RADIKULOPATI
I. Pengertian
Radikulopati Radikulopati adalah suatu keadaan keadaan yang berhubungan berhubungan dengan dengan gangguan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
II. Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya yaitu yaitu proses proses kompr kompresif esif,, proses proses inflamma inflammatory tory,, proses proses degene degeneratif ratif sesuai sesuai dengan dengan struktur dan lokasi terjadinya proses.
a. Prose rosess komp kompre ressif Kelai Kelaina nan-k n-kel elain ainan an yang yang bers bersifa ifatt komp kompre resi siff
sehin sehingg ggaa
meng mengak akiba ibatk tkan an
radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi disk diskus us,, tumo tumorr medu medull llaa spina spinalis lis,, neopl neoplas asma ma tula tulang ng,, spon spondi dilo lolis lisis is dan dan spondil spondilolit olithes hesis, is, stenos stenosis is spinal spinal,, traumati traumaticc dislok dislokasi, asi, kompres kompresif if fraktur, fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical spondilosis
b. Proses Proses inflammatori inflammatori Kelainan-kelaina Kelainan-kelainan n inflamatori inflamatori sehingga sehingga mengakibatk mengakibatkan an radikulopati radikulopati adalah seperti : Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster
b. Proses Proses degeneratif degeneratif Kelaina Kelainan-ke n-kelain lainan an yang yang bersifat bersifat degene degeneratif ratif sehing sehingga ga mengak mengakibat ibatkan kan radikulopati
adalah seperti Diabetes Mellitus
III. Tipe-tipe radikulopati
a. Radi Radiku kulo lopa pati ti lumb lumbar ar Radik Radikul ulop opati ati lumb lumbar ar merup merupak akan an prob proble lema ma yang yang serin sering g terjad terjadii yang yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. Ia juga
1
sering disebut sciatica. Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus. Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain) b. Radikulopati cervical Radikulopati cervical umunya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf terjepit merupakan kompresi [ada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher. Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical. c. Radikulopati torakal Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.
Pengetahuan anatomi, pemeriksaan fisik diagnostik dan pengetahuan berbagai penyebab untuk radikulopati sangat diperlukan sehingga diagnosa dapat ditegakkan secara dini dan dapat diberikan terapi yang sesuai. Terdapat 5 ruas tulang vertebra lumbalis dan diantaranya dihubungkan dengan discus intervertebralis. Vertebra lumbalis ini menerima beban paling besar dari tulang belakang sehingga strukturnya sangat padat. Tiap vertebra lumbalis terdiri dari korpus dan arkus neuralis. Korpus vertebra lumbal paling besar dibandingkan korpus vertebra torakal dan cervikal. Arkus neuralis terdiri dari 2 pedikel, prosesus tranversus, faset artikularis (prosesus artikularis) superior dan inferior, lamina arkus vertebra dan prosesus spinosus. Tiap vertebra dihubungkan dengan diskus intervertebralis, beberapa ligament spinalis dan prosesus artikularis/faset artikularis/sendi faset. Diskus intervertebralis berfungsi sebagai shock absorbers dan bila terjadi rupture ke dalam kanalis spinalis dapat menekan radiks-radiks saraf. Pada vertebra lumbalis yang lebih atas, hubungan antara prosesus artikularis arahnya vertical, faset inferior menghadap ke lateral dan faset superior
2
menghadap ke medial. Akibat susunan anatomi yang demikian menyebabkan terbatasnya rotasi ke aksial yang memungkinkan fleksi atau ekstensi. Pada dua vertebra lumbalis yang paling bawah, hubungan antara faset artikularis tersebut lebih horizontal sehingga mobilitas rotasi aksialnya lebih besar atau luas. Hal ini menjelaskan sering terjadinya herniasi diskus pada lumbal 4 dan 5.
Gambar 1. Koluman Vertebra
Gambar 2. Radiks Saraf
3
Gambar 3. Diskus Intervertebralis potongan aksial
Gambar 4 : Distribusi Dermatomal Pada Bagian Atas Tubuh
4
Gambar 5 : Distribusi Dermatomal Pada Bagian Bawah Tubuh
IV. Patofisiologi
Proses kompresif pada lumbal spinalis
Pergerakan antara vertebra L4/L5 dan L5/S1 lebih leluasa sehingga lebih sering terjadi gangguan. Verterbra lumbalis memiliki beban yang besar uttuk menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, ucleus5 dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa remaja dengan degenerasi nucleus pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior, medial atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan 5ucleus fibrosus. Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radik. Bila proses ini berlansung secara progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi
penebalan
dari
ligamentum flavun. Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra lumlais sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk trefoil axial shape.
5
Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan trauma yang lalu. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua. Kelainan pada diskus vertebra lumbalis hanya merupakan salah satu penyebab gangguan dari vertebra lumbalis. Sendi faset (facet joint), nucleus dan otot juga dapat mengalami perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.
V. Manifestasi Klinis Radikulopati
Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut : 1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin. 2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal. 3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang distribusi dermatom radiks yang bersangkutan. 4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan. 5. Refles tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau bahkan menghilang.
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
6
Manifestasi klinis radikulopati pada daerah servikal antara lain : −
Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
−
Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan pada lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala, penderita seringkali mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala.
−
Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius, berkurangnya sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi otot deltoid. Lesi ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi dan eksorotasi lengan.
−
Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya refleks biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
−
Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri pada bahu, area perktoralis dan medial aksila, posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan 3 atau seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2,3 juga jari pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan pektoralis.
−
Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah. Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-4 dan 5 (seperti pada gangguan n.ulnaris).
Gambar 12. Penjalaran nyeri pada radikulopati servikal
Manifestasi klinis radikulopati pada daerah lumbal antara lain :
7
Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha,
−
hingga ke betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi). −
Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan satu tangan di punggung, menekuk tungkai yang terkena ( Minor’s sign). Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
−
Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang sakit, dan panggul akan miring, sehingga sendi coxae akan terangkat. Bisa saja tubuh penderita akan bungkuk ke depan dan ke arah yang sakit untuk menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, penderita akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari kaki (karena dorsifleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri). Penderita bungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi lutut disebut Neri’s sign.
−
Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
−
Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang n.iskiadikus.
−
Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi, paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi.
8
−
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang unilateral. Namun bila letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar.
Gambar 13. Penjalaran nyeri pada radikulopati lumbal
Tabel 1. Common Root Syndromes of Intervertebral Disc Disease Disc space Root affected Muscles affected
L3-4
L4-5
L5-S1
C4-5
C6-7
C7-T1
L4
L5
S1
C5
C7
C8
Quadriceps
Peroneals, Gluteus anterior maximus, tibial, gastrocne extensor mius, hallucis plantar longus flexor of toes Great toe, Lateral Area of Anterior pain thigh, dorsum of foot, small medial shin foot toe and sensory loss Knee jerk Posterior Ankle jerk Reflex affected tibial Straight Many not Aggravate Aggravate leg increase s root pain s root pain raising pain
Deltoid, biceps
Triceps, Intrinsic wrist hand exrensors muscles
Shoulder, Thumb, anterior middle arm, fingers radial forearm Biceps Triceps -
-
Index, fourth fifth finger Triceps -
Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah penting untuk melakukan anamnesa terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan
9
dengan trauma atau infeksi dan rekurensi. Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan penjalarannya, adanya paresthesia dan gangguan subjektif lainnya, adanya gangguan motorik (seperti kelemahan dan atrofi otot). Juga perlu diketahui gejala lainnya seperti gangguan pencernaan dan berkemih, anestesia rektal/genital. Pemeriksaan
fisik
yang
lengkap
adalah
penting.
Penting
untuk
memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :
Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf perifer atau segmental.
Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme otot).
Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya neoplasma dan infeksi di luar vertebra. Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan: 1. Terbatasnya “range of motion” leher. 2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi). 3. Test Lhermitte Test ini dilakukan dengan mengadakan penekanan pada kepala dengan posisi leher tegak lurus atau miring sehingga berkas serabut sensorik di foramen intervertebrale yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.
Gambar 14 . Test Lhermitte
10
4. Test distraksi Test ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikular. Pembuktian terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.
Gambar 15. Test Distraksi
Prosedur diagnosa khusus untuk pemeriksaan radikulopati lumbal antara lain : 1.
Lasegue’s sign Pemeriksaan dilakukan dengan : pasien berbaring, secara pasif lakukan fleksi sendi coxae, sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi. Fleksi pada sendi
coxae
dengan lutut
ekstensi akan menyebabkan stretching
n.iskiadikus. Dengan tes ini, pada radikulopati lumbal, sebelum tungkai mencapai kecuraman 70°, akan didapatkan nyeri (terkadang juga disertai dengan baal dan paresthesia) pada sciatic notch disertai nyeri dan hipersensitif sepanjang n.iskiadikus. Straight-leg-raising-test : dilakukan dengan metode seperti Kernig’s sign. Bila kedua prosedur tersebut positif, mengindikasikan terdapat iritasi meningen atau iritasi radiks lumbosakral. Bonnet’s phenomenon merupakan modifikasi Lasegue’s test , yang mana nyeri akan lebih berat atau lebih cepat muncul bila tungkai dalam keadaan adduksi dan endorotasi.
11
Prosedur lain yang merupakan modifikasi Lasegue’s test adalah Bragard’s sign (Lasegue disertai dengan dorsofleksi kaki) dan Sicard’s sign (Lasegue disertai dengan dorsofleksi jari-1 kaki). Pada kasus yang ringan, pemeriksaan dengan Lasegue dapat menunjukkan hasil negatif. Dengan modifikasi ini, stretching n.iskiadikus di daerah tibial meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign disebut Spurling’s sign.
Gambar 16 . Test Lasegue
Gambar 17. Spurling’s sign
2.
Test Lasegue silang Pada beberapa pasien radikulopati lumbal, iskialgia pada tungkai yang
sakit dapat diprovokasi dengan mengangkat tungkai yang sehat dalam posisi lurus.
12
Test O’Conell : dilakukan Lasegue test pada tungkai yang sehat, nyeri dapat dirasakan pada sisi yang sehat ( Fajersztajn’s sign), namun dengan derajat yang lebih ringan. Selanjutnya pemeriksaan ini dilakukan pada tungkai yang sakit. Kemudian dilakukan secara bersamaan pada kedua kaki. Selanjutnya tungkai yang sehat direndahkan mendekati tempat tidur; hal ini akan menyebabkan eksaserbasi nyeri, kadang juga disertai dengan paresthesia. Beberapa ahli menyatakan pemeriksaan ini patognomonik untuk herniasi diskus intervertebra. 3.
Nerve pressure sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : Lasegue’s test dilakukan hingga penderita merasakan nyeri, kemudian lutut difleksikan 20°, dilanjutkan dengan fleksi sendi coxae dan penekanan n.tibialis pada fossa poplitea, hingga penderita mengeluh nyeri. Test ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau sepanjang n.iskiadikus. 4.
Test Viets dan Naffziger
Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lession yang menekan radiks saraf. Tekanan dapat meningkat dengan batuk, bersin, mengedan, dan dengan kompresi vena jugularis. Tekanan harus dilakukan hingga penderita mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya, dan tes ini tidak boleh dianggap negatif hingga venous return dihambat selama 2 menit. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff , dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit ( Naffziger’s test ). Penderita dapat berbaring atau berdiri. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks yang bersangkutan.
VI. Penatalaksanaan Radikulopati
1. Informasi dan edukasi 2. Farmakoterapi a.
Akut : asetaminofen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri
berat), injeksi epidural.
13
b.
Kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin), opioid (kalau
sangat diperlukan). 3. Terapi nonfarmakologik a.
Akut : imobilisasi (lamanya tergantung kasus),
pengaturan berat badan, posisi tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin), masase, traksi (tergantung kasus), alat bantu (antara lain korset, tongkat). b.
Kronik
:
terapi
psikologik,
modulasi
nyeri
(akupunktur, modalitas termal), latihan kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh dan aktivitas. 4. Invasif nonbedah
Blok saraf dengan anestetik lokal.
Injeksi steroid (metilprednisolon) pada epidural untuk mengurangi
pembengkakan edematous sehingga menurunkan kompresi pada radiks saraf. 5. Bedah Indikasi operasi pada HNP :
Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu :
nyeri berat / intractable / menetap / progresif.
Defisit neurologik memburuk.
Sindroma kauda.
Stenosis kanal : setelah terapi konservatif tidak berhasil.
Terbukti
adanya
kompresi
radiks
berdasarkan
pemeriksaan
neurofisiologik dan radiologik.
VII. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati
Radikulopati dapat didiagnosa dari menifestasi klinis yang khas, seperti rasa nyeri, baal, atau paresthesia yang mengikuti pola dermatomal. Namun demikian gejala-gejala tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal, sehingga untuk menentukan
penatalaksanaan radikulopati,
diperlukan
beberapa
pemeriksaan penunjang, antara lain : a.
Rontgen
14
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan struktural. Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto roentgen penderita radikulopati juga dapat ditemukan pada individu lain yang tidak memiliki keluhan apapun. b.
MRI/CT Scan MRI
merupakan
mendeteksi
pemeriksaan
kelainan
diskus
penunjang
intervertebra.
yang
utama
untuk
MRI
selain
dapat
mengidentifikasi kompresi medula spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degeneratif pada diskus intervertebra. Dibandingkan dengan CT Scan, MRI memiliki keunggulan, yaitu adanya potongan sagital, dan dapat memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas; sehingga MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnosa banding gangguan struktural pada medula spinalis dan radiks saraf. CT Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun demikian sensitivitas CT Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI. c.
Myelografi Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail,
terutama elemen osseus vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan penetrasi pada ruang subarachnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai test preoperatif, seringkali dilakukan bersama dengan CT Scan. d.
Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography
(EMG) NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain itu pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah
15
pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan. e.
Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap
darah, faktor rematoid, fosfatase alkali/asam, kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik
seperti infeksi.
VIII. Diagmosa Keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan masalah muskuloskeletal. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, spasme otot, dan berkurangnya kelenturan. 3. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan tehnik mekanika tubuh melindungi punggung. 4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis
IX. Rencana Keperawatan
1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10. Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang •
Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi
•
Bantu pemasangan brace / korset
•
Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
•
Ajarkan teknik relaksasi
•
Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus •
Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif
dan aktif.
16
•
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.
•
Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
•
Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi
•
Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.
•
Kolaborasi : analgetik
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
•
Kaji tingkat ansietas pasien
•
Berikan informasi yang akurat
•
Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti
kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab. •
Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan
untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya. •
Libatkan keluarga
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis
•
Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan
kegiatan •
Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri,
mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong •
Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.
•
Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil
yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup. •
Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama
17
•
Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan
seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.
18