LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI Batu buli buli atau vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu penyakit ini juga disebut batu kandung kemih.( Smeltzer and Bare, 2005). Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan daerah genetalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien mencakup penggunaan antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi yang berlebihan. Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2007) Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2006 ). B. ETIOLOGI Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih adalah : 1. Faktor Endogen Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hyperkalsiuria dan hiperoksalouria. 2. Faktor Eksogen Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum. 3. Faktor lainnya. Infeksi, stasis dan obstruksi urine, keturunan, air minum, pekerjaan, makanan atau penduduk yang vegetarian lebih sering menderita batu saluran kencing atau buli-buli (Syaifuddin, 1996). Batu kandung kemih dapat disebabkan oleh kalsium oksalat atau agak jarang sebagai kalsium fosfat. Batu vesika urinaria kemungkinan akan terbentuk apabila dijumpai satu atau beberapa faktor pembentuk pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan menimbulkan agregasi pembentukan pembentukan batu proses pembentukan pembentukan batu kemungkinan kemungkinan akibat kecenderungan kecenderungan ekskresi agregat kristal yang lebih besar dan kemungkinan sebagai kristal kalsium oksalat dalam urine. Dan beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan batu ureter pada banyak klien mencakup penggunaan obat-obatan yang terlalu lama seperti antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi. ( Prof. Dr. Arjatmo T. Ph. D.Sp. And. Dan dr. Hendra U., SpFk, 2001 ). Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium). C. MANIFESTASI MANIFESTASI KLISIS Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat
mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2005). a.
Dapat tanpa keluhan
b. Sakit berhubungan dengan kencing (terutama diakhir kencing) c.
Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung penis (pada laki-laki) dan klitoris (pada wanita).
d. Terdapat hematuri pada akhir kencing e.
Disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun VU belum penuh).
f.
Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretra interna. Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung
pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan
berkembang
secara
perlahan (Hidronefrosis
kronis),
biasanya
tidak
menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung. Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut adalah: a.
Hematuri.
b. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih. c.
Demam.
d. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal. e.
Mual.
f.
Muntah.
g. Nyeri abdomen. h. Disuria. i.
Menggigil.
D. KLASIFIKASI Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut lokasi beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya. 1. Menurut tempat terbentuknya a.
Batu ginjal
b. Batu kandung kemih 2. Menurut lokasi keberadaannya : a.
Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)
b. Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra) 3. Menurut Keadaan Klinik : a.
Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu bertambah besar atau kencing batu.
b. Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif c.
Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d. Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila menyebabkan obstruksi, infeksi, kolik, hematuria.
4. Menurut susunan kimiawi Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu kalsium okalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit (magnesiumammonium fosfat) dan batu sistin a.
Batu Kalsium Oksalat : Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 – 85% dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-rata terjadi pada usia decade ketiga. Kadang-kadang batu ini dijumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium fosfat )biasanya hidroxy apatite).Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Batu kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah dengan lithotripsy (suatu teknik non invasive dengan menggunakan gelombang kejut yang difokuskan pada batu untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-fragmen.) sedangkan batu monohidrat adalah salah satu diantara jenis batu yang sukar dijadikan fragmen-fragmen. Faktor terjadinya batu kalsium adalah: 1) Hiperkalsiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid. 2) Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam. 3) Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
b. Batu Struvit : Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal (6,46) Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.(6’46) Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Diurin kristal batu struit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan bahwa batu staghorn dan struit mungkin berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dari ginjal’ hal ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease yang poten. c.
Batu asam urat : Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan sinar X (Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra Venous Pyelografy (IVP). Batu asam urat ini biasanya berukuran kecil, tapi kadang-kadang dapat cukup besar untuk membentuk batu staghorn, dan biasanya relatif lebih mudah keluar karena rapuh dan
sukar larut dalam urin yang asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada wanita. Separoh dari penderita batu asam urat menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat famili apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna merah orange. Asam urat anhirat menghasilkan kristal-kristal kecil yang terlihat amorphous dengan mikroskop cahaya. Dan kristal ini tak bisa dibedakan dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat cenderung membentuk kristal seperti tetesan air mata. d. Batu Sistin : (1-2%) Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air.(6) Bersifat Radioopak karena mengandung sulfur. e.
Batu Xantin : Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.
E. PATOFISIOLOGI Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, baik parsial maupun total. Obstruksi total dapat berakibat menjadi hidronefrosis. Batu saluran kemih merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah, tumor dan urat. Komposisi mineral dari batu bervariasi, kira-kira 3/2 bagian dari batu adalah kalsium fosfat, asam,urine dan custine. Peningkatan konsentrasi larutan urine akibat intake cairan yang rendah dan juga peningkatan bahan organic akibat ISK atau urine statis, menjadikan sarang untuk pembentukan batu, ditambah adanya infeksi, meningkatkan lapisan urine yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium ammonium fosfat. Teori menurut Nursalam( 2006) antara lain : a.
Teori matriks Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan adnay substansia organic sebagai inti, terutama dari mukopolisakarida dan mukoprotein yang akan memepermudah kristalisasi dan agregasi substansu pembentukan batu.
b. Teori supersaturasi Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk dalam urine seperti sistin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu. c.
Teori berkurangnya factor penghambat Berkurangnya factor penghambat seperti peptid, fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran kencing.
F. PATHWAY Terlampir G. KOMPLIKASI 1. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi 2. Retensi urine bila tumor mengadakan invai ke bladder neck 3. Hydronephrosis oleh karena ureter mengalami oklusi
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan: a. Urinalisa 1) Warna kuning, coklat atau gelap. 2) pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat. 3) Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat. 4) Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan batu saluran kemih. 5) Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi. b. Darah 1) Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis. 2) Lekosit terjadi karena infeksi. 3) Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. 4) Kalsium, fosfat dan asam urat. c. Radiologis 1) Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak. 2) Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. 3) PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih 4) Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing. d. Foto KUB Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya batu. e. Endoskopi ginjal Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil. f.
EKG Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
g. Foto Rontgen Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal. h. IVP ( intra venous pylografi ) Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih. i.
Vesikolitektomi ( sectio alta ) Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.
j.
Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal. Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.
k. Pielogram retrograd
l.
USG (Ultra Sono Grafi) Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal. Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.
I.
PENATALAKSANAAN Menurut Soeparman ( 2008) pengobatan dapat dilakukan dengan : a.
Mengatasi Simtom Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan pasang kateter.
b. Pengambilan Batu 1) Batu dapat keluar sendiri Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm. 2) Vesikolithotomi : Suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu dari buli buli dengan membuka buli-buli dari arterior. Ruang Lingkup : Semua penderita yang datang dengan keluhan nyeri pada akhir miksi, hematuria dan miksi yang tiba-tiba berhenti serta dalam pemeriksaan penunjang (foto polos abdomen, pyelografi intravena dan ultrasonografi) diketahui penyebabnya adalah batu buli-buli. Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait antara lain; Patologi Klinik dan Radiologi Indikasi Operasi : Batu buli-buli yang berukuran lebih dari 2,5 cm pada orang dewasa dan semua ukuran pada anak-anak. Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, tes faal ginjal, sediment urin, kultur urin dan tes kepekaan antibiotika, kadar kalsium, fosfat, dan asam urat dalam serum serta ekskresi kalsium, fosfat dan asam urat dalam urin 24 jam, foto polos abdomen, pyelografi intravena, USG. Komplikasi Operasi : Komplikasi adalah perdarahan, infeksi luka operasi, fistel. Perawatan Pasca Bedah : Pelepasan catheter minimal 6 hari Setelah hari operasi,pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut-turut produksi < 20cc/24 jam Pelepasan benang jahitan keseluruhan 7 hari pasca operasi. 3) Pengangkatan Batu a.
Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi
melalui sayatan prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan. b. Metode endourologi pengangkatan batu Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk menghancurkan batu. c.
Ureteroskopi Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
4) Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat) a.
Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
b. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal dengan meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu baru. c.
Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft drinks, kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan natrium, diet rendah natrium (80-100 meq/hari), dan masukan kalsium.
d. Pemberian obat Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan metabolik yang ada.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik a.
Anamnesa 1) Identitas Klien Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah. 2) Data Medik Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian. 3) Keluhan Utama 4) Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.
b. Pemeriksaan Fisik 1. Status Kesehatan Umum Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital. 2. Kepala Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien. 3. Muka Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan otot rahang. 4. Mata Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik. 5. Telinga Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing, membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik. 6. Hidung Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik. 7. Mulut Faring Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut apakah terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan palatum masih utuh atau tidak. 8. Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi pembesaran atau tidak. 9. Dada Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung. 10. Abdomen Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen. 11. Inguinal /Genetalia/ anus Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum, apakah terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan pembesaran prostat dan konsistensinya. 12. Ekstermintas Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya. Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan. Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok. Pemeriksan fisik khusus urologi 1) Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal 2) Supra simfisis
: nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
3) Genitalia eksterna
: teraba batu di uretra
4) Colok dubur
: teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
2. Diagnosa Keperawatan Pre op a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi /dorongan kontraksi ureteral,trauma jaringan,pembentukan edema,iskemia seluler. b. Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena batu. c.
Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Intra op a.
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret
b. Resiko aspirasi b.d mual muntah c.
Defisit volume cairan b.d perdarahan
Post op a.
Hipotermi b.d sianosis
b. Resiko jatuh b.d kesadaran belum kembali sempurna 3. Intervensi Pre op a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi /dorongan kontraksi ureteral,trauma jaringan,pembentukan edema,iskemia seluler. Tujuan : Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.
Kriteria : -
Pasien tampak rileks.
-
Pasien mampu tidur/istirahat dengan tenang
-
Tidak gelisah,tidak merintih
Intervensi 1. Observasi tanda – tanda vital R/ mengetahui intensitas nyeri dengan peningkatan nadi, peningkatan pernafasan. 2. Catat lokasi,lamanya intensitas,penyebaran,perhatikan tanda-tanda non verbal,misalnya merintih,mengaduh dan gelisah ansietas. R/ Evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus 3. Jelaskan penyebab nyeri dan perubahan karakteristik nyeri. R/ Membantu dalam meningkatkan kemampuan koping pasien serta menurunkan ansietas 4. Berikan tindakan nyaman,misalnya pijatan punggung,ciptakan lingkungan yang tenang. R/ Meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan otot b. Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena batu. Tujuan : Perubahan eliminasi urine tidak terjadi. Kriteria :
Haematuria tidak ada.
Piuria tidak terjadi
Rasa terbakar tidak ada.
Dorongan ingin berkemih terus berkurangi.
Intervensi 1. Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine R/ Evaluasi fungsi ginjal dengan memerhatikan tanda-tanda komplikasi misalnya infeksi,atau perdarahan. 2. Tentukan pola berkemih normal. Kalkulus dapat menyebabkan eksitabiliats saraf yang menyebabkan kebutuhan sensasi berkemih berkemih segera. 3. Dorong meningkatkan pemasukan cairan R/ Membilas bakteri,darah.dan debris,membantu lewatnya batu. 4. Observasi keluhan kandung kemih,palpasi dan perhatikan output,dan edema. R/ Retensi urine,menyebabkan distensi jaringan.,potensial resiko infeksi dan GGK c.
Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah diuresis pascaobstruksi. Tujuan : Keseimbangan cairan adekuat. Kriteria :
Intake dan output seimbang
Tanda vital stabil (TD 120/80 mmHg. Nadi 60-100, RR16-20, suhu 36.5°-37°C)
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik.
Intervensi 1. Catat insiden muntah, diare, perhatikan karakteristik, dan frekuensi. R/ Mengesampingkan kejadian abdominal lain. 2. Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 lt / hari dalam toleransi jantung. R/ Mempertahankan keseimbangan cairan dan homeostasis. 3. Awasi tanda vital, evaluasi nadi, turgor kulit dan membran mukosa. R/ Penurunan LFG.merangasang produksi renin, yg. Bekerja meningktakan TD 4. Timbang berat badan tiap hari, Kolaborasi : Awasi Hb,Ht,elektrolit,Berikan cairan IV R/ Peningkatan BB yang cepat waspada retensi Mengkaji hidrasi, kebutuhan intervensi. 5. Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut s/d toleransi R/ Mempertahankan volume sirkulasi Mempertahnakan keseimbangan nutruisi. 6. Berikan obat s/d indikasi antiemetik,(misal compazin ) R/ Menurunkan mual muntah Intra op a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret Tujuan : mempertahankan jalan nafas efektif Kriteria Hasil : 1) Pasien mampu mengeluarkan sekret tanpa bantuan 2) Pasien memperlihatkan perilaku/upaya mempertahankan bersihan jalan nafas 3) Pasien berpartisipasi dalam program pegobatan Intervensi : 1) Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas, mis: mengi, krekels, ronki. R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas. 2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diagframatik dan batuk efektif. R/ Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan. 3) Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inheler dosis terukur. R/ Tindakan ini menimbulkan air ke dalam percabangan bronkial dan pada sputum, menurunkan kekentalannya, sehingga mudah evakuasi sekresi. 4) Lakukan drainase postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi dan malam hari sesuai yang diharuskan. R/ Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkaitkan seksresi dapat lebih mudah dibatukkan atau di uap. 5) Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim dari asap. R/ Iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan meningkatkan pembentukkan lendir yang kemudian mengganggu klirens jalan napas. b. Resiko aspirasi berhubungan dengan mual, muntah Tujuan : tidak terjadi aspiras
Kriteria Hasil : tidak aspirasi Intervensi : 1. Berikan terapi analgetik R/ mencegah terjadinya mual, muntah 2. Observasi TTV R/ mengetahui keadaan umum pasien 3. Posisikan pasien senyaman mungkin 4. R/ posisi nyaman dapat membantu tidak terjadinya aspirasi c.
Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan Tujuan : Volume cairan dalam tubuh pasien terpenuhi Kriteria Hasil : Volume cairan dalam tubuh pasien terpenuhi Inetrvensi : 1. Observasi perdarahan (mengetahui jumlah darah yang keluar) R/ mengetahui terjadinya perdarahan 2. Monitir intake dan output cairan dalam tubuh R/ mengetahui cairan yang keluar dan yang masuk dalam tubuh pasien 3. Observasi TTV R/ mengetahui keadaan umum pasien
Post op a.
Hipotermi berhubungan dengan sianosis Tujuan : suhu tubuh kembali normal Kriteria Hasil :
Suhu 36-37 ˚C
Tidak menggigil
Tidak pucat
Intervensi : 1. Observasi TTV R/ mengetahui keadaan umum pasien 2. Berikan selimut pada pasien R/ membantu menghangatkan tubuh pasien 3. Pantau suhu lingkungan R/ membantu menjaga suhu pasien b. Resiko jatuh berhubungan dengan kesadaran belum kembali sempurna Tujuan : tidak terjadi resiko jatuh Kriteria Hasil : Pasien dapat mengantisipasi terjadinya resiko jatuh Intervensi : 1. Berikan posisi pasien senyaman mungkin R/ posisi nyaman dapat mencegah terjadinya resiko jatuh 2. Kaji tingkat energi yang dimiliki klien R/ mengetahui energi dapat membantu pasien mengurangi resiko jatuh
3. Pasang pengaman bed R/ agar pasien aman dan tidak jatuh
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s . 2007. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC. Nurafif, Amin Huda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic Noc Jilid 2.Yogyakarta : Mediaction Publishing Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem perkemihan. Salemba Medika: Jakarta. Price, Sylvia. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne. C. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. EGC: Jakarta. http://cresilda19.blogspot.com/ di akses pada tanggal 10 April 2015 http://meladianmaulidah.blogspot.com di akses pada tanggal 10 April 2015 Diposting oleh annisa irodaturrizqi di 22.02 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest