PERCOBAAN II PEMBUATAN GRANULASI KERING
1. Tujuan Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami bagaimana proses pembuatan tablet dengan metode granulasi kering. 2. Dasar Teori Pada Farmakope Indonesiia edisi 3 Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. (DepKes RI. 1979). Lalu pada Farmakope Indonesia edisi 4 direvisi menjadi sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa (DepKes RI. 1995) Sedangkan menurut Farmakope Indonesia edisi V disebutkan seperti pada Farmakope Indonesia edisi 4 bahwa tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa (DepKes RI. 2014) Untuk pemakaian obat secara oral, maka bentuk tablet merupakan sediaan yang paling sering digunakan. Hal ini dikarenakan tablet efektif dan memberikan akseptibilitas yang baik dari pasien. Dari sudut pandang farmasetika bentuk sediaan padat pada umumnya lebih stabil daripada bentuk cair, sehingga bentuk sediaan padat ini lebih cocok untuk obat-obat yang kurang stabil. Selain keunggulan di atas, tablet juga mempunyai kerugian sebagai berikut : 1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis. 2. Obat sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan tau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat di atas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavalabilitas obat cukup. 3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembapan udara perlu pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan terlebih dahulu. (Lachman, 1994) 1
Komponen formulasi tablet terdiri dari bahan berkhasiat (API) dan bahan pembantu (eksipien). Bahan tambahan (eksipien) yang digunakan dalam mendesain formulasi tablet dapat dikelompokan berdasarkan fungsionalitas eksipien sebagai berikut (Goeswin, 2012) : 1.
Pengisi/pengencer (diluents) Walaupun pengisi pada umumnya dianggap bahan yang inert, secara signifikan
dapat berpengaruh pada ketersediaan hayati, sifat fisika dan kimia dari tablet jadi (akhir) 2. Pengikat (binder) Pengikat atau perekat ditambahkan ke dalam formulasi tablet untuk meningkatkan sifat kohesi serbuk melalui pengikatan (yang diperlukan) dalam pembentukan granul yang pada pengempaan membentuk masa kohesif atau pemampatan sebagai suatu tablet. Lokasi pengikat di dalam granul dapat mempengaruhi sifat granul yang dihasilkan. 3. Penghancur (disintegrants) Tujuan penghacur adalah untuk memfasilitasi kehancuran tablet sesaat setelah ditelan pasien. Agen penghancur dapat ditambahkan sebelum dilakukan granulasi atau selama tahap lubrikasi/pelinciran sebelum dikempa atau pada kedua tahap proses. 4. Pelincir (lubricant) Fungsi utama pelincir tablet adalah untuk mengurangi friksi yang meningkat pada antarmuka tablet dan dinding cetakan logam selama pengempaan dan penolakan/pengeluaran tablet dari cetakan. Pelincir dapat pula menunjukan sifat sebagai antilengket (anti adherant) atau pelicin (glidant) 5. Antiadheran Antiadheran berguna dalam formulasi bahan yang menunjukan tendensi mudah tersusun/terkumpul. 6. Pelicin (glidantt) Glidant dapat meningkatkan mekanisme aliran granul dari hoper ke dalam lobang lumpang. Glidant dapat meminimalkan ketidak merataan yang sering ditemukan/ditunjukan
formula
kempa
langsung.
Glidant
meminimalkan
kecenderungan granul memisah akibat adanya vibrasi secara berlebihan. Hipotesis mekanisme kerja glidant menurut beberapa penelitian : 1) Dispersi muatan elektrostatik pada permukaan granul. 2) Distribusi glidant dalam granul. 3) Adsorpsi preferensial gas pada glidant versus granul. 4) Meminimalisasi forsa v.d. Waals melalui pemisahan granul. 2
5) Penurunan fraksi di antara partikel dan kekerasan permukaan karena glidant teradhesi pada permukaan granul. Tablet yang dibuat secara baik haruslah menunjukan kualitas sebagai berikut : a. Harus merupakan produk menarik (bagus dilihat) yang mempunyai identitasnya sendiri serta bebas dari serpihan, keretakan, pemucatan, kintaminasi, dan lain lain. b. Harus sanggup menahan guncangan mekanik selama produksi dan pengepakan. c. Stabil secara fisika, kimia. d. Mampu melepas zat berkhasiat sesuai dengan yang diharapkan. e. Bioavailibilitas (Lachman, 1994). f. memenuhi keseragaman ukuran g. memenuhi keseragaman bobot h. memenuhi waktu hancur i. memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat j. memenuhi waktu larut (dissolution test) (Anief, M., 2005). k. Tablet mengandung bahan obat sesuai dengan pernyataan dosis pada label dan dalam batas yang dizinkan (spesifikasi). l. Tablet harus cukup kuat untuk menghadapi tekanan selama proses manufaktur, transportasi, dan penanganan hingga sampai kepada pasien yang akan menggunakan. m. Tablet harus menghantarkan dosi obat pada lokasi dan kecepatan yang dipersyaratkan. n. Ukuran, rasa, dan tampilan tidak menurunkan penerimaan pasien. (Goeswin, hlm 304) Secara umum tablet dibuat dengan 3 cara yaitu : granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa. (DepKes RI. 1995) Granulasi basah dalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau campuran serbuk alam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang akan menghasilkan granul (Chorles J.P Siregar, 2008). Dalam proses granulasi basah zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan gumpalan dan untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optimum (Lachman, 1986). Setelah kering 3
diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 1994). Sedangkan granulasi kering adalah proses pembentukan granul dengan cara menekan massa serbuk pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar, bongkahan kompak, atau lempengan yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Prinsip dari metode ini adalah membuat granul yang dihasilkan secara mekanis, tanpa penambahan pelarut pengikat ke dalam massa serbuk, di mana ikatan partikel terbentuk melalui gaya adhesi dan kohesi partikel padat. Metode granulasi kering diterapkan pada pembuatan tablet dengan zat aktif yang memiliki dosis efektif terlalu tinggi untuk dikempa langsung, serta memiliki sifat aliran yang sukar mengalir, kompresibilitas kurang, tidak tahan lembab dan panas(Anief, 1994) Proses pembentukan granul dapat diperoleh dengan metode slugging maupun penggunaan mesin roller compactor/chilsonator. Pada metode slugging, komponenkomponen tablet dikompakkan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan ke dalam die dan dikompakkan dengan punch sehingga diperoleh massa yang disebut slug. Setelah itu, slug diayak menggunakan ayakan dengan mesh tertentu untuk mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal. Bila slug yang didapat sifat alirannya belum memuaskan, maka proses diatas dapat diulang. Roller compactor/chilsonator merupakan mesin pembentuk granul yang prinsipnya menggunakan dua penggiling/roda yang putarannya saling berlawanan antara yang satu dengan yang lainnya, dengan bantuan teknik hidrolik pada salah satu penggiling mesin sehingga dihasilkan tekanan tertentu pada bahan serbuk yang mengalir dintara penggiling (Anief, 1994). Persyaratan serbuk yang baik adalah bentuk dan warna teratur, memiliki daya alir yang baik (free flowing), menunjukkan kekompakan mekanis yang memuaskan, tidak terlampau kering, dan hancur baik di dalam air (Voigt, 1984). Beberapa uji yang biasa digunakan untuk mengetahui kualitas fisik serbuk antara lain: 1. Waktu alir serbuk Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi massa tablet adalah pemeriksaan laju alirnya. Massa tablet dimasukkan sampai penuh ke dalam corong alat uji waktu alir dan diratakan. Waktu yang diperlukan seluruh massa untuk melalui corong dan berat massa tersebut dicatat. Laju alir dinyatakan sebagai jumlah gram massa tablet yang melalui corong perdetik (Lachman et al, 1994).
2. Sudut diam serbuk 4
Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel bentuk kerucut dengan bidang horizontal. Jika sejumlah granul atau serbuk dituang ke dalam alat pengukur, besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk ukuran dan kelembaban serbuk. Bila sudut diam lebih kecil atau sama dengan 30° menunjukkan bahwa serbuk dapat mengalir bebas, bila sudut lebih besar atau sama dengan 40° biasanya daya mengalirnya kurang baik (Lachman et al, 1994). 3. Pengetapan serbuk Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan/tapping terhadap sejumlah serbuk dengan menggunakan alat volumeter/mechanical tapping device. Pengetapan dilakukan dengan mengamati perubahan volume sebelum pengetapan (Vo) dan volume setelah konstan (Vt) (Sulaiman,2007). Asetosal (asam asetil salisilat) dikenal dengan nama dagang aspirin, merupakan obat pereda nyeri golongan 'anti radang non steroid' (ains), sering digunakan sebagai pereda nyeri (analgesik), dan penurun demam (antipiretik). asetosal juga mempunyai efek mengurangi daya beku darah, sehingga dalam dosis rendah sering digunakan untuk penderita penyakit jantung koroner dan stroke (sweetman. 2009) Asetosal memiliki laju alir dan kompresibilitas yang buruk sehingga apabila akan dijadikan tablet perlu dilakukan granulasi terlebih dahulu agar laju alir dan kompresibilitasnya lebih baik. Namun karena asetosal memiliki kestabilan yang terbatas terhadap air maka granulasi yang dilakukan adalah granulasi kering. 3. Formulasi Formula A : Pengikat Kering PVP 5% Fase dalam (92%) - Asam mefenamat 500 mg - Amprotab (10%) 75 mg - PVP (5%) 37,5 mg - Laktosa 77,5 mg Fase Luar (8%) - Mg Stearat 5 mg - Talk 15 mg - Amprotab 37,5 mg 4. Alat dan Bahan a. Alat - Baskom - Neraca - Ayakan 20 b. Bahan - Asam mefenamat 5
- Amprotab (10%) - PVP (5%) - Laktosa - Mg Stearat - Talk 5. Cara Kerja Jika ada bahan menggumpal agar digumpalkan dahulu, kemudian ditimbang sesuai kebutuhan Fase dalam dan setengah bagian dase luar (lubrikan dan glidant) dicampur sampai homogen Campuran bahan dibuat menjadi slug menggunakan punch yang berdiameter 13-20 mm pada tekanan mesin tablet yang tinggi atau dapat juga menggunakan roller compactor dengan mengatur tekanan yang diberikan Slug yang sudah jadi digiling kasar dan diayak menggunakan ayakan no 20 sehingga dihasilkan granul kasar Lakukan evaluasi terhadap granul yang dihasilkan, bila belum memenuhi syarat maka slugging dapat diulangi hingga diperoleh granul yang memenuhi syarat. Slugging maksimal dilakukan sebanyak 3x 6. PERHITUNGAN BAHAN Fase dalam (92%) - Asam mefenamat 500 mg x 50 tab - Amprotab (10%) 75 mg x 50 tab - PVP (5%) 37,5 mg x 50 tab = 1.875 mg - Laktosa 77,5 mg x 50 tab = 3.875 mg
Fase Luar (8%) - Mg Stearat - Talk - Amprotab
= 25.000 mg = 3.750 mg
5 mg x 50 tab = 250 mg 15 mg x 50 tab= 750 mg 37,5 mg x 50 tab = 1.875 mg
7. Pembahasan Asam mefenamat dikenal dengan nama dagang asmef, merupakan obat pereda nyeri, sering digunakan sebagai pereda nyeri (analgesik), dan penurun demam (antipiretik). Dalam pembuatan tablet yang dilakukan, selain bahan aktif asam mefenamat maka ditambahkan juga bahan eksipien yaitu dari amprotab sebanyak 10% sebagai penghancur (disintegrant) PVP sebanyak 5% sebagai pengikat (binder), laktosa sebagai pengisi (diluent), dan Talk sebagai glidant dan pelicin (lubrikan),. Pada metode granulasi kering, tiap bahan 6
tambahan dibagi kedalam 2 fase yaitu fase dalam dan fase luar. Fase dalam terdiri dari zat aktif, pengikat, pengisi, dan 10% penghancur. Fase luar terdiri dari penghancur, pelicin, dan glidant. Fase dalam adalah campuran yang kemudian akan dibuat menjadi massa granul, sedangkan fase luar adalah bahan yang membantu aliran granul fase dalam yang telah dibuat. Pada pembuatan tablet kali ini dibuat tablet dengan bahan aktif berupa asam mefenamat 500 mg, sehingga presentase zat aktif dalam sediaan adalah 62,5 %. Asam mefenamat merupakan zat yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang buruk sehingga apabila akan dibuat sediaan tablet harus dilakukan granulasi terlebih dahulu, selain itu kadar asam mefenamat dalam tablet pun lebih dari 5% dan asam mefenamat memilii kestabilan yang terbatas terhadap air sehingga pembuatan tablet asam mefenamat menggunakan metode granulasi kering. Tahapan atau prosedur yang dilakukan pada pembuatan tablet asam mefenamat yaitu dengan mencampurkan fase dalam dan setengah bagian fase luar sampai homgen. Setelah itu, bahan dibuat menjadislug menggunakan punch yang berdiameter 13-20mm pada tekanan mesin tablet yang tinggi atau dapat juga menggunakan roller compactor dengan mengatur tekanan yang diberikan, slug yang sudah digilling kasar dan diayak menggunakan ayakan no.14 sehinggan dihasilkan granul kasar. Granulasi merupakan proses peningkatan ukuran partikel dengan cara melekatkan partikel-partikel sehingga bergabung dan membentuk ukuran yang lebih besar . Pada tahap ini dilakukan pencetakan slug/ bongkahan besar dari serbuk yang telah di mixing menggunakan roller compactor atau mesin pencetak tablet dengan die dan punch yang lebih besar. Hal ini dilakukan agar serbuk tadi dapat bersatu membentuk slug ketika diberi tekanan yang besar. Setelah pencetakan, slug tersebut digiling kembali agar menjadi granul dengan ukuran yang di inginkan. Tahap – tahap pencetakan tablet yaitu die filling, compression, ejection. Pembuatan tablet pada praktikum ini dilakukan dengan menggunakan alat pencetak tablet single punch. Pada saat kompresi tablet perlu diperhatikan mengenai kekerasan tablet dan bobot tablet. Kekerasan tablet harus berada pada rentang 70 – 120 N sedangkan bobot tablet pada formula 1, berdasarkan perhitungan yang dilakukan yaitu sebesar 400,0 mg. Sehingga pada proses kompresi ini dilakukan optimasi sampai menghasilkan tablet yang memiliki kekerasan yang sesuai persyaratan dan bobot yang sesuai dengan perhitungan.
8. Kesimpulan 7
1. Granulasi kering yaitu metode yang memproses partikel zat aktif dan eksipien dengan mengempa campuran bahan kering menjadi masa padat. Selanjutnya dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang berukuraan lebih besar dari serbuk semula atau granul. 2. Tujuan utama granulasi kering adalah memperbaiki sifat aliran serbuk halus dengan cara mengglomerasikan partikel-partikel kecil dari serbuk halus yang digunakan dalam suatu formulasi tablet. Aglomelat yang memperoleh masih perlu dihaluskan menjadi granul yang dapat diprose lebih lanjut menjadi tablet jadi 3. Dari hasil evaluasi yang dilakukan, diketahui bahwa semakin besar konsentrasi pengikat dalam tablet dapat memperlama waktu hancur dan membuat tablet semakin keras. 4. Alur pembuatan granulasi kering adalah a) Zat aktif dan masing-masing eksipien dihaluskan terlebih dahulu dalam mesin penggiling, misalnya mesin giling tornado mill b) Zat aktif dan semua eksipien, yakni pengisi, pengikat kering, sebagian disintegran, lubrikan dan glidan c) Campurkan serbuk pada no 2 di kempa mesin besar khusus dan kuat yang disebut “mesin bongkah” (sluging machine) yang menghasilkan bongkahan atau dengan mesin kompaktor gulung atau chilsonator yang penghasilkan pipa atau lempeng campuran serbuk yang rapuh. d) Bongkahan atau pita lempeng tadi di ekstrusi melalui lempeng penyaring 14 mesh dlm mesin escillator granulator e) Serbuk partikel halus yang dihasilkan no 4 kembali dipadatkan dengan mesin kompak f) Bongkahan atau lempengan rapuh hasil no 5 kembali di ekstruksi dalam mesin oscillating granulator atau fitz mill g) Granul hasil no 5 dan 6 disatukan dan di campur dengan fase luar h) Massa kempa di kempa menjadi tablet 9. Daftar Pustaka - Lachman L. Et al; the theory and practice of industrial pharmacy, lea and febriger, -
1986 hlm 312-320 Swarbrick J. And Boylan J.C, Encyvlopedia of pharmacy tecnology,volume 4, marcel
-
Dekker inc.1991 hlm 423-446 Lieberman H.A.et al, pharmaceutical dosage
8