LAPORAN LENGKAP ANTI INFLAMASI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sebagian besar orang memiliki pendapat tertentu mengenai normal dan mendefinisikan penyakit atau keadaan sakit sebagai suatu penyimpangan dari keadaan normal atau tidak adanya keadaan normal. Akan tetapi, jika dilihat dengan lebih cermat, konsep kenormalan terlihat kompleks dan tidak dapat didefinisikan secara singkat dan jelas. (Price (Price dan wilson. wilson. 2005). 2005). Tubuh kita terus diancam oleh penyakit dari sumber eksternal (mis: invasi bakteri dan virus) dan sumber internal (mis : sel yang bermutasi, seperti sel kanker). Jika ancaman dari luar dapat menerobos baris pertama pertahanan tubuh, mereka akan menghadapi baris pertahanan
kedua dalam bentuk sel fagosit dan mati karena
serangan kimiawi yang toksik. Hal ini merupakan bagian dari respon inflamasi yang akan terjadi setiap kali terdapat kerusakan jaringan dengan sebab apapun. (Chang dan Dally. 2009). Selama hidup seseorang, jaringan maupun organ tubuh pasti pernah cedera. Agar semua dapat berjalan berjalan dengan baik, maka terjadi perbaikan perbaikan dan pemulihan pemulihan pada jaringan dan organ tersebut. Banyak faktor lingkungan lingkungan dan perorangan perorangan yang dapat memodifikasi dan mempengaruhi proses pemulihan. Pemulihan atau penyembuhan biasanya didahului dan diawali suatu proses peradangan. (Tembayong, 2000).
Bila sel-sel atau jaringan-jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama pejamu masih bertahan hidup, jaringan hidup disekitarnya membuat suatu respon mencolok yang disebut peradangan. Yang lebih khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial di daerah cedera atau nekrosis. (Price dan wilson, 2005). B. Maksud Percobaan
Untuk mengetahui efek antiinflamasi dari suatu sediaan obat terhadap hewan uji mencit (Mus musculus) C. Tujuan percobaan
Untuk mengetahui efek antiinflamasi suatu sediaan obat yang diberikan secara oral pada hewan uji mencit ( Mus musculus) denagn menghitung volume udem telapak kaki mencit dengan alat pletisnometer setelah pemberian karagen. D. Prinsip percobaan
Penentuan efek antiinflamasi suatu sediaan obat yaitu caflam, dexametason, dan Na. Diklofenak dengan zat pembanding Na. CMC 1 % dengan mengukur volume udem kaki mencit pada alat pletisnometer selama interval waktu 10, 20, dan 30 menit setelah pemberian obat awal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori umum
Peradangan dapat didefinisikan sebagai reaksi jaringan terhadap cedera, yang secara khas terdiri atas respon vascular dan selular, yang bersama-sama berusaha menghancurkan substansi yang dikenali sebagai asing untuk tubuh. Jaringan itu kemudian dipulihkan sediakala atau diperbaiki sedemikian rupa agar jaringan atau organ itu dapat tetap bertahan. (Tamanyong, 2000). Penyebab-penyebab peradangan banyak dan berfariasi, dan penting untuk memahami bahwa peradangan dan infeksi tidak sinonim dengan demikian infeksi (adanya mikroorganisme hidup di dalam jaringan) hanya merupakan salah satu penyebab peradangan. Perdangan dapat terjadi dengan mudah dalam keadaan yang benar-benar steril. Karena banyaknya keadaan yang mengakibatkan peradangan (Price dan Wilson, 2005). Radang dapat dibagi 3 yaitu : a. Radang akut b. Radang sub akut c. Radang kronik Gambaran makroskopik peradangan akut, tanda-tanda pokok peradangan mencakup kemerahan (Rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), bengkak (tumor), dan gangguan fungsi (fungsio laesa). a. Rubor (kemerahan) Biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Sering dengan munculnya reaksi peradangan, arterior yang memasok darah tersebut berdilatasi
sehingga
memungkinkan
mikrosirkulasi darah lokal.
lebih
banyak
darah
mengalir
kedalam
b. Kolor (panas) Kolor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan pad reaki peradangan akut. Daerah peradangan dikulit menjadi lebih hangat dibanding dengan sekelilingnya karena lebih banyak darah (pada suhu 37 0 C) dialirkan dari dalam tubuh kepermukaan daerah yang terkena dibandingkan dengan daerah yang normal. c.
Dolor (nyeri) Pada suatu nyeri peradangan tampaknya ditimbulkan dalam berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat-zat kimia bioaktif lain dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang tidak diragukan lagi dapat menimbulkan nyeri.
d. Tumor (pembengkakan) Pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah kejaringan intestisial. Campuran cairan dan sel-sel ini yang tertimbun didaerah peradangan disebit eksudat.
e. Fungsio laesa (perubahan fungsi) Perubahn fungsi merupaka bagian yang lazim pada reaksi peradangan. Sepintas mudah dimengerti, bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, seharusnya berfugsi secara abnormal. Penyebab-penyebab
peradangan
meliputi
agen-agen
fisik,
kimia,
reaksi
imunologik, dan infeksi oleh organism-organisme patogenik. Infeksi tidak sama dengan
peradangan dan infeksi hanya merupakan salah satu penyebab peradangan. (Price dan Wilson, 2005). Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu : a. Glukokortikoid (golongan steroidal) yaitu antiinflamasi steroid. Anti inflamasi steroid memiliki efek pada konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase. Contohnya golongan predinison. b. NSAIDs (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs ) juga dikenal dengan AINS (Anti Inflamasi Non Steroid). NSAIDs bekerja dengan menhhambat enzim siklooksigenase tetapi tidak Lipoksigenase. Secar kimiawi, obat-obat ini biasanya dibagidalam beberapa kelompok, yaitu : asetosal, benorilat dan diflunisal. Dosis anti radangnya terletak 2-3 kali lebih tinggi daripada dosis analgesiknya. Berhubung resiko efek sampingnya, maka jarang digunakan pada rematik. : diklofenak, indometasin, dan sulindak (Clinoril). Indometsin termasuk obat yang terkuat efek anti radangnya, tetapi lebih sering menyebabkan keluhan lambung dan usus. t
: ibuprofen, ketoprofen, flubirprofen, naproksen dan tiaprofenat. : piroxicam, tenosikam dan meloksikam.
n
: (oksi) fenbutazon dan azapropazon (Prolixan) : mefenaminat, nabumeton, benzidamin dan befexamac (Parfenac). Benzidamin berkhasiat anti radang agak kuat, tetapi kurang efektif pada gangguan rematik. (Tjay dan Raharja, 2007).
NSAIDs bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase (COX), dan dengan melakukan hal ini, NSAIDs juga bekerja untuk menurunkan produksi prostaglandin dan Leukotriena. Prostaglandin COX-1 merangsang fungsi fisiologis tubuh, seperti produksi mukus lambung yang bersifat protektif dan maturasi trombosit. Sebaliknya, lintasan COX-2 diinduksi oleh kerusakan jaringan/ inflamasi, dan prostaglandin yang dihasilkan merupakan substansi proinflamasi, inhibisi lintasan COX2 akan mengurangi respon inflamasi, mengurangi udema dan meredahkan nyeri. Obat kortikosteroid anti-inflamasi, seperti kortisol dan prednisone menghambat pengaktifan fosfolipase A 2 dengan menyebabkan sintesis protein inhibitor yang disebut lipokortin. Lipokortin menghambat aktifitas fosfolipase sehingga membatasi produksi PG. Preparat steroid juga mengganggu fungsi limfosit sehingga produksi IL menjadi lebih sedikit. Keadaan ini mengurangi komunikasi antar limfosit dan proliferasi limfosit. Oleh karena itu, pasien uang menggunakan steroid dalam jangka pnjang lebih rentang terkena infeksi. (Chang dan Daly, 2009).
B. Uraian bahan
1. Aquades (FI Edisi III, hal 96) Nama resmi
: AQUA DESTILLATA
Nama lain
: Air suling, aquadest
Rumus molekul
: H2O
Berat molekul
: 18,02
an
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau
panan
: dalam wadah tertutp baik 2. Na CMC (FI Edisi III, hal 401)
an
Nama resmi
: NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama lain
: Natrium karboksimetilselulosa
: Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading, tidak berbau atau hampir tidak berbau, higroskopik.
an
: Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P dan dalam pelarut organik lain
panan
: Dalam wadah tertutup rapat : Zat tambahan
C. Uraian Obat
1. Deksametason ( FI Edisi III, hal 195) Nama resmi
: DEXAMETHASONUM
Nama lain
: Dexametason
Rumus kimia
: C22H29FO5
Berat molekul
: 392,47
n
: Hablur atau serbuk hablur, putih atau hampir, tidak berbau, rasa agak pahit
n
: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 42 bagian etanol (95%)P dan dalam 165 bagian kloroform
anan
:Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya Khasiat
ja obat
: Adrenoglukortikoidum
: Mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi mediator inflamasi, dan menurunkan permeabilitas kapiler yang semula tinggi dan menekan respon imun
i
: Antialergi dan obat untuk anafilaksis : Kardiovaskular : Aritmia, bradikardia, henti jantung, kardiomiopati, hipertensi, syncope : Depresi, euforia, sakit kepala, kejang, vartigo, malaise
tologi
: Akne, dermatitis alergi,kulit kering, kulit pecah-pecah, hipopigmentasi, hypertrichosis, perianal prutitus (Pemberian IV), urticaria
indikasi
:Pemberian kortikosteroid sistemik dapat memperparah sindrom cushing, dapat menekan hypothalamic
– pituitary – adrenal
pengobatan sistemik dihentikan mendadak.
(HPA) dan kematian dapat terjadi apabila
3. Na. Diklofenak i
:nyeri pasca bedah, nyeri dan radang pada penyakit artritis dan gangguan otot rangka lainnya, nyeri pada gout dan dismenoria.
ndikasi
: Pasien dengan hipersensitivitas, asma, urtikaria, rinitis parah, angioudema, tukak lambung aktif. : Pencernaan
: gabgguan saluran cerna bagian atas (20 %), tukak
lambung, perdsarahan saluran cerna. Saraf
: Sakit kepala (3-9 %), depresi, insomia, cemas
Ginjal
: (kurang dari 1 %), terganggu fungsi ginjal
Kardiofaskuler
: retensi cairan, hipertensi (3-9 %)
Pernapasan
: asma (kurang dari 1 %)
Darah
: Lekopenia, trombosipetomia, hemolitik anemia (kurang dari
1%). Hati :Hepatitis, sakit kuning (jarang), peningkatan SGOT terjadi pada 2% pasien. Lain-lain a Kerja
:Ruam, Pruritus, tinnitus, reaksi sensivitas
: Menghambat sintesis prostaglandin dengan menghambat COX-1 dan COX-2. 4. Kaflam
osisi
: Tiap tablet salut selaput mengandung kaluim diklofenak 25 mg dan 50 mg
si
: sebagai pengobatan jangka pendek untuk kondisi akut seperti nyeri inflamasi setelah trauma seperti terkilir, nyeri dan inflamasi setelah operasi, seperti operasi gigi dan tulang.
indikasi
: hipersensitif terhadap zat aktif dan tukak lambung, juga dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat tercetusnya serangan asma, urtikaria atau rhinitis akut akibat obat-obat antiinflamasi non-steroid lainnya.
amping
:
-kadang : nyeri epigastrium, gangguan saluran pencernaan seperti mual, disre, kejang perut. ng
: perdarahan saluran pencernaan
gat jarang
: gangguan usus bawah, stomatis aphthosa. D. Uraian Hewan Uji
1. Klasifikasi mencit ( Mus musculus) Kingdom
: Animalia
Phylum : Chordata Class
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Mus
Species : Mus musculus 2. Morfologi Mencit (Mus musculus) adalah anggota muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai dirumah-rumah dan dikenal sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigit barang-barang kecil lainnya, serta bersarang disudut lemari. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbesar kedua di dunia setelah manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di hutan lebih sedikit dibanding yang hidup diperkotaan. 3. Karakteristik
Berat badan dewasa
: 25-40 g betina 20-40 g jantan
Lama hidup
: 1,5-3 tahun
Laju pernapasan
: 94-163 napas/menit
Denyut jantung
: 325-780 denyut/menit
Perkembang biakan
: sepanjang tahun
Siklus estus
: 4-5 hari
Masa hamil
: 20 hari
BAB III METODE KERJA A. Alat Dan Bahan Yang Digunakan 1. Alat yang digunakan
a.Aluminium foil b.Batang pengaduk c. Gelas kimia d.Gelas kimia e.Kompor f. Labu ukur g.Pipet tetes h.Plestysnometer i. Sendok tanduk j. Spoit injeksi k. Spoit oral l. Timbangan analitik m. Wadah/botol 2. Bahan Yang Digunakan
a.Aquadest b.Hewan uji mencit ( Mus musculus) c. Karagen 1% b/v d.Kertas perkamen e.Suspensi Na. CMC 1% b/v
f. Suspensi obat Caflam g.Suspensi obat dexametasone h.Suspensi obat Na. Diklofenak B. Cara Kerja 1. Pembuatan suspensi Na. CMC 1% b/v
a.Disiapkan alat dan bahan b.Ditimbang Na. CMC sebanyak 2,5 gram c. Diukur sebanyak 250 ml aquadest dan dipanaskan hingga mendidih d.Dimasukkan Na.CMC sedikit demi sedikit dan diaduk hingga membentuk suspensi yang homogen e.Didinginkan dan dimasukkan kedalam wadah dan diberi etiket 2. Pembuatan karagen 1% v/v
a.Disiapkan alat dan bahan b.Dipisahkan kuning telur dan putih telur c. Dipipet sebanyak 1 ml putih telur dan dimasukkan kedalam labu ukur d.Ditambahkan aquadest hingga volumenya mencapai 100 ml e.Dikocok homogen dan dimasukkan kedalam wadah/botol dan diberi etiket 3. Pembuatan Suspensi Obat Cataflam
a. Disiapkan alat dan bahan b. Ditimbang serbuk cataflam sebanyak 43,48 mg c. Diukur sebanyak 50 ml suspensi Na. CMC 1% b/v dan dimasukkan kedalam labu ukur d. Dimasukkan sedikit demi sedikit obat yang telah ditimbang dan dikocok homogen e. Dimasukkan kedalam wadah dan diberi etiket
4. Pembuatan Suspensi Obat Dexametazone
a. Disiapkan alat dan bahan b. Ditimbang serbuk Dexametazone sebanyak 34,9 mg c. Diukur sebanyak 50 ml suspensi Na. CMC 1% b/v dan dimasukkan kedalam labu ukur d. Dimasukkan sedikit demi sedikit obat yang telah ditimbang dan dikocok homogen e. Dimasukkan kedalam wadah dan diberi etiket 5. Pembuatan Suspensi Obat Na. Diklofenak
a. Disiapkan alat dan bahan b. Ditimbang serbuk cataflam sebanyak 43,97 mg c. Diukur sebanyak 50 ml suspensi Na. CMC 1% b/v dan dimasukkan kedalam labu ukur d. Dimasukkan sedikit demi sedikit obat yang telah ditimbang dan dikocok homogen e. Dimasukkan kedalam wadah dan diberi etiket 6. Perlakuan Hewan Uji
a. Disiapkan alat dan bahan b.
Hewan uji mencit ( Mus musculus) dipuasakan, didiamkan selama 15 menit dan ditimbang kemudian dikelompokan
c. Diukur volume telapak kaki awal dengan menggunakan pletysnometer d. Disuntikkan karagen 1% v/v sebanyak 0,1 ml dan diamkan selama 15 menit, lalu diukur volume udemnya e. Diberikan suspensi obat Dexametazone, Na. Diklofenak, Cataflam, dan Na. CMC 1% b/v (kontrol) pada masing-masing hewan uji f. Diukur kembali volume udem telapak kaki pada menit ke 10, 20, dan 30, dikumpul data dan dibahas
C. Teknik Pengambilan Data
Adpun teknik pengambilan data pada percobaan ini, dilakukkan percobaan yaitu dengan mengukur volume udem telapak kaki hewan uji mencit ( Mus musculus) dengan menggunakan alat pletysnometer sebelum dan sesudah pemberian obat secara oral yaitu Dexametazone, Na. Diklofenak, dan Kaflam serta Na. CMC 1% b/v sebagai kontrol negatif. Sebelum pemberian obat disuntikan karagen sebagai penginduksi udem pada telapak kaki hewan uji mencit ( Mus musculus). Prinsip dasar dari alat pletysnometer berdasarkan hukum Archimedes dengan melihat skala yang ditujukan dan diperoleh data kemudian dilanjutkan dengan analisis rancangan acak rangkar (RAL), Analisi varians (ANAVA) dan Newman-Keuls dilanjutkan dengan penentuan signifikan atau nonsignifikan.
BAB IV HASIL PENGAMATAN Tabel pengamatan
No
Perlakuan
BB Hewan uji (gram)
Volume
Volume
Volume
awal
udem
perlakuan
(ml)
(ml) 10’
20’
30’
1.
2.
Na. CMC 1%
25
0,3
0,5
0,5 0,5
0,4
23
0,2
0,4
0,4 0,3
0,3
24
0,2
0,5
0,4 0,4
0,3
Dexametazon
21
0,2
0,4
0,4 0,3
0,2
e
23
0,3
0,5
0,3 0,3
0,2
26
0,3
0,5
0,5 0,4
0,3
26
0,1
0,3
0,3 0,2
0,1
Na.
27
0,1
0,4
0,3 0,3
0,2
Diklofenak
24
0,2
0,5
0,3 0,3
0,2
27
0,2
0,4
0,4 0,2
0,2
25
0,2
0,5
0,3 0,3
0,2
23
0,3
0,4
0,4 0,3
0,2
3.
4.
Cataflam
BAB V PEMBAHASAN Radang atau inflamasi adalah suatu respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi atau iritasi. Untuk pengobatan inflamasi ada dua golongan besar obat yang digunakan yaitu golongan steroid dan non steroid (AINS). Golongan obat steroid bekerja dengan menghambat sintesis enzim fosfolipase sehingga asam arakidonat tidak terhambat. Sedangkan golongan obat AINS bekerja dengan menghambat pembentukan prostaglandin (PG) melalui penghambatan enzim
siklooksigenase (cox). Pada pasien yang telah mengalami bengkak/udem sebaiknya diberikan obat golongan AINS, sedangkan pasien yang belum mengalami udem diberi obat antiinflamasi golongan steroid untuk mencegah pembengkakan. Pada percobaan ini digunakan plethysnometer untuk mengukur volume udem telapak kaki hewan uji mencit ( Mus musculus) yang bekerja sesuai hukum Archimedes, dimana volume udem telapak kaki yang di celupkan pada air raksa adalah sama banyaknya dengan skala yang ditunjukan. Pada rangkaian modifikasi alat plethysnometer digunakan air raksa dengan tujuan untuk menghindari berkurangnya volume cairan pada alat tersebut ketika telapak kaki dicelupkan oleh karena untuk mencegah hal demikian air tidak digunakan untuk serangkian alat tersebut. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh % rata-rata penurunan udem untuk Caflam adalah 83,33%, untuk Na. Diklofenak 65,56 %, sedangkan untuk Dexametason 56,67 %, Na CMC 1 % b/v memperlihatkan penurunan volume udem yang paling kecil, hal ini di sebabkan karena Na CMC 1% b/v bukan merupakan obat, melainkan hanya sebagai kontrol negatif. Oleh karena itu terbukti bahwa kerja obat AINS dalam menurunkan volume udem lebih baik dibandingkan dengan golongan steroid. Hal ini sesuai literatur bahwa caflam yang mengandung kalium diklofenak tergolong obat AINS lebih efektif menurunkan volume udem dengan 83,33%. Berdasarkan statistik data yang telah di lakukan, diperoleh data sebagai berikut. Na CMC 1 % b/v berbeda nyata efeknya dengan dexametason dan caflam. Na CMC 1% b/v tidak berbeda nyata dengan na diklofenak efeknya, begitupun dengan dexametason terhadap Na diklofenak dan caflam,serta Na CMC 1% b/v.
Hal ini karena adanya kesalahan – kesalahan dalam praktikum antara lain : 1. Kesalahan dalam membaca skala 2. Bagian kaki yang tercelup pada saat pengukuran pertama dan selanjutnya tidak sama 3. Tidak semua obat diberikan 4. Kurang mahir dalam melakukan praktikum
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh % rata-rata penurunan volume udem dari obat antiinflamasi dari 83,3 untuk Cataflam, 65,56% untuk Na. Diklofenak, dexametazone 56,67% dan Na. CMC 1% b/v sebagai kontrol dengan ratarata 36,67%. Didapatkan juga bahwa : 1. Na. CMC 1% b/v berbeda nyata efeknya dengan Dexametazone 2. Na. CMC 1% b/c berbeda nyata dengan Cataflam 3. Na. CMC 1% b/v tidak berbeda nyata efeknya dengan Na. Diklofenak 4. Dexametazone tidak berbeda nyata efeknya dengan Na. Diklofenak dan Cataflam. 5. Na. Diklofenak tidak berbeda nyata efeknya dengan cataflam
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Mencit (Online). (http: //id.m.wikipedia.org/wiki/mencit). Diakses 20 September 2010. Chan, E dan Daly J. 2009. Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan . EGC : Jakarta. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Depkes RI : Jakarta. Dirjen POM. 2007. Pelayanan Informasi Obat . Depkes : Jakarta. Price, S. A dan Wilson. 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-Proses penyakit . EGC : Jakarta. Tambayong J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan . EGC : Jakarta. Tjay. T. H dan Raharja. K. 2007. Obat-Obat Penting . Gramedia : Jakarta.