Lesi Saraf Perifer Oleh : Kurrotun Ayni B. Pembimbing : dr. Andre Steven Tjahja B, SpKFR KEPANITERAAN KLINIK MADYA LAB. ILMU REHABILITASI MEDIK RSD MARDI WALUYO BLITAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF MANUSIA A.Anatomi 1. Susunan Saraf Pusat (SSP) : Otak (ensefalon) dan medula spinalis 2. Susunan Saraf Tepi (SST) : Saraf – saraf kranial dan spinal B. Fisiologi 1. Su Susu suna nan n Sa Sara raff So Soma mati tik k : Mensarafi struktur “dinding” tubuh (otot,kulit,membran (otot,kulit,membran mukosa) 2. Su Susu suna nan n Sara Saraff Oton Otonom om : Mengontrol aktivitas otot – otot dan kelenjar – kelenjar bagian “dalam” tubuh visera serta pembuluh darah
SARAF SOMATIS a. Nervus Kranialis I. II. III. IV. V. VI. VII. VIII VIII.. IX. X. XI. XII.
Olfactory nerve Optic nerve Oculomotor nerve Trochlear nerve Trigeminal nerve Abducens nerve Facial nerve Vest Vestib ibul uloc ococ ochl hlea earr nerv nerve e Glossopharyngeal nerve Vagus nerve Accessory ne nerve Hypoglossal nerve
Urutan saraf
Nama saraf
Sifat saraf
Fungsi
I
Olfaktorius
Sensorik
Daya penciuman
II
Opticus
Sensorik
Penglihatan
III
Okulomotorius
Motorik
Gerakan kelopak mata ke atas, kontraksi pupil, gerakan otot mata
IV
Troklearis
Motorik
Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
V
Trigeminus
VI
Abdusen
Tempat masuk di Basis Cranii
Sensorik dan Gerakan mengunyah, Motorik sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip
Motorik
Alat penggerak (muskulus rektus lateralis)
Fisura orbitalis superior
VII
Fasialis
Sensorik dan Motorik
Gerakan otot wajah, pipi, scalp, muskulus stapedius, muskulus stylohioideus, venter posterior muskulus digastricus, Palatum mole, pengecapan 2/3 anterior, glandula submandibularis, glandula lacrimalis, glandula hidung dan pallatum
Meatus acusticus internus, canalis facialis, foramen stylomastoideus
VIII
Vestibulokoklearis
Sensorik
Pendengaran dan keseimbangan, posisi dan gerakan kepala
Meatus acusticus internus
IX
Glosofaringeus
Sensorik dan motorik
Sensasi umum rasa 1/3 posterior lidah dan pharyng, sinus caroticus dan glomus caroticum, muskulus stylopharyngeus, glandula parotis
Foramen jugular e
X
Vagus
Sensorik dan Motorik
Musculus constrictor pharyngis dan otot intrinsik laring, otot polos broncus, jantung, saluran cerna sampai 1/3 distal colon transversum, hati dan pancreas. Pengecapan dari epiglotis dan valecula
Foramen jugular e
XI
Aksesorius
Motorik
Otot palatum mole, Otot pharing, laring. Otot sternocleidomasteideus dan muskulus trapeizeus
Foramen jugular e
XII
Hipoglosus
Motorik
Gerakan dan bentuk lidah (kecuali
Canalis
Contoh gangguan saraf kranial Gangguan
Saraf kranial yg.
Penyebab
Gejala
Tumor lobus frontalis
Anosmia dan papilatrofi
Terganggu
Sindroma Foster Kennedy
I dan II
(ipsilateral) Papiledema (kontralateral) Sindroma Tolosa-Hunt
III, IV, VI dan V-1
Granuloma non-spesifik pada nyeri dinding sinus
Oftalmoplegia dan wajah (V-1)
kavernosus Neuralgia trigeminal (Tic
V
douloureux)
Primer (idiopatik)
Nyeri wajah (terutama V-
Sekunder (tumor, aneurisma, 2,3) dll)
Sindroma Gradenigo
V, VI
Petrositis paresis n. VI
Nyeri wajah (V)
Bell’s palsy
VII
Idiopatik
Paresis n. VII perifer
Sindroma Ramsay-Hunt
VII
Herpes zooster
Vesikel di kanalis auditorius dan telinga bagian belakang, paresis VII perifer
b. Saraf Spinal -meneruskan impuls dari reseptor ke SSP -meneruskan impuls dari SSPke semua otot rangka tubuh.
SISTEM SARAF OTONOM
Mengendalikan kegiatan organ-organ dalam seperti otot perut, pembuluh darah, jantung & alat-alat reproduksi. Perbedaan saraf simpatik dan para simpatik berdasarkan pada posisi ganglion. Ganglion pada saraf simpatik menempel di sepanjang sumsum tulang belakang. Sedangkan ganglion saraf parasimpatik menempel pada organ yang dibantu kerjanya.
SISTEM SARAF SIMPATIS Berpangkal pada medula spinalis di daerah leher dan di daerah pinggang, sehingga disebut juga saraf torakolumbar. Serabut saraf ini menuju ke otot polos, alat peredaran, alat pencernaan, alat pernapasan. Sifatnya meningkatkan aktivitas. Fungsi : • Mempercepat denyut jantung. • Memperlebar pembuluh darah. • Memperlebar bronkus. • Mempertinggi tekanan darah • Memperlambat gerak peristaltis. • Memperlebar pupil. • Menghambat sekresi empedu. • Menurunkan sekresi ludah. • Meningkatkan sekresi adrenalin.
SISTEM SARAF PARASIMPATIS
Berpangkal pada medula oblongata dan ada yang di sakrum. Memiliki fungsi berkebalikan dengan fungsi sistem simpatis.
CEDERA SARAF PERIFER
Peripheral Nerve Injury atau cedera saraf perifer adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan saraf di luar otak atau sumsum tulang belakang.
Neuropati perifer menurut WHO : Kelainan
menetap (> beberapa jam) Dari neuron sumsum tulang, neuron motorik batang otak bagian bawah, sensorimotor primer, neuron susunan saraf autonom perifer dengan kelainan klinis, elektroneurografik dan morfologik
ETIOLOGI Trauma (misalnya, luka tumpul atau penetrasi, trauma) Tekanan yang akut. Idiopatik Kelahiran Infeksi Neurologis Neoplastik Toxic iatrogenik
•
Klasifikasi Cedera akson, dapat dibagi menurut Seddon dan Sunderland
•
Menurut Seddon 1943 1. Neuropraksia 2. Aksonotmesis 3. Neurotmesis
•
Menurut Sunderland 1951 derajat 1-5
Klasifikasi menurut Seddon 1. NEUROPRAXIA Terjadi penekanan pada serabut saraf. Bersifat ringan. Gangguan hanya terjadi selama
penekanan berlangsung. Tidak terjadi kelainan pada struktur
serabut saraf. Gangguan akan berakhir bila
penekanan hilang
2. AXONOTMESIS
Kerusakan saraf sampai pada axon, tetapi selubung axon masih baik.
Walau axon rusak, namun bila selubung axon masih baik maka akan terjadi regenerasi.
Pada 1-2 minggu pertama pasca trauma, kondisi cenderung tetap
3. NEUROTMESIS - Kerusakan terjadi pada axon dan selubung axon, sehingga terjadi degenerasi Wallerian, di mana degenerasi terjadi kearah distal dan proximal. - Kondisi memburuk pada 1-2 minggu pertama.
Klasifikasi •
Sunderland (tahun 1951) memperluas sistem klasifikasi menjadi 5 derajat cedera saraf.
Cedera saraf Tingkat I •
•
•
•
Disebut juga neuropraxia. Kerusakan pada serabut myelin, hanya terjadi gangguan kondisi saraf tanpa terjadinya degenrasi wallerian. Saraf akan sembuh dalam hitungan hari setelah cedera, atau sampai dengan empat bulan. Penyembuhan akan sempurna tanpa ada masalah motorik dan sensorik.
Cedera saraf tingkat II •
Disebut juga axonotmesis,
•
Terjadi diskotinuitas myelin dan aksonal,
•
•
Tidak melibatkan jaringan encapsulating, epineurium dan perineurium, juga akan sembuh sempurna. Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih lambat daripada cedera tingkat pertama.
Cedera saraf tingkat III •
•
•
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson dan endoneurium. Cedera akan sembuh dengan lambat, tetapi penyembuhannya hanya sebagian. Penyembuhan tergantung pada beberapa faktor, seperti semakin rusak saraf, semakin lama pula penyembuhan terjadi.
Cedera saraf tingkat IV •
•
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium dan perineurium. Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan saraf, yang menghalangi penyembuhan.
Cedera saraf tingkat V •
•
Cedera ini melibatkan pemisahan sempurna dari saraf, seperti saraf yang terpotong. Cedera saraf tingkat empat dan lima memerlukan tindakan operasi untuk sembuh.
Klasifikasi Menurut Sunderland
Recovery
Degenerasi dan regenerasi saraf. (A) serabut saraf pada cedera tekan. (B) fagosit masuk untuk membersihkan debris. (C) sisa tonjolan proksimal dengan endoneurium yang utuh dan sel Schwann. (D) adanya benih akson baru dari tonjolan proksimal. (E)pertumbuhan akson yang bermyelin pada bagian distal. (F) regenerasi serabut saraf lengkap. Bagian myelin lebih pendek dari aslinya.
Patofisiologi Lesi saraf tepi dapat mengakibatkan demielinasi atau degenerasi aksonal. Secara klinis, baik demielinasi dan degenerasi aksonal akan mengakibatkan gangguan dari indera dan atau fungsi motorik dari saraf yang terluka. Pemulihan fungsi terjadi dengan re-myelination dan dengan regenerasi aksonal dan reinervasi dari reseptor sensorik, ujung otot, atau keduanya.
•
Klinis Terdapatnya gangguan motorik tergantung pada saraf terkena.
dan
sensorik
Pada motorik akan terjadi hilangnya fungsi otot dan jaringan. Pada sensorik akan terjadi anestesi, parastesia, disestesia, hipoalgesia, hiperestesia, hiperalgesia dan allodonia.
MANIFESTASI KLINIS 1. Kausalgia yaitu nyeri hebat seperti terbakar, sepanjang distribusi serabut saraf yang mengalami kerusakan persial. 2. Hiperestesia 3. Perubahan trofik pada kulit 4. Hiperaktivitas vasomotor, hiperaktivitas kerja syaraf yang menimbulkan perubahan pada diameter pembuluh darah, biasanya vasokontriksi.
•
Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium 2. Studi Imaging 3. Pengujian lain, seperti : - Studi Elektro Diagnostik - Elektromiografi 4. Studi Konduksi Saraf 5. Temuan Histologi
Pengujian a. studi elektrodiagnostik: Tes-tes ini objektif berguna dalam mendeteksi cedera saraf dan / atau kompresi saraf dan dalam mengidentifikasi tahap awal pemulihan. b. Elektromiografi Tes ini dilakukan minimal 4 minggu setelah cedera saraf. Pengujian Elektromiografi dilakukan sebelum waktu itu dapat menghasilkan temuan-temuan negatif palsu karena butuh 4-6 minggu untuk fibrilasi otot menjadi jelas. Bukti denervasi ditandai oleh adanya fibrilasi pada otot. Reinervasi dicatat oleh adanya potensi unit motor. Studi konduksi saraf Studi-studi ini sangat berguna dalam menentukan situs kompresi sekunder yang mungkin ada. Jika saraf yang dikompresi di situs jebakan, seperti carpal tunnel atau terowongan kubiti , regenerasi aksonal mungkin akan terhambat dan dengan demikian membatasi reinervasi. Dalam kasus cedera pleksus brakialis , studi konduksi saraf bisa membantu menentukan adanya cedera avulsion. Utuh normal konduksi saraf distal sensorik dan denervasi motor diagnostik cedera avulsion. Temuan histologis Tidak ada studi histologi khusus membantu dalam diagnosis pasien dengan cedera saraf perifer. •
• •
•
•
•
Indikasi Terapi •
•
Lesi saraf komplit yang disebabkan laserasi atau luka tembus Lesi saraf lain yang cukup bermakna tanpa perbaikan klinis maupun elektrofisiologis setelah 3-6 bulan observasi klinis
Penilaian Klinis •
Pemeriksaan Motorik
- Pemeriksaan semua fungsi motor & sensori. - Menentukan apakah kehilangan distal sisi cedera lengkap atau tidak. - Pemeriksaan motor : cukup sebagai bukti regenerasi bila pemulihan jelas.
Tanda klinis regenerasi saraf 1. Autonomik (sweating) 2. Sensation (pada daerah yang disarafi) 3. Motorik
Tinel Sign -
Melakukan penekanan pada pertengahan ligamentum carpi transversum (volare).
-
(+) : timbul nyeri, berarti terdapat penjepitan saraf (entrapment).
-
Tanda Tinel (+) hanya menunjukkan regenerasi serabut halus dan tidak menunjukkan apapun tentang kuantitas dan kualitas yang sebenarnya dari serabut yang baru.
•
Disisi lain, interupsi saraf total ditunjukkan oleh tiadanya respons sensori distal (tanda Tinel negatif) setelah waktu yang memadai telah berlalu untuk terjadinya regenerasi serabut halus (4-6 minggu).
Berkeringat •
•
•
Kembalinya keringat didaerah otonom menunjukkan regenerasi serabut simpatis bermakna. Pemulihan ini mungkin mendahului pemulihan motorik atau sensori dalam beberapa minggu atau bulan, karena serabut otonom pulih dengan cepat. Pemulihan berkeringat tidak selalu berarti akan diikuti fungsi motorik atau sensori.
Pemulihan Sensori •
•
•
Tanda yang berguna, terutama bila terjadi didaerah otonom dimana tumpang tindih saraf berdekatan minimal. Daerah otonom saraf medial : permukaan volar dan dorsal telunjuk dan permukaan volar jempol.
Saraf radial tidak mempunyai daerah otonom yang tegas.
Bila terjadi kehilangan sensori pada distribusi ini, biasanya mengenai sejumput daerah anatomis tertentu. •
•
Daerah otonom saraf ulnar : permukaan palmar 11 falang distal kelingking. Daerah otonom saraf tibial : tumit & sebagian telapak kaki, sedang saraf peroneal adalah tengah dorsal kaki. •
Pemulihan sensori, bahkan pada daerah otonom, tidak pasti diikuti pemulihan motorik.
KERANGKA WAKTU UNTUK PEMULIHAN •
•
•
Waktu yang diperlukan untuk pemulihan setelah neurapraksia adalah 1-4 bulan, dan setelah aksonotmesis 4-9 bulan. Cedera ekstremitas proksimal perlu waktu lebih lama untuk memperlihatkan fungsi klinis dibandingkan cedera distal, dan Cedera ekstremitas luas yang menyebabkan lesi saraf berganda memerlukan masa yang lebih lama untuk kembalinya fungsi klinis dibanding cedera yang mengakibatkan disfungsi saraf terbatas.
•
Terapi Jenis terapi 1. Pengobatan Non invasif Merupakan pengobatan terapi non medika mentosa dan medika mentosa. 2. Pengobatan Invasif Merupakan terapi pembedahan, jika adanya suatu indikasi seperti, lesi lengkap disebabkan oleh luka atau cedera yang berat.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENENTUAN TINDAKAN a.
Usia
-
Pasien usia pubertas hasil yang baik setelah penyambungan saraf.
-
Pasi Pasien en leb lebih ih mud muda a mem memil ilik ikii kapa kapasi sita tass intr intrin insi sik k yang yang leb lebih ih bes besar ar unt untuk uk rereedukasi sensibilitas sensibilitas & adaptabilitas motor dibanding pasien lebih tua.
b. Jarak Dari End Organ -
Makin Makin proks proksim imal al ceder cedera, a, makin makin panja panjang ng dene denerv rvasi asi dari dari jari jaringa ngan n distal distal & makin lambat pemulihan fungsi.
c. Cedera yang Menyertai -
Makin Makin luas luas ceder cedera a pada pada ekst ekstrem remita itas, s, makin makin panj panjang ang waktu waktu yang yang diperlukan untuk memantapkan homeostasis jaringan.
-
Defisien Defisiensi si vasku vaskuler ler berat berat atau atau osteomie osteomieliti litiss berat berat yang merusak merusak jaringan jaringan lunak sekitar saraf, berperan pada infiltrasi fibrotik dan penyembuhan penyembuhan yang terlambat.
d. Mekanisme Cedera -
Ceder Cedera a saraf saraf yang yang berhub berhubung ungan an deng dengan an traksi traksi atau atau regan regangan gan mem mempun punyai yai prognosis lebih buruk dibanding akibat fraktura. Traksi biasanya mengenai segmen yang panjang dari batang saraf.
e. Tehnik Operasi -
Saraf tepi yang disrupsi disrupsi (neurotme (neurotmesis) sis) harus harus diper diperbaiki baiki sesegera sesegera klinis klinis memungkinkan.
-
Anasto Anastomos mosis is harus harus dila dilaku kukan kan deng dengan an pembes pembesara aran n memada memadaii serta serta jahita jahitan n dan instrumen yang baik.
f. Faktor Trofik -
Berbag Berbagai ai fakto faktorr trofik trofik yang yang memp memper ernga ngaruh ruhii regen regenera erasi si saraf saraf tel telah ah diketahui. diketahui. Diantaranya faktor pertumbuhan saraf (nerve saraf (nerve growth factor) serta faktor penumbuh akson (akson outgrowth factor) .
-
Inhibisi Inhibisi protease protease neural neural yang diaktifka diaktifkan n kalsi kalsium um membantu membantu pemuliha pemulihan n morfologis pada cedera saraf tepi.
•
•
Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada tingkat operasi, hematoma, seroma, infeksi, dan cedera pada struktur di sekitarnya termasuk vaskular. Ataupun bisa penurunan fungsi saraf tersebut. Evaluasi Program penilaian suatu evaluasi yaitu program stimulasi fisioterapi otot dan saraf termasuk latihan pasif harus ditekankan untuk menjaga otot dan sendi yang fleksibel dan fungsional.
•
Rehabilitasi Rehabilitasi meliputi: 1. Kontrol nyeri 2. Splint 3. Stimulasi saraf dan otot 4. Stimulasi pergerakan sendi terdekat 5. Perkiraan waktu
Nerve repair The stumps are correctly orientated and attached by fine sutures through the epineurium.
Epineurial neurorrhaphy
Perineurial (fascicular) neurorrhaphy
Details of epiperineurial neurorrhaphy
LESI PLEXUS BRACHIALIS
PLEKSUS BRACHIALIS
LESI PLEKSUS BRACHIALIS
Umum/menyeluruh : * Fibrilasi * Nyeri spontan * Hipalgesia * Parastesia
* Sindrom Erb-Duchenne Peregangan leher & bahu secara berlebihan * Sindrom Klumke Ekstremitas superior ditarik ke atas secara paksa
ERB – DUCHENNE SYNDROME Plexus Atas ( C5, C6 ) Penyebab: - Kompresi atau robekan (biasanya trauma lahir)
Abduksi dan rotasi eksterna lengan(-) Fleksi dan supinasi lengan bawah (-) “waiter„s tip position”
Sensoris : Hipestesia permukaan deltoideus radialis lengan bawah dan tangan
KLUMPE’S SYNDROME Plexus Bawah ( C8,T1 )
Penyebab : Trauma Kompresi
Claw hand (intrinsic hand muscle dan otot-otot fleksor pergelangan tangan) Sensoris : Hipestesia tipe ulnar Sindrom horner
Edema, cianosis, perubahan trofik pada kuku
Plexus brakialis, arteri subklavia dan vena subklavia.
T h o r ac i c O u t l e t S y n d r o m e Nyeri pada leher dan pundak Paraesthesia forearm Kelemahan otot-otot tenar dan interosseus Penekanan vaskuler : Fenomena Raynaud„s Perubahan tropik pada kuku Pucat pada saat elevasi lengan Adson„s sign (hilangnya pulsasi radialis ketika abduksi lengan dan eksorotasi bahu
Plexus brakialis, lower cervical and uper thoracic roots. Pancoast„s tumor Nyeri sekitar bahu dan sisi medial lengan Hipestesia sesuai T8 T1
S in d r o m a h o r n er Penyebab: Tumor apex paru
N. Suprascapularis ( C5-6 )
Abduksi lengan atas (-) Eksorotasi (-)
N. THORACALIS LONGUS – C 5 - 7 WINGING PHENOMENA
W i n g i n g s k a p u l a jika dilakukan gerakan mendorong ke depan
Kesukaran mengangkat lengan keatas pada bidang horisontal Penyebab: Trauma daerah leher Beban terlalu berat pada bahu Limitted brachial neuritis
N. Axillaris ( C5-6 )
Kelemahan abduksi sendi bahu Kelemahan rotasi eksterna Hipesthesia bagian luar bahu Nyeri bila terdapat neuritis
Penyebab : Jarang timbul sendiri Lesi medulla spinalis Fraktur dislokasi caput humeri Neuritis axillaris
N. Muskulokutaneus ( C5-6 )
Motoris : Kelemahan flexi lengan bawah Supinasi (-) Reflek bisep (-) Sensoris : Hipesthesia antero lateral lengan bawah
Penyebab : Jarang terkena sendiri Fraktur humeri Aneurysma Trauma
N. Radialis ( C6-8 dan T1 ) S at u r d a y n i g h t p a ls y
Motoris : Wrist drop Ekstensi ibu jari, palang proksimal dan sendi siku (-) Tangan pronasi dengan fleksi pergelangan tangan dan jari. Reflek trisep, radialis, dan periosteal radialis (-) Supinator reflek (-) Sensori : Paling menonjol permukaan radialis dorsal tangan Nyeri jarang.
Paling sering terjadi cedera Penyebab : Fraktur humerus,Penekanan lama,Injeksi intra muskuler,Tumor Tuberkulosa tulang,Fraktur collum ulna,Neuritis
N. Medianus ( C6-8, T1 ) APE hand Motoris: Pronasi dan fleksi lengan bawah (-) Pergelangan tangan abduksi dan fleksi melemah Ibu jari sebidang dgn tangan, atrofi tenar, fleksi ibu jari (-), abduksi di bidangnya sendiri (-), genggaman tangan melemah, jari cenderung ekstensi dan adduksi, fleksi phalang distal ibu jari dan telunjuk (-) Sensoris : Sesuai distribusi cutaneus N. Medianus, konstan pada phalang distal jari I dan II.
Paralisis otot-otot fleksor-pronator dan tenar
Setinggi Ligamentum carpal transversum
C ar p a l Tu n n e l S i n d r o m Nyeri terutama malam Atropi dan kelemahan otot tenar: abduktor dan opponen pollicis Tinel‘s sign (+) Hipesthesia telapak tangan bagian radial serta sisi palmar tiga jari yang pertama
Penyebab: Penebalan jaringan ikat ok: RA,Akromegali,Hipothiroidism,Amyloid desease, Retensi cairan: kehamilan, kegemukan.
N. Ulnaris ( C8, T1 )
Motoris: Claw hand Fleksi phalank proksimal atau distal jari IV dan V (-) Jari tangan V abduksi Ektensi phalang II dan distal setiap jari tangan (-) Adduksi dan abduksi seluruh jari tangan (-) Froment sign (+) (memegang kertas dg. Ibu jari dan telunjuk di gantikan dengan gerakan fleksi ibu jari)
Akibat kontraksi tanpa lawan dari M. extensor digitorum komunis jari IV dan V Sebagai kompensasi paralisis m. adduktor pollicis
Sensorik: Hipesthesia sisi ulnar tangan baik sisi dorsal atau palmar, jari manis, dan yang paling menonjol jari kelingking.
Plexus Lumbalis( T12 dan L1-5 )
N. Cutaneus Femoralis Lateralis
Parestesia meralgia dari ROTH Rasa tebal, kesemutan dan nyeri sisi luar dan depan paha terutama saat jalan dan berdiri
Sering terjadi Penyebab: Neuritis Angulasi Tekanan fasia, kegemukan, flat feet, spondilitis, tekanan pakaian ketat. Tanda pertama dari tumor medula spinalis lumbalis
N. Femoralis dan N.Obturatorius
N. Femoralis ( L2-4 )
Motorik: Fleksi paha ke badan (-) (m. iliopsoas) Ekstensi tungkai, reflek patela (-) m. Quadrisep femoris Sensoris: Sesuai dengan distribusi, paling nyata pada lutut
Penyebab: Lesi pada medula spinalis, cauda equina.Tumor pelvis.Abses m. psoas Fx. Pelvis dan femur atas.Trauma forcep,Aneurysma a. femoralis,Neuritis DM
N. Obturatorius ( L2-4 )
Motorik: Rotasi eksterna dan adduksi paha (-) Kesulitan menyilangkan tungkainya diatas yang lain Adduktor reflek (-) Sindrom Howship-Rhomberg
Sensoris : Nyeri menjalar sepanjang permukaan dalam paha paling nyata pada lutut
Penyebab: Kehamian Persalinan dengan cunam/forcep Hernia Obturatoria
Plexus Sakralis
N. Gluteus Superior ( L4-5, S1
Kelemahan abduksi tungkai Gangguan berjalan Panggul miring kesisi KL jika px. berdiri pada tungkai yg sakit
N. Gluteus Inferior ( L5, S1-2 )
Kesulitan bangkit dari posisi duduk, berlari, melompat atau memanjat tangga. Otot-otot pantat kontraktur IPS.
Kekuatan otot ekstensor pada panggul lemah
N. Ischiadikus( L4-5, S1-3 )
Motoris: Hamstring paralysis (fleksi tungkai (-)) Steppage gait : paralysis seluruh otot tungkai dan kaki, berdiri diatas tumit dan jari (-) Reflek aschilles dan plantar (-) Sensoris: Hipestesia tungkai sebelah luar dan seluruh kaki kecuali lengkung sisi medial dan malleolus medialis Nyeri casualgia ( terutama N. tibialis)
Penyebab: HNP,Dislokasi sendi panggul,Trauma persalinan Tumor,Injeksi obat-obatan,Osteoarthritis,Polineuritis
N. Peroneus Communis( L4-5, S1-2 )
Motoris: Drop foot (Dorsofleksi kaki dan phalang proksimal jari kaki (-)) Steppage gait (Lutut terangkat tingi dengan kaki tergantung fleksi dan adduksi) Abduksi dan eversi kaki (-) Berdiri dengan tumit (-), Sensorik: Hipestesia dorsum kaki dan sisi luar tungkai
Penyebab: Neuritis primer (tersering)
N. Tibialis( L4-5, S1-3 )
Motorik: Fleksi plantaris, adduksi, inversi kaki (-) Fleksi, abduksi, adduksi, jari kaki (-) Berdiri denagn ujung jari kaki (-) Berjalan sukar, melahkan, dan sering nyeri Reflek aschilles (-) Claw foot Sensoris: Hipestesia telapak kaki, permukaan lateral tumit, permukaan plantar jari kaki serta phalang unguium Nyeri sifatnya causalgia hebat.
•
Sering terdapat pada lesi yang parsial dan iritatif
Jepitan di bawah malleolus medialis
Tarsal Tunnel Sindrom Kelemahan fleksi ibu jari Hipestesia atau nyeri meliputi kaki medial anterior dan ibu jari kaki Ketukan pada malleolus medial tepat diatas m. fleksor retinakulum menimbulkan parestesia dan nyeri.
Terapi operatif dengan dekompresi hasilnya memuaskan.