LAPORAN PENDAHULUAN
RUANG BOUGENVIL RSUD GOETENG TAROENADIBRRATA PURBALINGGA “Gagal Induki” Induki”
Disusun Oleh Bayu Nurwicaksono G1D013084
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN 2016
Induksi Persalinan A. Pengertian Induksi persalinan adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his (Israr, 2009). Jadi dapat disimpukan Induksi adalah suatu tindakan terhadap bumi yang belum mengalami inpartu (keadaan bumil pada tahap persalinan), belum ada pembukaan pada mulut rahim dan belum ada kontraksi baik secara operatif, tindakan medisinal atau obat, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. B. Etiologi Indikasi induksi persalinan bisa berasal dari anak atau d ari ibu 1. Indikasi yang berasal dari ibu adalah : a. Kelainan hipertensi pada kehamilan, Gangguan hipertensi pada awal kehamilan disebabkan oleh berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai risiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil. b. Diabetes, Wanita diabetik yang hamil memiliki risiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetic. Diabetes yang diikuti dengan komplikasi lain seperti makrosomia, preklamsia, atau kematian janin, pengakhiran kehamilan lebih baik dilakukan dengan induksi atau operasi caesar. c. Perdarahan Antepartum, Perdarahan antepartum yang bisa dilakukan induksi persalinan adalah solusio plasenta dan plasenta pre via lateralis. Solutio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang lepasnya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat tersembunyi di belakang plasenta menembus selaput ketuban, masuk ke dalam kantong ketuban. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatakan gawat janin. Solusio placenta juga dapat mnyebabkan renjatan pada ibu. Untuk solusio plasenta yang sedang atau berat. 2. Indikasi yang berasal dari anak antara lain : a. Kehamilan lewat waktu (penelitian dilakukan oleh peneliti kehamilan lewat waktu di Kanada pada ibu yang mengalami kehamilan lewat dari 41 minggu yang diinduksi dengan yang tidak diinduksi, hasilnya menunjukkan angka seksiosesaria pada kelompok yang diinduksi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak
diinduksi). Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan: 1) Pertumbuhan janin makin melambat 2) Terjadi perubahan metabolisme janin. 3) Air ketuban berkurang dan makin kental. 4) Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia. Risiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postp artum. b. Ketuban pecah dini, Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. . Untuk itu perlu ditentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu ≥38°C. Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Yang ditakutkan jika terjadi ketuban pecah dini adalah terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Untuk itu jika kehamilan sudah memasuki aterm maka perlu dilakukaninduksi. c. Kematian janin dalam rahim. d. Restriksi pertumbuhan intrauteri, Bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan berisiko/ membahayakan hidup janin/kematian janin. e. Isoimunisasi dan penyakit kongenital janin yang mayor, Kelainan congenital mayor merupakan kelainan yang memberikan dampak besar pada bidang medis, operatif, dan kosmetik serta yang mempunyai risiko kesakitan dan kematian tinggi, misalnya : anensefalus, hidrosefalus, hidronefrosis, hidrops fetalis. C. Kontra Indikasi Kontra indikasi dari induksi persalinan ada yang a bsolut dan yang relatif. 1. Kontraindikasi absolut adalah : a. Disproposi sefalopelvik absolute. b. Gawat janin. c. Plasenta previa totalos. d. Vasa previa. e. Presentasi abnormal. f. Riwayat seksio sesaria klasik sebelumnya. g. Presentasi bokong 2. Kontraindikasi yang sifatnya relatif adalah : a. Perdarahan antepartum. b. Grande multiparitas. c. Riwayat seksio sesaria sebelumnya (SSTP).
d. Malposisi dan malpresentasi D. Klasifikasi Induksi persalinan terbagi atas: 1. Secara Medis a. Infus oksitosin Syarat - syarat pemberian infuse oksitosin : Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat-syarat sebagai berikut: 1) Kehamilan aterm. 2) Ukuran panggul normal. 3) Tak ada CPD. 4) Janin dalam presentasi kepala. 5) Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka) Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai score Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasi. b. Pemberian Prostaladin Prostagladin dapat merangsang otot-otot polos termsuk juga otot-otot rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan dapat diberikan secara intravena, oral. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif. c. Cairan hipertonik intra uteri Pemberian cairan hipertonik intramnnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20 , urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostagladin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan gangguan pembekuan darah. 2. Secara manipulatif a. Amniotomi Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian bawah depan (fore water) maupun dibagian belakang (hindwater) dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim. Beberapa teori mengemukakan bahwa : 1) Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks. 2) Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim kira-kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnnya oksigenesi otot-otot rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim.
3) Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks dimana didalamnya terdapat banyak syaraf- syaraf yang merangsang kontraksi rahim. Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya dengan inpus oksitosin. Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit-penyulit sebagai berikut : 1) Infeksi. 2) Prolapsus funikuli. 3) Gawat janin. 4) Tanda-tanda solusio palsenta ( bila ketuban sangat banyak dan dikeluarkan secara tepat ). b. Melepas selaput ketuban dan bagian bawah rahim ( stnpping of the membrane) Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his. Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah : 1) Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari. 2) Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh dilakukan. 3) Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul. c. Pemakaian rangsangan listrik Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-macam, bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa bawa dan ibu tidak perlu tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien. d. Rangsangan pada puting susu (breast stimulation ) Sebagaimana diketahui rangsangan putting susu dapat mempengaruhi hipofisis posterior untuk mengeluarkan oksitosis sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan pengertian ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan dengan merangsang puting susu. Pada salah satu puting susu, atau daerah areola mammae dilakukan masase ringan dengan jari si ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada daerah putting dan aerola mammae di beri minyak pelicin. Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat ½ jam ±1 jam, kemudian istirah beberapa jam dan kemudian dilakukan lagi, sehingga dalam 1hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua payudara bersamaan, karena ditakutkan terjadi perangsangan berlebihan. Menurut penelitian di luar negri cara induksi ini memberi hasil yang baik. Cara-cara ini baik sekali untuk melakukan pematangan serviks pada kasus-kasus kehamilan lewat waktu. E. Patofisiologi
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasentallaktogen. F. Manifestasi Klinis Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar. G. Komplikasi Menurut Rustam (1998), komplikasi induksi persalinan adalah : 1. Terhadap Ibu a. Kegagalan induksi. b. Kelelahan ibu dan krisis emosional. c. Inersia uteri partus lama. d. Tetania uteri (tamultous lebar) yang dapat menyebabkan solusio plasenta, ruptura uteri dan laserasi jalan lahir lainnya. e. Infeksi intra uterin. 2. Terhadap janin a. Trauma pada janin oleh tindakan. b. Prolapsus tali pusat. c. Infeksi intrapartal pada janin.
Gagal Induksi
Penyebab Gagalnya Induksi
Induksi adalah suatu tindakan terhadap bumi yang belum mengalami inpartu (keadaan bumil pada tahap persalinan), belum ada pembukaan pada mulut rahim dan belum ada kontraksi baik secara operatif, tindakan medisinal atau obat, un tuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan.
Induksi persalinan ini bisa gagal bila terjadi salah satu tanda komplikasi, baik dari ibu maupun janin. Tanda komplikasi dari ibu seperti kelelahan, krisis emosional, inersia uteri - kelainan his/tenaga yang kekuatannya tidak memadai untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar - pada partus lama, tetania uteri yang dapat menyebabkan solutio plasenta, ruptur uteri dan laserasi jalan lahir serta infeksi intrauterine - infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan oleh bakteri.
Sedangkan tanda komplikasi dari janin di antaranya trauma pada janin karena tindakan, prolaps tali pusat - suatu kondisi medis ditandai dengan masuknya tali pusat ke dalam vagina sebelum atau sewaktu persalinan -, infeksi intrapartal pada janin dan aspirasi air ketuban.
Selain itu, kegagalan juga bisa terjadi karena selama induksi tidak adanya respons atau kemajuan yang dinilai dengan menggunakan partograf - catatan grafik kemajuan persalinan guna memantau keadaan ibu dan janin.
Pengamatan yang dicatat dalam patograf di antaranya: Kemajuan persalinan seperti pembukaan serviks, turunnya kepala dan his (kontraksi) dengan frekuensi per sepuluh menit. Keadaan janin seperti frekuensi denyut jantung janin, warna, jumlah dan lamanya ketuban pecah serta molase kepala janin. Keadaan ibu seperti nadi, tekanan darah, dan suhu; volume, protein dan aseton urine; obat-obatan dan cairan intravena serta pemberian oksitosin.
Bila bumi sudah diberi induksi (drip) sebanyak tiga k ali namun tetap tidak ada kemajuan (rahim tidak berkontraksi), maka induksi dikatakan induksi tersebut gagal. Dan penanganan selanjutnya adalah operasi sesar.
Induksi Batal Diberikan
Kalau induksi bisa dinyatakan gagal, maka induksi pun bisa batal diberikan kepada bumi karena adanya kontraindikasi yang sifatnya absolut dan relatif. Kontraindikasi yang besifat absolut, yaitu adanya kegawatan pada janin, disproposi Cephalopelvic absolute dimana keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Lantas ada, vasa previa - komplikasi obstetrik di mana pembuluh darah janin melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum -, presentasi abnormal, presentasi bokong dan riwayat sesar klasik sebelumnya.
Sedangkan kontraindikasi yang sifatnya relatif adalah perdarahan antepartum, grande multiparitas, malposisi - semua presentasi janin selain vertex (puncak kepala) - atau malpresentasi - kepala janin relatif terhadap pelvix d engan oksiput sebagai titik referensi. Di mana sebelumnya dilakukan penilaian dengan Bishop Score.
Sebelum melakukan induksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti penilaian serviks, di mana keberhasilan induksi persalinan bergantung pada skor pelvis. Jika skor di atas 6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Jika kurang dari 5, maka terlebih dulu matangkan serviks dengan prostaglandin atau kateter Foley.
Hal lain yang diperhatikan adalah tanda vital ibu seperti tensi darah, nadi, pernafasan dan temperatur; denyut jantung janin, adanya kontraksi rahim yang berlebihan dan adanya perdarahan atau tidak. Itulah mengapa induksi harus dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian akan dilakukan operasi sesar.
Komplikasi induksi persalingan dengan pemberian oksitosin dalam infus intravena dengan pemecahan ketuban cukup aman bagi ibu apabila syarat-syarat seperti disebut diatas dipenuhi. Kematian perinatal lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini mungkin dipengaruhi oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal, dan perlu dilakukan seksio sesaria, harus selalu diperhitungkan. Komplikasi induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah : 1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukandalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan operasi Caesar. Kontraksi yang dihasilkan oleh uterus dapa tmenurunkan denyut jantung janin. 2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin, proses induksi harus dihentikan. 3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal. 4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika. 5. Janin bisa mengalami ikterus neonatorum dan aspirasi air ketuban. 6. Infeksi dan rupture uterus juga merupakan komplikasi yang terjadi pada induksi persalinan walaupun jumlahnya sedikit