1. Luka Robek Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : 1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 2. Respon stres simpatis 3.Perdarahan dan pembekuan darah 4.Kontaminasi bakteri 5. Kematian sel. Jenis-jenis luka: 1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi) 2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak. 3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. 4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil. 5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. 6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar. 7. Luka Bakar (Combustio) Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi : Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching (“Non -Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal dan tidak berdarah. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA 1. Usia, Semakin tua seseorang seseor ang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan 2. Infeksi, Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka. 3. Hipovolemia, Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka. 4. Hematoma, Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka. 5. Benda asing, Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”). 6. Iskemia, Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri. 7. Diabetes, Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
8. Pengobatan, Steroid : akan menurunkan mekan isme peradangan normal tubuh terhadap cedera,• Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan, Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskularar. Luka robek (laceration) adalah jenis kekerasan benda tumpul (blunt force injury) yang merusak atau merobek kulit (epidermis & dermis) dan jaringan dibawahnya (lemak, folikel rambut, kelenjar keringat & kelenjar sebasea). Cara terjadinya laceration, yaitu : 1. Arah kekerasan tegak lurus terhadap kulit sedangkan jaringan dibawah kulit terdapat tulang misalnya kepala yang terbentur pada sisi meja. Hal ini disebut luka retak (harus kita bedakan dengan luka iris (incissed wound). 2. Arah kekerasan miring (tangensial) sehingga luka robek (laceration) dan terkelupas. 3. Benda yang berputar menyebabkan luka yang sirkuler misalnya gilasan mobil. 4. Patah tulang yang menembus kulit. Penyembuhan luka robek (laceration) sama dengan penyembuhan luka lecet (abrasion) & luka memar (contussion) tergantung dari 4 faktor, yaitu : 1. Vaskularisasi. 2. Keadaan umum penderita. 3. Ukuran luka. 4. Ada tidaknya komplikasi. Perbedaan antara antemortem dengan post mortem yaitu antemortem mengeluarkan banyak darah sedangkan post mortem hanya sedikit mengeluarkan darah. Kadang kita dapat menentukan arah kekerasan dengan memperhatikan bibir luka (flap). Luka robek yang dialami oleh Abang Bandit dapat dikategorikan ke dalam stadium IV. Dimana luka robek di paha kirinya merupakan luka robek dengan tingkat ”full thickness” yang yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. Walaupun telah dibalut, darahnya tetap keluar merembes yang merupakan indikasi telah terjadinya cedera atau ruptur yang berat pada pembuluh darah arteri femoralis yang merupakan pembuluh nadi utama untuk membrum inferius. Sehingga perlu penanganan lebih lanjut untuk mengatasi luka robek tersebut. 2. Anatomi Femur dan Pendarahannya Isi Ruang Fascial Medial Paha Otot : M.gracilis, m.adductor longus, m.addoctor brevis, m.adductor magnus, dan m.obturatorius externus. Arteri Femoralis, terletak di ruang lateral vagina femoralis. Vena Femoralis, terletak di ruang medial vagina fe moralis. b. Pembuluh darah ruptur, darah keluar dari pembuluh darah. Perdarahan Luar: Pembuluh darah pecah, darah keluar dari tubuh. Dibagi 3: perdarahan kapiler, vena, arteri. Kapiler ~ darah merembes perlahan, dan biasanya berhenti dengan sendirinya. VeNa~ darah berwarna merah tua (miskin O2) dan tidak memancar hebat seperti perdarahan arteri, mudah dihentikan dengan menekan/meninggikan lokasi yg perdarahan lebih tinggi dari jantung Arteri~ darah merah muda dan memancar keluar sesuai dengan denyut nadi, biasanya sukar dihentikan Perdarahan dalam: darah tidak mengalir keluar
o
Anatomi
Paha
Kanan
Sebelah
Dalam Organisasi Membrum Inferius Membran inferiora dibagi dalam beberap regio dan ruang. Regio-regionya adalah regio glutea, tungkai atas (
paha ), lutut, tungkai bawah, pergelangan kaki, dan kaki. Tungkai atas dan tungkai bawah dapat dibagi dalam ruang-ruang. Masing-masing ruang mempunyai otot-otot dengan fungsi tertentu, pembuluh darah, dan saraf sendiri. Isi Ruang Fascial Medial Paha Otot : M.gracilis, m.adductor longus, m. addoctor brevis, m.adductor magnus, dan m.obturatorius externus. Perdarahan : A.profunda femoris dan a.obturatoria. Arteri Femoralis Terletak di ruang lateral vagina femoralis. Bercabang menjadi A. Circumflexa ilium superficialis, A. Epigastrica superficialis, A.pudenda externa superficialis, A. Pudenda externa profunda, A. Profunda femoris, A. Genicularis descendens. Vena Femoralis Terletak di ruang medial vagina femoralis. Bercabang menjadi v. Circumflexa ilium superficialis, v. Epigastrica superficialis, Vv. Pudendae externae yg bermuara ke v. Saphena magna
Arteri profunda femoris adalah arteria besar yang dipercabangkan dari sisi lateral a.femoralis di trigonum femorale, kira-kira 1,5 inci distal dari ligamentum inguinale. Arteria ini turun pada celah antara m.adductor longus dan m.adductor brevis dan kemudian terletak di atas m.adductor magnus, tempat pembulih ini berakhir sebagai a.perforans IV. Cabang-cabang : Arteria circumflexa femoris medialis, A.circumflexa femoralis lateralis dan 4 buah aa. Perforantes. Vena Profunda femoris, menerima cabang-cabang yang sesuai dengan nama cabang-cabang arteria. Vena ini bermuara ke v.femoralis. Arteri Obturatoria merupakan cabang a.iliaca interna. Pembuluh ini berjalan ke depan pada dinding lateral pelvis dan bersama dengan n.obturatorius berjalan melalui canalis obturatorius. Pada saat memasuki ruang fascia medial tungkai atas, pembuluh ini bercabang menjadi divisi medial dan lateral yang akan berjalan si sekeliling pinggir permukaan luar membrana obturatoria. Pembuluh ini memberikan cabang-cabang otot dan sendi untuk articulatio coxae. Vena obturatoria, menerima cabang-cabang yang sesuai dengan nama cabang-cabang arteria. Vena ini bermuara ke v.iliaca interna. a. Anatomi paha (Femur) Disebelah atas,femur bersendi dg acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan dibawah dengan tibia dan patella unt membentuk articulatio genus.ujung atas femur memiliki caput,collum trochanter mayor,dan trochanter minor.Caput membentuk kira2 2/3 dari bulatan dan bersedndi dengan acetablum os coxae unt membentuk articulatio coxae.Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yg disebut fovea capitis untuk tempat melekatnya ligamentum capitis femoris. Sebagian suplai darah unt caput femoris dari a.obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis. Collum yng menghubungkan caput dg corpus,berjalan kebawah,blkng dan lateral serta membentuk sudut 125 derajat dg sumbu panjang corpus femoris.besarnya sudut ini dpt berubh akibat adanya penyakit. Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan besar pada taut antara collum dan corpus.Linea intertrochanterica menghubungkan kedua trochanter ini dibagian anterior,tempat melekatnya ligamentum iliofemorale,dan dibagian posterior oleh crista intertrochanterica yg menonjol,pada crista ini terdapat tubercullum quadratum. Corpus femoris permukaan anteriornya licin dan bulat,sedangkan posterior mempunyai rigi disebut linea aspera.pada linea ini melekat otot2 dan septa intermuscularis.pinggir2 linea melebar keatas dan kebawah.pinggir medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris medialis yg menuju ke tubercullum adductorum pd condylus medialis. Pinggir lateral melanjutkan diri kedistal sebagai crista suracondylaris lateris.pada permukaan posterior corpus,dibwh trochanter mayor terdapat turberositas glutea untuk tempat melekatnya m.gluteus maximus.corpus melebar kearah ujung distalnya dan membentuk daerah segitiga dtar pd permukaan posteriornya,yg disebut facies poplitea.Ujung bawah femur mempunyai condyli medialis dan lateralis,yg dibagian posterior dipisahkan oleh incisur intercondylaris.permukaan anterior condylus bersatu dg facies articularis patella.kedua condyli ikut serta dalam pembentukan articulatio genus.diatas condyli terdpt epicondylus lateris dan medialis.tuberculum aductorum dilanjutkan oleh epicondylus medialis.
b. Perdarahan ruang facia anterior pahaArteria Femoralis A.femoralis sampai di tungkai atas dengan berjalan dibelakang ligamentum ingunale,sebagai lanjutan dari a. Iliaca externa.Disini arteria terletak dipertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphysis pubis. A. Femoralis merupakan pembuluh nadi utama untuk membrum inferius.Arteria ini berjalan ke bawah hampir vertikal ke arah tuberculum adductorium femoris dan berakhir di lubang pada m.adductor magnus (hiatus adductorius) dengan memasuki spatium poplitea sebagai a.poplitea. Batas-batas. - Anterior : pada bagian atas perjalannya, a. Femoralis terletak superficial dan ditutupi oleh kulit dan fascia.pada bagian bawah perjalannya,a. femoralis berjalan dibelakang m.sartorius - Posterior a. femoralis terletak diatas m.psoas,yg memisahkannya dari articulatio coxae,m.pectineus,dan m.adductor longus. V. femoralis terletak diantara a. femoralis dan m.adductor longus. - Medial :berbatasan dg v.femoralis dan ad bagian atas perjalanannya - Lateral : N.femoralis dan cabang-cabangnya Cabang-cabang: 1. A. circumflexa ilium superficiales hádala sebuah cabang kecil yang berjalan ke atas regio spina iliaca anterior superior 2. A. epigastrica superficiales ádalah sebuah cabang kecil yang menyilang ligamentum inguinale dan berjalan ke regio umbilicus 3. A. pudende externa superficialis adalah sebuah cabang kecil yng berjalan ke medial untuk mempersarafi kulit scrotum 4. A. pudenda externa profunda : berjalan ke medial dan mempersarafi kulit s cortum 5. A. profunda femoris adalah sebuah cabang besar dan penting yang muncul dari sisi lateral a. femoralis kira2 1 ½ inci (4cm) dibawah ligamentum ingunale arteri ini berjalan ke medial di belakang a. femoralis dan masuk ke dalam ruang medial fascia tungkai bawah.arteri ini berakhir sebagai a. perforans IV. Pada pangkalnya,arteria ini mempercabangkan a.circumflexa femoris medialis dan a. circumflexa femoris lateris dan dalam perjalannya mempercabangkan 3 buah aa.perforantes 6. A.genicularis descendens adalah cabang kecil yang dipercabangkan dari a. femoralis dekat ujung akhirnya.Arteria ini membantu mendarahi articulatio genus. Vena femoralis V.femoralis memasuki tungkai atas dengan berjalan melalui hiatus m. Di adducator magnus sebagai lanjutan dari v.poplitea.Vena ini berjalan keatas melalui tungkai atas,awalnya disisi lateral a.femoralis,kemudian di sebelah posterior,dan akhirnya disisi medialnya. Pembuluh ini meninggalkan tungkai atas pada ruang intermedia dari vagina femoralis dan berjalan dibelakang ligamentum ingunale unt berlanjut sbg v. iliaca externa. Cabang-cabang Cabang-cabang v.femoralis adalah v. saphena magna dan venae yg bersesuain dg cabang-cabang a. femoralis, V. circumflexa ilium superficialis, v.epigastrica superficialis,dan Vv. Pudendae externae bermuara ke v. saphena magna
Fisiologi Pembuluh Darah Aliran darah melalui pembuluh bergantung pada gradien tekanan dan resistensi vaskuler. Laju aliran darah melintasi suatu pembuluh berbanding lurus dengan gradien tekanan dan berbanding terbalik dengan resistensi vaskuler:
F=
P R
Dengan F= laju aliran darah melalui suatu pembuluh P= gradien tekanan R= resistensi pembuluh darah Gradien tekanan perbedaan antara tekanan permulaan dan akhir suatu pembuluh adalah gaya pendorong utama aliran dalam pembuluh. Resistensi yaitu hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh friksi (gesekan) antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh yang stasioner. Seiring dengan peningkatan resistensi terhadap aliran, darah akan semakin sulit melintasi pembuluh, sehingga aliran berkurang (selama gradien tekanan tidak berubah). Resistensi terhadap aliran darah bergantung pada tiga faktor: 1. viskositas darah 2. panjang pembuluh 3. jari-jari pembuluh Arteri Berfungsi sebagai jalur cepat untuk menyampaikan darah dari jantung ke jaringan (karena radiusnya yang besar, resistensi arteri terhadap aliran darah rendah) dan sebagai reservoir tekanan untuk menghasilkan gaya pendorong bagi darah sewaktu jantung mengalami relaksasi. Karena inilah darah yang keluar dari arteri deras. Arteriol Merupakan pembuluh resistensi utama yang lebih besar daripada kapiler. Jari-jari arteriol yang memperdarahi organ dapat disesuaikan secara independen untuk menentukan distribusi curah jantung dan untuk mengatur tekanan darah arteri. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat aktivitas kontraktil otot polos arteriol, sehingga pada dasarnya resistensi terhadap aliran di pembuluh ini j uga terpengaruh, yakni: Kontrol lokal atas jari-jari arteriol penting untuk menentukan distribusi curah jantung, sehingga aliran darah sesuai dengan kebutuhan metabolik Kontrol ekstrinsik untuk mengontrol tekanan darah arteri. Kapiler Kecepatan darah melambat karena luas potong melintang total semua kapiler lebih besar daripada aorta. Dan resistensi lebih rendah dari arteriol. Apabila darah yang keluar dari kapiler akan berbentuk tetesan yang merembes. Vena Sebagai reservoir darah sekaligus jalan untuk kembali ke jantung. Jari-jari vena besar, resistensinya rendah, kecepatan aliran darah meningkat pada saat darah mendekati jantung. Aliran balik vena ditingkatkan oleh sejumlah faktor ekstrinsik yaitu: 1. Kapasitas vena 2. Aliran balik vena 3. Efek Aktivitas Simpatis pada Aliran Balik Vena vasokonstriksi, tapi jari-jari vena masih besar, sehingga resistensi tetap rendah. 4. Efek Aktivitas Otot Rangka pada Aliran Balik Vena pada ekstremitas bawah, otot akan berkontraksi sehingga vena akan tertekan, dan kapasitas vena menurun, tekanan vena akan meningkat sehingga darah terperas ke jantung. 5. Efek Katup Vena pada Alira Balik Vena 6. Efek Aktivitas Pernapasan pada Aliran Balik Vena 7. Efek Penghisapan Jantung pada Aliran Balik Vena
Dalam skenario ini, darah Abang Bandit terus merembes melalui kain balutan tersebut karena luka robek yang dialami Abang Bandit merobek arteri dan atau vena di paha kanan bagian dalam, sehingga darah yang keluar susah untuk berhenti, karena terjadi pendarahan pada arteri femorali s.
3. Perdarahan Pendarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskular, disertai penimbunan dalam jaringan atau dalam ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari tubuh. Penyebab Perdarahan yang paling sering terjadi dijumpai adalah hilangnya integritas dinding pembuluh darah, yang memungkinkan darah keluar. Pendarahan adalah penyebab paling sering syok hipovolemik. Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi, dan sebagai akibatnya, menurunkan aliran balik vena. Sebagai hasilnya, curah jantung menurun di bawah normal dan dapat timbul syok. 1.Patofisiologi: Telah diketahui dengan baik respon tubuh saat kehilangan volum sirkulasi. Tubuh secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital dan dengan demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah. Saat terjadi perdarahan akut, Cardiac output dan denyut nadi akan turun akibat rangsang „baroreseptor‟ di aortik arch dan atrium. Volum sirkulasi turun dan syaraf simpatik ke jantung dan ke organ lain akan teraktivasi. Akibatnya denyut jantung meningkat, terjadi vasokontrisksi dan redistribusi darah dari nonvital organ, seperti: di kulit, saluran cerna, dan ginjal. Secara bersamaan sistem hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut ini. Dimana akan terjadi pelepasan hormon kortikotropin. Yang akan merangsang pelepasan glukokortikoiid dan beta-endorphin. Kelenjar pituitari posterior akan melepas vasopresin, yang akan meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks-Jukstamedulari akan melepas renin, menurunkan „mean arterial pressure‟, meningkatkan pelepasan aldosteron dimana air dan natium akan diresorbsi kembali. Hiperglisemia sering terjadi saat perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan glikogenolisis yang meningkat akibat pelepasan aldosteron dan growth hormon. Katekolamin dilepas kesirkulasi yang akan menghambat aktifitas dan produksi insulin sehingga gula darah meningkat. Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana aliran darah akan dipertahankan secara konstan melalui systemic mean-aliran darah arterial arterial dipertahankan dalam range yang cukup luas. Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu yang cepat dan aliran darah pada intestinal akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari splansnik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam mekanisme pertahanan tubuh. 2. Homeostasis Tubuh Saat Pendarahan Terjadi Setelah terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar, penurunan volume darah yang beredar menyebabkan penurunan aliran balik vena serta penurunan curah jantung dan tekanan darah. Segera timbul tindakan-tindakan kompensasi untuk mempertahankan aliran darah ke otak. Respons refleks baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis ke jantung.Hasilnya peningkatan kecepatan denyut jantung untuk mengatasi penurunan volum sekuncup yang ditimbulkan oleh penurunan volume darah. Pada kehilangan cairan yang hebat, denyut nadi melemah karena penurunan volume sekuncup, tetapi cepat karena peningkatan kecepatan denyut jantung. Akibat peningkatan aktivitas simpatis ke vena, terjadi vasokontriksi vena umum, meningkatkan aliran balik vena dan selanjutnya menyebabkan peningkatan volume sekuncup melalui mekanisme Frank – Starling. Secara stimultan, stimulasi simpatis ke jantung meningkatkan kontraktilitas jantung, sehingga jantung berdenyut lebih kuat dan menyemprotkan lebih banyak darah, yang meningkatkan volume sekuncup. Peningkatan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup secara bersama-sama meningkatkan curah jantung. Vasokontriksi anteriol umum yang diinduksi oleh saraf simpatis menyebabkan peningkatan resistensi perifer total.
Peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total besama-sama, menyebabkan peningkatan kompensatorik tekanan darah. Penurunan awal tekanan arteri juga disertai oleh penurunan tekanan darah kapiler, yang menyebabkan pergeseran cairan dari cairan interstisium ke dalam kapiler untuk meningkatkan volume plasma. Respon ini kadang-kadang disebut ototransfusi, karena memulihkan volume plasma seperti yang dilakukan transfuse. Pergeseran CES ini diperkuat oleh sintesis protein plasma oleh hati selama beberapa hari setelah pendarahan.Protein plasma minimbulkan tekanan osmotic koloid untuk menarik dan menahan cairan ekstra di dalam plasma. Pengeluaran urin berkurang, sehingga air yang biasanya keluar dari tubuh tertahan. Retensi cairan tambahan ini membantu meningkatkan volume plasma. Peningkatan volume plasma memperkuat peningkatan curah jantung yang ditimbulkn dari reflex baroreseptor.Terjadi penurunan pengeluaran urin akibat penurunan aliran darah ginjal yang disebabkan oleh vasokontriksi kompensatorik arteriol ginjal. Penurunan volume plasma juga mencetuskan peningkatan sekresi hormone vasopressin dan pengaktifan jalur hormone rennin- angiostensin-aldosteron yang bertujuan untuk menahan garam dan air, yang menyebabkan penurunan pengeluaran urin Penurunan volume plasma juga meningkatkan rassa haus. Peningkatan asupan cairan yang kemudian terjadi ikut memulihkan volume darah. Dalam periode wktu yang lebih lama (seminggu atau lebih), sel-sel darah merah yang hilang diganti oleh sel baru melalui peningkatan pembentukan eritrosit yang dipicu oleh penurunan penyaluran O2 ke ginjal (Fisiologi Sherwood hal 340) Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat. Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena. 4. Resusitasi Cairan Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas. Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah. Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteriti s yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta. 5. Pemilihan Cairan Intravena Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis
berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18 – 24 jam sesudah cedera luka bakar. Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian. Jenis Cairan Infus Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya: Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERHATIKAN DALAM PEMBERIAN
Pemilihan Cairan Intravena Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasie n. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18 – 24 jam sesudah cedera luka bakar. Larutan parenteral pada shock hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi shock hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal shock hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma shock. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian. Pada skenario ini, pemberian dextrose 5 % tidak memberikan dampak yang besar bagi Abang Bandit karena dextrose 5 % tidak mengandung Na. Pemberian dextrose 5 % dalam air pun dapat menyebabkan hipovolemik semakin parah karena cairan ini bersifat hipotonis yang dapat menyebabkan RBC lisis. Pada kasus perdarahan, cairan yang sangat diperlukan adalah cairan isotonik , kristaloid yang mengandung elektrolit ( Na ). Seharusnya Abang Bandit mendapatkan cairan infus Ringer Laktat atau NaCl 0,9 %. Dextrose adalah nama kimia dari D-glukosa monohidrat yang didapat dari hidrolisis pati; biasanya diberikan melalui infuse intravena. 5% Dextrose tidak mengandung Na+. e. Karena Dextrose 5% dapat mengakibatkan penumpukan glukosa, sebelumnya dia menderita hipovolemic, kadar oksigen semakin menurun sehingga terjadi metabolisme anaerob mengakibatkan asam laktat meningkat dan terjadi asidosis. DEXTROSE
Dextrose adalah nama kimia dari D-glukosa monohidrat yang didapat dari hidrolisis pati; biasanya diberikan melalui infuse intravena. Dipakai juga sebagai diuretic dan dextrose sendiri atau dalam kombinasi dengan bahan lain dipakai untuk berbagai keperluan klinik. 5% Dextrose yang tidak mengandung Na+, didistribusikan ke tiga ruang tubuh secara proporsional. Volume terbesar menuju ruang intraseluler, karena merupakan kompartemen terbesar hanya sebagian kecil ke ruang intravascular. Jadi, bila 1 liter 5% dextrose diinfuskan, hanya 120 ml yang tetap berada dalam ruang intravascular. Selain itu, 5% dextrose juga bersifat diuretic, sehingga akan menyebabkan penurunan volume plasma. Karena itu 5% dextrose tidak mempunyai peranan dalam terapi hipovolemik seperti yang sedang dialami Abang Bandit. 5% dextrose akan bermanfaat bila diberikan pada penderita syok hipoglikemia. Pada kasus Abang Bandit, cairan yang seharusnya diberikan adalah garam isotonic yang ditetes dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti
Ringer Laktat dengan jarum besar sebanyak 2-4 liter dalam waktu 20-30 menit. Ringer laktat adalah larutan steril kalsium klorida, kalium klorida, natrium klorida, dan natrium laktat dalam cairan suntik diberikan sebagai cairan dan pengisi elektrolit, melalui infuse intravena. Selain ringer laktat, cairan fisiologis (NaCl 0,9%) juga dapat diberikan sebagai pertolongan pertama. Akan tetapi NaCl hanya mampu bertahan sekitar 5 menit di intravascular, tidak seperti ringer laktat yang mampu bertahan 20-30 menit di intravascular. Itulah sebabnya penggunaan Ringer Laktat lebih sering daripada NaCl. Pada saat keadaan berat atau hipovolemia yang berkepanjangan, dukungan inotropik dengan dopamine, vasopressin atau dobutamin dapat memberikan kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi terlebih dahulu dengan pemberian transfusi darah. Pemberian norepinefrin infuse tidak banyak memberikan manfaat pada hipovolemia. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kg dalam 3-5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dextrose 5% dalam meningkatkan Mean Arterial Pressure (MAP). Apakah ada hubungan antara pemberian dextrose 5% dan waktu perjalanan ke rumah sakit selama 2 jam ? → Dextrose 5% yang merupakan cairan kristaloid, memiliki waktu paruh yang jauh lebih singkat daripada koloid, sekitar 20-30 menit,sedangkan waktu perjalanan ke rumah sakit selama 2 jam. Cairan ini memungkinkan untuk terjadinya penimbulan hipovolemia sesudah resusitasi karena waktu paruhnya di intravaskuler yang pendek. Jadi cairan ini tidak memberi pengaruh ke arah lebih baik pada Bandit.