, Vibrio cholera . Kuman-kuman ini mudah tersebar melalui air (Transmitted
by
water )
dan
tidak
mengandung
bakteri
non-patogen,
seperti Actinomycetes dan Cladocera (Soewarno. 2002). Persyaratan Kualitas air minum secara Bakteriologis
Parameter
Satuan
1 1. Air Minum
2
E. coli
atau
Fecal coli 1. Air yang masuk sistem distribusi E. coli
atau
Fecal col Total Bakteri Coliform 1. Air pada sistem distribusi E. coli
atau
Fecal col Total Bakteri Coliform
Kadar maksimum yang Keterangan diperbolehkan 3 4
Jumlah per 100 0 ml sampel
Jumlah per 100 0 ml sampel Jumlah per 100 0 ml sampel
Jumlah per 100 0 ml sampel Jumlah per 100 0 ml sampel
Bagi manusia air minum adalah salah satu kebutuhan utama. Mengingat bahwa berbagai penyakit dapat dibawah oleh air kepada manusia memanfaatkannya, maka tujuan utama penyediaan air bersih/air minum
bagi masyarakat adalah untuk mencegah penyakit yang dibawah oleh air. Penyediaan air bersih selain kuantitas kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Air minum yang memenuhi baik kuantitas maupun kualitas sangat membantu menurunkan angka kesakitan penyakit perut terutama penyakit diare. Sehingga pengawasan terhadap kualitas air minum agar tetap memenuhi syarat-syarat kesehatan
berdasarkan
Kepmenkes
RI
No
907/Menkes/SK/VII/2002
tentang
syarat-syarat
dan
pengawasan kualitas air minum (Depkes, 2002) Ditinjau dari jumlah atau kuantitas air yang dibuthkan manusia, kebutuhan dasar air bersih adalah jumlah air bersih minimal yang perlu disediakan agar manusia dapat hidup secara layak yaitu dapat memperoleh air yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dasar sehari-hari (Sunjaya dalam Karsidi, 1999 : 18). Ditinjau dari segi kuantitasnya, kebutuhan air rumah tangga menurut Sunjaya adalah: 1.
Kebutuhan air untuk minum dan mengolah makanan 5 liter / orang perhari.
b. Kebutuhan air untuk higien yaitu untuk mandi dan membersihkan dirinya 25 – 30 liter / orang perhari. c. Kebutuhan air untuk mencuci pakaian dan peralatan 25 – 30 liter / orang perhari. d. Kebutuhan air untuk menunjang pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas sanitasi atau pembuangan kotoran 4 – 6 liter / orang perhari, sehingga total pemakaian perorang adalah 60 – 70 liter / hari di kota. Banyaknya pemakaian air tiap harinya untuk setiap rumah tangga berlainan, selain pemakaian air tiap harinya tidak tetap banyak keperluan air bagi tiap orang atau setiap rumah tangga itu masih tergantung dari beberapa faktor diantaranya adalah pemakaian air di daerah panas akan lebih banyak dari pada di daerah dingin, kebiasaan hidup dalam rumah tangga misalnya ingin rumah dalam keadaan bersih selalu dengan mengepel lantai dan menyiram halaman, keadaan sosial rumah tangga semakin mampu atau semakin tinggi tingkat sosial kehidupannya semakin banyak menggunakan air serta pemakaian air dimusim panas akan lebih banyak dari pada dimusim hujan. Sumber air merupakan salah satu komponen utama yang ada pada suatu sistem penyediaan air bersih, karena tanpa sumber air maka suatu system penyediaan air bersih tidak akan berfungsi (Sutrisno, 2000 : 13). Macam-macam sumber air yang dapat di manfaatkan sebagai sumber air minum sebagai berikut : 1. Air laut Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl.Kadar garam NaCl dalam air laut 3 % dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk diminum. 2. Air Atmosfer Untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran. Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi atau karatan. Juga air ini mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun. 3. Air Permukaan Adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran
industri dan lainnya. Air permukaan ada dua macam yaitu air sungai dan air rawa. Air sungai digunakan sebagai air minum, seharusnya melalui pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi. Air rawa kebanyakan berwarna disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk, yang menyebabkan warna kuning coklat, sehingga untuk pengambilan air sebaiknya dilakukan pada kedalaman tertentu di tengah-tengah. 4. Air tanah Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah didalam zone jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer (Suyono,1993 :1). 5. Mata air Yaitu air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas atau kuantitasnya sama dengan air dalam. Sistem penyediaan air bersih meliputi besarnya komponen pokok antara lain: unit sumber baku, unit pengolahan, unit produksi, unit transmisi, unit distribusi dan unit konsumsi, yaitu (1)Unit sumber air baku merupakan awal dari sistem penyediaan air bersih yang mana pada unit ini sebagai penyediaan air baku yang bisa diambil dari air tanah, air permukaan, air hujan yang jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan. (2) Unit pengolahan air memegang peranan penting dalam upaya memenuhi kualitas air bersih atau minum, dengan pengolahan fisika, kimia, dan bakteriologi, kualitas air baku yang semula belum memenuhi syarat kesehatan akan berubah menjadi air bersih atau minum yang aman bagi manusia. (3). Unit produksi adalah salah satu dari sistem penyediaan air bersih yang menentukan jumlah produksi air bersih atau minum yang layak didistribusikan ke beberapa tandon atau reservoir dengan sistem pengaliran gravitasi atau pompanisasi. (4). Unit produksi merupakan unit bangunan yang mengolah jenis jenis sumber air menjadi air bersih. Adapun beberapa sumber air yang dapat diolah untuk mendapatkan air bersih, yaitu sumur Dangkal/Dalam Pengolahan tidak lengkap hanya pengolahan Fe, Mn, dan pembubuhan desinfektan, sungai Pengolahan lengkap bila kekeruhannya tinggi > 50. danau NTU (Nephelometric Turbidity Unit) Pengolahan tidak lengkap, bila kekeruhan < 50 NTU, unit transmisi berfungsi sebagai pengantar air yang diproduksi menuju ke beberapa tandon atau reservoir melalui jaringan pipa. (Linsay, 1995)
Dalam penulisan telaah pustaka ini penulis mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.
Orang tua dan saudara-saudara yang telah memberikan dorongan moril dan materil.
2.
Bapak Prof. Ir. Urip Santoso, S.Ikom., M.Sc., Ph.D sebagai dosen mata kuliah Penyajian Ilmiah dan juga sebagai Ketua pusat penelitian lingkungan hidup Universitas Bengkulu yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan tentang materi perkuliahan.
3.
Rekan-rekan mahasiswa PSL yang telah ikut membantu dalam dorongan dalam pembuatan makalah ini.
Asmustawa,2007. Evaluasi Pengelolaan Kualitas Air Bersih Oleh Petuga Sanitasi Puskesmas Di Kabupaten Bungo. Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007 Chatip. 1997. Pengolahan Air Minum . Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan. Yogyakarta.
Depkes. 2002. Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum/Air Bersih . Jakarta. Jawet. 1992. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan Edisi 16 . EGC. Jakarta. Karsidi, 1999. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Pendapatan dengan Penggunaan Air Sungai oleh Penduduk di Sekitar Sungai Kali Jajar Demak. Semarang : Skripsi. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 Lindsay, RK dan kawan-kawan, Teknik Sumber Daya Air jilid 2, Erlangga, Jakarta, 1995 Linsley, Ray, K. & Franzini, JB., 1989. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta : Erlangga. Nurdijanto, 2000. Kimia Lingkungan . Pati. Yayasan peduli Lingkungan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan sistem penyediaan Air minum Razif, M. 2001. Pengolahan Air Minum . Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Santika, . 1984. Metode Penelitian Air . Usaha Nasional. Surabaya Indonesia Sujudi. 1995. Mikrobiologi Kedokteran . Edisi Revisi Bina Rupa Aksara. Jakarta. Surawira, U. 1996. Air Dalam Kehidupan Lingkungan Yang Sehat . Bandung. Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air . Yogyakarta : Andi Offset. Suharyono. 1996. Diari Akut Klinik dan Laboratorik . Rineka Cipta. Jakarta. Sutrisno, C Totok, 2000. Teknologi Penyediaan Air Bersih . Jakarta :Rineka Cipta. Suyono, 1993. Pengelolaan Sumber Daya Air. Fakultas Geografi Universitas Tim Mikrobiologi. 2003. Bakteriologi Medik . Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Bayumedia. Malang.
PENGENDALIAN MIKROORGANISME Mikroorganisme merupakan suatu kelompok organisme yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mata telanjang, sehingga diperlukan alat bantu untuk dapat melihatnya seperti mikroskop, lup dan lainlain. Cakupan dunia mikroorganisme sangat luas, terdiri dari berbagai kelompok dan jenis, sehingga diperlukan suatu cara pengelompokan at au pengklasifikasian. Hal itu Nampak dari kemampuannya
menginfeksi manusia, hewan, serta tanaman, menimbulkan penyakit yang berkisar dari infeksi ringan sampai pada kematian. Pengendalian mikroorganisme sangat e sensial dan penting di dalam industri dan produksi pangan, obat-obatan, kosmetika dan lainnya. Alasan utama pengendalian organisme adalah : 1) Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi. 2) Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi 3) Mencegah pembusukan dan perusakan bahan oleh mikroorganisme.
Dasar-dasar Pengendalian Berbagai macam sarana proses fisik telah terse dia untuk mengendalikan populasi mikroba. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan cara mematikan mikro-organisme, menghambat pertumbuhan dan metabolismenya, atau secara fisik menyingkirkannya. Cara pengendalian mana yang digunakan tergantung kepada keadaan yang berlaku pada situasi tertentu. Pemberian suhu tinggi/terutama pada uap bertekanan, merupakan salah satu cara yang paling efisien dan efektif untuk mensterilkan sesuatu bahan. Namun demikian bahan-bahan tertentu yang biasa digunakan di laboratorium, rumah-rumah penduduk, dan rumah-rumah sakit mudah rusak bila dikenai suhu tinggi. Prosedur sterilisasi pilihan seperti radiasi, penggunaan berkas elektron, atau penyaringan harus digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang akan rusak bila diberi suhu tinggi. Tersedia beribu-ribu zat kimia dipakai untuk mengendalikan mikroorganisme. Penting sekali memahami ciri-ciri pembeda masing-masing zat ini dan organisme yang dapat dikendalikannya serta bagaimana zatzat tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya. Setiap zat kimia mempunyai keterbatasan dalam keefektifannya, bila digunakan dalam kondisi praktis keterbatasan-keterbatasan ini perlu di amati. Tujuan yang dikehendaki dalam hal pengendalian mikroorganisme tidak selalu sama. Pada beberapa kasus mungkin perlu mematikan semua organisme (sterilisasi) sedangkan pada kasus-kasus lain mungkin cukup mematikan sebagian mikroorganisme tetapi tidak semua (sanitasi). Dengan demikian pemilihan suatu bahan kimia untuk penggunaan praktis dipengaruhi juga oleh hasil antimikrobial yang diharapkan daripadanya. Cara kerja zat-zat kimia dalam menghambat atau mematikan mikroorganisme itu berbeda -beda, beberapa diantaranya mengubah struktur dinding sel atau membran sel yang lain menghambat sintetis komponen-komponen seluler yang vital atau yang mengubah keadaan fisik bahan selular. Penget ahuan mengenai perilaku khusus tentang bagaimana suatu zat kimia menghasilkan efek anti mikroba sangat berguna baik untuk mempertimbangkan kemungkinannya bagi penggunaan praktis maupun untuk mengusulkan perbaikan-perbaikan apa yang mungkin dilakukan untuk merancang bahan bahan kimia baru.
Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena bertujuan merusak agen-agen patogen. Berbagai istilah digunakan berkaitan dengan agen-agen kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme yang khas yang terkena. Istilah-istilah ini meliputi desinfektan, antiseptic, agen bakteriostasis, bakterisida, germisida, sporisida, virisida, fungisida, dan preservative (pengawet). Mekanisme desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan ke desinfektan yang lain dapat menyebabkan kerusakan pada membran sel atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas yang berakibat kematian atau mutasi. Faktor yang mengubah laju desinfeksi mencakup macam agen konsentrasi, waktu dan suhu, jumlah mikroorgansime dengan ciri-cirinya (misalnya perbedaan jenis, spora, dan kapsul) dan keadaan medium yang mengelilinginya. Dalam merencanakan desinfeksi, desinfektan harus dipilih sesuai organisme yang akan dihancurkan dan material yang akan diperlakukan. Keamanan selalu menjadi pertimbangan utama, dan variabel perlu ditangani sebagaimana diperlukan untuk menjamin hasil yang aman. Berbagai uji dalam penggunaan untuk menilai agen-agen kimia. Semuanya menyediakan jumlah tertentu informasi yang berguna namun harus diingat keterbatasan uji yang digunakan.
Mikroorganisme, Penyakit-Resistensi dan Pemindah sebarannya Tubuh manusia mempunyai flora normal yang mulai diperolehnya segera setelah lahir. Setiap bagian tubuh mempunyai keadaan lingkungan khusus yang didiami berbagai mac am mikroba yang berbedabeda. Hasil interaksi antara inang dan mikroba ada yang menyerang inang. Apakah suatu mikroorganisme itu akan menimbulkan penyakit ditentukan oleh tidak hanya sifat- sifatnya, tetapi juga oleh kemampuan inangnya untuk menekan infeksi. Resistensi inang dapat berupa resistensi alamiah atau resistensi khusus. Resistensi alamiah bergantung kepada sejumlah faktor. Faktor-faktor resistensi yang dibawa sejak lahir adalah; spesies, ras dan perorangan. Faktor-faktor luar meliputi rintangan mekanis dan kimiawi tubuh. Diantara faktor-faktor pertahanan internal adalah peradangan, fagositosis, komplemen, dan interferon. Penyakit yang dipindahsebarkan melalui udara meliputi wahana tetesan liur dan sekresi pernafasan liurnya, debu tercemar, dan fomit. Gerbang masuk bagi penyebab pe nyakit adalah nasofaring. Beberapa infeksi asal udara ini menyerang sistem organ lain pada tubuh meskipun mereka memas uki tubuh melalui hidung maupun tenggorokan. Penyakit asal makanan ditularkan melalui penelanan makanan yang tercemar oleh jenis-jenis mikroorganisme tertentu dalam jumlah cukup tinggi sehingga mencakup dosis infektif. Ada dua
mekanisme yang terlibat pada peracunan makanan oleh mikrorganisme, yaitu infeksi asal makanan dan keracunan makanan. Sumber infeksi asal air yang sesungguhnya ialah tinja yang telah mencemari air. Bahan tinja mengandung mikroorganisme patogenik bila berasal dari orang-orang yang terinfeksi atau penular. Sayangnya, air merupakan wahana yang baik bagi penularan dan penyebaran penyakit-penyakit enterik semacam itu, yang kesemuanya mempunyai rute tinja ke mulut ke usus. Rute ini harus dihambat untuk dapat mengendalikan infeksi enterik asal air dengan baik. Arthropoda tidak hanya merupakan penular mekanis penyakit ( seperti penularan demam tifoid oleh lalat rumah), tetapi juga merupakan vektor biologis, karena mikroba patogenik yang ditularkannya berinkubasi dan berkembang di dalam diri mereka. Terdapat sejumlah besar penyakit yang ditularkan oleh arthropoda. Mereka menyerang berjuta-juta manusia dan tersebar luas diseluruh muka bumi. Mikroorganisme dapat dikendalikan dengan beberapa cara, dapat dengan diminimalisir, dihambat dan dibunuh dengan sarana atau proses fisika atau bahan kimia. Ada beberapa cara untuk mengendalikan jumlah populasi mikroorganisme, diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Cleaning (kebersihan) dan Sanitasi Cleaning dan Sanitasi sangat penting di dalam mengurangi jumlah populasi mikroorganisme pada suatu ruang/tempat. Prinsip cleaning dan sanitasi adalah menciptakan lingkungan yang tidak dapat menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba se kaligus membunuh sebagian besar populasi mikroba. b) Desinfeksi Adalah proses pengaplikasian bahan kimia (desinfektans) terhadap peralatan, lantai, dinding atau lainnya untuk membunuh sel vegetatif mikrobial. Desinfeksi diaplikasikan pada benda dan hanya berguna untuk membunuh sel vegetatif saja, tidak mampu membunuh spora. c) Antiseptis Merupakan aplikasi senyawa kimia yang bersifat antiseptis terhadap tubuh untuk melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menghancurkan atau menghambat aktivitas mikroba. d) Sterilisasi Proses menghancurkan semua jenis kehidupan sehingga menjadi steril. Sterilisasi seringkali dilakukan dengan pengaplikasian udara panas. Ada dua metode yang sering digunakan, yaitu :
1)
Panas lembab dengan uap jenuh bertekanan. Sangat efektif untuk sterilisasi karena menyediakan
suhu jauh di atas titik didih, proses cepat, daya tem bus kuat dan kelembaban sangat tinggi sehingga mempermudah koagulasi protein sel-sel mikroba yang menyebabkan sel hancur. Suhu efektifnya adalah 121oC pada tekanan 5 kg/cm2 de ngan waktu standar 15 menit. Alat yang digunakan : pressure cooker, autoklaf (autoclave) dan retort. 2)
Panas kering, biasanya digunakan untuk mensterilisasi alat-alat laboratorium. Suhu efektifnya
adalah 160oC selama 2 jam. Alat yang digunakan pada umumnya adalah oven. e) Pengendalian Mikroba dengan Suhu Panas lainnya a)
Pasteurisasi :
Proses pembunuhan mikroba patogen dengan suhu terkendali berdasarkan waktu kematian termal bagi tipe patogen yang paling resisten untuk dibasmi. Dalam proses pasteurisasi yang terbunuh hanyalah bakteri patogen dan bakteri penyebab kebusukan namun tidak pada bakteri lainnya. Pasteurisasi biasanya dilakukan untuk susu, rum, anggur dan makanan asam lainnya. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit. b)
Tyndalisasi :
Pemanasan yang dilakukan biasanya pada makanan dan m inuman kaleng. Tyndalisasi dapat membunuh sel vegetatif sekaligus spora mikroba tanpa merusak zat-zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang diproses. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit dalam waktu tiga hari berturut turut. c)
Boiling :
Pemanasan dengan cara merebus bahan yang akan disterilkan pada suhu 100oC selama 10 -15 menit. Boiling dapat membunuh sel vegetatif bakteri yang patogen maupun non patogen. Namun spora dan beberapa virus masih dapat hidup. Biasanya dilakukan pada alat-alat kedokteran gigi, alat suntik, pipet, dll. d)
Red heating :
Pemanasan langsung di atas api bunsen burner (pembakar spiritus) sampai berpijar merah. Biasanya digunakan untuk mensterilkan alat yang sederhana seperti jarum ose. e)
Flaming :
Pembakaran langsung alat-alat laboratorium diatas pembakar bunsen dengan alkohol atau spiritus tanpa terjadinya pemijaran.
f) Pengendalian Mikroba dengan Radiasi Bakteri terutama bentuk sel vegetatifnya dapat te rbunuh dengan penyinaran sinar ultraviolet (UV) dan sinar-sinar ionisasi. a)
Sinar UV :
Bakteri yang berada di udara atau yang berada di lapisan permukaan suatu benda yang terpapar sinar UV akan mati. b)
Sinar Ionisasi :
Sinar ionisasi adalah sinar X, sinar alfa, sinar beta dan sinar gamma. S terilisasi dengan sinar ionisasi memerlukan biaya yang besar dan biasanya hanya digunakan pada industri farmasi maupun industri kedokteran. -
Sinar X : Daya penetrasi baik namun perlu energi besar.
-
Sinar alfa : Memiliki sifat bakterisidal tetapi tidak memiliki daya penetrasi.
-
Sinar beta : Daya penetrasinya sedikit lebih besar daripada sinar X.
-
Sinar gamma : Kekuatan radiasinya besar dan efektif untuk sterilisasi bahan makanan.
g) Pengendalian Mikroba dengan Filtrasi Ada dua filter, yaitu filter bakteriologis dan filter udara. a)
Filter bakteriologis biasanya digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap
pemanasan, misalnya larutan gula, serum, antibiotika, antitoksin, dll. Teknik filtrasi prinsipnya menggunakan penyaringan, dimana yang tersaring hanyalah bakteri saja. Diantara jenis filter bakteri yang umum digunakan adalah : Berkefeld (dari fosil diatomae), Chamberland (dari porselen), Seitz (dari asbes) dan seluosa. b)
Filter udara berefisiensi tinggi untuk menyaring udara berisikan partikel (High Efficiency Particulate
Air Filter atau HEPA) memungkinkan dialirkannya udara bersih ke dalam ruang tertutup dengan sistem aliran udara laminar (Laminar Air Flow) h) Pengendalian Mikroba dengan Bahan K imia Saat ini, telah banyak agen kimia yang berpotensi untuk membunuh atau menghambat mikroba. Penelitian dan penemuan senyawa kimia baru terus berkembang. Agen kimia yang baik adalah yang memiliki kemampuan membunuh mikroba secara cepat dengan dosis yang rendah tanpa merusak bahan atau alat yang didisinfeksi. Pada prinsipnya, cara kerja agen kimia ini digolongkan menjadi : a)
Agen kimia yang merusak membran sel mikroba.
b)
Agen kimia yang merusak enzim mikroba.
c)
Agen kimia yang mendenaturasi protein.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas agen kimia di dalam mengendalikan mikroba, yaitu : a)
Konsentrasi agen kimia yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasinya maka efektivitasnya
semakin meningkat. b)
Waktu kontak. Semakin lama bahan tersebut kontak dengan bahan yang disterilkan maka hasilnya
akan semakin baik. c)
Sifat dan jenis mikroba. Mikroba yang berkapsul dan berspora lebih resisten dibandingkan yang
berkapsul dan berspora. d)
Adanya bahan organik dan ekstra. Adanya bahan-bahan organik dapat menurunkan efektivitas agen
kimia. e)
pH atau derajat keasaman. Efektivitas bahan kimia dapat berubah seiring dengan perubahan pH.
a) Agen Kimia yang merusak membran sel 1.
Golongan Surfaktans (Surface Active Agents), yaitu golongan anionik, kationik dan nonionik.
2.
Golongan fenol.
b) Agen Kimia merusak enzim 1.
Golongan logam berat seperti arsen, perak, merkuri, dll.
2.
Golongan oksidator seperti golongan halogen, peroksida hidrogen dan formaldehid.
c) Agen Kimia yang menyebabkan denaturasi protein Agen kimiawi yang menyebabkan terjadinya koagulasi dan presipitasi protoplasma, seperti alkohol, gliserol dan bahan-bahan asam dan alkalis. Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan lensa pembesar atau mikroskop. Makhluk yang sangat kecil tersebut disebut mikroorganisme atau mikroba, dan ilmu yang mempelajari tentang mikroba yang sering ditemukan pada pangan disebut mikrobiologi pangan. Yang dimaksud dengan pangan disini mencakup semua makanan, baik bahan baku pangan maupun yang sudah diolah.
Mikrobiologi Industri
Mikrobiologi industri membahas perbanyakan mikroorganisme dalam jumlah besar, di bawah kondisi terkendali, yang bertujuan untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi dan bermanfaat. Langkahlangkah yang harus dilakukan untuk m ikrobiologi industri adalah isolasi dan seleksi mikroorganisme; seleksi media yang sesuai dengan tujuan; sterilisasi semua bagian penting untuk mencegah kontamitasi oleh mikroba lain; dan evaluasi hasil. Penentuan produk industri menggunakan jasa mikroorganisme sangat tergantung dari sifat-sifat mikroorganisme yang dipilih. Mikroorganisme yang dipilih harus memenuhi kriteria-krite ria: memiliki sifat-sifat yang stabil; mampu tumbuh pesat; tidak patogenik; memiliki sifat potensial menjamin proses biotransformasi berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Mikroorganisme yang terpilih ini berupa galur-galur unggul. Sedangkan penentuan media dan bagian pengendali proses lainnya disesuaikan dengan spesifikasi sifat mikroorganisme serta enzim-enzimnya. Macam-macam tipe produk industri dari mikroorganisme antara lain : sel-sel mikroorganisme itu sendiri sebagai produk .yang dikehendaki; enzim-enzim yang dihasilkan mikroorganisme; metabolit dari mikroorganisme. Meskipun produk fermentasi telah dikonsumsi selama ribuan tahun, hanya pada abad kesembilan be las adalah aktivitas mikroba yang berkaitan dengan proses fermentasi. Segera setelah itu pe nemuan, mikroorganisme, terutama bakteri, secara selektif diperkenalkan pada tingkat komer sial. Teknik yang dikembangkan secara bertahap untuk fermentasi murni-budaya dan perbaikan strain, tetapi kemajuan besar dalam mikrobiologi industri terjadi selama Perang Dunia II dengan produksi skala besar penisilin oleh fermentasi terendam-budaya. Pada tahun 1950, mikrobiologi industri mengalihkan fokus kepada produksi agen terapeutik, terutama antibiotik. Kemajuan dalam biologi molekuler telah sangat meningkatkan potensi aplikasi mikrobiologi industri di bidang-bidang seperti pengobatan, diagnostik, perlindungan lingkungan, dan pertanian. Teknik rekayasa genetika, bersama dengan perkembangan teknologi di Bioprocessing, membuat produksi skala besar kemungkinan senyawa alami kompleks yang lain akan sangat sulit diperoleh. Senyawa mikroba komersial diproduksi dalam dua tahap yang berbeda: fermentasi dan pemulihan produk. Produksi biasanya terjadi di dalam fermentor batch, dimana gas dari komposisi yang terkontrol dan aliran ditiupkan melalui diaduk mikroba murni disuspensikan dalam medium cair komposisi gizi yang optimal. Produk pemulihan dan pemurnian melibatkan serangkaian operasi. L angkah pertama biasanya melibatkan gangguan sel atau pemisahan sel atau puing-puing selular dari media cairan, biasanya melalui sentrifugasi dan filtrasi. Kemudian tahap pemurnian termasuk halus filtrasi membran, ekstraksi, curah hujan, dan kromatografi. Produk yang paling terlihat dari mikrobiologi industri adalah terapi untuk kesehatan manusia. sintesis mikroba merupakan metode yang disukai produksi untuk obat kesehatan yang paling peduli de ngan kimia yang kompleks. Mikroorganisme masih memiliki kemampuan luar biasa untuk menghasilkan antibiotik komersial baru, kelas terbesar obat, dan untuk peningkatan hasil lanjutan. Dengan teknologi DNA rekombinan, banyak protein dan polipeptida yang hadir secara alami dalam tubuh manusia dalam jumlah jejak dapat diproduksi dalam jumlah besar selama fermentasi mikroorganisme rekombinan.
Aktivitas mikroba telah lama menjadi dasar untuk fasilitas pengolahan limbah, dan industri dan pembersihan limbah berbahaya, atau bioremediasi, telah menjadi sangat penting. Bioremediasi keberhasilan telah dicapai dengan me nggunakan bakteri asli untuk menurunkan produk minyak bumi, herbisida diklorinasi beracun, dan biocides beracun.
Mikrobiologi Pangan Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan, baik yang mer ugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba yang merugikan misalnya y ang menyebabkan kerusakan atau kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan. Sedangkan mikroba yang menguntungkan adalah yang berperan dalam proses fermentasi pangan, misalnya dalam pembuatan tempe,oncom, kecap, tauco, tape, dll. Oleh sebab itu dengan mengetahui sifat-sifat mikroba pada pangan kita dapat mengatur kondisi sedemikian rupa sehingga pertumbuhan mikroba yang merugikan dapat dicegah, sedangkan mikroba yang menguntungkan dirangsang pertumbuhannya.
Mikroba terdapat dimana-mana, misalnya di dalam air, tanah, udara, tanaman, hewan, dan manusia. Oleh karena itu mikroba dapat masuk ke dalam pangan melalui berbagai c ara, misalnya melalui air yang digunakan untuk menyiram tanaman pangan atau mencuci bahan baku pangan, terutama bila air tersebut tercemar oleh kotoran hewan atau manusia. Mikroba juga dapat masuk ke dalam pangan melalui tanah selama penanaman atau pemanenan sayuran, melalui debu dan udara, melalui hewan dan manusia, dan pencemaran selama tahap-tahap penanganan dan pengolahan pangan. Dengan mengetahui berbagai sumber pencemaran mikroba, kita dapat melakukan tindakan untuk mencegah masuknya mikroba pada pangan. Pangan yang berasal dari tanaman membawa mikroba pada permukaannya dari sejak ditanam, ditambah dengan pencemaran dari sumber-sumber lainnya seperti air dan tanah. Air merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari kotoran hewan dan manusia, termasuk di antaranya bakteri-bakteri penyebab penyakit saluran pencemaan. Tanah merupakan sumber pencemaran bakteribakteri yang berasal dari tanah, terutama bakteri pembentuk spora yang sangat tahan terhadap keadaan kering. Pada pangan yang berasal dari hewan, mikroba mungkin berasal dari kulit dan bulu hewan tersebut dan dari saluran pencemaan, ditambah dengan pencemaran dari lingkungan di sekitamya. Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan yang terkena penyakit dengan se ndirinya juga membawa mikroba patogen yang menyebabkan penyakit tersebut. Tangan manusia merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari luka atau infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang berasal dari tangan manusia, yaitu Staphylococcus, dapat menyebabkan keracunan pangan. Selain itu orang yang sedang menderita atau baru sembuh dari penyakit infeksi saluran pencemaan seperti tifus, kolera dan disenteri, juga m erupakan pembawa bakteri penyebab
penyakit tersebut sampai beberapa hari atau beberapa minggu setelah sembuh. Oleh karena itu orang tersebut dapat menjadi sumber pencemaran pangan jika ditugaskan menangani atau mengolah pangan. Jenis-jenis Mikroorganisme Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan keracunan melalui pangan adalah: 1.
Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, te rgolong bakteri Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut. Gejala keracunan: Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri perut seperti k ram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan 2. Clostridium botulinum Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 800 C selama 30 menit cukup untuk me rusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan. Gejala keracunan: Gejala botulism berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda, tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot , paralisis, dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah toksin terte lan. Masa sakit dapat berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari. 3. Staphilococcus aureus Terdapat 23 spesies Staphilococcus, tetapi Staphilococcus aureus merupakan bakteri yang paling banyak menyebabkan keracunan pangan. Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap ter tinggal. Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit. Gejala keracunan:
Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka w aktu 4-6 jam, berupa mual, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam ringan Beberapa bakteri patogen yang dapat menginfeksi tubuh melalui pangan sehingga menimbulkan sakit adalah: 1. Salmonella Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pamasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis.
Gejala keracunan: Pada kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare, kram perut, dan demam yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. G ejala lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat berlangsung selama lebih dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella ini juga dapat membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang lanjut usia, serta o rang yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh. 2. Clostridium perfringens Clostridium perfringens merupakan bekteri Gram-positif yang dapat membentuk endospora serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging mentah, unggas, dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens dapat menghasilkan 5 enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam usus. Gejala keracunan: Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8 -24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel ve getatif bakteri akan menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang timbul berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjut selama 12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat berlangsung selama 1-2 m inggu (terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia). 3. Escherichia coli Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram -negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia, seperti Enterohaemorragic Escherichia coli
(EHEC). Escherichia coli O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat. E. coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan. Gejala keracunan: Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa k asus dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8 hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari. Bakteri pada pencemaran makanan lainnya yaitu : a. Clostridium Welchii dan Perfringens Bakteri ini biasanya terdapat dalam makanan-makanan kaleng, karena spora-spora yang tidak mati dalam proses pasteurisasi. Dalam keadaan tertutup dengan pernafasan anaerob dari bakteri ini dan suhu yang menguntungkan, maka spora-spora tersebut dapat tumbuh menjadi bakteri serta menghasilkan toksin. b. Pseudomonas Cocovenenans Pseudomonas Cocovenenans terdapat pada tempe bongkrek, yaitu makanan khas di Jawa tengah yang terbuat dari ampas kelapa. c. Neurospora Sitophila Bakteri ini terdapat pada oncom yang dalam pembuatannya menggunakan ragi berupa jamur Monilia Sitophila yaitu salah satu spesies jamur tak sempurna.
d. Aspergillus Flavus Bakteri ini terdapat pada udang dalam kondisi tertentu yang menyebabkan bakteri ini berkembang dan menghasilkan racun Aflatoksin yang berbahaya sekali j ika sampai termakan. e. Clostridia Anaerob Bakteri ini berkembang dalam produksi pengalengan daging di mana pemanasan yang dilakukan tidak cukup.
f. Clostridium Aerofoeticum dan C. Welchii Ciri dari pencemaran makanan oleh bakteri ini adalah adanya bau busuk pada makanan tersebut.
Bioteknologi dengan menggunakan Mikroorganisme
Pada umumnya bioteknologi menggunakan mikroorganisme karena dapat tumbuh dengan cepat, mengandung protein yang cukup tinggi, dapat menggunakan produk-produk sisa sebagai substratnya misalnya dari limbah dapat menghasilkan produk yang tidak toksik dan reaksi biokimianya dapat dikontrol oleh enzim organisme itu sendiri. Bioteknologi dengan menggunakan mikroorganisme dapat menghasilkan makanan dan minuman, penghasil obat, pembasmi hama t anaman, pengolah limbah, pemisah logam dari bijih logam.
Mikroorganisme Pengubah dan Penghasil Makanan dan Minuman Proses fermentasi dari suatu organisme dapat mengubah suatu makanan dan minuman. Ingatlah kembali pelajaran Metabolisme, proses fermentasi merupakan perubahan enzimatik secara anaerob dari suatu senyawa organic dan menjadi produk organik yang lebih sederhana. Mengapa mikroorganisme dijadikan sebagai sumber makanan? Hal te rsebut disebabkan mikroorganisme dapat tumbuh menjadi dua kali lipat dan juga massa mikroba minimal mengandung 40% protein dan memiliki kandungan vitamin dan mineral yang tinggi. Beberapa jenis mikroorganisme dalam produk makanan dan minuman adalah sebagai berikut. a. Pembuatan Tape Tape merupakan makanan hasil fermentasi yang mengandung alkohol. Makanan ini dibuat dari beras ketan ataupun singkong dengan jam ur Endomycopsis fibuligera, Rhizopus oryzae, ataupun Saccharomyces cereviceae sebagai ragi. R agi tersebut tersusun oleh tepung beras, air te bu, bawang merah dan putih, kayu manis. Sebelum membuat tape perlu diperhatikan untuk menghasilkan kualitas yang bagus, warnanya menarik, rasanya manis dan strukturnya lembut dengan menggunakan cara antara lain: a. bahan dasar singkong atau beras ketan memiliki kualitas baik; b. memperhitungkan macam dan banyak ragi yang digunakan; c. memilih cara pemasakan bahan dasar (ditanak atau direbus);
d. memilih cara menyimpan tape (dengan plastik atau daun); e memperhatikan keadaan lingkungan pada saat menyimpannya. Adakalanya pembuatan tape ketan dilanjutkan yang akhirnya akan menghasilan brem, baik untuk diminum atau untuk kue. b. Pembuatan Tempe Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber protein nabati yang cukup tinggi. Tempe ter buat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan mengubah protein kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahanperubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti diare. Bagaimana rasa perut Anda apabila makan tempe setiap hari? Bagaimana pula cara membuat tempe? Coba Anda lihat kembali pelajaran kelas X tentang jamur atau fungi! c. Pembuatan Oncom Pernahkan Anda makan oncom? Oncom merupakan makanan yang dikenal di kawasan Jawa Barat. Oncom terbuat dari ampas tahu, yaitu ampas kedelai dengan bantuan jamur Neurospora sitophila. Jamur ini dapat menghasilkan zat warna merah atau oranye yang merupakan pewarna alami. Neurospora dapat mengeluarkan enzim amilase, lipase protease yang aktif selama proses ferme ntasi. Selain itu, juga dapat menguraikan bahan-bahan dinding sel ampas kacang kedelai, singkong, atau kelapa. Fermentasi ini juga menyebabkan terbentuknya sedikit alkohol dan berbagai ester yang beraroma sedap. d. Pembuatan Kecap Kecap terbuat dari kacang kedelai berwarna hitam. Untuk mempercepat fermentasi biasanya dicampurkan sumber karbohidrat atau energi yang berbentuk tepung beras atau nasi, sedangkan warna larutan kecap yang terjadi, tergantung pada waktu. Perendaman kedelai dilakukan dalam larutan garam, maka pembuatan kecap dinamakan fermentasi garam. Fermentasi pada proses pembuatan kecap dengan menggunakan jasmur Aspergillus wentii dan Rhizopus sp. Coba Anda perhatikan beberapa kecap di pasaran, ada yang kental, ada pula yang ence r. Kecap yang kental karena banyak ditambahkan gula merah, gula aren, atau gula kelapa, se dangkan kecap yang encer dikarenakan mengandung lebih banyak garam. Ada juga kecap ikan, kecap udang, dan sebagainya. Itu bisa dilakukan karena selama proses pembuatan ada penambahan sari ikan ataupun sari udang ke dalamnya. e. Pembuatan Asinan Sayuran Asinan sayuran merupakan sayuran yang diawetkan dengan jalan fermentasi asam. Bakteri yang digunakan adalah Lactobacillus sp., Streptococcus sp., dan Pediococcus. Mikroorganisme tersebut
mengubah zat gula yang terdapat dalam sayuran menjadi asam laktat. Asam laktat yang terbentuk dapat membatasi pertumbuhan mikroorganisme lain dan memberikan rasa khas pada sayuran yang difermentasi atau sering dikenal dengan nama ‘acar’.
Perkembangan bioteknologi saat ini sangat berkembang dan dapat membantu, serta bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dampak positif dari bioteknologi adalah dapat mengatasi kekurangan bahan makanan karena dapat diproduksi secara cepat dan efisien tempat untuk proses pembuatannya, misalnya protein sel tunggal, dapat menghasilkan obat-obatan, antibodi, hormon insulin sehingga dapat membantu kesehatan tubuh manusia, dapat membantu mengatasi pencemaran lingkungan, dan menyediakan energy misalnya biogas. Jika m anusia kesulitan dalam memperoleh keturunan dapat diatasi dengan adanya bayi tabung. Selain menguntungkan perkembangan bioteknologi juga m enimbulkan dampak negatif misalnya adanya penemuan bayi tabung dan kloning yang menimbulkan pro dan kontra masyarakat. Ada juga kekhawatiran manusia sendiri dengan keterampilan merekayasa genetik dapat dimanfaatkan untuk kejahatan, misalnya mengubah gen bakteri menjadi ganas yang digunakan sebagai senjata biologi. Dengan munculnya tumbuhan dan hewan tr ansgenic dikhawatirkan akan mempengaruhi keseimbangan lingkungan, sulit dikendalikan, bahkan dapat membahayakan keselamatan manusia itu sendiri. Sampai saat ini manusia terus menerus menggali dan mengkaji rahasia alam yang belum ter ungkap. Perkembangan bioteknologi telah banyak memberikan sumbangan baik bagi sains, teknologi, lingkungan, dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
J. Pelczar, Jr. Michael.2005. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia: Jakarta. http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/pengendalian-mikroorganisme/ http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-and-biotechnology/2058466-pengantarmikrobiologi-pangan/ http://www.duniakimia.co.cc/2011/05/mikrobiologi-pangan.html http://lena-unindrabio2a.blogspot.com/2009/05/genetika-dan-pengendalian-mikrobiologi.html (http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/pengendalian-mikroorganisme/)
LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN JUMLAH KUMAN PADA ALAT MAKAN (PIRING) DI KANTIN UNIVERSITAS HASANUDDIN BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan adalah sumber energi satu-satunya bagi manusia. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makananpun harus terus bertambah melebihi jumlah penduduk ini, apabila kecukupan pangan harus tercapai. Permasalahan yang timbul dapat diakibatkan kualitas dan kuantitas bahan pangan. Hal ini tidak boleh terjadi atau tidak dikehendaki karena orang makan itu sebetulnya bermaksud mendapatkan energi tetap dapat bertahan hidup, dan tidak untuk menjadi sakit karenanya. Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat penting (Slamet, 2009).
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan, antara lain menjamin keamanan dan kebersihan makanan, mencegah penularan wabah penyakit, mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat, dan mengurangi tingkat kerusakan atau pembususkan pada makanan. Upaya pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan, peralatan pengolahan makan dan proses pengolahannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan makanan, antara lain adalah higiene perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih (Chandra, 2006). Dalam mendapatkan
makanan
dan
minuman
yang
memenuhi syarat
kesehatan, maka perlu diadakan pengawasan terhadap higiene dan sanitasimakanan dan minuman utamanya adalah usaha diperuntukkan untuk umumseperti restoran, rum
ah makan, ataupun pedagang kaki lima mengingatbahwa makanan dan minuman m erupakan media yang potensial dalam penyebaran penyakit (Depkes, 2004). Kontaminasi makanan dapat terjadi setiap saat, salah satunya dari peralatan makanan yang digunakan tidak memenuhi syarat kesehatan. Di Indonesia peraturan telah dibuat dalam bentuk Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, bahwa untuk 2
persyaratan peralatan makanan tidak boleh bakteri lebih dari 0 koloni/cm . Peranan peralatan makanan dalam pedagang makanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari prinsip-prinsip penyehatan makanan ( Food hygiene ). Setiap peralatan makan (piring, gelas, sendok) harus selalu dijaga kebersihannya setiap saat digunakan. Alat makan (piring, gelas, sendok) yang kelihatan bersih belum merupakan jaminan telah memenuhi persyaratan kesehatan, karena didalam alat makan (piring, gelas, sendok) tersebut tercemar bakteri E.coli yang menyebabkan alat makan (piring, gelas, sendok) tersebut tidak memenuhi kesehatan. Untuk itu pencucian peralatan sangat penting diketahui secara mendasar, dengan pencucian secara baik akan menghasilkan peralatan yang bersih dan sehat pula. Dengan menjaga kebersihan peralatan makan (piring, gelas, sendok), berarti telah membantu mencegah pencemaran atau kontaminasi makanan yang dikonsumsi (Djajadinigrat, 1989 dalam Pohan, 2009). Pada percobaan ini akan dilakukan pemeriksaan jumlah kuman pada peralatan makanan dengan sampel piring untuk mengetahui apakah paralatan makanan tersebut layak atau tidak digunakan untuk makan. B. Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui jumlah kuman pada alat makan khususnya pada piring di Kantin Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.
C. Prinsip Percobaan
1. Tangan dan meja tempat praktikum harus dalam keadaan steril.
2. Alat dan bahan harus dalam keadaan steril. 3. Tabung reaksi diplambir sebelum dan sesudah dimasukkan sampel untuk menjaga agar tabung tetap steril. 4. Pipet ukur harus selalu dibersihkan dengan menggunakan akuades sebelum digunakan. 5. Pipet ukur harus diplambir sebelum dan sesudah digunakan. 6. Sampel dihomogenkan dengan menggunakan vortex mix er. 7. Diperlukan ketelitian dalam melakukan percobaan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Peralatan Makanan Peranan peralatan makan dan masak dalam higiene sanitasi makanan sangat penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip-prinsip hygiene sanitasi makanan. Peralatan makan dan masak perlu juga dijaga kebersihannya setiap saat dipergunakan. Untuk itu peranan pembersihan atau pencucian peralatan perlu diketahui secara mandasar. Dengan membersihkan peralatan secara baik, akan mengahsilkan alat pengolahan makanan yang bersih dan sehat. Peralatan makan meliputi piring, gelas, mangkuk, cangkir, sendok, pisau, dan garpu. Peralatan dapat berupa peralatan kaca, logam atau tembikar. Peralatan masak meliputi kuali, dandang, serokan, pisau, talenan, oven dan sebagainya (Depkes, 2004). Perlindungan peralatan makan dimulai dari keadaan bahan. Bahan yang baik adalah bila tidak larut dalam makanan, mudah dicuci dan aman digunakan. Peralatan utuh, aman dan kuat, peralatan yang sudah retak, atau pecah selain dapat menimbulkan kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak akan dapat tercuci sempurna. Demikian pula bila berukir hiasan, hiasan merk atau cat pada permukaan tempat makanan tidak boleh digunakan. Adapun persyaratan peralatan makanan, yaitu (Pohan, 2009) : 1. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan. 2. Peralatan tidak rusak, retak dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan.
3. Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus tidak ada sudut mati, rata halus dan mudah dibersihkan. 4. Peralatan harus dalan keadaan bersih sebelum digunakan. 5. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung
angka
kuman
yang
melebihi
ambang
batas,
dan
tidak
boleh
mengandung E.coli . 6. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan : a. Pencucian peralatan harus menggunakan sabun atau deterjen air dingin, air panas, sampai bersih. o
b. Dibebas hamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm, air panas 800 C selama 2 menit. 7. Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau buatan dan tidak boleh dilap dengan kain. 8. Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih, ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber pengotoran / kontaminasi dan binatang perusak. Menurut Depkes 2004, Peralatan makan yang kita gunakan harus bersih, agar kita terhindar dari kemungkinan penularan penyakit. oleh karena itu perlu dilakukan uji sanitasi alat makan. Cara sederhana untuk memastikan alat makan kita bersih atau tidak, bisa dilakukan dengan uji kebersihan alat sebagai berikut. Menguji kebersihan secara fisik dapat dilakukan dengan cara : 1. Menaburkan tepung pada piring yang sudah dicuci dalam keadaan kering. Bila tepungnya lengket pertanda pencucian belum bersih.
2. Menaburkan garam pada piring yang kering, pertanda pencucian belum bersih. 3. Penetesan
air
pada
piring
yang
kering.
Bila
air
jatuh
pada
piring
ternyata
menumpuk/atau tidak pecah pertanda pencucian belum bersih. 4. Penetesan dengan alkohol, jika terjadi endapan pertanda pencucian belum bersih. 5. Penciuman aroma, bila tercium bau amis pertanda pencucian belum bersih. 6. Penyiraman. Bila peralatan kelihatannya kusam/tidak cemerlang berarti pencucian belum bersih. Menguji kebersihan secara bakteriologi dilakukan dengan cara 1. Pengambilan usapan kapas steril ( swab ) pada peralatan yang disimpan. Nilai kebersihan dihitung dengan angka sebagai berikut: a.
Angka kuman sebanyak-banyaknya 100/cm dari permukaan alat yang diperiksa
b. Angka kuman E Coli harus 0/cm2 2. Pengambilan usapan kapas steril pada peralatan dilakukan segera setelah pencucian. Hal ini untuk menguji proses pencucian karena semakin lama akan semakin banyak terjadi pencemaran bakteri yang berasal dari udara dan akan memberikan penyimpangan lebih tinggi dari keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/SK/VI/2011 tentang hygiene sanitasi jasa boga, persyaratan tempat pencucian peralatan dan bahan makanan sebagai berikut : 1. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari
tempat
pencucian bahan pangan. 2. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen. 3. Pencucian
bahan
dicuci dengan
makanan yang tidak
dimasak
atau
dimakan
menggunakan larutan Kalium Permanganat
mentah
harus
(KMnO4) dengan
konsentrasi 0,02% selama 2
menit atau larutan kaporit dengan konsentrasi
70% selama 2 menit atau dicelupkan ke dalam air mendidih (suhu 80° C -100° C) selama 1 – 5 detik. 4. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya. B. Tinjauan Umum Tentang Bakteri Pada Alat Makanan.
Dalam dunia mikrobiologi, dikenal beberapa istilah seperti inokulasi, kultur dan isolasi. Inokulasi adalah suatu usaha menumbuhkan mikroorganisme dari satu sumber ke media pertumbuhan steril. Biakan yang tumbuh disebut dengan kultur. Isolat adalah biakan murni dari mikroorgansime yang diharapkan berasal dari
satu
jenis,
sedangkan
isolasi
adalah
usaha
untuk
mendapatkan
isolat. Tahapan sederhana dalam mengidentifikasi bakteri, yaitu: 1. 2.
Menumbuhkan mikroorganisme dalam media sintetik cawan petri.
Koloni yang tumbuh pada tahap 1 merupakan koloni campuran, sehingga perlu tahap lanjut.
3. Koloni yang benar-benar terpisah dari suatu kultur campuran dikarakterisasi tipe
pertumbuhan (karakterisasi makroskopis) kemudian diisolasi murni pada media miring (slant agar) dalam tabung reaksi. 4.
Identifikasi dilanjutkan hingga tingkat mikroskopis berdasarkan sifat-sifat tertentu yang tercantum dalam Bergey`s Manual of Determin ative Bacteriology . Dalam mengembangbiakkan mikroorganisme, khususnya bakteri, alat-alat yang digunakan harus steril. Sterilisasi dilakukan dengan memanaskan seluruh alat, seperti cawan petri, ose, tabung reaksi, dll di dalam autoclave . Sterilisasi dilakukan pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm dan dilakukan selama 15 menit. Ini dilakukan gar sel-sel vegetatif bakteri mati, sehingga dapat menurunkan resiko
kontaminasi. Sterilisasi juga menjadi syarat utama untuk bekerja di laboratorium (Dwidjoseputro, 2005).
Beberapa bakteri koloni yang terdapat pada makanan yang dapat menyebabkan penyakit, yaitu (SNI 7388: 2009):
1. Vibr io Parahemoli tik adalah bakteri halofilik yang merupakan bakteri bentuk batang Vibr io parahemoli cus bengkok, garam negatif dan bergerak karena ada flagel pada satu kutubnya. Bakteri ini tidak membentuk spora, bersifat aerob atau fakultatif anaerob tidak dijumpai pada enterotiksin. Bakteri
ini
menetap
di
lingkungan
lautan
yang
tenang
dan
dikenal menyebabkan gastroerileritis yang berhubungan dengan makanan. 2. Staphylococcus Keracunan staphylococcus merupakan
gejala
intoksikasi
yang
paling banyak
dilaporkan di Amerika Serikat, dimana setiap tahunnya meliputi 20 % sampai 50 % dari seluruh keracunan yang disebabkan oleh makanan. Gejala keracunan ini disebabkan oleh tertelannya suatu toksin yang disebut enterotoksin yang mungkin terdapat di dalam makanan
dan
diproduksi
bakteri staphylococcus . Toksin
oleh ini
spesies disebut
dan
enterotoksin
menyebabkan gastroentritis atau inflamasi pada saluran usus. 3. Salmonella
strain
tertentu karena
dari dapat
Salmonella terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi,
tetapi tidak selalu
menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau, maupun rasa dari makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah salmonella dalam makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi pada orang yang memakan makanan tersebut dan semakin cepat waku inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi. Makanan yang sering terkontaminasi oleh salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi serta susu dan hasil olahannya, es krim dan keju. Gejala awal nyeri kepala, muntah, gangguan pada perut waktu baung air besar, suhu tubuh tinggi disertai batuk kering. 4. E. Coli Pathogen E. Coli merupakan bakteri berbentuk batang pendek (kokobasil). Gram negative,
ukuran 0,4 µm – 0,7 µm x 1,4 µm, dan beberapa strain mempunyai kapsul. Terdapat strain E. Coli yang patogen dan non patogen. E. Coli patogen banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal dan berperan dalam pencernaan pangan dengan menghasilkan vitamin K dari bahan yang belum dicerna dalam usus besar. 5. Clostri dium Perf ri nges Clostri dium pefr in gens adalah bakteri patogen invasif berbentuk batang, nonmotil,
bersifat gram positif dan anaerob, serta mempunyai spora yang relatif stabil terhadap 0
5
suhu panas. Sel vegetatifnya dapat rusak pada suhu 60 C. Sel sebanyak 10 koloni/g memungkinkan terjadinya keracunan makanan. Ciri umum dari keracunan Clostridium pefringens adalah gejala kejang perut dan diare.
C. Tinjauan Umum Tentang Metode Swab Metode swab merupakan metode pengujian sanitasi yang dapat digunakan pada permukaan yang rata, bergelombang, atau permukaan yang sulit dijangkau seperti retakan, sudut dan celah. Swab tersusun dari tangkai atau gagang (panjang 12-15 cm) dengan kepala swab terbuat dari kapas (diameter 0,5 cm dan 2 cm). Pengambilan sampel pada permukaan dilakukan dengan cara mengusap permukaan alat yang akan di uji. Penggunaan
metode swab ini
biasanya
digunakan
2
untuk
mengetahui
jumlah
2
mikroorganisme (per cm ) dan jumlah koliform (per cm ) pada permukaan yang kontak dengan pangan (harrigan, 1998 dalam Lukman & Soejoedono, 2009). Peralatan makan yang kita gunakan harus bersih, agar kita terhindar dari kemungkinan penularan penyakit. oleh karena itu perlu dilakukan uji sanitasi alat makan. Uji sanitasi alat makan lazimnya menggunakan uji ALT (Angka Lempeng Total) untuk mengetahui jumlah kuman yang ada di alat makan tersebut. Uji Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba pada suatu sampel. Angka Lempeng Total (ALT) menunjukkan jumlah mikroba dalam suatu produk. ALT secara umum tidak terkait dengan bahaya keamanan makanan, namun bermanfaat untuk menunjukkan kualitas, masa
simpan,
kontaminasi,
Media plating (sumber
energi)
dan
status
yang
higiene/sanitasi
digunakan
dalam
selama
proses
pengujian
produksi.
ALT
dapat
mempengaruhi jumlah dan jenis bakteri yang diisolasi karena perbedaan persyaratan nutrisi dan garam pada tiap mikroba (SNI 7388:2009).
Cara
perhitungan
koloni
pada
metode
cawan
ini
adalah
dengan
menggunakan Standar d Plate Coun t (SPC) atau Angka Lempeng Total (ALT), caranya adalah sebagai berikut (Ericka, 2011).
1.
Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama
(satuan) dan angka kedua (desimal). Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua.
2.
Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni mikroba
pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu jumlah kuman pada pengenceran yang terendah yang diukur/dihitung. Selanjutnya hasil yang kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
3.
Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada medium,
berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu jumlah kuman pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan kemudian dikalikan dengan faktor pengencernya, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
4.
Jika digunakan dua cawan petri per pengenceran, data yang diambil harus
dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu. Oleh karena itu harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kuman diantara 30-300. Adapun rumus perhitungan ALT adalah sebagai berikut : Jumlah kuman =
-3
-4
(10 - kontrol) x 1000 + (10 - kontrol) x 10.000 Luas Penampang =
= . . . . . . koloni/gram
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN A. Alat dan bahan 1. Alat a.
Plastik steril
b. Inkubator c.
2 buah 1 unit
Tabung reaksi
4 buah
d. Rak tabung reaksi
1 buah
e.
Cawan Petri
2 buah
f.
Pembakar Bunsen
1 buah
g. Korek Api h. Pipet ukur
1 buah 1 buah
i.
Bulp
1 buah
j.
Penggaris
1 buah
k. Colony coun ter
1 unit
l.
1 buah
Labu erlenmeyer
m. Vor tex mix er
1 unit
n. Gelas ukur
1 buah
o. Gelas Beker
1 buah
p. Gunting
1 buah
q. Autoclave
1 unit
2. Bahan
a.
Sampel alat makan (Piring)
1 buah
b. Larutan pepton c.
90 ml
NaCl steril
9 ml/tabung
d. Nutr ient agar
secukupnya
e.
Lidi kapas steril
1 buah
f.
Alkohol
secukupnya
g. Akuades
secukupnya
h. Buffer (Putih telur) i.
Tisu
j.
Kertas Label
secukupnya secukupnya
k. Kapas
secukupnya Secukupnya
B. Waktu Dan Tempat Pengambilan Sampel Waktu
: Rabu 20 maret 2013 pukul 10.00 WITA
Tempat
: Kantin Fakultas Kedokteran Gigi Unhas
C. Prosedur Kerja 1. Pengambilan Sampel a. Persiapkan sarung tangan yang steril untuk memulai mengambil sampel b. Alat makan/masak yang akan diperiksa masing-masing diambil 4-5 buah tiap jenis yang diambil secara acak dari tempat penyimpanan. c. Persiapkan catatan formulir pemeriksaan dengan membagi alat makan /masak dalam kelompok-kelompok. d. Persiapkan lidi kapas steril, kemudian buka tutup botol dan masukkan lidi kapas steril ke dalamnya.
e. Lidi kapas steril dalam botol ditekan ke dinding botol untuk membuang airnya, kemudian diangkat dan di usapkan pada setiap alat-alat yang diusapkan sampai satu kelompok selesai diusap. 2. Pembuatan Kontrol a. Disiapkan 1 buah cawan petri dan diberi label (kontrol). b. NaCl steril dipipet sebanyak 1 ml kedalam cawan petri dan di tambahkan nutrient agar. Kemudian di homogenkan dengan membentuk angka 8 di atas meja sebanyak 12
kali. c. Cawan petri (kontrol) yang telah dihomogenkan di diamkan sampai membeku. o
d. Setelah membeku, kontrol dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 34 C dengan posisi terbalik selama 1 x 24 jam. 3. Pemeriksaan Sampel f.
Tangan dan meja tempat praktikum disterilkan dengan menggunakan alkohol.
g. Disiapkan 4 buah tabung reaksi yang berisi NaCl steril masing-masing sebanyak 9 ml. -1
-2
-3
-4
Kemudian tabung reaksi yang berisi NaCl steril diberi label 10 , 10 , 10 , 10 . -3
-4
h. Disiapkan 2 cawan petri untuk media pertumbuhan bakteri. Diberi label 10 dan 10 . i.
Disiapkan 1 pipet ukur steril yang telah dipasangkan bulp .
j.
Disiapkan larutan pepton sebanyak 90 ml pada gelas beker .
k. Disiapkan plastik steril sebagai penampang, diukur menggunakan penggaris dengan ukuran 5 x 10 cm. l.
Bagian tengah plastik steril yang telah diukur, kemudian digunting dan diletakkan pada permukaan piring.
m. Bagian permukaan piring dengan luas penampang 5 x 10 cm, diusap menggunakan lidi kapas yang telah dilumuri dengan buffer (putih telur). n. Lidi kapas dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi larutan pepton. Kemudian lidi kapas dipatahkan agar tidak melebihi tinggi gelas beker dan ditutup dengan kapas. Setelah itu, didiamkan selama 15 menit. o. Setelah 15 menit, penutup kapas pada gelas beker yang berisi lidi kapas p. dan larutan pepton di buka. q. Dimasukkan 1 ml larutan pepton yang berisi lidi kapas kedalam tabung pengenceran -1
pertama (10 ) dengan menggunakan pipet ukur, lalu dihomogenkan dengan vortex mixer selama ± 1 menit.
r.
-1
Dari tabung pengenceran pertama (10 ), diambil 1 ml sampel dan dimasukkan kedalam -2
tabung pengenceran kedua (10 ), lalu dihomogenkan dengan vortex mix er selama ± 1 menit. s.
-2
Dari tabung pengenceran kedua (10 ), diambil lagi sebanyak 1 ml sampel dan dimasukkan -3
kedalam tabung pengencer ketiga (10 ), lalu dihomogenkan dengan vortex mix er selama ± 1 menit. t.
-3
Diambil sebanyak 1 ml sampel dari tabung pengenceran ketiga (10 ) dan dimasukkan kedalam
tabung
pengenceran
terakhir
-4
(10 ),
lalu
dihomogenkan
dengan vortex
mixer selama ± 1 menit. -3
-4
u. Dimasukkan 1 ml sampel dari tabung pengenceran ketiga (10 ) dan keempat (10 ) -3
berturut-turut kedalam cawan petri yang berlabel 10 dan 10
-4 ,
lalu dituangkan nutr ient
agar secukupnya, kemudian masing-masing sampel dihomogenkan dengan membentuk
angka 8 sebanyak 12 kali. Sampel didiamkan hingga membeku selama ± 10 menit.
-3
-4
v. Kedua cawan petri (10 dan 10 ) yang telah membeku, dimasukkan kedalam inkubator
selama 1 x 24 jam pada suhu 34˚C. w. Setelah 1 x 24 jam, cawan petri dikeluarkan dari dalam inkubator. Bakteri yang tampak pada cawan petri kemudian dihitung dengan menggunakan colony counter . 4. Penghitungan jumlah bakteri Setelah sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 34°C, sampel dikeluarkan dari inkubator. Kemudian dihitung jumlah koloni bakeri (berupa bercak atau titik-titik bulat berwarna putih) yang terdapat dalam cawan petri dengan alat colony counter. Untuk jumlah kuman masukkan kedalam rumus : -3 -4 (10 – kontrol) x 1.000 + (10 – kontrol) x 10.000 Jumlah Kuman = luas penampang
2
= . . . . . . koloni/cm .
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Berdasarkan pemeriksaan jumlah kuman pada alat makan (piring) di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin yang telah dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, terlihat bahwa pada setiap cawan tersebut terdapat koloni bakteri dengan jumlah koloni pada cawan petri -3
control sebanyak 12 koloni, cawan petri pengenceran 10 sebanyak 23 koloni dan pada -4
cawan petri pengenceran 10 sebanyak 19 koloni. Adapun jumlah koloni bakteri 2
berdasarkan luas penampang alat makan (piring) atau setiap 1 cm alat makan adalah sebagai berikut : -3 -4 (10 – kontrol) x 1.000 + (10 – kontrol) x 10.000 Jumlah Koloni = luas penampang (23 – 12) x 1.000 + (19 - 12) x 10.000 = 5 x 10 11.000 + 70.000 = 50 81.000 =
= 1.620 koloni/cm
2
50 2
Jadi, jumlah kuman per setiap 1 cm permukaan adalah 1.620 koloni.
B. Pembahasan Pemeriksaan kuman pada alat makanan dengan sampel berupa piring dengan menggunakan metode percobaan yaitu metode swab dilakukan dengan cara di usap dengan menggunakan lidi kapas steril yang telah dilumuri buffer (putih telur)dengan tujuan untuk membasahi lidi kapas sehingga, mikroorganisme bisa melekat pada lidi kapas steril tersebut. Alat makan (piring) yang akan diusap, terlebih dahulu diukur luas penampangnya 2
menggunakan plastik steril dengan luas 5 x 10 cm . Penentuan ukuran luas penampang karena permukaan piring terlalu luas untuk diusap secara keseluruhan. Selanjutnya lidi kapas yang telah diusap sebanyak 3 kali pada permukaan alat makan (piring), dimasukkan kedalam gelas beker yang berisi 90 ml larutan pepton yang berguna agar mikroba cepat tumbuh, karena mengandung banyak N 2. Larutan pepton juga berfungsi untuk mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak berubah selama reaksi kimia berlangsung. Lidi kapas steril didiamkan selama 15 menit dalam larutan pepton, sehingga memungkinkan mikroorganisme pada sampel tersebar merata dalam larutan pepton. Pada percobaan ini, dilakukan pengenceran sampai 4 (empat) kali yaitu pengenceran -1
-4
10 sampai 10 , yaitu suatu sampel dari suatu suspensi yang berupa campuran diencerkan dalam suatu tabung tersendiri secara berkelanjutan dari suatu tabung ke tabung lain sampai pada pengenceran keempat. D engan tujuan untuk menurunkan jumlah bakteri sehingga pada pengenceran terakhir akan didapatkan jumlah koloni yang lebih sedikit dan mudah diketahui jumlahnya(Sudarsono, 2008). -3
Pemeriksaan kuman hanya pada pengenceran ketiga (10 ) dan keempat (10 4
). Metode ini umumnya dilakukan pada mikroba yang dapat membentuk koloni yang
-
mudah terpisah pada media padat seperti kebanyakan bakteri, khamir, jamur, dan alga uniseluler (Hadioetomo, 1985 dalam Sudarsono, 2008). -3
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil pada pengenceran ketiga (10 ) dan -4
2
2
keempat (10 ) berturut-turut adalah 23 koloni/cm dan 19 koloni/cm . Hasil yang berbeda pada kedua media cawan dengan pengenceran, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran yang dilakukan, semakin sedikit mikroba yang tumbuh dalam media. Untuk medium kontrol yang berfungsi untuk mengetahui kondisi awal lingkungan pemeriksaan
dengan
memasukkan
1
ml
NaCl
ke
dalam
cawan
petri
dan
dituangkan nutr ient agar, lalu dihomogenkan dengan membentuk angka 8 sebanyak 12 kali pada medium datar. 2
Dari hasil perhitungan untuk kontrol didapatkan 12 koloni/cm . Hal ini menandakan bahwa
kondisi
awal
lingkungan
mengandung
mikroba
sebanyak
12
2
koloni/cm permukaan. Meskipun pada dasarnya, hasil pemeriksaan untuk kontrol 2
idealnya 0 (nol) koloni/cm , akan tetapi nilai ini boleh jadi karena ada kontaminasi dari praktikan ataupun lingkungan dilakukannya pemeriksaan, termasuk alat yang digunakan pada saat praktikum. Dengan catatan bahwa nilai dari kontrol harus lebih kecil dari nilai pada pemeriksaan media biakan mikroba. Dilakukan pula beberapa perlakuan, seperti plambir sebelum dan setelah alat digunakan ataupun selalu dekat dengan pembakar bunsen pada saat bekerja dengan tujuan menghindari kontaminasi bakteri, selain dari bakteri yang dibiakkan. Kemudian larutan dihomogenkan dengan vortex mix er agar pada larutan tercampur dengan rata. -3
Setelah dilakukan pengenceran, diambil 1 ml sampel pada pengenceran 10 dituangkan pada cawan petri (10
-3
-4
-4
dan 10 , lalu
dan 10 ) kemudian dituangkan nutri ent agar keseluruh
permukaan cawan, nutr ient agar berguna untuk memudahkan dalam menghitung jumlah koloni yang terbentuk. Pertumbuhan bakteri pada medium agar pada umumnya berbentuk koloni, berupa lender berwarna putih dan mengkilap. Setelah membeku, cawan petri selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator selama 1 x 24 jam dengan keadaan terbalik. Waktu ini adalah masa yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri yang dikenal sebagai waktu generasi. Suhu yang digunakan selama inkubasi yaitu 34˚ C dan bakteri yang dapat tumbuh pada suhu ini adalah bakteri jenis mesofil dengan suhu minimum 10- 20˚ C, optimum 20-40˚ C, dan maksimum 40 -45˚ C.Dalam menghitung jumlah koloni, digunakan alat colony coun ter yang memudahkan perhitungan koloni bakteri yang sulit diamati dengan penglihatan langsung. Hasil perhitungan dengan metode Angka Lempeng Total (ALT), diperoleh jumlah kuman pada alat makan (piring) kantin Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin sebanyak
1.620
2
koloni/cm .
Berdasarkan Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, bahwa alat makan (piring) tidak boleh mengandung 2
bakteri lebih dari 0 koloni/cm . Maka dapat dilihat bahwa sampel alat makan (piring) yang diteliti dapat dikatakan
tidak sehat dan tidak layak untuk digunakan oleh
masyarakat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan keberadaan kuman (bakteri) pada alat makan
(piring)
di
kantin
Fakultas
Kedokteran
Gigi
Universitas
Hasanuddin,
yaitu pedagang tidak melakukan proses pencucian dengan baik, seperti tidak tidak menggunakan bak pembilas unuk mencuci peralatan makan.
Menurut Anwar, 1990 dalam Pohan, 2009. Dalam buku studi sanitasi makanan dan minuman, bahwa keberadaan bak pembilas adalah sangat penting dalam proses pencucian peralatan makan. Adapun fungsi dari bak tersebut diantaranya adalah pertama harus terdapat bak yang berisi air hangat dan sabun/detergen, kedua harus ada terdapat bak o
pembilas yang berisi air panas (700 – 760 C), ketiga harus terdapat bak pembilas yang berfungsi sebagai desinfektan. Kemungkinan juga penjamah kurang baik didalam proses pencucian peralatan yang langsung dibawah kran. Hal ini dikarenakan kebiasaan pedagang makanan menempatkan air pada wadah penampungan ember. Menurut pohan, 2009. Air yang digunakan berulang-ulang untuk proses pencucian peralatan makanan akan sangat mudah terkontaminasi bakteri yang menempel pada peralatan yang akan dicuci. Kondisi seperti ini tidak memenuhi syarat kesehatan higiene sanitasi jasaboga bahwa peralatan hendaknya langsung dicuci dibawah kran dengan air yang mengalir unuk menghindarkan adanya bakteri pada air yang digunakan tersebut. Adapun faktor lain yang menyebabkan keberadaan kuman (bakteri) pada alat makan (piring) di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin,dapat pula dipengaruhi dari ketidaktelitian praktikan pada saat melalukan percobaan, termasuk pelaksanaan praktikum yang tidak sesuai prinsip kerja, dalam hal ini adalah kesalahan cara pengambilan sampel serta banyak berbicara pada saat melakukan praktikum. Akibat kontaminasi bakteri terhadap alat akan mempengaruhi kesehatan meskipun pada dasarnya tidak berhubungan langsung dengan makanan akan tetapi, persyaratan higiene dan sanitasi makanan salah satunya ditentukan oleh peralatan makanan. Hasil identifikasi kontaminasi bakteri patogen pada alat makanan dan minuman menunjukkan
bahwa penyebab kontaminasi didominasi yang ditemukan dalam jumlah terbatas
oleh bakteri Bacil lu s cer eus . Bakteri lain adalah E.coli , Staphi lococcus au r eus dan
Jamur (Melatiwati, 2010). Keterpaparan yang lebih jauh bisa akan menyebabkan terjadinya f ood and water bor ne disease . Oleh beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan diare dan keracunan,
bahkan
sampai
7388:2009).
menyebabkan
diare
berdarah,
yaitu Clostridium
pefringens (SNI
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan 2
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 1620 koloni/cm pada alat makan (piring) di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Unhas. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, bahwa peralatan makanan tidak boleh mengandung 2
bakteri lebih dari 0 koloni/cm . Hal ini berarti peralatan makanan (piring) yang berada di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Unhas tidak memenuhi standar dan dapat dikatakan tidak sehat dan tidak layak untuk digunakan oleh masyarakat. B. Saran 1. Bagi masyarakat, agar selektif dalam memilih tempat makan, mengingat tidak diketahuinya mikroba yang terkandung dalam alat pengolahan makanan tersebut. Bagi pedagang makanan, agar menjaga kebersihan peralatan makanannya dalam menyajikan makanannya. 2.
Dilakukan penyuluhan kepada pedagang-pedagang makanan dalam proses pencucian peralatan makan. Proses pencucian peralatan makan di anggap memenuhi syarat sanitasi bila memiliki 3 (tiga) bak yaitu bak pertama disebut bak pencuci ( wash ), bak ke dua disebut bak pembilas ( detergen ), bak ke tiga di sebut bak pembilas terahir dengan desinfektan
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC