BAB I PENDAHULUAN
AIDS pertama kali diketahui di Amerika Serikat pada musim semi 1981, ketika
U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan
pneumonia Pneumocystis carinii pada lima orang homoseksual yang sebelumnya sehat di Los Angeles. Dalam beberapa bulan kemudian, penyakit ini menjangkiti perempuan dan laki-laki pengguna suntikan intra vena dan lalu pada penerima transfusi darah dan pasien hemofilia. Ketika gambaran epidemiologinya berlipat dua, menjadi jelas bahwa mikrobanya ditularkan melalui kontak hubungan seks (homoseksual dan heteroseksual). Di seluruh dunia tahun 2007 diperkirakan terdapat 30,6 juta hingga 36,1 juta orang dengan HIV dan AIDS. Remaja 15-24 tahun adalah populasi paling berrisiko yang cukup tinggi, mencapai 52 persen pada penasun, 45 persen pada penjaja seks, dan 31 persen pada pelanggan penjaja seks. Diperkirakan pada 2007 akan terjadi jumlah infeksi baru HIV yang terbesar pada kelompok usia 15 hingga 19 tahun. Perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk tercepat di kawasan Asia, meskipun secara nasional angka prevalensinya tergolong rendah, hanya 0.1 %. Hingga akhir September 2007, Departemen Kesehatan melaporkan penambahan pasien AIDS sejumlah 2190 orang pada 2007 dan secara komulatif menjadi 10.384 orang.
1
BAB II LAPORAN KASUS
KETERANGAN UMUM Nama Pasien
: Tn. F I
Umur
: 24 tahun
Jenis Kelamin
: Pria
Alamat
: Perbata Warudoyo
Pekerjaan
: karyawan
Status Perkawinan
: Belum menikah
Agama
: Islam
No RM
: A282280
Tgl Masuk RS
: 14 Januari 2015
Tgl Pemeriksaan
: 16 Januari 2015
KELUHAN UTAMA Demam sejak 3 bulan SMRS
ANAMNESIS KHUSUS (ALLOANAMNESA)
Pasien menurut keluarganya mengeluhkan demam sejak 3 minggu SMRS. Keluhan muncul secara tiba-tiba kemudian selama 3 bulan terus menerus terutama saat malam hari. Keluhan demam disertai dengan keringat dan menggigil. Pasien juga 2
mengeluhkan batuk bersamaan dengan keluhan demamnya. Keluhan juga disertai mual muntah, BAB mencret, mulut sariawan dan penurunan berat badan. Menurut keluarganya pasien juga mengalami muntah dan diare sejak demamnya muncul, tapi muntah maupun diarenya tidak berdarah. Pasien sulit makan dan seringkali memuntahkan makanannya, dan lebih memilih untuk meminum minuman panas daripada minum air dingin. Keluhan BAB cair dirasakan terus menerus setiap hari, sampai 3 kali mengganti popok. Pasien merasakan lemas badan sampai sempat tidak sadarkan diri saat masuk ke IGD RSUD R. Syamsudin. Menurut keluarganya pasien terlihat lebih kurus dibandingkan sebelumnya. Sebelumnya pasien mempunyai berat badan 57 kg sekarang turun menjadi 47 kg. Pasien juga merasakan lemas, dan malas beraktivitas. Dibagian mulut pasien terdapat bercak-bercak merah dan putih di bagian lidah dan dinding mulut yang terasa perih. Pasien terlihat lebih pendiam dan sulit diajak bicara, dan mengeluhkan sulit mendengar. Pasien menyangkal adanya keluhan gangguan pada kulit, seperti bercakbercak kehitaman atau pun bruntus-bruntus berisi air. Tidak ada keluhan BAB berdarah ataupun muntah darah. Riwayat Penyakit Dahulu 1. Pasien sedang dalam pengobatan di poli VCT sudah 3 bulan. 2. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit tuberculosis sebelumnya
3
Riwayat Penyakit Keluarga 1. Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama 2. Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit tuberculosis Habitualis dan Lingkungan 1. Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan NAPZA suntik 2. Pasien sepengetahuan ibunya belum menikah dan dicurigai menyukai sesama jenis. 3. Pasien bukan seorang perokok 4. Pasien memiliki tatto dibagian tangan dan betisnya
STATUS PRESEN I. a.
KESAN UMUM Keadaan Umum Kesan sakit : sakit sedang Kesadaran
: composmentis (GCS 15)
Tinggi Badan : 165 cm
b.
Berat Badan
: 46 kg sebelumnya 57 kg (kehilangan 19% BB)
IMT
: 17,4 (underweight)
Tanda-tanda vital Tekanan darah : 110/70 mmHg Pernafasan
: 20x/menit
Suhu
: 39,4 oC
Nadi
: 80 x/menit - Tipe : equal - Isi
: cukup
- Irama: regular 4
II.
PEMERIKSAAN FISIK a. Kepala 1. Tengkorak : tidak ada kelainan 2. Muka
: tidak ada kelainan
3. Mata Letak
: simetris
Palpebrae
: normal, tidak ada edema
Pupil
: bulat, isokor
Sklera
: tidak ada ikterik
Konjungtiva
: anemic +/+
4. Telinga
: tidak ada kelainan, sekret (-/-)
5. Hidung
: Pernafasan cuping hidung (-), sekret (-/-), deviasi (-)
6. Bibir
: Sianosis (-) Kering : (+)
mukosa: basah, hiperemis
7. Gigi dan Gusi
: tidak ada kelainan, pendarahan gusi (-)
8. Lidah
: kotor, banyak patch putih (candidiasis)
10. Rongga Leher - Pharing& tonsil : tidak bisa diperiksa b. Leher - Inspeksi Kelenjar tiroid
: tidak terlihat pembesaran
Pembesaran vena
: tidak terlihat
Kelenjar getah bening : tidak terlihat pembesaran
5
- Palpasi Kaku kuduk
: tidak ada
Kelenjar tiroid
: tidak teraba pembesaran
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran
c. Pemeriksaan Thorax Inspeksi Bentuk umum
: simetris
Sudut epigastrium : normal, < 900 Sela Iga
: tidak terlihat pelebaran
Frontal & sagital
: tidak ada kelainan
Pergerakan
: simetris
Kulit
: kering, tidak terdapat kelainan
Iktus cordis
: tidak tampak
Tumor
: tidak tampak
Pembesaran vena
: tidak tampak
Palpasi Kulit
: kering, tidak tampak kelainan
Muskulator
: tidak ada kelainan
Vokal fremitus
: tidak bisa diperiksa
Mammae
: tidak ada kelainan
Ictus cordis
: - Lokalisasi : ICS 5 linea midclavicula sinistra - Intensitas
: tidak kuat angkat
6
- Pelebaran : tidak ada - Irama
: reguler
- Thrill
: tidak ada
Perkusi Paru-paru
COR
: - Kanan
: sonor
- Kiri
: sonor
- Batas paru hati
: ICS 5
- Peranjakan
: satu ICS
: - Batas atas
: ICS 2
- Batas kiri
: Linea midclavicula sinistra
- Batas kanan
: Linea parasternalis dektra
Auskultasi Paru-paru
COR
: Suara pernafasan
: vesicular
Vokal resonans
: kanan=kiri
Suara tambahan
: Ronchi +/+, wheezing -/-
: Bunyi jantung
: Bunyi S1 & S2 reguler
Murmur
: tidak ada
Gallop
: tidak ada
d. Pemeriksaan Abdomen
:
7
Inspeksi Bentuk
: datar
Kulit
: kering, ekskoriasi (-)
Palpasi Dinding perut: lembut Nyeri tekan : (+) Nyeri Lokal : tidak ada Hepar
: tidak teraba pembesaran
Lien
: tidak teraba pembesaran
Ginjal
: tidak teraba pembesaran
Perkusi Asites
: tidak ada
Pekak pindah
: tidak ada
Nyeri ketok CVA : tidak dilakukan Auskultasi Bising usus
: normal 7-8x/menit
Bruit
: tidak terdengar
e. Kaki & Tangan (ekstremitas) Inspeksi Bentuk
: tidak ada kelainan
Kulit
: kering, ekskoriasi (+), terdapat dua buah tatto.
Pergerakan : tidak ada kelainan Udema
: tidak ada
8
Palpasi Kulit
: kering, ekskoriasi (+)
Capillary Refill
: < 2detik
III. FOLLOW UP
:
Tanggal
Anamnesa dan pemeriksaan
15/01/1 5
S: muntah setiap kali makan, bab mencret, demam +, pegal-pegal badan O : TD: 110/70 N: 80 R: 24 S:39,6C Mata: ca -/- si -/Leher tidak teraba pembesaran KGB Thorax : cor : BJM reg, murmur-, gallopPulmo: BVS ki=ka, wh -/- rh-/Abdomen : datar, supel NT-, BU+N Ext: akral hangat crt<2s S: batuk berdahak berwarna kuning, mual +, muntah +, tidak bisa makan, demam +, bab mencret +(3kali ganti pampers), malas berbicara, sulit mendengar, O: TD: 110/70 N: 80 R: 24 S:39,4C Mata: ca +/+ si -/-, mulut: stomatitis+candidiasis oral Leher tidak teraba pembesaran KGB Thorax : cor : BJM reg, murmur-, gallopPulmo: BVS ki=ka, wh -/- rh+/+ Abdomen : datar, supel NT-, BU+N Ext: akral hangat crt<2s
16/01/1 5
Diagnosis dan penatalakasanaan A: b20 stage 3 + obs febris + obs vomitus + riwayat syok hipovolemik P: IVFD RL 30gtt ARV dilanjutkan Ranitidin 2x1 Ondansentron 2x1 PCT 3x1
A: B20 stage III+ candidiasis oral+ prolong febris+ GEA kronis+ anemia+ susp. TB paru &peritonitis+riwayat syok hypovolemik P: pro RO thorax & abdomen 3 posisi Pasang NGT ARV dilanjutkan Ranitidin 2x1 Ondansentron 2x1 PCT 3x1 Ceftriaxon 2x1 Ulsafat tab 3x1
9
17/01/1 5
19/01/1 5
IV.
Lab (15/01) : hb: 8,9, leuko:3500, ht: 27, ertitrosit: 3,4, MCV: 72, AST 73 S: batuk berdahak warna kuning, BAB cair +, mual +, muntah+, demam+, makanO: TD: 100/60 N: 80 R: 24 S:40,0C Mata: ca +/+ si -/-, Mulut: stomatitis+candidiasis oral Leher tidak teraba pembesaran KGB Thorax : cor : BJM reg, murmur-, gallopPulmo: BVS ki=ka, wh -/- rh+/+ Abdomen : datar, supel NT-, BU+^ Ext: akral hangat crt<2s S: demam +, batul+, bab cair+, sudah berampas, muntah-, penurunan pendengaran. O: TD: 100/70 N: 84 R: 26 S:38,6C Mata: ca +/+ si -/-, Mulut: stomatitis+candidiasis oral Leher tidak teraba pembesaran KGB Thorax : cor : BJM reg, murmur-, gallopPulmo: BVS ki=ka, wh -/- rh+/+ Abdomen : datar, supel NT-, BU+^ Ext: akral hangat crt<2s
A: B20 stage III+ candidiasis oral+ prolong febris+ GEA kronis+ anemia+ susp. TB paru + riwayat syok hypovolemik P: pro RO thorax & abdomen 3 posisi ARV ditunda Ranitidin 2x1 Ondansentron 2x1 PCT 3x1 Ceftriaxon 2x1 Ulsafat tab 3x1 A: B20 stage III+ candidiasis oral+ prolong febris+ GEA kronis+ anemia+ susp. TB paru + riwayat syok hypovolemik P: pro RO thorax & abdomen 3 posisi ARV ditunda Ranitidin 2x1 Ondansentron 2x1 PCT 3x1 Ceftriaxon 2x1 Ulsafat tab 3x1
RESUME Pasien laki-laki berusia 24 tahun mengeluhkan deman sejak 3 bulan yang lalu,
keluhan disertai mual muntah, BAB mencret, mulut sariawan dan penurunan berat badan bersamaa sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga merasakan lemas, dan malas beraktivitas dan makan. Dibagian mulut pasien terdapat bercak-bercak merah dan
10
putih di bagian lidah dan dinding mulut yang terasa perih. Pasien terlihat lebih pendiam dan sulit diajak bicara, dan mengeluhkan sulit mendengar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran pasien dalam keadan sadar (composmentis), suhu : 39,4 C, bagian luat mulut kering, dipermukaan dalam tampak hiperemis dan terdapat bercak-bercak putih candidiasis di bagian lidahnya. Kulit tampak kering. Pada pemeriksaan auskultasi paru terdapat rokhi +/+.
Dibagian
ektremitas ditemukan dua buah tatto. Pada pemeriksaan lab ditemukan nilai hb: 8,9, leuko:3500, ht: 27, ertitrosit: 3,4, MCV: 72, AST 73. V.
DIAGNOSA KERJA B20 stage III+ candidiasis oral+ prolong febris + GEA kronis + anemia +
susp. TB paru + riwayat syok hypovolemik VI. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam
: dubia ad malam : dubia ad malam
11
BAB III PEMBAHASAN
Definisi
HIV adalah virus yang menyerang sistem imun, khususnya sel limfosit T (CD4+). Terdiri dari 2 type : HIV1 dan HIV2.
AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV yang termasuk famili retroviridae, merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
Human
immunodeficiency
virus
adalah
virus
penyebab
Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLVIII (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus), adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA) (Price & Wilson, 1995). Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse
12
transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya (Muma et al, 1997).
AIDS Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks invasif) atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB) (Doengoes, 2000).
Epidemiologi
Wilayah terbanyak Afrika Sub-Sahara.
Di dunia 33,2 juta HIV (+), 2,1 juta meningkat karena AIDS.
Usia : 20-29 tahun (46,4%)
13
14
15
Etiologi Human Imunodeficiency virus tipe 1 & 2.
Sel target HIV :
Th CD4+.
Sel dendritik.
Makrofag.
Tc CD8+.
Sel NK (CD4+, CCR5).
Faktor Risiko
16
Homoseksual (72%)
Penyalahgunaan obat IV (intravena) (17%)
Heteroseksual (4%)
Resipien transfusi (1 %)
Pediatri (1%)
Penularan : Dapat menularkan : •
Hubungan sexual, jarum suntik pada pengguna narkoba, tranfusi, dari ibu yang (+) kepada bayi yang dilahirkan, tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi Tidak dapat menularkan :
•
Bersentuhan, Bersalaman, Berpelukan (kontak sosial) Berciuman (melalui air liur) Batuk, Bersin, Berbagi makanan/ menggunakan peralatan makan bersama,
•
Gigitan nyamuk atau serangga lain, Berenang bersama, Memakai toilet bersama
Patofisiologi
17
Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya (Price & Wilson, 1995). Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada
18
saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistik (Brunner & Suddarth, 2001). Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (Brunner & Suddarth)
Manifestasi Klinis Stadium 1 :
Akut
19
Asimptomatik
KGB membesar
Limfadenopati generalisata yang persisten
Stadium 2 :
Persisten hepatosplenomegali tanpa sebab yang jelas
Erupsi pruritus papular
Angular cheilitis
Eritema pada garis ginggiva
Infeksi wart virus yang luas
Molluscum contangiosum
Ulkus pada rongga mulut yang tidak sembuh
Pembesaran kelenjar parotis tanpa ada sebab yang jelas
Herpes zoster
Infeksi saluran pernapasan atas yang kronis (otitis media, otorhhoe, sinusitis, tonsilitis)
Penurunan berat badan
Gangguan kulit (infeksi mukokutaneus, yaitu seboroik dermatitis, prurigo, fungal nail infection, scabies).
20
Stadium 3 :
Berat badan menurun (>= 10% berat badan)
Diare kronik > 1 bulan, disebabkan oleh infeksi patogen bakteri seperti spesies Salmonella, dan Shigella.
Fever tidak terdiagnosis/tidak hilang > 1 bulan.
Oral candidiasis persisten.
Oral hairly leukoplekia.
Bronchiectasis dan infeksi oportunistik paru lainnya.
Anemia
Vulva vagina candidiasis, kronis (>= 3 bulan), tidak responsive pada pengobatan.
TB paru.
Limfadenitis TB.
Pneumonia bacterial yang kambuh.
Aktivitas penyakit menurun 50%.
Stadium 4 :
Malnutrisi yang tidak membaik dengan terapi standart.
21
Infeksi bakteri (contoh: empyema, pyomyositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis).
HIV wasting syndrome.
Pneumocytis cranii pneumonia (PCC)
Herpes simplex.
Candidiasis of oesophagus, trakea, lungs, bronchus.
Multifokal leukoencephalopaty
Sarkoma kaposi
Gangguan kulit --> khas : bruntus-bruntus hitam.
Leukoplakia hairy --> putih-putih dipinggir lidah
TBC milier
TB extra paru
Toxoplasmosis
HIV encephalopaty
Ulkus
Drug reaction Perkembangan Klinis :
22
1.Infeksi HIV Stadium Pertama Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening. 2.Persisten Generalized Limfadenopati Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut. 3.AIDS Relative Complex (ARC) Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua. 4.Full Blown AIDS Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga
23
penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya. Klasifikasi berdasarkan klinis
Kategori klinik infeksi HIV
24
Penatalaksanaan Tiga golongan obat ARV yang tersedia di Indonesia : 1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) Menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA (replikasi virus).
Zidovudine
Zalcitabine (ddC)
Stavudine (d4T)
Abacavir (ABC)
(ZDV/AZT).
Iamivudine (3TC) Didanosine (ddI)
1. 2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Nevirapine (NVP)
Evafirenz (EFZ)
Delavirdine (DLV)
1. 2. 3, Protease Inhibitor (PI) Menghambat enzim protease yang memotong rantai panjang asam amino menjadi protein yang lebih kecil.
Indinavir (IDV)
Nelfinavir (NFV)
Saquinavir (SQV)
Ritonavir (RTV)
25
Amprenavir (APV)
Iopinavir/ritonavir (LPV/r) (Zubairi Djurban, 2003).
26
3.
4. 5. 6. 7.
8.
9.
10. 11. Infeksi oportunistic yang sering terjadi pada pasien AIDS •
Menurut data Ditjen PP&PL hingga September 2005, kandidosis merupakan infeksi oportunistik terbanyak pada Odha, yakni 31,29 persen. Kemudian secara berurutan, yaitu: tuberkulosis, koksidioidomikosis, pneumonia, herpes zoster, herpes simpleks, toksoplasmosis, dan CMV. Namun secara umum, jenis dan penyebab infeksi oportunistik dapat berbeda di tiap daerah dikarenakan adanya perbedaan pola mikroba patogen.
12.
13. IO
14. %
N
15.
16. Kandidosis
17. 31,29
19. Tuberculosis
20. 6,14
22. Koksidioimikosis
23. 4,09
25. Pneumonia
26. 4,04
28. Herpes Zoster
29. 1,27
31. Herpes Simpleks
32. 0,65
34. Toksoplasmosis
35. 0,43
37. Cmv
38. 0,17
1 18. 2 21. 3 24. 4 27. 5 30. 6 33. 7 36. 8
39.
40. Gambar 1. Awal kejadian infeksi HIV-1 di transmukosal 41. Penelitian terhadap seseorang dengan infeksi HIV-1 akut, menunjukkan infeksi selektif oleh populasi tertentu dari varian HIV-1. Penyebaran virus melalui makrofag-tropik (not T- cell tropic) dan kehilangan kemampuan untuk mempengaruhi synctitia multinukleasi di dalam biakan jaringan. Glikoprotein 120, protein pembungkus virus, mengikat molekul CD4 kedalam sel yang peka, tetapi untuk masuk kedalam sel butuh suatu coreseptor. Coreseptor dari makrofag tropik adalah strain dari CCR5, sebuah reseptor kemokin permukaan . beberapa virus dinamai R5 untuk mencerminkan reseptor mereka, sedangkan virus-virus sel T-tropik yang memerlukan CXCR4 untuk masuk, disebut virus-virus X4. Sel Langerhans yang merupakan target utama virus respon terhadap CCR5 tetapi CXCR4 tidak. Hal ini dapat menjelaskan virus R5 merupakan strain yang dominan dalam infeksi HIV-1 akut. Hal ini juga menjelaskan orang-orang dengan homozigot 32-bp delesi pada CCR5 relatif
resisten terhadap strain R5. Walaupun jarang kasus transmisi virus X4 pernah dilaporkan pada beberapa orang. 42.
Setelah infeksi terdapat penigkatan viremia secara cepat di dalam
plasma, dengan penyebaran virus terbanyak pada pembuluh limfa, dan virus tersebut terjebak oleh sel-sel dendrit. Titer tertinggi virus ditemukan pada infeksi primer di daerah genitalia. Pada tahap ini ditandai dengan tingginya replikasi virus dan kemampuan untuk menginfeksi, penting untuk kesehatan publik, sejak tes deteksi untuk antibodi HIV-1 sering gagal. 43.
Setelah penigkatan viremia, sering kali untuk mengukur 1 juta
molekul RNA per milimeter, ditamdai dengan pengurangan viremia ke keadaan replikasi virus. Penurunan jumlah virus selama infeksi HIV-1 akut mungkin dikarenakan respon spesifik dari sistem imun ketika virus berreplikasi. Terdapat hubungan antara HIV-1 sitotoksik T limfosit dan penurunan titer virus pada manusia dan binatang. Ketika infeksi akut, satu dari 17 CD4+T sel dalam darah perifer menjadi T sitotoksik limfosit spesifik menjadi target melawan virus. Proporsi tinggi ini mencerminkan suatu usaha yang bertenaga oleh pertahananpertahanan
seluler
untuk
menahan
replikasi
virus.
Pengamatan
ini,
menggabungkan dengan bukti in vitro dari suatu pengaruh antiviral yang kuat dari sitotoksik T limfosit
menyatakan bahwa sel-sel ini adalah di paling sedikit
bertanggung jawab untuk pengurangan di viremia HIV-1. Ada juga suatu korelasi antara cytotoxic-T-lymphocyte yang respon terhadap protein pembungkus dan pengurangan di dalam RNA plasma karena virus. Sebagai tambahan, faktor-faktor yang dapat larut oleh CD8+ menghalangi replikasi HIV-1 pada awal infeksi yang akut dan berperan untuk pengurangan beban yang karena virus. Di dalam kontras,
antibodi penetralan tidak biasanya dapat ditemukan dari minggu sampai bulan sampai pengurangan di dalam replikasi virus. Banyak dari gejala infeksi HIV-1 akut refleksi dari respon antibodi tubuh, dan kebanyakan terjadi pada saat pengisian virus dalam plasma menurun. Seseorang dengan pengisian virus yang tinggi lebih besar kemungkinan terjadi AIDS dan kematian. 44. Prognosis 45.
Sulit sekali menduga apalagi menentukan perjalanan penyakit pada
waktu diagnosis AIDS ditegakkan. Mortalitas pasien AIDS mendekati 100% tetapi dengan adanya pengobatan ARV bermanfaat menurunkan morbiditas & mortalitas dini akibat infeksi oportunistik. 46. 47. Pencegahan 48.
Pencegahan dengan menghilangkan atau mengurangi perilaku
berisiko merupakan tindakan yang sangat penting. 49. Penurunan risiko pada individu :
Pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenai patofisiologi HIV dan transmisinya terutama mengenai fakta penyakit dan perilaku yang dapat membantu mencegah penyebarannya.
Kontak seksual antara homoseksual sebaiknya dengan kondom.
Kurangi jumlah pasangan atau pakai kondom.
Tidak menggunakan alat suntik bersama-sama.
Membersihkan alat suntik dengan cairan pembersih atau mengganti jarum suntik.
50. Orang normal dengan pasangan yang berisiko, menggunakan teknik seks yang aman :
Menghindari aktivitas seksual yang berisiko (anal/vaginal).
Pakai kondom dari lateks.
Pakai spermisida nonoksinol-9.
Pemijatan serta sentuhan.
51. Untuk pasien hemofili atau kemungkinan untuk transfusi dan penggunaan produk darah :
Menyimpan darah sendiri sebelum operasi.
Hemodilusi.
Penggunaan rekombinan faktor pembeku darah.
Penggunaan rekombinan faktor pertumbuhan hematopoietik.
Pengganti sel darah merah.
Wanita dengan HIV : kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan tidak memberi ASI pada bayi.
52. Penurunan risiko pada tenaga kesehatan :
Penggunaan alat pelindung pribadi untuk menurunkan risiko terkena darah atau bahan-bahan lain yang mungkin infeksius.
Setelah penggunaan alat pelindung, tangan harus dicuci dengan sabun dan air. Batasi resusitasi mouth to mouth, gunakan alat bantu mulut, kantung resusitasi, dan lain-lain yang tersedia.
Cuci bagian tubuh yang terpapar cairan tubuh/mukosa membran yang potensial menimbulkan infeksi dengan sabun dan air.
Pemeriksaan HIV dan hepatitis bagi yang tertusuk jarum, tergores pisau. Dekontaminasi area kerja.
Pembuangan alat-alat medis pada tempat yang tepat.
Hindari penutupan kembali dengan kedua tangan, membengkokkan, memindahkan jarum suntik bekas. Lakukan dengan satu tangan atau dengan forceps (Muma et al, 1997).
53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. DAFTAR PUSTAKA
Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Depok : Leskonfi.
www.jurnalkedokteranindonesia.wordpress.com
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI.
Djuanda, Adhi, Hamzah Mochtar, Siti Aisah. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI. 61. 62. 63.