L aporan aporan Anali Analisa sa Resep
FARINGITIS AKUT
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat untuk Me ngikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh : Adhityas Angga Kusuma I1A005076
Pembimbing Dra. Sulistiyaningtyas
Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Kedokteran Laboratorium Farmasi Banjarbaru
November, 2012
BAB I PENDAHULUAN
Penetapan diagnosis dari seorang pasien dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang bila diperlukan. Setelah melalui prosedur tersebut, seorang dokter sebagai praktisi medis akan menentukan diagnosis yang tepat berdasarkan keluhan utama dan gejala penyerta lainnya. Setelah seorang dokter menentukan diagnosis yang tepat, maka yang diupayakan selanjutnya adalah melakukan penyembuhan dengan berbagai cara misalnya dengan pembedahan, fisioterapi, penyinaran, obat dan lain-lain. 1 Proses terapi merupakan bagian dalam proses pelayanan medik. Keputusan yang diambil dalam proses pelayanan medis/proses terapi sangat menentukan kualitas pelayanan yang diberikan serta keberhasilan suatu keputusan klinik. Dalam pelayanan kesehatan, intervensi farmakoterapi merupakan komponen yang tak terpisahkan. Dengan demikian, diperlukan suatu komunikasi yang baik antara dokter dan penyedia farmakon (obat) agar pasien memperoleh pelayanan medik yang baik. Salah satu bentuk alat komunikasi tersebut adalah resep. 2,3 Obat yang diberikan kepada penderita harus dipesankan dengan menggunakan resep. Satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu penderita. Resep selain permintaan tertulis kepada apoteker juga merupakan perwujudan akhir dari
kompetensi, pengetahuan keahlian dokter
dalam
menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Selain sifatsifat obat yang diberikan dan dikaitkan dengan variabel dari penderita, maka
1
dokter yang menulis resep idealnya perlu pula mengetahui penyerapan dan nasib obat dalam tubuh, ekskresi obat, toksikologi serta penentuan dosis regimen yang rasional bagi setiap penderita secara individual. Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan penderita.1,4
A. Definisi, Arti Resep dan Fungsi Resep Definisi
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Men.Kes/ l.h menyebutkan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 1,4 Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita.1,4 Arti Resep
1
1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat obat), dan penderita (yang menggunakan obat). 2. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional.
2
Fungsi Resep
Sebuah resep mempunyai beberapa fungsi 5 : 1. Sebagai perwujudan cara terapi Artinya terapi seorang dokter itu rasional atau tidak, dapat dilihat dari resep yang dituliskan. Karena bila seorang dokter memberikan suatu terapi, pasti dia akan menuliskan sebuah resep, baik itu pasien rawat jalan ataupun rawat inap. Dari obat-obat yang diberikan akan memberikan gambaran terapi yang diberikan oleh dokter tersebut.5 2. Merupakan dokumen legal Sebuah resep merupakan dokumen yang diakui keabsahannya untuk mendapatkan obat-obat yang diinginkan oleh dokter. Baik obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotik maupun psikotropik. Jadi seorang pasien akan dengan mudah mendapatkan obat-obatan tersebut dengan resep. Karena begitu pentingnya sebuah resep sebagai dokumen legal maka diharapkan seorang dokter tidak meletakkan blanko resep secara sembarangan karena dikhawatirkan dipergunakan oleh orang untuk mendapatkan obat yang seharusnya dia tidak gunakan5. 3. Sebagai catatan terapi Seorang dokter hendaknya menuliskan resep rangkap dua, dimana yang pertama diberikan kepada pasien untuk menebus obat di apotek, sedangkan yang kedua sebagai arsip dan catatan bahwa pasien tersebut telah mendapatkan terapi dengan obat-obat yang ada di arsip tersebut 5. 4. Merupakan media komunikasi
3
Sebuah resep merupakan sarana komunikasi antara dokter-apoteker pasien. Apoteker akan tahu seorang pasien akan diberi obat apa saja, berapa jumlahnya, apa bentuk sediaannya, berapa kali sehari dan kapan harus meminumkannya5. B. Kertas Resep
4
Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon hendaknya dihindarkan. 4 Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius.4 Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita acara pemusnahan seperti diatur dalam Surat Keputusan Menkes RI no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek. 4 C. Model Resep yang Lengkap
Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas: 4 1. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.
4
2. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter. 3. Tanda
R/,
singkatan
dari
recipe
yang
berarti
“harap
diambil”
(superscriptio). 4. Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya (inscriptio) a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari : Remedium
cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat
pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan. Remedium
adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)
Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituens obat minum air.
b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes, milimeter, liter). Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang dimaksud ialah “gram”
5
5. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki ( subscriptio)
misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer. 6. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat dengan huruf S. 7. Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita, dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita. 8. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf saja. D. Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional
1,4
Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara individual. Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima tepat, ialah sebagai berikut : 1.
Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko,
rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.
6
2.
Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan
toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), faktor penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individu dan patofisiologi). 3.
Tepat bentuk sediaan obat; menetukan bentuk sediaan berdasarkan efek
terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis, dan harga murah. 4.
Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya
kerja obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur, defekasi, dan lain-lain). 5.
Tepat penderita; obat disesuaikan dengam keadaan penderita yaitu bayi,
anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi. Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut: 4
Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan
Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain
Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu
Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki
Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat dihindarkan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep adalah: 1 1. Resep harus ditulis dengan tinta
7
2. Penulisan nama obat, jumlah, cara pemakain harus terbaca olaeh apoteker atau asisten apoteker. 3. Menulis nama obat harus dengan huruf latin untuk zat kimianya atau nama generiknya. 4. Hindarkan penulisan singkatan yang meragukan. 5. Dalam pemilihan obat perlu juga memperhatikan tingkat ekonomi penderita. Resep dikatakan sah bila mencantumkan hal-hal berikut : 1 1. Untuk resep dokter swasta terdapat nama, izin kerja, alamat praktek dan rumah, serta paraf dokter pada setiap signatura. 2. Resep dokter rumah sakit/klinik/poli klinik terdapat nama dan alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan/paraf dokter penulis resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit. 3. Pemberian tanda tangan untuk golongan narkotik dan psikotropik. 4. Pemakaian singkatan bahasa latin dalam penulisan resep harus baku. Cara penulisan resep ada 3 macam, yaitu :1 1. Formula magistralis dimana obat ini merupakan racikan, sesuai dengan formula yang ditulis oleh dokter yang membuat resep tersebut. 2. Formula officinalis dimana obat ini merupakan racikan yang formulanya sudah standar dan dibakukan dalam formularium Indonesia dan diracik oleh apotek apabila diminta oleh dokter pembuat resep.
8
3. Formula spesialistis dimana obat ini sudah jadi, diracik oleh pembuatnya, dikemas dan diberi nama oleh pabrik pembuatnya serta bentuk sediaannya lebih kompleks.
9
BAB II ANALISA RESEP
2.1 Resep Contoh Resep dari Poliklinik THT
10
Keterangan Resep
Poliklinik
: THT
Tanggal
: 07 september 2012
Nama Pasien
: Ny. Rosdiana
Umur
: 71 tahun
Berat badan
: - kg
No. RMK
: 0-71-25-15
Alamat
: S. Parman Gg. kalimantan
Pekerjaan
: PNS
Keluhan
: Nyeri menelan
Diagnosa
: Faringitis Akut
2.2. Analisa Resep 2.2.1. Penulisan Resep
Penulisan resep diatas sudah ditulis dengan menggunakan tinta; resep jika ditulis dengan pensil, ada kemungkinan satu dua tahun tidak dapat terbaca lagi, padahal kertas resep harus disimpan di Apotek selama minimal 3 tahun, sesuai Peraturan Pemerintah. Secara umum resep jelas
terbaca,
suatu
resep
harus jelas
dibaca
sehingga
tidak
menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat-obatan.
Tulisan pada resep ini tidak bisa dibaca dengan jelas.
Resep telah ditulis pada kertas resep dengan blanko R/ tetapi pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya panjangnya
21 cm dan
29 cm sedangkan ukuran kertas resep yang ideal adalah
11
lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm. 2 Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang digunakan pada resep ini, terlalu lebar dan terlalu panjang.
Resep sudah ditulis dengan bahasa latin sehingga sudah memenuhi kriteria resep yang benar.
Pada resep ini penulisan belum tepat, karena obat simptomatik diberikan lebih awal dibandingkan obat kausatifnya. Sedangkan penulisan obat yang tepat ialah obat kausatif terlebih dahulu diikuti oleh obat simptomatiknya kemudian.
2.2.2. Kelengkapan Resep
1. Nama dan Alamat Dokter Pada resep ini identitas dokter berupa nama dokter penulis resep, nama unit praktek/poli (bagian dari rumah sakit) di Rumah Sakit dan tanda tangan dokter penulis resep sudah dicantumkan. Sehingga tidak menyulitkan apoteker bila ingin menanyakan sesuatu, tulisan yang tidak jelas, atau hal-hal lain yang tidak jelas, maka apoteker dapat menghubungi dokter tersebut dengan mudah. 2. Nama kota dan tanggal resep dibuat Pada resep ini tercantum tanggal resep tersebut dibuat, tetapi tidak mencantumkan nama kota. Hal ini menimbulkan kesulitan untuk mengetahui dimana resep ini ditulis.
12
3. Superscriptio Tanda R/ sudah dicantumkan pada awal setiap nama obat yang diresepkan dan tiap resep diberi tanda paraf 4. Inscriptio a. Jenis bahan obat dalam resep Pada resep ini penulisan belum tepat, karena obat simptomatik diberikan lebih awal dibandingkan obat kausatifnya. Sedangkan penulisan obat yang tepat ialah obat kausatif terlebih dahulu diikuti oleh obat simptomatiknya kemudian. Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :
Remedium Cardinale atau obat pokok yang digunakan adalah antibiotik Cefadroxil tablet
Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan dalam resep ini adalah
Natrium Diklofenak, GG dan
Lansoprazole. b. Jumlah bahan obat, bentuk sediaan obat, kekuatan dan alat penakarnya Dalam resep ini sudah dituliskan bentuk sediaan bahan obat tetapi penulisan satuan obat yang diminta tidak jelas. Pada obat pokok dan obat tambahan juga tidak dicantumkan satuan berat atau volume. sehingga dapat mengakibatkan salah penafsiran resep. Pada penulisan resep yang benar harus mencantumkan satuan berat atau volume sediaan.
13
5. Subscriptio Subscriptio yang berisi cara pembuatan obat dan bentuk sediaan yang akan dibuat tidak dicantumkan karena resep ini menggunakan formula spesialistis. 6. Signatura/Transcriptio Pada setiap resep, aturan pakai ditandai dengan signature, atau disingkat S. Dalam penulisan aturan pakai pada resep ini belum lengkap, karena pada pemberian semua obat tidak dicantumkannya waktu pemakaian. Seharusnya tetap dicantumkan keterangan waktu pemakaian misalnya sebelum makan (ac), sesudah makan (pc), sehingga nantinya didapatkan hasil yang optimal. Pada bagian signatura untuk obat kausatif (antibiotik) harus diberikan setiap berapa jam obat diminum, misalnya tiap 8 jam (o.8.h). Pada resep simptomatik juga seharusnya dicantumkan pemakaian apabila gejala saja timbul (prn). 7. Identitas Pasien Pada
resep
ini
hanya
dicantumkannya
nama
penderita
sedangkan umur, dan alamat penderita tidak dicantumkan. Penulisan identitas penderita dilengkapi dengan alamatnya, untuk memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat penderita. Selain itu resep akan mudah diberikan pada penderita tanpa khawatir dapat tertukar dengan resep penderita lainnya.
14
2.2.3. Keabsahan Resep
Pada resep tersebut sudah tercantum tanda tangan dokter yang menulis resep namun nama jelas dokter yang menulis resep tidak dicantumkan, sehingga menjadikan suatu resep itu kurang otentik. Sebuah resep minimal harus ada paraf dokter di masing-masing resep yang ditulis setelah garis pemisah antar resep. Pada resep ini tidak dicantumkan alamat lengkap, nama kota dan provinsi dari Rumah Sakit tersebut. 2.2.4. Dosis, frekuensi, lama dan waktu pemberian a) Amoksilin sirup
Amoksilin mengandung amoksisilin. Amoksisilin adalah derivat hidroksi dengan aktivitas sama dengan ampisilin. Tetapi resorbsinya lebih lengkap (80%) dan pesat dengan kadar darah dua kali lipat. Persentase pengikatan proteinnya < 20% dan plasma t½-nya 1-2 jam. Difusinya ke jaringan dan cairan tubuh lebih baik dari ampisilin, antara lain ke dalam air liur pasien bronkitis kronis. Begitu pula kadar bentuk aktifnya dalam kemih jauh lebih tinggi daripada ampisilin (70%) hingga lebih layak digunakan pada infeksi saluran kemih. 5,7 Amoksisilin merupakan antibiotik spektrum luas, aktif terhadap kumankuman Gram positif dan sejumlah kuman Gram negatif. Amoksisilin tersedia sebagai kapsul atau tablet berukuran 125, 250, dan 500 mg dan sirup 125mg/5ml. Dosis sehari dapat diberikan lebih kecil daripada ampisilin karena absorpsinya lebih baik daripada ampisilin, yaitu 3 kali 250-500 mg sehari. Dosis : oral dewasa 250 – 500 mg tiap 8 jam, bayi <3 kg 25 – 50 mg tiap 8 jam, bayi 6 – 8 kg 50 – 100
15
mg tiap 8 jam, anak <20 kg 20 – 40 mg/kgBB/hari tiap 8 jam, anak >20 kg sama dengan dosis dewasa. 5,7,8 Pada resep ini amoksisilin diberikan sebanyak 1 sendok teh perkali pemberian (125 mg/ 5 ml). Dosis yang diberikan pada resep ini tidak sesuai, karena menurut perhitungan dosisnya yaitu 22 kg x 20-40 mg = 250 - 500 mg perhari yang dibagi dalam tiga dosis. Lama pemberian antibiotik pada resep ini tidak sesuai karena hanya diresepkan 1 botol dan akan habis dalam waktu 4 hari. sedangkan untuk aturan pemberian antibiotik yaitu 5 sampai 10 hari. 6 b). Alco DMP sirup
Alco DMP adalah obat yang diindikasikan untuk meredakan gejala bersin bersin dan hidung tersumbat karena flu. Tiap 5 ml mengandung pseudoephedrin HCl 30 mg, brompheniramine maleat 2 mg, dextromethorphan Hbr 10 mg. Dosis yang diberikan dalam bentuk sirup dewasa dan anak > 12 tahun: 5 ml 3 kali sehari, anak umur 6-12 tahun 2,5 ml 3 kali sehari, anak umur 2-5 tahun 1,25 ml 3 kali sehari. Pada resep alco DMP sirup diberikan 3 kali sehari 1 sendok teh. Pada kasus diatas pemberian Alco DMP dianggap tidak rasional karena tidak ada waktu pemberiannya dan dosis yang diberikan tidak sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan.9 c). Parasetamol sirup
Parasetamol
merupakan
penghambat
prostaglandin
yang
lemah.
Parasetamol mempunyai efek analgetik dan antipiretik, tetapi antiinflamasinya lemah. Dosis parasetamol untuk anak adalah 10-15 mg/kgBB/kali. Frekuensi pemberiannya 3-6 kali sehari. Waktu pemberian dapat diberikan sebelum ataupun
16
sesudah makan karena tidak mengiritasi lambung dan diberikan bila keluhan terjadi saja. Lama pemberiannya selama 3 hari, karena hanya bersifat simptomatik. Sediaan yang tersedia adalah sebagai obat tunggal berbentuk tablet 500 mg dan 120 mg/ 5ml dalam bentuk sirup. 5,7,8 Pada resep diatas diketahui berat badan pasien adalah 22 Kg, maka dosis yang tepat bagi pasien diatas untuk tiap kali pemberian adalah 220-330 mg. Pada resep ditulis 2 sendok teh, dosis ini sesuai dengan dosis referensi. Frekuensi pemberian sebanyak 3 kali sehari pada kasus diatas dianggap sudah tepat karena frekuensi pemberian parasetamol dapat diberikan 3-6 kali sehari. Lama pemberian parasetamol selama 3 hari sudah sesuai untuk pengobatan simptom yaitu 3 hari. Waktu pemberian tidak dicantumkan, tetapi paracetamol aman untuk diberikan baik pada sebelum maupun sesudah makan.
Pada kasus diatas pemberian
paracetamol dianggap rasional karena dosis yang diberikan sudah sesuai. 2.2.5. Bentuk Sediaan Obat
Pada resep kali ini bentuk sediaan yang diberikan adalah bentuk sediaan syrup. Pemilihan bentuk sediaan ini dianggap sudah tepat dengan memperhatikan bahwa pasien adalah anak-anak, sehingga lebih mudah untuk ditelan. Disamping itu absorbsi juga akan lebih cepat pada bentuk sediaan sirup dibandingkan dengan bentuk sediaan lainnya. Sirup adalah bentuk sediaan cair yang mengandung saccharosa atau gula. Obat dalam resep ini dipilih sediaan sirup karena disesuaikan dengan penderita adalah anak yang berumur 9 tahun. Untuk anak sebaiknya diberikan sediaan sirup karena dapat menutupi rasa yang tidak enak.
17
2.2.6. Interaksi Obat
Obat yang diberikan pada kasus ini yaitu obat batuk sirup (Alco DMP sirup), antibiotik (Amoksilin), antipiretik (Paracetamol). Tidak ada interaksi yang saling menghambat dan mempengaruhi antara satu obat dengan obat yang lain.. 2.2.7. Efek Samping Obat a. Alco DMP sirup
Efek samping dapat berupa Insomnia, sakit kepala, palpitasi, eksitas i, tremor, aritmia, takikardia, sulit berkemih.9 b. Amoksilin sirup
Efek samping yang sering terjadi adalah mual, diare, ruam, kadang kolitis karena
antibiotik,
alergi,
demam,
nyeri
sendi,
angioudem,
leukopeni,
trombositopeni, syok anafilaktik. 7,9 c. Parasetamol sirup
Efek samping yang dapat ditimbulkan berupa reaksi alergi pada kulit dapat berupa urtikaria, eritema, demam dan lesi pada mukosa, dan dapat pula terjadi anemia hemolitik, nefropati analgesik.7,9 2.2.8. Analisa Diagnosis
Berdasarkan data yang diperoleh dari status pasien, pada anamnesa dapat diketahui bahwa pasien mengalami batuk pilek selama 1 minggu dan demam. Diagnosa yang ditegakkan pada kasus ini adalah infeksi saluran pernapasan akut. Diagnosa ini masih sangat umum sehingga penatalaksanaan yang diberikan juga akan sangat luas. Berdasarkan referensi ISPA dikelompokkan menjadi lima kelompok penyakit yaitu : 7
18
1. Infeksi saluran pernapasan atas : Rhinitis, Faringitis, Tonsilitis, Otitis media 2. Laringo-trakeo bronchitis atau croup sindrom 3. Bronkhitis 4. Bronkiolitis 5. Pneumonia Adapun terapi yang diberikan berdasarkan resep diatas adalah antibotik sirup (amoksilin), obat antitusif-dekongestan-antihistamin sirup (alco dmp sirup) dan analgeti-antipiretik (parasetamol). Ditinjau dari etiologi, sebagian besar infeksi saluran pernafasan akut adalah disebabkan oleh virus. Pemberian antibiotik berupa amoksilin pada kasus ini tepat jika causa dari ISPA tersebut adalah bakteri. Namun karena data yang didapat dari status terbatas maka tidak dapat diketahui dengan pasti apa etiologinya. Pada kasus ini digunakan antibiotik amoksilin karena merupakan antibiotik yang memang dianjurkan untuk radang tenggorokan dan mudah di absorbsi. Obat batuk yang diberikan pada kasus ini adalah alco DMP yang mengandung dekstrometorfan dimana zat ini meningkatkan ambang rangsang refleks batuk. Obat ini berguna untuk meringankan batuk disertai bersin-bersin dan hidung tersumbat karena pilek. Pemberian alco DMP untuk pengobatan simptomatiknya juga sudah tepat, karena pada anamnesa didapatkan adanya keluhan batuk pilek.
4
19
Pada kasus ini diberikan analgetik-antipiretik berupa parasetamol karena dari anamnesis didapatkan anak juga mengalami demam. Pemberian parasetamol untuk pengobatan simptomatiknya juga sudah tepat, Berdasarkan keluhan yang didapat dari data penderita dan obat-obat yang diberikan di atas maka diagnosa yang mungkin paling mendekati adalah ISPA yang mengenai saluran napas atas seperti tonsilitis, faringitis.
20
2.3. Usulan Penulisan Resep
PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM “ULIN” BANJARMASIN
Jl. A Yani Km 2,5 Banjarmasin, Kalimantan Selatan Nama Dokter : dr. Adhityas angga NIP : I1A005076 UPF/Bagian : Kesehatan Anak
Tanda TanganDokter
Banjarmasin, 4 April 2011
R/ Amoksilin syr 125 mg/5 ml fl III S t.d.d cth II p.c (0.8. h) R/ Alco plus DMP 100 ml S p.r.n. t.d.d cth 1/2 (tussis)
fl I
R/ Parasetamol 120 mg/5 ml fl I S p.r.n. t.d.d cth II (febris)
Pro Umur Berat badan Alamat
: An. M. Yogi Dwi Riyanto : 9 tahun : 19 Kg : Jl. S. Parman Gg. kalimantan
21
BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka : 1. Tepat obat Penggunaan antibiotik untuk kasus ini sudah tepat. 2. Tepat dosis Pada resep ini dosis antibiotik yang diberikan sudah tepat. Sedangkan dosis untuk pengobatan symptom dan terapi supportif ada yang masih belum tepat 3. Tepat bentuk sediaan Bentuk sediaan yang diberikan sudah tepat sesuai dengan keadaan pasien. 4. Waktu penggunaan obat Pada resep ini tidak dituliskan dengan jelas kapan obat seharusnya diminum. 5. Tepat penderita Tepat karena obat sudah disesuaikan dengan keadaan penderita berdasarkan diagnosa yang ada.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta, 2001 2. Danu SS. Penggunaan obat secara rasional: upaya untuk mengatasi ketidakrasionalan pemberian obat. Medika 2001;11:737-739 3. Harjono, Farida N. Kajian resep-resep di apotik sebagai sarana meningkatkan penulisan resep yang rasional. Jurnal Kedokt YARSI 1999;7(1):91-104. 4. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi – Penulisan Resep yang Rasional 1. Airlangga University Press. Surabaya, 1995. 5. Staf Pengajar Farmakologi FK UNLAM. Perihal resep I. Dalam Diktat Farmakologi III edisi 3 Program Studi Pendidikan Dokter. Banjarbaru: Bagian Farmakologi FK Unlam, 2008. 6. Hardjasaputra, S.L.P dkk. Data Obat di Indonesia edisi 10. Grafidian Medipress. Jakarta, 2002. 7. Ganiswarna, S.G (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995. 8. Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. EGC. Jakarta. 1998. 9. MIMS Edisi Bahasa Indonesia petunjuk konsultasi Volume 8 2008/2009. Jakarta: PT. Info Master. 2009
23