LAPORAN PRAKTEK KIMIA DASAR LARUTAN BUFFER
NAMA NIM
: IHWAL ILHAMI : 124016
AKADEMI TEKNIK WARGA SURAKARTA JANUARI 2012
1. TUJUAN a. Membuat larutan penahan dari campuran asam asetat dengan natrium hidroksida
2. DASAR TEORI 2.1 Larutan Buffer Larutan penyangga atau larutan buffer atau dapar merupakan suatu larutan yang dapat mempertahankan nilai pH tertentu. Adapun sifat yang paling menonjol dari larutan penyangga ini seperti pH larutan penyangga hanya berubah sedikit pada penambahan sedikit asam kuat. Disamping itu larutan penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah dengan basa konjugatnya ataupun oleh basa lemah dengan asam konjugatnya. Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi. Disamping itu mempunyai sifat berbeda dengan komponen-komponen pembentuknya (Wiro Alexander ,2011). Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan suatu larutan yang dapat menahan perubahan pH yang besar ketika ion – ion hidrogen atau hidroksida ditambahkan, atau ketika larutan itu diencerkan. Buffer dapat dibagi menjadi 3 jenis sesuai kapasitasnya, yaitu buffer yang kapasitasnya 0, buffer yang kapasitasnya tak hingga, serta buffer yang kapasitasnya dibatasi sebanyak n. Buffer dengan kapasitas terbatas inilah yang disebut sebagai bounded-buffer (Underwood, 2002 ). Sifat dari larutan buffer yaitu pH larutan tidak berubah jika diencerkan dan tidak berubah pula jika ditambahkan kedalamnya sedikit asam atau basa (Padmono, 2007). Larutan buffer sering digunakan dalam bidang kimia analisis seperti pada pembuatan fase gerak pada KCKT dan ekstraksi obat dari larutan berair. Jenis buffer yang paling sederhana tersusun atas asam/basa lemah yang dikombinasikan dengan asam/basa kuat. Sistem buffer yang umum adalah sistem natrium asetat atau asam asetat. Cara langsung yang digunakan untuk membuat buffer adalah dengan menambahkan natrium hidroksida pada asam asetat sampai pH yang dikehendaki tercapai. Kisaran pH yang paling efektif untuk membuat buffer adalah satu unit pH disekitar nilai pKa asam
atau basa lemah yang digunakan untuk membuat buffer. Sebagai contoh, nilai pKa asam asetat adalah 4,76 karenanya kisaran pH buffer yang paling efektif adalah 3,76 hingga 5,76 (Golib, 2007). Kebutuhan buffer kadang menyulitkan karena hampir setiap analisa membutuhkan kondisi pH tertentu yang relatif stabil. Karena banyaknya macam dan jenis buffer, pemilihan buffer yang akan digunakan menjadi masalah tersendiri. Dalam memilih buffer, yang harus diperhatikan adalah pH optimum serta sifat-sifat biologisnya. Banyak jenis buffer yang mempunyai impak terhadap sistem biologis, aktivitas enzim, substrat, atau kofaktor (Riyadi, 2008).
Larutan buffer dapat bersifat :
Larutan penyangga yang bersifat asam
Larutan penyangga yang bersifat asam adalah sesuatu yang memiliki pH kurang dari 7. Larutan penyangga yang bersifat asam biasanya terbuat dari asam lemah dan garammya – acapkali garam natrium (Anonim B,2011). Contoh yang biasa merupakan campuran asam etanoat dan natrium etanoat dalam larutan. Pada kasus ini, jika larutan mengandung konsentrasi molar yang sebanding antara asam dan garam, maka campuran tersebut akan memiliki pH 4.76. Ini bukan suatu masalah dalam hal konsentrasinya, sepanjang keduanya memiliki konsentrasi yang sama (Anonim B,2011). Anda dapat mengubah pH larutan penyangga dengan mengubah rasio asam terhadap garam, atau dengan memilih asam yang berbeda dan salah satu garamnya (Anonim B,2011)
Larutan penyangga yang bersifat basa
Larutan penyangga yang bersifat basa memiliki pH diatas 7. Larutan penyangga yang bersifat basa biasanya terbuat dari basa lemah dan garamnya (Anonim B,2011) Seringkali yang digunakan sebagai contoh adalah campuran larutan amonia dan larutan amonium klorida. Jika keduanya dalam keadaan perbandingan molar yang sebanding, larutan akan memiliki pH 9.25. Sekali lagi, hal itu bukanlah suatu masalah selama konsentrasi yang anda pilih keduanya sama (Anonim B,2011). Dalam laboratorium, para peneliti biokimia mengikuti reaksi in vitro dengan kondisi pH yang hanya berubah sekecil mungkin, sehingga diperlukan larutan buffer yang efisien dan sesuai. Asam yang sering dipakai yakni asam lemah seperti asam fosfat, asam asetat, asam glutarat, dan asam tartrat, sedangkan basa yang sering digunakan yakni piridin, dan tris (hidroksimetil) amino matan (girindra,1993).
Kalau ditinjau aspek kuantitatifnya, ada 2 faktor yang menentukan efektivitas atau kapasitas suatu larutan buffer, yakni molaritas dan perbandingan konsentrasi basa konjugasi dengan asam lemahnya. Faktor pertama berkaitan dengan kapasitas buffer yang berbanding lurus dengan konsentrasi komponen-komponen buffer. Konsentrasi suatu buffer ialah jumlah konsentrasi asam lemah dan basa konjugsinya. Jadi 0.1 M buffer asetat dapat terdiri dari 0.05 mol asam asetat dan s0.05 mol natrium asetat per liter air. Tetapi bisa juga terdiri dari 0.065 mol asam asetat dan 0.035 mol natrium asetat dalam 1 liter air (Girindra,1993). Faktor kedua yang menentukan efektivitas buffer ialah perbandingan konsentrasi basa konjugasi dan asam lemahnya. Jadi sebelum kita menentukan buffer apa yang bisa dipakai dalam penelitian, terlebih dahulu harus diperhatikan pH yang diinginkan. Misalnya pH 5, maka paling baik bila memakai asam lemah yang mempunyai pKa 5 atau kalau tidak ada, pakailah asam yang mempunyai pKa paling dekat dengan angka itu. Disamping itu, jenis asam yang dipakai harus sesuai dengan seluruh system, sebab akibat tingginya konsentrasi garam sering menghalangi kerja enzim atau system fisiologis (Girindra,1993). Larutan buffer merupakan campuran dari asam lemah dengan garamnya yang berasal dari basa kuat atau basa lemah dengan garamnya yang berasal dari asam kuat. Seperti pada larutan Natrium Asetat yang merupakan larutan yang dapat berdisosiasi secara sempurna. Namun, pada larutan asam asetat tidak terdisosiasi secara sempurna (Anonim A,2011) CH3COOH ⇌ CH3COO- + H+ Karena adanya ion – ion asetat dalam jumlah banyak (yang berasal dari disosiasi natrium asetat), akan menggerser kesetimbangan kea rah pembentukan asam asetat yang tidak terdisosiasi (yaitu, kea rah ruas kiri persamaan di atas). Larutan ini akan memiliki pH yang tertentu dan pH ini akan bertahan baik sekali, bahkan jika ditambahkan asam atau basa. Jika ion hidrogen (yaitu, suatu asam kuat) ditambahkan, ini akan bergabung dengan ion asetat dalam larutan untuk membentuk asam asetat yang tidak terdisosiasi : CH3COO- + H+ → CH3COOH Karena konsentrasi ion hidrogen tidak berubah, apa yang terjadi hanyalah bahwa jumlah ion asetat berkurang, sementara jumlah asam asetat yang tidak terdisosiasi bertambah (Anonim B, 2011).
Daftar pKa beberapa buffer yang sering digunakan dalam biokimia Senyawa
pKa1
pKa2
pKa3
pKa4
Asam asetat
4.7
-
-
-
Amonium klorida
9.3
-
-
-
Asam karbonat
6.4
10.3
-
-
Asam sitrat
3.1
4.7
5.4
Dietanolamin
8.9
-
-
-
Etanolamin
9.5
-
-
-
Asam fumarat
3.0
4.5
-
-
Glisin
2.3
9.6
-
-
Glisiglisin
3.1
8.1
-
-
Histidin
1.8
6.0
9.2
-
Asam maleat
2.0
6.3
-
-
Asam fosfat
2.1
7.2
12.3
Asam pirofosfat
0.9
2.0
6.7
9.4
Trietanolamin
7.8
-
-
-
Tris (hidroksimetil) amino metan
8.0
-
-
-
Veronal dietilbarbiturate)
8.0
-
-
-
2.0
2.7
6.2
10.3
Versene etilendiaminotetraasetat) (Girindra,1993)
(natrium
(asam
Larutan buffer paling efektif adalah larutan yang mengandung asam (HA) dan basa konjugate (A-) dalam konsentrasi sama. Secara umum, efektif pH berada diantara pKa ± 1 unit pH (Tim Penyusun,2011). Banyaknya senyawaan yang dibutuhkan untuk pembuatn larutan buffer dengan suatu pH dan kekuatan ion tertentu dapat dihitung berdasarka pada persamaan Handerson-Hasselbalch (Tim Penyusun, 2011) pH = pKa + log10 Sifat-sifat persamaan Henderson Hasselbalch: 1. Apabila asam lemah dan basa konjugatnya (garam) mempunyai konsentrasi sama, pKa asam lemah sama dengan pH larutan. Kondisi ini terjadi bila separuh dari jumlah asam lemah mula-mula-mula telah dinetralkan oleh basa kuat . Pada keadaan seperti ini konsentrasi asam yang tersisa sama dengan konsentrasi garam yang dihasilkan, artinya 50% asam mula-mula telah ternetralisasi. Pada keadaan ini [asam]=[garam] dan log10 [garam]/[asam](atau sama dengan log10 1) sama dengan nol. 2. Bila konsentrasi asam 10 kali konsentrasi garam maka:
log10 1/10 = -1,00 dan pH = pKa – 1 Dengan kata lain, pH lebih kecil 1 unit daripada pKa jika [asam] 10 kali [garam], sebaliknya bila [garam] 10 kali [asam] maka: log10 10/1 = 1,00 dan pH = pKa + 1 1. Tidak memungkinkan perhitungan diluar daerah pH = pKa 2. Dalam daerah pH = pKa pasangan asam-basa konjugat mempunyai kapasitas penyangga yang paling besar, yang menjadi maksimum pada harga konsentrasi ion hidrogen = pKa. Kapasitas buffer mengukur besarnya perubahan pH larutan bila asam atau basa ditambahkan. Semakin kecil perubahan pH maka semakin besar kapasitas buffer. Kapasitas buffer diukur sebagai moles H+ atau OH- yang diperlukan guna merubah 1 L buffer 1 mol/L, sebesar 1 unit pH. Kapasitas buffer pada pH konstan sebanding dengan konsentrasi buffer (Montgomery et al,1993).
2.2 pH Meter Pengukuran suatu larutan pada dasarnya adalah pengukuran perbedaan potensial dari dua elektroda yang dimasukkan kedalam larutan. Perbedaan potensial ini senantiasa dipengaruhi oleh temperature, sehingga pH juga dipengaruhi temperature.(Tim penyusun,2011) Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial elektrokimia yang terjadi antara larutan yang terdapat di dalam elektroda gelas yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat di luar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif. Elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektrokimia dari ion hidrogen atau diistilahkan dengan potential of hidrogen. Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan suatu elektroda pembanding. Sebagai catatan, alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya
mengukur tegangan. Skema elektroda pH meter akan mengukur potensial listrik antara Merkuri Klorid (HgCl) pada elektroda pembanding dan potassium chloride (KCl) yang merupakan larutan di dalam gelas elektroda serta petensial antara larutan dan elektroda perak. Tetapi potensial antara sampel yang tidak diketahui dengan elektroda gelas dapat berubah tergantung sampelnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan larutan yang equivalent yang lainnya untuk menetapkan nilai pH (Anonim C,2011) Elektroda pembanding calomel terdiri dari tabung gelas yang berisi potassium kloride (KCl) yang merupakan elektrolit yang berinteraksi dengan HgCl diujung larutan KCl. Tabung gelas ini mudah pecah sehingga untuk menghubungkannya digunakan keramik berpori atau bahan sejenisnya. Elektroda semacam ini tidak mudah terkontaminasi oleh logam dan unsure natrium. Elektroda gelas terdiri dari tabung kaca yang kokoh dan tersambung dengan gelembung kaca yang tipis. Di dalamnnya terdapat larutan KCl yang buffer ph 7. Elektroda perak yang ujungnya merupakan perak kloride (AgCl2) dihubungkan ke dalam larutan tersebut. Untuk meminimalisir pengaruh elektrik yang tidak diinginkan, alat tersebut dilindungi oleh suatu lapisan kertas pelindung yang biasanya terdapat di bagian dalam elektroda gelas (Anonim C,2011). Pada kebanyakan pH meter modern sudah dilengkapi dengan thermistor temperature, yakni suatu alat untuk mengkoreksi pengaruh temperature.Antara elektroda pembanding dengan elektroda gelas sudah disusun dalam satu kesatuan (Anonim C,2011) pH meter harus dirawat secara berkala untuk menjaga umur pakai dari alat tersebut. Pemeliharaannya meliputi : - Penggantian batere dilakukan jika pada layer muncul tulisan low battery - Pembersihan elektroda bisa dilakukan berkala setiap minimal 1 minggu sekali. Pembersihannya menggunakan larutan HCl 0.1 N (encer) dengan cara direndam selama 30 menit kemudian dibersihkan dengan air DI. - Ketika tidak dipakai, elektroda utama bagian gelembung gelasnya harus selalu berada pada keadaan lembab. Oleh karena itu, penyimpanan elektroda disarankan selalu direndam dengan menggunakan air DA. Penyimpanan pada posisi kering akan menyebabkan membran gelas yang terdapat pada gelembung elektroda akan mudah rusak dan pembacaannya tidak akurat. - Ketika disimpan, pH meter tidak boleh berada pada suhu ruangan yang panas karena akan menyebabkan sensor suhu pada alat cepat rusak (Anonim C,2011).
2.3 NaOH Natrium Hidroksida 2.3.i PENGANTAR Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kostik, adalah sejenis basa logam kostik. Kostik merupakan istilah yang digunakan untuk basa kuat. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.
Nama IUPAC[sembunyikan] Natrium Hidroksida Nama lain[sembunyikan] Soda kaustik Identifikasi
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembab cair dan secara spontan Nomor CAS [1310-73-2] menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Sifat Ia sangat larut dalam air dan akan Rumus molekul NaOH 39,9971 g/mol melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga Massa molar Penampilan zat padat putih larut dalam etanol dan metanol, walaupun 2,1 g/cm³, padat kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini Densitas Titik lebur 318 °C (591 K) lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak Titik didih 1390 °C (1663 K) larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar Kelarutan dalam air 111 g/100 ml (20 °C) lainnya. Larutan natrium hidroksida akan Kebasaan (pKb) -2,43 meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. Solid natrium hidroksida atau larutan natrium hidroksida akan menyebabkan luka bakar kimia, cedera atau bekas luka permanen, dan kebutaan jika kontak tidak dilindungi jaringan tubuh manusia atau hewan. Perlindungan peralatan seperti sarung tangan karet, pakaian keamanan dan pelindung mata
2.3.ii SEJARAH Diimpor dari Inggris, baking soda pertama kali digunakan di Amerika selama masa kolonial, tapi itu tidak diproduksi di Amerika Serikat sampai 1839. Pada 1846, Austin Gereja, seorang dokter Connecticut, dan John Dwight, seorang petani dari Massachusetts, didirikan sebuah pabrik di New York untuk memproduksi baking soda. Anak Dr Gereja, John, memiliki sebuah pabrik yang disebut Mills Spice Vulcan. Vulcan, dewa Romawi menempa dan api, diwakili oleh sebuah lengan dan palu, dan perusahaan kue baru soda mengadopsi logo palu dan lengan sebagai miliknya. Saat ini, Arm & Hammer merek baking soda adalah salah satu merek yang paling diakui secara luas. Dinamakan setelah Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis yang menciptakannya, proses Leblanc adalah sarana awal pembuatan soda abu (Na2CO 3), dari mana natrium bikarbonat dibuat. Natrium klorida dipanaskan dengan asam sulfat, memproduksi natrium sulfat dan asam klorida. Natrium sulfat kemudian dipanaskan dengan batu bara dan batu gamping untuk membentuk natrium karbonat, atau soda abu. Pada akhir 1800-an, metode lain untuk memproduksi soda abu dirancang oleh Ernest Solvay, seorang insinyur kimia Belgia. Metode Solvay segera diadaptasi di Amerika Serikat, di mana ia menggantikan proses Leblanc. Dalam proses Solvay, karbon dioksida dan amonia diteruskan ke dalam sebuah larutan pekat natrium klorida. Natrium bikarbonat mentah presipitat keluar dan dipanaskan untuk membentuk abu soda, yang kemudian diolah dan disempurnakan lebih lanjut untuk membentuk natrium bikarbonat Amerika Serikat kemurnian Pharnacopoeia (USP). Meskipun metode ini memproduksi baking soda abu yang digunakan secara luas, metode ini juga mempunyai masalah karena bahan kimia yang digunakan dalam proses adalah polutan dan menyebabkan masalah pembuangan. 2.3.iii KEGUNAAN Berdasarkan sifat fisiknya,soda kue sangat bermanfaat dan digunakan untuk kehidupan rumah tangga. Soda kue dapat menetralkan bau secara kimia , sehingga digunakan sebagai bahan dalam pembuatan sabun mandi dan deodorant. Soda kue juga digunakan sebagai bahan effervescent yang baik dalam antasida dan produk pembersih gigi tiruan. Natrium bikarbonat juga ditemukan di beberapa anti-plak mencuci mulut-produk dan pasta gigi. Baking soda juga digunakan sebagai ragi dalam membuat makanan yang dipanggang seperti roti atau pancake. Selain untuk rumah tangga, soda kue juga bermanfaat dalam dunia industri. Soda kue dapat memadamkan api sehingga dapat digunakan untuk pemadam kebakaran karena ketika dipanaskan soda kue melepaskan karbon dioksida. Aplikasi yang lain adalah bermanfaat dalam pengendalian pencemaran udara karena menyerap emisi sulfur dioksida dan gas asam lainnya.
2.3.iv BAHAN BAKU Baking soda, atau natrium bikarbonat, berasal dari soda abu diperoleh baik melalui proses Solvay atau dari Trona. Sekitar 50 juta tahun yang lalu, ketika tanah sekitar Green River, Wyoming, ditutupi oleh danau 600-persegi-mil (1.554 kilometer persegi). Seperti menguap dari waktu ke waktu, danau ini meninggalkan deposit 200-miliar-ton Trona murni antara lapisan batu pasir dan serpih. Deposit di Green River Basin cukup besar untuk memenuhi kebutuhan seluruh dunia untuk abu soda dan natrium bikarbonat selama ribuan tahun. Karena proses sintetis yang digunakan dalam metode Solvay bermasalah dalam hal polusi, Gereja & Dwight Co Inc adalah mendasarkan lebih dan lebih dari manufaktur pada pertambangan Trona. Produsen besar lain soda abu, FMC Corporation, juga bergantung pada Trona untuk memproduksi soda abu dan natrium bikarbonat. Trona ditambang di 1.500 kaki (457,2 meter) di bawah permukaan. Tambang shaft FMC mengandung hampir 2.500 mil (4,022.5 kilometer) dari terowongan dan menutupi 24 mil persegi (62 kilometer persegi). Lima belas kaki (4,57 meter) dan lebar sembilan kaki (2,74 meter) tinggi, terowongan ini memungkinkan peralatan yang diperlukan dan kendaraan untuk melakukan perjalanan melalui mereka.
2.3.v REAKSI KIMIA NaHCO3 adalah terutama yang disiapkan oleh proses Solvay, merupakan reaksi kalsium karbonat, natrium klorida, amonia, dan karbon dioksida dalam air. Ini diproduksi pada skala sekitar 100.000 ton / tahun (data 2001). NaHCO3 dapat diperoleh dengan reaksi antara karbon dioksida dengan larutan natrium hidroksida. Reaksi awal menghasilkan natrium karbonat: CO2 + 2 NaOH→Na2 CO3 + H2 O Lebih lanjut penambahan karbon dioksida menghasilkan natrium bikarbonat, yang pada konsentrasi cukup tinggi akan mengendap larutan: Na2 CO3 + CO2 + H2 O→2 NaHCO3
2.3.vi PROSES PEMBUATAN
1. Membuat soda abu abu soda kimia dapat diproduksi menggunakan proses Solvay, atau dapat dibuat dari bijih Trona. Jika Trona bijih digunakan, terlebih dahulu harus ditambang. Setelah itu telah dibawa ke permukaan, bijih Trona diangkut ke berbagai pabrik pengolahan. Di sana, bijih disempurnakan menjadi bubur sesquicarbonate natrium, soda abu produk intermediate yang benar-benar berisi abu soda (natrium karbonat) dan baking soda (natrium bikarbonat). 2. Selanjutnya, larutan soda abu menengah dimasukkan ke dalam centrifuge, yang memisahkan cairan dari kristal. Kristal-kristal tersebut kemudian dilarutkan dalam larutan bikarbonat (soda abu solusi yang dibuat oleh produsen) dalam dissolver putar, sehingga menjadi larutan jenuh. Solusi ini disaring untuk menghilangkan setiap bahan non larut dan kemudian dipompa melalui tangki umpan ke puncak sebuah menara carbonating. 3. karbon dioksida murni dimasukkan ke bagian bawah menara dan diproses di bawah tekanan. larutan natrium jenuh bergerak melalui menara, mendingin dan bereaksi dengan karbon dioksida untuk membentuk kristal natrium bikarbonat. Kristal ini dikumpulkan di bagian bawah menara dan ditransfer ke centrifudge, di mana solusi berlebih (filtrat) disaring. Kristal-kristal tersebut kemudian dicuci dalam larutan bikarbonat, membentuk filter cake. Sedangkan filtrat dari centrifudge didaur ulang ke dissolver rotary, di mana ia digunakan untuk kristal jenuh soda abu lebih menengah. 4. Filter cake dicuci kemudian dikeringkan pada conveyor belt terus menerus atau dalam tabung pengering vertikal disebut flash dryer. 5. Berikutnya, kristal kering dari natrium bikarbonat dipisahkan menurut ukuran partikel. Standar nilai natrium bikarbonat dan nilai khusus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan, dan ukuran partikel adalah penentu utama nilai.
2.4 Asam Asetat 2.4.i PENGANTAR Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.
Asam asetat
Informasi Nama sistematis
Asam etanoat Asam asetat
Asam asetat merupakan salah satu Asam metanakarboksilat asam karboksilat paling sederhana, Asetil hidroksida (AcOH) Nama alternatif setelah asam format. Larutan asam Hidrogen asetat (HAc) asetat dalam air merupakan sebuah Asam cuka asam lemah, artinya hanya terdisosiasi Rumus molekul CH3COOH sebagian menjadi ion H+ dan Massa molar 60.05 g/mol CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku 1.049 g cm−3, cairan Densitas dan fase industri yang penting. Asam asetat 1.266 g cm−3, padatan digunakan dalam produksi polimer Titik lebur 16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)[1] seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun Titik didih 118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)[1] berbagai macam serat dan kain. Penampilan Cairan tak berwarna atau kristal Dalam industri makanan, asam asetat Keasaman (pKa) 4.76 pada 25 °C digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
2.4.ii Penamaan Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang. Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tidak benar. Ac juga tidak boleh disalahartikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac). 2.4.iii Sejarah Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh berbagai bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur. Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi. Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama. Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui elektrolisis menjadi asam asetat. Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.
2.4.iv Sifat-Sifat Kimia Keasaman Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.
Dimer siklis
Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen. Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 °C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatanhidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0– 66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya. Sebagai Pelarut Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsurunsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia. Reaksi-reaksi kimia Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir semua garam asetat
larut dengan baik dalam air. Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat: Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g) NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l) Aluminium merupakan logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, biasanya asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.
Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat dibentuk melalui kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 °C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan air. Deteksi Asam asetat dapat dikenali dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang mudah dikenali dengan baunya yang tidak menyenangkan.
2.4.v Pembuatan Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan melalui jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternatif.[7]
Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya diproduksi di Amerika Serikat. Eropa memproduksi sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang memproduksi sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan melalui daur ulang, sehingga total pasar asam asetat mencapai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya adalah Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.
Karbonilasi metanol Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat CH3OH + CO → CH3COOH Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua. (1) CH3OH + HI → CH3I + H2O (2) CH3I + CO → CH3COI (3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI Jika kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol sejak lama merupakan metode paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena baik metanol maupun karbon monoksida merupakan bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahanbahan praktis yang dapat diisi bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang dibutuhkan yaitu 200 atm menyebabkan metoda ini ditinggalkan untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang menggunakan karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang menggunakan katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan metode karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi metode produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini lebih efisien dan lebih "hijau" dari metode sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.
Oksidasi asetaldehida Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat diproduksi melalui oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida merupakan metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tidak kompetitif bila dibandingkan dengan metode karbonilasi metanol. Asetaldehida yang digunakan dihasilkan melalui oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Saat butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara disertai dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang selanjutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini. 2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namut butana masih berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar 150 °C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga bernilai komersial dan jika diinginkan kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih banyak produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi kendala karena membutuhkan biaya lebih banyak lagi. Melalui kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam asetat. 2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat memiliki rasio hasil (yield) lebih besar dari 95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, semuanya memiliki titik didih yang lebih rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan mudah melalui distilasi. 2.4.vi Penggunaan Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil
3. ALAT a. b. c. d.
Erlenmeyer/gelas ukur Pipet volume Bulp Kertas PH
DAN
BAHAN a. CH3COOH 0,01 M b. CH3COONA 0,01 M
4. CARA PERCOBAAN 1. Ambil 21 ml 0,01 M asam asetat 2. Hitung kebutuhan Natrium asetat (ml) 0,01 M untuk membuat buffer dengan PH = 5 3. Tambahkan sodium asetat yang telah dihitung ke dalam asam asetat yang disiapkan (36,5 ml natrium asetat) 4. Tes larutan dengan PH meter & catat PHnya 5. Bandingkan PH yang ditentukan (PH 5) dengan PH hasil tes PH meter & bahas 6. Percobaan diulangi 3x
5. TABEL PENGAMATAN NO
Volume CH3COONA (ml) 21 ml 21 ml 21 ml
1 2 3
Volume CH3COONa (ml) 36,5 ml 36,5 ml 36,5 ml
6. PERHITUNGAN 1. Diketahui : Vol CH3COOH = 21 ml PH =5 Pka = 4,76 Ditanya : Vol CH3COONa Jawab : pH
= pka + log
5
= 4,76 + log
5
= 4,76 + log
5 – 4,76 = log
0,01 . 𝑎 0,21
𝐺𝑟 𝐴𝑠
0,01 . 𝑎 21+ 𝑎 0,01 . 𝑎 21 + 𝑎
0,01 . 𝑎 21+ 𝑎
x
21+ 𝑎 0,01 . 21
PH 5 5 5
0,24 = log
0,01 . 𝑎 0,21
Anti log 1,738 =
0,01 . 𝑎 0,21
0,01 a = 1,738 x 0,21 0,01 a = 0,365 0,365
a
=
a
= 36,5 ml
0,01
7. KESIMPULAN a. Larutan buffer pH 5 dapat dibuat dari larutan 21 ml 0,01 M CH3COOH dan 36,5 ml 0,01 M CH3COONa
8. DAFTAR PUSTAKA 1. Jimmy Wales, Larry Sanger,, 5 november 2011, NaOH,
http://id.wikipedia.org/wiki/Natriumhidroksida 2. Jimmy Wales, Larry Sanger,, 11 Oktober 2011, Asam Asetat, http://id.wikipedia.org/wiki/asamasetat 3. Wahyu riyadi, 19 november 2008 http://wahyuriyadi.blogspot.com/2008/11/berbagailarutan-buffer-dan-cara.html 4. Imelda Melina, 3 mei 2012 http://www.slideshare.net/vestersaragih/laporan-lengkappraktikum-larutan-buffer 5. Susilo tri atmojo, 11 november 2011 http://chemistry35.blogspot.com/2011/05/caramembuat-larutan-buffer.html 6. Anonim,A.Larutan buffer.(http://akbar300994.wordpress.com/2010/04/06/laporanlarutan-buffer/).Manado,12 Oktober 2011 7. Anonim, B.Larutan penyangga (buffer).(http://andykimia03.wordpress.com/2009/11/30/larutan-penyanggabuffer/).Manado,12 Oktober 2011 8. Anonim, C.Larutan penyangga.( http://belajarkimia.com/2008/05/larutan9. 10. 11. 12.
penyangga-larutan-dengan-dua-sisi-kepribadian/).Manado,13 Oktober 2011 Girindra, A.1993.Biokimia 1.Gramedia.Jakarta Keenan,et al.1998.Ilmu Kimia untuk universitas.Erlangga.Jakarta Montgomery, et al.1993.Biokimia.UGM.Jogjakarta Tim penyusun.2011.Penuntun praktikum biokimia.FMIPA Unsrat.Manado